• Tidak ada hasil yang ditemukan

INTERNALISASI NILAI SPORTIVITAS MELALUI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI DI SEKOLAH DASAR NEGERI: Studi di Sekolah Dasar Negeri Loktabat 1 Banjarbaru.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "INTERNALISASI NILAI SPORTIVITAS MELALUI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI DI SEKOLAH DASAR NEGERI: Studi di Sekolah Dasar Negeri Loktabat 1 Banjarbaru."

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

Syamsul Arifin, 2013

INTERNALISASI NILAI SPORTIVITAS MELALUI

PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI DI SEKOLAH DASAR

(Studi di Sekolah Dasar Negeri Loktabat 1 Banjarbaru)

DISERTASI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Doktor Ilmu Pendidikan Dalam Bidang Pendidikan Umum/Nilai

Promovendus :

SYAMSUL ARIFIN

NIM 0908537

SEKOLAH PASCASARJANA

(2)

Syamsul Arifin, 2013

2013

INTERNALISASI NILAI SPORTIVITAS MELALUI

PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI DI SEKOLAH DASAR

(Studi di Sekolah Dasar Negeri Loktabat 1 Banjarbaru)

Oleh

SYAMSUL ARIFIN

Drs FKIP Unlam Banjarmasin 2005

M.Pd IKIP Bandung 1998

Sebuah Disertasi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh

gelar Doktor Pendidikan (DR) pada Program Studi Pendidikan Umum/Nilai

Sekolah Pascasarjana UPI Bandung

© Syamsul Arifin 2013

Universitas Pendidikan Indonesia

Hak Cipta dilindungi undang-undang

(3)
(4)
(5)
(6)

Syamsul Arifin, 2013

ABSTRACT

SYAMSUL ARIFIN: Internalizing the Values of Sportsmanship through the Teaching-Learning of Physical Education in a State Elementary School (A Study of State Elementary SchoolLoktabat 1, Banjarbaru). Promoter: Prof. Dr. H. IshakAbdulhak, M. Pd, Co-promoter: Prof. Dr. AdangSuherman, M.A., and Member: Dr. H. Kama Abdul Hakam,M. Pd.

The dissertation contains research results on internalization of sportsmanship values through physical education teaching-learning in State Elementary SchoolLoktabat 1, Banjarbaru. The research involved teachers and students conducting physical education teaching-learning. The main issue of the study is: How is the process of internalizing the values of sportsmanship through physical education in an elementary school? The theory

employed as the foundation of the research was Bandura’s social learning theory. The

main issue is elaborated into the following research questions: (1) How do physical education teachers develop lesson plans that internalize sportsmanship?; (2) How is the process of cultivating the sportsmanship values of knowing, training, and being in the teaching-learning of physical education?; (3) How do teachers evaluate and improve the teaching-learning that internalize sportsmanship values?; (4) What factors encourage and inhibit the process of internalizing sportsmanship values?; (5) What factors encourage and

inhibit the process of evaluating students’ sportsmanship? To obtain data, qualitative

approach using observation, interview, and documentation was employed. The data were

then analyzed using Miles’ andHuberman’s model (1992) through the stages of data

collection, data reduction, data display, and inference. The results of data analysis are as follows: (1) The physical education teachers have developed lesson plans, which beginwith the writing of lesson plansand later ontheir implementation in the field, but the writing was still done by adapting another lesson plan, especially in terms of value development planning;(2) The process of internalizing sportsmanship values among students were conducted following the stages of objective formulation, materials, method, resources, and evaluation, and then implementation in the teaching and learning of theories and field practice; (3) The results of the internalization of sportsmanship values among students were continuously evaluated directly by physical education teachers during the teaching-learning process; (4) The availability of facilities and equipment for physical education teaching-learning has become the factor that encourage the success of

cultivating sportsmanship values among students; however, the teachers’ low ability in

using a value-based teaching-learning model has become the obstacle for developing sportsmanship; (5) The physical education teachers had been used to assessing students’ sports practice in the field without understanding and using appropriate and accurate evaluation tool for sportsmanship values, so that they did not pay much attention to the

(7)

Syamsul Arifin, 2013

ABSTRAK

SYAMSUL ARIFIN : Internalisasi Nilai Sportivitas Melalui Pembelajaran Pendidikan Jasmani di Sekolah Dasar Negeri (Studi di Sekolah Dasar Negeri Loktabat 1 Banjarbaru). Promotor: Prof. Dr. H. Ishak Abdulhak, M. Pd, Ko-promotor: Prof. Dr. Adang Suherman, MA, dan Anggota: Dr. H. Kama Abdul Hakam,M. Pd.

(8)
(9)

Syamsul Arifin, 2013

BAB II. KAJIAN PUSTAKA...

A. Hakikat Nilai ………..

1. Pengertian Nilai ...

2. Klasifikasi Pengertian Nilai…………..………...

3. Nilai dan Pendidikan Nilai………...

4. Jenis Kualitas dan Kategori Nilai……….

5. Sumber Nilai………

B. Pembelajaran Internalisasi Nilai……….

1. Hakikat Internalisasi………..

2. Pendidikan Nilai Pendidikan Moral dan Pendidikan Karakter……

(10)

Syamsul Arifin, 2013

C.Pengertia Sikap Fair Play/ Sportivitas………..

1. Sikap………...

2. Fair Play/ Sportivitas………..

3. Budaya Sekolah dalam Internalisasi Nilai Sportivitatas………….

4. Proses Tumbuh dan Berkembangnya Kultur Sekolah………

5. Mengintegrasikan Nilai Moral dalam Kultur Pembelajaran……...

D. Hakekat Pembelajaran Pendidikan Jasmani………

1. Pengertian Tujuan dan Fungsi Pendidikan Jasmani……….

2. Ruang Lingkup Pendidikan Jasmani………

3. Hubungan Pendidikan Jasmani Permainan dan Sport……….

4. Hakikat Pendidikan Jasmani Melalui Bermain………

E. Pendidikan Umum dan Pendidikan Nilai...

1. Latar Belakang Munculnya Pendidikan Umum...

2. Pengertian Pendidikan Umum...

3. Tujuan Pendidikan Umum...

4. Pengembangan Nilai-nilai...

5. Keterkaitan Nilai Sportivitas dalam Pendidikan Umum…………

F. Teori Perubahan Perilaku……….

1. Teori Psikonalitik Sigmund Freud………..

2. Teori Sosial Bandura………..

3. Teori Kognitif L. Kholberg………

G.Internalisasi Nilai Sportivitas dalam Proses Pembelajaran…………..

a. Meningkatkan Aktivitas Belajar………

b. Meningkatkan Disiplin Siswa……….

H.Model-model Pembelajar Pendidikan Jasmani...………..

1. Model Pembelajaran Hellison………

2. Model Pembelajaran Sport Education………

(11)

Syamsul Arifin, 2013

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

A.Pendekatan Penelitian...

B.Subyek dan Lokasi Penelitian...

1. Subyek Penelitian………..….

2. Lokasi Penelitian………..……..

C.Tehnik Pengumpulan dan Analisis Data Penelitian

1. Tehnik Pengumpulan Data...

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A.Deskripsi Umum Lokasi Penelitian………

1. Sejarah Perkembangan SD Negeri Loktabat 1 Banjarbaru………

2. Profil SD Negeri Loktabat 1 Banjarbaru………

3. Kondisi Pembelajaran Penjas di SD Negeri Loktabat 1

Banjarbaru……….. B. Deskripsi Hasil Penelitian ………...

1. Pengembangan Rencana Pembelajaran dalam

Menginternalisasikan Nilai Sportivitas………..

2. Proses Penanaman Knowing, Training dan Being Nilai

(12)

Syamsul Arifin, 2013

3. Evaluasi Pembelajaran Internalisasi nilai Sportivitas dalam penjas……….. ……….. 4. Faktor Pendorong dan Penghambat Proses Internalisasi Nilai

Sportivitas dalam Penjas……….………...………

5. Faktor Pendorong dan Penghambat Proses Evaluasi Nilai

Sportivitas dalam penjas……….

C.Pembahasan Hasil Penelitian………

1. Pengembangan Rencana Pembelajaran dalam

Menginternalisasikan Nilai Sportivitas………..

2. Proses Penanaman Knowing, Training dan Being Nilai

Sportivitas dalam Pembelajaran Penjas…...……….

3. Evaluasi Pembelajaran Internalisasi nilai Sportivitas dalam penjas……….. ……….. 4. Faktor Pendorong dan Penghambat Proses Internalisasi Nilai

Sportivitas dalam Penjas……….………...………

5. Faktor Pendorong dan Penghambat Proses Evaluasi Nilai

Sportivitas dalam penjas……….

V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

(13)

Syamsul Arifin, 2013

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 1. Klarifikasi Pengertian Nilai………. 25

Tabel 2. Indikator Nilai-nilai Akhlak Mulia………. 62

Tabel 3. Perbandingan Konsep Pendidikan Gerak dan Pendidikan Jasmani Tradisional……… 99

Tabel 6. Fungsi dan Tujuan Pendidikan Nasional di Lihat dari Taksonomi Pembelajaran (Kognitif, Afektif dan Psikomotor……… 143

Tabel 7. Kriteria Model Pembelajaran Hellison………. 165

Tabel 8. Kriteria Model Pembelajaran Sport Education………. 169

Tabel 9. Kriteria Model Pembelajaran Penjas Kebugaran Jasmani……… 172

Tabel 10. Pedoman Observasi………... 181

Tabel 11. Pedoman Wawancara………... 183

Tabel 12. Definisi Konseptual……….. 190

Tabel 13. Kisi-kisi Pengembangan Pertanyaan Penelitian……… 191

Tabel 14. Rekapitulasi siswa SD Negeri Loktabat 1 Banjarbaru……….. 197

Tabel 15. Jumlah Gedung SD Negeri Loktabat 1 Banjarbaru……… 198

Tabel 16. Matrik Pengumpulan Data………. 185

Tabel 17. Koleksi Data Monitor………. 186

Tabel 18. Analisis Induktif Deduktif Internalisasi Nilai Sportivitas Melalui Pembelajaran Pendidikan Jasmani……….. 229

(14)

Syamsul Arifin, 2013

DAFTAR GAMBAR

Gambar Hal

1. Komponen Analisis Data……… 167

(15)

Syamsul Arifin, 2013

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

Lampiran : 1 . Surat Izin Penelitian dan SK Pembimbing……….. 267

Lampiran : 2 . Data Siswa dan Guru SD Loktabat 1 Banjarbaru……… 273

Lampiran : 3. Pedoman dan Hasil Wawancara……..………. 278

Lampiran : 4. Kurikulum SD Negeri Loktabat 1 Banjarbaru……… 325

Lampiran : 5. RPP dan Silabi Guru Penjas………. 388

Lampiran : 6. Hasil Photo-Photo Penelitian……… 411

(16)
(17)

1

Syamsul Arifin, 2013

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah.

Pendidikan merupakan wahana utama dalam pembangunan mutu sumber daya

manusia yang pada gilirannya akan menentukan masa depan bangsa. Pendidikan juga

menentukan mutu sumber daya manusia yang menyadari akan hak dan kewajiban

sebagai warga Negara dan warga masyarakat. Pendidikan Indonesia mengarahkan

tujuannya sesuai dengan nilai-nilai bangsa Indonesia yang berbudaya luhur dan religius

yang digambarkan dalam fungsi dan tujuan Pendidikan Nasional sebagai berikut :

Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermanfaat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab (UUSPN, No. 20 Tahun 2003 Bab II pasal 3)

Dalam upaya mencapai tujuan pendidikan nasional, maka diperlukan sistem

penyelenggaraan pendidikan secara proporsional serta profesional, khususnya melalui

jalur pendidikan formal dan dilaksanakan secara berjenjang, dimulai dari TK, SD, SMP,

SMA bahkan sampai pada Perguruan Tinggi. Melalui pendidikan formal ini diharapkan

masyarakat dapat menikmati dan merasakan betapa pentingnya suatu pendidikan baik

(18)

2

Syamsul Arifin, 2013

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

menjelaskan bahwa :

Pendidikan adalah usaha sadar yang terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan dasar (Diknas, 2003)

Pendidikan karakter saat ini menjadi sorotan tajam masyarakat, sorotan itu

mengenai berbagai aspek kehidupan, tertuang dalam berbagai tulisan di media cetak,

wawancara, dialog, dan gelar wicara di media elektronik. Selain di media massa, para

pemuka masyarakat, para ahli, dan para pengamat pendidikan, dan pengamat sosial

berbicara mengenai persoalan dan karakter bangsa di berbagai forum seminar, baik pada

tingkat lokal, nasional, maupun internasional. Persoalan yang muncul di masyarakat

seperti korupsi, kekerasan, kejahatan seksual, perusakan, perkelahian massa, kehidupan

ekonomi yang konsumtif, kehidupan politik yang tidak produktif, dan sebagainya

menjadi topik pembahasan hangat di media massa, seminar, dan di berbagai

kesempatan. Berbagai alternatif penyelesaian diajukan seperti peraturan,

undang-undang, peningkatan upaya pelaksanaan dan penerapan hukum yang lebih kuat. Namun

upaya tersebut belum memperlihatkan hasil yang memuaskan.

Karakter merupakan kekayaan terbesar dalam hidup seseorang. Ketidaksetiaan,

penyelewengan jabatan, atau kejahatan seksual, mencakup hanya sedikit dari

keseluruhan karakter sejati seseorang. John (1995:53) menyatakan bahwa “aspek utama

dari karakter mengacu pada kualitas hakiki seperti kejujuran, kebaikan yang tulus,

(19)

3

Syamsul Arifin, 2013

memiliki sifat mudah memaafkan, jujur, senasib sepenanggungan, berniat baik pada

sesama, maka dimanapun dia berada dia akan disukai, tidak hanya oleh temannya tetapi

bahkan musuhnya. Oleh karena itu harus ada pendidikan yang secara khusus

membangun karakter salah satu pendidikan tersebut adalah pendidikan jasmani.

Pendidikan jasmani pada dasarnya merupakan bagian integral dari sistem

pendidikan secara keseluruhan. Artinya pendidikan jasmani bukan hanya dekorasi atau

ornamen yang ditempel pada program sekolah sebagai alat untuk membuat anak sibuk

(Mahendra, 2008 :15). Tetapi juga pelaksanaan pendidikan jasmani harus diarahkan

pada pencapaian tujuan tersebut. Tujuan pendidikan jasmani bukan hanya

mengembangkan ranah jasmani, tetapi juga mengembangkan aspek kesehatan,

kebugaran jasmani, keterampilan berfikir kritis, stabilitas emosional, keterampilan

sosial, penalaran dan tindakan moral melalui kegiatan aktivitas jasmani dan olah raga.

Pendidikan jasmani merupakan media untuk mendorong perkembangan motorik,

kemampuan fisik, pengetahuan dan penalaran, penghayatan nilai-nilai

(sikap-mental-emosional-spritual-dan sosial), serta pembiasan pola hidup sehat yang bermuara untuk

merangsang pertumbuhan dan perkembangan yang seimbang. Pendidikan jasmani

memiliki peran yang sangat penting dalam mengintensifkan penyelenggaraan

pendidikan sebagai suatu proses pembinaan manusia yang berlangsung seumur hidup.

Pendidikan jasmani memberikan kesempatan pada siswa untuk terlibat langsung dalam

aneka pengalaman belajar melalui aktivitas jasmani, bermain, dan berolahraga yang

(20)

4

Syamsul Arifin, 2013

diarahkan untuk membina, sekaligus membentuk gaya hidup sehat dan aktif sepanjang

hayat.

Dalam proses pembelajaran pendidikan jasmani guru harus dapat mengajarkan

berbagai keterampilan gerak dasar, teknik dan strategi permainan atau olahraga,

internalisasi nilai-nilai (sportivitas, jujur, kerjasama, dan lain-lain) dari pembiasaan pola

hidup sehat. Pelaksanaannya bukan melalui pengajaran konvensional di dalam kelas

yang bersifat kajian teoritis, namun melibatkan unsur fisik mental, intelektual,

emosional dan sosial. Aktivitas yang diberikan dalam pengajaran harus mendapatkan

sentuhan didaktik-metodik, sehingga aktivitas yang dilakukan dapat mencapai tujuan

pengajaran. Melalui pendidikan jasmani diharapkan siswa dapat memperoleh berbagai

pengalaman untuk mengungkapkan kesan pribadi yang menyenangkan, kreatif, inovatif,

terampil, meningkatkan dan pemeliharan kesegaran jasmani serta pemahaman terhadap

gerak manusia.

“Pendidikan jasmani merupakan proses interaksi antara peserta didik dengan

lingkungan melalui aktivitas jasmani yang disusun secara sistematik untuk menuju

Indonesia seutuhnya”(Sukintaka, 2004:21). Pendidikan jasmani wajib diajarkan di

sekolah, karena pendidikan jasmani memiliki peran yang strategis dalam rangka

pembentukan manusia seutuhnya. Pendidikan jasmani tidak hanya berdampak positif

terhadap pertumbuhan fisik anak, melainkan juga perkembangan mental, intelektual,

emosional dan sosial.

(21)

5

Syamsul Arifin, 2013

anak didik secara wajar dan efektif. Karena itu sudah selayaknya bila terhadap pendidikan jasmani diberikan perhatian yang proposional dan dilaksanakan secara efisien, efektif sesuai dengan kondisi fisik dan fsikis anak didik (Mutohir, 1998:7).

Pendidikan jasmani dan olahraga pada hakikatnya merupakan bagian dari

pendidikan keseluruhan. Interpretasi umum yang kita anut, seperti sering dipaparkan

oleh UNESCO misalnya, pendidikan di sini tidak sama artinya dengan pengertian

“schooling” atau persekolahan tetapi lebih bermakna luas. Pendidikan adalah segenap

upaya yang mempengaruhi pembinaan dan pembentukan kepribadian termasuk

perubahan perilaku (Lutan, 2001: 4). Maka karena itu pendidikan jasmani dan olahraga

selalu melibatkan dimensi sosial, disamping kriteria yang bersifat fisikal yang

menekankan keterampilan, ketangkasan dan unjuk kebolehan. Dimensi sosial ini

melibatkan hubungan antar orang, antara peserta didik dan guru baik sebagai fasilitator

atau pengarah.

Seiring dengan perubahan sosial dan budaya, liputan olahraga lebih tertuju pada

anjuran dan penciptaan citra untuk memenangkan pertandingan atau penciptaan rekor,

ketimbang lebih menekankan bagaiamana sebuah pertandingan dimainkan

sebaik-baiknya. Akhir-akhir ini fenomena kekerasan dalam olahraga dan bentuk kekerasan

antar pemain, eksplotasi orang tua atau orang dewasa terhadap anak-anak, gaya

kepemimpinan semena-mena dan penggunaan obat terlarang dalam olahraga sudah

masuk ke Indonesia dan kian marak juga perkembangannya.

Dilain pihak, dalam lingkungan pembinaan olahraga yang semakin kompleks,

(22)

6

Syamsul Arifin, 2013

muncul kritik yang menyatakan bahwa pendidikan jasmani dan olahraga tidak banyak

memberikan sumbangan nyata terhadap pembinaan watak, dan bahkan ada kecurigaan

bahwa kegiatan tersebut justru menghambat pembelajaran nilai (Lutan, 2001:vii). Cacat

yang dikemukakan khalayak masyarakat tersebut dalam pembinaan olahraga juga

mencerminkan kegagalan para peserta untuk belajar dan menghayati nilai.

Tayangan telivisi baik pemerintah maupun swasta telah memberitakan bahwa

sering terjadi kekerasan, geng motor, tawuran antar pelajar dan lebih memilukan lagi

adalah tawuran antar mahasiswa, padahal mahasiswa merupakan calon pemimpin

dimasa yang akan datang. Kemudian sering pula kita melihat suatu pertandingan sepak

bola yang awalnya tertib aman dan lancar namun ditengah-tengah jalannya

pertandingan sering terjadi adu mulut antara wasit dan pemain, antara pemain dengan

pemain yang bisa memicu terjadinya konflik antara penonton dan penonton, sehingga

terjadilah keributan yang lebih besar, hal ini sebabkan lantaran masing-masing pihak

kurang mengerti tentang arti dari nilai suatu pertandingan.

Banyak orang yang berpandangan bahwa kondisi demikian diduga bermula dari

dunia pendidikan. Pendidikanlah yang sesungguhnya paling besar memberikan

kontribusi terhadap situasi ini. Mereka yang telah melewati sistem pendidikan selama

ini (termasuk pendidikan dalam keluarga) kurang memiliki kemampuan untuk

mengelola konflik dan kekacauan, sehingga anak-anak dan remaja selalu menjadi

korban konflik dan kekacauan tersebut.

Dibidang pendidikan sekolah, terjadinya penyimpangan-penyimpangan moral

(23)

7

Syamsul Arifin, 2013

juga merupakan tanggungjawab seluruh pengajar/pendidik di sekolah. Guru

matematika, guru bahasa, guru olahraga dan guru-guru lainnya, mestinya turut

bertanggungjawab dalam membentuk moralitas dan karakter serta nilai-nilai kejujuran

bagi peserta didik.

Fenomena yang bekembang saat ini mengendikasikan antara lain : 1) kurangnya

perhatian dari pihak pendidik dalam mengimplimentasikan nilai-nilai atau pendidikan

karakter dan sportivitas kedalam pembelajaran (2) sebagian besar guru-guru pendidikan

jasmani dalam pembelajaran hanya menekankan pada aspek psikomotorik (gerak) dan

aspek kognitif saja (3) ketidak mampuan guru dalam mengaktulisasikan aspek apektif

dalam pelajaran pendidikan jasmani yang diajarkan; (4) penanaman nilai-nilai moral

dan karakter serta nilai-nilai kejujuran terkesan hanya merupakan tanggungjawab guru

PAI dan PKn saja.

Dalam pendidikan karakter Lickona (1992:53) menekankan pentingnya tiga

komponen karakter yang baik (components of good character) yaitu moral knowing

atau pengetahuan tentang moral, moral feeling atau perasaan tentang moral dan moral

action atau perbuatan bermoral. Hal ini diperlukan agar peserta didik mampu

memahami, merasakan dan mengerjakan sekaligus nilai-nilai kebajikan.

Kajian nilai merupakan salah satu cabang filsafat, yaitu filsafat aksiologi

mempersoalkan penerapan sesuatu ke dalam praktik yang berkaitan dengan masalah

nilai. Nilai merupakan rujukan perilaku, sesuatu yang dianggap luhur dan menjadi

pedoman hidup manusia dalam kehidupan dan bermasyarakat. Kecenderungan sikap

(24)

8

Syamsul Arifin, 2013

induk olahraga, yang harusnya berusaha untuk meningkatkan prestasi olahraga. Justru

memperlihatkan sikap sebaliknya yaitu menimbulkan masalah yang semakin konflek

dan mendalam. Hal ini karena nilai-nilai ideal olahraga semakin luntur, di geser oleh

nilai baru sebagai konsekuensi dari perubahan sosial (Lutan, 2001 : 68). Nilai dalam

masyarakat telah berubah dan hal itu juga berdampak nyata kedalam olahraga.

Diantara persoalan yang paling menonjol dewasa ini adalah penerapan fair play

atau sportivitas sebagai nilai inti dalam bidang pendidikan jasmani dan olahraga,

tantangan ini muncul dalam aneka perilaku atlit, pelatih bahkan dikalangan insan perss,

yang lebih menonjol adalah upaya memperoleh kemenangan yang bukan mengandalkan

keunggulan tehnik dan taktik, justeru yang diperagakan adalah gejala kekerasan dalam

olahraga dan kecenderungan untuk memaksakan kehendak, seperti mencampuri urusan

wasit. (Lutan, 2001:69).

Kiranya tidak berlebihan bila kita mengatakan, sudah mulai terjadi dan

berkembang gejala demoralisasi dan degradasi karakter dalam olahraga. Disamping

peningkatan kekerasan, seperti sering diperagakan oleh penonton, unsur ketidak jujuran

juga kian mencuat kepermukaan. Ketidaksungguhan dalam permaninan seperti disebut

dalam istilah “main sabun”, merupakan pertanda dari ketidak jujuran untuk

memperlakukan olahraga.

Olahraga dengan segala aspek dan dimensi kegiatannya, lebih-lebih yang

mengandung unsur pertandingan atau kompetisi, harus disertai dengan sikap dan

perilaku yang didasarkan pada kesadaran moral. Sikap itu menyatakan kesiapan untuk

(25)

9

Syamsul Arifin, 2013

terhadap ketentuan yang tersirat, tetapi juga kesanggupan untuk membaca dan

memutuskan pertimbangan berdasarkan kata hati.

Agar olahraga serta pergaulan sosial secara luas berjalan dengan tertib sesuai

dengan aturan yang berlaku diperlukan adanya pendidikan olahraga yang benar. Upaya

pendidikan olahraga secara benar harus dilakukan melalui berbagai jenjang pendidikan.

Pembiasaan perilaku etis melalui pendidikan olahraga membutuhkan proses yang

panjang dan berkelanjutan. Oleh karena itu pembinaan karakter olahraga (pendidikan

jasmani) harus direncanakan dan dilaksanakan dengan baik sejak sekolah dasar. Karena

sekolah dasar dipandang sebagai pendidikan formal pertama bagi peserta didik yang

akan menjadi bekal dan landasan bagi pengembangan karakter siswa, namun

pembelajaran pendidikan jasmani, di Sekolah Dasar lebih berorientasi pada

pengembangan gerak, akan tetapi aspek sikap terutama sikap sportivitas atau fair flay

sering kali terabaikan di dalam proses belajar mengajar pendidikan jasmani. Maka dari

itu tidak heran kalau kenyataan di dunia olahraga sering kali terjadi perilaku yang tidak

sportif yang mengakibatkan persepsi negatif masyarakat terhadap kegiatan olahraga,

menganggap olahraga tidak memiliki nilai moral yang sesuai dengan norma-norma

yang ada, baik norma agama maupun adat istiadat yang dijadikan acuan dalam

kehidupan di masyarakat.

Selain itu pendidikan karakter juga memiliki korelasi positif pada keberhasilan

akademik anak didik. Hasil penelitian yang diterbitkan oleh sebuah bulletin, Charakter

Educator, yang diterbitkan oleh Character Education Partnership. Dalam bulletin itu

(26)

10

Syamsul Arifin, 2013

menunjukan peningkatan motivasi anak didik sekolah dalam meraih prestasi akademik

pada sekolah-sekolah yang menerapkan pendidikan karakter. Kelas-kelas yang secara

komprehensif terlibat dalam pendidikan karakter itu, menunjukan adanya penurunan

drastis pada perilaku negatif anak didik yang dapat menghambat keberhasilan akademik

mereka (Wibowo, 2012:19).

Menurut Joseph Zins (2001) dalam bukunya Emotional Intelligence and School

Success yang dikutip oleh Wibowo (2012:20) ada sederetan faktor-faktor resiko

penyebab kegagalan anak di sekolah. Faktor-faktor resiko tersebut ternyata bukan

terletak pada kecerdasan otak, tetapi pada karakter, yaitu rasa percaya diri, kemampuan

bekerjasama, kemapuan bergaul, kemampuan berkomunikasi, rasa empati dan

kemampuan berkumonikasi.

Terkait dengan hal tersebut, kita tentu masih ingat dengan pendapat Daniel

Goleman. Menurut Goleman yang dikutip oleh Wibowo (2012:20) keberhasilan

seseorang di masyarakat, ternyata 80 persen dipengaruhi oleh kecerdasan emosi, dan

hanya 20 persen ditentukan oleh kecerdasan otak (IQ) anak-anak yang mempunyai

masalah dalam kecerdasan emosinya, ternyata akan mengalami kesulitan belajar,

bergaul dan tidak dapat mengontrol emosinya. Anak-anak yang bermasalah ini,

sebenarnya sudah bisa dilihat sejak usia pra-sekolah, dan kalau tidak ditangani secara

serius akan terbawa sampai mereka dewasa. Sebaliknya para remaja yang berkarakter

akan terhindar dari masalah-masalah umum yang dihadapi oleh remaja seperti

(27)

11

Syamsul Arifin, 2013

Dari berbagai bidang studi yang ada di Sekolah Dasar salah satu diantaranya

bidang studi pendidikan jasmani, di mana pendidikan jasmani orientasi pendidikannya

bertumpu pada pencapaian kematangan kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor di

mana pendidikan jasmani mengembangkan kemampuan dasar daya pikir cepat dan tepat

dibarengi dengan kemampuan pengembangan gerak dasar tubuh serta pembentukan

nilai-nilai sportivitas yang menjunjung tinggi kepatuhan terhadap aturan, jujur, disiplin,

mengakui kelebihan orang lain, menerima kekurangan diri tidak sombong dan ksatria.

Lutan (1997:26) menegaskan bahwa tujuan pendidikan jasmani di Sekolah Dasar adalah

membantu peserta didik agar meningkatkan kemampuan gerak mereka, disamping agar

mereka senang dan mau berpartisipasi dalam berbagai aktivitas. Diharapkan apabila

mereka memiliki pondasi pengembangan keterampilan gerak, pemahaman kognitif, dan

sikap positif terhadap aktivitas jasmani kelak akan menjadi manusia dewasa yang sehat

dan berkepribadian yang mantap. Sesuai dengan karakteristik siswa SD, usia 6 – 12

tahun kebanyakan dari mereka cenderung masih suka bermain. Untuk itu guru harus

mampu mengembangkan pembelajaran yang efektif, disamping harus memahami dan

memperhatikan karakteristik dan kebutuhan siswa. Pada masa usia tersebut seluruh

aspek perkembangan manusia baik itu kognitif, psikomotorik dan afektif mengalami

perubahan. Perubahan yang paling mencolok adalah pertumbuhan dan perkembangan

fisik dan psikologis.

Dalam kurikulum pendidikan jasmani tahun 2004 untuk jenjang SD/MI,

SMP/MTs, SMA/MA memberikan petunjuk tentang ruang lingkup pendidikan jasmani

(28)

12

Syamsul Arifin, 2013

aktivitas ritmik, aquatik (aktivitas air) dan pendidikan di luar kelas. Hal itu seharusnya

menjadi pedoman bagi guru untuk mempersiapkan, melaksanakan dan mengevaluasi

siswa.

Kemungkinan terjadi miss edukasi dalam pendidikan jasmani yang

mengekibatkan proses dan hasil pendidikan jasmani kurang menyentuh aspek nilai,

moral siswa yang sangat diperlukan untuk pengembangan karakter terutama sikap

sportif yang seharusnya menjadi tugas utama bagi guru pendidikan jasmani. Kondisi

negatif seperti ini, akan berdampak pada proses kehidupan masyarakan secara luas,

karena siswa tidak terbiasa hidup dan bermain secara sportif. Pembiasaan nilai

sportivitas akan lebih baik bila dimulai sejak dini, seperti di lingkungan keluarga dan

khususnya dilembaga Sekolah Dasar.

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk penulisan disertasi dengan

judul “Internalisasi Nilai Sportivitas Melalui Pembelajaran Pendidikan Jasmani di

Sekolah Dasar ”

B. Perumusan Masalah

Pentingnya pengembangan pendidikan jasmani secara komprehensif yang

meliputi berbagai keterampilan gerak dasar, teknik dan strategi permainan serta

pembiasaan hidup etis seperti kerja keras, jujur, disiplin, kerjasama, mandiri, sportivitas

dan lain-lain, membutuhkan persiapan proses evaluasi pembelajaran penjas dengan

sentuhan didaktik metodik yang tepat, sehingga aktivitas edukasi yang dilakukan dapat

(29)

13

Syamsul Arifin, 2013

Optimalisasi pendidikan jasmani di sekolah dasar terutama yang berhubungan

dengan nilai spotivitas dipandang merupakan pembiasaan karakter sejak dini dalam

pendidikan formal, sehingga akan berkontribusi pada pengembangan akhlak mulia

peserta didik pada masa yang akan datang. Oleh karena itu permasalahn utama yang

menjadi fokus penelitian disertasi ini adalah “ Bagaimana proses internalisasi nilai

sportivitas melalui pendidikan jasmani di Sekolah Dasar”.

C. Pertanyaan Penelitian

Agar rumusan masalah ini menjadi lebih terinci maka dirumuskan kedalam

pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana guru pendidikan jasmani mengembangkan rencana pembelajaran

internalisasi nilai sportivitas ?

2. Bagaimana proses penanaman knowing, training, dan being nilai sportivitas

dalam pembelajaran penjas ?

3. Bagaimana guru mengevaluasi dan memperbaiki proses pembelajaran

internalisasi nilai sportivitas ?

4. Faktor apa saja yang menjadi pendorong dan penghambat proses internalisasi

nilai sportivitas ?

5. Faktor apa saja yang menjadi pendorong dan penghambat proses evaluasi

sportivitas siswa ?

(30)

14

Syamsul Arifin, 2013

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran tentang proses

internalisasi nilai sportivitas melalui pembelajaran pendidikan jasmani di Sekolah

Dasar Negeri .

Tujuan khusus penelitian disertasi ini ingin menemukan pola pembelajaran

internalisasi nilai melalui pendidikan jasmani di Sekolah Dasar yang meliputi :

1. Pengembangan perencanaan pembelajaran nilai sportivitas melalui pendidikan

jasmani di Sekolah Dasar.

2. Pelaksanaan proses pembelajaran nilai sportivitas melalui pendidikan jasmani di

Sekolah Dasar.

3. Pelaksanaan dan hasil evaluasi pembelajaran nilai sportivitas melalui pendidikan

jasmani di Sekolah Dasar.

4. Faktor-faktor pendorong dan penghambat dalam proses internalisasi nilai

sportivitas melalui pendidikan jasmani di Sekolah Dasar.

5. Faktor-faktor pendorong dan penghambat dalam proses evaluasi nilai

sportivitas dalam pendidikan jasmani di Sekolah Dasar.

E. Manfaat Penelitian.

Manfaat penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat baik ditinjau dari segi

teoritis maupun praktis.

1. Secara Teoritis.

Secara teoritis hasil penelitian ini akan memperkaya teori internalisasi nilai

(31)

15

Syamsul Arifin, 2013

dan pembiasaan nilai-nilai sportivitas melalui pembelajaran pendidikan

jasmani di sekolah dasar.

Secara akademik dapat memperkaya temuan pola pembinaan karakter siswa

di sekolah dasar yang merupakan bidang kajian utama Pendidikan Umum.

2. Secara Praktis.

a. Bagi guru pendidikan jasmani diharapkan hasil penelitian ini dijadikan

salah satu dasar dalam menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran

(RPP), serta mengevaluasi pembelajaran pendidikan jasmani dalam

rangka menumbuhkan nilai-nilai sportivitas melalui pembelajaran

pendidikan jasmani.

b. Bagi Kepala Sekolah, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai dasar

perencanaan program sekolah, pengembangan silabus, penyediaan dan

peningkatan mutu sarana pembelajaran serta pelaksanaan supervisi

pendidikan khususnya dalam pembinaan dan pengembangan pendidikan

jasmani di sekolahnya.

c. Bagi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nasional dapat

dijadikan sebagai landasan untuk menentukan kebijakan dalam

menyusun kurikulum, terutama integrasi nilai-nilai sportivitas ke dalam

setiap mata pelajaran.

(32)

16

Syamsul Arifin, 2013

Dalam bagian ini akan dipaparkan secara berurutan keseluruhan isi disertasi,

sebagai berikut : Bab I Pendahuluan, mencakup : Latar Belakang Masalah; Perumusan

Masalah; Pertanyaan Penelitian; Tujuan Penelitian; Manfaat Penelitian dan Struktur

Penelitian.

Bab II, Internalisasi Nilai Sportivitas dalam pendidikan Jasmani di Sekolah

Dasar meliputi teori-teori yang relevan untuk mendasari pemikiran tentang penelitian

seperti Hakikat Nilai yang meliputi Pengertian Nilai, Klasifikasi Pengertian Nilai, Nilai

dan Pendidikan Nilai, Jenis Kualitas dan Kategori Nilai dan Sumber Nilai. Konsep

tentang Pembelajaran Internalisasi Nilai. Konsep Sportivitas yang mencakup;

pengertian sikap, pengertian Sportivitas. Hakikat Pembelajaran Pendidikan Jasmani

yang meliputi; Pengertian dan Tujuan Pendidikan Jasmani, Rang Lingkup Pendidikan

Jasmani, Hubungan Pendidikan Jasmani Permainan dan Sport serta Hakikat Pendidikan

Jasmani Melalui Bermain. Konseptual Pendidikan serta hasil penelitian yang Relevan.

Bab III Menjelaskan tentang metode penelitian. Penelitian ini merupakan

penelitian kualitatif naturalistik. Pada bab ini meliputi; Subyek Penelitian;

Langkah-langkah Penelitian; Tehnik Pengumpulan Data; Pengembangan Instrumen dan Tehnik

Analisis Data.

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan, mencakup gambaran umum lokasi

penelitian serta memaparkan data-data yang sesuai untuk menjawab pertanyaan

penelitian yang memuat deskripsi Pengembangan Rencana Pembelajaran dalam

Menginternalisasikan Nilai Sportivitas. Deskripsi Proses Penanaman Knowing,

(33)

17

Syamsul Arifin, 2013

Pembelajaran Internalisasi Nilai Sportivitas dalam Penjas. Faktor Pendorong dan

Penghambat Proses Pembelajaran Nilai Sportivitas dan deskripsi Faktor Pendorong dan

Penghambat Proses Evaluasi Nilai Sportivitas dalam Penjas.

Bab V berupa Kesimpulan yang disampaikan dari hasil temuan-temuan

penelitian yang memuat kesimpulan umum dan khusus, serta rekomendasi hasil

(34)

159

Syamsul Arifin, 2013

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif

naturalistik yang diharapkan dapat mengungkapkan secara mendalam

fenomena-fenomena yang terjadi. Pendekatan kualitatif lebih melihat sesuatu sebagaimana adanya

dalam satu kesatuan yang saling terkait dan lebih menekankan pada proses dari pada

dampak atau hasil (Creswell, 1994:145). Sedangkan disebut naturalistik karena situasi

lapangan penelitian bersifat “natural” atau wajar, sebagaimana adanya; tanpa

dimanipulasi diatur dengan eksperimen atau tes (Nasution, 1996:18). McMillan dan

Schumacher (2001:398) pendekatan kualitatif dalam suatu pembahasan yang mendalam

mengungkapkan bahwa penelitian kualitatif didasarkan pada asumsi bahwa realitas

merupakan suatu yang bersifat ganda, saling berinteraksi, dan di dalamnya terjadi

pertukaran pengalaman-pengalaman sosial yang diinterpretasikan oleh setiap individu.

Pendekatan kualitatif interaktif sengaja dipilih karena penulis menganggap

bahwa karakteristiknya sangat cocok dengan masalah yang menjadi fokus penelitian.

Alwasilah (2006:104-107) sejalan dengan pemikiran Guba dan Lincoln mengungkapkan

bahwa terdapat 14 karakteristik pendekatan kualitatif sebagai berikut :

a. Latar Alamiah;

b. Manusia sebagai instrumen;

(35)

160

Syamsul Arifin, 2013

d. Pemanfaatan pengetahuan non-proposional

e. Sampel purposif;

f. Analisis data secara induktif;

g. Teori dilandaskan pada data di lapangan;

h. Desai penelitian mencuat secara alamiah;

i. Hasil penelitian berdasarkan negosiasi;

j. Cara pelaporan kasus;

k. Interpretasi idiografik;

l. Aplikasi tentatif;

m. Batas penelitian ditentukan fokus;

n. Kepercayaan dengan kriteria khusus;

B. Subyek dan Lokasi Penelitian 1. Subyek Penelitian

Subyek penelitian adalah siswa Sekolah dasar Negeri dan para guru mata

pelajaran pendidikan jasmani di Sekolah Dasar Negeri Loktabat 1 Banjarbaru. Mata

pelajaran ini dipilih sebagai bahan kajian, karena materi ini banyak membicarakan

hal-hal yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan sesama manusia sebagai makhluk

(36)

161

Syamsul Arifin, 2013

2. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakuakan di Sekolah Dasar Negeri Loktabat 1 Banjarbaru yang

berada diwilayah Banjarbaru Kota Provinsi Kalimantan Selatan. Penelitian didasarkan

atas beberapa pertimbangan, antara lain :

a. Sekolah Dasar Negeri Loktabat 1 ini merupakan Sekolah Dasar Inti/Gugus Sekolah

Dasar Kota Banjarbaru. Hal ini sesuai dengan Surat Keputusan Dinas Pendidikan

Kota Banjarbaru No. 104 Tahun 2007, dimaksudkan bahwa untuk meningkatkan

kelancaran pelaksanaan kegiatan operasional dan kegiatan-kegiatan Sekolah Dasar

Inti/Gugus Sekolah Dasar Kota Banjarbaru dipandang perlu untuk menetapkan

Sekolah Dasar Inti.

Sekolah Dasar Negeri Loktabat 1 ini dinamai dengan Gugus Anggrek, telah

membawahi beberapa sekolah dasar seperti sekolah dasar Loktabat 2, sekolah dasar

Loktabat 3, sekolah dasar Loktabat 4, sekolah dasar Loktabat 5, sekolah dasar

Loktabat 6, dan sekolah dasar Loktabat 7.

b. Mempunyai lahan yang luas yang berukuran kurang lebih 9.552 m2, adanya guru

tergolong cukup banyak yaitu 40 orang guru dan 8 orang tenaga honorer, serta

jumlah siswa yang sangat banyak yaitu berjumlah 673 siswa, serta mempunyai

fasilitas lengkap dibandingkan dengan sekolah dasar lainnya.

c. Selain sebagai Sekolah Dasar Inti, sekolah tersebut telah meraih Akreditasi sekolah

dengan peringkat A (Amat Baik) oleh Badan Akreditasi Sekolah/Madrasah Provinsi

(37)

029/BAP-SM/Prop-162

Syamsul Arifin, 2013

15/LL/XI/2011, yang ditetapkan di Banjarmasin pada tanggal 11 Nopember 2011

dan masa berlaku sampai pada tahun 2016.

d. Sekolah Dasar ini telah memiliki visi dan misi yang jelas tentang pelaksanaan

pembelajaran yang berdasarkan KTSP,

e. Penentuan lokasi di Banjarbaru Kota, karena masyarakat perkotaan akan lebih

mudah menerima perubahan.

C. Tehnik Pengumpulan dan Analisis Data Penelitian 1. Tehnik Pengumpulan Data.

Kecermatan dalam memilih dan menyusun tehnik serta alat pengumpul data

sangat berpengaruh pada objektivitas hasil penilitian. Oleh karena itu tehnik

pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan

pengamatan (obsevasi), wawancara, dokumentasi dan studi pustaka.

a. Tehnik Observasi

Obsevasi digunakan untuk mengukur perilaku individu atau proses terjadinya

sesuatu kegiatan yang dapat diamati baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam

situasi buatan. Observasi yang dilakukan bersifat partisipatif, dengan observasi

partisipatif dalam penelitian kualitatif memungkinkan peneliti untuk dapat menggali

makna lebih jauh terhadap sumber data seperti guru penjas dan siswa. Moleong

(2008:163) bahwa cirri khas penelitian kualitatif tidak bisa dipisahkan dari pengamatan

(38)

163

Syamsul Arifin, 2013

Dalam penelitian ini observasi dilakukan untuk mengumpulkan data tentang

proses internalisasi pembelajaran pendidikan jasmani yang selama ini dilaksanakan oleh

guru pendidikan jasmani dan siswa di Sekolah Dasar. Observasi terutama untuk (1)

mendeskripsikan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang disusun oleh guru

penjas (2) kinerja guru dan murid dalam proses implementasi pembelajaran penjas di

lapangan (3) mendeskripsikan sejauhmana guru mengevaluasi dan memperbaiki proses

pembelajaran internalisasi nilai sportivitas (4) mendapatkan informasi tentang

pendorong dan penghambat proses internalisasi nilai sportivitas.

Tabel 8. Pedoman Observasi (Pengamatan)

Aspek kegiatan pembelajaran yang diamati Nilai-nilai yang dikembangkan guru

1. Melihat RPP ………. identifikas dan jelaskan

2.Membuka atau memulai pembelajaran ………. identifikas dan jelaskan

3.Menjajikan materi tentang sportivitas dalam hal ini seperti kejujuran, kedisiplinan, kerjasama, mandiri, integritas dan kesetiaan

………. identifikas dan jelaskan

4. Fasilitas dan alat yang digunakan ………. identifikas dan jelaskan 5.Bentuk permainan yang mengandung permainan ………. identifikas dan jelaskan 6. Menegur siswa yang melakukan kesalahan ………. identifikas dan jelaskan 7.Respon guru dalam mengatasi siswa yang selalu

mengganggu siswa lainnya

………. identifikas dan jelaskan

8.Memuji dan menghargai hasil keterampilan siswa

………. identifikas dan jelaskan

9.Mengevaluasi materi yang disajikan ………. identifikas dan jelaskan

(39)

164

Syamsul Arifin, 2013

Dalam melakukan observasi, peneliti mencoba menuliskan setiap kejadian yang

ditemukan di lapangan. Selanjutnya dalam rangka mengkonfirmasi dan

menindaklanjuti temuan-temuan pada saat observasi, maka peneliti selanjutnya

melakukan proses wawancara terhadap guru penjas.

b. Tehnik Wawancara

Tehnik wawancara digunakan terutama untuk memperoleh data yang tidak

terjamah secara visual. Salah satu cara yang akan ditempuh peneliti adalah wawancara

mendalam dengan subyek penelitian dengan perpegang pada saran dan fokus penelitian.

Menurut Lincoln dan Guba (1985) dalam Alwasilah (2008:195) bahwa ada

terdapat lima langkah penting dalam melakukan interviu yaitu :

1. Menentukan siapa yang akan diinterviu;

2. Menyiapkan bahan-bahan interviu;

3. Langkah-langkah pendahuluan;

4. Mengatur kecepatan menginterviu dan mengupayakannya agar tetap produktif,

dan

5. Mengakhiri interviu

Berdasarkan langkah-langkah yang diungkapkan oleh Alwasilah di atas, langkah

awal yang dilakukan peneliti adalah melakukan wawancara dengan Kepala sekolah dan

guru-guru penjas, hal ini dilaksanakan setelah dilakukan observasi pendahuluan

(40)

165

Sejak kapan bapak menjadi kepala sekolah Seperti apa visi misi di sekolah

Pernahkah bapak mendengar tentang sportivitas Apakah upaya bapak untuk melakukan penataan suasana sekolah dalam rangka

menginternalisasikan nilai sportivitas

Apakah bapak merancang silabus dan RPP yang bernuansa nilai sportivitas

Apakah bapak merancang materi nilai sportivitas Menurut bapak apakah nilai sportivitas dapat diinternalisasikan melalui pembelajaran penjas Permainan apa saja yang bisa

menginternalisasikan nilai sportivitas

Faktor apa saja yang menjadi pendorong dan penghambat untuk menginternalisasikan nilai sportivitas

Apakah bapak ada memprogramkan secara khusus kepada siswa tentang internalisasi nilai sportivitas Apakah guru selalu menginternalisasikan nilai sportivitas pada saat pembelajaran

dilakukan untuk menanyakan permasalahan-permasalahan seputar pertanyaan

penelitian dalam rangka memperjelas dan informasi yang tidak jelas pada saat observasi

berlangsung di sekolah. Alat yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam tehnik

wawancara ini adalah pedoman wawancara dengan dibantu tape recorder dan catatan

(41)

166

Syamsul Arifin, 2013

c. Tehnik Dokumentasi

Dalam penelitian ini tehnik dokumentasi bertujuan untuk melengkapi analisis

data, dan sekaligus sebagai data pelengkap yang telah diperoleh melalui obsevasi dan

wawancara. Dikemukakan oleh Lincoln dan Guba (1985:276-277) bahwa catatan dan

dokumen dapat dimanfaatkan sebagai saksi dalam sebuah kejadian atau sebagai sebuah

bentuk tanggungjawab. Dokumen yang dilihat seperti Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan (KTSP), silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), program kepala

sekolah, program pembina ekstra kurikuler dan lain-lain. Dengan demikian tehnik

dokumentasi adalah suatu tehnik pengumpulan data dan sumber non insani. Karena

penelitian ini merupakan kualitatif, maka dokumen menjadi pelengkap dan penguat data

yang dapat membantu dalam menganalisis dan menginterpretasi data.

d. Tehnik Studi Pustaka

Tehnik studi pustaka dilakukan untuk mengumpulkan data ilmiah dari berbagai

literatur yang berhubungan dengan pendidikan umum, pendidikan nilai moral,

pendidikan jasmani dan kesehatan, pendidikan sekolah dasar dan metode penelitian

pendidikan.

Dalam memperoleh data-data ilmiah ini, penulis mengkaji referensi-referensi

kepustakaan dari perpustakaan yang ada di UPI Bandung, Perpustakaan Program Studi

Pendidikan Umum Sekolah Pascasarnaja UPI, Perpustakaan Wilayah Banjarbaru,

Perpustakaan FKIP Unlam Banjarmasin, Ruang Baca JPOK FKIP Unlam Banjarbaru,

(42)

167

Syamsul Arifin, 2013

2. Analisa Data.

Analisa data adalah proses penyusunan data agar dapat ditafsirkan menyusun

data berarti menggolongkannya dengan pola, tema, atau kategori (Nasution, 1988:126).

Untuk menganalisis data dalam penelitian ini peneliti mengikuti cara yang ditawarkan

Miles dan Huberman (1992), bahwa analisis data dilakukan bersifat utuh dan saling

terkait mulai dari pengumpulan data sampai pada verifikasi data. Karena analisis data

kualitatif adalah analisis interaktif yang merupakan suatu proses siklus interaktif antara

empat komponen yang saling terkait yaitu: (a) pengumpulan data, (b) reduksi data, (c)

penyajian data, dan (d) kesimpulan/verifikasi. Saling keterkaitan antara

komponen-komponen tersebut digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1. Komponen analisis data

Langkah-langkah Pengumpulan data sebagai berikut :

a. Data reduction (Reduksi data) b. Data display (penyajian data) c. Conclusion drawing/verification

Data colection Data display

Data reduction

(43)

168

Syamsul Arifin, 2013

Model data interaktif melalui tahapan-tahapan sebagai berikut :

a. Reduksi data adalah proses pemilihat pemusatan, perhatian pada

penyedarhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang muncul dari

catatan-catatn tertulis di lapangan. Data yang diperoleh di alapangan ditulis

dalam bentuk uraian yang merupakan rangkuman atau ringkasan dari hasil

wawancara, observasi dan dokumentasi dengan aspek-aspek, pola-pola, kode

dan tema yang diketahui.

b. Display adalah data seperangkat informasi yang terorganisir yang

memungkinkan untuk dilakukan penarikan kesimpulan atau pengambilan

tindakan. Data yang bertumpuk dari hasil wawancara selain sulit ditangani, sulit

melihat hubungan secara detail yang baik juga sulit pula melihat gambaran

untuk mengambil kesimpulan yang tepat.

c. Menarik kesimpulan dan Verifikasi Data

Kesimpulan sementara ini kemudian diverifikasi selama penelitian berlangsung.

Makna-makna yang muncul diuji kebenarannya, kekokohannya, kecocokannya

sehingga kredibel/valid.

d. Pemeriksaan Keabsahan Data.

Data yang terkumpul tidak selamanya memiliki kebenaran yang tinggi bahkan

mungkin masih terjadi kekurangan data. Untuk itu diperlukan keabsahan data

dengan cara:

(44)

169

Syamsul Arifin, 2013

Member check adalah data ynag dikumpulkan yang dianalisis, ditafsirkan dan

disimpulkan, kemudian dicek kembali dengan cara menyajikan kembali

pemahaman penelitian terhadap hasil wawancara yang diperoleh dari guru

penjas, jika peneliti kurang jelas atau terhadap peneliti sendiri.

2). Triangulasi

Triangulasi merupakan pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan data

lain di luar data tersebut. Menurut Moleong (2008:178) triangulasi adalah

teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar

data untuk keperluan pengecekan atau sebagai perbandingan terhadap data ini.

Adapun tehnik triangulasi yang banyak dilakukan adalah pemeriksaan melalui

sumber data lain. Upaya yang dilakukan untuk triangulasi adalah dengan cara

perbandingan data hasil wawancara dengan data hasil observasi dan isi dokumen

yang berkaitan.

D. Langkah-langkah Penelitian

1. Mengumpulkan beberapa literature sebagai bahan kajian analisis dokumen

berupa kurikulum, silabi guna menemukan nilai-nilai sportivitas yang

terkandung dalam mata pelajaran penjas.

2. Melakukan analisis dokumen pembelajaran berupa Rencana Pelaksanaan

(45)

170

Syamsul Arifin, 2013

3. Melakukan observasi lapangan guru guna mendeskripsikan tindakan atau

implementasi guru dalam penanaman knowing, training dan being nilai

sportivitas dalam pembelajaran penjas.

4. Melakukan pengamatan terhadap aktivitas guru guna mendeskripsikan proses

evaluasi dan memperbaiki proses pembelajaran internalisasi nilai sportivitas;

5. Melakukan pengamatan kegiatan guru guna mendeskripsikan yang menjadi

pendorong dan hambatan pada proses internalisasi nilai sportivitas;

6. Melakukan pengamatan terhadap guru penjas untuk mendeskripsikan yang

menjadi pendorong dan penghambat proses evaluasi sportivitas.

E. Pengembangan Instrumen 1. Definisi Konseptual.

a. Internalisasi adalah suatu proses yang dialami seseorang dalam menerima dan

menjadikan bagian milik dirinya pelbagai sikap, cara mengungkapkan

perasaan atau emosi, pemenuhan hasrat, keinginan, nafsu, norma-norma,

nilai-nilai sebagimana yang dimiliki individu lain dalam kelompok. (Sa’dun,

2007:97)

b. …lebih dari sekedar bermain dalam aturan, sportivitas itu menyatu dengan

konsep persahabatan dan menghormati yang lain dan selalu bermain dalam

semangat sejati. Sportivitas atau fair flay dimaknakan sebagai bukan hanya

unjuk perilaku. Ia menyatu dengan persoalan yang berkenaan dengan

(46)

171

Syamsul Arifin, 2013

kekerasan (baik fisik maupun ungkapan kata-kata), eksploitasi, memanfaatkan

peluang, komersialisasi yang berlebih-lebihan atau melampaui batas dan

korupsi. ( Lutan, 2001:110)

c. Pendidikan jasmani adalah “ Physical education is a part of the total program

that contributed primarily through movement experiences to the total growth

and development of all children.” Maksudnya adalah pendidikan jasmani

merupakan bagian dari pendidikan secara umum yang memberikan kontribusi,

terutama melalui pengalaman-pengalaman gerak terhadap pertumbuhan dan

perkembangan anak didik secara menyeluruh. (Pangrazi dan Victor, 1995:1)

d. Bermain menurut Johan Huizinga (1950) dalam Lutan (1997:2) tentang

cici-ciri bermain, pertama bermaian merupakan kegiatan yang dilakukan secara

bebas dan suka rela, kedua bermain bukanlah kehidupan “biasa” atau yang

“nyata” dan yang ketiga bahwa bermain itu berbeda dengan kehidupan sehari

-hari terutama dalam tempat dan waktu. Bermain pada intinya adalah aktivitas

yang digunakan sebagai hiburan. Kita mengartikan bermain sebagai hiburan

yang bersifat fisikal yang tidak kompetitif, meskipun bermain tidak harus

selalu bersifat fisik. Bermain bukanlah berarti olahraga dan pendidikan

jasmani, meskipun elemen dari bermain dapat ditemukan di dalam keduanya.

Tabel 10 . Definisi Konseptual

No Konsep Pokok Fokus Pengamatan

1 Internalisasi Proses dan hasil pembelajaran

(47)

172

Syamsul Arifin, 2013

2 Sportivitas Kejujuran, kedisiplinan,

kesetiaan, integritas, kerjasama, kemandirian, toleransi.

3 Pembelajaran Pendidikan jasmani RPP yang digunakan

4 Kegiatan Bermain -.Bentuk permainan

-.Lapangan yang tersedia -. Alat yang digunakan

2. Definisi Operasional

Variabel-variabel yang terlibat dalam penelitian ini dapat dijelaskan

definisi operasionalnya sebagai berikut :

a. Internalisasi adalah sebuah proses menanamkan sesuatu, keyakinan, sikap dan

nilai-nilai yang menjadi perilaku moral.

b. Sportivitas adalah suatu kategori moral yang merupakan bentuk harga diri.

Artinya adalah cara bersikap yang merupakan suatu kesadaran yang melekat.

c. Pembelajaran penjas adalah merupakan media sebagai proses internalisasi

nilai sportivitas.

3. Penyusunan Kisi-kisi

Tabel 11. Kisi-Kisi Pengembangan Pertanyaan Penelitian

No Pertanyaan Penelitian

Dimensi Aspek Indikator

(48)

173

Intrumen penelitian dimaksudkan sebagai alat pengumpul data seperti tes

pada penelitian kuantitatif, adapun instrumen utama dalam penelitian ini adalah

(49)

174

Syamsul Arifin, 2013

pembaca situasi tentang internalisasi nilai sportivitas melalui pembelajaran

pendidikan jasmani yang berlangsung di SD Negeri Loktabat 1 Banjarbaru.

F. Tehnik Analisis Data

Proses analisis dan interpretasi data dilakukan oleh peneliti baik dilokasi

maupun di luar lokasi penelitian. Sekumpulan data hasil wawancara dan pengamatan

yang bersifat abstrak dan fenomenal langsung dianalisis dan dinterpretasikan dengan

mengklasifikasi data kasus perkasus.

Proses analisis dalam studi ini dimulai dengan menalaah seluruh data yang

berhasil dikumpulkan, baik hasil dari wawancara, pengamatan maupun dari studi

dokumentasi. Data-data tersebut sudah tentu masih berupa tumpukan data mentah yang

tidak mungkin untuk ditransfer secara langsung ke dalam laporan penelitian. Proses

pembuatan catatan lapangan memperhatikan hal-hal yang diungkapkan oleh Kama

(2010:117) sebagai berikut :

a. Pencatatan awal. Pencatatan ini dilakukan sewaktu berada di lapangan.

b. Pembuatan catatan lapangan lengkap setelah kembali ke tempat tinggal.

Pembuatan catatan ini dilakukan dalam suasana yang tenang dan tidak ada

gangguan.

c. Apabila waktu ke lapangan penelitian kemudian teringat masih ada yang belum

dicatat dan dimasukkan dalam catatan lapangan, maka hal itu dimasukkan.

Data yang sudah tertuang dalam catatan lapangan selanjutnya dianalisis untuk

(50)

175

Syamsul Arifin, 2013

analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data,

mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola,

mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan

apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.

Pengolahan data dan penganalisaan data merupakan upaya menata data secara

sistematis. Maksudnya untuk meningkatkan pamahaman peneliti terhadap masalah yang

(51)

256

Syamsul Arifin, 2013

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Penelitian ini mengkaji tentang “Internalisasi Nilai Sportivitas Melalui

Pembelajaran Pendidikan Jasmani di Sekolah Dasar. Merujuk pada seluruh hasil

analisis data dan pembahasan penelitian yang telah dipaparkan dalam Bab IV,

dikemukakan kesimpulan dan rekomendasi penelitian sebagai berikut :

A. KESIMPULAN.

Bagian ini akan dipaparkan kesimpulan dari hasil temuan-temuan dan

pembahasan penting yang diperoleh dari penelitian, baik kesimpulan umum maupun

kesimpulan khusus yang tersaji sebagai berikut :

1. Kesimpulan Umum

Guru Pendidikan Jasmani (Penjas) telah mengembangkan rencana

pembelajaran untuk menginternalisasi nilai sportivitas, hal ini dilakukan melalui suatu

proses yang diawali dengan penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan

dilaksanakan di lapangan. Dalam menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran,

semua guru telah memenuhi format yang sesuai dengan isi Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan (KTSP). Adapun semua RPP yang dibuat oleh guru penjas telah

mencantumkan karakter siswa yang diharapkan setelah rumusan tujuan pembelajaran.

Nilai-nilai sportivitas yang tercantum dalam RPP tidak secara eksplisit dapat ditemukan

guru dalam materi pembelajaran yang terdapat dalam buku teks, sehingga karkter siswa

(52)

257

Syamsul Arifin, 2013

Dalam pembelajaran penjas diawali dengan upaya internalisasi knowing,

training dan being nilai sportivitas secara langsung telah diintegrasikan oleh guru

penjas dalam komponen-komponen pembelajaran seperti tujuan, materi, metode,

media, sumber dan evaluasi. Untuk mata pelajaran yang lain internalisasi nilai

sportivitas tidak dirumuskan melalui RPP atau Silabus, melainkan dilakukan secara

spontan dan disesuaikan dengan situasi serta kondisi materi yang ada. Adapun

nilai-nilai sportivitas seperti kejujuran, kedisiplinan, kerjasama, mandiri, toleransi dan

tanggungjawab bisa diinternalisasikan melalui proses pembelajaran pendidikan

jasmani, karena guru penjas bisa dijadikan sebagai panutan dalam hal pembinaan

nilai-nilai sportivitas, seperti nilai-nilai kejujuran, kerjasama, kedisiplinan, tanggungjawab,

toleransi bahkan kesetiaan.

Guru Penjas mengevaluasi dan memperbaiki proses pembelajaran internalisasi

nilai sportivitas dilakukan pada saat siswa dalam keadaan ceria, dan guru penjas

sambil menanamkan nilai-nilai tersebut, seperti menegur siswa yang keluar pada

barisan atau kelompoknya, memberi tahu batas-batas atau aturan-aturan yang telah

ditetapkan sebelumnya, dan ini dilakukan selama pelajaran berlangsung. Apabila siswa

berbuat yang melanggar aturan yang telah disepakati, maka guru penjas langsung saja

memberikan teguran kepada siswa. Hal ini dilakukan secara terus menerus oleh guru

penjas guna untuk menilai dan memperbaiki proses internalisasi niali sportivitas.

Faktor yang menjadi pendorong dan penghambat proses internalisasi nilai

sportivitas seperti ketersediaan fasilitas dan alat yang digunakan oleh guru penjas di

lapangan cukup tersedia seperti lapangan di halaman sekolah dan lapangan yang ada di

belakang sekolah. Lapangan ini digunakan oleh guru penjas secara bergatian sehingga

(53)

258

Syamsul Arifin, 2013

seperti bola, tali, kardus bekas, bola tenis, tiang pembatas, dan alat yang lainya cukup

tersedia untuk mendukung proses pembalajaran penjas dilapangan.

Selain itu guru Penjas selalu terlibat banyak dalam menginternalisasikan

nilai-nilai sportivitas, karena tugas utama guru lebih banyak berhubungan dengan proses

belajar mengajar yang berlangsung, baik di kelas maupun di lapangan. Disamping itu

guru penjas selalu berupaya untuk melaksanakan proses pembelajaran dengan

menyisipkan pesan-pesan nilai seperti kejujuran, kedisiplinan dan tanggungjawab, dan

menciptakan suasana kelas yang kondusif bagi penanaman nilai dikalangan siswa.

Namun ada pula kendala yang dihadapi oleh guru penjas diantaranya; Pertama,

ternyata guru penjas belum terbiasa menemukan sendiri tentang nilai-nilai yang terkait

secara langsung dengan materi pembelajaran penjas, karena guru kurang memiliki

pengetahuan dengan materi yang akan diajarkan, sehingga kurang mampu

mengembangkan penguasaan bahan ajar yang lebih luas. Kedua, adanya latar belakang

guru penjas sebagian ada yang tidak linier dengan Strata S1, sehingga cukup

mempengaruhi terhadap kecakapan bagi guru penjas itu sendiri. Ketiga, kendala lain

sebagian guru penjas belum mampu menelaah kurikulum pembelajaran penjas menjadi

materi pembelajaran yang operasional dan fleksibel, karena yang dilakukan hanya

mengerjakan berbagai keterampilan gerak berdasarkan pengalaman yang diperolehnya

pada masa pendidikan dahulu. Keempat, guru penjas belum begitu bisa memanfaatkan

lingkungan sebagai sumber belajar, berkolaborasi dengan narasumber belajar yang ada

di lingkungan masyarakat, menjadi lingkungan sekolah sebagai laboratorium belajar

seperti pembuatan perlatan olahraga hasil modifikasi secara maksimal. Pembelajaran

penjas diartikan sebatas formal mempalajari teknik cabang-cabang olahraga yang

(54)

259

Syamsul Arifin, 2013

Faktor pendorong bahwa aktivitas guru penjas saat melakukan kegiatan pokok

adalah memberi kesempatan pada siswa melakukan latihan berulang-ulang dan saling

bergantian antara siswa yang satu dengan siswa yang lainnya.

Sedangkan faktor penghambat bahwa guru penjas belum begitu maksimal

dalam memanfaatkan media belajar yang bersumber dari lingkungan, padahal alat-alat

yang dimodifikasi selain memudahkan menguasai materi juga memerlukan aktivitas

yang tinggi. Guru penjas memberikan penilaian hanya tertuju pada sikap psikomotor

(gerak), sedangkan penilaian tentang aspek apektif (sikap) belum begitu terlihat. Secara

umum pembinaan sportivitas melalui pendidikan jasmani di sekolah dasar lebih banyak

ditekankan pada training dan being dari pada tataran knowing.

2. Kesimpulan Khusus

Sesuai masalah dan tujuan penelitian, maka dapat disimpulkan dalam lima pokok

hasil penelitian utama dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Guru Pendidikan Jasmani telah mengembangkan rencana pembelajaran yang

diawali dengan penyusunan rencana pembelajaran (RPP) untuk dilaksanakan di

lapangan, namun RPP tersebut masih bersifat adopsi dari bentuk RPP lain terutama

dalam perencanaan pengembangan nilai.

b. Proses menginternalisasikan nilai sportivitas pada peserta didik dilakukan sejak

menyusun tujuan, materi, metode, sumber dan evaluasi serta dalam pembelajaran

teori dan praktik di lapangan.

c. Hasil internalisasi nilai sportivitas oleh peserta didik dievaluasi secara terus

menerus secara langsung oleh guru pendidikan jasmani selama proses

(55)

260

Syamsul Arifin, 2013

d. Tersedianya fasilitas dan alat pembelajaran Pendidikan Jasmani di sekolah, menjadi

faktor pendorong keberhasilan penanaman nilai sportivitas pada peserta didik,

namun rendahnya kemampuan guru dalam menggunakan model pembelajaran yang

berbasis nilai menjadi kendala pengembangan sportivitas tersebut.

e. Guru-guru pendidikan jasmani telah terbiasa menilai praktik olahraga siswa di

lapangan, akan tetapi tidak memahami dan tidak menggunakan alat evaluasi yang

baik dan tepat untuk menilai sportivitas, sehingga kurang memperhatikan

perubahan sikap dan karakter siswa.

B. REKOMENDASI

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka peneliti mengajukan

beberapa rekomendasi sebagai berikut :

1. Kabijakan pemerintah dalam menerapkan pembelajaran Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan (KTSP) dapat menjadikan para guru penjas bertanggungjawab untuk

mengembangkan kurikulum dan pembelajaran di sekolah. Karena itu, proses

internalisasi nilai sportivitas dalam pembelajaran penjas dapat dipertimbangkan

untuk dilaksanakan oleh para guru, mengingat karakteristiknya sangat sesuai

dengan konsep pembelajaran yang terintegrasi.

2. Implementasi internalisasi nilai sportivitas dalam pembelajaran penjas

menitikberatkan pada kemampuan guru dalam merencanakan pembelajaran,

kegiatan belajar mengajar dan evaluasi, maka pengetahuan dan kecakapan serta

keterampilan para guru penjas perlu ditingkatkan melalui pelatihan atau penataran.

3. Guru Penjas di SD sebaiknya memberikan porsi knowing, training dan being secara

Gambar

Gambar 1. Komponen Analisis Data…………………………………………………
Tabel 8. Pedoman Observasi (Pengamatan)
Tabel 9. Pedoman Wawancara
Gambar 1. Komponen analisis data
+3

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian yang dilakukan Febriana (2012) di Indonesia menggunakan variabel dependen penggantian KAP dan variabel independen yang digunakan peneliti adalah pergantian

Segenap komponen bangsa harus turut melakukan pembenahan sistem pendidikan di Indonesia sehingga penciptaan kesadaran individu dalam rangka kebebasan berpikir dan

Draft skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Ekonomi dan Bisnis. © Ramadhan Wengku Arizal Universitas

Kemiskinan adalah persoalan semua orang dan semua pihak. Ia akan tetap ada dimana dan kapan saja. Kita semua bertanggung jawab untuk menghapuskannya, minimal menguranginya.

Bahan penolong adalah suatu bahan yang digunakan untuk memperlancar proses produksi, tetapi tidak tampak di bagian akhir produk.. Bahan penolong yang digunakan adalah

Sehubungan dengan hasil evaluasi penawaran saudara, perihal penawaran Pekerjaan Peningkatan Jalan Rimba - Tembus Pasir Putih , dimana perusahaan saudara termasuk

Transaksi uang harus dilakukan secara tunai jika barangnya sejenis, dan jika di dalam transaksi tersebut ada kelebihan, maka statusnya adalah riba, namun jika transaksi

pemberdayaan agroindustri. Masyarakat agroindustri disekitar wilayah ini perlu terus dibina dan didampingi sebagai manusia industri yang makin maju, mandiri,