• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penentuan Rujukan dan Skenario Pengurangan Emisi Karbon dari Deforestasi dan Degradasi Hutan di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penentuan Rujukan dan Skenario Pengurangan Emisi Karbon dari Deforestasi dan Degradasi Hutan di Indonesia"

Copied!
136
0
0

Teks penuh

(1)

PENENTUAN

RUJUKAN DAN SKENARTO PENGURANGAN

EMISI KARBON DARI DEFORESTASI DAN DEGRADASI

HUTAN DI INDONESIA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT

PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMAS1

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Penentuan Rujukan dan Skenario Pengurangan Emisi Karbon Dari Deforestasi Dan Degradasi Hutan Di Indonesia adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, April 2009

Budiharto

(3)

ABSTRACT

BUDIHARTO. Establishing Reference Level and Scenario for Reducing Carbon Emission from Deforestation and Forest Degradation in Indonesia. Under direction of HERRY PURNOMO and SAMBAS BASUNI

Increasing emissions of Greenhouse Gases (GHGs) since the mid-19th century has resulted in significant changes in the global climate. Eighteen percent of GHGs are caused by deforestation. New carbon credit regime post-2012 period can compensate tropical countries for their nation-wide reduction in emissions from deforestation and forest degradation (REDD). Countries will need to show credible reductions in emissions from deforestation and degradation measured against the reference emission level (REL) at specific intervals in time.

The objectives of this research are : (1) to construct REL at national and sub-national level. (2) to estimate target of emission reduction based on certain scenarios. Analysis was conducted by Geographical Infomation System. REL constructed based on a linear projection of the average of past emissions (historical). Method for estimating of carbon stock was used tier 1 of '2006 IPCC Guidelines for National GHG Inventories Volume 4'. Carbon stock was calculate from land cover maps interpreted &om landsat imagery recorded 1990, 2000, 2003, and 2006.

Result of this study showed that REL at national level is 100 Mega tonnes of carbon (367 Mega tonnes of carbon dioxide At sub-national level, the high emission occured in East Kalimantan, Central Kalimantan, Riau, West Kalimantan and Papua provinces. Based on scenario of unchanged carbon stock (the same as 2006 condition), potency of carbon dioxide for REDD market is 367 Mega tonnes equivalent to US$ 1.8 - 9.2 billion (assumption carbon price :

US% 5 - 25 per ton of carbon dioxide). Whereas based on scenario of combating

illegal logging, potency carbon dioxide for REDD market is 183,5 Mega tonnes equivalent with US$ 0.92 - 4.6 billion.

(4)

BUDIHARTO. Penentuan Rujukan dan Skenario Pen,aangan Emisi Karbon dari Deforestasi dan Degradasi Hutan di Indonesia. Dibimbing oleh HERRY

PURNOMO dan SAMBAS BASUNI

Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sejak tahun 1990an mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Peningkatan emisi GRK mengakibatkan pembahan iklim global yang cukup mengkhawatirkan. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) tahun 2007 melaporkan bahwa kecenderungan suhu perrnukaan global pada 50 tahun terakhir (1956 - 2006) mengalami peningkatan hampir 2 kali lipat. Peningkatan suhu global tersebut kemudian dikenal dengan istilah pemanasan global (global warming). Salah satu GRK paling utama adalah gas COz. Sekitar 67% peningkatan gas COz berasal dari pembakaran bahan bakar fosil dan 33% dari kegiatan penggunaan lahan, alii guna lahan dan hutan (Land Use, Land Use Change and forestq, LULUCF). Emisi dari deforestasi dan degradasi hutan sebagian besar berasal dari negara berkembang, seperti Indonesia, Kongo dan Brazil:

Upaya p e n w a n konsentrasi GRK di atmosfer melalui kegiatan penyerapan karbon yaitu kegiatan penanaman pohon pada lahan-lahan bukan hutan telah dimasukkan dalam Kyoto Protocol (KP). Pada Conference of Parties ke 11 (COP

- 11) di Montreal tahun 2005 mulai dibahas untuk memasukkan upaya pencegahan deforestasi (avoided deforestation) masuk dalam skema penurunan ernisi karbon. Selanjutnya dalam COP 13 bulan Desember 2007 disepakati untuk dimasukkannya degradasi hutan yang selanjutnya dikenal dengan REDD

(Reduction Emission from Deforestation and forest Degradation). Disepakati bahwa REDD akan diimplementatikan secara penuh mulai tahun 2012.

Indonesia sebagai negara yang masih memilii hntan yang cukup luas dengan laju deforestasi dan degradasi hutan yang tinggi berpotensi untuk memperoleh dana kompensasi melalui mekanisme REDD. Hal utama yang hams dipersiapkan untuk mengikuti program REDD adalah penentuan REL secara nasional. Hal

ini

mengingat perjanjian REDD akan dibuat diantara negara. Penelitian ini bertujuan untuk : (1) Menyusun ernisi mjukan (reference emission level - REL) secara nasional, kelompok pulau besar dan provinsi. (2) Memperkirakan target penurunan emisi karbon berdasarkan beberapa skenario.

Metode penyusunan emisi mjukan yang digunakan adalah proyeksi linier dari rata-rata emisi masa lampau. Data utama yang digunakan adalah: peta kawasan hutan, peta penutupan lahan hasil penafsiran citra landsat liputan tahun 1990-an 199912000, 200212003 dan 200512006. Data estimasi stok karbon pada berbagai kategori penggunaan lahan diambil dari panduan IPCC tahun 2006 volume 4 tentang AFOLU (Agriculture, Foreshy and Other Land Use). Metode estimasi yang digunakan adalah tier 1.

Untuk menghtung stok karbon tahun 1990-an, 2000, 2003, dan 2006 digunakan pendekatan yang didasarkan atas stok (stock dzfference method).

(5)

(cropZand) adalah 10 ton C ha-'. Sedangkan stok karbon pada padang rumput (grassland), permukiman (settlement), lahan basah (wetland), dan lahan lainnya (other land) diasumsikan tidak mengalami perubahan.

Berdasarkan REL yang terbentuk kemudian dibuat beberapa skenario pengurangan emisi karbon yang mungkin bisa dicapai dari upaya menekan laju deforestasi dan degradasi hutan. Skenario dibuat atas dasar beberapa kelompok pengelolaan hutan, yaitu: (1)Pengelolaan hutan sebagai kawasan konservasi dan lindung; (2)Pengelolaan hutan sebagai hutan produksi; (3)Areal berhutan di luar kawasan hutan.

Bedasarkan hasil perhitungan pada peta penutupan lahan Indonesia diperoleh: luas lahan berhutan dari tahun 1990 hingga tahun 2006 mengalami kecenderungan yang menurun. Pada tahun 1990 lahan berhutan seluas 121,l juta hektar atau masih 64,43% dari luas total daratan, pada tahun 2000 mengalami penurunan cukup tajam sehingga luas lahan berhutan mencapai angka 94,9 juta hektar atau 50,5% luas daratan dan tahun 2003 menurun lagi menjadi 93,6 juta hektar atau 49,8% luas daratan. Sedangkan data tahun 2006 menunjukkan kenaikan luas lahan berhutan menjadi 98,5 juta hektar atau 52,4 % luas daratan.

Berdasarkan data historis (1990 - 2006) terlihat bahwa telah terjadi

penurunan stok karbon pada periode 1990 - 2000 sebesar 235,41 Mega ton per tahun, periode tahun 2000 - 2003 penurunan melambat menjadi 80 Mega ton per tahun, kemudian sedikit naik pada periode 2003 - 2006 sebesar 15,9 Mega ton per tahun. Dari REL Nasional dapat dilihat bahwa proyeksi stok karbon pada tahun 2020 diperoleh angka 12.691 Mega ton. Angka tersebut merupakan selisih angka stok karbon tahun 2006 sebesar 14.091 Mega ton dengan laju pengurangan stok rata-rata tahunan 100 Mega ton selama 14 tahun (2006 - 2020). Pulau yang masih memiliki stok karbon cukup tinggi dengan laju emisi karbon relatif rendah adalah P. Papua Sedangkan P. Kalimantan dan P. Sumatera memiliki REL yang mirip, di mana laju emisi karbon membentuk pola yang hampir sama dengan kecenderungan menurun cukup besar. Provinsi yang masih memliki stok karbon lebih dari 1.000 Mega ton hingga tahun 2020 adalah provinsi Papua, Kalimantan T i u r , Kalimantan Tengah, dan lrian Jaya Barat. Berdasarkan besar pengurangan karbon rata-rata per tahun, provinsi yang memiliki tingkat pengurangan tinggi adalah provinsi Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Riau, Kalimantan Barat dan Papua.

Skenario pengurangan emisi karbon didasarkan atas upaya pencegahan deforestasi dan degradasi hutan. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, bahwa konversi lahan terjadi di semua kategori fungsi- hutan. Konversi lahan berhutan menjadi lahan lainnya menyebabkan penurunan stok karbon (emisi karbon). Pada hutan konservasi (KSA-KPA) te rjadi emisi karbon rata-rata per tahun sebesar 3,83 Mega ton, hutan lindung (HL) sebesar 4,36 Mega ton, hutan produksi (HPT, HP,

HPK) sebesar 56,43 mega ton dan pada areal di luar kawasan hutan (APL) sebesar 35,38 Mega ton.

(6)

untuk mendapat kompensasi REDD untuk hutan konservasi dan hutan lindung adalah sebesar 8,19 Mega ton karbon atau setara dengan emisi C02 sebesar 30,03 Mega ton.

Pada hutan produksi masih terdapat hutan seluas 51,9 juta hektar. Stok karbon yang dikandung sekitar 7.298 Mega ton. Fluktuasi karbon pada hutan produksi sangat dipengaruhi oleh pemanenan kayu, pengambilan kayu untuk kayu bakar dan gangguan hutan (kebakaran hutan) dan konversi ke lahan pertanian. Berdasakan data statistik kehutanan produksi kayu bulat (tahun 1994-2006) rata- rata per tahun adalah 17,78 juta m3. Produksi kayu bulat tersebut berpotensi menurunkan stok karbon hutan sekitar 26 Mega ton karbon. Surnber penurunan stok karbon hutan yang lain adalah berasal dari pengambilan kayu untuk ke erluan kayu bakar. Pengambilan kayu bakar dari hutan adalah sekitar 369.289

P

m atau setara dengan karbon 0.542 Mega ton. Gangguan hutan berupa kebakaran hutan juga menjadi penyebab terjadinya penurunan karbon hutan. Angka kebakaran rata-rata per tahun yang terjadi dari tahun 1997-2006 pada hutan produksi seluas 63.974,44 hektar atau setara dengan 8,83 Mega ton karbon.

Dengan demikian total kehilangan karbon akibat pemanenan kayu secara legal, pengambilan kayu bakax dan kebakaran hutan adalah sebesar 35,372 Mega ton karbon. Jika dibandingkan dengan laju penurunan karbon pada hutan produksi 56,43 Mega ton per tahun, maka terdapat selisih angka penurunan yang cukup besar yaitu sebesar 21,058 Mega ton karbon. Selisih sebesar 21,058 Mega ton atau setara dengan emisi C02 sebesar 77,3 Mega ton ini berpotensi untuk diaiokasikan untuk REDD.

Pada areal di luar kawasan hutan yang berpotensi sebagai penyimpan karbon adalah lahan berhutan dan lahan pertanianlperkebunan. Areal berhutan di luar kawasan hutan adalah hutan yang dimiliki oleh masyarakat atau yang biasa disebut sebagai hutan rakyat. Menurut data tahun 2006 keberadaan hutan rakyat ini cukup luas yaitu sekitar 8,3 juta hektar dengan stok karbon sekitar 1.480 Mega ton. Laju penurunan karbon berdasarkan data historis adalah sebesar 35 Mega ton per tahun.

Jika diterapkan skenario dengan mempertahankan luasan hutan yang ada, maka stok karbon tidak mengalami penurunan. Berdasarkan REL nasional, diperkirakan stok karbon yang akan hilang dari deforestasi dan degradasi hutan adalah sebesar 100 Mega ton per tahun atau setara dengan emisi sebesar 367 Mega ton CO2. Dengan dernikian emisi yang bisa dipertahankan adalah sekitar 367 Mega ton C02.

Kemanipuan pasokan kayu bulat secara legal dari hutan alam rata-rata per tahun hanya sebesar 17,78 juta m3 dan produksi kayu dari hutan rakyat sebesar 12,04 juta m3, sedangkan konsumsi kayu nasional 63,9 juta m3 sehingga ada selisih yang cukup besar (sekitar 34,08 Juta m3) antara kebutuhan industri dan kemampuan pasokan kayu legal. Selisih tersebut dicurigai berasal dari kayu illegal. Jika penggunaan kayu dari sumber yang illegal ini bisa ditekan sampai 0 maka potensi karbon yang bisa dihemat sekitar 50 Mega ton karbon atau setara dengan emisi 183,5 Mega ton C02.

(7)

O Hak Cipta milik IPB, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-undang

I . Dilarang niengutip sebagian atau seluruh k a v a ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Penguti@an hanya untuk kepentinganpendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu rnasalah

b. Pengutipan tidak merugigan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang hengumumkan dun memperbanyak sebagian atau seluruh karya

(8)

PENENTUAN

RUJUKAN DAN SKENARIO PENGURANGAN

EMISI KARBON

DARI DEFORESTASI DAN DEGRADASI

HUTAN DI INDONESIA

BUDIHARTO

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)

Judul Tesis : Penentuan Rujukan dan Skenario Pengurangan Emisi Karbon dari Deforestasi dan Degradasi Hutan di Indonesia

Nama : Budiharto

NIM : E051060411

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. I-Ie -m M. C O ~ P . Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, M.S. Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi

(10)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga tesis berjudul "Penentuan Rujukan dan Skenario Pengurangan Emisi Karbon dari Deforestasi dan Degradasi Hutan di Indonesia" dapat diselesaikan.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Herry Purnomo, M.

Comp. dan Bapak Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, M.S. selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dan saran. Di sarnping itu, ungkapan terirna kasih penulis sampaikan kepada teman-teman yang memberikan saran perbaikan serta semua pihak yang telah memberikan motivasi dan dukungan bagi kelancaran penyusunan tesis ini.

Semoga tesis ini bermanfaat,

Bogor, April 2009

(11)

Penulis dilahirkan di Blora pada tanggai 22 Oktober 1967 dari ayah Soebandi dan ibu Sri Sukemi. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara.

Jenjang p e n d i d i i yang ditempuh dimulai dari SD 1 Negeri Sukorejo Tunjungan Blora, lulus tahun 1980, SMP 1 Negeri Blora, lulus tahun 1983, SMA 1 Negeri Blora, lulus tahun 1956 dan pada tahun 1996 penulis menyelesaikan studi pada Jurusan Kartograf~ dan Penginderaan Jauh Fakultas Geografi UGM.

Tahun 2006 penulis melanjutkan studi pada Program Studi I h u Pengetahuan Kehutanan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

(12)
(13)

DAFTAR IS1

Halaman

...

DAFTAR TABEL xiv

...

DAFTAR GAMBAR xv

DAFTAR LAMPIRAN

...

xvi

BAB I PENDAHULUAN

...

1

Latar Belakang

...

1

Perurnusan Masalah

...

4

Tujuan

...

6

Manfaat

...

6

BAB I1 TINJAUAN PUSTAKA

...

7

...

Pemanasan Global 7 Pendugaan Karbon

...

9

...

Perhitungan Perubahan Stok Karbon pada Biomasa 14

...

Perhitungan Perubahan Stok Karbon DOM (Dead Organic Matter) 17 Perhitungan Pembahan Stok Karbon pada Tanah

...

18

...

REDD (Reduction Emissionfvom Deforestation and forest Degradation) 19 Hutan. Deforestasi dan Degradasi Hutan

...

21

Faktor Pendorong Deforestasi dan Degradasi Hutan

...

24

Emisi Rujukan (Reference Emission Level

.

REL)

...

25

BAB 111 METODE PENELITIAN

...

27

. .

Waktu dan Lokasi Penelit~an

...

27

...

Metode 27 Data dan Surnber Data

...

27

Estimasi Perubahan Stok Karbon

...

27

Perhitungan Perubahan Stok Karbon pada Biomasa

...

30

Konversi Perubahan Stok C ke Ernisi C02

...

31

Penyusunan Emisi Rujukan (Reference Emission Level

.

REL)

...

32

Skenario Pengurangan Emisi Karbon

...

32

Estimasi Pengurangan Emisi Karbon Nasion al

...

36

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

...

38

Kondisi Umum Daerah Penelitian

...

38

Lokasi dan Luas Daerah Penelitian

. .

...

38

Kond~si

.

.

Geologis dan Iklim

...

38

Kondlsi Demografi

...

39
(14)

Kondisi Penutupan Lahan Indonesia

...

40

Perubahan Pentutupan Lahan

...

44

Perubahan Stok Karbon Hutan Indonesia

...

47

Reference Emission Level (REL)

...

50

REL Nasional

...

51

REL Kelompok Pulau Besar

.

...

53

. ...

REL Provmsl 53 Skenario Penmangan Emisi Karbon

...

54

Skenario ~ i n g u r k ~ a n Emisi pada Hutan Konservasi dan Hutan Lindung

..

56

Skenario Pengurangan Emisi Karbon pada Hutan Produksi .

...

57

Skenario Pengurangan Emisi Karbon pada areal di Luar Kawasan Hutan

...

58

Estimasi Pengurangan Emisi Karbon Nasional

...

59

...

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 61 Simpulan

...

61

Saran

...

6 1 DAFTAR PUSTAKA

...

62
(15)

DAFTAR TABEL

Halaman 1 Kandungan karbon pada berbagai tipe penggunaan lahan

...

I I

2 Ringkasan pendekatan untuk menduga ernisi sektor AFOLU

...

12

3 Estimasi deforestasi setiap tahun di Indonesia

...

23

4 Data, Sumber Data dan Penggunaan Data

...

28

5 Penyesuaian kelas penutupan lahan Departemen Kehutanan ke kelas IPCC

...

29

6 Kawasan Hutan Indonesia

...

40

7 Luas Penutupan Lahan Tahun 1990-2006

...

43

8 Luas Penutupan Lahan Tahun 1990-2006 di dalam clan luar Kawasan Hutan

...

43

9 Matrik pembahan penutupan lahan tahun 1990-2000

...

45

10 Matrik pembahan pentutupan lahan tahun 2000-2003

...

46

1 1 Matrik perubahan pentutupan lahan tahun 2003-2006

...

47

12 Stok karbon per Kelompok Pulau tahun 1990.2000.2003. dan 2006

...

48

13 P e n m a n Stok Karbon yang disebabkan oleh pembahan penutupan lahan

...

49

14 Peningkatan Stok Karbon yang disebabkan oleh perubahan penutupan lahan

...

50

15 Perubahan Netto Stok Karbon Tahunan

...

52
(16)

Halaman 1 Perbandingan REL perubahan luas hutan di Costa Rica yang

menggunakan beragam tahun referensi

...

5

2 Gas rumah kaca (GRK) yang menyelmuti atrnosfer burni akan menyerap radiasi gelombang panjang yang memanaskan bumi

...

7

3 Gambaran sederhana program REDD

...

20

4 Diagram alir penentuan target p e n m a n emisi

...

33

5 Diagram sebab akibat (causal loop diagram) proses pengurangan stok karbon

...

34

6 Luas kelas penutupan lahan Indonesia tahun 1990-2006

...

42

...

7 Kelas penutupan lahan Indonesia berdasarkan kawasan hutan 43 8 Lahan berhutan pada 7 kelompok pulau besar

...

44

9 Reference Emission Level (REL) Nasional

...

51

10 REL Tujuh Kelompok Pulau Besar

...

53
(17)

DAFTAR

LAMPIRAN

Halaman

1 Peta Kawasan Hutan dan Perairan Indonesia

...

72

2 Peta Penutupan Lahan Indonesia Tahun 1990-an

...

73

3 Peta Penutupan Lahan Indonesia Tahun 2000

...

74

4 Peta Penutupan Lahan Indonesia Tahun 2003

...

75

5 Peta Penutupan Lahan Indonesia Tahun 2006

...

76

6 Pembahan penutupan hhan per provinsi tahun 1990 sampai 2000

...

77

7 Pembahan penutupan hhan per provinsi tahun 2000 sampai 2003

...

84

8 Perubahan penutupan lahan per provinsi tahun 2003 sampai 2006

...

93

. .

9 Stok karbon per provmsi

...

102

10 P e n m a n stok karbon per provinsi

...

103

1 1 Peningkatan stok karbon per provinsi

...

104

12 Proyeksi stok karbon hingga 2020

...

105

13 Reference Emission Level (REL) Provinsi

...

106

14 Tabel konversi satuan berat

...

109
(18)
(19)

BAB

I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) atau Green House Gases (GHGs) sejak tahun 1990an mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Peningkatan emisi GRK mengakibatkan pembahan iklim global yang cukup mengkhawatirkan.

Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) tahun 2007 melaporkan bahwa kecendemngan suhu perrnukaan global pada 50 tahun terakhir (1956 -

2006) mengalami peningkatan hampir 2 kali lipat yaitu sebesar 0,013" C per tahun jika dibandingkan kecenderungan peningkatan suhu 100 tahun (1906 - 2006)

sebesar 0,0074 O C per tahun. Permukaan air laut rata-rata juga meningkat dari 1,s

mm pertahun (1961-2003) menjadi 3,l mm per tahun (1993-2003). Peningkatan suhu global tersebut kemudian dikenal dengan istilah pemanasan global (global warming) (IPCC 2007a).

Pemanasan global pada dasarnya mempakan fenomena peningkatan temperatur global dari tahun ke tahun karena terjadinya efek rumah kaca

(greenhouse efect) yang disebabkan oleh meningkatnya emisi gas-gas seperti

Carbon Dioxide (COz), Methane (C&), Nitrous Oxide N O ) ,

Hydrofluorocarbons (HFCs), Perfluorocarbons (PFCs), Sulphur Hexafluoride

(SF6), Nitrogen Trzjluoride (NF3), Trzjluoromethyl Sulphur Pentafluoride

(20)

2 kota pantai, @) gangguan terhadap fungsi prasarana dan sarana seperti jaringan jalan, pelabuhan dan bandara (c) gangguan terhadap permukiman penduduk

sekitar pantai, (d) pengurangan produktivitas lahan pertanian, dsb).

Apabila tidak ada upaya-upaya p e n m a n emisi GRK diiawatirkan kejadian iklirn ekstrim seperti kemarau panjang, banjir, angin kencang akan semakin tinggi intensitas dan frekuensinya. Demikian juga tinggi muka air laut akan semakin meningkat sehingga dampak yang ditimbulkannya akan semakin parah di masa depan khususnya di negara-negara kepulauan seperti Indonesia.

Salah satu gas rumah kaca paling utama adalah gas C02 yang kosentrasinya sekitar 35%. Sekitar 67% dari peningkatan gas C02 berasal dari pembakaran bahan bakar fosil dan 33% dari kegiatan penggunaan l a b , alih guna lahan dan hutan (Land Use, Land Use Change and foresiry, LULUCF). Sekitar 350 milyar ton karbon berada pada hutan tropis dan dapat diemisikan ke a t m o s f ~ melalui deforestasi dan degradasi hutan (Laporte et al. 2008). Emisi dari deforestasi dan degradasi hutan sebagian besar berasal dari negara berkembang, khususnya yang memiliki hutan tropis terbesar seperti Indonesia, Kongo dan Brazil (IFCA, 2007a).

Upaya p e n m a n konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer melalui kegiatan penyerapan karbon yaitu kegiatan penanaman pohon pada lahan-lahan bukan hutan telah dimasukkan dalam Protokol Kyoto (PK). Kegiatan penyerapan karbon melalui penanaman pohon pada PK disebut dengan kegiatan aforestasi dan reforestasi mekanisme pembangunan bersih (Affbrestation/Reforestation Clean Development Mechanism - AIR CDM). Dalam pejalanannya, pelaksanaan kegiatan A/R CDM kurang begitu berhasil dimana kontribusinya terhadap perdangangan karbon global CDM hanya 0.1 juta US? (* 0,0013%) dari total potensi perdagangan karbon CDM yang mencapai 8 miliar USD (IFCA, 2007a).

(21)

3 kegiatan konversi hutan di negara berhutan tfopis terhadap tingkat emisi GRK sangat besar, maka mekanisme yang dapat mendorong upaya p e n m a n emisi dari kegiatan ini sangat diperlukan. Akibat deforestasi sejak tahun 1990an hutan tropis diperkirakan melepaskan karbon antara 0,5 - 2,4 milyar ton karbon per

tahun (Nepstad et al. 2008; Schimel et al. 2001; Houghton er al. 2000; Houghton 2005). FA0 (2006), memperkirakan laju kehilangan hutan secara global dari tahun 1990-2005 sekitar 13 juta hdtahun. Sedangkan laju kehilangan hutan netto mencapai 7,3 juta hdtahun selama periode 2000-2005, atau sekitar 200 ~m'lhari. Karbon yang secara potensial bisa diemisikan berkisar antara 204 - 396 Giga ton

(Huettner 2008). Oleh karena itu, upaya p e n m a n emisi dari kegiatan pencegahan deforestasi (avoid deforestation) akan memberikan dampak yang besar dalam menstabilkan konsentrasi GRK di atmosfer sehingga tidak membahayakan sistem W i global.

Dalam COP 13 bulan Desember 2007 di Bali, Indonesia mengusulkan untuk memperluas cakupan kegiatan yaitu p e n m a n emisi, tidak hanya melalui pencegahan deforestasi tetapi juga melalui upaya penurunan laju degradasi hutan, yang kemudian dikenal dengan REDD (Reduction Emission from Deforestation and forest Degradation). Dalam kaitan ini p e m e ~ t a h Indonesia telah membentuk Aliansi Hutan dan lklim Indonesia (Indonesia Forest Climate Alliance

-

IFCA) dengan dukungan dari Bank Dunia, Pemerintah Inggris, Australia dan Jerman.

Hal yang menarik dari pelaksanaan kegiatan REDD ialah besarnya potensi aliran dana ke negara-negara yang memiliki hutan luas seperti Indonesia, Kongo clan Brazil. Secara global, diperkirakan besar pasar karbon untuk REDD mencapai 15-50 miliar USD apabila diasumsikan besar potensi penurunan emisi dari REDD sekitar 50% dari tingkat emisi saat ini. Pasar karbon untuk REDD jauh lebih besar dari pada

Ah?

CDM. Walaupun demikian, pelaksanaannya masih

menghadapi berbagai masalah yang terkait dengan aspek teknis, administrasi dan sosial karena model pelaksanaannya tidak berbasis proyek seperti halnya A/R CDM (IFCA 2007b).

(22)

4 saat ini belum ada pedoman yang jelas dari mekanisme REDD mengenai bagaimana REL diiembangkan dan hal ini perlu untuk diiegosiasikan di antara Negara pihak. Terdapat beberapa pendekatan yang dapat digunakan untuk membuat REL di antaranya adalah: proyeksi linier dari masa lampau, rata-rata dari kondisi masa lampau, dan pendekatan pemodelan Vuettner 2008; IFCA, 2007b).

Indonesia sebagai negara yang masih memiliki hutan cukup luas dengan laju deforestasi yang tinggi, berpotensi untuk memperoleh dana dari program REDD. Hasil rekallculasi penutupan lahan Indonesia tahun 2005, areal berhutan masih cukup luas yaitu 93,9 juta hektar (BAPLAN 2005). Namun dernikian laju deforestasi yang terjadi cukup tinggi. Periode 2000-2005 berdasarkan analisis data Spot Vegetasi, laju deforestasi sebesar 1,09 juta hektar per tahun (DEPHUT 2007). Laju deforestasi periode sebelumnya (1997-2000) bahkan mencapai angka 2,83 juta hektar per tahun, hal ini terutama disebabkan oleh kebakaran hutan pada tahun 199711998,

Perurnusan Masalah

Terdapat kesepakatan bahwa pengendalian emisi karbon untuk negara- negara tropis setelah tahun 2012 harus meliputi insentif untuk pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan dan semua pengurangan harus bersifat nyata dan dapat diverifiasi. Kesepakatan pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan tersebut diienal dengan REDD. Agar pengurangan emisi karbon bisa diverifikasi secara nyata maka diperlukan sebaran potensi karbon dan emisi rujukanfREL.

(23)

1990 1995 2000 2005 2010 2015 2020

[image:23.602.78.473.71.589.2]

time

Gambar 1 Perbandingan REL perubahan luas hutan di Costa Rica yang menggunakan beragam tahun referensi (Sumber : Huettner 2008). REL yang terbentuk akan menentukan besarnya target p e n m a n emisi karbon. Indonesia memiliki beberapa data penutupan lahan (land cover) yang bisa digunakan

untuk

menentukan REL karbon. Data yang tersedia pada Badan Planologi Kehutanan hingga tahun 2008 adalah peta penutupan lahan basil penafsiran citra landsat liputan tahun 1990-an, 199912000, 200212003, 200512006. Selain itu juga ada data MODIS liputan tahun 2000-2005 dan data SPOT Vegetasi tahun 1999-2005.

Atas dasar permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka masalah penelitian yang akan dijawab melalui penelitian ini adalah :

- Berapa stok karbon secara nasional dan stok karbon per provinsi untuk

kondisi tahun 2005?

- Bagaimana reference emission level @EL) secara nasional dan distribusinya ke masing-masing provinsi?

- Berapa target emisi karbon yang bisa ditekan

untuk

memperoleh dana
(24)

Tujuan

Penelitian ini secara urnum bertujuan :

(1) Menyusun reference emission level (REL) secara nasional dan provinsi. (2) Memperkirakan target penurunan emisi karbon yang bisa diajukan

Indonesia untuk mendapatkan kredit karbon melalui program REDD.

Manfaat

(25)
(26)

BAB I1

TINJAUAN PUSTAKA

Pemanasan Global

Pemanasan global adalah kejadian terperangkapnya radiasi gelombang panjang matahari yang dipancarkan oleh bumi oleh lapisan GRK, sehingga tidak dapat lepas ke angkasa dan akibatnya suhu di atmospher bumi memanas (Gambar 2). Dengan demikian akibat yang ditimbulkannya adalah peningkatan suhu rata- rata atmosfer, laut, d m daratan bumi. Suhu rata-rata global pada permukaan Bumi telah meningkat 0.74 OC (0.56OC

-

0.92'C) selama seratus tahun terakhir (IPCC 2007b).

Gambar 2 Gas rumah kaca (GRK) yang menyelimuti atmosfer bumi akan menyerap radiasi gelombang panjang yang memanaskan bumi (Hairiah 2008).

[image:26.608.86.479.84.851.2]
(27)

8 Meningkatnya suhu global diperkirakan akan menyebabkan perubahan- pembahan yang lain seperti naiknya permukaan air laut, meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang eksmrn, serta perubahan jumlah dan pola presipitasi. Akibat-akibat pemanasan global yang lain adalah terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletser, dan punahnya berbagai jenis hewan (UNDP 2007).

Intensitas pemanasan diperkirakan akan terjadi di masa depan, dan bagaimana pemanasan serta perubahan-perubahan yang terjadi tersebut akan bervariasi dari satu daerah ke daerah yang lain. Hiigga tanggal 16 Oktober 2008 sudah 84 pemerintahan negara-negara di dunia menandatangani dan meratifkasi Protokol Kyoto, yang mengarah pada pengurangan emisi gas-gas rumah kaca yang bertujuan untuk mengurangi laju pemanasan global yang akan terjadi OJFCCC 2008).

Faktor utarna yang dianggap sebagai penyebab meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca (GRK) di atmosfu adalah karbon dioksida (CO,), metan (CH,)

and N20. Selama dekade terakhir ini emisi CO, meningkat dua kaii iipat dari 1400

-1 -1

juta ton tahun menjadi 2900 ton tahun

.

Sementara itu, konsentrasi CO, di

atmosfu pada tahun 1998 adalah 360 ppmv dengan laju peningkatan per tahun 1.5 ppmv (Houghton et al., 2001).

Peningkatan konsentrasi C0, disebabkan oleh aktivitas manusia temtarna

pembahan lahan dan peng,gmaan bahan bakar fosil

untuk

transportasi, pembangkit tenaga listrik dan aktivitas industxi. Secara akumuiatif, penggunaan bahan bakar fosil dan pembahan penggunaan lahan dari hutan ke sistern lainnya memberikan sumbangan sekitar setengah dari ernisi CO, ke atmosfu yang
(28)

memberikan sumbangan berturut-turut 1.7

*

0.8 Gt C tahun" dan 1.6

*

0.8 Gt C

tahun-' dari total emisi C02 (Watson et al., 2000).

Pendugaan Karbon

Hutan primer merupakan penyimpan karbon (C) tertinggi bila dibandmgkan dengan penggunaan lahan pertanian, karena keragaman pohonnya yang tinggi dengan tumbuhan bawah dan seresah di permukaan tanah yang banyak. Tumbuhan memerlukan s i n a ~ matahari, gas asam arang (COz ) yang diserap dari udara serta air dan hara yang diserap dari dalam tanah untuk proses fotosintesis. Melalui proses fotosintesis, C02 di udara diserap oleh tanaman dan diubah menjadi karbohidrat, kemudian disebarkan ke seluruh tubuh tanaman dan akhirnya ditimbun dalam tubuh tanaman berupa dam, batang, ranting, bunga dan buah (Hairiah & Rahayu 2007).

Proses penimbunan C dalam tubuh tanaman hidup dinamakan proses sekuestrasi (C

-

sequestration). Dengan demikian ukuran jurnlah C yang disimpan dalam tubuh tanaman hidup (biomass) pada suatu lahan dapat menggambarkan banyaknya CO2 di atmosfer yang diserap oleh tanaman. Sedangkan ukuran C yang masih tersimpan dalam bagian tumbuhan yang telah mati (nekromasa) secara tidak langsung menggambarkan CO2 yang tidak dilepaskan ke udara lewat pembakaran.
(29)

10 Berkenaan dengan upaya pengembangan lingkungan hersih, maka jumlah C02 di udara hams dikendalikan dengan jalan meningkatkan jumlah serapan C02 oleh tanaman sebanyak mungkin dan menekan pelepasan (emisi) C02 ke udara serendah mungkin. Jadi, mempertahankan keutuhan hutan alami, menanam pepohonan pada lahan-lahan pertanian dan melindungi lahan gambut sangat penting untuk mengurangi jumlah C02 yang berlebihan di udara. Jumlah 'C tersimpan' dalam setiap penggunaan lahan tanaman, seresah dan tanah, biasanya disebut juga sebagai 'cadangan C' (C stock) (Hairiah & Rahayu 2007).

Jumlah C tersimpan berbeda-beda antar jenis lahan, tergantung pada keragaman dan kerapatan tumbuhan yang ada, jenis tanahnya serta cara pengelolaannya. Penyimpanan C suatu lahan menjadi lebih besar bila kondisi kesuhuran tanahnya haik, atau dengan kata lain jumlah C tersimpan di atas tanah (biomasa tanaman) ditentukan oleh besarnya jumlah C tersimpan di dalam tanah (bahan organik tanah, BOT).

Untuk menduga C pada lahan dapat digunakan metode yang didasarkan atas kombinasi antara data inventarisasi lapangan dengan data penginderaan jauh (Widayati et al. 2007; Laporte et al. 2007; Huettner 2008). Hairiah dan Rahayu (2007) menyatakan bahwa konsentrasi C dalam bahan organik sekitar 46%, dengan demikian estimasi jumlah C tersimpan per komponen dapat dihitung dengan mengalikan total berat masanya dengan konsentrasi C, sebagai berikut:

Berat k e r i n ~ biomasa atau nekromasa (k,q ha-') x 0.46

Hutan alami memiliki jumlah C tersimpan tertinggi (sekitar 497 Mg C ha-') dihandingkan sistem penggunaan lahan lainnya. Gangguan hutan alami menjadi hutan sekunder menyebahkan kehilangan sekitar 250 Mg C ha-' (Rahayu et al. 2005; Hairiah & Rahayu 2007). Kehilangan penyimpanan C terbesar di atas permukaan tanah terjadi karena hilangnya vegetasi. Sedangkan kehilangan C di dalam tanah terjadi dalam jumlah yang relatif kecil (Hairiah & Rahayu 2007).

(30)

11 berkisar antara 40-250 Mg C ha-' untuk vegetasi dan 50-120 Mg C ha-' untuk tanah. Pada studi inventarisasi gas rumah kaca, IPCC (2006) merekomendasikan suatu nilai cadangan karbon 161 Mg C ha-' untuk hutan hujan tropis di Asia.

Penelitian yang dilakukan oleh Tim Proyek Pengelolaan Sumber Daya

Alam

untuk Penyimpanan Karbon (FORMACS) di Kahupaten Nunukan Kalimantan Timur mendapatkan hasil rata-rata kandungan karbon per hektar pada berbagai tipe penggunaan lahan mendapatkan hasil seperti pada Tabel 1.

Tabel 1 Kandungan karbon pada berbagai tipe penggunaan lahan

Karbon No. Jenis penggunaan lahan

(Mg ha-') Hutan primer

Hutan bekas tebangan 0-1 0 tahun Hutan bekas tebangan 11-30 tah~m Hutan bekas tebangan 3 1-50 tahun Jakaw 0-10 tahun

Jakaw >10 tahun Agroforestri 0-1 0 tahun Agroforestri 11-30 tahun Imperata

10 padi 4,8

Sumber: Widayati. et.al. (2005)

Dalam kaitan inventarisasi gas rumah kaca pada sektor pertanian, kehutanan dan penggunaan lahan lainnya Intergovemmental Panel on Climate Change (PCC) telah mengeluarkan pedoman (guideline). Pedoman yang dikeluarkan tahun 2006 untuk sek3or pertanian, kehutanan dan penggunaan lahan laimya

(Agriculture, Forestry and Land Use - AFOLU) tertuang pada volume 4.

Pedoman yang dikeluarkan tahun 2006 tersebut merupakan integrasi dari pedoman yang telah dikeluarkan sebelumnya yaitu : IPCC 1996 @ab 4 dan bab 5),

Good Practice Guidance and Uncertainty Management in National Greenhouse Gas Inventories (GPG2000) dan Good Practice Guidance for Land-Use,Land-

Use Change and Forestry (GPG-LULUCF).

(31)

12 metode dalam IPCC dikenal dengan narna tier. Ringkasan pendekatan untuk pendugaan emisi karbon sektor AFOLU disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Ringkasan pendekatan untuk menduga emisi sektor AFOLU

Pendekatan untuk data aktivitas: Tier untuk faktor emisi: Pembahan

Pembahan Area stok karbon

1. Data statistik bukan spasial (mis. 1. Nilai default IPCC FAO) biasanya memberikan

gambaran umum p e ~ b a h a n luas tutupan hutan

2. Data statistic lain yang berbasis 2.Data lokallspesifik untuk kategori peta, hasil survei, dan lainnya hutan utama

3. Data spasial (interpretasi data 3.Inventori nasional untuk stok

satelit) karbon untuk ketegori hutan utama,

pengukuran bemlang atau modeling

Gas rumah kaca yang utama pada AFOLU adalah COz, C&, N2O. Fluktuasi COz ditentukan oteh proses fotosintesis tanaman dan respisasi, pelapukan seresah dan pembakaran bahan organik. C& diemisikan melalui proses methanogenesis pada kondisi unaerob dalam tanah dan penyirnpanan pupuk organik, sedangkan N2Oterutama diemisikan melalui proses nitrifikasi dan denitrifkasi.

Proses emisi dan removal dalam sektor AFOLU dikelompokkan ke dalam empat jenis, yaitu : 1) biomasa; 2) hahan organik yang telah rnati; 3) tanah, dan 4) petemakan. Perhitungan emisi dan removal CO2 dan non-COz diestimasi secara terpisah ke dalam enam kategori penggunaan lahan, yaitu : hutan (forest land), lahan yang dibudidayakan (cropland), padang m p u t (grassland), lahan basah (wetland), permukiman (settlement) clan lahan lainnya (other land).

Perhitungan emisi dan removal COz untuk AFOLU, didasarkan atas pembahan stok C pada suatu ekosistem, yang diestimasi dari tiap kategori penggunaan lahan (Land-Use). Jurnlah total perubahan stok C dihitung dengan persamaan 2.1 (IPCC 2006) :

AC,,, = AC,

+

AC, -I- ACGL

+

A C ,

+

AC,

+

ACoL (Persamaan 2.1)

Dimana :

[image:31.605.75.484.97.823.2]
(32)

AFOLU =Agriculture, Foresw and Other Land Use FL = Forest Land

CL = Cropland

GL = Grassland

WL = Wetland

SL = Settlement

OL = Other Land

Perubahan Stok C tahunan untuk tiap kategori land-use adalah jumlah dari perubahan stok C dari tiap strata yang ada dalam tiap kategori, diitung dengan persamaan 2.2 (IPCC 2006):

(Persamaan 2.2)

D i a :

AC,, = pembahan stok C untuk sebuah kategori Land-Use (LU),

seperti pada persamaan 2.1

I = strata spesifik atau pembagian yang terdapat dalam kategori land-use (dengan beberapa kombinasi seperti dari spesies, zona

iklim, tipe ekologi, rejim pengelolaan dsb)

Stok C tahunan untuk tiap strata dari kategori Land-Use adalah jumlah dari pembahan dalam semua tempat penyimpanan karbon (carbon pool), dIhitung dengan persamaan 2.3 (IPCC 2006):

AC,u~=AC,,+AC,+ACD,+AC,,+ACso+AC~p

(Persamaan 2.3)

Dimana

ACLUi = Perubahan Stok C pada tiap strata dari kategori Land-Use

AB = Above-ground biomass (biomass di atas permukaan tanah)

BB = Below-ground biomass (biomasa di bawah permukaan tanah) DW = Deadwood (kayu yang telah mati)

LI =Liner (seresah) SO = Soils (tanah)

HWP = Harvested Wood Products (Produk-produk dari Kayu)

(33)

14

AC =AC,-AC, (Persamaan 2.4)

Dimana :

AC = Pembahan Stok C tersimpan tahunan, ton C th-'

-I

AC, = gainlpenambahan C tahunan, ton C th

-1

ACL = loss/kehilangan C tahunan, ton C th

Estimasi pembahan stok C tahunan yang didasarkan atas stok (Stock- Dzfference Method), menggunakan persamaan 2.5 (IPCC 2006), sebagai berikut :

(Persamaan 2.5)

Dimana :

- I

AC = Pembahan Stok C tersimpan tahunan, ton C th

-1

C,, = Stok C tersimpan pada t,

,

ton C th

-1

C,, = Stok C tersimpan pada t , , ton C th

1. Perhitungan Perubahan Stok Karbon pada Biomasa

Biomasa tanaman mempakan stok C yang utama dalam beberrapa tipe ekosistem. Pembahan stok C pada biomasa lahan hutan merupakan hal yang sangat berpengaruh karena fluktuasi yang besar bisa terjadi akibat pengelolaan hutan dan pemanenan; gangguan alam; kematian dan pertnmbuhan alarni pohon. Konversi hutan ke penggunaan lahan lain sering mengakibatkan kehilangan yang besar stok C yang tersimpan dalam biomasa. Pohon dan tanaman berkayu bisa terdapat pada keenam kategori penggunaan lahan meskipun secara urnum stok biomasa yang terbesar adalah pada lahan hutan. Untuk tujuan inventarisasi GRK,

pembahan stok C pada biomasa dilakukan pada : (i) Lahan yang tidak berubah pada kategori yang sarna; dan (ii) lahan yang telah dikonversi ke penggunaan lahan baru.

A. Lahan Tetap dalam Kategori Penggunaan Lahan yang Sama

(34)

15 pemanenan kayu, pengambilan kayu bakar, dan gangguan dam (kebakaran, serangan serangga, kejadian cuaca ekstrem dll). Perhitungan perubahan C menggunakann persamaan 2.6 (IPCC 2006):

AC, = AC, - ACL (Persamaan 2.6)

Dimana:

-1

AC, = Pembahan Stok C tersimpan tahunan, ton C th

AC, = peningkatdgain stok karbon tahunan, ton C th-'

AC, = kehilangdIoss stok karbon tahunan, ton C

th-I

A.l Estimasi peningkatan stok C biomasa tahunan (Metode Gain-Loss) Untuk estimasi peningkatan stok C dalam biomasa pada metode tier 1 dapat digunakan data laju pertumbuhan biomasa dikalikan dengan luas dan rata-rata laju pertumbuhan. Perhitungannya menggunakan persamaan 2.7 (IPCC 2006), sebagai berikut :

(Persamaan 2.7)

Dimana:

AC, = peningkatan stok karbon tahunan, ton C th-'

A = luas lahan

GmTa = rata-rata pertumbuhan biomasa tahunan, ton d.m.ha-1 th-I

I = zone ekologi (i = 1 - n) J = tipe iklim

6

= 1 - m)

CF = Fraksi Karbon (Carbon Fraction)

Pada tier 1, GTOTamempakan total pertumbuhan biornasa dari pertumbuhan

biomasa di atas perrnukaan tanah dan biomasa di bawah permukaan tanah. Perhitungan GToTA, menggunakan persamaan 2.8 (IPCC 2006):

G m ~ a Grv*(l+R)

}

(Persamaan 2.8)

Dimana :

(35)

16 GW =rata-rata pertumbuhan biomasa di atas permukaan tanah tahunan,

ton d.m.ha"

th"

R =rasio biomasa diba~vah permukaan tanah dengan biomasa di atas pemukaan tanah

A.2 Estimasi Kehilangan Stok Karboo pada Biomasa ( AC,)

Kehilangan stok C pada metode Gain-Loss dihitung dari jumlah kehilangan biomasa akibat dark pemanenan, pengambilan kayu bakar dan gangguan dam. Persamaan yang digunakan

untuk

perhitungan adalah persamaan 2.9:

Dimana:

A c ~ = p e n m a n stok C tahunan, ton C th-1

L ~ * o d - ~ c ~ o ~ = kehilangan C karena pengambilan kayu, ton C th-1 L~uriwood = kehilangan C karena pengambilan kayu bakar, ton C th-1

= kehilangan C karena gangguan dam, ton C

th-'

Perhitungan kehilangan C karena pengambilan kayu (&o,,-Ren,,,) menggunakan

persamaan 2.10:

Dimana:

(Persamaan 2.10)

H = pengambilan kayu tahunan, kayu bulat, m3 th-1

R =rasio biomasa dibawah permukaan tanah dengan biomasa di atas pemukaan tanah

CF = Fraksi Karbon (Carbon Fraction)

BCEF~ = konversi biomasa dan faktor expansi untuk konversi kehilangan volume yang dapat diperdagangkan ke kehilangan biomasa total.

Perhitungan kehilangan C akibat pengambilan kayu bakar (L,,,,,,, ) digunakan

(36)

17

LF,,e,wod = [ { F G , ~ ~ ~

*

B C E h ( I

+

R )

+

FGpa,,

D]

CF (Persarnaan 2.11)

Dimana:

FG,ree = volume kayu bakar yang diambil dari keseluruhan pohon,

FG,, = volume kayu bakar yang diambil dari sebagian pohon

D = kerapatan kayu, ton d.m. m-3

Perhitungan kehilangan C karena gangguan alam (LDi,,,,,) digunakan

persamaan 2.12 (IPCC 2006):

L ~ ~ t " f i ~ ~ ~ ~ = b4mm,,, B , . ( l + ~ ) . ~ ~ . f d } (Persamaan 2.12)

Dimana:

AjS,,,,, =Area yang terkena gangguan dam, ha th"

fd

= Fraksi kehilangan biomasa akibat gangguan alam (fd = 1 jika terjadi hilang total, mungkin hanya fd = 0,3 jika gangguan

alam dari serangan hama)

B. Lahan Yang Dikonversi Ke Penggunaan Lahan Lain

Metode estimasi stok C pada lahan yang dikonversi ke penggunaan lain, pada tier 1 digunakan persamaan-persamaan yang sama dengan metode estimasi untuk Lahan yang tidak benibah, seperti telah diuraikan di atas.

2. Perhitungan Perubahan Stok Karbon DOM (Dead Organic Mafter) A. Lahan Tetap dalam Kategori Penggunaan Lahan yang Sama

Pada tier 1, diasumsikan DOM tidak mengalami perubahan pada lahan yang tidak mengalami konversi ke penggunaan lahan lainnya.

B. Lahan Yang D i i o n v e r s i ~ e Penggunaan Lahan Lain

(37)

18

(Persamaan 2.13)

Dimana:

ACDoM = perubahan stok C dalam DOM tahunan, ton C th-I

c0

= Stok DOM, pada kategori penggunaan lahan awal, ton C th-'

C, = Stok DOM, pada kategori penggunaan lahan baru, ton C

tK'

Am = luas lahan yang dikonversi, ha

Tm

= periode waktu transisi konversi (default 20 tahun untuk tier 1)

3. Perhitungan Perubahan Stok Karbon pada Tanah.

Penghitungan C dalam tanah tidak dibedakan antara lahan- yang tetap atau lahan yang dikonversi. Persamaan yang digunakan untuk estimasi total perubahan stok C adalah persamaan 2.14 (IPCC 2006):

= A C ~ i n w o , - Lorpic +

Ac~noTmtiC

(Persamaan 2.14)

Dimana:

AcsOil = pembahan Stok C dalam tanah tahunan, ton C th-'

ACMi,,,, = perubahan Stok C organik dalam tanah mineral tahunan, ton C th-I

= Kehilangan C dari drainasi tanah organik, ton C th-I

AC,noT,2ic = pembahan Stok C inorganik dalam tanah tahunan, ton C th-'

Untuk penghitungan pembahan Stok C organik pada tanah mineral digunakan persamaan 2.1 5 (FCC 2006):

SOC =

z

(SOC, c.I.t F ~ u c,,,, F~~ *,,,$

*

F, <.,, A , , ! (Persamaan 2.15) c,s,i

Dimana:

SOCo = Stok C tanah organik pada tahun terakhir periode

(38)

Stok C tanah organik pada tahul pertarna periode inventarisasi, ton C

jumlah tahun, th

Tahun untuk pencapaian nilai SOC equlibrium (pada umumnya=20 tahun)

Stok C rujukan, ton C ha-1

faktor perubahan stok

untuk

land-use, tanpa satuan

faktor perubahan stok untuk rejim manajemen, tanpa satuan faktor perubahan stok untuk input bahan organik, tanpa satuan

luas lahan strata yang diestimasi, ha

Untuk penghitungan kehilangan C dari drainasi tanah organik (Lo,,,),

digunakan persamaan 2.16 (PCC 2006):

'0,sonic = ~ ( A EF), O {Persamaan 2.16)

Dimana:

A = luas lahan tanah organik yang terdrainasi pada tipe iklim c, ha

EF = Faktor emisi untuk tipe iklim c, ton C ha-' th"

REDD (Reduction EmissionfLom Deforestation and forest Degradation)

Pengurangan deforestasi dan degradasi hutan merupakan langkah ke depan untuk stabilisasi konsentrasi GRK. Deforestasi dari hutan tropis diperkirakan menyumbang 15-35% dari global emisi tahunan C 0 2 . Diperkirakan sekitar 350- 430 GtC (Giga ton Carbon) saat ini tersimpan di hutan tropis dan dapat diemisikan ke atmosfu melalui peningkatan deforestasi dan degradasi hutan (Laporte et al. 2008; Schwartzman et al. 2008).

Deforestasi dan degradasi hutan di negara-negara tropis umumnya berkaitan dengan kegiatan konversi lahan hutan ke industri pertanian atau peternakan (di Amazon), kelapa sawit (Asia Tenggara) dan perladangan berpindah (Afrika) (Houghton & Hackler 1999; Moutinho & Schwartman 2005; Schwartzman et al. 2008). Saat ini upaya pengurangan emisi karbon dari deforestasi dan degradasi hutan belurn masuk pada skema AIR CDM dari Protokol Kyoto (Laporte et al.

(39)

melalui RED telah diajukan oleh Environmental Defense dan Institute de Pesquisa Ambiental da Amaz6nia (IPAM) pada saat COP 9 di Milan (Moutinho & Schwartzrnan 2005).

Pada tahun 2005, pada saat COP 11MOP (Meeting of Parties) - 1 di Montreal, Papuan New Guinea (PNG), Costa Rica dan sekelompok negara-negara yang merniliki hutan tropis (Coalition for Rainforest Nations

-

CRN) mengajukan sebuah proposal rnengenai insentif dari upaya pengurangan emisi dari deforestasi

(RED) di negara-negara berkemhang dengan menggunakan pendekatan ernisi nasional (Laporte et al. 2008)

.

COP menugaskan Subsidiary Body for Scientzjk and Technical Advice (SBSTA) dari UNFCCC untuk menilai usulan tersebut dan melaporkan kernbali ke COP dengan beberapa rekomendasi. Dalam pertemuan COP-13MOP3 pada bulan Desernber 2007 di Bali, Indonesia mengusulkan untuk rnemperluas cakupan kegiatan yaitu menurunkan emisi tidak hanya melalui pencegahan deforestasi tetapi juga melalui upaya p e n m a n laju d hutan yang kemudian dikenal dengan REDD (IFCA 2007a).

Program REDD rnemungkinkan Negara-negara yang rnasih rnemiliki hutan yang luas bisa mendapatkan dana dalam rangka menekan laju penurunan deforestasi dan degradasi hutan. Gambaran sederhana program REDD seperti pada Gambar 3.

Periode perhitungan

Kehi-

2i

langan

3

hutan

rn hcegah

- -

F.misi

tereduksi

waktumulai WalrtuaWlir

[image:39.608.79.483.212.819.2]
(40)

Hutan, Deforestasi dan Degradasi Hutan

Hutan. Ada beragam defmisi mengenai hutan, deforestasi dan degradasi hutan. Lund (2008) merangkum beragam definisi yang telah digunakan oleh berbagai negara dan institusi intemasional. Hingga saat ini telah ditemukan lebii dari 890 definisi mengenai hutan. Definisi-definisi tersebut dikelompokkan ke dalam kategori hutan sebagai: penutup lahan (land cover), penggunaan lahan (land use) dan d e f s s i hutan yang tercantum pada peraturan-peraturan. Disamping itu pengelompokan berdasar lingkup definisi, yaitu: definisi secara mum, definisi pada tingkat intemasional, nasional (negara), dan lokal (provinsilnegara bagian).

Dari beragam definisi yang dikemukakan tersebut, yang terkait dengan perubahan stok karbon adalah definisi pada kelompok definisi hutan sebagai penutup lahan. Pada umumnya hutan dibatasi dengan: persentase tutupan tajukkerapatan, tinggi pohon, dan luas minimum. Pada lingkup intemasional, defmisi hutan yang menggunakan batasan tersebut adalah: FAO, UNFCCC, EU,

World Bank dan lain-lain. Namun demikian beberapa definisi yang dikeluarkan oleh berbagai institusi tersebut berbeda-beda dalam hal penggunaan batasan. F A 0 (2006) mendefmisikan hutan adalah lahan dengan luas lebih 0.5 hektar, tinggi pohon lebih dari 5 meter dan tutupan tajuk lebii besar dari 10 %. UNFCCC

(2001), hutan didefinisikan areal dengan luas 0,05 sampai 1 hektar, tinggi pohon mencapai 2-5 meter dan tutupan mahkota pohon 10% sampai 30%.

Indonesia melalui Peraturan Menteri Kehutanan No.14lMenhut-11/2004 menetapkan bahwa yang dirnaksud hutan ialah lahan yang luasnya minimal 0,25 hektar dan ditumbuhi oleh pohon dengan persentasi penutupan tajuk minimal 30% yang pada akhir pertumbuhan mencapai ketinggian minimal 5 meter.

(41)

22

-

UNFCCC 11/CP.7 mendefinisikan sebagai konversi langsung yang disebabkan oleh manusia terhadap lahan hutan menjadi lahan non-hutan.

-

FA0 (2006) mendefdsikan konversi hutan ke penggunaan lahan lain atau pengurangan dalam jangka waktu yang lama dari kanopi pohon kurang dari batasan minimal 10 %. Dengan demikian deforestasi merupakan kehilangan petutupan lahan hutan secara permanen atau jangka waktu yang panjang, baik yang disebabkan oleh pengaruh manusia maupun dari gangguan dam. Konversi hutan ke lahan pertanian, padang rumputlpenggembalaan, dan area perkotaan juga termasuk deforestasi.

- WWF/IUCN (1996) mendefinisikan hilangnya hutan yang tidak digantikan

dengan regenerasi alami atau penanaman kembali.

D e f l s i deforestasi yang digunakan oleh berbagai Negara juga bervariasi, diantaranya adalah:

- Canada, mendefinisikan konversi dari lahan berhutan ke lahan tidak berhutan

sebagai hasil langsung dari aktivitas manusia.

- Bulgaria, mendefinisikan kerusakan hutan pada area tertentu yang disebabkan

oleh bencana dam dan aktivitas manusia yang tidak terkendali dan tidak terencana.

- St. Lucia, mendefinisikan penebangan hutan atau perusakan hutan.

- Malaysia, mendefinisikan konversi hutan atau lahan hutan ke penggunaan

lahan non-kehutanan seperti untuk pertanian, pengembangan infratruktur dan industri, pemukiman dll.

Pada Pedoman Pengolahan Data Pemantauan Penutupan Lahan yang dikeluarkan oleh Pusat Inventasrisasi dan Perpetaan Kehutanan tahun 2005, deforestasi didefinisikan sebagai perubahan penutupan lahan dari berhutan menjadi tidak berhutan.

(42)

Tabel 3 Estimasi deforestasi setiap tahun di Indonesia (ribu ha)

No SUMBER ESTIMASI TOTAL

1 World Bank. 1990 900

2 FAO, 1990 1.315

3 Transmigration Advisory Group, 1991 262.9

4 Departemen Kehutanan, 1992 1.315

5 Dick, 1991 623

6 Sukarjo, 1996 809

7 Hasanuddin, 1996 2.400

8 World Bank, 2000 (1985-1997) 1.700

9 Global Forest Watch, 2002 (1985-1997) 2.200

Sumber:

-

Nomor 1-7 Sunderlin dan Resosudarmo (1997) - Nomor 8-9 F W G F W (2002)

Perbedaan angka deforestasi yang begitu mencolok ditengarai disebabkan oleh hatasanldefinisi deforestasi yang h a n g jelas dan tidak konsisten. Kurang spesifhya penggunaan istilah deforestasi mengakibatkan interpretasi data yang berbeda-beda. Menurut Sunderlin & Resosudarmo (1 997), kesulitan utama dalam penggunaan istilah deforestasi adalah :

1. Apakah deforestasi hanya beratti hilangnya tutupan hutan secara permanen, atau baik permanen maupun sementara?

2. Apakah deforestasi berarti hilangnya tutupan hutan untuk segala macam penggunaan, atau apakah hilangnya tutupan hutan yang tidak dapat menghasilkan kayu?

(43)

24 Degradasi Ituian. D e f ~ s i degradasi hutan juga bervariasi, hingga kini seidaknya lebih dari 10 definisi yang telah digunakan oleh berbagai institusi (Lund, 2007). SaIah satu definisi degradasi hutan adalah perubahan yang terjadi di dalam hutan yang memberi efek negative pada struktur ataupun fungsi tegakan, sehingga m e n d a n kapasitas produksi (FAO, 1993 dalam Lund 2007). Perubahan yang terjadi di dalam hutan yang masih masuk kategori terdegradasi tidak melampaui batasan area yang ditentukan sebagai hutan.

UNFCCC-IPCC menyatakan bahwa degradasi dapat didefinisikan sebagai kehilangan langsung, yang disebabkan oleh manusia, untuk jangka panjang (terjadi selama X tahun atau lebih) atau sedikitnya Y% dari persediaan karbon hutan (dm nilai hutan) sejak waktu T dan tidak dapat dikategorikan sebagai deforestasi. Parameter X, Y danT belum ditetapkan.

Pada Pedoman Pengolahan Data Pemantauan Penutupan Lahan yang dikeluarkan oleh Pusat Inventasrisasi dan Perpetaan Kehutanan

tahun

2005, degradasi hutan didefinisikan sebagai perubahan penutupan lahan dari hutan primer menjadi hutan sekunder.

Faktor Pendorong Deforestasi dan Degradasi Hutan

Sebagian besar hutan di Indonesia menghadapi ancaman yang serius. Periode tahun 2000-2005 Indonesia kehilangan sekitar 1,09 juta hektar hutan setiap tahun dan sempat mengalami puncak deforestasi pada periode 1997-2000 yang mencapai angka 2,53 juta hektar per tahun (DEPHUT 2007). FA0 (2007) memperkirakan deforestasi Indonesia masih cukup tinggi yaitu 1,9 juta hektar per tahun pada periode 2000-2005. Dengan kondisi demikian dikhawatirkan dalam 10 tahun ke depan jika tidak ada upaya pencegahan atau pengereman laju deforestasi maka hutan di Indonesia hanya tersisa di bagian-bagin yang susah dijangkau.

(44)

25 sosial-ekonomi dan politik laimya. Konversi lahan hutan ke lahan perkebunan dan transmigrasi pada era sebelum tahun 2000 dianggap sebagi pendorong deforestasi yang cukup besar. Di samping itu kebutuhan industri kayu juga menjadi pendorong deforestasi yang besar. Praktek perjarahan hutan pada masa transisi pemerintahan dari orde baru ke era reformasi dan kebakaran hutan besar juga terjadi tahun 199711998 yang menyebabkan hilangnya hutan yang cukup

luas.

Geist & Lambin (2001) meiakukan studi tentang deforestasi yang terjadi di hutan tropis termasuk Indonesia. Faktor utama yang mendorong deforestasi pada hutan tropis adalah: perluasan lahan untuk pertanian, penebangan kayu dan pembangunan ifiastruktur. Sedangkan faktor yang melandasinya adalah: fakt01 ekonomi, institusi dan kebijakan, teknologi, sosial budaya, dinamika pertmnbuhan penduduk dan faktor lain seperti: karakteristik lahan, sifat-sifat biofisik tanamantlahan dan gejolak sosial.

Deforestasi di Indonesia sebagian besar mempakan akibat dari suatu sistem politik dan ekonomi yang tidak baik. Hutan dianggap sebagai sumber pendapatan yang bisa dieksploitasi untuk kepentingan politik dan keuntungan pribadi ( F W G F W 2001). Hingga menjelang tahun 2000 kebijakan untuk mengkonversi kawasan hutan menjadi lahan budidaya pertanian dan transmigrasi mempakan faktor pendorong yang sangat menentukan hilangnya hutan di Indonesia. Dewasa ini Indonesia adalah produsen utama kayu bulat, kayu gergajian, kayu lapis, pulp dan kertas, disamping beberapa hasil perkebunan, misalnya kelapa sawit, karet dan coklat. Pertumbuhan ekonomi ini dicapai tanpa memperhatikan pengelolaan hutan secara berkelanjutan atau hak-hak penduduk lokal. Ditambah lagi adanya pembalakan liar yang dilakukan masyarakat.

Emisi Rujukan (Reference Emission Level

-

REL)
(45)

26 Secara mum terdapat dua kategori cara penentuan emisi ~ j ~ k a n , yaitu : cara retrospektif dan cara prospektif. Cara retrospektif berorientasi pada sejarah masa lalu (histories) yang digunakan untuk memproyeksikan kecendemgan perubahan penggunaan lahan yang akan datang. Pendekatan yang digunakan untuk penentuan emisi rujukan cara retrospektif di antaranya adalah : Simple Historical approach (SiHA), Spatial Historical Approach (SpHA) dan Joint Research Cenfre Approach (JRCA). Sedangkan cara prospektif berorientasi pada pemodelan. Pendekatan pemodelan yang bisa digunakan antara lain adalah : Dynamic spatial land-use modelling, Econometric regression modelling (Huettner 2008). Periode waktu yang dipilii untuk proyeksi emisi rujukan historis akan mempengamhi hasilnya (Huettner 2008), seperti telah ditunjukkan pada Gambar 1.

(46)
(47)

BAB

111

METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan dari bulan Juni - Desember 2008 (7 bulan). Unit

analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah wilayah nasional Indonesia dan unit provinsi. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa kredit intemasional untuk program REDD hanya akan diberikan berdasarkan ernisi rujukan nasional saja. Namun demikian salah satu strategi yang digunakan Indonesia dalam membuat emisi rujukan nasional adalah berdasarkan emisi rujukan masing-masing provinsi yang diagregasikan. Di samping itu untuk pelaksanaan

pilot/demonstration activities (periode 2008-2012) dimungkinkan untuk dilaksanakan pada unit subnasional (provinsi).

Metode

Data dan Sumber Data

Data yang digunakan dalarn penelitian ini terangkum dalam Tabel 4. Sebagian besar data diperoleh dari Badan Planologi Kehutaaan dan Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan dan data dari beberapa sumber yang relevan.

Estimasi Perubahan Stok Karbon

Metode estimasi stok karbon menggunakan pedoman IPCC 2006 volume 4 tentang AFOLU. Stok karbon dihitung berdasarkan data penutupan lahan tahun 1990-an, 2000, 2003 dan 2006. Perhitungan karbon pada pedoman IPCC 2006 dilakukan pada enam kategori penutupan lahan, yaitu: hutan &rest land), lahan pertanian termasuk petemakan (cropland), semak/padang rumput (grassland),

lahan basah (wetland), permukiman (settlement) dan lahan lainnya (other land).

(48)

28

Tabel 4 Data, Sumber Data dan Penggunaan Data

No Data

- - -

Peta Penutupan Lahan 1990-an hasil penafsiran citra landsat liputan tahun 1988-1992 skala 1 :250.000

Peta Penutupan Lahan 2000 hasil penafsiran citra landsat liputan tahun 199912000 skala

1:250.000

Peta Penutupan Lahan 2003 hasil penafsiran citra landsat liputan tahun 2002/2003 skala

1 :250.000

Peta Penutupan Lahan 2006 hasil penafsiran citra landsat liputan tahun 2005/2006 skala 1 :250.000

Peta Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan skala

1:250.000

Peta Pemanfaatan Kawasan Hutan skala 1:250.000 Peta Permohonan Konversi Hutan untuk Budidaya Pertanian Skala 1:250.000

Statistik Pengelolaan Hutan Produksi tahun 1999/2000 Statistik Bina Produksi Kehutanan tahun 2005 Statistik Kehutanan

1 1 Forest Resource Assessment

(FRA) tahun 2000 dan 2005 12 Tabel-tabel Nilai Default IPCC

Sumber Badan Planologi Kehutanan Badan Planologi Kehutanan Badan Planologi Kehutanan Badan Planologi Kehutanan Badan Planologi Kehutanan Badan Planologi Kehutanan Badan Planologi Kehutanan Pendugaan Stok karbon dan Ekstrapolasi Emisi rujukan Departemen Kehutanan F A 0

Penggunaan

Ditjen Bina Produksi Kehutanan

Ditjen Bina Produksi Kehutanan

IPCC 2006

13 Hasil penelitian di Indonesia Berbagai surnber tentang pendugaan kandungan

[image:48.605.62.495.86.786.2]
(49)

Tabel 5 Penyesuaian klas penutupan lahan Departemen Kehutanan ke klas P C C

KLAS 1990 KLAS 2000,2003,2006 =AS PCC

Hutan Dataran Rendah Hutan lahan kering primer Forest Land Hutan Dataran Tinggi Hutan lahan kering sekunder

Hutan Pegunungan Hutan rawa primer Hutan Mangrove Hutan rawa sekunder

Hutan Rawa Hutan mangrove primer

Hutan Tanaman Industri Hutan mangrove sekunder Hutan tanaman

Pertanian Perkebunan Cropland

Perkebunan Pertanian lahan kering

Pertauian Lahan Kering

+

Semak Sawah

Lahan Kering Tidak SemakBelukar Grassland

Produktif Savana

Pemukiman Transmigrasi Settlement

Permukiman

Pelabuhan UdaraKaut

Lahan Basah Tidak Belukar rawa Wetland

Produktif Tambak

DanaulAir Tubuh air

Rawa

Penutu~an Lahan Tanah terbuka Other Land

Lainnya Pertambangan

Tidak Ada Data AwanITidak ada Data Tidak Ada Data

Tmgkat kedetailan estimasi karbon yang digunakan pada penelitian ini adalah metode estimasi tier 1. Pada metode tier 1 terdapat beberapa penyederhanaan, sebagai berikut :

- Perubahan stok C untuk biomasa di bawah permukaan tanah diasumsikan

bernilai 0 (tidak ada perubahan)

- Dearhvood dan litter sering dikelompokkan menjadi satu, sebagai "dead

organic matter (DOM)", untuk tier 1 stok DOM diasumsikan tidak mengalami perubahan.

(50)

demikian akan diperoleh data mengenai lahan yang tetap pada penggunaan lahan yang sama dan lahan yang telah mengalami perubahan ke penggunaan lahan lainnya.

Fokus REDD adalah upaya pengurangan emisi karbon dari deforestasi dan degradasi hutan, sehingga stok karbon yang dijadiian dasar perhitungan adalah stok karbon pada areal berhutan berikut proses deforestasi dan degradasi huian yang terjadi. Areal yang mengalami deforestasi adalah areal yang sebelumnya berhutan berubah menjadi penutupanlpenggunaan lahan lainnya, sedangkan areal degradasi hutan adalah areal berhutan yang mengalami p e n w a n stok karbon dari pengambilanlpemanenan kayu namun lahan masih tetap masuk kategori berhutan.

Angka-angka yang digunakan untuk perhitungan biomasa maupun stok karbon pada masing-masing kategori penggunaan lahan diambil dari angka default

yang terdapat pada pedoman IPCC 2006. Penelitian ini difokuskan pada perubahan stok karbon yang tersimpan pada biomasa tanaman. Pada metode tier

1 diasumsikan perubahan stok C untuk biornasa di bawah permukaan tanah tidak mengalami perubahan. Dengan demikian perhitungan perubahan stok C pada masing-masing kategori penggunaan lahan untuk perhitungan pada tier 1 rumus yang digunakan adalah :

AC,,=AC,,

Dimana ACLuj : perubahan stok C pada masing-masing kategori penggunaan lahan

AC,, : perubahan stok C pada biomasa di atas pemukaan tanah.

Untuk menghitung stok karbon tahun 1990-an, 2000, 2003, dan 2006 digunakan pendekatan yang didasarkan atas siok (stock dzference method).

Sedangkan untuk estirnasi stok C un& penenturn skenario digunakan pendekatan atas dasar proses (Gain-Loss Method).

Perhitungan Perubahan Stok Karbon pada Biomasa

(51)

hutan ke penggunaan lahan lain sering mengakibatkan kehilangan yang besar stok C yang tersimpan dalam biomasa. Pohon dan tanaman berkayu bisa terdapat pada keenam kategori penggunaan lahan meskipun secara m u m stok biomasa yang terbesar adalah pada lahan hutan.

Untuk perhitungan stok karbon yang terdapat pada biomasa digunakan persamaan 2.6. Peningkatan karbon pada biomasa yang dihitung adalah pertunbuhan tanaman di atas permukaan tanah. Kehilangan karbon berasal penebangan atau pemanenan kayu, pengambilan kayu bakar, dan gangguan alam (kebakaran, serangan serangga, kejadian cuaca ekstrem dll).

Untuk estimasi peningkatan stok C dalam biomasa pada metode tier 1 dapat digunakan data laju pertumbuhan biomasa yang diambil dari data default pedoman IPCC 2006 dikalikan dengan luas dan rata-rata laju pe&buhan. Perhitungan estimasi peningkatan stok C pada biomasa meng,makan persamaan 2.7

Kehilangan stok C dihitung dari jumlah kehilangan biomasa akibat dari: pemanenan, pengambilan kayu bakar dan gangguan dam. Perhitungan kehilangan C karena pemanenan kayu menggunakan persamaan 2.10. Data yang digunakan pada perhitungan persamaan 2.10 adalah data produksiljatah penebangan tahunan dari HPH/HTI. Perhitungan kehilangan C akibat pengambilan kayu bakar digunakan persamaan 2.1 1 . Data yang digunakan sebagai volume kayu bakar yang terambil adalah estimasi dari kebutuhan konsumsi per kapita dikalikan dengan jumlah penduduk. Perhitungan kehilangan C karena gangguan d a m digunakan persamaan 2.12. Data yang digunakan adalah data gangguan alam akibat kebakaran hutan.

Konversi Perubahan Stok C ke Emisi COz

(52)

Penyusunan Emisi Rujukan (Referet~ce Emission Level - REL)

Di dalam konteks REDD beberapa negara umumnya mengusulkan menggunakan pendekatan kondisi historis diiana tingkat emisi dari deforestasi dan degradasi hutan di masa depan akan mengikuti pola emisi historis sebelum kegiatan REDD dilaksanakan (IFCA 2007). Mengacu pada ha1 tersebut maka pada penelitian ini metode yang digunakan untuk penyusunan emisi rujukan adalah proyeksi linier dari rata-rata emisi masa lampau. Data emisi karbon yang digunakan adalah data hasil perhitungan perubahan penutupan lahan dari tahun 1990-an sampai 2006. REL yang akan dibuat adalah : REL Nasional dan Provinsi. Untuk keperluan analisis juga dibuat REL PulaulKeiompok Pulau.

REL akan dibuat dari tahun 1990 hingga tahun 2020. Data stok karbon tahun 1990, 2000, 2003 dan 2006 disajikan berdasarkan stok karbon tanpa dilakukan koreksi data. Proyeksi emisi karbon dari tahun 2006 sampai 2020 didasarkan atas perhitungan rata-rata perubahan stok karbon netto dari tahun 1990-an - 2006. Untuk mengurangi kesalahan perhitungan laju perubahan stok karbon, perhitungan hanya didasarkan atas areal yang bebas awan (awan dikeluarkan dari perhitungan). Perubahan stok karbon netto dihitung dari selisih antara laju kehilangan karbon dan laju penambahan karbon yang diakibatkan oleh perubahan penutupan lahan. Berdasarkan hasil penghitungan perubahan stok karbon tahun

1990an, 2000,2003, dan 2006, kemudian dibuat grai%k proyeksi sebagai REL.

Skenario Pengurangan Emisi Karbon dari Deforestasi dan Degradasi Hutan

(53)

Tumpang susun peta areal berhutan dengan data fungsi kawasan hutan akan diperoleh beberapa kelompok pengelolaan hutan, yaitu:

- Pengelolaan hutan sebagai kawasan konservasi dan lindung

-

Pengelolaan hutan sebagai hutan produk

Gambar

Gambar 1 Perbandingan REL perubahan luas hutan di Costa Rica
Gambar 2 Gas rumah kaca (GRK) yang menyelimuti atmosfer bumi akan
Tabel 2 Ringkasan pendekatan untuk menduga emisi sektor AFOLU
Gambar 3 Gambaran sederhana program REDD (Barano 2008).
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisis elektroforesis plasma darah itik Magelang kalung sempit dan sedang di Satker itik Banyubiru Ambarawa, ditemukan keragaman genetik pada populasi

Berdasarkan hasil penelitian pengaruh family control terhadap profitabilitas dan nilai perusahaan pada perusahaan sektor barang konsumsi dapat ditarik kesimpulan bahwa

Pasangan elektron yang dipakai bersama disebut pasangan elektron ikatan (PEI) dan pasangan elektron valensi yang tidak terlibat dalam pembentukan ikatan kovalen disebut

Dengan adanya penelitian ini diharapkan para dosen akuntansi dapat memahami dan menerapkan mengenai kompetensi pedagogik dan profesionalisme dalam kegiatan belajar

da$a men%hasilkan definisi sisem rele#an yan% deail, da$a men%hasilkan definisi sisem rele#an yan% deail, maka $ada Lan%kah 0 da$a mulai den%an.. maka $ada Lan%kah

Kawasan resapan air sangat penting untuk mengurangi limpasan permukaan yang masuk ke drainase, namun maraknya pembangunan perumahan mengakibatkan rusaknya kawasan resapan air

Begitu juga hasil dari penelitian yang dilakukan Ramdhani (2017) menyatakan bahwa kinerja karyawan mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap loyalitas

(2) Tunjangan yang dimaksud dalam pasal 1 peraturan ini diberikan kepada Veteran Pejuang Kemerdekaan Republik Indonesia yang menjadi tidak cakap bekerja karena cacat fisik atau