• Tidak ada hasil yang ditemukan

KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SEKOLAH INKLUSIF : Studi Deskriptif di SDN 3 SARIJADI BANDUNG.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SEKOLAH INKLUSIF : Studi Deskriptif di SDN 3 SARIJADI BANDUNG."

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

Rosse Susilawaty Hernawan, 2014

Keterampilan Sosial Anak Tunagrahita Ringan Di Sekolah Inklusif

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

ABSTRAK

KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN

DI SEKOLAH INKLUSIF

(Studi Deskriptif di SDN 3 Sarijadi Bandung)

Salah satu hambatan yang dimiliki oleh anak tunagrahita ringan yaitu masalah keterampilan sosial. Lingkungan menuntut agar ATG ringan dapat menyesuaikan perilaku sesuai dengan norma. Fokus dalam penelitian ini adalah untuk menggambarkan bagaimana keterampilan sosial ATG ringan di sekolah inklusif SDN 3 Sarijadi Bandung. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif tentang keterampilan sosial ATG ringan di sekolah inklusif. Subjek penelitian disini ialah A sebagai salah satu anak tunagrahita ringan di sekolah tersebut. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, observasi, dan studi dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak tunagrahita ringan sudah mampu melakukan keterampilan sosial dengan cukup baik. Hanya saja, keterampilan sosial yang dimiliki oleh anak sangat bergantung pada “mood”. Guru kelas dan GPK A juga berupaya dalam mengembangkan keterampilan sosial A, yaitu dengan memberikan permainan kelompok, kelompok belajar, serta memberikan kebebasan bagi anak untuk bermain dengan teman-temannya ketika waktu istirahat. Oleh karena itu, baik orang tua anak tunagrahita ringan maupun guru tidak perlu merasa ragu lagi untuk menyekolahkan anak tunagrahita ringan di sekolah inklusif.

(2)

Rosse Susilawaty Hernawan, 2014

Keterampilan Sosial Anak Tunagrahita Ringan Di Sekolah Inklusif

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

ABSTRACT

TUNAGRAHITA LIGHTER CHILD SOCIAL SKILLS

INCLUSIVE IN SCHOOL

(Descriptive Study at SDN 3 Sarijadi Bandung)

One of the barriers that are owned by mild mental retardation children social skills that problem. Environment demands that ATG can customize the behavior of light in accordance with the norms. The focus of this research is to describe how social skills in inclusive schools lightweight ATG SDN 3 Sarijadi Bandung. This study used a qualitative approach with descriptive methods of social skills in the lightweight ATG inclusive schools. Here is a subject of research as one of mild mental retardation children in the school. Data collected through interviews, observation, and study documentation. The results showed that the children had mild mental retardation were able to perform well enough social skills. However, social skills possessed by the child rely heavily on the "mood". A GPK grade teacher and also seeks to develop a social skills, by giving a game group, study groups, as well as providing freedom for children to play with his friends when a break. Therefore, both parents of children with mild mental retardation and teachers should not feel hesitate to send children mild mental retardation in inclusive schools.

(3)

Rosse Susilawaty Hernawan, 2014

Keterampilan Sosial Anak Tunagrahita Ringan Di Sekolah Inklusif

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR ISI

ABSTRAK ……… i

KATA PENGANTAR ………. ii

UCAPAN TERIMA KASIH ………..……… iii

DAFTAR ISI ……… vi

DAFTAR TABEL ……… ix

DAFTAR GAMBAR ………... x

BAB I PENDAHULUAN ……… 1

A. Latar Belakang Masalah ……… 1

B. Fokus Penelitian ……… 5

C. Tujuan Penelitian ………... 5

D. Kegunaan Penelitian ……….. 6

BAB II KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN … 8 A. Konsep Dasar Anak Tunagrahita ………..……… 8

1. Pengertian Anak Tunagrahita ………...… 8

2. Faktor Penyebab Ketunagrahitaan ………...… 10

3. Klasifikasi dan Karakteristik Anak Tunagrahita ………... 12

B. Keterampilan Sosial Anak Tunagrahita ………...………..………. 15

1. Pengertian Perilaku Adaptif ………..….. 15

2. Keterampilan Sosial Anak Tunagrahita ………...… 19

(4)

Rosse Susilawaty Hernawan, 2014

Keterampilan Sosial Anak Tunagrahita Ringan Di Sekolah Inklusif

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

C. Konsep Sekolah Inklusif ……..………... 23

1. Pengertian Sekolah Inklusif ……….... 23

2. Pelaksanaan Program Sekolah Inklusif ………. 29

D. Penelitian Dahulu yang Relevan ………... 31

BAB III METODE PENELITIAN ………. 33

A. Tempat dan Subjek Penelitian ………... 34

1. Tempat Penelitian ……….. 34

2. Subjek Penelitian ………... 34

B. Metode Penelitian ……….. 35

C. Instrumen Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data ……… 40

D. Pengujian Keabsahan Data ……….… 44

E. Teknik Analisis Data ……….…. 46

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ……….…….. 49

A. Hasil Penelitian ………..……… 49

1. Keterampilan Sosial ATG Ringan di Sekolah ………..……… 50

2. Penerimaan Lingkungan Sosial di Sekolah ………..……… 52

3. Hambatan yang Dihadapi ATG Ringan dalam Keterampilan Sosial ………. 54

4. Upaya untuk Mengembangkan Keterampilan Sosial ATG Ringan ………. 54

B. Pembahasan ………...………..……….……… 55

(5)

Rosse Susilawaty Hernawan, 2014

Keterampilan Sosial Anak Tunagrahita Ringan Di Sekolah Inklusif

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

2. Penerimaan Lingkungan Sosial di Sekolah ……….. 59

3. Hambatan yang Dihadapi ATG Ringan dalam Keterampilan Sosial ………..……….. 61

4. Upaya untuk Mengembangkan Keterampilan Sosial ATG Ringan ……….………….…… 62

BAB V PENUTUP ………..……. 68

A. Kesimpulan ……… 68

B. Implikasi ………….………... 69

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(6)

Rosse Susilawaty Hernawan, 2014

Keterampilan Sosial Anak Tunagrahita Ringan Di Sekolah Inklusif

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin

keberlangsungan kehidupnya agar lebih bermartabat. Karena itu negara memiliki

kewajiban untuk memberikan pelayanan pendidikan yang bermutu kepada setiap

warganya tanpa terkecuali termasuk mereka yang memiliki perbedaan dalam

kemampuan-kemampuan tertentu.

Badan organisasi PBB dalam bidang pendidikan UNESCO (United Nation

Education Organization) mengemban Pendidikan Internasional. Salah satu dari

filsafat yang dipakai yaitu Education for All, yaitu pendidikan untuk semua.

Indonesia adalah salah satu anggota dari badan dunia tersebut yang juga memiliki

kewajiban meningkatkan pendidikan baik secara nasional maupun internasional.

Pada Undang-Undang Dasar 1945 tercantum cita-cita bangsa, salah satunya

adalah ikut mencerdaskan kehidupan bangsa. UUD 1945 dalam pasal 31 ayat 1

menyatakan “Tiap warga negara berhak mendapat pengajaran”. Selain itu, dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 pasal 5 menyebutkan “Setiap penyandang

cacat mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam aspek kehidupan dan

penghidupan”.

Paradigma pendidikan luar biasa di Indonesia telah mengalami

perkembangan dengan terjadinya perubahan, dari segregasi ke arah yang lebih

inklusif. Hal ini telah ditegaskan dalam Deklarasi Pendidikan Untuk Semua, yang

menyatakan bahwa selama memungkinkan semua anak seharusnya belajar

bersama-sama tanpa memandang kesulitan atau perbedaan yang mungkin ada

pada mereka.

Pemerataan kesempatan belajar bagi anak berkebutuhan khusus dilandasi

pernyataan Salamanca tahun 1994. Melalui pendidikan inklusif ini diharapkan

sekolah reguler dapat melayani semua anak, tidak terkecuali anak-anak yang

(7)

Rosse Susilawaty Hernawan, 2014

Keterampilan Sosial Anak Tunagrahita Ringan Di Sekolah Inklusif

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

No.002/u/1986 telah terintis pengembangan sekolah reguler yang melayani

penuntasan wajib belajar bagi anak berkebutuhan khusus.

Sekolah merupakan suatu wadah atau tempat bagi setiap anak belajar secara

formal untuk mendapatkan layanan pendidikan sebagai bekal bagi mereka dalam

menghadapi masa depannya. Setiap anak menginginkan mereka dapat diterima

dan menjadi bagian dari komunitas sekolah, baik itu di dalam kelas, dengan guru

maupun dengan teman sebaya. Penerimaan yang baik di lingkungan sekolah akan

membantu anak untuk dapat bersosialisasi dan beradaptasi dalam lingkungan

yang lebih luas, yakni dalam lingkungan masyarakat.

Sebagian anak berkebutuhan khusus sudah ada yang mengikuti pendidikan

di sekolah reguler. Namun karena kurangnya pelayanan khusus bagi mereka,

akibatnya kemampuan yang dimiliki anak tidak berkembang dengan baik. Untuk

itu, perlu dilakukan terobosan dengan memberikan kesempatan dan peluang

kepada anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh pendidikan di sekolah

reguler dengan menggunakan pendekatan pendidikan inklusif. Dalam pendidikan

inklusif, semua anak belajar dan memperoleh dukungan yang sama dalam proses

pembelajaran. Pendidikan inklusif juga dapat melayani semua individu, bukan

hanya anak yang mengalami kecacatan. Dengan demikian, guru dan sekolah

bertanggungjawab terhadap pembelajaran anak, dan pembelajaran berfokus pada

kurikulum yang fleksibel.

Pendidikan inklusif merupakan “sebuah sistem pendidikan dimana anak

berkebutuhan khusus dapat belajar di sekolah umum yang ada di lingkungan

mereka dan sekolah tersebut dilengkapi dengan layanan pendukung serta

pendidikan yang disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan anak”

(Konferensi tingkat Menteri Pendidikan Negara-Negara Afrika-MINEDAF VIII).

Salah satu anak berkebutuhan khusus yang bersekolah di sekolah inklusif

ialah anak tunagrahita. Anak tunagrahita memiliki tingkat kecerdasan yang jauh

di bawah rata-rata dan ditandai oleh keterbatasan inteligensi dan ketidakcakapan

dalam interaksi sosial. Tunagrahita adalah istilah yang digunakan untuk menyebut

(8)

Rosse Susilawaty Hernawan, 2014

Keterampilan Sosial Anak Tunagrahita Ringan Di Sekolah Inklusif

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

keterbelakangan mental. Menurut AAMD (American Association of Mental

Deficiency) dalam Somantri (2007: 104) merumuskan definisi tunagrahita sebagai

berikut: “mental retardation refers to significantly subaverage general intellectual functioning exsisting concurrently with deficits in adaptif, and

manifested during development”. Pengertian tersebut dapat diartikan bahwa

keterbelakangan mental merupakan suatu kondisi dimana kemampuan fungsi

intelektual di bawah rata-rata secara jelas dengan disertai ketidakmampuan dalam

penyesuaian perilaku dan terjadi pada masa perkembangan.

Anak tunagrahita memiliki keterbatasan kecerdasannya mengakibatkan

dirinya sukar untuk mengikuti program pendidikan di sekolah biasa secara

klasikal. Oleh karena itu anak tunagrahita membutuhkan layanan pendidikan

secara khusus yakni disesuaikan dengan kemampuan anak tersebut. Ini

menunjukkan bahwa anak tunagrahita yang termasuk ringan masih mampu

mengikuti pendidikan di sekolah reguler dengan pelayanan yang khusus. Layanan

pendidikan terhadap anak tunagrahita sangat memerlukan suatu keseriusan dari

para guru, khususnya pada tingkat taman kanak-kanak atau sekolah dasar. Pada

tingkat sekolah dasar yang menggunakan pendekatan inklusif atau biasa disebut

sekolah inklusif, banyak guru yang dihadapkan pada masalah pemberian layanan

khusus, baik layanan pendidikan maupun bimbingan terhadap perilaku adaptif

siswanya. Penyebabnya yaitu masih minimnya buku rujukan yang berkaitan

dengan perilaku adaptif dan masih kurangnya latihan-latihan keterampilan

berkaitan dengan perilaku adaptif. Kegiatan pembelajaran terhadap siswa

tunagrahita sering mengalami hambatan berkaitan dengan kemampuan kognitif,

misalnya berkesulitan untuk belajar dengan baik pada bidang membaca, menulis

dan berhitung. Hambatan tersebut tidak akan mampu diatasi oleh para guru

sebelum mereka mengetahui perilaku adaptif siswa tunagrahita, khususnya

berkaitan dengan keterampilan sosial.

Perilaku adaptif merupakan indikasi kemampuan individu untuk dapat

mengatasi lingkungan hidup di sekitarnya. Menurut Delphie (2009: 42), “ada tiga

(9)

Rosse Susilawaty Hernawan, 2014

Keterampilan Sosial Anak Tunagrahita Ringan Di Sekolah Inklusif

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

jawab pribadi, dan tanggung jawab sosial”. Bagi sebagian besar siswa tunagrahita

memiliki hambatan yang sangat tinggi dalam bertanggungjawab secara sosial.

Hambatan tersebut disebabkan oleh adanya pengaruh-pengaruh lingkungan

hidupnya yang cukup dominan dan sangat sulit diadaptasi secara langsung.

Cakupan dari perilaku adaptif ini cukup luas yakni meliputi 10 bidang

keterampilan adaptif, antara lain cara berkomunikasi, bina diri, melakukan

kegiatan sehari-hari di rumah, keterampilan sosial, kemampuan menggunakan

peralatan yang ada di lingkungan, mengatur diri sendiri, menjaga kesehatan dan

keselamatan, kemampuan yang berkaitan dengan fungsi akademik, kemampuan

yang berkaitan dengan pekerjaan, serta kemampuan yang berkaitan dengan

penggunaan waktu luang.

Dari hasil studi pendahuluan terhadap salah satu anak tunagrahita, A

mengalami kesulitan dalam memahami dan mengartikan norma lingkungan. A

kurang mampu berkomunikasi dengan baik, contohnya tidak bisa membedakan

mana bahasa untuk teman sebaya dan mana bahasa untuk orang yang lebih tua.

Selain itu, A kurang mampu berpartisipasi dalam kelompok diskusi di kelas, serta

belum mampu untuk mengambil keputusan sendiri. Ia bersikap tanpa memikirkan

resiko yang akan dihadapi. Semua hal tersebut disebabkan karena kurangnya

bimbingan, baik itu dari orang tua maupun guru. Oleh karena itu, apabila perilaku

anak tersebut tidak ditangani, maka akan menjadi masalah dalam diri anak di

kehidupannya sehari-hari. Anak tidak bisa bergaul dengan baik, sehingga ia akan

dikucilkan oleh teman-temannya.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan studi kasus

tentang bagaimana keterampilan sosial anak tunagrahita ringan di lingkungan

sekolah inklusif. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan

gambaran pada orangtua, guru bahkan masyarakat yang masih resah akan

keberadaan anak tunagrahita ringan di sekolah inklusif. Selain itu, hasil dari

penelitian inipun dapat menjadi pegangan atau rujukan bagi para guru dan

orangtua anak tunagrahita dalam memberikan layanan khusus bagi anak

(10)

Rosse Susilawaty Hernawan, 2014

Keterampilan Sosial Anak Tunagrahita Ringan Di Sekolah Inklusif

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

mengenai perilaku adaptif masih minim, sehingga dengan adanya penelitian ini

sedikitnya mampu memberikan pengetahuan tentang perilaku adaptif anak

tunagrahita, khususnya dalam bidang keterampilan sosial.

B. Fokus Penelitian

Fokus masalah yang diteliti supaya tidak keluar dari masalah yang akan

diteliti adalah dengan menggambarkan bagaimana keterampilan sosial anak

tunagrahita ringan di sekolah inklusif SDN 3 Sarijadi Bandung dengan kriteria

sebagai berikut:

1. Bagaimana keterampilan sosial anak tunagrahita ringan di Sekolah Inklusif

SDN 3 Sarijadi Bandung?

2. Bagaimana penerimaan lingkungan sosial di Sekolah Inklusif SDN 3 Sarijadi

Bandung terhadap anak tunagrahita ringan?

3. Apa saja hambatan yang dihadapi anak tunagrahita ringan dalam melakukan

keterampilan sosial di Sekolah Inklusif SDN 3 Sarijadi Bandung?

4. Bagaimana upaya untuk mengembangkan keterampilan sosial anak

tunagrahita ringan di Sekolah Inklusif SDN 3 Sarijadi Bandung?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran keterampilan sosial anak tunagrahita ringan di

Sekolah Inklusif SDN 3 Sarijadi Bandung.

Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dilakukannya penelitian ini adalah :

1. Mengetahui keterampilan sosial anak tunagrahita ringan di Sekolah Inklusif

(11)

Rosse Susilawaty Hernawan, 2014

Keterampilan Sosial Anak Tunagrahita Ringan Di Sekolah Inklusif

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

2. Mengetahui penerimaan lingkungan sosial di Sekolah Inklusif SDN 3 Sarijadi

Bandung terhadap anak tunagrahita ringan.

3. Mengetahui apa saja hambatan yang dihadapi anak tunagrahita ringan dalam

melakukan keterampilan sosial di Sekolah Inklusif SDN 3 Sarijadi Bandung.

4. Mengetahui upaya untuk mengembangkan keterampilan sosial anak tunagrahita

ringan di Sekolah Inklusif SDN 3 Sarijadi Bandung.

D. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini dapat mengungkap atau mendeskripsikan bagaimana

keterampilan sosial anak tunagrahita ringan di sekolah inklusif, sehingga tidak

muncul lagi keresahan masyarakat, orang tua ataupun guru dengan keberadaan

anak tunagrahita di sekolah inklusif. Disamping itu penelitian ini diharapkan

memiliki kegunaan ganda baik secara praktis, teoritis, maupun bagi

pengembangan ilmu pengetahuan peneliti. Kegunaan yang dimaksud dapat

berupa :

1. Kegunaan Teoritis

Pengembangan pengetahuan dari penelitian ini adalah dengan cara melihat

bagaimana keterampilan sosial anak tunagrahita ringan di sekolah inklusif

diharapkan akan memberikan gambaran yang jelas kepada masyarakat, orangtua

dan guru dalam mempertimbangkan anak tunagrahita sekolah di sekolah inklusif.

Dengan hasil penelitian ini diharapkan menjadi suatu tolak ukur untuk

mengetahui keterampilan sosial anak tunagrahita ringan dan menjadi acuan untuk

memberikan pelayanan yang sesuai agar keterampilan sosial anak tunagrahita

ringan dapat berkembang menjadi lebih baik. Selain itu, hasil penelitian ini juga

dapat memberikan gambaran sebagai dasar dan landasan pengembangan

(12)

Rosse Susilawaty Hernawan, 2014

Keterampilan Sosial Anak Tunagrahita Ringan Di Sekolah Inklusif

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

bagi pelayanan pendidikan inklusif bagi anak tunagrahita ringan, khususnya

dilihat dari aspek keterampilan sosial.

2. Kegunaan Praktis

a. Bagi orang tua yang memiliki anak tunagrahita

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi dan gambaran

mengenai pembinaan keterampilan sosial anak tunagrahita ringan yang dapat

dilakukan oleh orang tua. Selain itu, penelitian ini diharapkan mampu

memberikan pemahaman akan pentingnya mengembangkan potensi yang ada

dalam diri anak tunagrahita.

b. Bagi sekolah

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi mengenai

pengembangan keterampilan sosial anak tunagrahita ringan. Dengan demikian,

pihak sekolah dan orang tua dapat bekerja sama dalam membantu

mengembangkan keterampilan sosial anak tunagrahita.

c. Bagi peneliti

Penelitian ini menjadikan peneliti lebih paham mengenai perilaku adaptif

yang dimiliki siswa tunagrahita ringan, khususnya dalam bidang keterampilan

sosial. Ini dapat menjadi bekal pengetahuan bagi peneliti, untuk dapat

memberikan layanan bimbingan keterampilan sosial siswa tunagrahita di sekolah

(13)

Rosse Susilawaty Hernawan, 2014

Keterampilan Sosial Anak Tunagrahita Ringan Di Sekolah Inklusif

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yang bersifat deskriptif.

Dalam penelitian ini pada akhirnya akan mendapatkan hasil tentang keterampilan

sosial anak tunagrahita ringan di sekolah inklusif. Proses dari awal sampai akhir

dalam penelitian ini akan digambarkan sebagai berikut.

(gambar 3.1 bagan alur penelitian)

Keterangan bagan:

Hal pertama yang dilakukan peneliti adalah melakukan studi pendahuluan tentang

keterampilan sosial anak tunagrahita ringan di sekolah yang menerapkan program

GPK

WAWANCARA, OBSERVASI DAN DOKUMENTASI

KETERAMPILAN SOSIAL ATG RINGAN DI SEKOLAH INKLUSIF

STUDI PENDAHULUAN

FOKUS MASALAH

INSTRUMEN

PENGUMPULAN DATA

(14)

Rosse Susilawaty Hernawan, 2014

Keterampilan Sosial Anak Tunagrahita Ringan Di Sekolah Inklusif

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

inklusif. Setelah melakukan studi pendahuluan, dilanjutkan menentukan fokus

penelitian. Baru kemudian menyusun dan membuat instrumen penelitian.

Dengan instrumen tersebut peneliti mengumpulkan data terhadap sumber

data yaitu wali kelas, guru pendamping khusus, dan orang tua siswa. Data

dikumpulkan melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi. Dari keseluruhan

proses tersebut, maka dapat diketahui secara nyata keterampilan sosial anak

tunagrahita ringan di sekolah inklusif.

A. Tempat dan Subjek Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di sekolah dasar inklusif, yaitu sekolah dasar

yang melayani pendidikan seluruh peserta didik dengan berbagai kebutuhan dan

kemampuan yang dimilikinya. Tempat penelitian akan dilaksanakan di SDN 3

Sarijadi Bandung. Sekolah ini terletak di Kota Bandung yang merupakan daerah

pemukiman dengan tingkat sosial ekonomi yang cukup baik, dan memiliki guru

yang berkualitas serta sebagian besar berlatar belakang pendidikan strata 1 (S1).

Alasan peneliti melakukan penelitian di sekolah tersebut ialah karena sekolah ini

terletak cukup strategis dan didalamnya terdapat anak tunagrahita.

2. Subjek Penelitian

Profil anak

Nama : WAA

TTL : Bandung, 11 Desember 2004

Umur : 9 tahun

Anak ke : 3 dari 3 bersaudara

Alamat : Babakan Loa Wetan Gang Rokib RT 01 RW 06

Sekolah : SDN Sarijadi 3

(15)

Rosse Susilawaty Hernawan, 2014

Keterampilan Sosial Anak Tunagrahita Ringan Di Sekolah Inklusif

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Perkembangan yang dialami oleh subjek penelitian, A, dimulai dari masa

prenatal, natal, hingga ke postnatal ialah sebagai berikut. Pada masa prenatal,

kehamilan ibu tidak terjadi gangguang dan masalah. Semuanya berjalan lancar

dan normal layaknya kehamilan anak pada umumnya. Rentang kehamilan selama

8 bulan 3 minggu. Lalu pada saat natal pun proses persalinan dilakukan secara

normal, tidak ada operasi ataupun tindakan medis lain.Persalinan tersebut

dilakukan oleh bidan. Pada masa postnatal, usia 5 bulan anak mengalami demam

tinggi. Orangtua membawa anak ke dokter. Dokter mengatakan bahwa ada

kelainan kromosom yang menyebabkan anak mengalami ketunagrahitaan.

Semenjak saat itu orangtua secara rutin membawa anak ke dokter, untuk

mengetahui perkembangannya. Usia 1 tahun anak bisa bicara “mamah”, “papah”.

Namun selang beberapa waktu kemampuan tersebut hilang. Dokter menyarankan

agar orangtua yang harus lebih cerewet untuk mengajak bicara anak

(komunikasi). Usia 17 bulan anak menderita gejala bronchitis dan dirawat di

rumah sakit sekitar 1 minggu. Usia 2 tahun anak baru bisa berjalan. Kemudian

pada usia 2 tahun 9 bulan anak menjalani terapi okupasi dan wicara di rumah

sakit kurang lebih selama 3 tahun.

Orangtua mulai menyekolahkan anak pada usia 4,5 tahun di TK Daarul

Ikhlas. Kemudian pada usia 5,5 tahun anak bersekolah di TK Family Fest. Di

sekolah ini anak juga mengikuti terapi selama 1 tahun. Selain terapi wicara, terapi

yang dilakukan juga berkaitan dengan bidang akademik. Sebelum masuk SD,

anak disarankan oleh dokter dan juga sekolah Tk untuk melanjutkan sekolah di

SD inklusif. Hal ini dikarenakan anak dirasa mampu untuk mengikuti kegiatan

pembelajaran di sekolah umum. Meskipun bersekolah di sekolah inklusif, anak

tetap didampingi oleh guru pendamping khususnya. Untuk selanjutnya, dalam

penelitian ini anak diinisialkan menjadi A.

B. Metode Penelitian

Menurut Sugiyono (2013), secara umum metode penelitian diartikan sebagai

(16)

Rosse Susilawaty Hernawan, 2014

Keterampilan Sosial Anak Tunagrahita Ringan Di Sekolah Inklusif

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian itu didasarkan pada ciri-ciri keilmuan, yaitu rasional, empiris, dan sistematis. Rasional berarti kegiatan penelitian itu dilakukan dengan cara-cara yang masuk akal, sehingga terjangkau oleh penalaran manusia. Empiris berarti cara-cara yang dilakukan itu dapat diamati oleh indera manusia, sehingga orang lain dapat mengamati dan mengetahui cara-cara yang digunakan. Sistematis artinya proses yang digunakan dalam penelitian itu menggunakan langkah-langkah tertentu yang bersifat logis.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat dikemukakan bahwa, metode

penelitian pendidikan dapat diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data

yang valid dengan tujuan dapat ditemukan, dikembangkan, dan dibuktikan, suatu

pengetahuan tertentu sehingga pada gilirannya dapat digunakan untuk memahami,

memecahkan, dan mengantisipasi masalah dalam bidang pendidikan. Secara

umum, “metode penelitian terbagi menjadi dua yaitu metode penelitian kuantitatif

dan metode penelitian kualitatif” (Sugiyono:2013).

Metode penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, teknik pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara random, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif / statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan. Filsafat positivisme memandang realitas / gejala / fenomena itu dapat diklasifikasikan, relatif tetap, konkrit, teramati, terukur, dan hubungan gejala bersifat sebab akibat.

(Sugiyono:2013)

Di dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Metode

penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat

postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah,

(sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen

kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposive dan

snowbaal, teknik pengumpulan data dengan triangulasi (gabungan), analisis data

bersifat induktif / kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan

makna daripada generalisasi. Filsafat postpositivisme memandang realitas sosial

sebagai sesuatu yang holistik / utuh, kompleks, dinamis, penuh makna, dan

(17)

Rosse Susilawaty Hernawan, 2014

Keterampilan Sosial Anak Tunagrahita Ringan Di Sekolah Inklusif

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

alamiah. Obyek yang alamiah adalah obyek yang berkembang apa adanya, tidak

dimanipulasi oleh peneliti dan kehadiran peneliti tidak begitu mempengaruhi

dinamika pada obyek tersebut. Dalam penelitian kualitatif instrumennya adalah

orang atau human instrument, yaitu peneliti itu sendiri. Untuk dapat menjadi

instrumen, maka peneliti harus memiliki bekal teori dan wawasan yang luas,

sehingga mampu bertanya, menganalisis, memotret, dan mengkonstruksi situasi

sosial yang diteliti menjadi lebih jelas dan bermakna. Untuk mendapatkan

pemahaman yang lebih luas dan mendalam terhadap situasi sosial pendidikan

yang diteliti, maka teknik pengumpulan data bersifat triangulasi, yaitu

menggunakan berbagai teknik pengumpulan data secara gabungan / simultan.

Analisis data yang dilakukan bersifat induktif berdasarkan fakta-fakta yang

ditemukan di lapangan dan kemudian dikonstruksikan menjadi hipotesis atau

teori. Metode kualitatif digunakan untuk mendapatkan data yang mendalam, suatu

data yang mengandung makna. Makna adalah data yang sebenarnya, data yang

pasti yang merupakan suatu nilai di balik data yang tampak. Oleh karena itu

dalam penelitian kualitatif tidak menekankan pada generalisasi, tetapi lebih

menekankan pada makna.

Metode merupakan hal penting yang diperlukan dalam suatu penelitian

dengan tujuan untuk memandu seorang peneliti. Suatu penelitian akan efektif

dalam mencapai tujuan sesuai dengan yang diharapkan apabila memperhatikan

metode yang akan digunakan. “Metode penelitian kualitatif disebut juga

penelitian naturalistik” (S. Nasution, 1992:18), disebut kualitatif karena data yang

dikumpulkan bercorak kualitatif bukan kuantitatif karena tidak mengunakan

alat-alat pengukur. Disebut natularistik karena situasi lapangan penelitian bersifat

natural atau wajar sebagaimana adanya tanpa manipulasi, diatur dengan

eksperimen atau tes.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif yang bertujuan untuk

memperoleh gambaran mengenai bagaimana keterampilan sosial anak tunagrahita

ringan di sekolah inklusif. Penelitian ini bersifat deskriptif karena didalamnya

(18)

Rosse Susilawaty Hernawan, 2014

Keterampilan Sosial Anak Tunagrahita Ringan Di Sekolah Inklusif

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dimana peneliti berusaha memotret peristiwa dan kejadian yang menjadi fokus

penelitian untuk kemudian dijabarkan sebagimana adanya. Adapun pendekatan

yang digunakan adalah dengan pendekatan yang bersifat kualitatif naturalistik

yaitu sikap pendekatan yang dilakukan secara alamiah dengan mendeskripsikan

hasil penelitian yang diperoleh di lapangan.

Moleong (2004:3) mengemukakan lima karakteristik utama penelitian

kualitatif, yaitu:

1. Peneliti sendiri sebagai instrumen utama untuk mendatangi secara langsung sumber data.

2. Mengimplikasikan data yang dikumpulkan dalam penelitian ini lebih cenderung dalam bentuk kata-kata daripada angka.

3. Menjelaskan bahwa hasil penelitian lebih menekankan kepada proses, tidak semata-mata kepada hasil.

4. Melalui analisis peneliti mengungkap makna dari keadaan yang diamati. 5. Mengungkap makna sebagai hasil yang esensial dari pendekatan kualitatif.

Karakteristik penelitian kualitatif menurut Bogdan and Biklen dalam

Sugiyono (2013 : 21) adalah sebagai berikut.

a. Qualitative research has the natural setting as the direct source of data and researcher is the key instrument.

b. Qualitative research is descriptive. The data collected is in the form of words of pictures rather than number.

c. Qualitative research are concerned with process rather than simply with outcomes or products.

d. Qualitative research tend to analyze their data inductively.

e. “Meaning” is of essential to the qualitative approach.

Berdasarkan karakteristik tersebut dapat dikemukakan disini bahwa

penelitian kualitatif itu:

a. Dilakukan pada kondisi yang alamiah, (sebagai lawannya adalah

eksperimen), langsung ke sumber data dan peneliti adalah instrumen kunci.

b. Penelitian kualitatif lebih bersifat deskriptif. Data yang terkumpul berbentuk

kata-kata atau gambar, sehingga tidak menekankan pada angka.

c. Penelitian kualitatif lebih menekankan pada proses daripada produk.

(19)

Rosse Susilawaty Hernawan, 2014

Keterampilan Sosial Anak Tunagrahita Ringan Di Sekolah Inklusif

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

e. Penelitian kualitatif lebih menekankan makna (data dibalik yang teramati).

Erickson dalam Sugiyono (2013 : 22) menyatakan bahwa ciri-ciri penelitian

kualitatif adalah sebagai berikut.

1. Intensive, long term participation in field setting.

2. Careful recording of what happens in the setting by writing field notes and interview notes by collecting other kinds of documentary evidence.

3. Analytic reflection on the documentary records obtained in the field.

4. Reporting the result by means of detailed descriptions, direct quotes from interview, and interpretative commentary.

Berdasarkan hal tersebut dapat dikemukakan bahwa, metode penelitian

kualitatif itu dilakukan secara intensif, peneliti ikut berpartisipasi lama di

lapangan, mencatat secara hati-hati apa yang terjadi, melakukan analisis reflektif

terhadap berbagai dokumen yang ditemukan di lapangan, dan membuat laporan

penelitian secara mendetail. Alasan peneliti menggunakan metode penelitian

kualitatif disini antara lain karena:

1. Untuk memahami makna di balik data yang tampak. Gejala sosial sering tidak

bisa dipahami berdasarkan apa yang diucapkan dan dilakukan orang. Setiap

ucapan dan tindakan orang sering mempunyai makna tertentu. Data untuk

mencari makna dari setiap perbuatan tersebut hanya cocok diteliti dengan

metode kualitatif, dengan teknik wawancara mendalam, observasi berperan

serta, dan dokumentasi.

2. Untuk memahami interaksi sosial. Interaksi sosial yang kompleks hanya dapat

diurai jika peneliti melakukan penelitian dengan metode kualitatif dengan cara

ikut berperan serta, wawancara mendalam terhadap interaksi sosial tersebut.

Dengan demikian akan dapat ditemukan pola-pola hubungan yang jelas.

3. Memahami perasaan orang. Perasaan orang sulit dimengerti jika tidak diteliti

dengan metode kualitatif, dengan teknik pengumpulan data wawancara

mendalam, dan observasi berperan serta untuk ikut merasakan apa yang

(20)

Rosse Susilawaty Hernawan, 2014

Keterampilan Sosial Anak Tunagrahita Ringan Di Sekolah Inklusif

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

4. Untuk mengembangkan teori. Metode kualitatif paling cocok digunakan untuk

mengembangkan teori yang dibangun melalui data yang diperoleh di lapangan.

Teori yang demikian dibangun melalui grounded research. Dengan metode

kualitatif peneliti pada tahap awalnya melakukan penjelajahan, selanjutnya

melakukan pengumpulan data yang mendalam sehingga dapat ditemukan

hipotesis yang berupa hubungan antar gejala. Hipotesis tersebut selanjutnya

diverifikasi dengan pengumpulan data yang lebih mendalam. Bila hipotesis

terbukti, maka akan menjadi teori.

5. Untuk memastikan kebenaran data. Data sosial sering sulit dipastikan

kebenarannya. Dengan metode kualitatif, melalui teknik pengumpulan data

secara triangulasi / gabungan (karena dengan teknik pengumpulan data tertentu

belum dapat menemukan apa yang dituju, maka ganti teknik lain), maka

kepastian data akan lebih terjamin. Selain itu dengan metode kualitatif, data

yang diperoleh diuji kredibilitasnya, dan penelitian berakhir setelah data itu

jenuh maka kepastian data akan dapat diperoleh.

C. Instrumen Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data

Dalam suatu penelitian, menyusun instrumen merupakan pekerjaan penting.

Menurut Nasution (1992) , instrumen adalah “alat yang digunakan pada saat

peneliti menggunakan suatu metode”. Instrumen penelitian adalah pedoman

tertulis tentang wawancara atau pengamatan, maupun daftar pertanyaan yang

telah dipersiapkan untuk mendapatkan informasi dari responden.

Penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif naturalistik, peneliti

bertindak sebagai peneliti dan instrumen penting dalam penelitian yang

dilakukan, peneliti merupakan perencana, pelaksana, pengumpul data,

penganalisis, penafsir data dan menjadi pelapor hasil penelitian yang dilakukan.

Dalam hal ini peneliti sebagai instrumen utama mengadakan hubungan langsung

dengan responden dan objek lainnya dalam memahami fenomena yang ada di

(21)

Rosse Susilawaty Hernawan, 2014

Keterampilan Sosial Anak Tunagrahita Ringan Di Sekolah Inklusif

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

seberapa jauh peneliti kualitatif siap melakukan penelitian yang selanjutnya terjun

ke lapangan. Validasi terhadap peneliti sebagai instrumen meliputi validasi

terhadap pemahaman metode penelitian kualitatif, penguasaan wawasan terhadap

bidang yang diteliti, kesiapan peneliti untuk memasuki obyek penelitian, baik

secara akademik maupun logistiknya. Yang melakukan validasi adalah peneliti

sendiri, melalui evaluasi diri seberapa jauh pemahaman trhadap metode kualitatif,

penguasaan teori dan wawasan terhadap bidang yang diteliti, serta kesiapan dan

bekal memasuki lapangan. Peneliti kualitatif sebagai human instrument, berfungsi

menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan

pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data dan

membuat kesimpulan atas temuannya.

Segala sesuatu yang akan dicari dari obyek penelitian kualitatif belum jelas

dan pasti masalahnya, sumber datanya, hasil yang diharapkan semuanya belum

jelas. Rancangan penelitian masih bersifat sementara dan akan berkembang

setelah peneliti memasuki obyek penelitian. Selain itu dalam memandang realitas,

penelitian kualitatif berasumsi bahwa realitas itu bersifat holistik (menyeluruh),

dinamis, tidak dapat dipisah-pisahkan ke dalam variabel-variabel penelitian.

Kalaupun dapat dipisah-pisahkan, variabelnya akan banyak sekali. Dengan

demikian dalam penelitian kualitatif ini belum dapat dikembangkan instrumen

penelitian sebelum masalah yang diteliti jelas sama sekali. Oleh karena itu dalam

penelitian kualitatif “the researcher is the key instrument”. Jadi peneliti merupakan instrumen kunci dalam penelitian kualitatif. Dalam penelitian

kualitatif instrumen utamanya adalah peneliti sendiri, namun selanjutnya setelah

fokus penelitian menjadi jelas, maka kemungkinan akan dikembangkan instrumen

penelitian sederhana, yang diharapkan dapat melengkapi data dan

membandingkan dengan data yang telah ditemukan melalui observasi dan

wawancara.

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam

penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa

(22)

Rosse Susilawaty Hernawan, 2014

Keterampilan Sosial Anak Tunagrahita Ringan Di Sekolah Inklusif

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

yang memenuhi standar data yang ditetapkan. Pengumpulan data dapat dilakukan

dalam berbagai setting, berbagai sumber, dan berbagai cara. Bila dilihat dari

setting-nya, data dapat dikumpulkan pada setting alamiah (natural setting), pada

laboratorium dengan metode eksperimen, di sekolah dengan tenaga pendidik dan

kependidikan, di rumah dengan berbagai responden, pada suatu seminar, diskusi,

di jalan dan lain-lain. Bila dilihat dari sumber datanya, maka pengumpulan data

dapat menggunakan sumber primer dan sumber sekunder. Sumber primer adalah

sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data, dan sumber

sekunder merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data kepada

pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau lewat dokumen. Selanjutnya bila

dilihat dari segi cara atau teknik pengumpulan data, maka teknik pengumpulan

data dapat dilakukan dengan observasi (pengamatan), interview (wawancara),

kuesioner (angket), dokumentasi dan gabungan keempatnya. Pengumpulan data

dalam penelitian ini dilakukan pada natural setting (kondisi yang alamiah),

sumber data primer, dan teknik pengumpulan data lebih banyak pada observasi

berperan serta (participant observation), wawancara mendalam / tak berstruktur

dan dokumentasi.

a. Observasi

Beberapa informasi yang diperoleh dari hasil observasi adalah ruang

(tempat), pelaku, kegiatan, objek, perbuatan, kejadian atau peristiwa, waktu, dan

perasaan. Alasan peneliti melakukan observasi adalah untuk menyajikan

gambaran realistik perilaku atau kejadian, untuk menjawab pertanyaan, untuk

membantu mengerti perilaku manusia, dan untuk evaluasi yaitu melakukan

pengukuran terhadap aspek tertentu dengan melakukan umpan balik terhadap

pengukuran tersebut. Observasi dilakukan dengan cara melihat fakta yang terjadi

di lapangan dan mengumpulkan data yang berkaitan dengan masalah yang akan

(23)

Rosse Susilawaty Hernawan, 2014

Keterampilan Sosial Anak Tunagrahita Ringan Di Sekolah Inklusif

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Bentuk observasi yang digunakan dalam penelitian ini ialah observasi

partisipasi. Moleong (2004) mengemukakan bahwa “observasi partisipasi adalah

metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian

melalui pengamatan dan pengindraan dimana observer atau peneliti benar-benar

terlibat dalam keseharian responden”. Dalam observasi ini, peneliti terlibat

dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan

sebagai sumber data penelitian. Sambil melakukan pengamatan, peneliti ikut

melakukan apa yang dikerjakan oleh sumber data, dan ikut merasakan suka

dukanya. Dengan observasi partisipasi ini, maka data yang diperoleh akan lebih

lengkap, tajam, dan sampai mengetahui pada tingkat makna dari setiap perilaku

yang tampak.

Susan Stainback dalam Sugiyono (2013 : 311) menyatakan:’In participant observation, the researcher what people do, listen to what they say, and

participates in their activities’.Dalam observasi partisipasi, peneliti mengamati

apa yang dikerjakan orang, mendengarkan apa yang mereka ucapkan, dan

berpartisipasi dalam aktivitas mereka.

b. Wawancara

Wawancara merupakan alat pembuktian terhadap informasi atau keterangan

yang diperoleh sebelumnya. Teknik wawancara yang digunakan dalam penelitian

kualitatif adalah wawancara mendalam atau bisa disebut wawancara tak

berstruktur. Menurut Moleong (2004), wawancara mendalam adalah sebagai

berikut.

Proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman wawancara, di mana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama.

Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara tak

berstruktur, atau biasa juga disebut wawancara mendalam. Margono (2009)

(24)

Rosse Susilawaty Hernawan, 2014

Keterampilan Sosial Anak Tunagrahita Ringan Di Sekolah Inklusif

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun

secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya”. Pedoman wawancara

yang digunakan hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang akan

ditanyakan. Wawancara tidak terstruktur atau terbuka, sering digunakan dalam

penelitian pendahuluan atau untuk penelitian yang lebih mendalam tentang

subyek yang diteliti. Wawancara dilakukan untuk mengetahui profil anak

tunagrahita serta untuk mendapatkan informasi mengenai keterampilan sosial

yang dimiliki anak. Wawancara dilakukan kepada guru kelas, guru pendamping

khusus, orang tua dan satu orang teman sekelasnya.

Lincoln and Guba dalam Sugiyono (2013: 322), mengemukakan ada tujuh

langkah dalam penggunaan wawancara untuk mengumpulkan data dalam

penelitian kualitatif, yaitu:

1) Menetapkan kepada siapa wawancara itu akan dilakukan.

2) Menyiapkan pokok-pokok masalah yang akan menjadi bahan pembicaraan. 3) Mengawali atau membuka alur wawancara.

4) Melangsungkan alur wawancara.

5) Mengkonfirmasikan ikhtisar hasil wawancara dan mengakhirinya. 6) Menuliskan hasil wawancara ke dalam catatan lapangan.

7) Mengidentifikasi tindak lanjut hasil wawancara yang telah diperoleh.

Hasil wawancara harus segera dicatat setelah selesai melakukan wawancara

agar tidak lupa bahkan hilang. Karena wawancara dilakukan secara terbuka dan

tidak berstruktur, maka peneliti perlu membuat rangkuman yang lebih sistematis

terhadap hasil wawancara. Dari berbagai sumber data, perlu dicatat mana data

yang dianggap penting, yang tidak penting, dan data yang sama dikelompokkan.

Hubungan satu data dengan data yang lain perlu dikontruksikan, sehingga

menghasilkan pola dan makna tertentu.data yang masih diragukan perlu

ditanyakan kembali kepada sumber data lama atau yang baru agar memperoleh

ketuntasan dan kepastian.

(25)

Rosse Susilawaty Hernawan, 2014

Keterampilan Sosial Anak Tunagrahita Ringan Di Sekolah Inklusif

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Nasution (1992) menyatakan “dokumen merupakan catatan peristiwa yang

sudah berlalu.dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya

monumental dari seseorang”. Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya catatan

harian, sejarah kehidupan, ceritera, biografi, peraturan, kebijakan. Dokumen yang

berbentuk gambar, misalnya foto, gambar hidup, sketsa, dan lain-lain. Dokumen

yang berbentuk karya misalnya karya seni, yang dapat berupa gambar, patung,

film, dan lain-lain. Studi dokumentasi merupakan pelengkap dari penggunaan

metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif.

Hasil penelitian dari observasi atau wawancara, akan lebih kredibel / dapat

dipercaya jika didukung oleh sejarah pribadi kehidupan di masa kecil, di sekolah,

di tempat kerja, di masyarakat, dan autobiografi. Hasil penelitian juga akan

semakin kredibel apabila didukung oleh foto-foto atau karya tulis akademik dan

seni yang telah ada. Pengumpulan data melalui dokumen tertulis yang dikeluarkan

oleh pihak sekolah dan data yang diperoleh melalui observasi dan wawancara

dengan cara peneliti menganalisis segala bentuk dokumentasi yang berkaitan

dengan penelitian. Dalam hal ini dokumen yang digunakan penulis adalah berupa

pengumpulan informasi data mengenai keterampilan sosial anak tunagrahita

ringan di sekolah inklusif SDN 3 Sarijadi Bandung .

D. Pengujian Keabsahan Data

Keabsahan data dalam penelitian ini menggunakan teknik triangulasi data

yaitu yang tidak sekedar menilai kebenaran data, melainkan menyelidiki tingkat

kebenaran tafsiran kita mengenai data tersebut, sehingga memperkuat tingkat

kebenaran data yang diperoleh. Untuk memperoleh keabsahan data dilakukan

dengan triangulasi yaitu pengecekan kebenaran data dari data sumber lain.

Triangulasi data yang dilakukan bermaksud untuk mengecek atau

membandingkan data yang telah diperoleh melalui observasi. Untuk maksud

tersebut peneliti mengadakan wawancara kepada guru kelas, orang tua, teman

(26)

Rosse Susilawaty Hernawan, 2014

Keterampilan Sosial Anak Tunagrahita Ringan Di Sekolah Inklusif

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dokumentasi terhadap dokumen yang berhubungan dengan data-data dalam

penelitian.

Berkaitan dengan keabsahan data Moleong (2004:330) menyatakan bahwa “teknik triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau

sebagai pembanding terhadap data itu”. Mengacu dari penjelasan tersebut, maka

model triangulasi yang dilakukan dalam penelitian ini ialah membandingkan hasil

pengamatan dengan wawancara, dan membandingkan data tersebut dengan isi

dokumen yang terkait. Dengan demikian derajat kepercayaan informasi yang

diperoleh dalam penelitian terjamin.

Proses memperoleh data atau informasi didalam penelitian dilakukan secara

sirkuler, berulang-ulang dengan berbagai cara dan dari berbagai sumber. Menurut

Sugiyono (2013), setiap proses pengumpulan data dilakukan melalui lima

tahapan.

1) Peneliti memasuki obyek penelitian atau sering disebut sebagai situasi sosial (yang terdiri atas tempat, pelaku, dan aktivitas), peneliti berfikir apa yang akan ditanyakan.

2) Setelah menemukan apa yang akan ditanyakan, maka peneliti selanjutnya bertanya pada orang-orang yang dijumpai pada tempat tersebut.

3) Setelah pertanyaan diberi jawaban, peneliti akan menganalisis apakah jawaban yang diberikan itu betul atau tidak.

4) Jika jawaban atas pertanyaan dirasa betul, maka dibuatlah kesimpulan.

5) Pada tahap ke lima, peneliti mencandra kembali terhadap kesimpulan yang telah dibuat. Apakah kesimpulan yang telah dibuat itu kredibel atau tidak. Untuk memastikan kesimpulan yang telah dibuat tersebut, maka peneliti masuk lapangan lagi, mengulangi pertanyaan dengan cara dan sumber yang berbeda, tetapi tujuan sama. Jika kesimpulan telah diyakini memiliki kredibilitas yang tinggi, maka pengumpulan data dinyatakan selesai.

Temuan atau data dalam penelitian kualitatif dapat dinyatakan valid apabila

tidak ada perbedaan antara yang dilaporkan peneliti dengan apa yang

sesungguhnya terjadi pada obyek yang diteliti. Tetapi perlu diketahui bahwa

kebenaran realitas data menurut penelitian kualitatif tidak bersifat tunggal, tetapi

jamak dan tergantung pada kemampuan peneliti mengkonstruksi fenomena yang

(27)

Rosse Susilawaty Hernawan, 2014

Keterampilan Sosial Anak Tunagrahita Ringan Di Sekolah Inklusif

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

individu dengan berbagai latar belakangnya. Menurut Moleong (2004), “reliabilitas menurut penelitian kualitatif, suatu realitas itu bersifat majemuk / ganda, dinamis / selalu berubah, sehingga tidak ada yang konsisten, dan berulang

seperti semula”. Heraclites dalam Sugiyono (2013) menyatakan bahwa „kita tidak

bisa dua kali masuk sungai yang airnya sama‟. Air mengalir terus, waktu terus

berubah, situasi senantiasa berubah dan demikian pula perilaku manusia yang

terlibat dalam situasi sosial. Dengan demikian tidak ada suatu data yang tetap /

konsisten / stabil.

E. Teknik Analisis Data

Peneliti mempergunakan analisis kualitatif untuk menganalisis data. Pada

penelitian kualitatif analisis data dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan,

selama di lapangan, dan setelah selesai di lapangan. Analisis data menjadi

pegangan bagi penelitian selanjutnya sampai jika mungkin, teori yang

berkembang. Namun dalam penelitian kualitatif, analisis data lebih difokuskan

selama proses di lapangan bersamaan dengan pengumpulan data. Dalam

kenyataannya, analisis data kualitatif berlangsung selama proses pengumpulan

data daripada setelah selesai pengumpulan data. Data yang diperoleh di lapangan

harus segera dituangkan dalam bentuk tulisan dan dianalisis. Pada tahap ini

disebut tahap orientasi atau deskripsi, yakni peneliti mendeskripsikan apa yang

dilihat, didengar, dirasakan dan ditanyakan. Disini peneliti baru mengenal serba

sepintas terhadap informasi yang diperolehnya. Selanjutnya, peneliti mereduksi

segala informasi yang telah diperoleh. Pada proses reduksi ini, peneliti mereduksi

data yang ditemukan pada tahap awal (deskripsi) untuk memfokuskan pada

masalah tertentu. Pada tahap reduksi ini peneliti menyortir data dengan cara

memilih mana data yang menarik, penting, berguna dan baru. Data yang dirasa

tidak dipakai disingkirkan. Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka data-data

tersebut selanjutnya dikelompokkan menjadi berbagai kategori yang ditetapkan

sebagai fokus penelitian. Tahap berikutnya adalah tahap selection. Pada tahap ini

(28)

Rosse Susilawaty Hernawan, 2014

Keterampilan Sosial Anak Tunagrahita Ringan Di Sekolah Inklusif

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

peneliti melakukan analisis yang mendalam terhadap data dan informasi yang

diperoleh, maka peneliti dapat menemukan tema dengan cara mengkonstruksikan

data yang diperoleh menjadi sesuatu bangunan pengetahuan, hipotesis atau ilmu

yang baru. Hasil akhir dari penelitian kualitatif, bukan sekedar menghasilkan data

atau informasi yang sulit dicari melalui metode kuantitatif, tetapi juga harus

mampu menghasilkan informasi-informasi yang bermakna, bahkan hipotesis atau

ilmu baru yang dapat digunakan untuk membantu mengatasi masalah dan

meningkatkan taraf hidup manusia.

Data hasil penelitian akan dianalisis secara kualitatif dengan menggunakan

tiga tahapan, menurut S. Nasution (1992:129) mengklasifikasikannya sebagai

berikut :

a. Reduksi Data

Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk itu maka perlu dicatat secara teliti dan rinci. Langkah awal dalam menganalisis data adalah melakukan reduksi data. Mereduksi data artinya merangkum, melihat hal-hal yang pokok pada hal-hal yang penting guna memberikan gambaran yang jelas dan tajam tentang hasil pengamatan juga mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data yang selanjutnya dan mencarinya bila diperlukan. Adapun tujuan reduksi data adalah untuk mempermudah pemahaman terhadap data yang dikumpulkan.

Reduksi data merupakan proses berpikir sensitif yang memerlukan kecerdasan, keluasan, dan kedalaman wawasan yang tinggi. Bagi peneliti yang masih baru, dalam melakukan reduksi data dapat mendiskusikan pada teman atau orang lain yang dipandang ahli. Melalui diskusi itu, maka wawasan peneliti akan berkembang, sehingga dapat mereduksi data-data yang memiliki nilai temuan dan pengembangan teori yang signifikan.

b. Display Data (Penyajian Data)

Langkah selanjutnya setelah reduksi data adalah merangkum temuan-temuan penelitian berdasarkan pada aspek-aspek yang diteliti. Display data dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antara kategori. Yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif. Melalui display data maka data terorganisasikan, tersusun dalam pola hubungan sehingga dapat memudahkan untuk memahami gambaran keseluruhan dari aspek yang diteliti. Display data juga akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut.

(29)

Rosse Susilawaty Hernawan, 2014

Keterampilan Sosial Anak Tunagrahita Ringan Di Sekolah Inklusif

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

berlangsung agak lama di lapangan akan mengalami perkembangan data. Untuk itu maka peneliti harus selalu menguji apa yang telah ditemukan pada saat memasuki lapangan yang masih bersifat hipotetik itu berkembang atau tidak. Bila setelah lama memasuki lapangan ternyata hipotesis yang dirumuskan selalu didukung oleh data pada saat dikumpulkan di lapangan, maka hipotesis tersebut terbukti, dan akan berkembang menjadi teori yang grounded. Teori grounded adalah teori yang ditemukan di lapangan, dan selanjutnya diuji melalui pengumpulan data yang terus-menerus. Bila pola-pola yang ditemukan telah didukung oleh data selama penelitian, maka pola tersebut sudah menjadi pola yang baku yang tidak lagi berubah. Pola tersebut selanjutnya didisplaykan pada laporan akhir penelitian.

c. Menyimpulkan Data

Merupakan kegiatan akhir yang dilakukan dalam menganalisis data, yakni dengan mengambil kesimpulan yang dibuat dalam bentuk pertanyaan singkat yang mengacu pada permasalahan yang diteliti. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.

Berdasarkan uraian di atas, kesimpulan dalam penelitian kualitatif mungkin

dapat menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi mungkin

juga tidak, karena seperti telah dikemukakan bahwa masalah dan rumusan

masalah dalam penelitian kualitatif masih bersifat sementara dan akan

(30)

Rosse Susilawaty Hernawan, 2014

Keterampilan Sosial Anak Tunagrahita Ringan Di Sekolah Inklusif

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Keterampilan sosial sangatlah penting dimiliki oleh seorang anak, karena

dengan kemampuan keterampilan sosial anak mampu bergaul dan berinteraksi

dengan temannya. Hal ini membuat anak tidak dikucilkan dari kelompok

bermainnya. Selain itu, keterampilan sosial juga dianggap penting, karena ketika

anak sudah dewasa nanti, anak perlu bersosialisasi dengan lingkungannya,

terutama berkaitan dengan kemandirian.

Subjek penelitian (A) di lokasi penelitian sudah memiliki keterampilan

sosial cukup baik. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa A cukup mampu

berpartisipasi dalam permainan kelompok, komunikasi dan interaksi dengan

anak-anak yang lain, menyesuaikan diri dengan kelompok kelasnya, mengungkapkan

perasaannya melalui sikap (ketika bahagia, sedih, kesal / marah), dan bersikap

sopan-santun dalam berbicara dengan orang lain. Akan tetapi, A masih kurang

mampu dalam menyesuaikan diri apabila menerima tugas yang baru,

berpartisipasi dalam kesibukan kelompok (misalnya diskusi), mengikuti ketentuan

suatu kelompok bermain (misalnya aturan bermain sepak bola), dan mengambil

keputusan sendiri.

Keterampilan sosial yang dimiliki A sangat berkaitan dengan ‘mood’. Jika A

sedang ‘good mood’, A mampu melakukan keterampilan sosial dengan cukup

baik. Tapi sebaliknya, jika A sedang ‘bad mood’, A kurang mampu berinteraksi

dan melakukan keterampilan sosial lainnya. Lingkungan sosial di sekolah, baik

itu siswa reguler maupun orang tua siswa reguler, dapat menerima keberadaan

dan kondisi A. Mereka memperlakukan A dengan cukup baik.

GPK A dan guru kelas melakukan beberapa upaya (bimbingan) dalam

mengembangkan keterampilan sosial anak. Bimbingan ini dipadukan dengan

program pembelajaran, sehingga dilakukan secara langsung kepada anak. Baik

(31)

Rosse Susilawaty Hernawan, 2014

Keterampilan Sosial Anak Tunagrahita Ringan Di Sekolah Inklusif

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

terhadap A. Hal ini disebabkan karena anak dianggap sudah cukup mampu

melakukan keterampilan sosial.

Apabila ditinjau dari hasil penelitian tersebut, maka pihak orang tua yang

memiliki anak tunagrahita ringan, guru reguler, maupun masyarakat pada

umumnya tidak perlu merasa ragu dalam menyekolahkan anak tunagrahita ringan

di sekolah inklusif. Pada kenyataannya di lapangan, anak tunagrahita ringan

mampu bergaul dengan siswa reguler dan melakukan keterampilan sosial dengan

cukup baik. Selain itu, semua pihak baik itu siswa reguler maupun orang tua

siswa reguler sudah menerima keberadaan anak tunagrahita ringan di sekolah.

B. Implikasi

Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat menjadi refleksi bagi setiap

pihak-pihak yang berkaitan, untuk dapat lebih maksimal dan optimal dalam membantu

peserta didik, khususnya yang memiliki hambatan. Berikut saran dan rekomendasi

yang dapat diberikan penulis dari hasil penelitian ini, antara lain:

1. Bagi GPK

Seperti yang telah dijelaskan pada uraian sebelumnya, bahwa salah satu

syarat sekolah yang inklusif yaitu adanya tenaga Guru Pendamping Khusus

(GPK). Tugas GPK adalah membantu guru reguler dalam melaksanakan

kegiatan pembelajaran selama di kelas dan di sekolah umumnya. Bantuan

tersebut dilakukan dengan cara memberikan bimbingan kepada anak

berkebutuhan khusus, terutama dalam aspek non-akademik (perilaku

keterampilan sosial). Bimbingan dapat dilakukan secara terpadu dalam

kegiatan pembelajaran. Sebagai contoh, GPK mengendalikan perilaku anak di

kelas jika anak berperilaku yang kurang baik, serta membantu anak bermain

dan berinteraksi dengan teman-temannya. Hal ini penting dilakukan oleh

GPK, karena nantinya anak akan hidup di lingkungan masyarakat.

(32)

Rosse Susilawaty Hernawan, 2014

Keterampilan Sosial Anak Tunagrahita Ringan Di Sekolah Inklusif

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Guru reguler (guru kelas) di sekolah inklusif adalah partner dari Guru

Pendamping Khusus (GPK). Jadi, diharapkan guru reguler dan GPK dapat

saling bekerjasama untuk melakukan bimbingan dalam hal pengembangan

keterampilan sosial anak tunagrahita ringan. Koordinasi dapat dilakukan

dengan cara sharing dan diskusi membahas hambatan dan kebutuhan yang

dihadapi oleh anak. Jika anak tunagrahita ringan mulai menunjukkan perilaku

yang tidak bersahabat kepada teman-temannya, maka guru dan GPK bisa

berdiskusi untuk menangani hal tersebut. Selain itu, apabila guru dapat

merespon dengan perhatian dan pemahaman kepada anak tunagrahita ringan,

maka anak akan percaya pada guru dan mau meminta bantuan, serta rasa

percaya diri anak terhadap kemampuan dalam belajar akan meningkat.

3. Bagi Orang Tua

Keluarga sebagai orang terdekat dengan anak, harus lebih mengetahui

kebutuhan anak dan harus memberikan motivasi serta bimbingan terhadap

anak. Bimbingan mengenai keterampilan sosial yang lebih intens juga perlu

dilakukan orang tua kepada anaknya. Orang tua adalah sosok yang selalu

bersama dan lebih lama dalam segi kuantitas waktunya. Hal tersebut perlu

dimanfaatkan oleh orang tua secara efektif dan efisien mungkin. Bentuk kasih

sayang dan ketulusan adalah hal yang mutlak harus diberikan kepada anak

agar anak tersebut merasa nyaman dalam menjalani kehidupan sehari-harinya.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Dari hasil penelitian ini, semoga dapat menjadi suatu acuan dan dapat

memberikan gambaran secara umum mengenai bagaimana keterampilan sosial

yang dimiliki oleh anak tunagrahita ringan di sekolah inklusif. Penelitian ini

dimaksudkan untuk melihat sejauh mana keterampilan sosial dimiliki oleh

anak tunagrahita ringan di sekolah, dan upaya apa saja yang dilakukan oleh

guru reguler maupun GPK dalam mengembangkan keterampilan sosial ATG

(33)

Rosse Susilawaty Hernawan, 2014

Keterampilan Sosial Anak Tunagrahita Ringan Di Sekolah Inklusif

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

penelitian yang berkaitan dengan penelitian ini dapat menjadi masukan agar

(34)

Rosse Susilawaty Hernawan, 2014

Keterampilan Sosial Anak Tunagrahita Ringan Di Sekolah Inklusif

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR PUSTAKA

Alimin. Z., Rochyadi, E. (2007). Modul 3 : Hambatan Belajar dan Perkembangan Anak dengan Gangguan Kognitif atau Kecerdasan Unit 1. Bandung : tidak diterbitkan

Amin, M. (1994). Ortopedagogik Anak Tunagrahita. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tenaga Guru

Delphie. B, (2009). Bimbingan Perilaku Adaptif : Anak dengan Hendaya Perkembangan Fungsional. Sleman: PT Intan Sejati Klaten

_________ (2009). Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus dalam Setting Pendidikan Inklusi. Sleman: PT Intan Sejati Klaten

...(2006). Pembelajaran Anak Tunagrahita. Bandung : Refika Aditama

...(2005). Bimbingan Konseling untuk Perilaku Non-Adaptif. Bandung : Pustaka Bani Quraisy

Hasan A. (2000). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

Hurlock E, B. (1978). Perkembangan Anak. Jakarta : Erlangga

Margono. (2009). Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta : PT Rineka Cipta

Moleong. L, (2004). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosda

Mudjito, dkk. (2012). Pendidikan Inklusif. Jakarta : Baduose Media

Nasution, (1992). Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito

Smith. D, J. (2006). Inklusi Sekolah Ramah untuk Semua. Bandung : Nuansa

(35)

Rosse Susilawaty Hernawan, 2014

Keterampilan Sosial Anak Tunagrahita Ringan Di Sekolah Inklusif

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Stubbs. S. (2002). Inclusive Education Where There are Few Resources. The Atlas Alliance

Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Alfabeta

Taylor R. George. (2006). Trends in Special Education Projections for the Next Decade. The Edwin Mellen Press Lewiston, Queenston, Lampeter

Referensi

Dokumen terkait

judul “ pemahaman konsep pengoperasian penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat menggunakan model kooperatif tipe numbered heads together (nht) (penelitian tindakan kelas

Besarnya remitansi ke daerah asal dipengaruhi oleh (1) Aspek lingkungan bekerja TKI terutama oleh status migrasi TKI di luar negeri dan jenis pekerjaan TKI, (2)

Pada pengalaman praktik mengajar pertemuan ke-5 dicoba dengan cara menjelaskan secara ceramah dan diskusi, namun siswa tetap selalu dipancing agar selalu aktif

mengubah probability sampling menjadi nonprobability sampling, karena jika karakteristik tidak dapat dijelaskan maka nonrespon akan mengubah peluang dari tiap elemen dalam

Menurut National Marrow Donor Program (NMDP) USA, sampai saat ini stem cell yang terkandung di darah tali pusat, sudah bisa mengobati 72 penyakit seperti kanker, kerusakan pada sumsum

o Create union ‘Buffer_river.shp’ (after attribute manipulating) and ‘Agriculture.shp’ by open View menu then chose Geoprocessing Wizard.. Define geoprocessing dialog as

[r]

Penulis juga memberikan informasi dan edukasi tentang kondisi penyakit DM yang diderita klien dan masalah psikososial ketidakberdayaan yang dialami oleh klien kepada keluarga