Rosse Susilawaty Hernawan, 2014
Keterampilan Sosial Anak Tunagrahita Ringan Di Sekolah Inklusif
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
ABSTRAK
KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN
DI SEKOLAH INKLUSIF
(Studi Deskriptif di SDN 3 Sarijadi Bandung)
Salah satu hambatan yang dimiliki oleh anak tunagrahita ringan yaitu masalah keterampilan sosial. Lingkungan menuntut agar ATG ringan dapat menyesuaikan perilaku sesuai dengan norma. Fokus dalam penelitian ini adalah untuk menggambarkan bagaimana keterampilan sosial ATG ringan di sekolah inklusif SDN 3 Sarijadi Bandung. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif tentang keterampilan sosial ATG ringan di sekolah inklusif. Subjek penelitian disini ialah A sebagai salah satu anak tunagrahita ringan di sekolah tersebut. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, observasi, dan studi dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak tunagrahita ringan sudah mampu melakukan keterampilan sosial dengan cukup baik. Hanya saja, keterampilan sosial yang dimiliki oleh anak sangat bergantung pada “mood”. Guru kelas dan GPK A juga berupaya dalam mengembangkan keterampilan sosial A, yaitu dengan memberikan permainan kelompok, kelompok belajar, serta memberikan kebebasan bagi anak untuk bermain dengan teman-temannya ketika waktu istirahat. Oleh karena itu, baik orang tua anak tunagrahita ringan maupun guru tidak perlu merasa ragu lagi untuk menyekolahkan anak tunagrahita ringan di sekolah inklusif.
Rosse Susilawaty Hernawan, 2014
Keterampilan Sosial Anak Tunagrahita Ringan Di Sekolah Inklusif
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
ABSTRACT
TUNAGRAHITA LIGHTER CHILD SOCIAL SKILLS
INCLUSIVE IN SCHOOL
(Descriptive Study at SDN 3 Sarijadi Bandung)
One of the barriers that are owned by mild mental retardation children social skills that problem. Environment demands that ATG can customize the behavior of light in accordance with the norms. The focus of this research is to describe how social skills in inclusive schools lightweight ATG SDN 3 Sarijadi Bandung. This study used a qualitative approach with descriptive methods of social skills in the lightweight ATG inclusive schools. Here is a subject of research as one of mild mental retardation children in the school. Data collected through interviews, observation, and study documentation. The results showed that the children had mild mental retardation were able to perform well enough social skills. However, social skills possessed by the child rely heavily on the "mood". A GPK grade teacher and also seeks to develop a social skills, by giving a game group, study groups, as well as providing freedom for children to play with his friends when a break. Therefore, both parents of children with mild mental retardation and teachers should not feel hesitate to send children mild mental retardation in inclusive schools.
Rosse Susilawaty Hernawan, 2014
Keterampilan Sosial Anak Tunagrahita Ringan Di Sekolah Inklusif
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
DAFTAR ISI
ABSTRAK ……… i
KATA PENGANTAR ………. ii
UCAPAN TERIMA KASIH ………..……… iii
DAFTAR ISI ……… vi
DAFTAR TABEL ……… ix
DAFTAR GAMBAR ………... x
BAB I PENDAHULUAN ……… 1
A. Latar Belakang Masalah ……… 1
B. Fokus Penelitian ……… 5
C. Tujuan Penelitian ………... 5
D. Kegunaan Penelitian ……….. 6
BAB II KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN … 8 A. Konsep Dasar Anak Tunagrahita ………..……… 8
1. Pengertian Anak Tunagrahita ………...… 8
2. Faktor Penyebab Ketunagrahitaan ………...… 10
3. Klasifikasi dan Karakteristik Anak Tunagrahita ………... 12
B. Keterampilan Sosial Anak Tunagrahita ………...………..………. 15
1. Pengertian Perilaku Adaptif ………..….. 15
2. Keterampilan Sosial Anak Tunagrahita ………...… 19
Rosse Susilawaty Hernawan, 2014
Keterampilan Sosial Anak Tunagrahita Ringan Di Sekolah Inklusif
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
C. Konsep Sekolah Inklusif ……..………... 23
1. Pengertian Sekolah Inklusif ……….... 23
2. Pelaksanaan Program Sekolah Inklusif ………. 29
D. Penelitian Dahulu yang Relevan ………... 31
BAB III METODE PENELITIAN ………. 33
A. Tempat dan Subjek Penelitian ………... 34
1. Tempat Penelitian ……….. 34
2. Subjek Penelitian ………... 34
B. Metode Penelitian ……….. 35
C. Instrumen Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data ……… 40
D. Pengujian Keabsahan Data ……….… 44
E. Teknik Analisis Data ……….…. 46
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ……….…….. 49
A. Hasil Penelitian ………..……… 49
1. Keterampilan Sosial ATG Ringan di Sekolah ………..……… 50
2. Penerimaan Lingkungan Sosial di Sekolah ………..……… 52
3. Hambatan yang Dihadapi ATG Ringan dalam Keterampilan Sosial ………. 54
4. Upaya untuk Mengembangkan Keterampilan Sosial ATG Ringan ………. 54
B. Pembahasan ………...………..……….……… 55
Rosse Susilawaty Hernawan, 2014
Keterampilan Sosial Anak Tunagrahita Ringan Di Sekolah Inklusif
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
2. Penerimaan Lingkungan Sosial di Sekolah ……….. 59
3. Hambatan yang Dihadapi ATG Ringan dalam Keterampilan Sosial ………..……….. 61
4. Upaya untuk Mengembangkan Keterampilan Sosial ATG Ringan ……….………….…… 62
BAB V PENUTUP ………..……. 68
A. Kesimpulan ……… 68
B. Implikasi ………….………... 69
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Rosse Susilawaty Hernawan, 2014
Keterampilan Sosial Anak Tunagrahita Ringan Di Sekolah Inklusif
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin
keberlangsungan kehidupnya agar lebih bermartabat. Karena itu negara memiliki
kewajiban untuk memberikan pelayanan pendidikan yang bermutu kepada setiap
warganya tanpa terkecuali termasuk mereka yang memiliki perbedaan dalam
kemampuan-kemampuan tertentu.
Badan organisasi PBB dalam bidang pendidikan UNESCO (United Nation
Education Organization) mengemban Pendidikan Internasional. Salah satu dari
filsafat yang dipakai yaitu Education for All, yaitu pendidikan untuk semua.
Indonesia adalah salah satu anggota dari badan dunia tersebut yang juga memiliki
kewajiban meningkatkan pendidikan baik secara nasional maupun internasional.
Pada Undang-Undang Dasar 1945 tercantum cita-cita bangsa, salah satunya
adalah ikut mencerdaskan kehidupan bangsa. UUD 1945 dalam pasal 31 ayat 1
menyatakan “Tiap warga negara berhak mendapat pengajaran”. Selain itu, dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 pasal 5 menyebutkan “Setiap penyandang
cacat mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam aspek kehidupan dan
penghidupan”.
Paradigma pendidikan luar biasa di Indonesia telah mengalami
perkembangan dengan terjadinya perubahan, dari segregasi ke arah yang lebih
inklusif. Hal ini telah ditegaskan dalam Deklarasi Pendidikan Untuk Semua, yang
menyatakan bahwa selama memungkinkan semua anak seharusnya belajar
bersama-sama tanpa memandang kesulitan atau perbedaan yang mungkin ada
pada mereka.
Pemerataan kesempatan belajar bagi anak berkebutuhan khusus dilandasi
pernyataan Salamanca tahun 1994. Melalui pendidikan inklusif ini diharapkan
sekolah reguler dapat melayani semua anak, tidak terkecuali anak-anak yang
Rosse Susilawaty Hernawan, 2014
Keterampilan Sosial Anak Tunagrahita Ringan Di Sekolah Inklusif
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
No.002/u/1986 telah terintis pengembangan sekolah reguler yang melayani
penuntasan wajib belajar bagi anak berkebutuhan khusus.
Sekolah merupakan suatu wadah atau tempat bagi setiap anak belajar secara
formal untuk mendapatkan layanan pendidikan sebagai bekal bagi mereka dalam
menghadapi masa depannya. Setiap anak menginginkan mereka dapat diterima
dan menjadi bagian dari komunitas sekolah, baik itu di dalam kelas, dengan guru
maupun dengan teman sebaya. Penerimaan yang baik di lingkungan sekolah akan
membantu anak untuk dapat bersosialisasi dan beradaptasi dalam lingkungan
yang lebih luas, yakni dalam lingkungan masyarakat.
Sebagian anak berkebutuhan khusus sudah ada yang mengikuti pendidikan
di sekolah reguler. Namun karena kurangnya pelayanan khusus bagi mereka,
akibatnya kemampuan yang dimiliki anak tidak berkembang dengan baik. Untuk
itu, perlu dilakukan terobosan dengan memberikan kesempatan dan peluang
kepada anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh pendidikan di sekolah
reguler dengan menggunakan pendekatan pendidikan inklusif. Dalam pendidikan
inklusif, semua anak belajar dan memperoleh dukungan yang sama dalam proses
pembelajaran. Pendidikan inklusif juga dapat melayani semua individu, bukan
hanya anak yang mengalami kecacatan. Dengan demikian, guru dan sekolah
bertanggungjawab terhadap pembelajaran anak, dan pembelajaran berfokus pada
kurikulum yang fleksibel.
Pendidikan inklusif merupakan “sebuah sistem pendidikan dimana anak
berkebutuhan khusus dapat belajar di sekolah umum yang ada di lingkungan
mereka dan sekolah tersebut dilengkapi dengan layanan pendukung serta
pendidikan yang disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan anak”
(Konferensi tingkat Menteri Pendidikan Negara-Negara Afrika-MINEDAF VIII).
Salah satu anak berkebutuhan khusus yang bersekolah di sekolah inklusif
ialah anak tunagrahita. Anak tunagrahita memiliki tingkat kecerdasan yang jauh
di bawah rata-rata dan ditandai oleh keterbatasan inteligensi dan ketidakcakapan
dalam interaksi sosial. Tunagrahita adalah istilah yang digunakan untuk menyebut
Rosse Susilawaty Hernawan, 2014
Keterampilan Sosial Anak Tunagrahita Ringan Di Sekolah Inklusif
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
keterbelakangan mental. Menurut AAMD (American Association of Mental
Deficiency) dalam Somantri (2007: 104) merumuskan definisi tunagrahita sebagai
berikut: “mental retardation refers to significantly subaverage general intellectual functioning exsisting concurrently with deficits in adaptif, and
manifested during development”. Pengertian tersebut dapat diartikan bahwa
keterbelakangan mental merupakan suatu kondisi dimana kemampuan fungsi
intelektual di bawah rata-rata secara jelas dengan disertai ketidakmampuan dalam
penyesuaian perilaku dan terjadi pada masa perkembangan.
Anak tunagrahita memiliki keterbatasan kecerdasannya mengakibatkan
dirinya sukar untuk mengikuti program pendidikan di sekolah biasa secara
klasikal. Oleh karena itu anak tunagrahita membutuhkan layanan pendidikan
secara khusus yakni disesuaikan dengan kemampuan anak tersebut. Ini
menunjukkan bahwa anak tunagrahita yang termasuk ringan masih mampu
mengikuti pendidikan di sekolah reguler dengan pelayanan yang khusus. Layanan
pendidikan terhadap anak tunagrahita sangat memerlukan suatu keseriusan dari
para guru, khususnya pada tingkat taman kanak-kanak atau sekolah dasar. Pada
tingkat sekolah dasar yang menggunakan pendekatan inklusif atau biasa disebut
sekolah inklusif, banyak guru yang dihadapkan pada masalah pemberian layanan
khusus, baik layanan pendidikan maupun bimbingan terhadap perilaku adaptif
siswanya. Penyebabnya yaitu masih minimnya buku rujukan yang berkaitan
dengan perilaku adaptif dan masih kurangnya latihan-latihan keterampilan
berkaitan dengan perilaku adaptif. Kegiatan pembelajaran terhadap siswa
tunagrahita sering mengalami hambatan berkaitan dengan kemampuan kognitif,
misalnya berkesulitan untuk belajar dengan baik pada bidang membaca, menulis
dan berhitung. Hambatan tersebut tidak akan mampu diatasi oleh para guru
sebelum mereka mengetahui perilaku adaptif siswa tunagrahita, khususnya
berkaitan dengan keterampilan sosial.
Perilaku adaptif merupakan indikasi kemampuan individu untuk dapat
mengatasi lingkungan hidup di sekitarnya. Menurut Delphie (2009: 42), “ada tiga
Rosse Susilawaty Hernawan, 2014
Keterampilan Sosial Anak Tunagrahita Ringan Di Sekolah Inklusif
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
jawab pribadi, dan tanggung jawab sosial”. Bagi sebagian besar siswa tunagrahita
memiliki hambatan yang sangat tinggi dalam bertanggungjawab secara sosial.
Hambatan tersebut disebabkan oleh adanya pengaruh-pengaruh lingkungan
hidupnya yang cukup dominan dan sangat sulit diadaptasi secara langsung.
Cakupan dari perilaku adaptif ini cukup luas yakni meliputi 10 bidang
keterampilan adaptif, antara lain cara berkomunikasi, bina diri, melakukan
kegiatan sehari-hari di rumah, keterampilan sosial, kemampuan menggunakan
peralatan yang ada di lingkungan, mengatur diri sendiri, menjaga kesehatan dan
keselamatan, kemampuan yang berkaitan dengan fungsi akademik, kemampuan
yang berkaitan dengan pekerjaan, serta kemampuan yang berkaitan dengan
penggunaan waktu luang.
Dari hasil studi pendahuluan terhadap salah satu anak tunagrahita, A
mengalami kesulitan dalam memahami dan mengartikan norma lingkungan. A
kurang mampu berkomunikasi dengan baik, contohnya tidak bisa membedakan
mana bahasa untuk teman sebaya dan mana bahasa untuk orang yang lebih tua.
Selain itu, A kurang mampu berpartisipasi dalam kelompok diskusi di kelas, serta
belum mampu untuk mengambil keputusan sendiri. Ia bersikap tanpa memikirkan
resiko yang akan dihadapi. Semua hal tersebut disebabkan karena kurangnya
bimbingan, baik itu dari orang tua maupun guru. Oleh karena itu, apabila perilaku
anak tersebut tidak ditangani, maka akan menjadi masalah dalam diri anak di
kehidupannya sehari-hari. Anak tidak bisa bergaul dengan baik, sehingga ia akan
dikucilkan oleh teman-temannya.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan studi kasus
tentang bagaimana keterampilan sosial anak tunagrahita ringan di lingkungan
sekolah inklusif. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan
gambaran pada orangtua, guru bahkan masyarakat yang masih resah akan
keberadaan anak tunagrahita ringan di sekolah inklusif. Selain itu, hasil dari
penelitian inipun dapat menjadi pegangan atau rujukan bagi para guru dan
orangtua anak tunagrahita dalam memberikan layanan khusus bagi anak
Rosse Susilawaty Hernawan, 2014
Keterampilan Sosial Anak Tunagrahita Ringan Di Sekolah Inklusif
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
mengenai perilaku adaptif masih minim, sehingga dengan adanya penelitian ini
sedikitnya mampu memberikan pengetahuan tentang perilaku adaptif anak
tunagrahita, khususnya dalam bidang keterampilan sosial.
B. Fokus Penelitian
Fokus masalah yang diteliti supaya tidak keluar dari masalah yang akan
diteliti adalah dengan menggambarkan bagaimana keterampilan sosial anak
tunagrahita ringan di sekolah inklusif SDN 3 Sarijadi Bandung dengan kriteria
sebagai berikut:
1. Bagaimana keterampilan sosial anak tunagrahita ringan di Sekolah Inklusif
SDN 3 Sarijadi Bandung?
2. Bagaimana penerimaan lingkungan sosial di Sekolah Inklusif SDN 3 Sarijadi
Bandung terhadap anak tunagrahita ringan?
3. Apa saja hambatan yang dihadapi anak tunagrahita ringan dalam melakukan
keterampilan sosial di Sekolah Inklusif SDN 3 Sarijadi Bandung?
4. Bagaimana upaya untuk mengembangkan keterampilan sosial anak
tunagrahita ringan di Sekolah Inklusif SDN 3 Sarijadi Bandung?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran keterampilan sosial anak tunagrahita ringan di
Sekolah Inklusif SDN 3 Sarijadi Bandung.
Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dilakukannya penelitian ini adalah :
1. Mengetahui keterampilan sosial anak tunagrahita ringan di Sekolah Inklusif
Rosse Susilawaty Hernawan, 2014
Keterampilan Sosial Anak Tunagrahita Ringan Di Sekolah Inklusif
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
2. Mengetahui penerimaan lingkungan sosial di Sekolah Inklusif SDN 3 Sarijadi
Bandung terhadap anak tunagrahita ringan.
3. Mengetahui apa saja hambatan yang dihadapi anak tunagrahita ringan dalam
melakukan keterampilan sosial di Sekolah Inklusif SDN 3 Sarijadi Bandung.
4. Mengetahui upaya untuk mengembangkan keterampilan sosial anak tunagrahita
ringan di Sekolah Inklusif SDN 3 Sarijadi Bandung.
D. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini dapat mengungkap atau mendeskripsikan bagaimana
keterampilan sosial anak tunagrahita ringan di sekolah inklusif, sehingga tidak
muncul lagi keresahan masyarakat, orang tua ataupun guru dengan keberadaan
anak tunagrahita di sekolah inklusif. Disamping itu penelitian ini diharapkan
memiliki kegunaan ganda baik secara praktis, teoritis, maupun bagi
pengembangan ilmu pengetahuan peneliti. Kegunaan yang dimaksud dapat
berupa :
1. Kegunaan Teoritis
Pengembangan pengetahuan dari penelitian ini adalah dengan cara melihat
bagaimana keterampilan sosial anak tunagrahita ringan di sekolah inklusif
diharapkan akan memberikan gambaran yang jelas kepada masyarakat, orangtua
dan guru dalam mempertimbangkan anak tunagrahita sekolah di sekolah inklusif.
Dengan hasil penelitian ini diharapkan menjadi suatu tolak ukur untuk
mengetahui keterampilan sosial anak tunagrahita ringan dan menjadi acuan untuk
memberikan pelayanan yang sesuai agar keterampilan sosial anak tunagrahita
ringan dapat berkembang menjadi lebih baik. Selain itu, hasil penelitian ini juga
dapat memberikan gambaran sebagai dasar dan landasan pengembangan
Rosse Susilawaty Hernawan, 2014
Keterampilan Sosial Anak Tunagrahita Ringan Di Sekolah Inklusif
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
bagi pelayanan pendidikan inklusif bagi anak tunagrahita ringan, khususnya
dilihat dari aspek keterampilan sosial.
2. Kegunaan Praktis
a. Bagi orang tua yang memiliki anak tunagrahita
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi dan gambaran
mengenai pembinaan keterampilan sosial anak tunagrahita ringan yang dapat
dilakukan oleh orang tua. Selain itu, penelitian ini diharapkan mampu
memberikan pemahaman akan pentingnya mengembangkan potensi yang ada
dalam diri anak tunagrahita.
b. Bagi sekolah
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi mengenai
pengembangan keterampilan sosial anak tunagrahita ringan. Dengan demikian,
pihak sekolah dan orang tua dapat bekerja sama dalam membantu
mengembangkan keterampilan sosial anak tunagrahita.
c. Bagi peneliti
Penelitian ini menjadikan peneliti lebih paham mengenai perilaku adaptif
yang dimiliki siswa tunagrahita ringan, khususnya dalam bidang keterampilan
sosial. Ini dapat menjadi bekal pengetahuan bagi peneliti, untuk dapat
memberikan layanan bimbingan keterampilan sosial siswa tunagrahita di sekolah
Rosse Susilawaty Hernawan, 2014
Keterampilan Sosial Anak Tunagrahita Ringan Di Sekolah Inklusif
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yang bersifat deskriptif.
Dalam penelitian ini pada akhirnya akan mendapatkan hasil tentang keterampilan
sosial anak tunagrahita ringan di sekolah inklusif. Proses dari awal sampai akhir
dalam penelitian ini akan digambarkan sebagai berikut.
(gambar 3.1 bagan alur penelitian)
Keterangan bagan:
Hal pertama yang dilakukan peneliti adalah melakukan studi pendahuluan tentang
keterampilan sosial anak tunagrahita ringan di sekolah yang menerapkan program
GPK
WAWANCARA, OBSERVASI DAN DOKUMENTASI
KETERAMPILAN SOSIAL ATG RINGAN DI SEKOLAH INKLUSIF
STUDI PENDAHULUAN
FOKUS MASALAH
INSTRUMEN
PENGUMPULAN DATA
Rosse Susilawaty Hernawan, 2014
Keterampilan Sosial Anak Tunagrahita Ringan Di Sekolah Inklusif
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
inklusif. Setelah melakukan studi pendahuluan, dilanjutkan menentukan fokus
penelitian. Baru kemudian menyusun dan membuat instrumen penelitian.
Dengan instrumen tersebut peneliti mengumpulkan data terhadap sumber
data yaitu wali kelas, guru pendamping khusus, dan orang tua siswa. Data
dikumpulkan melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi. Dari keseluruhan
proses tersebut, maka dapat diketahui secara nyata keterampilan sosial anak
tunagrahita ringan di sekolah inklusif.
A. Tempat dan Subjek Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di sekolah dasar inklusif, yaitu sekolah dasar
yang melayani pendidikan seluruh peserta didik dengan berbagai kebutuhan dan
kemampuan yang dimilikinya. Tempat penelitian akan dilaksanakan di SDN 3
Sarijadi Bandung. Sekolah ini terletak di Kota Bandung yang merupakan daerah
pemukiman dengan tingkat sosial ekonomi yang cukup baik, dan memiliki guru
yang berkualitas serta sebagian besar berlatar belakang pendidikan strata 1 (S1).
Alasan peneliti melakukan penelitian di sekolah tersebut ialah karena sekolah ini
terletak cukup strategis dan didalamnya terdapat anak tunagrahita.
2. Subjek Penelitian
Profil anak
Nama : WAA
TTL : Bandung, 11 Desember 2004
Umur : 9 tahun
Anak ke : 3 dari 3 bersaudara
Alamat : Babakan Loa Wetan Gang Rokib RT 01 RW 06
Sekolah : SDN Sarijadi 3
Rosse Susilawaty Hernawan, 2014
Keterampilan Sosial Anak Tunagrahita Ringan Di Sekolah Inklusif
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Perkembangan yang dialami oleh subjek penelitian, A, dimulai dari masa
prenatal, natal, hingga ke postnatal ialah sebagai berikut. Pada masa prenatal,
kehamilan ibu tidak terjadi gangguang dan masalah. Semuanya berjalan lancar
dan normal layaknya kehamilan anak pada umumnya. Rentang kehamilan selama
8 bulan 3 minggu. Lalu pada saat natal pun proses persalinan dilakukan secara
normal, tidak ada operasi ataupun tindakan medis lain.Persalinan tersebut
dilakukan oleh bidan. Pada masa postnatal, usia 5 bulan anak mengalami demam
tinggi. Orangtua membawa anak ke dokter. Dokter mengatakan bahwa ada
kelainan kromosom yang menyebabkan anak mengalami ketunagrahitaan.
Semenjak saat itu orangtua secara rutin membawa anak ke dokter, untuk
mengetahui perkembangannya. Usia 1 tahun anak bisa bicara “mamah”, “papah”.
Namun selang beberapa waktu kemampuan tersebut hilang. Dokter menyarankan
agar orangtua yang harus lebih cerewet untuk mengajak bicara anak
(komunikasi). Usia 17 bulan anak menderita gejala bronchitis dan dirawat di
rumah sakit sekitar 1 minggu. Usia 2 tahun anak baru bisa berjalan. Kemudian
pada usia 2 tahun 9 bulan anak menjalani terapi okupasi dan wicara di rumah
sakit kurang lebih selama 3 tahun.
Orangtua mulai menyekolahkan anak pada usia 4,5 tahun di TK Daarul
Ikhlas. Kemudian pada usia 5,5 tahun anak bersekolah di TK Family Fest. Di
sekolah ini anak juga mengikuti terapi selama 1 tahun. Selain terapi wicara, terapi
yang dilakukan juga berkaitan dengan bidang akademik. Sebelum masuk SD,
anak disarankan oleh dokter dan juga sekolah Tk untuk melanjutkan sekolah di
SD inklusif. Hal ini dikarenakan anak dirasa mampu untuk mengikuti kegiatan
pembelajaran di sekolah umum. Meskipun bersekolah di sekolah inklusif, anak
tetap didampingi oleh guru pendamping khususnya. Untuk selanjutnya, dalam
penelitian ini anak diinisialkan menjadi A.
B. Metode Penelitian
Menurut Sugiyono (2013), secara umum metode penelitian diartikan sebagai
Rosse Susilawaty Hernawan, 2014
Keterampilan Sosial Anak Tunagrahita Ringan Di Sekolah Inklusif
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian itu didasarkan pada ciri-ciri keilmuan, yaitu rasional, empiris, dan sistematis. Rasional berarti kegiatan penelitian itu dilakukan dengan cara-cara yang masuk akal, sehingga terjangkau oleh penalaran manusia. Empiris berarti cara-cara yang dilakukan itu dapat diamati oleh indera manusia, sehingga orang lain dapat mengamati dan mengetahui cara-cara yang digunakan. Sistematis artinya proses yang digunakan dalam penelitian itu menggunakan langkah-langkah tertentu yang bersifat logis.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat dikemukakan bahwa, metode
penelitian pendidikan dapat diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data
yang valid dengan tujuan dapat ditemukan, dikembangkan, dan dibuktikan, suatu
pengetahuan tertentu sehingga pada gilirannya dapat digunakan untuk memahami,
memecahkan, dan mengantisipasi masalah dalam bidang pendidikan. Secara
umum, “metode penelitian terbagi menjadi dua yaitu metode penelitian kuantitatif
dan metode penelitian kualitatif” (Sugiyono:2013).
Metode penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, teknik pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara random, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif / statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan. Filsafat positivisme memandang realitas / gejala / fenomena itu dapat diklasifikasikan, relatif tetap, konkrit, teramati, terukur, dan hubungan gejala bersifat sebab akibat.
(Sugiyono:2013)
Di dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Metode
penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat
postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah,
(sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen
kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposive dan
snowbaal, teknik pengumpulan data dengan triangulasi (gabungan), analisis data
bersifat induktif / kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan
makna daripada generalisasi. Filsafat postpositivisme memandang realitas sosial
sebagai sesuatu yang holistik / utuh, kompleks, dinamis, penuh makna, dan
Rosse Susilawaty Hernawan, 2014
Keterampilan Sosial Anak Tunagrahita Ringan Di Sekolah Inklusif
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
alamiah. Obyek yang alamiah adalah obyek yang berkembang apa adanya, tidak
dimanipulasi oleh peneliti dan kehadiran peneliti tidak begitu mempengaruhi
dinamika pada obyek tersebut. Dalam penelitian kualitatif instrumennya adalah
orang atau human instrument, yaitu peneliti itu sendiri. Untuk dapat menjadi
instrumen, maka peneliti harus memiliki bekal teori dan wawasan yang luas,
sehingga mampu bertanya, menganalisis, memotret, dan mengkonstruksi situasi
sosial yang diteliti menjadi lebih jelas dan bermakna. Untuk mendapatkan
pemahaman yang lebih luas dan mendalam terhadap situasi sosial pendidikan
yang diteliti, maka teknik pengumpulan data bersifat triangulasi, yaitu
menggunakan berbagai teknik pengumpulan data secara gabungan / simultan.
Analisis data yang dilakukan bersifat induktif berdasarkan fakta-fakta yang
ditemukan di lapangan dan kemudian dikonstruksikan menjadi hipotesis atau
teori. Metode kualitatif digunakan untuk mendapatkan data yang mendalam, suatu
data yang mengandung makna. Makna adalah data yang sebenarnya, data yang
pasti yang merupakan suatu nilai di balik data yang tampak. Oleh karena itu
dalam penelitian kualitatif tidak menekankan pada generalisasi, tetapi lebih
menekankan pada makna.
Metode merupakan hal penting yang diperlukan dalam suatu penelitian
dengan tujuan untuk memandu seorang peneliti. Suatu penelitian akan efektif
dalam mencapai tujuan sesuai dengan yang diharapkan apabila memperhatikan
metode yang akan digunakan. “Metode penelitian kualitatif disebut juga
penelitian naturalistik” (S. Nasution, 1992:18), disebut kualitatif karena data yang
dikumpulkan bercorak kualitatif bukan kuantitatif karena tidak mengunakan
alat-alat pengukur. Disebut natularistik karena situasi lapangan penelitian bersifat
natural atau wajar sebagaimana adanya tanpa manipulasi, diatur dengan
eksperimen atau tes.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif yang bertujuan untuk
memperoleh gambaran mengenai bagaimana keterampilan sosial anak tunagrahita
ringan di sekolah inklusif. Penelitian ini bersifat deskriptif karena didalamnya
Rosse Susilawaty Hernawan, 2014
Keterampilan Sosial Anak Tunagrahita Ringan Di Sekolah Inklusif
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
dimana peneliti berusaha memotret peristiwa dan kejadian yang menjadi fokus
penelitian untuk kemudian dijabarkan sebagimana adanya. Adapun pendekatan
yang digunakan adalah dengan pendekatan yang bersifat kualitatif naturalistik
yaitu sikap pendekatan yang dilakukan secara alamiah dengan mendeskripsikan
hasil penelitian yang diperoleh di lapangan.
Moleong (2004:3) mengemukakan lima karakteristik utama penelitian
kualitatif, yaitu:
1. Peneliti sendiri sebagai instrumen utama untuk mendatangi secara langsung sumber data.
2. Mengimplikasikan data yang dikumpulkan dalam penelitian ini lebih cenderung dalam bentuk kata-kata daripada angka.
3. Menjelaskan bahwa hasil penelitian lebih menekankan kepada proses, tidak semata-mata kepada hasil.
4. Melalui analisis peneliti mengungkap makna dari keadaan yang diamati. 5. Mengungkap makna sebagai hasil yang esensial dari pendekatan kualitatif.
Karakteristik penelitian kualitatif menurut Bogdan and Biklen dalam
Sugiyono (2013 : 21) adalah sebagai berikut.
a. Qualitative research has the natural setting as the direct source of data and researcher is the key instrument.
b. Qualitative research is descriptive. The data collected is in the form of words of pictures rather than number.
c. Qualitative research are concerned with process rather than simply with outcomes or products.
d. Qualitative research tend to analyze their data inductively.
e. “Meaning” is of essential to the qualitative approach.
Berdasarkan karakteristik tersebut dapat dikemukakan disini bahwa
penelitian kualitatif itu:
a. Dilakukan pada kondisi yang alamiah, (sebagai lawannya adalah
eksperimen), langsung ke sumber data dan peneliti adalah instrumen kunci.
b. Penelitian kualitatif lebih bersifat deskriptif. Data yang terkumpul berbentuk
kata-kata atau gambar, sehingga tidak menekankan pada angka.
c. Penelitian kualitatif lebih menekankan pada proses daripada produk.
Rosse Susilawaty Hernawan, 2014
Keterampilan Sosial Anak Tunagrahita Ringan Di Sekolah Inklusif
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
e. Penelitian kualitatif lebih menekankan makna (data dibalik yang teramati).
Erickson dalam Sugiyono (2013 : 22) menyatakan bahwa ciri-ciri penelitian
kualitatif adalah sebagai berikut.
1. Intensive, long term participation in field setting.
2. Careful recording of what happens in the setting by writing field notes and interview notes by collecting other kinds of documentary evidence.
3. Analytic reflection on the documentary records obtained in the field.
4. Reporting the result by means of detailed descriptions, direct quotes from interview, and interpretative commentary.
Berdasarkan hal tersebut dapat dikemukakan bahwa, metode penelitian
kualitatif itu dilakukan secara intensif, peneliti ikut berpartisipasi lama di
lapangan, mencatat secara hati-hati apa yang terjadi, melakukan analisis reflektif
terhadap berbagai dokumen yang ditemukan di lapangan, dan membuat laporan
penelitian secara mendetail. Alasan peneliti menggunakan metode penelitian
kualitatif disini antara lain karena:
1. Untuk memahami makna di balik data yang tampak. Gejala sosial sering tidak
bisa dipahami berdasarkan apa yang diucapkan dan dilakukan orang. Setiap
ucapan dan tindakan orang sering mempunyai makna tertentu. Data untuk
mencari makna dari setiap perbuatan tersebut hanya cocok diteliti dengan
metode kualitatif, dengan teknik wawancara mendalam, observasi berperan
serta, dan dokumentasi.
2. Untuk memahami interaksi sosial. Interaksi sosial yang kompleks hanya dapat
diurai jika peneliti melakukan penelitian dengan metode kualitatif dengan cara
ikut berperan serta, wawancara mendalam terhadap interaksi sosial tersebut.
Dengan demikian akan dapat ditemukan pola-pola hubungan yang jelas.
3. Memahami perasaan orang. Perasaan orang sulit dimengerti jika tidak diteliti
dengan metode kualitatif, dengan teknik pengumpulan data wawancara
mendalam, dan observasi berperan serta untuk ikut merasakan apa yang
Rosse Susilawaty Hernawan, 2014
Keterampilan Sosial Anak Tunagrahita Ringan Di Sekolah Inklusif
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
4. Untuk mengembangkan teori. Metode kualitatif paling cocok digunakan untuk
mengembangkan teori yang dibangun melalui data yang diperoleh di lapangan.
Teori yang demikian dibangun melalui grounded research. Dengan metode
kualitatif peneliti pada tahap awalnya melakukan penjelajahan, selanjutnya
melakukan pengumpulan data yang mendalam sehingga dapat ditemukan
hipotesis yang berupa hubungan antar gejala. Hipotesis tersebut selanjutnya
diverifikasi dengan pengumpulan data yang lebih mendalam. Bila hipotesis
terbukti, maka akan menjadi teori.
5. Untuk memastikan kebenaran data. Data sosial sering sulit dipastikan
kebenarannya. Dengan metode kualitatif, melalui teknik pengumpulan data
secara triangulasi / gabungan (karena dengan teknik pengumpulan data tertentu
belum dapat menemukan apa yang dituju, maka ganti teknik lain), maka
kepastian data akan lebih terjamin. Selain itu dengan metode kualitatif, data
yang diperoleh diuji kredibilitasnya, dan penelitian berakhir setelah data itu
jenuh maka kepastian data akan dapat diperoleh.
C. Instrumen Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data
Dalam suatu penelitian, menyusun instrumen merupakan pekerjaan penting.
Menurut Nasution (1992) , instrumen adalah “alat yang digunakan pada saat
peneliti menggunakan suatu metode”. Instrumen penelitian adalah pedoman
tertulis tentang wawancara atau pengamatan, maupun daftar pertanyaan yang
telah dipersiapkan untuk mendapatkan informasi dari responden.
Penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif naturalistik, peneliti
bertindak sebagai peneliti dan instrumen penting dalam penelitian yang
dilakukan, peneliti merupakan perencana, pelaksana, pengumpul data,
penganalisis, penafsir data dan menjadi pelapor hasil penelitian yang dilakukan.
Dalam hal ini peneliti sebagai instrumen utama mengadakan hubungan langsung
dengan responden dan objek lainnya dalam memahami fenomena yang ada di
Rosse Susilawaty Hernawan, 2014
Keterampilan Sosial Anak Tunagrahita Ringan Di Sekolah Inklusif
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
seberapa jauh peneliti kualitatif siap melakukan penelitian yang selanjutnya terjun
ke lapangan. Validasi terhadap peneliti sebagai instrumen meliputi validasi
terhadap pemahaman metode penelitian kualitatif, penguasaan wawasan terhadap
bidang yang diteliti, kesiapan peneliti untuk memasuki obyek penelitian, baik
secara akademik maupun logistiknya. Yang melakukan validasi adalah peneliti
sendiri, melalui evaluasi diri seberapa jauh pemahaman trhadap metode kualitatif,
penguasaan teori dan wawasan terhadap bidang yang diteliti, serta kesiapan dan
bekal memasuki lapangan. Peneliti kualitatif sebagai human instrument, berfungsi
menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan
pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data dan
membuat kesimpulan atas temuannya.
Segala sesuatu yang akan dicari dari obyek penelitian kualitatif belum jelas
dan pasti masalahnya, sumber datanya, hasil yang diharapkan semuanya belum
jelas. Rancangan penelitian masih bersifat sementara dan akan berkembang
setelah peneliti memasuki obyek penelitian. Selain itu dalam memandang realitas,
penelitian kualitatif berasumsi bahwa realitas itu bersifat holistik (menyeluruh),
dinamis, tidak dapat dipisah-pisahkan ke dalam variabel-variabel penelitian.
Kalaupun dapat dipisah-pisahkan, variabelnya akan banyak sekali. Dengan
demikian dalam penelitian kualitatif ini belum dapat dikembangkan instrumen
penelitian sebelum masalah yang diteliti jelas sama sekali. Oleh karena itu dalam
penelitian kualitatif “the researcher is the key instrument”. Jadi peneliti merupakan instrumen kunci dalam penelitian kualitatif. Dalam penelitian
kualitatif instrumen utamanya adalah peneliti sendiri, namun selanjutnya setelah
fokus penelitian menjadi jelas, maka kemungkinan akan dikembangkan instrumen
penelitian sederhana, yang diharapkan dapat melengkapi data dan
membandingkan dengan data yang telah ditemukan melalui observasi dan
wawancara.
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam
penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa
Rosse Susilawaty Hernawan, 2014
Keterampilan Sosial Anak Tunagrahita Ringan Di Sekolah Inklusif
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
yang memenuhi standar data yang ditetapkan. Pengumpulan data dapat dilakukan
dalam berbagai setting, berbagai sumber, dan berbagai cara. Bila dilihat dari
setting-nya, data dapat dikumpulkan pada setting alamiah (natural setting), pada
laboratorium dengan metode eksperimen, di sekolah dengan tenaga pendidik dan
kependidikan, di rumah dengan berbagai responden, pada suatu seminar, diskusi,
di jalan dan lain-lain. Bila dilihat dari sumber datanya, maka pengumpulan data
dapat menggunakan sumber primer dan sumber sekunder. Sumber primer adalah
sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data, dan sumber
sekunder merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data kepada
pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau lewat dokumen. Selanjutnya bila
dilihat dari segi cara atau teknik pengumpulan data, maka teknik pengumpulan
data dapat dilakukan dengan observasi (pengamatan), interview (wawancara),
kuesioner (angket), dokumentasi dan gabungan keempatnya. Pengumpulan data
dalam penelitian ini dilakukan pada natural setting (kondisi yang alamiah),
sumber data primer, dan teknik pengumpulan data lebih banyak pada observasi
berperan serta (participant observation), wawancara mendalam / tak berstruktur
dan dokumentasi.
a. Observasi
Beberapa informasi yang diperoleh dari hasil observasi adalah ruang
(tempat), pelaku, kegiatan, objek, perbuatan, kejadian atau peristiwa, waktu, dan
perasaan. Alasan peneliti melakukan observasi adalah untuk menyajikan
gambaran realistik perilaku atau kejadian, untuk menjawab pertanyaan, untuk
membantu mengerti perilaku manusia, dan untuk evaluasi yaitu melakukan
pengukuran terhadap aspek tertentu dengan melakukan umpan balik terhadap
pengukuran tersebut. Observasi dilakukan dengan cara melihat fakta yang terjadi
di lapangan dan mengumpulkan data yang berkaitan dengan masalah yang akan
Rosse Susilawaty Hernawan, 2014
Keterampilan Sosial Anak Tunagrahita Ringan Di Sekolah Inklusif
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Bentuk observasi yang digunakan dalam penelitian ini ialah observasi
partisipasi. Moleong (2004) mengemukakan bahwa “observasi partisipasi adalah
metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian
melalui pengamatan dan pengindraan dimana observer atau peneliti benar-benar
terlibat dalam keseharian responden”. Dalam observasi ini, peneliti terlibat
dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan
sebagai sumber data penelitian. Sambil melakukan pengamatan, peneliti ikut
melakukan apa yang dikerjakan oleh sumber data, dan ikut merasakan suka
dukanya. Dengan observasi partisipasi ini, maka data yang diperoleh akan lebih
lengkap, tajam, dan sampai mengetahui pada tingkat makna dari setiap perilaku
yang tampak.
Susan Stainback dalam Sugiyono (2013 : 311) menyatakan:’In participant observation, the researcher what people do, listen to what they say, and
participates in their activities’.Dalam observasi partisipasi, peneliti mengamati
apa yang dikerjakan orang, mendengarkan apa yang mereka ucapkan, dan
berpartisipasi dalam aktivitas mereka.
b. Wawancara
Wawancara merupakan alat pembuktian terhadap informasi atau keterangan
yang diperoleh sebelumnya. Teknik wawancara yang digunakan dalam penelitian
kualitatif adalah wawancara mendalam atau bisa disebut wawancara tak
berstruktur. Menurut Moleong (2004), wawancara mendalam adalah sebagai
berikut.
Proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman wawancara, di mana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama.
Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara tak
berstruktur, atau biasa juga disebut wawancara mendalam. Margono (2009)
Rosse Susilawaty Hernawan, 2014
Keterampilan Sosial Anak Tunagrahita Ringan Di Sekolah Inklusif
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun
secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya”. Pedoman wawancara
yang digunakan hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang akan
ditanyakan. Wawancara tidak terstruktur atau terbuka, sering digunakan dalam
penelitian pendahuluan atau untuk penelitian yang lebih mendalam tentang
subyek yang diteliti. Wawancara dilakukan untuk mengetahui profil anak
tunagrahita serta untuk mendapatkan informasi mengenai keterampilan sosial
yang dimiliki anak. Wawancara dilakukan kepada guru kelas, guru pendamping
khusus, orang tua dan satu orang teman sekelasnya.
Lincoln and Guba dalam Sugiyono (2013: 322), mengemukakan ada tujuh
langkah dalam penggunaan wawancara untuk mengumpulkan data dalam
penelitian kualitatif, yaitu:
1) Menetapkan kepada siapa wawancara itu akan dilakukan.
2) Menyiapkan pokok-pokok masalah yang akan menjadi bahan pembicaraan. 3) Mengawali atau membuka alur wawancara.
4) Melangsungkan alur wawancara.
5) Mengkonfirmasikan ikhtisar hasil wawancara dan mengakhirinya. 6) Menuliskan hasil wawancara ke dalam catatan lapangan.
7) Mengidentifikasi tindak lanjut hasil wawancara yang telah diperoleh.
Hasil wawancara harus segera dicatat setelah selesai melakukan wawancara
agar tidak lupa bahkan hilang. Karena wawancara dilakukan secara terbuka dan
tidak berstruktur, maka peneliti perlu membuat rangkuman yang lebih sistematis
terhadap hasil wawancara. Dari berbagai sumber data, perlu dicatat mana data
yang dianggap penting, yang tidak penting, dan data yang sama dikelompokkan.
Hubungan satu data dengan data yang lain perlu dikontruksikan, sehingga
menghasilkan pola dan makna tertentu.data yang masih diragukan perlu
ditanyakan kembali kepada sumber data lama atau yang baru agar memperoleh
ketuntasan dan kepastian.
Rosse Susilawaty Hernawan, 2014
Keterampilan Sosial Anak Tunagrahita Ringan Di Sekolah Inklusif
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Nasution (1992) menyatakan “dokumen merupakan catatan peristiwa yang
sudah berlalu.dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya
monumental dari seseorang”. Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya catatan
harian, sejarah kehidupan, ceritera, biografi, peraturan, kebijakan. Dokumen yang
berbentuk gambar, misalnya foto, gambar hidup, sketsa, dan lain-lain. Dokumen
yang berbentuk karya misalnya karya seni, yang dapat berupa gambar, patung,
film, dan lain-lain. Studi dokumentasi merupakan pelengkap dari penggunaan
metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif.
Hasil penelitian dari observasi atau wawancara, akan lebih kredibel / dapat
dipercaya jika didukung oleh sejarah pribadi kehidupan di masa kecil, di sekolah,
di tempat kerja, di masyarakat, dan autobiografi. Hasil penelitian juga akan
semakin kredibel apabila didukung oleh foto-foto atau karya tulis akademik dan
seni yang telah ada. Pengumpulan data melalui dokumen tertulis yang dikeluarkan
oleh pihak sekolah dan data yang diperoleh melalui observasi dan wawancara
dengan cara peneliti menganalisis segala bentuk dokumentasi yang berkaitan
dengan penelitian. Dalam hal ini dokumen yang digunakan penulis adalah berupa
pengumpulan informasi data mengenai keterampilan sosial anak tunagrahita
ringan di sekolah inklusif SDN 3 Sarijadi Bandung .
D. Pengujian Keabsahan Data
Keabsahan data dalam penelitian ini menggunakan teknik triangulasi data
yaitu yang tidak sekedar menilai kebenaran data, melainkan menyelidiki tingkat
kebenaran tafsiran kita mengenai data tersebut, sehingga memperkuat tingkat
kebenaran data yang diperoleh. Untuk memperoleh keabsahan data dilakukan
dengan triangulasi yaitu pengecekan kebenaran data dari data sumber lain.
Triangulasi data yang dilakukan bermaksud untuk mengecek atau
membandingkan data yang telah diperoleh melalui observasi. Untuk maksud
tersebut peneliti mengadakan wawancara kepada guru kelas, orang tua, teman
Rosse Susilawaty Hernawan, 2014
Keterampilan Sosial Anak Tunagrahita Ringan Di Sekolah Inklusif
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
dokumentasi terhadap dokumen yang berhubungan dengan data-data dalam
penelitian.
Berkaitan dengan keabsahan data Moleong (2004:330) menyatakan bahwa “teknik triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau
sebagai pembanding terhadap data itu”. Mengacu dari penjelasan tersebut, maka
model triangulasi yang dilakukan dalam penelitian ini ialah membandingkan hasil
pengamatan dengan wawancara, dan membandingkan data tersebut dengan isi
dokumen yang terkait. Dengan demikian derajat kepercayaan informasi yang
diperoleh dalam penelitian terjamin.
Proses memperoleh data atau informasi didalam penelitian dilakukan secara
sirkuler, berulang-ulang dengan berbagai cara dan dari berbagai sumber. Menurut
Sugiyono (2013), setiap proses pengumpulan data dilakukan melalui lima
tahapan.
1) Peneliti memasuki obyek penelitian atau sering disebut sebagai situasi sosial (yang terdiri atas tempat, pelaku, dan aktivitas), peneliti berfikir apa yang akan ditanyakan.
2) Setelah menemukan apa yang akan ditanyakan, maka peneliti selanjutnya bertanya pada orang-orang yang dijumpai pada tempat tersebut.
3) Setelah pertanyaan diberi jawaban, peneliti akan menganalisis apakah jawaban yang diberikan itu betul atau tidak.
4) Jika jawaban atas pertanyaan dirasa betul, maka dibuatlah kesimpulan.
5) Pada tahap ke lima, peneliti mencandra kembali terhadap kesimpulan yang telah dibuat. Apakah kesimpulan yang telah dibuat itu kredibel atau tidak. Untuk memastikan kesimpulan yang telah dibuat tersebut, maka peneliti masuk lapangan lagi, mengulangi pertanyaan dengan cara dan sumber yang berbeda, tetapi tujuan sama. Jika kesimpulan telah diyakini memiliki kredibilitas yang tinggi, maka pengumpulan data dinyatakan selesai.
Temuan atau data dalam penelitian kualitatif dapat dinyatakan valid apabila
tidak ada perbedaan antara yang dilaporkan peneliti dengan apa yang
sesungguhnya terjadi pada obyek yang diteliti. Tetapi perlu diketahui bahwa
kebenaran realitas data menurut penelitian kualitatif tidak bersifat tunggal, tetapi
jamak dan tergantung pada kemampuan peneliti mengkonstruksi fenomena yang
Rosse Susilawaty Hernawan, 2014
Keterampilan Sosial Anak Tunagrahita Ringan Di Sekolah Inklusif
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
individu dengan berbagai latar belakangnya. Menurut Moleong (2004), “reliabilitas menurut penelitian kualitatif, suatu realitas itu bersifat majemuk / ganda, dinamis / selalu berubah, sehingga tidak ada yang konsisten, dan berulang
seperti semula”. Heraclites dalam Sugiyono (2013) menyatakan bahwa „kita tidak
bisa dua kali masuk sungai yang airnya sama‟. Air mengalir terus, waktu terus
berubah, situasi senantiasa berubah dan demikian pula perilaku manusia yang
terlibat dalam situasi sosial. Dengan demikian tidak ada suatu data yang tetap /
konsisten / stabil.
E. Teknik Analisis Data
Peneliti mempergunakan analisis kualitatif untuk menganalisis data. Pada
penelitian kualitatif analisis data dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan,
selama di lapangan, dan setelah selesai di lapangan. Analisis data menjadi
pegangan bagi penelitian selanjutnya sampai jika mungkin, teori yang
berkembang. Namun dalam penelitian kualitatif, analisis data lebih difokuskan
selama proses di lapangan bersamaan dengan pengumpulan data. Dalam
kenyataannya, analisis data kualitatif berlangsung selama proses pengumpulan
data daripada setelah selesai pengumpulan data. Data yang diperoleh di lapangan
harus segera dituangkan dalam bentuk tulisan dan dianalisis. Pada tahap ini
disebut tahap orientasi atau deskripsi, yakni peneliti mendeskripsikan apa yang
dilihat, didengar, dirasakan dan ditanyakan. Disini peneliti baru mengenal serba
sepintas terhadap informasi yang diperolehnya. Selanjutnya, peneliti mereduksi
segala informasi yang telah diperoleh. Pada proses reduksi ini, peneliti mereduksi
data yang ditemukan pada tahap awal (deskripsi) untuk memfokuskan pada
masalah tertentu. Pada tahap reduksi ini peneliti menyortir data dengan cara
memilih mana data yang menarik, penting, berguna dan baru. Data yang dirasa
tidak dipakai disingkirkan. Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka data-data
tersebut selanjutnya dikelompokkan menjadi berbagai kategori yang ditetapkan
sebagai fokus penelitian. Tahap berikutnya adalah tahap selection. Pada tahap ini
Rosse Susilawaty Hernawan, 2014
Keterampilan Sosial Anak Tunagrahita Ringan Di Sekolah Inklusif
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
peneliti melakukan analisis yang mendalam terhadap data dan informasi yang
diperoleh, maka peneliti dapat menemukan tema dengan cara mengkonstruksikan
data yang diperoleh menjadi sesuatu bangunan pengetahuan, hipotesis atau ilmu
yang baru. Hasil akhir dari penelitian kualitatif, bukan sekedar menghasilkan data
atau informasi yang sulit dicari melalui metode kuantitatif, tetapi juga harus
mampu menghasilkan informasi-informasi yang bermakna, bahkan hipotesis atau
ilmu baru yang dapat digunakan untuk membantu mengatasi masalah dan
meningkatkan taraf hidup manusia.
Data hasil penelitian akan dianalisis secara kualitatif dengan menggunakan
tiga tahapan, menurut S. Nasution (1992:129) mengklasifikasikannya sebagai
berikut :
a. Reduksi Data
Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk itu maka perlu dicatat secara teliti dan rinci. Langkah awal dalam menganalisis data adalah melakukan reduksi data. Mereduksi data artinya merangkum, melihat hal-hal yang pokok pada hal-hal yang penting guna memberikan gambaran yang jelas dan tajam tentang hasil pengamatan juga mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data yang selanjutnya dan mencarinya bila diperlukan. Adapun tujuan reduksi data adalah untuk mempermudah pemahaman terhadap data yang dikumpulkan.
Reduksi data merupakan proses berpikir sensitif yang memerlukan kecerdasan, keluasan, dan kedalaman wawasan yang tinggi. Bagi peneliti yang masih baru, dalam melakukan reduksi data dapat mendiskusikan pada teman atau orang lain yang dipandang ahli. Melalui diskusi itu, maka wawasan peneliti akan berkembang, sehingga dapat mereduksi data-data yang memiliki nilai temuan dan pengembangan teori yang signifikan.
b. Display Data (Penyajian Data)
Langkah selanjutnya setelah reduksi data adalah merangkum temuan-temuan penelitian berdasarkan pada aspek-aspek yang diteliti. Display data dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antara kategori. Yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif. Melalui display data maka data terorganisasikan, tersusun dalam pola hubungan sehingga dapat memudahkan untuk memahami gambaran keseluruhan dari aspek yang diteliti. Display data juga akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut.
Rosse Susilawaty Hernawan, 2014
Keterampilan Sosial Anak Tunagrahita Ringan Di Sekolah Inklusif
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
berlangsung agak lama di lapangan akan mengalami perkembangan data. Untuk itu maka peneliti harus selalu menguji apa yang telah ditemukan pada saat memasuki lapangan yang masih bersifat hipotetik itu berkembang atau tidak. Bila setelah lama memasuki lapangan ternyata hipotesis yang dirumuskan selalu didukung oleh data pada saat dikumpulkan di lapangan, maka hipotesis tersebut terbukti, dan akan berkembang menjadi teori yang grounded. Teori grounded adalah teori yang ditemukan di lapangan, dan selanjutnya diuji melalui pengumpulan data yang terus-menerus. Bila pola-pola yang ditemukan telah didukung oleh data selama penelitian, maka pola tersebut sudah menjadi pola yang baku yang tidak lagi berubah. Pola tersebut selanjutnya didisplaykan pada laporan akhir penelitian.
c. Menyimpulkan Data
Merupakan kegiatan akhir yang dilakukan dalam menganalisis data, yakni dengan mengambil kesimpulan yang dibuat dalam bentuk pertanyaan singkat yang mengacu pada permasalahan yang diteliti. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.
Berdasarkan uraian di atas, kesimpulan dalam penelitian kualitatif mungkin
dapat menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi mungkin
juga tidak, karena seperti telah dikemukakan bahwa masalah dan rumusan
masalah dalam penelitian kualitatif masih bersifat sementara dan akan
Rosse Susilawaty Hernawan, 2014
Keterampilan Sosial Anak Tunagrahita Ringan Di Sekolah Inklusif
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Keterampilan sosial sangatlah penting dimiliki oleh seorang anak, karena
dengan kemampuan keterampilan sosial anak mampu bergaul dan berinteraksi
dengan temannya. Hal ini membuat anak tidak dikucilkan dari kelompok
bermainnya. Selain itu, keterampilan sosial juga dianggap penting, karena ketika
anak sudah dewasa nanti, anak perlu bersosialisasi dengan lingkungannya,
terutama berkaitan dengan kemandirian.
Subjek penelitian (A) di lokasi penelitian sudah memiliki keterampilan
sosial cukup baik. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa A cukup mampu
berpartisipasi dalam permainan kelompok, komunikasi dan interaksi dengan
anak-anak yang lain, menyesuaikan diri dengan kelompok kelasnya, mengungkapkan
perasaannya melalui sikap (ketika bahagia, sedih, kesal / marah), dan bersikap
sopan-santun dalam berbicara dengan orang lain. Akan tetapi, A masih kurang
mampu dalam menyesuaikan diri apabila menerima tugas yang baru,
berpartisipasi dalam kesibukan kelompok (misalnya diskusi), mengikuti ketentuan
suatu kelompok bermain (misalnya aturan bermain sepak bola), dan mengambil
keputusan sendiri.
Keterampilan sosial yang dimiliki A sangat berkaitan dengan ‘mood’. Jika A
sedang ‘good mood’, A mampu melakukan keterampilan sosial dengan cukup
baik. Tapi sebaliknya, jika A sedang ‘bad mood’, A kurang mampu berinteraksi
dan melakukan keterampilan sosial lainnya. Lingkungan sosial di sekolah, baik
itu siswa reguler maupun orang tua siswa reguler, dapat menerima keberadaan
dan kondisi A. Mereka memperlakukan A dengan cukup baik.
GPK A dan guru kelas melakukan beberapa upaya (bimbingan) dalam
mengembangkan keterampilan sosial anak. Bimbingan ini dipadukan dengan
program pembelajaran, sehingga dilakukan secara langsung kepada anak. Baik
Rosse Susilawaty Hernawan, 2014
Keterampilan Sosial Anak Tunagrahita Ringan Di Sekolah Inklusif
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
terhadap A. Hal ini disebabkan karena anak dianggap sudah cukup mampu
melakukan keterampilan sosial.
Apabila ditinjau dari hasil penelitian tersebut, maka pihak orang tua yang
memiliki anak tunagrahita ringan, guru reguler, maupun masyarakat pada
umumnya tidak perlu merasa ragu dalam menyekolahkan anak tunagrahita ringan
di sekolah inklusif. Pada kenyataannya di lapangan, anak tunagrahita ringan
mampu bergaul dengan siswa reguler dan melakukan keterampilan sosial dengan
cukup baik. Selain itu, semua pihak baik itu siswa reguler maupun orang tua
siswa reguler sudah menerima keberadaan anak tunagrahita ringan di sekolah.
B. Implikasi
Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat menjadi refleksi bagi setiap
pihak-pihak yang berkaitan, untuk dapat lebih maksimal dan optimal dalam membantu
peserta didik, khususnya yang memiliki hambatan. Berikut saran dan rekomendasi
yang dapat diberikan penulis dari hasil penelitian ini, antara lain:
1. Bagi GPK
Seperti yang telah dijelaskan pada uraian sebelumnya, bahwa salah satu
syarat sekolah yang inklusif yaitu adanya tenaga Guru Pendamping Khusus
(GPK). Tugas GPK adalah membantu guru reguler dalam melaksanakan
kegiatan pembelajaran selama di kelas dan di sekolah umumnya. Bantuan
tersebut dilakukan dengan cara memberikan bimbingan kepada anak
berkebutuhan khusus, terutama dalam aspek non-akademik (perilaku
keterampilan sosial). Bimbingan dapat dilakukan secara terpadu dalam
kegiatan pembelajaran. Sebagai contoh, GPK mengendalikan perilaku anak di
kelas jika anak berperilaku yang kurang baik, serta membantu anak bermain
dan berinteraksi dengan teman-temannya. Hal ini penting dilakukan oleh
GPK, karena nantinya anak akan hidup di lingkungan masyarakat.
Rosse Susilawaty Hernawan, 2014
Keterampilan Sosial Anak Tunagrahita Ringan Di Sekolah Inklusif
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Guru reguler (guru kelas) di sekolah inklusif adalah partner dari Guru
Pendamping Khusus (GPK). Jadi, diharapkan guru reguler dan GPK dapat
saling bekerjasama untuk melakukan bimbingan dalam hal pengembangan
keterampilan sosial anak tunagrahita ringan. Koordinasi dapat dilakukan
dengan cara sharing dan diskusi membahas hambatan dan kebutuhan yang
dihadapi oleh anak. Jika anak tunagrahita ringan mulai menunjukkan perilaku
yang tidak bersahabat kepada teman-temannya, maka guru dan GPK bisa
berdiskusi untuk menangani hal tersebut. Selain itu, apabila guru dapat
merespon dengan perhatian dan pemahaman kepada anak tunagrahita ringan,
maka anak akan percaya pada guru dan mau meminta bantuan, serta rasa
percaya diri anak terhadap kemampuan dalam belajar akan meningkat.
3. Bagi Orang Tua
Keluarga sebagai orang terdekat dengan anak, harus lebih mengetahui
kebutuhan anak dan harus memberikan motivasi serta bimbingan terhadap
anak. Bimbingan mengenai keterampilan sosial yang lebih intens juga perlu
dilakukan orang tua kepada anaknya. Orang tua adalah sosok yang selalu
bersama dan lebih lama dalam segi kuantitas waktunya. Hal tersebut perlu
dimanfaatkan oleh orang tua secara efektif dan efisien mungkin. Bentuk kasih
sayang dan ketulusan adalah hal yang mutlak harus diberikan kepada anak
agar anak tersebut merasa nyaman dalam menjalani kehidupan sehari-harinya.
4. Bagi Peneliti Selanjutnya
Dari hasil penelitian ini, semoga dapat menjadi suatu acuan dan dapat
memberikan gambaran secara umum mengenai bagaimana keterampilan sosial
yang dimiliki oleh anak tunagrahita ringan di sekolah inklusif. Penelitian ini
dimaksudkan untuk melihat sejauh mana keterampilan sosial dimiliki oleh
anak tunagrahita ringan di sekolah, dan upaya apa saja yang dilakukan oleh
guru reguler maupun GPK dalam mengembangkan keterampilan sosial ATG
Rosse Susilawaty Hernawan, 2014
Keterampilan Sosial Anak Tunagrahita Ringan Di Sekolah Inklusif
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
penelitian yang berkaitan dengan penelitian ini dapat menjadi masukan agar
Rosse Susilawaty Hernawan, 2014
Keterampilan Sosial Anak Tunagrahita Ringan Di Sekolah Inklusif
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
DAFTAR PUSTAKA
Alimin. Z., Rochyadi, E. (2007). Modul 3 : Hambatan Belajar dan Perkembangan Anak dengan Gangguan Kognitif atau Kecerdasan Unit 1. Bandung : tidak diterbitkan
Amin, M. (1994). Ortopedagogik Anak Tunagrahita. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tenaga Guru
Delphie. B, (2009). Bimbingan Perilaku Adaptif : Anak dengan Hendaya Perkembangan Fungsional. Sleman: PT Intan Sejati Klaten
_________ (2009). Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus dalam Setting Pendidikan Inklusi. Sleman: PT Intan Sejati Klaten
...(2006). Pembelajaran Anak Tunagrahita. Bandung : Refika Aditama
...(2005). Bimbingan Konseling untuk Perilaku Non-Adaptif. Bandung : Pustaka Bani Quraisy
Hasan A. (2000). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Hurlock E, B. (1978). Perkembangan Anak. Jakarta : Erlangga
Margono. (2009). Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta : PT Rineka Cipta
Moleong. L, (2004). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosda
Mudjito, dkk. (2012). Pendidikan Inklusif. Jakarta : Baduose Media
Nasution, (1992). Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito
Smith. D, J. (2006). Inklusi Sekolah Ramah untuk Semua. Bandung : Nuansa
Rosse Susilawaty Hernawan, 2014
Keterampilan Sosial Anak Tunagrahita Ringan Di Sekolah Inklusif
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Stubbs. S. (2002). Inclusive Education Where There are Few Resources. The Atlas Alliance
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Alfabeta
Taylor R. George. (2006). Trends in Special Education Projections for the Next Decade. The Edwin Mellen Press Lewiston, Queenston, Lampeter