• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMANFAATAN BIOGRAFI TUAN GURU HAJI MUHAMMAD ZAINUDDIN ABDUL MAJID SEBAGAI SUMBER PEMBELAJARAN SEJARAH LOKAL UNTUK MENINGKATKAN NASIONALISME DAN PATRIOTISME SISWA DI MADRASAH ALIYAH NAHDLATUL WATHAN SENYIUR KABUPATEN LOMBOK TIMUR.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PEMANFAATAN BIOGRAFI TUAN GURU HAJI MUHAMMAD ZAINUDDIN ABDUL MAJID SEBAGAI SUMBER PEMBELAJARAN SEJARAH LOKAL UNTUK MENINGKATKAN NASIONALISME DAN PATRIOTISME SISWA DI MADRASAH ALIYAH NAHDLATUL WATHAN SENYIUR KABUPATEN LOMBOK TIMUR."

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

Meningkatkan Nasionalisme dan Patriotisme Siswa di Madrasah

Aliyah Nahdlatul Wathan Senyiur Kabupaten Lombok Timur

TES I S

Diajukan untuk memenuhi sebagian syarat untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan Sejarah

Oleh

AH M AD AFAN D I NIM 1202153

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH SEKOLAH PASCA SARJANA

(2)

Sebagai Sumber Pembelajaran Sejarah Lokal Untuk Meningkatkan Nasionalisme dan Patriotisme Siswa di Madrasah Aliyah Nahdlatul Wathan Senyiur

Kabupaten Lombok Timur

Disetujui dan disahkan oleh: Pembimbing I

Prof. Helius Sjamsuddin, Ph.D, M.A NIP. 130188282

Pembimbing II

Dr. Agus Mulyana, M. Hum NIP. 196608081991031002

Mengetahui,

Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah

Sekolah Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia

(3)

Tempat : Ruang Sidang Sekolah Pasca Sarjana UPI Tim Penguji :

Penguji I, Penguji II,

Prof. Helius Sjamsuddin, Ph.D, M.A Dr. Agus Mulyana, M. Hum

NIP. 130188282 NIP. 196608081991031002

Penguji III, Penguji IV,

Dr. Nana Supriatna, M. Ed Didin Saripudin, Ph.D.

NIP.196110141986011 NIP.197005061997021001

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah SPS UPI

(4)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul “Pemanfaatan Biografi Tuan Guru Haji Muhammad Zainuddin Abdul Majid Sebagai Sumber Pembelajaran Sejarah Lokal Untuk Meningkatkan Nasionalisme dan Patriotisme Siswa di Madrasah Aliyah Nahdlatul Wathan Senyiur Kabupaten Lombok Timur ” ini beserta seluruh isinya adalah benar-benar karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat ilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko/sanksi yang berlaku apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya tulis ini.

Bandung, Juni 2014

(5)

ABSTRAK

PEMANFAATAN BIOGRAFI TUAN GURU HAJI MUHAMMAD ZAINUDDIN ABDUL

MAJID SEBAGAI SUMBER PEMBELAJARAN SEJARAH LOKAL UNTUK

MENINGKATKAN NASIONALISME DAN PATRIOTISME SISWA DI MADRASAH ALIYAH NAHDLATUL WATHAN SENYIUR KABUPATEN LOMBOK TIMUR

Latar belakang penelitian ini adalah berangkat dari realitas bahwa pembelajaran sejarah selama ini hanya menyentuh dan membahas materi sejarah nasional dan di sisi lain justru sejarah lokal diabaikan. Hal tersebut terlihat dalam proses pembelajaraan di kelas, terutama di Madarasah Aliyah NW Senyiur. Kondisi dan sikap peserta didik maupun guru yang cenderung tidak perduli dengan sejarah yang ada di sekitranya, terutama di Lombok Timur menjadi dasar peniliti untuk melakukan kajian ilmiah mengenai sikap dan penghargaan masyarakat terhadap keberadaan tokoh-tokoh yang memiliki andil besar dalam perjuangan melawan penjajah. Adapun rumusan masalah yang peneliti angkat adalah pertama bagaimana desain pembelajaran, kedua bagaimana implementasi pembelajaran, ketiga bagaimana hasil pembelajaran, dan keempat kendala-kendala yang dihadapi. Sementara metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah naturalistik inkuiri dengan tehnik pengumpulan data meliputi proses observasi, wawancara dan dokumentasi. Mengingat pentingnya pemahaman tentang sejarah dalam rangka menggali serta mengkritisi nilai-nilai yang berkaitan dengan identitas diri, agama, integrasi sosial budaya, dan juga menyangkut etos kerja dalam kehidupan masyarakat, maka dipandang perlu untuk memulainya dari tingkat lokal demi terwujudnya integrasi bangsa. Hasil-hasil pembelajaran yang dicapai oleh siswa seperti, memiliki rasa bangga terhadap bangsa, peduli terhadap nasib bangsa, mempertahankan identitas atau jati diri sebagai bangsa Timur, menghargai orang lain, dan memiliki motivasi yang tinggi dalam menuntut ilmu menjadi modal penting bagi siswa agar mampu mengembangkan sikap kritisnya dalam proses pembelajaran. Berangkat dari hal tersebut maka penulis menganggap perlu untuk dilakukan sebuah kajian ilmiah tentang sejarah lokal di Lombok Timur secara kritis. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa pembelajaran sejarah lokal dengan materi biografi TGH Muhammad Zainuddin Abdul Majid, telah memberikan cakrawala baru bagi pengetahuan siswa. Mereka tidak lagi hanya terpaku pada tokoh-tokoh pahlawan yang ada dalam buku teks sejarah. Selain itu, pembelajaran sejarah lokal juga telah membangun sikap dan daya kritis siswa terhadap lingkungan dan kondisi sekitarnya.

(6)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... i

MOTTO.. ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

UCAPAN TERIMA KASIH... vi

ABSTRAK ... vii

DAFTRA ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1

B. Rumusan Masalah... 10

C. Tujuan Penelitian... 10

D. Manfaat Penelitian... 11

E. Klarifikasi Konsep... 12

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian dan Ruang Lingkup Sejarah Lokal... 21

1. Pengertian Sejarah... 21

2. Ruang Lingkup Sejarah Lokal... 22

B. Tujuan Pembelajaran Sejarah... 24

C. Pembelajaran Sejarah dan Tujuan Sejarah Lokal di MA NW Senyiur... 30

1. Tujuan Pembelajaran Sejarah Lokal... 30

2. Esensi Sejarah Nasional... 34

3. Jenis-Jenis Sejarah Lokal... 40

a. Sejarah Lokal Tradisional... 40

b. Sejarah Lokal Dilentatis... 41

c. Sejarah Lokal Edukatif Inspiratif... 41

(7)

e. Sejarah Lokal Kritis Analitis... 43

D. Biografi TGH Muhammad Zainuddin Abdul Majid Sebagai Materi Pelajaran Lokal... 44

E. Pembelajaran Sejarah Berbasis Biografis... 50

F. Pembelajaran Sejarah Lokal ... 55 A. Deskripsi Hasil Penenlitian... 86

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian... 86

a. Profil Madrasah Aliyah NW Senyiur... 88

b. Keadaaan Madrasah Aliayh AW Senyiur... 90

c. Keadaan Peserta Didik... 91

2. Data Hasil Observasi... 91

a. Desain Pembelajaran... 94

(8)

c. Hasil Pembelajaran... 109

d. Kendala dan Solusi dalam pembelajaran... 111

3. Data Hasil Wawancara... 114

B. Pembahasan... 117

1. Desain dan Implementasi Pembelajaran... 118

2. Hasil Pembelajaran... 125

3. Kendala dan Solusi Pembelajaran... 131

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan... 145

B. Rekomendasi... 148

DAFTAR PUSTAKA... 150

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Profil Madrasah ... 81

Tabel 4.2 Keadaan Gedung MA NW Senyiur ... 84

(10)

DAFTAR GAMBAR

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ada beberapa permasalahan yang menjadi keresahan-keresahan selama ini diantaranya adalah pembelajaran sejarah hanya menyentuh atau membahas materi sejarah nasional di sisi lain sejarah lokal terabaikan. Hal ini terjadi pada siswa di Madrasah Aliyah Nahdlatul Wathan Senyiur Kabupaten Lombok Timur. Guru dalam melaksanakan tugasnya hanya terfokus pada buku paket sejarah nasional, dan metode yang digunakan hanya menggunakan interaksi satu arah. Para siswa diberikan tugas hafalan sehingga efektivitas dan tujuan yang akan dicapai tidak tercapai. Hal ini dapat dilihat dalam proses pembelajaran yang ada siswa kurang memahami sejarah lokal bahkan tidak mengetahui sejarah daerahnya sendiri. Adapun yang menjadi harapan peneliti, adalah guru dapat mengaplikasikan pembelajaran sejarah lokal di Madrasah Aliyah Nahdlatul Wathan Senyiur Kabupaten Lombok Timur.

Masalah selanjutnya yang juga menjadi keresahan saat ini ialah kurangnya kesadaran kebangsaan yang dimiliki oleh para siswa. Nilai-nilai kepahlawanan, nilai nasionalisme, patriotisme juga nilai-nilai kearifan lokal sendiri tidak dipahami. Adapun yang menjadi dasar pernyataan tersebut, kurangnya siswa yang mengetahui dan memehami tokoh-tokoh pergerakan yang ada di daerahnya. Harapan terbesar saat ini adalah siswa memahami nilai-nilai kejuangan yang di wariskan oleh para pahlawan, dan tak kalah penting nilai-nilai kearifan lokal yang ada di lingkungannya.

(12)

Pendidikian sejarah lokal dan sejarah nasional merupakan proses enkulturasi dalam rangka nation character building. Melalui proses pelembagaan nilai-nilai yang positif seperti nilai-nilai warisan leluhur, heroisme, dan nilai-nilai ideologi dijadikan alat perekat solidaritas bangsa. (Kartodirjo dalam Supardan, 2004: 29). Jiwa nasionalisme sangat diandalkan untuk menghindari disintegrasi bangsa yang disebabkan oleh faktor-faktor tersebut diatas. Untuk itu masih diperlukan peranan pemerintah untuk membuat kebijakan dalam bidang pendidikan agar semua mata pelajaran-pelajaran yang membentuk rasa nasionalisme dan wawasan kebangsaan, sehingga sejarah lokal mendapat perhatian yang cukup banyak. Terutama dalam proses pembelajaran baik didalam maupun diluar kelas. Maka sudah saatnya kita mengembangkan kurikulum sejarah yang memperhatikan kondisi-kondisi mutakhir negeri ini, baik dari segi sosio kultural, kebijakan politik dalam bidang pendidikan yang mengarah pada otonomi daerah, dalam cakupan yang lebih kecil adalah otonomi sekolah, maka model pembelajaran pun harus bersifat inovatif. Satu diantaranya yang harus dikembangkan adalah penanaman kesadaran kebagsaan terhadap siswa melalui pembelajaran sejarah lokal.

(13)

akan datang. Melalui keterampilan berpikir yang menyejarah, diharapkan para siswa memiliki visi yang jauh melampaui batas geografis lokal dan nasional, dengan pemahamannya terhadap tiga dimensi waktu serta unsur spatial sebagai

“panggung peristiwanya”.

Dalam proses pembelajaran sejarah, masih banyak guru menggunakan pardigma konvensional, yaiu paradigma guru menjelaskan-murid mendengarkan‟. Metode pembelajaran sejarah semacam ini telah menjadikan pelajaran sejarah membosankan. Ia kemudian tidak memberikan sentuhan emosional karena siswa merasa tidak terlibat aktif didalam proses pembelajarannya. Sementara paradigma

„siswa aktif mengkonstruksi makna - guru membantu” merupakan dua paradigma dalam proses belajar-mengajar sejarah yang sangat berbeda satu sama lain. Paradigmaini dianggap sulit diterapkan dan membingungkan guru serta siswa. Di samping itu, metode pembelajaran yang kaku, akan berakibat buruk untuk jangka waktu yang panjang dan berpotensi memunculkan generasi yang mengalami

“amnesia (lupa atau melupakan sejarah” bangsa sendiri.

Agar pembelajaran sejarah berhasil baik, metode yang dipergunakan harus

bisa mengkostruk “ingatan historis”. Alhasil, siswa menjadikan sejarah hanya

sebagai fakta-fakta hapalan tanpa adanya ketertarikan dan minat untuk memaknainya, juga mampu menggali lebih jauh lagi. Ingatan historis semata tidak akan bertahan lama. Supaya ingatan historis semata tidak akan bertahan

lama, perlu disertai “ingatan emosional”.

Ingatan jenis ini adalah ingatan yang terbentuk dengan melibatkan emosi hingga bisa menumbuhkan kesadaran dalam diri siswa untuk menggali lebih jauh dan memaknai berbagai peristiwa sejarah. Proses pembelajaran kemudian tak hanya berhenti pada penghafalan saja, siswa bisa aktif dalam komunikasi dua arah dengan guru untuk mengutarakan pendapatnya mengenai obyek sejarah yang tengah dipelajari karena sedari awal ia telah merasa menjadi bagian dari proses

(14)

Mengubah paradigma yang dianut oleh seorang guru dari paradigma konvensional ke paradigma konstruktif, bukan sesuatu hal yang mudah. Hal ini disebabkan karena kebanyakan guru sudah terbiasa dengan paradigma konvensional, dan mereka sendiripun pada waktu masih menjadi siswa sudah terbiasa dengan paradigma tersebut. Sungguh-sungguh diperlukan kemauan dan tekad yang kuat untuk bisa mengubah paradigma tersebut secara nyata.

Schiffer dan Fosnot (1993) menguraikan proses jatuh bangun dari beberapa guru yang berusaha sungguh-sungguh untuk menggunakan paradigma konstruktivis, sekalipun mereka sendiri sebelumnya sudah sangat terbiasa dengan paradigma konvensional. Dengan usaha yang keras, usaha para guru tersebut akhirnya berhasil mengubah paradigma yang mereka gunakan, dan perubahan paradigma tersebut memberikan manfaat yang positif bagi para siswa mereka, karena dengan penggunaan paradigma yang kedua tersebut, para siswa menjadi terbiasa mengeksplorasi secara aktif dan konstruktif konsep-konsep, prinsip-prinsip, prosedur-prosedur, dan soal-soal sejarah (termasuk soal-soal yang non

rutin), sehingga mereka merasa bahwa sejarah adalah „milik‟ mereka, karena liku -likunya telah biasa mereka telusuri. Lebih jauh, hal tersebut menambah rasa percaya diri mereka dalam menghadapi materi-materi sejarah yang baru dan soal-soal yang sebelumnya belum pernah mereka jumpai. Hal ini juga sangat membantu mereka pada waktu mereka menjumpai masalah-masalah dalam kehidupan mereka sehari-sehari; sehingga secara umum, kemampuan mereka dalam memecahkan masalah kesejarahan meningkat. Kemampuan memecahkan masalah ini akan sangat berguna pula dalam bidang-bidang di mana mereka nanti akan berkarya.

(15)

Satuan Pendidikan), paradigma tersebut mulai bergeser paling tidak by desaign, dengan otonomi yang diberikan kepada pihak sekolah dan guru untuk mengaplikasikan kurikulum yang berorientasi kepada siswa dan masyarakat lingkungannya.

Mencermati kondisi-kondisi di atas, maka pembelajaran Sejarah akan memerlukan strategi pembelajaran yang dapat mengakomodasi perubahan kurikulum tersebut, sehingga para siswa dapat memiliki peran di dalam kelas dan lingkungan sosialnya di mana mereka tinggal. Misalnya, bagaimana nilai-nilai sejarah dapat menginspirasi pemecahan permasalahan sosial kontemporer yang diidentifikasi Supriatna (2007:1), diantaranya berkenaan dengan etos kerja dan entrepreneurship (jiwa kewirausahaan). Dengan kata lain, diperlukan model

pembelajaran secara kritis dapat menganalisis permasalahan sosial kontemporer, tetapi tetap merupakan bagian dari mainstream dokumen kurikulum.

Pembelajaran sejarah yang baik adalah pembelajaran yang mampu menumbuhkan kemampuan siswa melakukan konstruksi kondisi masa sekarang dengan mengkaitkan atau melihat masa masa lalu yang menjadi basis topik pembelajaran sejarah. Kemampuan melakukan konstruksiini harus dikemukakan secara kuat agar pembelajaran tidak terjerumus dalam pembelajaran yang bersifat konservatif. Kontekstualitas sejarah harus kuat mengemuka dan berbasis pada pengalaman pribadi para siswa. Apalagi sejarah tidak akan terlepas dari konsep waktu, kontinuitas dan perubahan.

(16)

mengembangkan kurikulum sejarah yang memperhatikan kondisi-kondisi mutakhir negeri ini, baik dari segi sosio kultural, kebijakan politik dalam bidang pendidikan yang mengarah pada otonomi daerah, dalam cakupan yang lebih kecil adalah otonomi sekolah, maka model pembelajaran pun harus bersifat inovatif. Satu diantaranya yang harus dikembangkan adalah penanaman kesadaran kebagsaan terhadap siswa melalui pembelajaran sejarah lokal.

Masalah diatas dan untuk menjawab berbagai perubahan tersebut, maka pemerintah memberikan serta memberlakukan kurikulumyang sifatnya keleluasan pada guru dan sekolah untuk mengembangkan potensi yang ada di daerah itu sendiri sesuai dengan kebutuhan dan kehendak masyarakat setempat dengan memperhatikan kekhasan daerah yang disebut dengan muatan lokal. Menurut Desfina dalam Supriatna dan Wiyanarti (2008: 208) mengatakan bahwa :

“Kurikulum memberikan kebebasan kepada guru dan sekolah dalam mengembangkan silabus pelajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa dan lingkungannya. Ini menandakan bahwa salah satu upaya pemerintah untuk menggali serta mengembangkan potensi daerah sesuai dengan lingkungan dan kebutuhan sekolah/masyarakat setempat.”

Berdasarkan Undang-undang Sisdiknas No 20 tahun 2003 menyatakan bahwa :

“Pendidikan nasional mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalamrangka mencerdaskan kehidupan bangsanya, kemudian dapat mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa yang Maha kuasa, berahlak mulia, cakap, kreatif inovatif, mandiri lalu menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”

(17)

Saat ini perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan arus globalisasai telah membawa perubahan di semua aspek kehidupan manusia. Dalam rangka menghadapi berbagai permasalahan yang ditimbulkan oleh proses globalisasi pada satu pihak, dan proses demokratisasi pada pihak lain, sangat membutuhkan sumberdaya manusaia yang lebih berkualitas melalui pembaharuan sistem pendidikan dan penyempurnaan kurikulum, termasuk kurikulum sejarah yang berlandaskan muatan sejarah lokal untuk memasukkan ke dalam sejarah nasional.

Mengutip pendapat Fernand Braudel (Lechte, 2001) memahami sejarah dari sudut waktu. Menurutnya dalam memahami sejarah ada tiga kerangka waktu, event history (short term/jangka pendek), conjecture (mid term/jangka menengah)

dan longue durée (long term/jangka panjang). Sejarah pada satu tempat dan komunitas terkait dengan ketiga konsep waktu tersebut. Selain itu dari sudut ruang, Braudel menambahkan satu lagi, yaitu ekonomi dunia di mana ini merupakan unit analisis makro terkait dengan perkembangan pertukaran barang dan jasa. Jika dikaitkan dengan waktu kalender, event history berlangsung antara beberapa minggu, musim sampai beberapa tahun. Conjecture berlangsung sekitar 10–50 tahun sedangkan longue durée berlangsung lebih lama, bisa sampai beberapa abad.

Perubahan yang mempengaruhi sejarah dalam jangka waktu yang lama, dicontohkan oleh Braudel yaitu mengenai perubahan musim atau iklim. Perubahan jangka menengah, misalnya yang terkait bidang ekonomi seperti perubahan-perubahan harga, pertumbuhan populasi dan hasil-hasil produksi. Perubahan-perubahan ini bisa dipengaruhi oleh keadaan-keadaan sepuluh, duapuluh, lima puluh tahun yang lalu. Event history atau jangka pendek digambarkan oleh Braudel seperti pada awal tulisan ini. Seperti cahaya kunang-kunang, bersinar singkat dan lemah, tetapi cukup melepaskan cahaya untuk menyinari dataran kecil di bawahnya. Pada event history ini Braudel memberi tekanan pada perang, politik dan diplomasi.

Pembedaan ketiga konsep waktu ini, event history, conjecture dan longue durée tidak merupakan pembedaan yang hirarkis, satu lebih penting dari yang

(18)

tiga konsep waktu itu ditambah dengan unit analisis makro, ekonomi dunia, menurut Braudel keempatnya tersebut akan memberikan sudut pandang kita mengenai total history. Apabila pemikiran Fernand Braudel tersebut diterapkan dalam pembelajaran sejarah, maka perlu adanya perubahan paradigma pembelajaran agar aktualitas akibat adanya perubahan dalam konsep waktu dapat dipahami dan disadari oleh para siswa.

Beberapa faktor di atas diangkat dalam penelitian ini, yaitu perubahan pembelajaran sejarah dari pola lama menjadi pembelajaran sejarah dengan paradigma baru. Paradigma ini adalah pendekatan pembelajaran sejarah yang kontekstual berbasis konstruktivisme dengan memperhatikan perkembangan kekinian yang semakin global. Generasi tua dan para pendidik Indonesia patut gelisah terhadap fenomena generasi muda yang mulai meninggalkan nilai-nilai luhur bangsa baik yang terdapat pada budaya nasional maupun budaya lokal. Kemunduran ini sebagai akibat dari pengaruh globalisasi yang dewasa ini semakin kurang terkendali sehingga perlu untuk digencarkan kembali pendidikan nilai sebagai benteng bagi generasi muda. Pemerintah dalam hal ini presiden Republik Indonesia mencanangkan pendidikan karakter bangsa pada peringatan hari pendidikan nasional pada tanggal 2 mei 2010 dan ditekankan kembali pada tanggal 2 Mei 2011. Hal ini mengindikasikan betapa pentingnya pendidikan nilai untuk kemajuan suatu bangsa.

(19)

menerapkan pendidikan nilai pada setiap lembaga pendidikan. Karena dengan pendidikan khususnya pendidikan nilai sebaga i alternatif yang bersifat preventif karena pendidikan membangun generasi baru bangsa yang lebih baik dan dapat memperkecil dan mengurangi penyebab berbagai masalah budaya dan karakter bangsa.

Pendidikan tidak cukup berhenti pada tujuan untuk mencerdaskan anak sehingga dimasa depan tidak kesulitan mencari kerja. Tetapi pendidikan mesti mampu mewariskan nilai-nilai luhur yang tidak kalah pentingnya dalam membekali anak memiliki keterampilan menjalani hidup. Hal ini selaras dengan pendapat yang mengartiukan pendidikan sebagai upaya mengembangkan kualitas pribadi manusia dan membangun karakter bangsa yang dilandasi nilai-nilai agama, filsafat, psikologi, sosial budaya, dan iptek yang bermuara pada pembentukan pribadi manusia bermoral dan berakhlak mulia serta berbudi pekerti luhur. Oleh karena itu, penanaman nilai-nilai luhur yang bersifat universal dan lokal tidak bisa lagi diabaikan dalam pendidikan yang terjadi disekolah-sekolah dan kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan penjelasan diatas maka pembelajaran sejarah berbasis biografi Tuan Guru Haji Muhammad Zainuddin Abdul Majid, memiliki arti penting bagi para siswa. Dengan menyajikan tokoh lokal sebagai materi pembelajaran, maka nantinya diharapkan siswa mampu meneladani, mencontoh dan menginternalisasi bentuk-bentuk perjuangan tokoh lokal yang ada di wilayahnya terutama dalam hal ini adalah siswa Madrasah Aliyah Nahdlatul Wathan Senyiur Kabupaten Lombok Timur. Sehingga kedudukan sejarah lokal sangat penting apabila dimasukkan kedalam kurikulum muatan lokal.

(20)

sejarah adalah melalui proses pendidikan sejarah perjuangan bangsa dalam membentuk sikap serta perilaku.

B. Rumusan dan Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini secara umum dapat dirumuskan masalah sehubungan dengen beberapa permasalahan serta gambaran di atas, maka peneliti menetapkan judul Pemanfaatan Biografi Tuan Guru Haji Muhammad Zainuddin Abdul Majid Sebagai Sumber Pembelajaran Sejarah Lokal Untuk Meningkatkan Nasionalisme dan Patriotisme Siswa di Madrasah Aliyah Nahdlatul Wathan Senyiur Kabupaten Lombok Timur

Dari masalah tersebut penulis akan memfokuskan penelitian pada hal-hal sebagai berikut :.

1. Bagaimana desain pembelajaran guru dalam pembelajaran di kelas?

2. Bagaimana implementasi pembelajaran sejarah berbasis biografi perjuangan TGH. Muhammad Zainuddin Abdul Majid.

3. Bagaimana hasil Pembelajaran sejarah berbasis biografi TGH Muhammad Zainuddin Abdul Majid?

4. Bagaimana kendala-kendala yang dihadapi guru dan siswa dalam proses pembelajran sejarah berbasis biografifi TGH Zainuddin Abdul Majid?

C. Tujuan Penelitian 1.Tujuan umum

(21)

2. Tujuan khusus

a. Untuk mengetahui bagaimana desain pembelajaran guru dalam pembelajaran di kelas?

b. Unruk mengetahu bagaimana implementasi pembelajaran sejarah berbasis biografi perjuangan TGH. Muhammad Zainuddin Abdul Majid.

c. Untuk mengetahui bagaimana hasil Pembelajaran sejarah bebrbasis biografi TGH Muhammad Zainuddin Abdul Majid?

d. Untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi guru dan siswa dalam proses pembelajran sejarah berbasis biografi TGH Muhammad Zainuddin Abdul Majid?

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Dari hasil penelitian ini nantinya diharapkan dapat menjadi bahan pegangan terhadapa dunia pendidikan dalam hal ini khususnya bagi guru sejarah . sehingga dapat mengembangkan strategi belajar yang efisien dan efektif dalam merancang dan mengevaluasinya terhadap nilai-nilai sejarah lokal dalam hal ini bagaimana meneladani sikap dan perjuangan Maulana Seikh, guna menmbuhkan sikap menghargai para pejuang di daerahnya. 2. Manfaat praktis

(22)

dikembangkan lebih jauh program sejarah lokal yang terintegrasi kedalam pembelajaran sejarah yang berbasis pada muatan lokal.

E. Klarifikasi Konsep

Untuk memperjelas pembelajaran sejarah lokal dalam kerangka pendidikan sejarah yang dimaksud dalam penelitian ini, adalah suatu proses kegiatan belajar mengajar materi pelajaran sejarah di tingkat SMA. Pembelajaran sejarah dalam kerangka pendidikan sejarah dapat memunculkan masalah yang berkaitan dengan moral masyarakat setempat sebagai salah satu isu sentral. Masalah moral masyarakat setempat berkaitan erat dengan identitas diri, keagamaan, integrasi sosial, solidaritas sosial, etos kerja, dan tipe masyarakat ideal lainnya yang seharusnya dapat terbentuk sebagai hasil dari proses pembelajaran. Dalam kaitan ini, moral individu maupun kelompok suatu komunitas masyarakat setempat dapat berhubungan langsung dengan realitas sosial pada zaman (waktu) dan tempat (ruang) dimana siswa itu beradal. Kepekaan moral (moral sensitivity) seseorang dapat pula berdimensi universal yang dapat menembus batas ruang dan waktu. Hal ini berarti, bahwa kepekaan moral dapat melampaui batas-batas wilayah nasional dalam kurun waktu yang berbeda. Sebagai contoh, kepekaan seseorang yang berkaitan dengan arti penting solidaritas antar sesama manusia. Kemudian moral action lebih mengarah pada perilaku yang nyata secara kolektif maupun

(23)

1. Perjuangan Tuan Guru Kiyai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Majid

Kesuksesan perjuangan seseorang tokoh atau pemimpin banyak ditentukan oleh pola kepemimpinannya. Kearifan seorang pemimpin dalam melaksanakan tugas kepemimpinannya akan menentukan keberhasilan perjuangannya. Perjuangan dan kepemimpinan merupakan dua hal yang saling mengkait, karena perjuangan itu akan berhasil baik, apabila pola pendekatan yang dipergunakan dalam kepemimpinan itu baik. Di samping itu, kepemimpinan yang arif dan bijaksana akan menghasilkan keberhasilan perjuangan.

Tuan Guru Kiyai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid dikenal

sebagai ulama‟ besar di Indonesia karena ilmu yang dimiliki sangat luas dan

mendalam. Demikian juga charisma beliau sebagai sosok figur ulama demikian besar. Beliau adalah tokoh panutan yang sangat berpengaruh karena kearifan dan kebijaksanaannya. Perjuangan dan kepemimpinan beliau senantiasa diarahkan untuk kepentingan umat. Penghargaan dan penghormatan yang diberikan kepada seseorang yang telah berjasa kepadanya terutama kepada guru-guru beliau diwujudkan dalam bentuk yang dapat memberikan manfaat kepada umat.

Dalam penampilannya sehari-hari, Zainuddin tidak merasakan bahwa dirinya sebagai ulama besar. Apalagi jika dibesar-besarkan oleh murid dan masyarakat, dengan tegas beliau melarangnya. Alasannya bahwa kalau ada ulama besar berarti ada pula ulama kecil. Hal ini dapat menimbulkan kesenjangan antara orang yang dianggap besar dengan orang yang dianggap kecil. Kesenjangan tersebut dapat menghambat komunikasi antara atasan dengan bawahan dan antara kiyai dengan santri. Karena itu, Zainuddin tidak pernah mempersulit semua santri dan masyarakat yang hendak bertemu. Sikap low profile tersebut membuat sang kiyai ini selalu dekat dengan semua sntri, murid dan warga tanpa mengurangi kewibawaan dan kharismanya. Keluhan dan kesulitan santri dan muridnya selalu diperhatikan, didengar, dan dicarikan solusinya (Masnun, 2007 : 29).

(24)

bertindak sebagai pengayom yang berada di tengah-tengah jama‟ah dan senantiasa menempatkan diri sesuai dengan keberadaan dan kemampuan mereka. Demikian juga halnya di kala beliau memberikan fatwanya selalu disesuaikan dengan kondisi dan jangkauan alam pikiran murid dan santerinya.

Pembawaan dan sikap hidup beliau selalu menunjukkan kesederhanaan. Inilah yang membuat beliau selalu dekat dengan para warganya dan murid-muridnya dengan tidak mengurangi kewibawaan dan charisma yang beliau miliki. Keluhan yang disampaikan para warga dan muridnya ditampung, di dengar, dan dicarikan jalan penyelesaiannya dengan penuh kearifan dan kebijaksanaan dengan tidak merugikan salah satu pihak.

Selain dikenal sebagai seorang ulama, Tuan Guru Haji Muhammad Zainuddin Abdul Majid juga tampil sebagai salah seorang pelopor perjuangan merebut kemerdekaan dari tangan kolonialisme (Masnun, 2007 : 28). Dalam perjuangan membebaskan bangsa dan rakyat Indonesia dari cengkraman penjajah Belanda dan Jepang, Maulanasysyaikh Tuan Guru Kiyai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid menjadikan Madrasah NWDI (Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah) dan NBDI (Nahdlatul Banat Diniyah Islamiyah) sebagai pusat pergerakan kemerdekaan. Jiwa perjuangan, patriotisme, dan semangat pantang menyereh tetap beliau kobarkan di dada murid-murid, santri dan guru-guru Madrasah NWDI dan NBDI. Oleh karena itu, tidak mengherankan kalau kedua bangsa penjajah itu selalu berusaha untuk menutup dan membubarkan Madrasah NWDI dan NBDI.

Di tengah berkecamuknya perang melawan kolonialisme, beliau memanfaatkan dua lembaga tersebut dan mengajak para santrinya agar melakukan perlawanan kepada kaum penjajah yang dikenal sadis dan tidak berprikemanusiaan. Para santri madrasah Nahdlatul Wathan yang tergabung dalam gerakan al-mujahidin yang dikomandoi langsung oleh Tuan Guru Haji Muhammad Zainuddin Abdul Majid, tak henti-hentinya meneriakkan jihad dan perang terhadap para penjajah.

(25)

perlawanan lainnya yang ada di Pulau Lombok untuk mewujudkan cita-cita masyarakat Indonesia dalam merebut kemerdekaan dan mempertahankan kedaulatan bangsa. Sikap perlawanan terhadap kolonial yang sangat agresif tersebut kemudian menyebabkan lembaga pendidikan yang didirikannya dituduh sebagai markas dalam rangka menentang kaum penjajah. Sebagai dampaknya kemudian adalah, beberapa orang ustadz/guru ngaji atau guru-guru madrasah dijebloskan kedalam penjara.

Tidak cukup hanya sampai di situ, kemarahan pihak kolonial juga diwujudkan dalam bentuk penutupan lembaga-lembaga pendidikan Islam yang didirikan oleh Tuan Guru Haji Muhammad Zainuddin Abdul Majid. Meskipun keputusan penutupan lembaga-lembaga yang beliau dirikan tersebut pada akhirnya mengalami penundaan, akan tetapi tentara kolonial masih terus bersikap represif terhadap pribadi dan santri Tuan Guru haji Muhammad Zainuddin Abdul Majid.

Pada zaman penjajahan Jepang, Maulanasysyaikh TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid berkali-kali dipanggil untuk segera menutup dan membubarkan kedua Madrasah tersebut dengan alasan bahwa kedua Madrasah ini digunakan sebagai tempat menyusun taktik dan strategi untuk menghadapi bangsa penjajah tersebut. Disamping dianggap sebagai wadah yang berindikasi bangsa asing karena diajarkannya Bahasa Arab di kedua Madrasah ini.

2. Sejarah Lokal

Secara umum sejarah lokal mengacu pada pengertian kejadian atau peristiwa sejarah dalam lingkup yang terbatas pada suatu lokal tertentu. Meskipun kajian sejarah lokal dititik beratkan pada aspek wilayah atau spasial tertenrtu, tetapi beberapa ahli berpendapat bahwa unsur-unsur pranata sosial serta budaya merupakan bagian yang tidak terpisahkan.

(26)

Munculnya kajian sejarah lokal bermula dari ketidakpuasan kalangan sejarawan yang melihat kecenderungan pengungkapan sejarah dari sisi yang berkuasa. Goubert mengungkapkan bahwa kajian sejarah yang dilakukan oleh aliran lama lebih tertarik pada mereka yang berkuasa dan bukan pada yang dikuasai. Dengan adanya ketidakpuasan tersebut kemudian muncul minatuntuk mengungkapkan sejarah dari keseluruhan masyarakat, tidak hanya sejarah tentang mereka yang memerintah, menghakimi, atau sejarah kelompok orang-orang yang seringkali disebut kelas-kelas tertentu, tetapi sejarah yang meliputi seluruh aspek kehidupan manusia dalam semua kelas.

Kajian sejarah lokal lebih difokuskan pada peristiwa atau kejadian sejarah yang muncul dalam berbagai lapisan masyarakat (Abdullah, 1983:34-35) mengemukakan studi sejarah lokal di Indonesia dapat diklasifikasikan ke dalam 4 (empat) kelompok yakni:

a. Studi yang difokuskan pada suatu peristiwa (studi peristiwa khusus apa yang disebut mental)

b. Studi yang lebih menekankan pada struktur

c. Studi yang mengambil perkembangan aspek tertentu dalam kurun waktu tertentu.

d. Studi sejarah umum yang menguraikan perkembangan daerah tertentu (propinsi, kota,kabupaten) dari masa kemasa.

(27)

Bertolak dari beberapa dasar penyusunan tipologi sejarah lokal, terutama dari dasar tujuan penulisannya yang berkaitan dengan latar belakang pendidikan. Kiranya di Indonesia bisa dibedakan paling sedikit lima jenis penulisan sejarah lokal, yaitu: sejarah lokal tradisional, sejarah lokal dilentatis, sejarah lokal edukatif inspiratif, sejarah lokal kolonial, dan sejarah lokal kritis analitis.

Sejarah lokal dalam konteks pembelajaran disekolah tidak hanya sebatas sejarah yang dibatasi oleh keruangan yang bersifat administratif belaka, seperti sejarah propinsi, sejarah kabupaten, sejarah kecamatan, dan sejarah desa (Mulyana & Gunawan, 2007:3). Aspek keruangan dibatasi oleh penulis sejarah .

sejarah lokal dapat didefinisakan sejarah dari suatu “tempat, suatu “locality”, yang

batasannya ditentukan oleh perjanjian yang diajukan penulis sejarah (Taufik Abdullah dalam Mulyana & Gunawan, 2007).

Aspek sosial dalam penulisan sejarah lokal bisa mengarah pada penulisan sejarah yang bersifat struktur. Dalam model penulisan ini, sejarah lokal tidak menampilkan sejarah sebagai peristiwa. Masyarakat dalam suatu lokalitas tertentu merupakan suatu struktur yang senantiasa mengalami perubahan. Secara teoritis terdapat dua pandangan mengenai masyarakat sebagai realitas struktur. Dalam pandangan pertama dari teori holistik menyatakan bahwa masyarakat adalah sekumpulan individu yang terintegrasi secara ketat (tightly integrated), sedangkan menurut teori strukturis masyarakat adalah sekumpulan individu yang terintegrasi secara longgar (lostly integrated). Dalam landangan pertama masyarakat itu bukan merupakan struktur berubah, sedangkan dalam pandangan kedua masyarakat itu merupakan struktur yang berubah (Christoper dalam Mulyana & Gunawan, 2007).

3. Pendidikan Nilai

Nilai yang asal katanya value, berasala dari bahasa latin Valere atau bahasa Perancis kuno Valoir (Mulyana, 2004:7). Selanjutnya Schwartz (1991: 21) menyatakan bahwa;

(28)

Lebih lanjut Schwartz juga menjelaskan bahwa nilai adalah (1), suatu keyakinan, (2) berkaitan dengan tingkah laku atau tujuan akhir tertentu, (3) melampaui situasi spesifik, (4) mengarahkan seleksi atau evaluasi terhadap tingkah laku, individu, dan kejadian-kejadian; serta (5) tersusun berdasarkan derajat kepentingannya.

Pemahaman tentang nilai tidak terlepas dari pemahaman tentang bagaimana nilai itu terbentuk. Schwartz berpandangan bahwa nilai merupakan representasi kognitif dari tiga tipe persyaratan hidup manusia yang universal, yaitu :

1. Kebutuhun individu sebagai organisme biologis.

2. Persyaratan interaksi sosial yang membutuhkan koordinasi interpersonal

3. Tuntutan institusi sosial untuk mencapai kesejahteraan kelompok dan kelangsungan hidup kelompok.

Jadi, dalam membentuk tipologi dari nilai-nilai, Schwartz mengemukakan teori bahwa nilai berasal dari tuntutan manusia yang universal sifatnya yang direfleksikan dalam kebutuhan organisme, motif sosial (interaksi), dan tuntutan institusi sosial (Schwartz, 1999). Ketiga hal tersebut membawa implikasi terhadap nilai sebagai sesuatu yang diinginkan. Schwartz menambahkan bahwa sesuatu yang diinginkan itu dapat timbul dari minat kolektif (tipe nilai benevolence, tradition, confirmity) atau berdasarkan prioritas pribadi/individual (power,

achievement, hedonism, stimulation, selfdirection), atau kedua-duanya (universalism, security). Nilai individu biasanya mengacu pada kelompok sosial tertentu atau disosialisasikan oleh suatu kelompok dominan yang memiliki nilai tertentu (misalnya pengasuhan orangtua, agama, kelompok tempat kerja) atau melalui pengalaman pribadi yang unik (Staumb & Schwartz, 1994).

(29)

namun jika seseorang memperjuangkan nilai-nilai sosial sering disebut pejuang atau pahlawan.

Menurut Mulyana (2004 : 119), pendidikan nilai memiliki fungsi sebagai pengajaran atau bimbingan kepada peserta didik agar menyadari nilai kebenaran, kebaikan dan keindahan melalui proses pertimbangan nilai yang tepat dan pembiasaan tingkah laku yang konsisten. Di dalam penelitian ini, pendidikan nilai yang dimaksudkan adalah nilai-nilai kebenaran, kebaikan, keindahan, perjuangan, dan istiqomah yang diperoleh dari biografi Maulana Syekh TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Majid sebagai materi pembelajaran sejarah. Selanjutnya nilai-nilai yang didapatkan dari biografi Maulana Syekh TGKH Muahammad Zainuddin Abdul Majid tersebut akan diintegrasikan dalam pembelajaran sejarah sesuai dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar mata pelajaran Sejarah.

4. Nasionalisme

Nasionalisme merupakan manifestasi kesadaran nasional yang mengandung cita-cita dan pendorong bagi suatu bangsa, baik untuk merebut kemerdekaan maupun sebagai pendorong untuk membangun dirinya maupun lingkungan masyarakatnya. (Habermas, 1996 dalam Supriatna, 2007). Nasionalisme yang dimaksud dalam penelitian ini adalah nasionalisme dalam arti yang luas, dimana nasionalisme merupakan pandangan tentang rasa cinta yang wajar terhadap bangsa dan negara, dan sekaligus menghormati bangsa lain, yang didasarkan pada nilai- nilai Pancasila.

5. Patriotisme

Patriotisme berasal dari kata : “Patriot” dan “isme” (bahas Indonesia) yang

(30)

(nasionalisme dan patriotisme) dapat diterapkan di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat sekitar dengan cara keteladanan, pewarisan dan kekokohan.

Patriotisme memiliki berbagai dimensi dengan berbagai istilah, namun Staub (1997) membagi patriotisme dalam dua bagian yakni blind patriotism dan construktive patriotism (patriotisme buta dan patriotisme konstruktif). Sementara

(31)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Pendekatan dan Metodologi Penelitian

Istilah pendekatan atau approach menurut Vernon van Dyke dalam bukunya yang berjudul political science (Supardan, 2008:41) dikemukakan bahwa suatu pendekatan atau prinsipnya adalah ukuran-ukuran untuk memilih masalah-masalah dan data-data yang berkaitan satu sama lainnya. Van Dyke (Husensah dalam Supardan 2008:41) mengemukakan:

An approach of criteria of selection criteria employed in selecting the problems or questions to consider and in selecting the data to bring to bear it consists of standards goevrning the inclusion of question and data

Suatu pendekatan terdiri dari ukuran-ukuran pemilihan, ukuran yang dipergunakan dalam memilih masalah-masalah atau pertanyaan-pertanyaan untuk dipertimbangkan dan dalam memilih data yang perlu diadakan, ini terdiri dari ukuran-ukuran baku yang menetapkan pemasukan atau pengeluaran pernyataan-pernyataan dan data.

(32)

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif deskriptif naturalistik. Penelitian kualitatif (Qualitative Reaseach) adalah suatu penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktifitas sosial, sikap kepercayaan, pemikiran orang secara individu maupun kelompok (Syaodih, 2005:60). Karena masalah yang diteliti memerlukan pengungkapan secara komprehensif dan mendasar.

Creswell (1998:15) mendefinisikan penilitan kualitatif sebagai berikut : “Qualitative research is an inquiry proces of understanding based on distincet mefhological traditions of inquiry that explore a social or human problem. The researcher builds a complex, holistic picture, analyses words, reports detailed views of informants, and conduct the study in a natural setting”.

Pernyataan diatas menjelaskan bahwa penelitian kualitatif adalah proses penelitian untuk memahami berdasarkan tradisi metodologi penelitian yang menyelidiki masalah sosial atau manusia. Peneliti membuat gambaran kompleks yang bersifat holistik, menganalisa kata-kata, melaporkan pandangan-pandangan para informan secara rinci dan melakukan penelitian dalam situasi alamiah.

Selanjutnya pelaksanaan metode kualitatif menempuh beberapa langkah kerja, yaitu pengumpulan data, klarifikasi data, pengolahan atau penganalisisan data, penyusunan laporan, serta pembuatan kesimpulan dengan tujuan utama membuat gambaran hasil penelitian secara objektif. Pengumpulan data dalam penelitian ini dengan cara observasi dan studi pustaka mengenai sejarah lokal Lombok Timur, kemudian dilakukan klarifikasi berupa materi sejarah Kabupaten Lombok Timur yang diperoleh dari bagian sejarah nasional (peranan sejarah Lombok Timur sebagai bagian sejarah nasional). Kemudian diintegrasikan ke dalam pokok dan sub pokok bahasan sejarah nasional. sejarah perjuangan masyarakat Lombok Timur di bawah pimpinan TGH Muhammad Zainuddin Abdul Majid dalam menentang pendudukan Jepang 1942-1945, adalah sejarah lokal yang bersifat daerah.

(33)

pengintegrasian sejarah lokal ke dalam sejarah nasional, dan ditarik simpulan sebagai gambaran dari proses pembelajaran sejarah lokal ke dalam sejarahnasional untuk membangun Integritas bangsa serta menghargai terhadap pejuang lokal yang juga dapat meningkatkan kesadaran kebangsaan bagi para siswa.

Adapun indikator yang dipakai dalam proses penelitian ini adalah sebagai

berikut ; 1) memiliki rasa bangga terhadap bangsa, 2) peduli terhadap nasib bangsa,

3) mempertahankan identitas atau jati diri sebagai bangsa timur, 4) menerima

kemajemukan, 5) memiliki rasa keterpautan dan rasa memiliki (Sense of Belonging),

6) memiliki harga diri, kebersamaan, dan keterkaitan, 7) memiliki kesadaran

kebangsaan, 8) menghargai orang lain (terutama para pahlawan), 9) memiliki

motivasi yang tinggi dalam menuntut ilmu, 10) produktif (tidak konsumtif).

(Baron&Donn Byrne. 2005, Wiriaatmadja. 2011).

B. Teknik Pengumpulan Data

Pada penelitian ini, peneliti berada pada posisi pengamat dan pengumpul data. Data dikumpulkan melalui pengamatan dengan menggunakan pedoman lembaran observasi dan wawancara terhadap keadaan sebelumnya, sehingga data yang dimiliki bersifat alami (natural). Karena peneliti bertindak sebagai pengumpulan data, maka data yang dimilikinya bersifat data kulitatif dan kemudian diinterpretasikan. Tehnik pengumpulan data merupakan langkah yang strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data . Tanpa mengetahui tehnik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang menenuhi standar data yang di tetapkan.

(34)

observasi (pengamatan) inteview (wawancara), dokumentasi dan gabungan ketiganya.

1. Observasi

Observasi ini dilakukan melalui dua fase esensial yakni pertemuan perencanaa dan observasi di kelas. Pada pertemuan perencanaan, guru dan observer mendiskusikan model dan bentuk pembelajaran yang akan dilaksanakan. Sementara pada observasi di kelas dilakukan untuk mengumpulkan data objektif dari proses pembelajaran dan selanjutnya dilakukan analisis data-data tersebut. Dalam proses observasi, peneliti atau observer membuat catatan lapangan (fields notes). Catatan-catatan tersebut berfungsi sebagai data tambahan dalam proses

penyusunan tulisan.

Pada tahap observasi ini, peneliti berada pada posisi mengamati proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Proses ini dimulai dari tahap persiapan dan perencanaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru, metode pembelajaran yang digunakan, media pembelajaran yang dipakai serta proses diskusi di kelas pada saat pembelajaran berlangsung dan yang terahir adalah mengamati bentuk evaluasi pembelajaran yang dilakukan oleh guru pada ahir proses pembelajaran.

Menurut Lincoln dan Guba dalam Wiriaatmadja (2008: 104) dalam observasi yang dibawa yaitu teori yang tidak dimainkan datu diungkapkan. Artinya observer hanya melakukan tugasnya untuk melakukan observasi proses pembelajaran yang berlangsung tanpa memberikan arahan pada proses pembelajaran.

Ada beberapa hal penting yang perlu diperhatikan terkait dengan proses obeservasi sebagaimana yang diungkapkan oleh Hopkins (2011 : 133-136) yaitu: a. Joint Planning

Joint Planning adalah suatu kondisi dimana peneliti dan guru mata pelajaran

(35)

disampaikan kepada siswa, misalnya berkaitan dengan waktu pelaksanaan pembelajaran dan media-media pendukung proses pembelajaran.

b. Fokus

Peneliti dan guru mata pelajaran sejarah, Bapak Abdul Gofur, S.Pd dalam tahapaan ini membuat sebuah kesepakatan bahwa fokus observasi hanya berlangsung pada saat materi pembelajaran sejarah lokal disampaikan baik di dalam kelas maupun di luar kelas, yang dalam perencanaan guru hendak dilakukan dalam dua kali pertemuan.

c. Merumuskan Kriteria

Perumusan kriteria observasi yang akan dilakukan oleh peneliti menjadi salah satu elemen penting terhadap pengembangan sikap professionalisme. Hasil observasi akan memenuhi kriteria-kriteria yang jelas manakala dilakukan proses review secara kontinyu oleh peneliti.

d. Keterampilan Observasi

Pada tahap inilah seorang peneliti atau observer dituntut untuk memiliki kemampuan dan keterampilan yang cermat. Seorang peneliti atau observer sebisa mungkin harus menghindari sikap judgement yang terlalu dini. Pada tahap ini pula seorang observer harus bisa menyusun dan merancang jadwal observasi yang hendak dilakukan sebagai langkah untuk mengumpulkan informasi yang sesuai dengan tema penelitian.

e. Feedback

(36)

2. Wawancara

Wawancara mendalam, merupakan kegiatan yang dilakukan sebagai upaya untuk memperoleh data dari informan yang berupa pemahaman, persaan dan makna sesuatu. Dalam wawancara dengan informan, peneliti memberikan keleluasan kepada mereka untuk menjawab segala pertanyaan, sehingga memperkuat data-data melalui pengamatan. Wawancara dilakukan secara tidak terstruktur dan memaknai pedoman wawancara. Nasution, (1999:69) mengemukakan bahwa observasi saja tak memadai dalam penelitian, itu sebabnya observasi harus dilengkapi dengan wawancara. Hubungannya dengan penelitian ini, maka peneliti melakukan wawancara kepada guru sejarah dan siswa dengan dilakukan berulang kali, yang kemudian dapat memperoleh data yang valid tentang sejarah lokal tentang tokoh TGH Zainuddin Abdul Majid (Maulana Syeikh) di Lombok Timur.

Dalam peneletian ini, wawancara yang digunakan oleh peneliti adalah wawancara dalam bentuk terstruktur dan non struktur. Wawancara tersetruktur adalah proses penetapan masalah dan bentuk-bentuk pertanyaan yang hendak diajukan oleh peneliti kepada objek yang hendak diwawancara. Sementara wawancara non struktur ialah proses wawancara yang dilakukan oleh peneliti tanpa terlebih dahulu mempersiapkan materi-materi yang hendak ditanyakan. Topik yang hendak dibicarakan dalam proses wawancara non struktur ini berada pada stakeholder yang ada di lokasi penelitian seperti kepala sekolah yakni Bapak Irfan, S.Ag, MA dan Bapak Abdul Gofur selaku guru mata pelajaran sejarh di Madrasah Aliyah Nahdlatul Wathan Senyiur.

Adapun hal-hal yang menjadi materi wawancara dengan guru mata pelajaran sejarah yakni Bapak Abdul Gofur, S.Pd adalah terkait dengan materi yang hendak disampaikan yang dimulai dari metode pembelajaran, proses perencanaan pembelajaran, media-media pendukung pembelajaran, hasil pembelajaran serta kendala dan solusi pembelajaran.

(37)

Kesepuluh siswa tersebut adalah Irfan, Zainul, Ahpi, Azmi, Abdi, Halizatul, Nabila, Wahida, Sarwaini dan Wahida. Pemilihan wawancara dengan sepuluh siswa tersebut merujuk pada kemampuan mereka yang lebih menonjol dibandingkan dengan siswa-siswa lainnya.

3. Dokumentasi

Lincon dan Guba, (1985: 276-277) mengatakan bahwa dokumentasi dan catatan digunakan sebagai pengumpulan data didasarkan pada beberapa hal yakni:

1. Dokumen dan catatan ini selalu dapat digunakan terutama karena mudah diperoleh dan relative lebih murah.

2. Merupakan informasi yang mantap baik dalam pengertian merefleksikan situasi secara akurat maupun dapat dianalisis ulangtanpa melalui perubahan didalamnya.

3. Dokumen dan catatan merupakan sumber informasi yangkaya.

4. Keduanya merupakan sumber resmi yang tidak dapat disangkal, yang menggambarkan kenyataan formal.

5. tidak seperti pada sumber manusia, baik dokumen maupun catatan non kreatif, tidak memberikan reaksi dan respon atau pelakuan peneliti.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tentang kemampuan guru dalam

melakukan pengintegarsian sejarah lokal kedalam sejarah nasional, dan

informasi-informasi yang berguna terhadap implementasinya pembelajaran sejarah lokal di

sekolah. Adapun dokumen yang peneliti maksudkan yakni arsip daerah,

perpustakaan daerah, serta catatan-catatan yang dibuat oleh pemerintah daerah

setempat, yang dapat memberikan gambaran tentang inti dari penelitian ini. Hal ini

dimaksudkan demi menjaga validitas data serta kredibilitas data yang nantinya akan

dikumpulkan oleh penelitian.

(38)

Creswell ( 1998 : 201-203) membagi prosedur verifikasi penelitian kualitatif

sebagai berikut :

1. Perpanjang waktu kerja dan observasi yang gigih (prolonged

engagement dan persistent observation) dilapangan termasuk

membangun kepercayaan dengan para partisipan, mempelajari budaya,

dan mencek informasi yang saling berasal dari distorsi yang dibuat

oleh peneliti atau informan. Di lapangan si peneliti membuat

keputusan-keputusan apa yang penting / menonjol untuk dikaji, relevan dengan

maksud kajian, dan perhatian untuk difokuskan.

2. Triangulasi (triangulation), menggunakan seluas-luasnya

sumber-sumber yang banyak dan berbeda, metode-metode, dari para peneliti,

dan teori-teori untuk menyediakan bukti-bukti yang benar

(corroborative evidence ).

3. Review sejawat (peer review) atau dibreifing menyiapkan suatu cek

eksternal dari proses penelitian; teman sejawat itumenanyakan

pertanyaan-pertanyaan sulit tentang metode, makna dan interpretasi

penelitian dari peneliti.

4. Klarifikasi bias peneliti (clarifing reasearcher bias)sejak awal dari

penelitian adalah penting sehingga pembaca memahamiposisi peneliti

dan setiap bias atau asumsi-asumsi yang berdampak pada penelitian.

Dan klarifikasi ini, peneliti mengomentari pengalaman-pengalaman

sebelumnya, bias-bias, prasangka-prasangka dan orientasi-orientasi

yang mungkin membentuk interpretasi-interpretasi dan pendekatan pada

kajian.

5. Cek anggota (member checks) peneliti mengumpulkan

/mencari/memohon (solicit) pandangan-pandangan para informan

tentang kredibilitas dari temuan dan interpretasi-interpretasi. Teknik ini

menurut Lincon dan Guba adalah teknik yang paling kritis untuk

menegakkan kreadibilitas. Pendekatan ini sangat umum dalam kajian

kualitatif, termasuk pengambilan data, analisis, interpretasi, dan

(39)

mereka dapat mempertimbangkan akurasi dan kredibilitas dari

cerita/narasi.

Proses dokumentasi yang peneliti lakukan dalam hal ini adalah mencari dan

mengumpulkan dokumen-dokumen dari Madarsah Aliyah Nahdlatul Wathan Senyiur.

Selain itu, selama proses penelitian berlangsung, peneliti juga mendokumentasikan

kegiatan pembelajaran yang berlangsung baik di dalam maupun di luar kelas.

C. Subjek dan Lokasi Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Adapun yang dijadikan sebagai lokasi dalam penelitian ini adalah MA NW Senyiur, Kabupaten Lombok Timur Provinsi Nusa Tenggara Barat, dengan aspek pelakunya adalah guru pendidikan Sejarah dan siswa MA NW Senyiur yang terlibat langsung dalam interaksi belajar mengajar dan dari aspek kegiatan adalah proses pembelajaran sejarah. Dasar pertimbangan utama memilih MA NW Senyiur sebagai objek penelitian adalah dikarenakan sekolah ini sudah menerapkan pembelajaran sejarah lokal yang berbasis pada biografis.

2. Subjek Penelitian

(40)

Dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan istilah populasi, tetapi oleh Spradley dinamakan “Social Situation” atau situasi sosial yang terdiri dari tiga elemen yakni : tempat (place), pelaku (actors), dan aktivitas (activity) yang berinteraksi secara sinergis. Situasi sosial dalam penelitian ini adalah tempat (place) yaitu sekolah, aktivitas (activity) yaitu proses belajar mengajar, pelaku (actors) yaitu guru dan murid. Sampel dalam penelitian ini adalah nara sumber, atau partisipan, informan, teman dan guru dalam penelitian. (Lincoln dan Guba, 1985) mengatakan bahwa:

“naturalistic sampling is, than, very different from conventional sampling, it

is based on informational, not statistical, conciderations its purpose is

maximize information, not facilitate generalization”.

Penentuan sampel dalam penelitian kualitatif sangat berbeda dengan penentuan sampel dalam peneltian konvensional (kualitatif). Sampel yang dipilih berfungsi untuk mendapatkan informasi maksimum, bukan untuk di generalisasikan. Lincoln dan Guba (1985), dalam penelitian kualitatif spesifikasi sampel purposive, yaitu: 1) Emergent sampling design/sementara, 2) Serial selection of sampel units/menggelinding seperti bola salju (snow ball), 3)

Continuous adjustment or „focusing‟ of the sampel/disesuaikan dengan kebutuhan,

4) Selection to the point of redudancy/dipilih sampai jenuh.

(41)

D. Teknik Analisis Data

Analisis data yang dilakukan dengan proses pelaksanaan pembelajaran melalui diskusi kelas, dalam hal ini peneliti berada pada posisi mengamati saja terhadap bagaimana aktivitas siswa dalam mencari dan memberi informasi (atau tidak mengetahui sama sekali) tentang sejarah lokal Lombok Timur, lalu memperhatikan tentang kemampuan siswa dalam mengintegrasikan antara sejarah Lombok Timur sebagai bagian sejarah nasional. Selanjutnya pelaksanaan analisis data dilakukan sepanjang penelitian dan secara terus menerus dimulai dengan tahap pengumpulan data sampai dengan penelitian ini berakhir.

Analisis tersebut merupakan kegiatan lanjutan dari langkah pengumpulan data, dalam hal ini peneliti mencoba memberikan penafsiran terhadap keseluruhan temuan hasil penelitian yang di dasarkan pada kerangka tioritik yang menyangkut dengan pembelajaran sejarah lokal dalam pembelajaran sejarah nasional. Penafsiran yang dilakukan tujuannya untuk mendapatkan sebuah gambaran permasalahan dalam penelitian kemudian mempunyai pemahaman dari hasil analisis dengan berbagai penjelasan, perbandingan/komparatif, sebab akibat serta deskriptif.

Menurut Miles dan Huberman, mengemukakan bahwa aktifitas dalam analisis

data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung terus menerus sampai

tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Aktifitas dalam analisis data yaitu data

reduction,data display dan conclutin: drawing/verification.

Langkah-langkah ini ditunjukkan dengan gambar sebagai berikut

Data Collection

Data Reduction

Conclution : Drawing /

(42)

1. Data Reduction

Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk itu maka

perlu dicatat secara teliti dan rinci. Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya,

bahwa semakin lama peneliti dilapangan, maka jumlah data akan semakin banyak,

kompleks dan rumit. Untuk itulah maka perlu segera dilakukan analisis data melalui

reduksi data. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,

memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian,

maka data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan

selanjutnya, mencari bila diperlukan. Reduksi data dapat dibantu dengan berbagai

peralatan elektronik seperti komputer mini, dengan memberikan kode pada

aspek-aspek tertentu.

Dalam mereduksi data, setiap peniliti akan dipandu oleh tujuan yang akan

dicapai. Tujuan utama pada penelitian kualitatif adalah pada temuan. Oleh karena itu,

jika peneliti dalam melakukan penelitian, menemukan segala sesuatu yang dipandang

asing, tidak dikenal, belum memiliki pola, maka justru hal tersebutlah yang harus

dijadikan perhatian peneliti dalam melaukan reduksi data.

Reduksi data merupakan suatu proses berfikir sensitif yang memerlukan

kecerdasan dan keluasan serta kedalaman wawasan yang tinggi. Bagi peneliti yang

masih baru, dalam melakukan reduksi data dapat mendiskusikan pada teman atau

orang lain yang dipandang ahli. Melalui reduksi data, maka wawasan peneliti akan

berkembang, sehingga dapat mereduksi data-data yang memiliki nilai temuan dan

pengembangan teori.

2. Data Display (penyajian data)

Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian

singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya. Dalam hal ini, Miles dan Huberman menyatakan “the most frequent from of display data for

qualitatif research data in the has been narrative text”, yang paling sering dilakukan atau dugunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks

yang bersifat naratif.

Dengan mendisplaykan data, maka akan memudahkan untuk memahami apa

(43)

tersebut. “Looking at displays help us to understand what happening and to do something-further analisys or caution on that understanding” Miles dan Huberman. Selanjutnya disarankan dalam melakukan display data, selain dengan teks yang

naratif, juga dapat berupa grafik, matrik, network (jejaring kerja) dan chart.

3. Conclution : Drawing / verification

Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles dan Huberman

adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan

masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang

kuat dalam mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila

kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang

valid dan konsisten saat peneliti kembali kelapangan mengumpulkan data, maka

kesimpulan yang kemudian dihasilkan merupakan suatu kesimpulan yang kredibel.

Dengan demikian, maka kesimpulan dalam penelitian kualitatif mungkin saja

dapat menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi mungkin juga

tidak, karena telah dikemukakan bahwa rumusan masalah dalam penelitian kualitatif

masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah peneliti berada dilapangan.

Adapun analisis data yang dilakukan secara bertahap, data diperoleh selama

proses pembelajaran sejah lokal melalui observasi dan wawancara dianalasis.

Nasution menyatakan „‟analisis data telah dimulai sejak merumuskan serta menjelaskan masalah, sebelum terjun kelapangan, dan berlangsung terus sampai

penulisan hasil penelitian. Dalam penelitian kualitatif, analisis data lebih difokuskan

selama proses dilapangan bersamaan dengan pengumpulan data, dalam kenyataannya,

analisis data kualitatif berlangsung selama proses pengumpulan data dari pada setelah selesai pengumpulan data”.

Analisis data kualitatif bersifat induktif, yaitu suatu analisis yang diperoleh

berdasarkan data yang diperoleh, selanjutnya dikembangkan menjadi hipotesis.

Berdasarkan yang dirumuskan data tersebut, selanjutnya dicarikan data lagi secara

berulang-ulang sehingga dapat disimpulkan apakah hipotesis tersebut diterima atau

ditolak berdasarakan data yang dikumpulkan secara berulang-ulang dengan teknik

triangulasi, ternyata hipotesis diterima, maka hipotesis tersebut berkembang menjadi

(44)

Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki

lapangan, selama di lapangan, dan setelah selesai di lapangan. Menurut Nasution

(1998) menyatakan “Analisis telah mulai sejak merumuskan dan menjelaskan

masalah, sebelum terjun ke lapangan, dan berlangsung terus sampai penulisan

penelitian. Analisis data menjadi pegangan bagi penelitian selanjutnya sampai jika

mungkin, teori yang grounded”. Namun dalam penelitian kualitatif, analisis data lebih difokuskan selama proses di lapangan bersamaan dengan pengumpulan data. In

fact, data analysis in qualitative research is an on going activ ity that occurs through

out the investigative process rather than afer process. Dalam kenyataannya, analisis

data kualitatif berlangsung selama proses pengumpulan data dari pada setelah selesai

pengumpulan data. Dalam penelitian kulitatif, data diperoleh dari berbagai sumber,

dengan menggunakan tehnik pengumpulan data yang bermacam-macam

(triangulasi), dan dilakukan secara terus menerus sampai datanya jenuh. Data yang

diperoleh pada umumnya adalah data kulitatif (walaupun tidak menolak data

kuantitatif), sehingga teknik analisis data yang digunakan belum ada polanya yang

jelas. Oleh karena itu sering mengalami kesulitan dalam melakukan analisis.

Seperti dinyatakan oleh Miles and Huberman , bahwa ” The most serious and central difficulty in the use of qualitative data is that methods of analysis are not well formulate”. Yang paling serius dan sulit dalam anlisis data kualitatif karena, metode analisis belum dirumuskan baik. Menurut Nasution (1998), menyatakan bahwa:

“Melakukan analisis adalah pekerjaan yang sulit, memerlukan kerja keras. Analisis memerlukan daya kreatif serta kemampuan intelektual yang tinggi. Tidak ada cara tertentu yang dapat diikuti untuk mengadakan analisis, sehingga setiap peneliti harus mencari metode yang dirasakan cocok dengan sifat penelitianya. Bahkan yang sama bisa diklasifikasikan lain oleh peneliti yang berbeda”

Dalam melakukan analisis data kualitatif, Bodgan menyatakan bahwa “Data

analysis is the process of systematically searchingand arranging the interview

transcripts, fieldnotes, and other materials that you accumulate to increase your own

understanding of them and enable you to present what you have discovered to

others”. Analisis data adalah proses pencarian dan menyusun secara sistematis data

yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain,

sehingga dapat mudah dipahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang

(45)

dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang

penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan yang dapat diceritakan

kepada orang lain.

Selanjutnya Susan Stainback mengemukakan bahwa “Data analysis is critical to the qualitative reaserch process. It is to recognition, study, and understanding of

interrelationship and concept in your data that hypotheses and assertions can be

develoved and evaluated”. Analisis data merupakan hal yang kritis dalam proses

penelitian kualitatif. Analisis digunakan untuk memahami hubungan dan konsep

dalam data sehingga hipotesis dapat dikembagkan dan dievaluasi. Selanjutnya Spradley menyatakan bahwa: “analysis of any kind involve a way of thinking. It refers to systematic examination of something to determine its parts, the rela tion among

parts, and the relationship to the whole. Analysis is search for pattens” analisis dalam

penelitian jenis apapun, adalah merupakan cara berfikir.

Hal itu berkaitan dengan pengujian secara sistematis terhadap sesuatu untuk

menentukan bagian, hubungan antar bagian, dan hubungannya dengan keseluruhan.

Analisis adalah untuk mencari pola. Berdasarkan hal tersebut di atas dapat

dikemukakan disini bahwa, analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara

sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan

dokumentasi, dengan cara mengorganisirkan data kedalam kategori,

menjabarkankedalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke pola, memilih mana

yang penting dan yang akan dipelajari, membuat kesimpulan sehingga mudah

difahami oleh diri sendiri maupun orang lain.

Analisis data kualitatif adalah bersifat induktif, yaitu suatu analisis berdasarkan

data yang diperoleh, selanjutnya dikembangkan pola hubungan tertentu atau

hipotesis. Berdasarkan hipotesis yangdirumuskan berdasarkan data tersebut,

selanjutnya dapat disimpulkan apakah hipotesis tersebut diterima atau ditolak

berdasarkan data yang terkumpul. Bila berdasarkan data yang dapat dikumpulkan

secara berulang-ulang dengan teknik triangulasi, ternyata hipotesis diterima, maka

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu yang menarik untuk diketahui adalah peristiwa tentang politik (Mencher, 2000, hal. Berita tentang pemilihan anggota kabinet merupakan salah satu

yang dirusak dan ikatan kovalen yang dipecah akan l helik melalui transisi helik- dan menghasilkan konversi gelatin yang larut air (Djabourov, 1993). Tropokolagen

Adanya kemiripan hasil pengukuran dengan beberapa kondisi pengukuran berbeda menunjukkan bahwa metode destruksi gelombang mikro yang diusulkan untuk penentuan logam

warna dari kedua resistor, kemudian resistor yang sudah disusun seri tersebut dialiri listrik menggunakan power suplay dan ukur dengan menggunakan amperemeter dan

kesumba keling Absorbansi 1 2 P1 P2 0,390 0,402 Dari hasil pengukuran, dibuat kurva aktivitas penangkal radikal bebas DPPH ekstrak metanol biji kesumba keling

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara perilaku caring perawat dengan tingkat kepuasan pasien, namun masih terdapat 7 orang (14,9%)

Alat yang dipakai untuk perawatan modifikasi pertumbuhan pada maloklusi kelas III skeletal adalah chin cap (untuk pertumbuhan mandibula yang berlebih) dan face