• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN MODEL DISCOVERY LEARNING BERBASIS INFORMATION COMMUNICATION TECHNOLOGY (ICT) DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SMP.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENERAPAN MODEL DISCOVERY LEARNING BERBASIS INFORMATION COMMUNICATION TECHNOLOGY (ICT) DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SMP."

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN MODEL DISCOVERY LEARNING BERBASIS

INFORMATION COMMUNICATION TECHNOLOGY (ICT) DALAM

PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SMP

SKRIPSI

diajukan untuk memenuhi sebagian syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Departemen Pendidikan Matematika

Oleh:

Dera Annisa Ratnasari 1103544

DEPARTEMEN PENDIDIKAN MATEMATIKA

(2)

PENERAPAN MODEL DISCOVERY LEARNING BERBASIS

INFORMATION COMMUNICATION TECHNOLOGY (ICT) DALAM

PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SMP

oleh:

Dera Annisa Ratnasari

NIM 1103544

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi sebagian syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

© Dera Annisa Ratnasari 2015

Universitas Pendidikan Indonesia 2015

Hak Cipta dilindungi undang-undang

(3)
(4)

v Dera Annisa Ratnasari, 2015

ABSTRAK

Dera Annisa Ratnasari. (1103544). Penerapan Model Discovery Learning Berbasis Information Communication Technology (ICT) dalam Pembelajaran Matematika untuk

Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa Sekolah Menengah Pertama.

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh pentingnya kemampuan pemecahan masalah dan fakta rendahnya kemampuan pemecahan masalah siswa SMP. Tujuan penelitian ini adalah: (1) mengetahui kualitas peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh pembelajaran model Discovery Learning berbasis ICT dan siswa yang memperoleh pembelajaran dengan model konvensional; (2) mengetahui peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa yang memperoleh pembelajaran dengan model

Discovery Learning berbasis ICT lebih baik daripada siswa yang memperoleh

pembelajaran dengan model konvensional yang ada di sekolah; (3) mengetahui sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan model Discovery Learning berbasis ICT. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuasi eksperimen dengan desain penelitiannya adalah kelompok kontrol non-ekuivalen. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMP Negeri 14 Bandung kelas IX tahun ajaran 2015/2016. Pada penelitian ini diambil dua kelas sampel, satu kelas sebagai kelas eksperimen mengikuti pembelajaran dengan model Discovery Learning berbasis ICT dan satu kelas sebagai kelas kontrol mengikuti pembelajaran dengan model konvensional. Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari instrumen tes kemampuan pemecahan masalah dan instrumen non tes yaitu angket sikap siswa dan lembar observasi aktivitas kegiatan pembelajaran. Berdasarkan hasil penelitian ini disimpulkan bahwa: (1) siswa yang memperoleh pembelajaran model Discovery Learning berbasis ICT memiliki kualitas peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis lebih baik daripada kualitas peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan model konvensional; (2) peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa yang memperoleh pembelajaran dengan model

Discovery Learning berbasis ICT lebih baik daripada siswa yang memperoleh

pembelajaran konvensional; (3) siswa memberikan sikap positif terhadap pembelajaran matematika menggunakan model Discovery Learning berbasis ICT.

(5)

ABSTRACT

Dera Annisa Ratnasari. (1103544). Application of Discovery Learning Model Based

on Information Communication Technology (ICT) in Mathematics Learning to Increase Mathematical Problem Solving Ability of Junior High School Student.

This research is motivated by the importance of mathematical problem solving ability and based on the fact that junior high school students’ mathematical problem solving ability is still low. The purposes of this research are: (1) to find out the quality improvement of

students’ mathematical problem solving ability who obtain Discovery Learning model

based on ICT and students’ who obtain conventional learning; (2) to determine whether

the improvement of student’s mathematical problem solving ability who obtain Discovery

Learning model based on ICT is better than the students who obtain conventional learning model at school; (3) to find out students’ attitudes toward mathematics using Discovery Learning model based on ICT. The method applied in this research was a quasi experimental which is designed by using non-equivalent control group design. The populations in this research were all ninth grade students of SMP Negeri 14 Bandung in academic year of 2015/2016. There are two sample classes, one class is as an experimental class that studies mathematics using Discovery Learning model based on ICT and the other class is as a control class that studies mathematics using conventional learning model. The data collection of the instrument used in this research consists of mathematical problem solving ability instrument test and non-test instruments such as questionnaires of students’ attitude and observation sheet of students’ learning activity. The results of this research are: (1) Students who obtain Discovery Learning Model based on ICT has a better quality improvement than students who obtain conventional learning model; (2) The improvement of students’ mathematical problem solving ability who obtain Discovery learning model based on ICT is better than students who obtain the conventional learning model at school; (3) Students give positive attitude toward mathematics learning using Discovery Learning Model based on ICT

Key Words: Discovery Learning Model Based on ICT, Mathematical Problem Solving

(6)

vii Dera Annisa Ratnasari, 2015

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... i

PERNYATAAN ... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

ABSTRAK ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Struktur Organisasi Skripsi ... 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis... 8

2. Model Pembelajaran Discovery Learning... 12

3. Information Communication Technology ( ICT) ... 17

4. Model Discovery Learning Berbasis ICT ... 20

5. Model Konvensional ... 22

B. Penelitian yang Relevan ... 24

C. Kerangka Berpikir ... 25

D. Hipotesis Penelitian ... 26

BAB III METODE PENELITIAN A. Metode dan Desain Penelitian ... 27

(7)

C. Definisi Operasional ... 28

D. Instrumen Penelitian 1. Instrumen Pembelajaran ... 29

2. Instrumen Pengumpulan Data ... 30

E. Prosedur penelitian ... 39

F. Teknik Analisis Data 1. Analisis Data Kuantitatif (Pretes, Postes, Indeks Gain). 40 2. Analisis Data Kualitatif ... 42

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Analisis Data Kuantitatif a) Analisis Data Pretes ... 44

b) Analisis Data Postes ... 48

c) Analisis Indeks Gain ... 51

2. Analisis Data Kualitatif a) Analisis Data Angket ... 54

b) Analisis Kegiatan Pembelajaran ... 55

B. Pembahasan Hasil Penelitian 1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa 57

2. Sikap Siswa Terhadap Model Discovery Learning Berbasis ICT ... 59

3. Kegiatan Pembelajaran dengan Model Discovery Learning Berbasis ICT ... 59

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 62

B. Saran ... 62

DAFTAR PUSTAKA ... 64

LAMPIRAN ... 70

(8)

ix Dera Annisa Ratnasari, 2015

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 ICT yang Digunakan Pada Langkah Discovery Learning ... 21

Tabel 3.1 Rancangan Instrumen ... 30

Tabel 3.2 Pedoman Penskoran Rubrik Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 31

Tabel 3.3 Kriteria Validitas Instrumen ... 32

Tabel 3.4 Validitas Tiap Butir Soal ... 33

Tabel 3.5 Daftar Hasil Uji Keberartian Tiap Butir Soal ... 35

Tabel 3.6 Kriteria Reliabilitas ... 35

Tabel 3.7 Kriteria Daya Pembeda ... 36

Tabel 3.8 Daya Pembeda Tiap Butir Soal ... 36

Tabel 3.9 Kriteria Indeks Kesukaran ... 37

Tabel 3.10 Indeks Kesukaran Tiap Butir Soal ... 37

Tabel 3.11 Rekapitulasi Hasil Pengolahan Instrumen Tes ... 37

Tabel 3.12 Klasifikasi Indeks Gain ... 40

Tabel 3.13 Ketentuan Pemberian Skor Pernyataan Skala Sikap ... 43

(9)

Tabel 4.2 Hasil Uji Normalitas Pretes ... 46

Tabel 4.3 Hasil Uji Homogenitas Varians Pretes ... 46

Tabel 4.4 Hasil Uji Kesamaan Dua Rata-rata Pretes ... 47

Tabel 4.5 Statistika Deskriptif Postes ... 48

Tabel 4.6 Hasil Uji Normalitas Postes ... 49

Tabel 4.7 Hasil Uji Mann-Whitney Postes ... 50

Tabel 4.8 Statistika Deskriptif Indeks Gain ... 51

Tabel 4.9 Komposisi Interpretasi Normalized Gain ... 51

Tabel 4.10 Hasil Uji Normalitas Indeks Gain ... 52

Tabel 4.11 Hasil Uji Mann-Whitney Indeks Gain ... 54

Tabel 4.12 Rata-rata Data Angket ... 54

Tabel 4.13 Hasil Observasi Aktivitas Guru ... 55

(10)

xi Dera Annisa Ratnasari, 2015

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Penelitian ... 26

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

LAMPIRAN A ... 70

A.1 RPP Kelas Eksperimen ... 71

A.2 Lembar Kerja Siswa ... 92

A.3 RPP Kelas Kontrol ... 112

LAMPIRAN B ... 129

B.1 Kisi-kisi Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis 130 B.2 Soal Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis .... 135

B.3 Kunci Jawaban Soal Tes ... 137

B.4 Kisi-kisi Angket Skala Sikap Siswa ... 141

B.5 Angket Skala Sikap Siswa ... 142

B.6 Lembar Observasi Kegiatan Pembelajaran ... 144

LAMPIRAN C ... 147

C.1 Hasil Uji Coba Instrumen ... 148

C.2 Hasil Analisis Uji Coba Instrumen ... 149

C.3 Analisis Uji Keberartian Validitas Tiap Butir Soal ... 159

LAMPIRAN D ... 161

D.1 Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Kelas Kontrol ... 162

D.2 Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Kelas Eksperimen ... 163

D.3 Nilai Gain dan Indeks Gain ... 164

D.4 Data Hasil Lembar Observasi ... 165

LAMPIRAN E ... 168

E.1 Pengolahan Data Pretes ... 169

(12)

xiii Dera Annisa Ratnasari, 2015

E.3 Pengolahan Nilai Gain ... 174

E.4 Pengolahan Indeks Gain ... 176

E.5 Pengolahan Data Angket ... 178

E.6 Analisis Lembar Observasi ... 181

LAMPIRAN F ... 184

F.1 Hasil Uji Instrumen ... 185

F.2 Hasil Pretes Kelas Eksperimen ... 187

F.3 Hasil Pretes Kelas Kontrol ... 188

F.4 Hasil Postes Kelas Eksperimen ... 189

F.5 Hasil Postes Kelas Kontrol ... 191

F.6 Hasil LKS Kelas Eksperimen ... 193

F.7 Hasil Angket Sikap Siswa Kelas Eksperimen ... 213

F.8 Hasil Lembar Observasi Kegiatan Pembelajaran ... 217

LAMPIRAN G ... 220

G.1 Surat Tugas Dosen Pembimbing ... 221

G.2 Surat Permohonan Izin Penelitian ... 222

(13)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Matematika menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah ilmu tentang bilangan, hubungan antara bilangan dan prosedur operasional penyelesaian masalah mengenai bilangan. Sedangkan menurut Sumarmo (2010) matematika mempunyai arti yang beragam, bergantung kepada siapa yang menerapkannya. Beberapa pengertian matematika diantaranya adalah: 1) Sebagai suatu kegiatan manusia dan merupakan proses yang aktif, dinamik, dan generatif; 2) Sebagai ilmu yang

terstruktur dan sistematis; 3) Sebagai ilmu bantu dalam ilmu lain/ kehidupan sehari-hari; 4) Sebagai ilmu yang memiliki bahasa simbol yang efisien, sifat keteraturan

yang indah, kemampuan analisis kuantitatif; 5) Sebagai alat untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis, serta sikap yang terbuka dan obyektif.

Dilihat dari pengertian matematika sebagai ilmu bantu dalam ilmu lain dan ilmu bantu bagi kehidupan sehari-hari sudah dapat memperlihatkan pentingnya matematika diajarkan. Suherman (Afendi, 2012) menyatakan bahwa matematika perlu diajarkan kepada siswa agar dapat memenuhi kebutuhan praktis dan dapat memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Pentingnya belajar matematika juga dijelaskan oleh NRC (National Research Council) (Afendi, 2012) dari Amerika Serikat yang menyatakan “Mathematics is the key to opportunity”.

Matematika sebagai mata pelajaran wajib untuk semua tingkat pendidikan, sudah seharusnya turut serta dalam mewujudkan tujuan dari pendidikan. Tujuan pembelajaran matematika ini disebutkan oleh National Council of Teacher of

Mathematics (NCTM) (Sumarmo, 2010). Lebih khususnya tujuan pembelajaran

matematika dijelaskan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No. 22 Tahun 2006 yaitu agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut:

(14)

2

Dera Annisa Ratnasari, 2015

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk menjelaskan keadaan atau masalah.

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Kelima hal tersebut dapat terwujud jika guru memfasilitasi siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikirnya, dimana kemampuan-kemampuan ini

termasuk ke dalam kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi (high-order

mathematical thinking). Soedjadi (Lidinillah, 2008) menyatakan bahwa melalui

pelajaran matematika diharapkan dan dapat ditumbuhkan kemampuan-kemampuan yang lebih bermanfaat untuk mengatasi masalah-masalah yang diperkirakan akan dihadapi siswa di masa depan.

Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) mencatat

data bahwa peringkat prestasi matematika siswa kelas VIII (SMP) Indonesia pada tahun 2011 menempati peringkat ke-38 dari 63 negara dan 14 negara bagian yang disurvei (Khaerunnisa, 2013). Aspek yang dinilai pada tes tersebut salah satunya merupakan kemampuan pemecahan masalah. Senada dengan hal tersebut, hasil tes

Programme for International Student Assessment (PISA) (OECD, 2015) tahun

2012 dalam bidang matematika, menunjukkan bahwa siswa Indonesia usia 15 tahun berada pada peringkat terbawah dari 37 negara dengan skor rata-rata 373, skor tersebut berada di bawah skor rata-rata internasional yaitu 489. Sedangkan menurut survei PISA pada tahun 2003, didapat fakta bahwa literasi matematika siswa Indonesia juga rendah. Siswa Indonesia hanya mampu memecahkan masalah sederhana, dan tidak bisa memecahkan masalah-masalah yang tidak rutin. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi (high-order

mathematical thinking) siswa masih terbilang rendah (OECD, 2004, hlm. 41).

Kemampuan tersebut diantaranya adalah kemampuan pemecahan masalah. NCTM

(15)

3

bagian dari aspek berpikir matematika tingkat tinggi (high order of thinking) yang memungkinkan siswa untuk mengembangkan aspek intelektual dan non intelektual. Hasil studi Sumarmo dan Fakhrul (Anisa, 2014) menyatakan bahwa keterampilan menyelesaikan soal pemecahan masalah siswa sekolah menengah pertama ataupun siswa sekolah menengah atas masih rendah. Hasil kemampuan tentang pemecahan masalah matematis siswa SMP dari penelitian tersebut belum memuaskan, atau sekitar 30,67% dari skor ideal. Siswa belum mampu mengembangkan kemampuan pemecahan masalahnya secara optimal dalam mata pelajaran di sekolah, proses pembelajaran matematika belum mampu menjadikan siswa mempunyai kebiasaan membaca sambil berpikir dan bekerja (Wadani dan Rumiati dalam Khaerunisa, 2013).

Pembelajaran matematika menurut Anisa (2014) dikatakan berhasil jika menghasilkan siswa yang memiliki salah satunya adalah kemampuan pemecahan masalah serta mampu memanfaatkan kegunaan matematika dalam kehidupan. NCTM (Shadiq, 2009, hlm. 11) menyatakan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis adalah kemampuan atau kompetensi esensial dalam

mempelajari matematika, yang direkomendasikan untuk dilatihkan serta dimunculkan sejak anak belajar matematika dari sekolah dasar sampai seterusnya. Artinya, setiap siswa dalam segala level kemampuan matematika maupun jenjang pendidikan perlu dilatih dalam kemampuan pemecahan masalah. Kemampuan masalah matematis menurut Polya (Santoso, 2013; Anisa, 2014) mencangkup kemampuan memahami masalah, membuat rencana pemecahan masalah, menjalankan rencana atau melakukan perhitungan, dan memeriksa kembali hasil yang diperoleh.

(16)

4

Dera Annisa Ratnasari, 2015

Oleh karena itu, bentuk kegiatan pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa melalui penemuan antara lain dengan model pembelajaran discovery learning.

Proses pada model discovery learning mengharuskan siswa untuk mengamati, mencerna, mengerti, menggolongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur dan membuat kesimpulan (Kemendikbud, 2013). Prosedur model

discovery learning yaitu: (1) Stimulation; (2) Problem Statement; (3) Data

Collection; (4) Data Processing; (5) Verification; (6) Generalization

(Kemendikbud, 2013). Pada beberapa prosedur tersebut, siswa dapat mengembangkan kemampuan pemecahan masalah yaitu problem statement, data

collection, data processing dan verification. Menurut Bruner (Kesuma, t.t.) pada

model tersebut siswa aktif mencari pemecahan serta menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna.

Selain model pembelajaran, hal lain yang dapat membantu meningkatkan kemampuan pemecahan masalah adalah Information Communication Technology (ICT). Beberapa penelitian (Abdurahman, 2012; Asep, 2013; Pamungkas, 2013;

Tran, et. al, 2014) menyatakan bahwa ICT dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah. Penggunaan ICT dalam pembelajaran didukung oleh Castronova (t.t.) yang menyatakan bahwa teknologi dapat digunakan untuk mengganti beberapa kelemahan utama pembelajaran dan mempermudah menggunakannya di dalam kelas. Penelitian lain (Kesuma, t.t) tentang discovery

learning berbasis ICT pernah dilakukan namun pada mata pelajaran lain. Peneliti

menduga model discovery learning berbasis ICT dalam pembelajaran matematika akan mampu meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa.

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, peneliti ingin mengkaji peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan model discovery learning berbasis ICT. selanjutnya kajian tersebut diberi judul “Penerapan Model Discovery Learning

(17)

5

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini dijabarkan dalam beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana kualitas peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis

siswa yang memperoleh pembelajaran menggunakan model discovery learning berbasis ICT dan siswa yang memperoleh pembelajaran dengan model konvensional?

2. Apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh pembelajaran menggunakan model discovery learning berbasis ICT lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran dengan model konvensional?

3. Bagaimana respons siswa terhadap pembelajaran yang menggunakan model

discovery learning berbasis ICT?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas maka tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui kualitas peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh pembelajaran menggunakan model discovery learning berbasis ICT dan siswa yang memperoleh pembelajaran dengan model konvensional.

2. Mengetahui peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh pembelajaran menggunakan model discovery learning berbasis ICT dan siswa yang memperoleh pembelajaran dengan model konvensional.

3. Mengetahui respons siswa terhadap pembelajaran yang menggunakan model

discovery learning berbasis ICT.

D. Manfaat Penelitian

(18)

6

Dera Annisa Ratnasari, 2015

digunakan adalah model discovery learning berbasis ICT. Manfaat lain dari penelitian ini adalah:

1. Manfaat Teoretis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu dalam meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia khususnya dalam bidang matematika, serta dapat menjadi bahan pertimbangan memilih pembelajaran model discovery learning berbasis ICT untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMP.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang terkait dalam penelitian ini, diantaranya:

a. Sebagai pengalaman dan wawasan baru dalam belajar bagi siswa yang diharapkan dapat meningkatkan pemecahan masalah matematis siswa tersebut.

b. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pertimbangan kepada guru-guru matematika dalam proses pembelajaran yang dapat diaplikasikan di

kelas demi meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMP.

c. Hasil penelitian ini bisa digunakan sebagai salah satu referensi guna meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dan meningkatkan mutu sekolah pada bidang matematika.

d. Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan referensi bagi peneliti lain yang akan mengangkat tema yang sama namun dengan sudut pandang yang berbeda.

E. Struktur Organisasi

Struktur organisasi berisi rincian urutan penulisan dari setiap bab dan bagiannya, dari bab I sampai bab V. Bab I berisi uraian tentang pendahuluan yang terdiri dari latar belakang penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi.

(19)

7

pemecahan masalah matematis, model discovery learning, Information

Communication Technology (ICT), model discovery learning berbasis ICT dan

keterkaitan model discovery learning berbasis ICT dengan kemampuan pemecahan masalah matematis dan model konvensional. Bab III berisikan penjelasan mengenai metode penelitian yang terdiri dari metode dan desain penelitian, populasi dan sampel penelitian, definisi operasional, pengembangan bahan ajar dan instrumen, prosedur penelitian dan teknik analisis data kemampuan pemecahan masalah matematis siswa.

(20)

27

Dera Annisa Ratnasari, 2015

PENERAPAN MODEL DISCOVERY LEARNING BERBASIS INFORMATION COMMUNICATION

BAB III

METODE PENELITIAN A. Metode dan Desain Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh pembelajaran model

discovery learning berbasis ICT lebih baik daripada siswa yang memperoleh

pembelajaran model konvensional, sehingga penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen yaitu penelitian yang dilakukan untuk melihat hubungan sebab akibat. Perlakuan yang dilakukan terhadap variabel bebas, hasilnya akan terlihat pada variabel terikatnya. Dalam penelitian ini, variabel bebasnya adalah pembelajaran discovery learning berbasis ICT dan variabel terikatnya adalah kemampuan pemecahan masalah matematis.

Desain penelitian ini adalah desain non-equivalent control group design. Kelompok eksperimen diberikan perlakuan pembelajaran matematika dengan model discovery learning berbasis ICT dan kelompok kontrol diberikan pembelajaran model konvensional. Sebelum diberikan perlakuan, kedua kelompok

ini diberikan pretes untuk mengetahui kemampuan awal siswa. Kemudian, setelah diberikan perlakuan kedua kelompok diberikan postes. Soal yang diberikan untuk pretes dan postes merupakan soal yang serupa. Berdasarkan hal tersebut, desain penelitian yang digunakan dapat digambarkan sebagai berikut (Ruseffendi, 2005, hlm. 53):

Keterangan: O : Pretes

X : Pembelajaran matematika dengan menggunakan model discovery

learning berbasis ICT.

O : Postes

Pretes Perlakuan Postes

O X O

(21)

28

B. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas IX di salah satu SMP Negeri Kota Bandung. Sekolah tersebut merupakan sekolah cluster 1 pada tahun 2013 dengan passing grade 27,1. Berdasarkan informasi dari pihak sekolah, siswa kelas IX tersebar di delapan kelas dan setiap memiliki kemampuan yang beragam. Ada siswa yang tergolong berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah.

Peneliti tidak dapat membuat kelas baru, maka peneliti menggunakan kelas yang sudah terbentuk yang ada di sekolah tersebut. Setelah dilakukan purposive

sampling terpilih kelas IX-D sebagai kelas eksperimen yang mendapat

pembelajaran matematika dengan model discovery learning berbasis ICT dan kelas IX-B sebagai kelas kontrol yang mendapat pembelajaran matematika dengan model konvensional.

C. Definisi Operasional

Untuk menghindari terjadinya penafsiran yang berbeda terhadap istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini, maka ada beberapa istilah-istilah yang perlu didefinisikan sebagai berikut:

1. Pemecahan masalah matematis

Kemampuan pemecahan masalah matematis adalah kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal (masalah matematis) non rutin, yaitu suatu soal yang harus dikerjakan siswa namun siswa belum tahu bagaimana cara mengerjakan soal tersebut. Adapun indikator kemampuan pemecahan masalah matematis di dalam penelitian ini adalah:

a. Memahami masalah;

b. Merencanakan penyelesaian; c. Melakukan Perhitungan; d. Memeriksa Kembali.

2. Model discovery learning berbasis ICT

Model pembelajaran discovery learning berbasis ICT adalah model pembelajaran yang memiliki 6 tahapan, yang setiap tahapannya akan dibantu oleh Microsoft Power Point, Geogebra, e-mail dan media penyimpanan online. Tahapan discovery learning yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tahap:

(22)

29

Dera Annisa Ratnasari, 2015

b. Problem Statement;

c. Data Collecting;

d. Data Proccesing;

e. Verification;

f. Generalization.

3. Model Konvensional

Model konvensional yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pembelajaran matematika yang biasa digunakan di sekolah yang penulis teliti khususnya kelas IX yaitu pembelajaran dengan metode ekspositori dan latihan terbimbing. Pembelajaran dengan metode ekspositori adalah pembelajaran yang menekankan kepada proses penyampaian materi secara langsung dari seorang guru kepada siswa dengan maksud siswa dapat menguasai materi secara optimal. Pembelajaran ekspositori dan latihan terbimbing terdiri dari tahap persiapan, penyajian, korelasi, menyimpulkan, dan mengaplikasikan.

D. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini, instrumen yang akan dikembangkan berupa instrumen

pembelajaran yang terdiri dari Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kegiatan Siswa (LKS) serta instrumen penelitian yang terdiri dari instrumen tes dan non-tes.

1. Instrumen Pembelajaran

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rencana kegiatan pembelajaran tatap muka untuk satu pertemuan atau lebih. RPP dikembangkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan pembelajaran peserta didik dalam upaya mencapai Kompetensi Dasar (KD) (Permendikbud No.65, 2013, hlm. 5-6). Dalam penelitian ini, RPP untuk kelas kontrol disesuaikan dengan langkah-langkah pembelajaran model konvensional. Sedangkan RPP untuk kelas eksperimen disesuaikan dengan langkah-langkah pembelajaran dengan model discovery

learning.

Lembar Kegiatan Siswa (LKS)

(23)

30

yang harus dikerjakan oleh siswa, yang mengacu pada kompetensi dasar yang harus dicapai (Prastowo dalam Maya, 2012, hlm. 35). Dalam penelitian ini, pada kelas eksperimen LKS disusun menyesuaikan dengan langkah-langkah model discovery

learning dan indikator kemampuan pemecahan masalah matematis, sedangkan

kelas kontrol tidak menggunakan LKS tetapi hanya menggunakan buku sumber. 2. Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen penelitian adalah suatu alat pengumpul data untuk mengevaluasi kemampuan kognitif, afektif, dan psikmotor siswa. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari instrumen tes dan non-tes. Instrumen tes berupa tes kemampuan pemecahan masalah matematis dan instrumen non-tes berupa lembar observasi dan skala sikap.

Tabel 3.1

Rancangan Instrumen

No. Target Sumber

Data

Teknik/ Cara

Instrumen yang Digunakan 1 Kemampuan pemecahan

Masalah Siswa Tertulis Tes

2 Respon terhadap pembelajaran model discovery learning

berbasis ICT

Siswa Tertulis Skala Sikap

Instrumen Tes

Instrumen tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes kemampuan pemecahan masalah matematis. Dalam penelitian ini akan dilaksanakan dua kali tes, yaitu pretes untuk mengetahui kemampuan awal siswa dalam memahami konsep suatu materi matematika yang dipelajarinya sebelum mendapatkan perlakuan dan postes untuk mengetahui sejauh mana variabel bebas berpengaruh terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa setelah mendapatkan perlakuan. Soal pretes dan postes ini merupakan soal yang sama, ini bertujuan agar terlihat ada atau tidaknya peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa setelah penelitian.

(24)

31

Dera Annisa Ratnasari, 2015

bentuk uraian ini mempunyai beberapa kelebihan, yaitu: 1) pembuatan soal bentuk uraian relatif lebih mudah dan bisa dibuat dalam kurun waktu yang tidak terlalu lama, 2) hasil evaluasi lebih dapat mencerminkan kemampuan siswa sebenarnya, dan 3) proses pengerjaan tes akan menimbulkan kreativitas dan aktivitas positif siswa, karena tes tersebut menuntut siswa agar berpikir secara sistematik, menyampaikan pendapat dan argumentasi, mengaitkan fakta-fakta yang relevan.

Adapun pedoman penilaian didasarkan pedoman penskoran rubrik untuk kemampuan pemecahan masalah matematis yang dimodifikasi dari Sumarmo (1994), sebagai berikut:

Tabel 3.2

Pedoman Penskoran Rubrik

Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

Aspek yang Dinilai Reaksi Tehadap Soal/Masalah Skor Memahami Masalah Tidak memahami soal/tidak ada jawaban 0

Tidak memperhatikan syarat-syarat soal. Cara interpretasi soal kurang tepat

1

Memahami soal dengan baik 2

Merencanakan Penyelesaian

Tidak ada rencana strategi penyelesaian 0 Strategi yang direncanakan kurang tepat 1 Menggunakan satu strategi tertentu tetapi mengarah pada jawaban yang salah

2

Menggunakan satu strategi tertentu tetapi tidak dapat dilanjutkan

3

Menggunakan beberapa strategi yang benar dan mengarah pada jawaban yang benar

4

Menyelesaikan masalah

Tidak ada penyelesaian 0

Ada penyelesaian, tetapi prosedur tidak jelas 1 Menggunakan satu prosedur tertentu dan mengarah pada jawaban yang benar

2

Menggunakan satu prosedur tertentu yang benar tetapi salah dalam menghitung

3

Menggunakan prosedur tertentu yang benar dan hasil benar

4

Memeriksa Kembali Tidak ada pemeriksaan jawaban 0 Pemeriksaan hanya pada jawaban (perhitungan)

1

Pemeriksaan hanya pada proses 2 Pemeriksaan pada proses dan jawaban 3

(25)

32

diujikan. Pengujian soal tes tersebut bertujuan untuk mengetahui validitas butir soal, reliabilitas tes, daya pembeda, dan indeks kesukaran butir soal.

(1) Validitas Butir Soal

Sebuah data ataupun informasi dapat dikatakan valid apabila sesuai dengan keadaan sebenarnya. Oleh karena itu, suatu instrumen dikatakan valid apabila dapat memberikan gambaran tentang data secara benar sesuai dengan kenyataan atau keadaan sesungguhnya dan tes tersebut dapat tepat mengukur apa yang hendak diukur. Validitas yang diukur dalam hal ini adalah validitas butir soal. Rumus validitas yang digunakan adalah rumus korelasi produk momen memakai angka kasar (Suherman , 2003, hlm. 119), yaitu:

r = � ∑ − ∑ ∑

√ � ∑ − ∑ � ∑ − ∑

Dengan:

r : koefisien korelasi antara variabel dan N : jumlah subyek (testi)

: rata-rata nilai harian siswa

: nilai tes hasil siswa

Menurut Guilford (Suherman, 2003, hlm. 113) mengemukakan bahwa

interpretasi yang lebih rinci mengenai nilai r dibagi ke dalam kategori-kategori

seperti berikut.

Tabel 3.3

Kriteria Validitas Instrumen

Koefisien Validitas Interpretasi

,9 , validasi sangat tinggi

,7 < ,9 validasi tinggi

, < ,7 validasi sedang

, < , validasi rendah

, < , validasi sangat rendah

< , tidak valid

(26)

33

Dera Annisa Ratnasari, 2015

Tabel 3.4

Validitas Tiap Butir Soal

Nomor Soal Koefisien Korelasi Interpretasi

1 0,619 Validitas sedang

2 0,796 Validitas tinggi

3 0,723 Validitas tinggi

4 0,735 Validitas tinggi

Hasil validitas di atas kemudian diuji keberartiannya untuk setiap butir soal untuk mengetahui berarti atau tidaknya setiap butir soal yang telah diketahui validitasnya. Perumusan hipotesis untuk uji keberartian adalah sebagai berikut:

Ho : Nilai validitas setiap butir soal tidak berarti. H1 : Nilai validitas setiap butir soal berarti.

Statistik uji (Sugiyono, 2010, hlm. 259) :

= √ � −

Keterangan :

t : t hitung

r : nilai validitas (koefisien korelasi) setiap butir soal

n : banyaknya subjek

Kriteria pengujiannya:

Dengan mengambil taraf nyata (α = 0,05), maka H0 diterima jika:

−t − � ; − < t < t − � ; −

Dari perhitungan hasil uji keberartian instrumen diperoleh hasil untuk tiap

butir soal disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 3.5

(27)

34

1 4,523

2,03

Berarti

2 7,552 Berarti

3 6,008 Berarti

4 6,219 Berarti

Tabel 3.5 menunjukkan bahwa nilai t hitung setiap butir soal yang diperoleh dari koefisien korelasi lebih besar dari t tabel yang diperoleh dari tabel distribusi

student dengan t0,975;33. Hasil ini menyebabkan H0 ditolak, sehingga dapat

disimpulkan bahwa setiap butir soal valid dan berarti. Berdasarkan hal ini, maka setiap butir soal yang telah diujikan dapat digunakan sebagai soal tes instrumen kemampuan pemecahan masalah matematis pada penelitian ini.

(2) Reliabilitas Tes

Instrumen yang reliabel artinya instrumen tersebut dapat memberikan hasil yang tetap sama (relatif sama) jika pengukurannya dilakukan pada subjek yang sama meskipun dilakukan oleh orang yang berbeda, waktu berbeda, ataupun tempat yang berbeda.

Untuk soal tipe subjektif dengan bentuk uraian penilaiannya tidak hanya diberikan pada hasil akhir, melainkan dilakukan pula terhadap proses pengerjaannya. Jadi skor bisa berlainan bergantung pada bobot yang diberikan untuk soal tersebut. Rumus yang digunakan untuk mencari koefisien reliabilitas bentuk uraian dikenal dengan rumus Alpha (Suherman, 2003, hlm. 153) seperti di bawah ini:

= � −� −∑ �� � Dengan:

: koefisien reliabilitas n : banyak butir soal

∑ �� : jumlah varians skor tiap soal � : varians skor total

(28)

35

Dera Annisa Ratnasari, 2015

=∑ − ∑�

Dengan : = varians

= data/skor � = banyak siswa

Tolok ukur untuk menginterpretasikan derajat reliabilitas instrumen evaluasi dapat digunakan tolok ukur oleh J.P. Guilford (Suherman, 2003, hlm. 139) sebagai berikut.

Tabel 3.6 Kriteria Reliabilitas

Koefisien reliabilitas (��) Kriteria

< , Sangat rendah

, < , Rendah

, < ,7 Sedang

,7 < ,9 Tinggi

,9 , Sangat tinggi

Dari hasil perhitungan untuk soal bentuk uraian yang diuji coba, diperoleh koefisien reliabilitas untuk keseluruhan soal sebesar 0,67 yang berati keseluruhan butir soal memiliki derajat reliabilitas sedang.

(3) Daya Pembeda

Daya pembeda (DP) dari sebuah butir soal menyatakan seberapa jauh kemampuan butir soal tersebut mampu membedakan antara testi yang mengetahui jawabannya dengan benar dengan testi yang tidak dapat menjawab soal tersebut (atau testi yang menjawab salah). Dengan kata lain, daya pembeda sebuah butir soal adalah kemampuan butir soal itu untuk membedakan antara testi (siswa) yang pandai atau berkemampuan tinggi dengan siswa yang kurang pandai (Suherman, 2003, hlm.159). Daya pembeda sebuah butir soal dapat ditentukan dengan menggunakan rumus

SMI X X

DP A  B

(29)

36

DP : Daya Pembeda

A

X : Rata-rata skor kelompok atas

B

X : Rata-rata skor kelompok bawah

SMI : Skor maksimum ideal

Setelah diperoleh hasil perhitungan daya pembeda setiap butir soal, selanjutnya

hasil perhitungan itu diinterpretasi dengan kriteria sebagai berikut (Suherman,

2003, hlm. 161).

Tabel 3.7

Kriteria Daya Pembeda

Dari hasil perhitungan daya pembeda tipe uraian pada soal yang diujicobakan, diperoleh hasil daya pembeda tiap butir soal disajikan pada tabel berikut:

Tabel 3.8

Daya Pembeda Tiap Butir Soal

Nomor Soal Daya Pembeda Interpretasi

1 0,359 Cukup

2 0,427 Baik

3 0,470 Baik

4 0,368 Cukup

(4) Indeks Kesukaran

Indeks kesukaran suatu butir soal adalah suatu parameter yang dapat

mengidentifikasikan tingkat kesukaran tiap butir soal yang diujikan kepada siswa. Suatu soal dikatakan baik apabila soal tersebut tidak terlalu mudah dan tidak terlalu

sukar. Soal yang terlalu mudah kurang membuat siswa merasa tertantang dalam menyelesaikan soal tersebut sedangkan soal yang terlalu sukar membuat siswa menjadi putus asa dan malas untuk menyelesaikan persoalan yang diberikan.

Daya pembeda (DP) Kriteria

�� = , Sangat jelek

, �� < , Jelek

, �� < , Cukup

, �� < ,7 Baik

(30)

37

Dera Annisa Ratnasari, 2015

Untuk mengetahui tingkat atau indeks kesukaran setiap butir soal, digunakan rumus sebagai berikut:

Tingkat kesukaran =Rata − rata skor setiap butir soalSkor maksimum ideal

[image:30.595.171.450.227.383.2]

Indeks kesukaran yang diperoleh dari hasil perhitungan dengan menggunakan rumus di atas, selanjutnya diinterpretasikan dengan menggunakan kriteria sebagai berikut Suherman (2003, hlm. 170).

Tabel 3.9

Kriteria Indeks Kesukaran Indeks kesukaran (IK) Kriteria soal

IK = 0,00 Soal terlalu sukar

, < �� , Soal sukar

, < �� ,7 Soal sedang

,7 < �� < , Soal mudah

�� = , Soal terlalu mudah

[image:30.595.165.456.451.589.2]

Dari hasil perhitungan indeks kesukaran tipe uraian pada soal yang diujicobakan, diperoleh hasil daya pembeda tiap butir soal disajikan pada tabel berikut

Tabel 3.10

Indeks Kesukaran Tiap Butir Soal Nomor Soal Indeks Kesukaran Interpretasi

1 0,658 Soal Sedang

2 0,658 Soal Sedang

3 0,603 Soal Sedang

4 0,423 Soal Sedang

Berikut disajikan rekapitulasi dari tiap butir soal

Tabel 3.11

Rekapitulasi Hasil Pengolahan Instrumen Tes Reliabilitas : 0,67 (Sedang)

No Soal

Validitas Indeks Kesukaran Daya Pembeda

Hasil Klasifikasi Hasil Klasifikasi Hasil Klasifikasi

[image:30.595.111.520.643.755.2]
(31)

38

3 0,723 Validitas tinggi 0,603 Soal Sedang 0,470 Baik

4 0,735 Validitas tinggi 0,423 Soal Sedang 0,368 Cukup

Berdasarkan validitas, reliabilitas tes, daya pembeda, dan indeks kesukaran dari setiap butir soal yang diujicobakan serta dengan mempertimbangkan indikator yang terkandung dalam setiap butir soal tersebut, maka dalam penelitian ini semua soal digunakan sebagai instrumen tes. Namun mengingat tidak adanya soal dengan indeks kesukaran mudah dan sulit dan mengingat tidak memungkinkannya waktu untuk menguji ulang soal maka dilakukan perbaikan pada soal nomor 1 dan 4 dengan berdiskusi dengan dosen pembimbing dan dari hasil diskusi diperoleh hasil mengubah keterbacaan soal nomor 4 dan memperhatikan pemilihan angka soal No. 1. Dengan mengubah keterbacaan soal nomor 4 dan mengubah pemilihan angka

No. 1 diharapkan soal memiliki indeks kesukaran mudah dan sulit. Sehingga kriteria mudah, sedang, dan sukar terwakili dalam instrumen tes.

Instrumen Non-Tes

Instrumen non tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

(1) Angket

Angket dalam penelitian ini menggunakan skala Likert. Hal ini dikarenakan penelitian menghendaki jawaban yang benar-benar mewakili sikap dan respon siswa terhadap pernyataan yang diberikan. Derajat penilaian siswa terhadap suatu pernyataan dalam skala Likert tersusun secara bertingkat mulai dari Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Netral (N), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Namun penelitian ini hanya akan menggunakan empat kategori saja dengan menghilangkan kategori netral. Hal ini dilakukan untuk menghindari jawaban yang tidak objektif.

(32)

39

Dera Annisa Ratnasari, 2015 (2) Lembar Observasi

Lembar observasi digunakan pada setiap pembelajaran dilaksanakan. Lembar observasi digunakan untuk mengetahui aktivitas guru dan siswa dalam pembelajaran, apakah sudah sesuai dengan pedoman model pembelajaran yang digunakan atau belum.

E. Prosedur Penelitian

Secara garis besar, prosedur penelitian ini dilakukan dengan tahap-tahap sebagai berikut:

1. Tahap Persiapan

a. Melakukan studi pendahuluan

b. Mengidentifikasi masalah dan kajian pustaka c. Membuat proposal penelitian

d. Menentukan materi ajar

e. Menyusun instrumen penelitian f. Pengujian instrumen penelitian

g. Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar Kerja Siswa

(LKS), dan lembar observasi h. Perizinan untuk penelitian. 2. Tahap Pelaksanaan

a. Pemilihan sampel penelitian sebanyak dua kelas, yang disesuaikan dengan materi penelitian dan waktu pelaksaan penelitian

b. Pelaksanaan pretes kemampuan pemecahan masalah matematis untuk kedua kelas

c. Pelaksanaan kegiatan pembelajaran dengan menerapkan pendekatan

discovey learning berbasis ICT untuk kelas eksperimen dan pembelajaran

ekspositori untuk kelas kontrol

d. Pelaksanaan postest untuk kedua kelas 3. Tahap Pengumpulan dan Analisis Data

a. Mengumpulkan hasil data kuantitatif dan kualitatif

b. Mengolah dan menganalisis data kuantitatif berupa hasil pretes dan hasil postest

(33)

40

4. Tahap Pembuatan Kesimpulan

Membuat kesimpulan dari data yang diperoleh, yaitu mengenai peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa.

F. Teknik Analisis Data

Setelah data dikumpulkan, dilakukan pengolahan dan analisis data-data tersebut untuk menguji hipotesis yang telah dirumuskan pada bab sebelumnya. Dalam analisis data ini, akan dianalisis kedua jenis data yaitu data kuantitatif dan data kualitatif.

1. Analisis Data Kuantitatif (Pretes, Postes, Indeks Gain)

Analisis data kuantitatif ini dilakukan untuk mengetahui peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa setelah memperoleh pembelajaran baik di kelas kontrol maupun kelas eksperimen yang terdiri dari tiga analisis data yaitu analisis data pretes, postes, dan indeks gain. Sebelum data dianalisis terlebih dahulu dilakukan penilaian terhadap hasil pretes dan postes dengan menggunakan rubrik pemecahan masalah. Data yang digunakan dalam analisis peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa adalah

indeks gain yang diperoleh dari rumus (Hake, 1999, hlm. 1):

� = � �� =

��− �� − ��

Dengan:

� : Indeks Gain (gain yang dinormalisasi) � : Nilai Gain

� �� : Nilai Gain maksimum yang mungkin terjadi �� : Nilai Postes

�� : Nilai Pretes

(34)

41

[image:34.595.133.511.115.213.2]

Dera Annisa Ratnasari, 2015

Tabel 3.12

Klasifikasi Indeks Gain

Indeks Gain Kriteria

� ,7 Tinggi

, � < ,7 Sedang

� < , Rendah

Analisis kemampuan pemecahan matematis awal siswa diperoleh dari data pretes di kelas eksperimen dan kelas kontrol. Sedangkan untuk mengetahui peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dilakukan analisis pada indeks gain atau gain ternormalisasi. Dalam mengolah data penulis menggunakan bantuan software Statistical Passage for Social Science (SPSS) versi 20 for Windows. Adapun langkah-langkah uji statistiknya adalah sebagai berikut:

Analisis Statistik Deskriptif

Sebelum melakukan pengujian terhadap ketiga data terlebih dahulu dilakukan perhitungan terhadap deskripsi data yang meliputi rata-rata, simpangan baku, nilai maksimum, dan nilai minimum. Hal ini dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai data sampel.

Analisis Statistik Inferensial

Adapun langkah-langkah uji statistiknya adalah sebagai berikut: (1) Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah skor pada data berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Pengujian normalitas dilakukan dengan menggunakan uji statistik Saphiro-Wilk dengan taraf signifikansi 0,05.

Jika skor pada data sampel berdistribusi normal, uji statististik selanjutnya yang dilakukan adalah uji homogenitas varians. Tetapi, jika data tidak berdistribusi normal maka uji homogenitas tidak perlu dilakukan melainkan dilakukan uji

statistik non-parametrik yaitu uji Mann- Whitney U untuk pengujian hipotesisnya. (2) Uji Homogenitas Varians

(35)

42

berdistribusi normal maka dilanjutkan dengan uji homogenitas varians dengan menggunakan uji Levene’s test dengan taraf signifikansi 0,05.

(3) Uji Kesamaan Dua Rata-Rata

Uji kesamaan dua rata-rata dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan rata-rata data secara signifikan antara kedua kelas. Jika kedua kelas berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan homogen maka, untuk pengujian hipotesis dilakukan uji t atau Independent Sample T-Test. Sedangkan jika kedua kelas berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan tidak homogen maka, pengujian hipotesis dilakukan uji t’.

Adapun alur analisis data, selebihnya dapat dilihat pada gambar berikut.

2. Analisis Data Kualitatif

[image:35.595.127.497.290.652.2]

Data hasil observasi disajikan dalam bentuk tabel. Penilaian data hasil observasi dilakukan dengan menyimpulkan hasil pengamatan observer selama

Gambar 3.1 Alur Analisis Data

Ya

Ya

Tidak

Data Pretes, Post Tes dan Indeks Gain

Apakah data berdistribusi

normal?

Apakah variansinya homogen?

Uji t Statistik non-parametrik

Mann-Whitney Uji t’

Tidak

(36)

43

Dera Annisa Ratnasari, 2015

[image:36.595.141.490.241.337.2]

Data kualitatif (skala sikap) ditransfer ke dalam data kuantitatif. Data kualitatif ini diperoleh dari Angket yang terdiri dari pernyataan positif dan pernyataan negatif. Untuk mengolah data yang diperoleh dari angket dapat dilakukan dengan menggunakan skala Likert. Pembobotan setiap alternatif jawaban angket dengan menggunakan skala Likert disajikan dalam tabel di bawah ini:

Tabel 3.13

Ketentuan Pemberian Skor Pernyataan Skala Sikap

Pernyataan Skor tiap pilihan

SS S TS STS

Positif 5 4 2 1

Negatif 1 2 4 5

(37)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Kualitas peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan model discovery learning berbasis ICT termasuk ke dalam kategori sedang dan kualitas peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan

model konvensional termasuk ke dalam kategori rendah.

2. Siswa yang memperoleh pembelajaran matematika dengan model discovery

learning berbasis ICT memiliki peningkatan kemampuan pemecahan masalah

matematis lebih baik daripada peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan model konvensional. 3. Siswa memberikan sikap positif terhadap pembelajaran matematika

menggunakan model discovery learning berbasis ICT.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, ada beberapa saran yang ingin penulis sampaikan, yaitu:

1. Model pembelajaran discovery learning berbasis ICT dapat dipilih untuk pelaksanaan pembelajaran matematika untuk meningkatkan kemampuan matematis siswa.

2. Model pembelajaran discovery learning berbasis ICT memerlukan waktu yang cukup lama dalam tahap persiapannya dan pelaksanaannya, sehingga alokasi waktu untuk setiap tahapan harus benar-benar direncanakan agar pembelajaran dapat berjalan sesuai dengan tujuannya.

(38)

63

Dera Annisa Ratnasari, 2015

dijadikan sebagai salah satu pertimbangan dalam penyusunan perangkat pembelajaran.

(39)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurahman, R. (2012). Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik

siswa SMA melalui pembelajaran melalui multimedia interaktif. (Skripsi).

Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Afendi, A. (2012). Efektifitas penggunaan metode Discovery Learning terhadap hasil

belajar kelas X SMK Diponogoro Yogyakarta. (Skripsi). UIN Sunan Kalijaga

Yogyakarta

Anisa, W N. (2014). Peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematik melalui pembelajaran pendidikan matematika realistik untuk siswa SMP negeri di kabupaten Garut. Jurnal Pendidikan dan Keguruan 1 (1)

artikel 8. [Online]. Diakses dari

http://pasca.ut.ac.id/journal/index.php/JPK/article/download/12/12

Asep, A. (2013). Pengaruh pembelajaran matematika berbasis ICT terhadap

kemampuan pemahaman dan pemecahan masalah matematis siswa SMP.

(Disertasi). Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Bahm, A., G. (2009). the effect of Discovery Learning on students’ succes and inquiry learning skills. Egitim Arastimalari-Eurasian Journal of Education

Research, 35, hlm. 1-20.

Castronova, J. A. (t.t.). Discovery Learning for the 21th century: Article Manuscript.

[Online]. Diakses dari

http://chiron.valdosta.edu/are/artmanscrpt/vol1no1/castronova_am.pdf

Dahar, R.W. (1989). Teori-teori belajar. Jakarta: Erlangga.

Darmawan, D. (2012a). Pendidikan teknologi informasi dan komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

(40)

65

Dera Annisa Ratnasari, 2015

Darminto, B. P. (t.t.). Penerapan model pembelajaran matematika berbasis komputer

di Sekolah Menengah (Analisis hasil kajian penelitian). [Online]. Diakses dari

http://download.portalgaruda.org/article.php?article=9280&val=611

Depdikbud. (2013). Lampiran Permendikbud RI Nomor 65 tahun 2013 tentang

Standar Proses. [Online]. Diakses dari http://akhmadsudrajat.files.wordpress.

com.

Depdiknas. (2003). Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003

Tentang Sistem Pendidikan Nasional. [Online]. Diakses dari http://usu.ac.id/public/content/files/sisdiknas.pdf .

Depdiknas. (2006). Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006

Tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. [Online].

Diakses dari https://asefts63.files.wordpress.com/2011/01/permendik nas-no-22-tahun-2006-standar-isi.pdf.

Depdiknas (2008). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta : Dikmenum. Depdiknas.

Djuandi. (2013). Permendikbud tentang kurikulum tahun 2013 . [Online]. Diakses dari http://bsnp-indonesia.org/id/?p=1239

Effendi, L. A. (2012). Pembelajaran matematika dengan metode penemuan terbimbing untuk meningkatkan kemampuan representasi dan pemecahan masalah matematis siswa SMP. Jurnal Penelitian Pendidikan, 13 (2),hlm.1-10.

Elsindi, N. E. (2011). Pembelajaran matematika dengan menggunakan strategi

mean-ends analysis untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMP. (Skripsi). Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Fitriyah, D. (2008). Pembelajaran matematika Realistik berbasis Discovery untuk

meningkatkan hasil belajar matematika pokok bahasan luas bangun datar siswa kelas III SDN Kalisat I Kecamatan Rembang Kabupaten Pasuruan tahun pelajaran 2007 oleh 2008. [Online]. Diakses dari library.um.ac.id/ptk/index.php?mod=detail&id=36169

Hake, R. (1999). Analyzing change/gain score. California: Department of Physics Indiana University.

(41)

66

Hoosain, E. (2001). What are mathemathical problems. Augusta: Augusta State University

Indarti. (t.t.). Pengaruh model Discovery Learning terhadap kemampuan memecahkan masalah siswa kelas X SMAN 8 Malang. [Online]. Diakses dari

http://jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel979647FCF6AB713554160492F639C1F6.p df

Jong, T. de, Joolingen, W.R. van (1998). Scientific Discovery Learning with computer simulations of conceptual domains. Review of Educational Research

(68), hlm 179-202.

Joolingen, W. R. van. (1999). Cognitive tools for Discovery Learning. International

Journal of Artificial Intelligence in Education (10), hlm. 385-297.

Kariadinata, R. (t.t.). Kemampuan visualisasi geometri spasial siswa Madrasah

Aliyah Negeri (MAN) kelas x melalui software pembelajaran mandiri.

[Online]. Diakses dari

http://p4tkmatematika.org/file/PRODUK/JURNAL/jurnal%20volume%201% 20no%202.pdf

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2013). Model penemuan terbimbing

(Discovery Learning). [Online]. Diakses dari

https://docs.google.com/document/d/1lY3rKYKB785ddheIO8PzspODRmSpE COnXLnbC1e3VGo/edit?pli=1

Kesuma, I. (t.t.). Pengaruh strategi pembelajaran berbasis TIK dan kecerdasan emosional siswa terhadap hasil belajar kimia. Jurnal Teknologi Pendidikan. Hlm. 205-218.

Khaerunnisa, E. (2013). Peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan adversity

quotient matematis siswa MTS melalui pendekatan pembelajaran eksploratif.

(Tesis) Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Lidinillah, D. A. M. (2008). Strategi pembelajaran pemecahan masalah di Sekolah

Dasar. [Online]. Diakses dari

(42)

67

Dera Annisa Ratnasari, 2015

Mansyur, M. Z. (2014). Penerapan pendekatan pembelajaran Metacognitive

Scaffolding untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa sekolah menengah pertama. (Skripsi). FPMIPA, Universitas Pendidikan

Indonesia, Bandung.

Mardilah, N. D. S. (2012). Pengaruh pembelajaran matematika dengan strategi

Metakognitif terhadap pencapaian kemampuan pemecahan masalah matematis SMP. (Skripsi). Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Marsound, D. (2005). Improving math education in elementary school : A short book

for teachers. Oregon : University of Oregon. [Online]. Diakses dari

http://darkwing.uoregon.edu/.../ElMath.pdf

Maya. (2012). Pengembangan perangkat pembelajaran IPA terpadu yang

mengimplementasikan Model Horsley untuk Meningkatkan Keterampilan Proses dan Penguasaan Materi Belajar Siswa SMP. [Online]. Diakses dari

http://eprints.uny.ac.id/9272/3/BAB%202%20-%2008312244036.pdf.

NCTM. (2000). Principles and standards for schools mathematics. USA : Restor

OECD. (2004). Problem solving for tomorrow’s world. Prancis: OECD.

OECD. (2015). Internasional student assessment (PISA). [Online]. Diakses dari https://data.oecd.org/pisa/mathematics-performance-pisa.htm

Pamungkas, M. D. (2013) . Peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan

kreativitas belajar matematika dengan pemanfaatan sofware Core Math Tools (CMT). Seminar Nasional Pendidikan Matematika. [Online]. Diakses dari

http://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/123456789/3233/15_Pening katan%20kemampuan%20pemecahan%20masalah%20dan%20kreativitas%20 belajar%20matematika%20dengan%20pemanfaatan%20software%20core%2 0math%20tools%20%28ptk%20pada%20siswa%20kelas%20xi%20a%20tekn ik%20pemesinan%20smk%20muhammadiyah.pdf?sequence=1

Prabawanto, Sufyani. (2009). Pembelajaran matematika dengan pendekatan realistik

untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan disposisi matematik

siswa. [Online]. Diakses dari

http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._MATEMATIKA/19600830

(43)

68

N_PENDEKATAN_REALISTIK_UNTUK_MENINGKATKAN_KEMAMPU AN_PEMECAHAN_MASA.pdf.

Prabawanto, Sufyani. (2011). Pengembangan instrumen tes pemecahan masalah

matematis siswa sekolah menengah pertama. Paper. UPI Bandung. Tidak

diterbitkan.

Purwanti, A. (2013). Pengaruh pembelajaran Missouri Mathematics Project (MMP)

dan pembelajaran langsung terhadap kemampuan pemahaman matematis siswa SMP. (Skripsi). Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Qohar, A. (2012). Pemahaman matematis dan penggunaan komputer dalam

pembelajaran matematika. [Online]. Diakses dari

http://abdqohar.blogspot.com/2012/04/pemahaman-matematis-dan-penggunaan.html?m=1

Ruseffendi, E.T. (1998). Pengantar kepada membantu guru mengembangkan

kompetensinya dalam pengajaran matematika untuk meningkatkan CBSA.

Bandung: Tarsito.

Ruseffendi, E. T. (2005). Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-Eksak

Lainnya. Bandung: Tarsito.

Sanjaya, W. (2008). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Santoso, E. (2013). Kompetensi Matematis. [Online]. Diakses dari http://serbaserbikangerik.blogspot.com/2013/06/kompetensi-matematis.html

Septiani, N. I. (2013). Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Metode

Penemuan Terbimbing untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran Induktif Siswa SMP. (Skripsi) . Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Shadiq, F. (2009). Pemecahan masalah, penalaran dan komunikasi. [online]. Diakses dari http://www.scribd.com/doc/29385462/%20Modul-Matematika-Pemecahan-Masalah

Sugiyono. (2010). Metode penelitian pendidikan: Pendekatan kuantitatif, kualitatif,

dan R&D. Bandung: Alfabeta.

(44)

69

Dera Annisa Ratnasari, 2015

Suherman, E, dkk. (2001). Strategi matematika kontemporer. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Suherman, E. (2003). Evaluasi pembelajaran matematika. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Sukmadinata, dkk . (2006). Metode penelitian pendidikan. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Sumarmo, U, dkk. (1994). Suatu alternatif pengajaran untuk meningkatkan

pemecahan masalah matematis pada guru dan siswa SMA. Bandung:

Universitas Pendidikan Indonesia.

Sumarmo, U. (2006). Pembelajaran keterampila membaca matematika pada Siswa

Sekolah Menengah. [Online]. Diakses dari

https://www.academia.edu/4609768/Sumarmo_Pembelajaran_Keterampilan_ Membaca_Matematika_pada_Siswa_Sekolah_Menengah

Sumarmo, U. (2010). Teori, paradigma, prinsip, dan pendekatan pembelajaran

MIPA dalam konteks Indonesia. Bandung: FPMIPA UPI.

Turmudi. (2008). Pemecahan masalah matematika. [Online]. Diakses dari : http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._MATEMATIKA/196101 121987031-TURMUDI/F20-PEMECAHAN_MASALAH_MATEMATIKA-1-11-2008.pdf

Ruseffendi. E. T. (2005). Dasar-dasar penelitian pendidikan dan bidang non-eksakta

lainnya. Bandung: Tarsito.

Ruseffendi. E. T. (1991). Pengajaran matematika modern untuk orang tua, guru dan

SPG. Bandung: Tarsito.

Tran, T, dkk. (2014). Discovery Learning with the help of the geogebra dynamic geometry software. Internasional Journal of Learning, Teaching and

Educational Research, 7, hlm. 44-57.

Gambar

Tabel 3.1 Rancangan Instrumen
Tabel 3.2  Pedoman Penskoran Rubrik
Tabel 3.3 Kriteria Validitas Instrumen
Tabel 3.4 Validitas Tiap Butir Soal
+7

Referensi

Dokumen terkait

Perubahan rerata kelompok kontrol ini tidak berbeda secara signifikan, sehingga dapat disimpulkan bahwa kelompok kontrol yang tidak diberi pelatihan Quiet Eye

Untuk mengetahui apakah ada pengaruh antara penerapan e- SPT dan pengetahuan perpajakan dengan kepatuhan wajib pajak di KPP Pratama Jakarta Jatinegara?...

Sistem ini dimaksudkan agar seluruh anggota organisasi dalam perusahaan yang terlibat dalam produksi atau yang terkait pada jalur mutu serta keamanan produksi mulai dari

Tema yang dipilih dalam penelitian ini ialah pengambilan keputusan oleh petani, dengan judul Pengambilan Keputusan Pemilihan Jenis Tanaman dan Pola Tanam di Lahan Hutan Negara

Jenis elastisitas yang lain Elastisitas penawaran Memperhatikan Membuat catatan Bertanya Laptop White Board Spidol LCD Projector Buku Wajib Sadono Sukirno, Bab 5: hal

mengumumkan Rencana Umum Pengadaan Barang/Jasa untuk pelaksanaan kegiatan tahun anggaran 2013 seperti tersebut dibawah ini :. PERKIRAAN

Bahwa dalam Produk tabungan dana haji pada Bank Panin dubai Syariah telah sesuai dengan Peraturan Menteri Agama No 24 tahun 2016 tentang perubahan atas Peraturan

Ukuran perusahaan (Bank size) Ukuran perusahaan berupa aktiva perusahaan yang juga menggambarkan kesehatan suatu bank. Ukuran perusahaan diproksikan menggunakan total asset