SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
Untuk Menyusun S-1 Program Studi Manajemen
NOVAL SETIAWAN
0912015016/FE/EM
Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
Jawa Timur
PARIWISATA DI SURABAYA
Yang diajukan
NOVAL SETIAWAN
0912015016/FE/EM
Telah disetujui untuk diseminarkan oleh
Pembimbing Utama
Dr s. Ec.Gendut Sukarno. Ms Tanggal :
NIP. 195907011987031001
Dosen Pendamping
Ugy Soebiantoro, SE.,MM
NIP. 367089600581
Mengetahui
Ketua Program StudiManajemen
Dr.Muhadjir Anwar,MM
PARIWISATA DI SURABAYA
Yang diajukan
NOVAL SETIAWAN
0912015016/FE/EM
Telah Diseminarkan dan disetujui untuk menyusun skripsi :
Pembimbing Utama
Dr s. Ec.Gendut Sukarno. Ms Tanggal :
NIP. 195907011987031001
Dosen Pendamping
Ugy Soebiantoro, SE.,MM
NIP. 367089600581
Mengetahui
Ketua Program StudiManajemen
Yang diajukan
NOVAL SETIAWAN
0912015016/FE/EM
Di setujui untuk Ujian Lisan Oleh
Pembimbing Utama
Dr s. Ec.Gendut Sukarno. Ms Tanggal :
NIP. 195907011987031001
Dosen Pendamping
Ugy Soebiantoro, SE.,MM
NIP. 367089600581
Mengetahui
WakilDekan I
Dr s. Rahman A. Suwaidi, MS
PARIWISATADI SURABAYA
Disusun Oleh :
NOVAL SETIAWAN
0912015016/FE/EM
Telah diper taha nkan dihada pan dan diter ima oleh Tim Penguji Skr ipsi pr ogr am Study Ma najemen Fakultas Ekonomi Univer sitas Pembangunan
Nasiona l “Veteran” J awa Timur pada tanggal : 13 juni 2013
Pembimbing
Tim Penguji :
Ketua
Dr s. Ec. Gendut Sukar no, MS
Dr s. Ec. Gendut Sukar no, MS
Sekr etar is
Sugeng Pur wanto,SE.MM
Anggota
Dr . Ec. Her r y Pudjo P, MM
Mengeta hui, Dekan Fa kulta s Ekonomi
Univer sita s PembangunanNasional “Veter an” J a waTimur
Puji syukur kehadirat ALLAH SWT atas berkat dan rahmatnya, penulis dapat
menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan judul, “ Analisis Kinerja Pemasaran
Melalui Keunggulan Bersaing dan Peran Triple Helix Industri Pariwisata di
Surabaya”.Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi sebagian
persyaratan memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran” Jawa Timur. Dengan selesainya penulisan Skripsi ini, penulis
sangat berterima kasih atas segala bantuan dan fasilitas dari berbagai pihak yang
diberikan kepada penulis guna mendukung penyelesaian Skripsi ini. Maka
dikesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar - besarnya kepada
yang terhormat :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP selaku Rektor Universitas
Pembangunan Nasional“Veteran” Jawa Timur Surabaya.
2. Bapak DR. Dhani Ichsanuddin Nur, MM, selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional"Veteran" Jawa Timur Surabaya.
3. Bapak Dr. Muhadjir Anwar,MM,selaku Ketua Jurusan Manajemen
Fakultas Ekonmi Universitas Pembangunan Nasional"Veteran" Jawa
Timur Surabaya.
4. Bapak Drs. Ec. Gendut Sukarno. Ms, selaku dosen pembimbing yang
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Surabaya.
6. Kedua orang tua saya yang selalu memberikan semangat agar segera
terselesaikan skripsi saya, mendoa kan saya agar saya menjadi manusia
yang berguna bagi bangsa dan Negara juga berguna dikalangan
masyrakat..
7. Untuk Sahabatku Sii-Byan dan semua teman-teman upn terima kasih telah
membantu jalannya skripsi, yang tulus menyediakan waktu,tenaga dan
pikiran untuk membantu saya.
Semoga Allah Melimpahkan rahmat-Nya kepada semua pihak yang telah
nmemberikan bantuan kepada penulis dalam menyusun skripsi ini. Mengingat
keterbatasan akan pengetahuan dan kemampuan yang ada, penulis menyadarai
bahwa masih terdapat kekurangan dalam skripsi ini. Oleh karena itu, penulis
sangat mengharapakan adanya kritik dan saran yang membangun guna
menyempurnakan penulisan skripsi ini. Penulis berharap semoga penelitian ini
bermanfaat bagi pihak-pihak yang memerlukan, terutama buat adik-adik ku di
Program Studi Manajemen
Wassalam,
Surabaya, Juni 2013
Penulis
Halaman Judul ... i
Pengesahan Skripsi ... ii
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... vii
Bab I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang ... 1
1.2.Rumusan Masalah ... 6
1.3.Tujuan Penelitian ... 6
1.4.Manfaat Penelitian ... 6
Bab II TELAAH PUSTAKA 2.1.Penelitian Terdahulu ... 8
2.2.Landasn Teori ... 11
2.2.1 Kepariwisataan ... 11
2.3.Pengaruh keunggulan bersaing dan Triple Helix ... 42
2.4.Kerangka Konseptual ... 46
2.5.Hipotesis ... 46
Bab III METODE PENELITIAN 3.1.Definisi Operasional Variabel ... 47
3.2.Pengukuran Variabel ... 53
3.3.Teknik Penentuan Sampel ... 53
3.4.Teknik Penentuan Data ... 55
3.5.Teknik Pengumpulan Data ... 56
3.6.Teknik Analisis Data ... 56
Bab IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Hasil Penelitian ... 61
4.1.1 Gambaran Umum Industri Pariwisata ... 61
4.2 Penyebaran Kuesioner ... 78
4.3 Deskripsi Karakteristik Responden ... 78
4.3.1 Deskripsi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 78
4.3.2 Deskripsi Responden Berdasarkan Usia ... 79
4.4.3 Jawaban Responden Mengenai Kinerja Pemasaran ... 87
4.5 Analisis Model PLS ... 88
4.5.1 Evaluasi Outlier ... 89
4.5.2 Uji Validitas ... 91
4.5.2.1 Pengujian Model Pengukuran ... 91
4.5.2.2 Discriminant Validity ... 95
4.5.2.3 Uji Reliability ... 96
4,5,2,4 Evaluasi Pengujian Strutural Model ... 97
4.5.2.5 Uji Kausalitas ... 99
4.6 Pembahasan ... 100
4.6.1 Pengaruh Keunggulan Bersaing Terhadap Kinerja Pemasaran ... 100
4.6.2 Pengaruh Triple Helix Terhadap Kinerja Pemasaran ... 101
Bab V KESIMPULAN DAN SARAN 5,1 Kesimpulan ... 103
5.2 Saran ... 103
Noval Setiawan
ABSTRAK
Penelitian ini berfokus pada Kinerja Pemasaran Industri Pariwisata di Surabaya. Alasan pemilihan Industri Pariwisata yang ada di Surabaya ini karena Surabaya Merupakan Kota kedua yang memiliki jumlah penduduk terbanyak setelah kota Jakarta dan Industri Pariwisata merupakan salah satu visit suatu daerah melalui wisatawan atau pengunjung, Industri Pariwisata juga memberikan peluang pada para usaha kecil yang berada di sekitar kawasan wisata. Pada Dasarnya penelitian ini mengkaitkan keunggulan bersaing dan peran Triple Helix di dalam meningkatkan kinerja pemasaran Industri Pariwisata yang bertujuan dapat meningkatkan kinerja Pemasaran Industri Pariwisata yang unggul serta dapat menarik para wisatawan berkunjung di Industri Pariwisata di Surabaya.
Kinerja Pemasaran Industri Pariwisata yang digunakan antara industri pariwisata satu dengan yang lain memang berbeda, Hal Ini dikarenakan pelaksanaan suatu kinerja pemasaran harus disesuaikan dengan kondisi dan tujuan yang ingin dicapai industri pariwisata tersebut. Di dalam kinerja pemasaran industri pariwisata berhubungan dengan keunggulan bersaing dan triple helix. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh keunggulan bersaing dan Peran Triple Helix terhadap Kinerja Pemasaran Industri Pariwisata.
Populasi dalam penelitian ini adalah para pengelola dan pemilik Industri Pariwisata di Surabaya. Pengambilan sampel menggunakan teknik resampling dengan Bootestrapping dengan jumlah sampel sebesar 30 responden. Data yang dipergunakan adalah data primer yaitu data yang berdasarkan kuisioner hasil jawaban responden. Sedangkan analisis yang dipergunakan adalah Partial Least Square (PLS)
Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan bahwa 1) Keunggulan Bersaing mempengaruhi Kinerja Pemasaran Industri Pariwisata di Surabaya .2) Peran Triple Helix tidak mempengaruhi Kinerja Pemasaran di Surabaya
Keywords:Keunggulan Bersaing , peran Triple Helix dan Kinerja Pemasaran
1.1.Latar belakang
Globalisasi yang berdampak pada perkembangan di bidang teknologi dan
sarana informasi komunikasi ini memengaruhi pola pikir masyarakat pada suatu
negara, sehingga dapat memicu terjadinya migrasi penduduk negara tersebut.
Hadirnya migrasi yang semakin berkembang pesat di era globalisasi ini
menunjukkan bahwa mobilitas penduduk yang terjadi pun kian berkembang pesat
pula. Mobilitas yang terjadi tidaklah selalu bersifat permanen mengingat
masyarakat melakukan perjalanannya tidak selalu bersifat permanen. Contoh dari
migrasi yang bersifat tidak permanen adalah perjalanan yang dilakukan oleh para
turis/wisatawan.(Saskia Sassen,1998, hlm. 5-30)
Salah satu produk jasa yang diproduksi untuk berorientasi ke pasar global
adalah pariwisata. Pariwisata memiliki porsi yang besar.Hal ini dikarenakan pada
dasarnya kinerja pemasaran industri pariwisata terjadi melalui keunggulan
bersaing dan peran Triple Helix dalam hal produk (barang dan jasa). Sedangkan
yang terjadi pada sektor pariwisata adalah hal yang tidak jauh berbeda.
Persaingan industri pariwisata yang begitu ketat, perkembangan teknologi
dan perubahan selera wisatawan dapat mengakibatkan wisatawan berpindah dari
satu pariwisata ke pariwisata lain. Pariwisata harus mempunyai kemampuan
dalam mengembangkan pilihan strategik supaya dapat beradaptasi dengan
Pariwisata merupakan praktek globalisasi (yang memiliki ciri menjangkau
wilayah lain, produk-produk dan informasi, mendorong terjadinya perdagangan
internasional, perjalanan dan komunikasi) pariwisata juga memiliki ciri khas
tersebut.
Tabel 1.1 Data Pengunjung Wisatawan tahun 2008 – 2011 di Surabaya
Tahun Jumlah Wisatawan
2008 48,417
2009 136,539
2010 116,829
2011 83,27
Sumber : Laporan Jumlah Wisatawan Mancanegara / Wisatawan Nusantara di Kota Surabaya tahun 2008 - 2010. Arsip Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Surabaya
Berkenaan dengan fenomena data diatas terdapat penurunan jumlah
wisatawan mancanegara yang datang pada Kota Surabaya khususnya. Pada tahun
2008 terdapat 48,417 wisatawan mancanegara yang datang ke Surabaya.
Sedangkan pada tahun 2009 jumlah tersebut meningkat menjadi 136,539
wisatawan, 116,829 wisatawan pada tahun 2010 dan 83,247 pada tahun 2011.
Sebagai respon terhadap semakin menurunnya jumlah wisatawan ke Kota
Surabaya, pemerintah Surabaya kian mengembangkan potensi industri pariwisata
dalam bidangnya. Dengan Upaya memperbaiki kinerja pemasarannya melalui
keunggulan bersaing dan peran Triple Helix. Namun, beberapa obyek wisata
masih tampak kotor, tidak terawat dan melakukan kinerja pemasarannya
di jalan protokol di Kota Surabaya, seperti halnya yang terjadi di Bali atau
Jogjakarta.
Oleh sebab itu, kinerja pemasaran industri pariwisata harus dikelola secara
sistematis sehingga dapat menghasilkan yang benar-benar dapat dihargai oleh
para pelanggan atau wisatawan (Ferdinand, 2000, p.4-5).
Pada dasarnya setiap pariwisata yang bersaing dalam suatu lingkungan
industri mempunyai keinginan untuk dapat lebih unggul dibandingkan
pesaingnya. Umumnya pariwisata menerapkan strategi bersaing ini secara
eksplisit melalui kegiatan–kegiatan dari berbagai departemen fungsional
pariwisata. Pemikiran dasar dari penciptaan strategi bersaing berawal dari
pengembangan formula umum mengenai bagaimana bisnis akan dikembangkan,
apakah sebenarnya yang menjadi tujuannya dan kebijakan apa yang akan
diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut. Porter (1990, p.3) menjelaskan bahwa
keunggulan bersaing adalah jantung kinerja pemasaran untuk menghadapi
persaingan. Keunggulan bersaing diartikan sebagai strategi benefit dari
perusahaan yang melakukan kerjasama untuk menciptakan keunggulan bersaing
yang lebih efektif. Strategi ini harus didesain untuk mewujudkan keunggulan
bersaing yang terus menerus sehingga pariwisata dapat mendominasi baik dipasar
lama maupun pasar baru. Keunggulan bersaing pada dasarnya tumbuh dari nilai–
nilai atau manfaat yang diciptakan oleh pariwisata bagai para wisatawan.
Wisatawan umumnya lebih memilih membeli pariwisata yang memiliki nilai lebih
dari yang diinginkan atau diharapkannya. Namun demikian nilai tersebut juga
pariwisata akan terjadi jika pelanggan menganggap harga produk sesuai dengan
nilai yang ditawarkannya. Hal ini didukung oleh pendapat Styagraha ( 1994, p.14
) yang menyatakan bahwa keunggulan bersaing adalah kemampuan suatu badan
usaha untuk memberikan nilai lebih terhadap produknya dibandingkan para
pesaingnya dan nilai tersebut memang mendatangkan manfaat bagi pelanggan.
Di dalam pariwisata Triple Helix membawa dampak positif dalam
pengembangan kinerja pemasaran pariwisata Kota Surabaya di Indonesia. Triple
Helix melakukan pengembangan-pengembangan tertentu, terutama pada kinerja
pemasaran industri pariwisatanya. Dimana Triple Helix yang terdiri dari
Intellectuals (Intelektual), Business (Bisnis), dan Government (Pemerintah)
sebagai para aktor utama penggerak industri (Etzkowitz and Leydesdorff, 1995,
p.15). Intellectual, kaum intelektual yang berada pada institusi pendidikan formal,
informal dan non formal yang berperan sebagai pendorong lahirnya ilmu dan ide
yang merupakan sumber kreativitas dan lahirnya potensi kreativitas insan
Indonesia. Dalam hal ini, setiap usaha di suatu daerah memiliki satu konsultan
dari mahasiswa dan dua pendamping lapang yang juga berasal dari mahasiswa.
Sedangkan Triple Helix yang ke dua yaitu Business, pelaku usaha yang
mampu mentransformasi kreativitas menjadi bernilai ekonomis. berperan dalam
fungsi pelaksanaan dalam hal etika bisnis dan coorporate responbility. Dan Triple
Helix yang terakhir Government, pemerintah selaku fasilitator dan regulator agar
industri pariwisata dapat tumbuh dan berkembang. berperan dalam fungsi
pengembangan pemberdayaan masyarakat.
formulasi fungsional yang dapat dipergunakan oleh negara-negara berkembang
berhaluan demokratik, dalam menciptakan akses kepartisipasian lebih luas bagi
masyarakat luas agar bisa menciptakan pelbagai transformasi yang mereka
bersama inginkan. Meningkatkan fungsi demokrasi bagi dinamika ekonomi ini,
segala sesuatunya bermula dari penguatan relasi akademik/lembaga riset - bisnis -
dan pemerintah.
Berdasarkan pemaparan di atas, maka diperlukan adanya perhatian khusus
dari berbagai pihak untuk pemberdayaan dan pengembangan pariwisata di
Surabaya. Keunggulan bersaing dan peran Triple Helix akan berpengaruh
terhadap kinerja pemasaran industri pariwisata di Surabaya. Hal ini dikarenakan
Surabaya sebagai daerah tujuan wisata semakin pesat dan meluas khususnya jenis
wisata belanja, kuliner, alam, seni, budaya dan sejarah. Tempat pariwisata di
Surabaya diantaranya adalah kebun binatang Surabaya, wisata mangrove,
jembatan suramadu, yaman bungkul, gedung grahadi, ciputra waterpark,
pelabuhan tanjung perak, masjid ampel, pantai ria kenjeran, pelabuhan kalimas,
monumen kapal selam, monumen tugu pahlawan, monumen bambu runcing,
monumrn jalesveva jayamahe, dan monumrn gubernur suryo. Dari data-data yang
peneliti dapatkan, mengenai penurunan wisatawan mancanegara terhadap industri
pariwisata.
Dalam penelitian ini, peneliti menemukan bahwa Kota Surabaya
mempunyai ciri khas dalam keungunggulan bersaing. Kota Surabaya tidak hanya
mengandalkan itu saja, namun peran Triple Helix juga untuk meningkatkan
akan meningkat hal ini sebagai wujud masuknya arus globalisasi, bahkan lebih
jauh Kota Surabaya melakukan reaksi dan strategi untuk mengembangkan sektor
industri pariwisata yang unggul.
1.2. Perumusan Masalah
Berpijak pada latar belakang diatas maka perumusan masalah yang
ditetapkan dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah keunggulan bersaing berpengaruh terhadap
kinerja pemasaran industri pariwisata kota Surabaya?
2. Apakah Triple Helix berpengaruh terhadap kinerja
pemasaran industri pariwisata kota Surabaya
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, penelitian ini memiliki
beberapa tujuan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui keunggulan bersaing terhadap kinerja
pemasaran industri pariwisata kota Surabaya.
2. Untuk mengetahui pengaruh Triple Helix terhadap kinerja
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat
sebagai berikut:
I. Bagi Universitas
Memberikan sumbangan informasi pihak lain untuk
melakukan penelitian lebih lanjut dan dapat menambah
kepustakaan sebagai informasi bahan pembanding bagi
penelitian lain serta sebagai wujud Darma Bakti kepada
perguruan tinggi UPN “Veteran” Jatim pada umumnya dan
Fakultas Ekonomi pada khususnya.
II. Bagi Pemerintah
Sebagai bahan masukan dan informasi bagi
pemerintah Kota Surabaya dalam melakukan pertumbuhan
pemasaran dan pengembangan industri pariwisata di
Surabaya.
III. Bagi Ilmu Pengetahuan
Dapat dipergunakan untuk mengembangkan ilmu
pengetahuan atau perluasan pandangan tentang pelajaran
yang didapat dari bangku kuliah dan memperdalam
pengetahuan terutama dalam bidang yang dikaji serta
2.1Penelitihan Terdahulu
Dalam subbab ini dilakukan penelusuran terhadap beberapa pustaka,
seperti: buku-buku, jurnal-jurnal, dan hasil-hasil penelitian terdahulu. Hal ini
sangat penting dilakukan karena dari penelusuran pustaka tersebut dapat diperoleh
inspirasi yang dapat mempertajam konsep dan teori, serta dapat menambah
wawasan tentang hal-hal yang berkaitan dengan penelitian yang sedang dilakukan.
Selain itu, penjelajahan pustaka juga dimaksudkan untuk menunjukkan perbedaan
substansial penelitian ini dengan penelitian-penelitian terdahulu sehingga dapat
dibuktikan originalitasnya, kemudian pada gilirannya penelitian ini signifikan.
untuk dilakukan. Selanjutnya, berkaitan dengan kajian pustaka, beberapa
pustaka yang telah ditelusuri dijelaskan di bawah ini.
• Ginanjar Suendro (2011). ”Analisis Inovasi dan Keunggulan Bersaing
Melalui Kinerja Pemasaran”
Penelitian ini menganalisis faktor‐faktor yang mempengaruhi
industri pariwisata sebagai upaya mempengaruhi kinerja pemasaran untuk
peningkatan keunggulan bersaing berkelanjutan. Permasalahan riset
bersumberpada 2 (dua) hal yaitu pertama adalah researchgap dari Baker
dan sinkula (1999)dengan han et al. (1998). Permasalahan kedua
bersumber dari researchproblem yaitu kurangnya inovasi produk (dari pra
ini, yaitu untuk mengetahui faktor‐faktor yang mempengaruhi inovasi
produk industri pariwisata yang nantinya mempengaruhi kinerja
pemasaran dan akhirnya pada terbentuknya keunggulan bersaing
berkelanjutan. Dalam penelitian ini dikembangkan suatu model teoritis
dengan mengajukan enam hipotesis yang akan diuji dengan menggunakan
Structural Equation Model (SEM) dengan menggunakan software AMOS
16. Responden yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari
responden pengusaha batik berjumlah 114 responden.Hasil dari
pengolahan data SEM untuk model penuh telah memenuhi kriteria
goodnessoffit sebagai berikut, nilai chisquare=170,190; probability =
0,067; GFI = 0,862; AGFI = 0,817; CFI = 0,979;TLI = 0,975; RMSEA=
0,040; CMIN/DF= 1,182.Dengan demikian dapat dikatakan bahwa model
ini layak untuk digunakan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
inovasi produk industri pariwisata dapat ditingkat kandengan
meningkatkan orientasi pelanggan, orientasi pesaing dan koordinasi lintas
fungsi. Selanjutnya, keunggulan bersaing yang semakin tinggi akan
mempengaruhi kinerja pemasaran.
• Nunung Isnaini Dwi Ningsih (2012).”Analisis Triple Helix DalamModel
Penerapan Green IT di Perguruan Tinggi Islam”
Penelitian ini bertujuan untuk mengusulkan sebuah model
penerapan Green IT di perguruan tinggi Islam dengan berdasarkan pada
latar belakang adanya konsep sustainability menurut konsep Islam dan
kajian pustaka dengan langkah-langkah melakukan kajian literatur,
analisis framework dan model rujukan. Framework dan model rujukan
yang digunakan adalah framework Connection Research – RMIT Green
ICT dan model interaksi Triple Helix. Hasil analisis framework kemudian
dimodifikasi sehingga terbentuk sebuah model penerapan Green IT
khususnya untuk perguruan tinggi Islam. Model yang diusulkan
merupakan model awal yang masih perlu dikaji lebih lanjut. Pada dasarnya
model ini menginginkan pada setiap pelaksanaannya harus dikontrol
dengan nilai-nilai keislaman.Hasil penelitian : menunjukkan bahwa
mahasiswa berpengaruh positif dan signifikan terhadap Sustainability,
Green It, Triple Helix
• Puja Astawa (2010). “Pola Pengembang Kinerja Pemasran Pariwisata
Pada Model Triple Helix di Wilayah Bali Tengah”
Penelitian ini menyatakan bahwa berdasarkan profil wilayah Bali
Tengah yang pada dasarnya mencerminkan satu kesatuan sosial budaya
dan lingkungan agraris, maka ditetapkan “Pariwisata Subak” sebagai
model hipotetik bagi pengembangan pariwisata yang berbasiskan potensi
sosial budaya dan ekologi pertanian yang dalam pengelolaannya
mengutamakan peran serta masyarakat setempat sehingga mampu
memberikan manfaat kesejahteraan bagi masyarakat serta pelestarian
budaya dan lingkungan setempat. Jenis – jenis potensi yang dapat
dikembangkan sebagai daya tarik atau objek wisata meliputi : (1) potensi
mata air dan pegunungan; (2) potensi sosial budaya dari berbagai aspek
kehidupan budaya petani masyarakat pedesaan; (3) revitalisasi dan
konservasi kebudayaan lokal, yang ditandai dengan dibangkitkannya
kembali berbagai jenis tradisi yang belakangan ini semakin terancam
keadaannya, serta semakin mantap dan terpeliharanya keberadaan lembaga
subak yang sangat penting artinya bagi ketahanan pangan dan pelestarian
lingkungan setempat; (4) meningkatkan perhatian dan kepedulian
masyarakat terhadap pemeliharaan dan penyelamatan peninggalan budaya
masa lalu; (5) pengelolaan pariwisata subak dilakukan melalui
kerjasama terpadu antara masyarakat sebagai pemegang peran sentral,
pengusaha pariwisata sebagai mitra usaha dan pemerintah sebagai
fasilitator dan sekaligus sebagai control terhadap pengembangan
pariwisata setempat. Hasil penelitian : menunjukkan bahwa pemerintah
dan pengusaha ( Triple Helix) berpengaruh positif dan signifikan terhadap
kinerja pemasaran industri pariwisata.
2.2. Landasan Teori
2.2.1. Kepariwisataan
2.2.1.1. Pengertian Kepariwisataan
Kepariwisataan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan
penyelenggaraan pariwisata (Yoeti, 1997, p.194). Wisata merupakan suatu
kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan
secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati obyek dan daya
berwisata.
v Pengembangan Pariwisata
Suatau obyek pariwisata harus memenuhi tiga kriteria agar obyek tersebut
diminati pengunjung, yaitu:
a. Something to see adalah obyek wisata tersebut mempunyai sesuatu
yang bisa dilihat atau di jadikan tontonan oleh pengunjung wisata.
Dengan kata lain obyek tersebut harus mempunyai daya tarik
khususnya yang mampu untuk menyedot minat dari wisatawan untuk
berkunjung di obyek tersebut.
b. Something to do adalah agar wisatawan yang melalukan pariwwisata di
sana bisa melakukan sesuatu yang berguna untuk memberikan
perasaan senang, bahagia, relax berupa fasilitas rekreasi baik itu arena
bermain ataupun tempat makan, terutama makanan khas dari tempat
tersebut sehingga mampu membuat wisatawan lebih betah tinggal di
sana
c. Something to buy adalah fasilitas untuk wisatawan berbelanja yang
pada umumnya adalah ciri khas atau icon dari daerah tersebut,
sehingga bisa dijadikan sebagai olleh-oleh. (Yoeti,1985, p.1964)
Dalam pengembangan pariwisata perlu di tingkatkan langkah-langkah
yang terarah dan terpadu terutama mengenai pendidikan tenaga-tenaga kerja
dan perencanaan pengembangan fisik. Kedua hal tersebut hendaknya saling
Agar suatu obyek wisata dapat dijadikan sebagai salah satu obyek
wisata yang menarik, maka faktor yang sangat menunjang adalah kelengkapan
dari sarana dan prasarana obyek wisata tersebut. Karenasarana dan prasarana
juga sangat diperlukan untuk mendukung dari pengembangan obyek wisata.
Menurut Yoeti dalam bukunya Pengantar Ilmu Pariwisata (1985, p.181),
mengatakan: “Prasarana kepariwisataan adalah semua fasilitas yang
memungkinkan agar sarana kepariwisataan dapat hidup dan berkembang
sehingga dapat memberikan pelayanan untuk memuaskan kebutuhan
wisatawan yang beraneka ragam”. Prasarana tersebut antara lain :
1. Perhubungan : jalan raya, relkereta api, pelabuhanudara dan laut,
terminal.
2. Instalasi pembangkit listrik dan instalasi air bersih.
3. Sistem telekomunikasi, baik itu telepon, telegraf, radio, televise, kantor
pos.
4. Pelayanan kesehatan baik itu puskesmas maupun rumah sakit.
5. Pelayanan keamanan baik itu pos satpam penjaga obyek wisata
maupun pos-pos polisi untuk menjaga keamanan di sekitar obyek
wisata.
6. Pelayanan wistawan baik itu berupa pusat informasi ataupun kantor
pemandu wisata.
7. Pom bensin dan lain-lain. (Yoeti, 1984, p.183)
Sarana kepariwisataan adalah perusahaan-perusahaan yang memberikan
hidup serta kehidupannya tergantung pada kedatangan wisatawan (Yoeti,
1984,p.184), Sarana kepariwisataan tersebut adalah :
1) Perusahaan akomodasi : hotel, losmen, bungalow.
2) Perusahaan transportasi : pengangkutan udara, laut atau kereta api
dan bus-bus yang melayani khusus pariwisata saja.
3) Rumah makan, restaurant, depot atau warung-warung yang berada
di sekitar obyek wisata dan memang mencari mata pencaharian
berdasarkan pengunjung dari obyek wisata tersebut.
4) Toko-toko penjual cinderamata khas dari obyek wisata tersebut
yang notabenemen dapat penghasilan hanya dari penjualan
barang-barang cinderamata khas obyek tersebut. Dan lain-lain. (Yoeti,
1985, p.185-186)
Dalam pengembangan sebuah obyek wisata sarana dan prasarana
tersebut harus dilaksanakan sebaik mungkin karena apabila suatu obyek
wisata dapat membuat wisatawan untuk berkunjung dan betah untuk
melakukan wisata disana maka akan menyedot banyak pengunjung yang
kelak akan berguna juga untuk peningkatan ekonomi baik untuk komunitas
di sekitar obyek wisata tersebut maupun pemerintah daerah.
Industri pariwisata adalah kumpulan dari bermacam-macam
perusahaan yang secara bersama-sama menghasilakan barang dan jasa
(goods and service) yang dibutuhkan wisatawan pada khususnya dan
travel pada umumnya (Yoeti, 1996:172). Sedangkan menurut R. S.
macam bidang usaha yang secara bersama-sama menghasilkan
produk-produk maupun jasa / pelayanan atau service, yang nantinya baik secara
langsung maupun secara tidak langsung akan dibutuhkan oleh wisatawan
selama perlawatannya.
Pengertian industri pariwisata akan lebih jelas bila kita
mempelajari dari jasa atau produk yang dihasilkan atau pelayanan yang
diharapkan wisatawan dimana ia sedang dalam perjalanan atau
perawatannya. Industri pariwisata mulai dikenal di indonesia setelah
dikeluarkan instruksi Presiden RI No. 9 tahun 1969, di mana dalam Bab II
pasal 3 disebutkan : Usaha-usaha pengembangan pariwisata di Indonesia
bersifat suatu pengembangan industri pariwisata dan merupakan bagian
dari usaha pengembangan dan pembangunan serta kesejahteraan
masyarakat dan negara.
Sesuai dengan instruksi Presiden tersebut dikatakan bahwa tujuan
pengembangan pariwisata di Indonesia adalah:
1. Meningkatkan pendapatan devisa pada khususnya dan
pendapatan negara pada umumnya, perluasan kesempatan serta
lapangan kerja dan mendorong kegiatan-kegiatan industri
sampingan lainnya.
2. Memperkenalkan dan mendayagunakan keindahan alam dan
3. Meningkatkan persaudaraan / persahabatan nasional dan
internasional.
Dengan pernyataan tersebut, jelaslah bahwa usaha-usaha yang
berhub ungan dengan kepariwisataan merupakan usaha yang bersifat
Comercial. Hal tersebut dapat dilihat dari betapa banyaknya jasa yang
diperlukan oleh wisatawan jika melakukan perjalanan wisata semenjak ia
berangkat dari rumahnya hingga kembali ke rumahnya tersebut. Jasa yang
diperoleh tidak hanya oleh satu perusahaan yang berbeda fungsi dalam
proses pemberian pelayanannya.
2.2.1.2Perencanaan Pengembangan Pariwisata.
Perencanaan menurut Sukarsa (1999) adalah proses
mempersiapkan secara sistematis kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan
untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Perencanaan merupakan alat untuk
mencapai tujuan, untuk itu dapat berubah-ubah menurut tempat, waktu
dan keadaan. Dalam pembangunan pariwisata suatu perencanaan yang
baik sangat diperlukan sehingga dapat diperoleh hasil yang optimal sesuai
tujuan yang dimaksud. Perencanaan pariwisata merupakan proses
pembuatan keputusan yang berkaitan dengan masa depan suatu destinasi
atau atraksi wisata. Menurut Mill (2000) bila tidak ada perencanaan pada
suatu tempat wisata dapat berakibat negative pada tempat tersebut. Akibat
tersebut dapat berupa; (1) kerusakan atau perubahan permanen lingkungan
budaya dan sumber-sumber alam; (3) terlalu banyak orang dan kemacetan;
(4) adanya pencemaran; dan (5) masalah-masalah lalu lintas. Dalam
perencanaan suatu destinasi maupun atraksi keterlibatan masyarakat
sangatlah penting seperti dinyatakan oleh Porritti (1998) bahwa
masyarakat punya hak dalam perencanaan, demikian pula Timoty (2003)
menyatakan bahwa masyarakat lokal lebih tahu apa yang boleh dilakukan
dan apa yang tidak sesuai dengan kondisi lokal (dalam Smith dan Robison,
2006) Dengan perencanaan pariwisata yang baik dan terpadu dapat
memberikan manfaat (Paturusi, 2008) seperti: (1) dapat menjadi arahan
dan pedoman baik pemerintah maupun swasta dalam pengembangan
pariwisata karena kegiatan ini merupakan suatu kegiatan ekonomi yang
relative baru; (2) kegiatan pariwisata merupakan kegiatan yang sangat
komplek, multi sektor yang melibatkan berbagai bidang, maka untuk
memadukan unsur-unsur tersebut diperlukan perencanaan dan koordinasi;
(3) dapat mendatangkan keuntungan ekonomi yang optimal; (4) dapat
digunaan untuk memilih unsur mana saja dari budaya yang dapat
dikomersialkan dan mana yang tidak.; (5) dalam membangun fasilitas
pariwisata dan berbagai sektor ikutannya dapat ditentukan daya dukung
lahan optimal yang dapat menjaga kelestarian lingkungan; (6) untuk
mengembangkan pariwisata yang berkelanjutan ; (7) meminimalkan
hal-hal yang kurang menguntungkan bagi pengembangan pariwisata; 8)
menyiapkan sumber daya manusia; (9) sebagai dasar dan acuan
untuk mengantisipasi perkembangan dimasa yang akan datang dan juga
sebagai dasar untuk mengadakan revitalisasi kawasan serta; (11) dapat
meningkatkan kunjungan wisatawan, yang akan berimplikasi pada
peningkatan devisa negara tanpa mengorbankan kelestarian lingkungan
dan sosial budaya masyarakat.
Di dalam merencanakan pengembangan pariwisata dikenal
beberapa hirarki dimana fokus perencanaan pada tiap tingkat hirarki tidak
sama. Perencanaan di tingkat umum memberikan kerangka dan arahan
bagi perencanaan hirarki di bawahnya, dan demikian seterusnya
(Gunawan, 1993dalam Paturusi,2008).
2.2.2 Kinerja Pemasaran
2.2.2.1 Pengertian Kiner ja Pemasaran
Pemasaran menurut William J. Stanton (1984) adalah suatu sistem
keseluruhan dari kegiatan-kegiatan bisnis yang ditujukan untuk
merencanakan, menentukan harga, mempromosikan, dan mendistribusikan
barang dan jasa yang memuaskan kebutuhan baik kepada pembeli yang
ada maupun pembeli potensial.
Sementara itu, menurut Kotler (2002), konsep pemasaran
memberikan ketegasan bahwa kunci mencapai tujuan organisasional yang
ditetapkan adalah perusahaan tersebut harus menjadi lebih efektif bila
dibandingkan para pesaing dalam menciptakan, menyerahkan, dan
Pemasaran harus bertitik tolak dari kebutuhan dan keinginan
konsumen dengan memperkirakan sekaligus menentukan kebutuhan dan
keinginan konsumen serta penyerahan barang dan jasa yang memuaskan
secara efektif dan efisien. Pada era global yang sangat kompetitif
pemasaran diibaratkan sebagai denyut jantung bagi kelangsungan
perusahaan. Perusahaan tidak hanya dituntut untuk memperlihatkan berapa
banyaknya barang yang bisa diproduksi dan kemudian memproduksinya.
Agar bisa bertahan di dalam pasar yang peka terhadap perubahan dalam
persaingan yang sangat ketat, sebuah perusahaan pertama-tama
menentukan “apa yang bisa dijual, berapa banyak yang bisa dijual, dan
strategi apa yang harus didayagunakan untuk memikat konsumen”. Kotler
dan Armstrong (2004) menyatakan: “Pemasaran adalah sebuah proses
sosial dan manajerial, yang dengannya individu-individu dan
kelompok-kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan dan mereka inginkan,
dengan menciptakan dan saling mempertukarkan produk-produk dan nilai
satu sama lain”.
Boyd, Walker, dan Larreche (2000 ) menyatakan:
“Pemasaran adalah suatu proses sosial yang melibatkan
kegiatan-kegiatan penting yang memungkinkan individu dan perusahaan
mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui
pertukaran dengan pihak lain dan untuk mengembangkan
Untuk mencapai tujuan pemasaran sebagaimana konsepsi
pemasaran di atas, terlebih dahulu harus dirumuskan ke dalam strategi
perusahaan. Adapun strategi didefinisikan sebagai rencana yang disatukan,
menyeluruh dan terpadu, dan mengaitkan keunggulan strategi perusahaan
dengan tantangan dan lingkungan (Jauch dan Glueck,1998).
Strategi pemasaran terdiri atas lima elemen yang saling terkait.
Kelima elemen tersebut menurut Corey (dalam Tjiptono, 1997) sebagai
berikut:
1. Penelitian pasar.
Penelitian pasar adalah memiliki pasar yang akan dilayani.
Keputusan ini didasarkan atas faktor-faktor persepsi terhadap
fungsi produk dan pengelompokan teknologi yang dapat diprediksi
dan dinominasi, keterbatasan sumber daya internal yang
mendorong perlunya pemusatan (fokus) yang lebih sempit.
Pengalaman kumulatif yang didasarkan pada trial and error di
dalam menggapai peluang dan tantangan kemampuan kursus yang
berasal dari akses terhadap sumber daya langka atau pasar yang
terproteksi. Penelitian pasar dimulai dengan melakukan segmentasi
pasar dan kemudian memilih pasar sasaran yang paling
memungkinkan untuk dilayani oleh perusahaan.
2. Perencanaan produk.
Perencanaan produk meliputi produk spesifik yang dijual,
pembentukan diri produk dan desain penawaran individual pada
tiap-tiap diri, produk itu sendiri, menawarkan manfaat total yang
dapat diperoleh pelanggan dengan melakukan pembelian. Manfaat
tersebut meliputi produk itu sendiri, nama merek produk,
ketersediaan produk, jaminan dan garansi, jasa reparasi dan bantu
teknis yang disediakan penjualan, serta hubungan personal yang
mungkin terbentuk di antara pembeli dan penjual.
3. Penetapan harga.
Penetapan harga adalah menentukan harga yang dapat
mencerminkan nilai kuantitatif produk kepada pelanggan.
4. Sistem distribusi.
Sistem distribusi adalah saluran pedagang grosir dan eceran
yang melalui produk hingga mencapai konsumen akhir yang
membeli dan menggunakannya.
5. Komunikasi pemasaran (promosi).
Komunikasi pemasaran (promosi) meliputi periklanan,
personal selling, promosi penjualan, direct marketing, dan public
Sebaliknya, menurut Kotler (1997) strategi pemasaran adalah
“sejumlah tindakan yang terintegrasi yang diarahkan untuk mencapai
keuntungan kompetitif berkelanjutan”. Dalam konsep pemasaran, volume
penjualan yang menguntungkan memang menjadi tujuannya, tetapi laba
yang didapat dari volume penjualan itu harus diperoleh melalui kepuasan
konsumen (Kotler, 2002).
Menurut Peter Drucker (dalam Agustinus, 1995), mengusulkan
lima kriteria untuk penentuan standar pengukuran kinerja perusahaan,
yaitu
a. Posisi pasar.
Penilaian yang nyata terhadap keberhasilan perusahaan
adalah mengukur posisi pangsa pasarnya dibandingkan
dengan para pesaing. Apakah pangsa pasar telah meningkat
atau cenderung menurun?
b. Kinerja inovasi (divisi riset dan pengembangan).
Bagaimana urutan pengeluaran riset dan pengembangan
(sebagai persentase penjualan) dalam industri?
c. Produktivitas.
Kinerja ini berhubungan dengan “nilai tambah” out-put.
Penjualan per karyawan merupakan salah satu ukuran
d. Likuiditas dan aliran kas (cash flow).
Kriteria aliran kas biasanya lebih baik daripada masalah
keuntungan.
e. Keuntungan / kemampu labaan.
Kriteria ini akan mengukur:
a) Apakah marjin keuntungan meningkat atau
menurun.
b) Menghitung dan mengukur hasil kinerja yang telah
dicapai.
c) Membandingkan antara standar dengan hasil yang
dicapai dan jika melampaui batas toleransi, harus
dianalisa penyebab-penyebabnya.
d) Mengambil tindakan perbaikan jika diperlukan.
2.2.2.2Konsep Pengukur Kinerja Pemasaran
Berpedoman pada Voss dan Voss (2000) dan Kotler (2002) dapat
dikemukakan bahwa tiga indikator kinerja pemasaran yaitu pertumbuhan
pelanggan, tingkat pertumbuhan penjualan, dan jangkauan wilayah
pemasaran. Pertimbangannya bahwa ukuran ini mencerminkan ukuran yang
lebih sesuai dan adil bagi usaha kecil, semakin tinggi pertumbuhan penjualan,
pertumbuhan pelanggan, dan pertumbuhan profit menunjukkan bahwa kinerja
pemasaran menjadi lebih baik.
pemasaran suatu produk (Permadi,1998). Kinerja pemasaran merupakan
konstruk atau faktor yang umum digunakan untuk mengukur dampak dari
sebuah strategi perusahaan. Strategi perusahaan selalu diarahkan untuk
menghasilkan kinerja, baik berupa kinerja pemasaran ( seperti volume
penjualan, porsi pasar atau market share dan tingkat pertumbuhan penjualan)
maupun kinerja keuangan (Ferdinand, 2002). Untuk itu ukuran yang
sebaiknya digunakan adalah ukuran yang bersifat activitybasedmeasure yang
dapat menjelaskan aktivitas-aktivitas pemasaran yang menghasilkan kinerja
pemasaran tersebut (Ferdinand, 2000).
2.2.3. Keunggulan bersaing
2.2.3.1. Definisi Keunggulan bersaing
Menurut Kenichi Ohmae (Grant,1991) agar berhasil dan bertahan dalam
suatu industri perusahaan harus memenuhi dua kriteria,Harus memasarkan apa
yang ingin dibeli oleh pelanggan dan harus dapat bertahan terhadap
persaingan.
Untuk itu perusahaan harus dapat lebih unggul dibandingkan pesaing dan
dituntut untuk mampu menciptakan daya saing strategis dengan cara
merumuskan serta menerapkan strategi pencipta nilai (Hitt, et al, 1999).
Keunggulan bersaing diperoleh ketika perusahaan mampu menjadikan
banyak aktivitas berlainan yang dilakukan digabungkan dalam suatu rantai
yang dapat memberikan kontribusi nilai yang memberikan margin maksimal
strategis dengan lebih murah atau lebih baik dibanding pesaing (Hitt, et
al,1999). Sumber keunggulan bersaing dapat diperoleh melalui cakupan
bersaing dengan yang dimiliki oleh pesaing, baik itu berupa cakupan segmen
maupun jangkauan integrasi ke dalam aktivitas. Rantai nilai yang
terkoordinasi dapat menciptakan keunggulan bersaing antar hubungan.
Analisa sumber daya organisasi dilakukan dengan membuat kerangka
umum yang biasanya dikenal dengan “resource base view of the firm”
(Wernerfelt, 1984). Adapun asumsi-asumsi dasar“resource base view of the
firm” sebagai berikut:
1. Resource Heterogenity
Perusahaan dipandang sebagai sejumlah sumber
daya produktif dan setiap perusahaan mempunyai sejumlah
sumber daya yang berbeda.
2. Resource immobility
Sumber daya yang membuat perusahaan mampu
menetralisir ancaman dan mengeksploitasi peluang.
Kemampuan sumber daya ini hanya dimiliki oleh
perusahaan tertentu dan sulit untuk ditiru, kalaupun bisa hal
ini akan memakan biaya tinggi. Resource immobility
merupakan sumber daya potensial untuk daya saing
Umumnya sumber daya dikategorikan menjadi empat, yaitu modal
keuangan, modal fisik, modal manusia, dan modal organisasi. Sumber
daya merupakan input proses produksi perusahaan seperti barang modal,
kemampuan pekerja, paten, keuangan, serta manajer yang berbakat. Secara
individual, sumber daya umumnya tidak menghasilkan keunggulan
bersaing yang berkesinambungan. Dengan strategi tim yang
memungkinkan berkembangnya keunggulan bersaing yang
berkesinambungan. Demikian juga inovasi perusahaan. Apabila tidak
dilindungi oleh paten atau batasan lain, dapat dibeli atau ditiru oleh
pesaing. Tetapi jika inovasi produksi tersebut diintegrasikan dengan
sumber daya lainnya untuk membentuk suatu kemampuan, maka akan
muncul kompetensi inti yang akan menghasilkan keunggulan bersaing
yang berkesinambungan. Dengan demikian, penciptaan keunggulan
bersaing yang berkesinambungan adalah melalui integrasi beberapa
Sumber daya terdiri atas dua, yakni sumber daya berwujud,
meliputi sumber daya finansial, sumber daya fisik, sumber daya manusia,
sumber daya organisasional; dan sumber daya tak berwujud meliputi
sumber daya teknologi, sumber daya untuk inovasi, reputasi (Hitt, et al,
1999).
Kemampuan mencerminkan kapasitas perusahaan dalam
menggunakan sumber daya yang terintegrasi untuk mencapai apa yang
diharapkan. Sebagai perekat yang mengikat organisasi menjadi satu,
kemampuan muncul dari waktu ke waktu melalui interaksi yang kompleks
antara sumber daya berwujud maupun tidak berwujud. Ini didasarkan pada
pengembangan, pelaksanaan, dan pertukaran informasi serta pengetahuan Sumb e r d a ya
Be rw ujud Tid a k b e rw ujud
Ke m a m p ua n
Kum p ula n sum b e r d a ya
Ko m p e te nsi inti
Sum b e r Ke ung g ula n
Ke ung g ula n b e rsa ing
Dip e ro le h d a ri ko m p e te nsi inti
Da ya sa ing
melalui modal manusia yang dimiliki perusahaan. Dengan demikian,
pengetahuan perusahaan dicakup dan dicerminkan oleh kemampuannya,
dan merupakan sumber inti keunggulan bersaing yang berkesinambungan
dalam perekonomian global.
Seberapa banyak kemampuan dibutuhkan perusahaan untuk
mengembangkan keunggulan bersaing yang berkesinambungan. McKinsey
dan Co., misalnya, menyarankan klien mereka untuk mengidentifikasi tiga
atau empat kemampuan yang merupakan kompetensi inti perusahaan.
Begitu teridentifikasi, suatu tindakan strategis perusahaan harus dibentuk
sekitar kompetensi inti tersebut (Hitt,et al,1999).
Per saingan dan Siklus Hidu p indust r i
Pada gambar dapat dilihat, struktur industri berbeda berdasarkan
siklus hidup masing-masing industri, dinamika bersaing dan strategi
bersaing yang penting untuk keberhasilan juga berbeda. Ada tiga tahapan
umum siklus hidup industri yang relevan dengan pelajaran tentang
dinamika bersaing: industri yang baru muncul, industri yang sedang
berkembang, dan industri yang matang.
Perusahaan-perusahaan yang memasuki industri yang baru
muncul berusaha membangun tempat atau bentuk dominasi dalam suatu
industri. Adanya persaingan yang kompetitif dalam hal memperebutkan
loyalitas konsumen. Dalam industri ini, tergantung pada jenis produk,
perusahaan sering kali berusaha membangun kualitas produk, teknologi
dan atau hubungan yang menguntungkan dengan pemasok untuk
mengembangkan keunggulan bersaing yang berkesinambungan dalam
mengejar daya saing strategis.
Wirausahawan individu di perusahaan-perusahaan kecil,
khususnya di sektor barang modal, berperan sangat penting menuju
proses inovasi. Bahkan, dalam beberapa bidang, perusahaan-perusahaan
besar menjadi inovator efektif. Sementara iut, wirausahawan individu
dan perusahaan kecil masih memberi sumbangan besar juga (Hitt, et al,
1999).
Walaupun perusahaan kecil tidak menyediakan jaringan dan
bekerja di perusahaan kecil. Dengan bekerja di perusahaan kecil,
karyawan merasakan semacam sasaran yang jelas. Perusahaan tahu apa
yang diperbuatnya dan ke mana arahnya. Jalur komunikasi pendek dan
langsung, karyawan mempunyai dedikasi dan kepedulian serta diberi
tanggung jawab sungguh-sungguh. Mereka dilatih dalam sejumlah tugas
dan biasanya diberi upah tertentu yang mendorong kesetiaan mereka
terhadap pengusaha. Keberadaan wirausahawan dan perusahaan kecil
dalam pengembangan produk baru dan penanaman inovasi adalah
sangat penting(Hitt, et al, 1999).
Day dan Wesley (1988) mengemukakan keunggulan kompetitif
mempunyai dua arti yang saling berhubungan. Arti pertama memfokuskan
pada superioritas keterampilan (superior skill) dan atau superioritas sumber
daya (superior resources), dan arti yang kedua berkaitan dengan
keunggulan posisional perusahaan yang dinyatakan dengan hasil-hasil
kinerja superior (superior performance out comes).
Porter (1997) menyatakan keunggulan posisional bisnis yang dicapai
oleh suatu perusahaan secara langsung merupakan hambatan (barriers)
mobilitas kompetitif dalam persaingan karena dapat menjadi penghalang
masuknya pesaing baru. Porter membedakan keunggulan strategik
perusahaan karena dua hal: pertama, karena perusahaaan memiliki keunikan
(berbeda dengan lainnya) yang dilihat oleh pelanggan dan kedua, karena
dengan pesaing sehingga mempengaruhi dalam kinerja pemasaran industri
pariwisata.
Hal ini juga di perjelaskan dalam (jurnal Ginanjar suendro; 2011)
bahwa semakin tinggi keunggulan bersaing yang di miliki perusahan akan
mempengaruhi kinerja pemasaran.
Porter (1997) menyatakan keunggulan bersaing merupakan hasil
dari implementasi penciptaan nilai bukan hasil simultan dari implementasi
pesaing potensial maupun saat ini, atau melalui eksekusi superior atau
strategi yang sama dengan pesaing keberlanjutan prestasi diperoleh ketika
keuntungan dapat bertahan menghadapi tantangan perilaku pesaing lain.
Maka itu strategi bersaing adalah untuk mendapatkan keunggulan bersaing
dan pada gilirannya memperbesar kinerja usaha atau kinerja pemassaran.
Keahlian yang unik dan aset diacukan sebagai sumber keunggulan
bersaing.
Sumber daya dan keahlian perusahaan mempertimbangkan
nilai-nilai ketika mereka membantu perusahaan dalam formulasi dan
implementasi strategi yang meningkatkan efisiensi dan efektivitas.
2.2.4.2 Konsep Keunggulan Bersaing
Konsep keunggulan bersaing merujuk pada teori-teori yang
dikembangkan Barney (1991) yang menyajikan struktur yang lebih
konkret dan komprehensif untuk mengidentifikasi pentingnya sumber daya
(1991) mengutarakan empat indikator sehingga sumber daya yang dimiliki
perusahaan dapat menjadi sumber keunggulan bersaing
berkesinambungan. Keempat indikator tersebut antara lain bernilai
(valuable), sumber daya langka di antara perusahaan yang ada dan pesaing
potensial (rare), tidak mudah ditiru (imitability), dan tidak mudah
digantikan (non-substitutability).
Keempat indikator tersebut Fokus kepada sumber daya yang
dimiliki oleh usaha kecil baik yang berwujud maupun tidak berwujud,
yang mana sumber daya tersebut haruslah langka, unik, khusus, sulit
diganti, dan sulit ditiru. Karena itu, konsep keunggulan bersaing
berkelanjutan yang digunakan dalam studi ini merupakan pendapat Barney
(1991) dan Grant (1991) yang terdiri dari nilai-nilai dari perusahaan yang
langka,sulit ditiru (imitability), daya tahan perusahaan terhadap persaingan
(durability), tingkat kemudahan untuk menyamai aset-aset strategis yang
dimiliki oleh perusahaan (transferability).
1. Nilai-nilai dari perusahaan yang langka
Nilai-nilai dari perusahaan yang langka adalah sumber daya
yang menciptakan nilai bagi suatu perusahaan dengan
mengeksploitasi peluang-peluang atau menetralisir
ancaman-ancaman dalam lingkungan eksternal perusahaan. Sumber daya
dapat menjadi sumber keunggulan bersaing yang
(valuable). Sumber daya dikatakan bernilai ketika sumber daya
tersebut menyebabkan perusahaan mampu menyusun dan
mengiplementasikan strategi-strategi yang dapat meningkatkan
nilai bagi pasar sasaran dan pelanggannya. Sumber daya langka
adalah sumber daya yang dimiliki oleh sedikit, jika ada, pesaing
saat ini atau potensial.Sumber daya perusahaan yang bernilai
namun dimiliki oleh sebagian besar pesaing yang ada atau pesaing
potensial tidak dapat menjadi sumber keunggulan bersaing yang
berkesinambungan. Sebuah perusahaan dikatakan menikmati
keunggulan bersaing ketika perusahaan tersebut dapat
mengimplementasikan strategi penciptaan nilai yang tidak dapat
dilakukan oleh sebagian besar perusahaan lainnya. Keunggulan
bersaing dihasilkan hanya ketika perusahaan mengembangkan dan
mengeksploitasi kompetensi yang berbeda dari pesaingnya.Jika
kompetensi yang bernilai tadi dimiliki oleh sebagian besar
perusahaan,dan tiap-tiap perusahaan memiliki kemampuan untuk
menggunakannya dengan cara dan teknik yang sama, dan
selanjutnya mengimplementasikan strategi yang hampir sama,
dapat dikatakan tidak ada satupun perusahaan yang memiliki
keunggulan bersaing. Kesimpulan dari nilai-nilai perusahaan yang
langka adalah nilai tersebut dibutuhkan oleh pasar dan
2. Sulit ditiru (imitability)
Sumber daya yang bernilai dan langka tersebut hanya dapat
menjadi sumber keunggulan bersaing yang berkesinambungan jika
perusahaan lain yang tidak memilikinya, tidak dapat memperoleh
kompetensi tersebut. Barney (1986a; 1986b), menyatakan
kompetensi inti disebut sangat sulit ditiru (imperfectly imitable).
Adapun alasannya karena satu atau kombinasi dari tiga alasan
berikut:
a. Kemampuan perusahaan untuk memperoleh kompetensi
tergantung pada kondisi historis yang unik. Ketika
perusahaan berevolusi, mereka mengambil keahlian,
kemampuan, dan sumber daya yang unik bagi mereka,
mencerminkan jalan setapak yang dilalui dalam sejarah
(Barney, 1995). Cara lain untuk mengatakan ini adalah
kadang-kadang perusahaan mampu mengembangkan
kompetensi karena berada pada tempat dan saat yang tepat
(Barney, 1999).
b. Hubungan antara kompetensi yang dimiliki oleh
perusahaan dengan keunggulan bersaing yang
berkesinambungan bersifat ambigu (causally ambiguous).
Para pesaing tidak mampu memahami dengan jelas
intinya sebagai dasar dari keunggulan bersaingnya.
Akibatnya, para pesaing tidak pasti tentang
kompetensi-kompetensi yang harus mereka kembangkan untuk meniru
manfaat dari strategi penciptaan nilai perusahaan yang
disainginya itu.
c. Kompetensi yang menghasilkan keunggulan perusahaan
tersebut bersifat sosial kompleks (socially complex). Sosial
kompleks berarti kompetensi perusahaan setidaknya
beberapa dan sering kali banyak adalah produk dari
fenomena sosial yang kompleks. Contoh kompetensi yang
sosial kompleks meliputi relasi antarpribadi, kepercayaan,
persahabatan di antarmanajer, manajer dengan pegawai,
dan reputasi perusahaan dengan pemasok dan pelanggan.
3. Daya tahan perusahaan terhadap persaingan (durabilitas)
Sumber daya perusahaan memiliki keunggulan bersaing
berkelanjutan ketika dapat menghindar dari pesaing, lamanya
ketahanan sumber daya dan penurunan kemampuan dari waktu
ke waktu, sehingga menyebabkan tingkat kemunduran
keunggulan bersaing. Sebagai contoh, perubahan teknologi dan
peralatan dapat menjadi usang. Dengan cara yang sama, merek
dagang dan reputasi dapat juga merosot dari waktu ke waktu.
Untuk itu tingkat lamanya dapat menjauhkan pesaing, menjadi
4.Tingkat kemudahan untuk menyamai aset-aset strategis yang
dimiliki oleh perusahaan (transferability)
Keunggulan bersaing berkelanjutan diperoleh ketika
perusahaan memiliki kemudahan untuk memperoleh akses
gampang kepada sumber daya dan kemampuan yang dimiliki
oleh pesaing bahkan di atasnya pesaing, baik dari sisi biaya atau
keuntungan nilai tambah didasarkan pada teknologi proses yang
ada tersedia. Aset-aset strategis di sini didefinisikan sebagai
seperangkat sumber daya dan kompetensi yang sulit untuk
diperjualbelikan, sulit untuk ditiru disebabkan langka, sulit
ditemukan dan khusus (unik), yang tersedia bagi perusahaan
sebagai keunggulan bersaing (Jurnal Amit dan Schoemaker,
1993).Jadi, kesimpulan tingkat kemudahan untuk menyamai
aset-aset strategis yang dimiliki oleh perusahaan adalah
kemampuan perusahaan untuk menjadikan aset yang dimiliki
menjadi keunggulan bersaing lebih baik dibandingkan dengan
pesaing
2.2.4.TRIPLE HELIX
2.2.4.1Pengertian Tr iple Helix
Teori mengenai Triple Helix pada awalnya dipopulerkan oleh
Etzkowitz & Leydersdorff sebagai metode pembangunan kebijakan
berbasis inovasi. Teori ini yang mengungkapkan pentingnya penciptaan
dikenal sebagai konsep ABG. Dari teorinya, tujuan dari ABG adalah
pembangunan ekonomi berkelanjutan berbasis ilmu pengetahuan. Dari
sinergi ini diharapkan terjadi sirkulasi ilmu pengetahuanberujung pada
inovasi, yaitu yang memiliki potensi ekonomi, atau kapitalisasi ilmu
pengetahuan (knowledge capital). Triple Helix sebagai aktor utama
harus selalubergerak melakukan sirkulasi untuk membentuk knowledge
spaces, ruang pengetahuan dimana ketiga aktor sudah memiliki
pemahaman & pengetahuan yang setara, yang akan mengarahkan ketiga
aktor ini untuk membentuk consensus space, ruang kesepakatan dimana
ketiga aktor ini mulai membuat kesepakatan dan komitmenatas suatu hal
yang akhirnya akan mengarahkan kepada terbentuknya innovationspaces,
ruang yang dapat dikemas menjadi produk kreatif bernilai ekonomis
gambar. Pola Iteraksi Triple Helix
sumber: (Leydesdorff, L. The mutual information .2003)
Model pengembangan ekonomi kreatif yang dikembangkan untuk
Indonesia berupa bangunan yang terdiri dari komponen pondasi, 5
masing-masing. Penjelasan komponen-komponen bangunan ekonomi
kreatif adalah sebagai berikut:
Sumber: Etzkowitz, H. The endless transition: A "triple helix", 1998
1. PONDASI:
People (Sumber Daya Insani), aset utama dari industri kreatif yang
menjadi ciri hampir semua subsektor industri kreatif.
2. LIMA PILAR UTAMA yang harus diperkuat dalam mengembangkan
industri kreatif adalah:
1. Industry (Industri) yaitu kumpulan dari perusahaan yang
bergerak di dalam bidang industri kreatif.
2. Technology (Teknologi) yaitu enabler untuk mewujudkan
kreativitas individu dalam bentuk karya nyata.
3. Resources (Sumber Daya) yaitu input selain kreativitas dan
pengetahuan individu yang dibutuhkan dalam proses kreatif,
4. Institution (Institusi) yaitu tatanan sosial (norma, nilai, dan
hukum) yang mengatur interaksi antara pelaku perekonomian
khususnya di bidang industri kreatif.
5. Financial Intermediary yaitu lembaga penyalur keuangan
3. ATAP:
Bangunan ekonomi kreatif ini dipayungi oleh interaksi triple helix
yang terdiri dari Intellectuals (Intelektual), Business (Bisnis), dan
Government (Pemerintah) sebagai para aktor utama penggerak industri
kreatif.
1. Intellectual, kaum intelektual yang berada pada institusi
pendidikan formal, informal dan non formal yang berperan
sebagai pendorong lahirnya ilmu dan ide yang merupakan
sumber kreativitas dan lahirnya potensi kreativitas insan
Indonesia
2. Business, pelaku usaha yang mampu mentransformasi
kreativitas menjadi bernilai ekonomis
3. Government, pemerintah selaku fasilitator dan regulator agar
industri kreatif dapat tumbuh dan berkembang.
Pemerintah dan pemerintahan mempunyai pengertian yang
berbeda. Pemerintah merujuk kepada organ atau alat perlengkapan,
sedangkan pemerintahan menunjukkan bidang tugas atau fungsi. Dalam
arti luas, pemerintah mencakup aparatur negara yang meliputi semua
organ-organ, badan-badan atau lembaga-lembaga, alat perlengkapan
negara yang melaksanakan berbagai kegiatan untuk mencapai tujuan
negara. Dengan demikian pemerintah dalam arti luas adalah semua
lembaga negara yang terdiri dari lembaga-lembaga legislatif, eksekutif dan
yudikatif.
Dalam arti sempit pemerintahan adalah segala kegiatan, fungsi,
tugas dan kewajiban yang dijalankan oleh lembaga eksekutif untuk
mencapai tujuan negara. Pemerintahan dalam arti luas adalah segala
kegiatan yang terorganisir yang bersumber pada kedaulatan dan
kemerdekaan, berlandaskan pada dasar negara, rakyat atau penduduk dan
wilayah negara itu demi tercapainya tujuan negara. Di samping itu dari
segi struktural fungsional pemerintahan dapat didefinisikan pula sebagai
suatu sistem struktur dan organisasi dari berbagai macam fungsi yang
dilaksanakan atas dasar-dasar tertentu untuk mewujudkan tujuan negara.
(Jurnal Haryanto dkk, 1997 : 2-3).Secara deduktif dapat disimpulkan
bahwa pemerintah dan pemerintahan dibentuk berkaitan dengan
pelaksanaan berbagai fungsi yang bersifat operasional dalam rangka
pencapaian tujuan negara yang lebih abstrak, dan biasanya ditetapkan
secara konstitusional. Berbagai fungsi tersebut dilihat dan dilaksanakan
secara berbeda oleh sistem sosial yang berbeda, terutama secara ideologis.
Hal tersebut mewujud dalam sistem pemerintahan yang berbeda, dan lebih
(sosialis) dan rezim demokratis. Substansi perbedaan keduanya terletak
pada perspektif pembagian kekuasaan negara (pemerintah). Pemencaran
kekuasaan (dispersed of power), menurut Leslie Lipson, merupakan salah
satu dari lima isu besar dalam proses politik (Josef Riwu Kaho, 2001 : 1).
Pemerintahan daerah merupakan konsekuensi pelaksanaan pemencaran
kekuasaan itu.
Triple Helix dapat mempengaruhi kinerja pemasaran, hal ini peran
intelektual, bisnis dan pemerintah saling bersinergi dalam meningkatkan
kinerja pemasaran (jurnal Puja Astawa; 2010)
Dalam ekonomi, sistem “Triple helix” menjadi payung yang
menghubungkan antara Cendekiawan (Intellectuals), Bisnis (Business),
dan Pemerintah (Government) dalam kerangka bangunan ekonomi kreatif.
Di mana ketiga helix tersebut merupakan aktor utama penggerak lahirnya
kreativitas, ide, ilmu pengetahuan, dan teknologi yang vital bagi
tumbuhnya industri kreatif. Hubungan yang erat, saling menunjang, dan
bersimbiosis mutualisme antara ke-3 aktor tersebut dalam kaitannya
dengan landasan dan pilar-pilar model ekonomi berkesinambungan dalam
meningkatkan kinerja pemasaran (Leydesdorff, L. and H. Etzkowitz.
1996).
Nowotny et al (2001) mengutarakan enam indikator sehingga
Triple Helix yang ada di dalam industri pariwisata dapat menjadi sumber
Proteksi, pengetahuan, penelitian dan teknologi, pemberdayaan
masyarakat, etika bisnis, dan corporate responsibility.
2.3.1. Pengaruh keunggulan ber saing Ter hadap kinerja pemasaran industri
par iwisata
Hasil Barney (1991) dan Grant (1991) berhasil menemukan adanya
pengaruh positif antara keunggulan bersaing dengan kinerja yang diukur
melalui nilai (valuable),Daya tahan perusahaan terhadap persaingan
(durabilitas), tidak mudah di tiru (imitability), dan tingkat kemudahan
untuk menyamai aset-aset strategis yang dimiliki oleh perusahaan
(transferability). Keunggulan bersaing dapat diperoleh dari kemampuan
perusahaan untuk mengelola dan memanfaatkan sumber daya dan modal
yang dimilkinya. Perusahaan yang mampu menciptakan keunggulan
bersaing akan memiliki kekuatan untuk bersaing dengan perusahaan
lainnya karena produknya akan tetap memiliki kekuatan untuk bersaing
dengan perusahaan lainnya karena produknya akan tetap diminati
pelanggan. Dengan demikian keunggulan bersaing memilki pengaruh
positif terhadap peningkatan kinerja pemasaran perusahaan.
2.3.2. Pengaruh Peran Ttiple Helix Ter hadap kiner ja pemasaran industri
par iwisata
Triple Helix adalah metode pembangunan kebijakan berbasis
inovasi. Teori ini yang mengungkapkan pentingnya penciptaan sinergi tiga
kutub yaitu akademisi, bisnis dan pemerintah di Indonesia dikenal sebagai
dalam lembaga pendidikan tinggi dan lembaga penelitian memiliki
peranan yang besar dalam mengembangkan ekonomi kreatif.Peranan
akademi / intelectual inovasi dan ide-ide kreatif, merupakan bagian yang
terpenting dari suatu kepariwisataan. Untuk mewujudkan hal tersebut
peranan akademis sangat dibutuhkan dalam berkreatif dan menciptakan
suasana baru bagi wisatawan yang mengujungi sebuah destinasi. Upaya
melibatkan akademis dalam pembangunan suatu kawasan wisata mutlak
diperlukan untuk menciptakan keamanan dan keramah tamahan. Tugas
dan peranan akademis dalam menunjang keberhasilan kepariwisatan suatu
daerah : Partisipasi dalam pembangunan dan pemeliharaan potensi
pariwisata serta pelayanan pariwisata. Berperan aktif dalam mewujudkan
Sapta Pesona disekitar lingkungan pariwisata. Penyediaan ide-ide inovasi
dan tenaga kerja.Penyediaan sumber-sumber informasi.Jadi disimpulkan
bahwa peran akademis / intelectual berpengaruh terhadap kinerjs
pemasaran industri pariwisata.
Triple Helix yang ke dua yakni busines atau pengusaha, merupakan
pelaku usaha, investor dan pencipta teknologi baru serta merupakan
konsumen industri kreatif. Peranan pengusaha, Keberhasilan sebuah
destinasi dapat dilihat dari tingkat kepuasan wisatawan yang akan
berpengaruh terhadap jumlah kunjungan wisasatawan . Wisatawan yang
merasa puas akan datang kembali bersama keluarga , rekan, atau group.
Oleh karena itu maka peran dunia usaha sangat berperan sekali dalam