• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Urea - WAHAI NURLINAH BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Urea - WAHAI NURLINAH BAB II"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Urea

Urea juga dikenal dengan istilah carbamide. Urea merupakan senyawa kimia

organik yang dihasilkan dari proses metabolisme protein. Urea dapat dibuat dalam

bentuk padat atau cair, dan sering digunakan untuk bahan pembuatan pupuk.

Urea diproduksi menjadi pupuk tanaman. Urea mudah larut dalam air dan

dapat digunakan untuk menyuburkan tanaman. Selain sebagai bahan dasar

kandungan pupuk, urea juga digunakan untuk membuat plastik, pakan ternak, lem,

pembersih toilet, deterjen, pewarna rambut,pestisida, dan fungisida

(hsaidnuraeni./21:03/22;11;2017)

1. Urea dibuat dari hidrolisis parsial cyanamide

H2N-CN + H2O H2N-CO-NH2

2. Urea dihasilkan dari reaksi antara ammonia dengan karbon dioksida

CO2 + NH3 H2N-CO-NH2 + H2O

3. Urea dapat bereaksi dengan formaldehid

NH2-CO-NH2 + HCHO NH2-CO-NH2 + CH2OH

4. Pemanasan ammonia sianat dapat terurai menjadi urea

(2)

Gambar 2.1 Struktur Urea

II.2. Adsorpsi

Adsorpsi adalah penyerapan suatu zat pada permukaan zat lain. Fenomena

ini melibatkan interaksi fisik, kimia, dan gaya elektrostatik antara adsorbat dengan

adsorben pada permukaan adsorben. Ada dua macam adsorpsi yaitu adsorpsi

fisika dan adsorpsi kimia. Dalam adsorpsi fisika, molekul-molekul teradsorpsi

pada permukaan dengan ikatan yang lemah (bersifat reversible, dengan cara

menurunkan tekana gas atau konsentrasi zat terlarut). Sedangkan adsorpsi kimia

melibatkan ikatan koordinasi sebagai hasil penggunaan elektron

bersama-sama adsorben dan adsorbat(Osick,1983; Sukardjo,1990). Adsorben adalah zat

yang mengadsorpsi zat lain. yang memiliki ukuran partikel seragam, kepolarannya

sama dengan zat yang akan diserap dan mempunyai berat molekul besar. Adsorbat

adalah zat yang teradsorpsi zat lain. Fakttor-faktor yang mempengaruhi kapasitas

adsorpsi antara lain, luas permukaan adsorben, ukuran pori adsorben, kelarutan zat

terlarut, pH, dan temperatur(Castellan,1982).

II.3. Isoterm Adsorpsi

Isoterm Adsorpsi adalah hubungan yang menunjukkan distribusi adsorben

antara fase teradsorbsi pada permukaan adsorben dengan fase curah

kesetimbangan pada temperatur tertentu. Ada enam jenisjenis hubungan

matematik yang umumnya digunakan untuk menjelaskan isoterm. Isoterm ini

berdasarkan asumsi bahwa adsorben mempunyai permukaan yang heterogen dan

tiap molekul mempunyai potensi penyerapan yang berbeda-beda. Persamaan ini

merupakan persamaan yang dikemukakan oleh Freundlich. Persamaannya adalah :

x/m = k C 1/n

dimana:

(3)

m = massa adsorben (mg)

C = konsentrasi adsorben yang sama k,n = konstanta adsorben

Dari isoterm ini, akan diketahui kapasitas adsorben dalam menyerap air.

Isoterm ini akan digunakan dalam penelitian yang akan dilakukan, karena dengan

isoterm ini dapat ditentukan efisisensi dari suatu adsorben (Castellan,1982).

Karbon aktif umumnya mempunyai daya adsorpsi yang rendah dan daya

adsorpsi dapat diperbesar dengan mengaktifkan arang dengan menggunakan uap

atau bahan kimia,aktivitas ini bertujuan memperbesar luas permukaan arang

dengan membuka pori-pori yang tertutup(Kateren,1987).

a.) IUPAC b.) Donohue

Gambar 2.2 Enam tipe isoterm adsorpsi berdsarkan klasifikasi (a) IUPAC dan (b)

Donohue

Bentuk isoterm adsorpsi yang diteliti secara garis besar diklasifikasikan

menjadi 6 (enam) tipe seperti disajikan pada Gambar 7 (Balbuena, 1993). Tipe I

merupakan tipe Langmuir, terjadi pada adsorbent dengan pori mikro (< 2 nm).

Tipe II dan III, terjadi pada adsorben non pori. Tipe II memiliki gaya tarik fluida

dan dinding pori (afinitas) yang kuat sedangkan pada tipe III , gaya tarik fluida

dan dinding bersifat lemah. Tipe IV dan V adalah isoterm untuk adsorben dengan

mesopori ( 2 < dp < 50 nm) dan terjadi kondensasi kapiler. Tipe IV adalah system

adsorpsi dengan gaya tarik fluida dan dinding kuat, sedangkan tipe V , gaya tarik

dinding dan fluida bersifat lemah. Klasifikasi pertama oleh Brauner et al. (1940)

hanya menyampaikan 5 (lima) tipe (Balbuena, 1993). Tipe VI, merupakan tipe

(4)

dan dinding relative kuat dan biasanya terjadi pada temperatur mendekati titik

leleh fluida.

II.4. Gelombang Ultasonik

Gelombang ultrasonik merupakan gelombang mekanik longitudinal dengan

frekuensi di atas 20 kHz. Ultrasonik merupakan rambatan energi dan momentum

mekanik sehingga merambat sebagai interaksi dengan molekul dan sifat inersia

medium yang dilaluinya (Bueche, 1986). Karakteristik gelombang ultrasonik yang

melalui medium mengakibatkan getaran partikel dengan medium amplitudo

sejajar dengan arah rambat secara longitudinal. Sehingga menyebabkan partikel

medium membentuk rapatan (strain) dan tegangan (stress). Proses kontinu selama

gelombang ultrasonik melaluinya menyebabkan terjadinya rapatan dan tegangan

di dalam medium disebabkan oleh getaran partikel secara periodik (Resnick dan

Halliday, 1992).

Gelombang ultrasonik mempunyai sifat memantul, diteruskan dan diserap

oleh suatu medium atau jaringan. Apabila gelombang ultrasonik ini mengenai

permukaan medium, maka sebagian dari gelombang ultrasonik ini akan

dipantulkan dan sebagian lagi akan ditransmisikan. Getaran ultrasonik yang

merambat ke dalam jaringan atau zat cair akan mengalami efek kavitasi. Efek

kavitasi terjadi karena tekanan lokal pada gelombang ultrasonik menurun sampai

harga yang cukup rendah.

Gambar 2.3 Evek Kafitasi

(5)

p = P – Po dengan : p = tekanan gelombang ultrasonik (N/m2)

P = tekanan lokal/total sesaat (N/m2)

Po = tekanan lokal rata-rata/ keseimbangan (N/m2)

Intensitas gelombang ultrasonik yang merambat akan membawa energi pada

suatu luas permukaan per satuan waktu (Giancoli, 1998). Energi gelombang

ultrasonik tersebut melalui jaringan akan melepaskan energi kalor sehingga terjadi

pemanasan yang mengakibatkan suhu jaringan meningkat yang kemudian

menimbulkan efek kavitasi. Besarnya pemanasan tergantung pada variasi tekanan

gelombang ultrasonik dan kecepatan partikel terhadap energi yang diberikan

(Ackerman, et al., 1988).

Perambatan gelombang ultrasonik dalam suatu medium, maka partikel

akan mengalami perpindahan energi. Besarnya energi gelombang ultrasonik yang

dimiliki partikel medium adalah :

Perhitungan intensitas gelombang ultrasonik perlu mengetahui energi yang

dibawa oleh gelombang ultrasonik. Intensitas gelombang ultrasonik (I) adalah

energi yang melewati luas permukaan medium 1m2/s atau watt/m2.

II.4.1.Pemanfaatan Gelombang Ultrasonik

Peningkatan reaksi kimia dengan ultrasonik telah dikembangkan dan

memiliki aplikasi bermanfaat dalam sintesis fasa campuran, kimia material, dan

biomedis. Studi tentang sonokimia berkaitan dengan pemahaman pengaruh

gelombang suara dan sifat gelombang pada sistem kimia. Bahaya pemaparan

(6)

frekuensi dan total pemaparannya. Efek penggunaan gelombang ultrasonik

terhadap substrat dapat disebabkan karena adanya efek termal, kavitasi dan

mekanik. Efek termal merupakan absorpsi energi gelombang ultrasonik yang

menyebabkan suhu atom atau molekul meningkat. Besar absorpsi energi

gelombang tergantung pada viskositas, massa jenis dan impedansi.

Gelombang ultrasonik yang merambat melalui medium mengalami

pengurangan energi, karena sebagian energinya diabsorpsi medium. Hal ini

mengakibatkan kenaikan suhu medium. Kenaikan suhu medium tergantung pada

besar koefisien absorpsi dan intensitas yang melaluinya. Efek kavitasi merupakan

terjadinya gelembung gas di dalam medium karena pemanasan lokal dengan

tekanan yang bervariasi, sehingga di dalam medium terbentuk gelembung gas

mikro. Gas di dalam medium dapat memuai jika diradiasi ultrasonik tinggi,

sehingga terjadi difusi gas yang tidak seimbang.

Efek mekanik yang ditimbulkan gelombang ultrasonik adalah getaran partikel di

dalam medium. Getaran terjadi pada semua intensitas, sehingga dapat

menyebabkan efek mekanik. Efek mekanik akan menimbulkan percepatan

partikel, getaran, tekanan pancaran dan gaya gesek (Sabbagha, 1980). Aplikasi

gelombang ultrasonik pada padat-cair atau suspensi cairan-kristal akan

menghasilkan kecepatan tabrakan antarpartikel yang tinggi. Pengaruh yang

ditimbulkan dapat mengubah morfologi permukaan, komposisi, dan reaktivitas,

sehingga ultrasonikasi dapat digunakan sebagai deaglomerasi dan pengecilan

material berukuran micrometer atau nanometer serta untuk disintegrasi sel atau

pencampuran pereaksi.

Proses ultrasonik dapat meningkatkan reaktivitas kimia dalam sistem

sebanyak jutaan kali, secara efektif bertindak sebagai katalis dengan menarik

model atom dan molekul dari sistem (seperti model vibrasi, rotasi, dan translasi).

Selain itu, dalam reaksi yang menggunakan padatan, ultrasonik memisahkan

kepingan-kepingan padat dan energi yang dilepaskan dari gelembung yang dibuat

oleh kavitasi melalui kepingan padat tersebut. Hal ini memberikan pereaksi padat

dengan area permukaan untuk reaksi yang lebih besar untuk melanjutkan proses

(7)

Gambar 2.4 Gamabar ultrasonic Homogenizer (Foto di lab New and renewable

Energy research center)

II.5.Karbon Aktif

Karbon aktif merupakan senyawa karbon amorf dan berpori yang

mengandung 85-95% karbon yang dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung

karbon (batubara, kulit kelapa, dan sebagainya) atau dari karbon yang

diperlakukan dengan cara khusus baik aktivasi kimia maupun fisika untuk

mendapatkan permukaan yang lebih luas. Karbon aktif dapat mengadsorpsi gas

dan senyawa-senyawa kimia tertentu atau sifat adsorpsinya selektif, tergantung

pada besar atau volume pori-pori dan luas permukaan. Struktur pori berhubungan

dengan luas permukaan, semakin kecil pori-pori arang aktif, mengakibatkan luas

permukaan semakin besar. Dengan demikian kecepatan adsorpsi bertambah.

Untuk meningkatkan kecepatan adsorpsi, agar menggunakan arang aktif yang

telah dihaluskan. Sifat arang aktif yang paling penting adalah daya. Dalam hal ini,

ada beberapa faktor yang mempengaruhi daya serap adsorpsi, yaitu:

1. Sifat Serapan

Banyak senyawa yang dapat diadsorpsi oleh arang aktif, tetapi kemampuannya

untuk mengadsorpsi berbeda untuk masing- masing senyawa. Adsorpsi akan

bertambah besar sesuai dengan bertambahnya ukuran molekul serapan dari

(8)

gugus fungsi, posisi gugus fungsi, ikatan rangkap, struktur rantai dari senyawa

serapan.

2. Temperatur

Dalam pemakaian arang aktif dianjurkan untuk mengamati temperatur pada saat

berlangsungnya proses. Faktor yang mempengaruhi temperatur proses adsoprsi

adalah viskositas dan stabilitas thermal senyawa serapan. Jika pemanasan tidak

mempengaruhi sifat-sifat senyawa serapan, seperti terjadi perubahan warna

maupun dekomposisi, maka perlakuan dilakukan pada titik didihnya. Untuk

senyawa volatil, adsorpsi dilakukan pada temperatur kamar atau bila

memungkinkan pada temperatur yang lebih rendah.

3. pH (Derajat Keasaman).

Untuk asam-asam organik, adsorpsi akan meningkat bila pH diturunkan, yaitu

dengan penambahan asam-asam mineral. Ini disebabkan karena kemampuan asam

mineral untuk mengurangi ionisasi asam organik tersebut. Sebaliknya bila pH

asam organik dinaikkan yaitu dengan menambahkan alkali, adsorpsi akan

berkurang sebagai akibat terbentuknya garam.

4. Waktu Singgung

Bila arang aktif ditambahkan dalam suatu cairan, dibutuhkan waktu untuk

mencapai kesetimbangan. Waktu yang dibutuhkan berbanding terbalik dengan

jumlah arang yang digunakan. Selisih ditentukan oleh dosis arang aktif,

pengadukan juga mempengaruhi waktu singgung. Pengadukan dimaksudkan

untuk memberi kesempatan pada partikel arang aktif untuk bersinggungan dengan

senyawa serapan. Untuk larutan yang mempunyai viskositas tinggi, dibutuhkan

waktu singgung yang lebih lama(Simanjuntak,2008)

II.5.I IKATAN KARBON TRIGONAL sp2 DAN DIGONAL sp

(9)

Selain orbital hibrida tetragonal sp3, dua orbital lainnya melengkapi

rangkaian blok bangunan elektronik dari semua alotrop karbon dan senyawanya:

orbital sp2 dan orbital sp. Orbital sp3 adalah kunci dari senyawa berlian dan

alifatik, sedangkan orbital sp2 (atau trigonal) adalah basis dari semua struktur

grafit dan senyawa aromatik. Mekanisme hibrid isasi sp2 agak berbeda dengan

hibridisasi sp3. Penataan elektron dari kulit L atom dalam keadaan dasar

dimodifikasi karena salah satu elektron dari orbital 2s dipromosikan dan

dikombinasikan dengan dua electron dari orbital 2p (sehingga diberi tanda sp2)

membentuk tiga orbital hybrid sp2 dan satu orbital electron bebas hibridisasi (atau

terdelokalisasi) seperti ditunjukkan pada Gambar 5.1 Status valensi sekarang

menjadi empat (V4).

Gambar 2.5 Orbital hybrid sp2pada atom karbon.

Bagian yang diarsir merupakan valensi. Pada keadaan dasar terdapat dua electron valensi, sedangkan pada keadaan terhibridisasi terdapat empat electron valensi.

(10)

Ketiga orbital sp2 identik berada pada bidang yang sama. Orientasi electron pada probabilitas maksimum membentuk sudut 120° satu sama lain seperti ditunjukkan

pada Gambar 5.2. Orbital keempat, yaitu elektron p yang tidak terhibridisasi

terdelokalisasi, diarahkan tegak lurus terhadap bidang orbital tiga sp2 dan tersedia untuk membentuk ikatan pi (π) dengan atom lainnya.

2. Ikatan Karbon Covalent sp2

Seperti ikatan sp3, ikatan sp2 bersifat kovalen. ikatan ini merupakan iktan yang kuat, karena adanya tiga elektron valensi pada orbital sp2 dan ukuran atom yang kecil. Konfigurasi miring dari orbit sp2 memungkinkan tumpang tindih

substansial dengan orbital sp2 lainnya.Seperti orbital sp3, orbital sp2 memiliki arah dan disebut orbital sigma (𝛿), dan ikatannya disebut ikatan sigma.

Gambar 2.7 Bentuk skematis tiga dimensi struktur grafit

Setiap atom karbon yang terhibrida sp2 bergabung dengan dua atom yang

terhibridisasi sp2 lainnya membentuk serangkaian struktur heksagonal, semuanya terletak pada bidang sejajar. Gambar 6. menunjukkan bentuk gabungan karbon

(11)

Tabel 2.1. Syarat mutu karbon aktif

No Uraian Satuan Persyaratan

Butiran serbuk

1 Bagian yang hilang pada

pemanasan 950oC, % - Maks. 15 Maks. 25

2 Air,% - Maks. 4,4 Maks. 15

3 Abu,% - Maks. 2,5 Maks. 10

4 Bagian yang tidak terarang - Tidak ternyata Yidak ternyata

5 Daya serap terhadap I2 mg/g Min. 750 Min. 750

Adsorbsi iodin telah banyak dilakukan untuk menentukan kapasitas

adsorbsi karbon aktif. Penetapan ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan

arang aktif untuk menyerap larutan berwarna. Angka iodin didefinisikan sebagai

jumlah miligram iodin yang diadsorpsi oleh satu gram karbon aktif. Dimana

konsentrasi filtrat adalah 0,02 N, pada metode ini diasumsikan bahwa iodin berada

dalam kesetimbangan pada konsentrasi 0,02 N yaitu dengan terbentuknya lapisan

tunggal (monolayer) pada permukaan karbon aktif dan inilah yang menjadi alasan

mengapa terdapat hubungan antara bilangan iodium dengan luas permukaan

spesifik karbon aktif (Jankowska et all 1991). Berdasarkan Standart Industri

(12)

II.7. Karakteristik Karbon

1. Luas permukaan

1. Surface Area Analyzer (SAA)

Luas permukaan karbon dapat diukur menggunakan instumen SSA. Produk

karbon aktif yang dihasilkan dianalisis luas permukaannya dengan menggunakan

Surface Area Analyzer(SAA). Dengan alat ini, luas permukaan karbon aktif dapat

langsung diketahui. Sebelum dimasukkan ke dalam alat, sampel karbon aktif

harus ditimbang terlebih dahulu untuk mengetahui massanya sehingga nantinya

dapat diketahui luas permukaannya setiap 1 gram karbon aktif ( Rizka,dkk. 2017 )

Gambar 2.8 Alat Surface Area Analyzer (SAA) 2. Bilangan Iod

Karaktersistik karbon aktif dilakukan menggunakan instrument FTIR dan

bilangan iod. Instrumen FTIR menentukan gugus fungsional yang terdapat

pada di permukaan karbon,sedangkan bilangan iod menentukan luas

permukaan karbon aktif (Mianowski P.et al,2007). (Mianowski P.et al,2007)

memperoleh korelasi bilangan iod dengan luas permukaan karbon di sajikan

(13)

Gambar 2.9 Korelasi antara luas permukaan sesuai metode BET dan

bilangan iod: karbon aktif medium, , karbon aktif dari contoh Polchar, , karbon aktif dari meta-anthracite, , karbon aktif komersial granular (Norit

Hollad, Grfscand poland)

Berdasarkan gambar dapat disimpulkan bahwa daerah SIN < 900 , luas permukaan

yang diperoleh dari bilangan iod (SIN) sama dengan luas permukaan BET (SBET).

Menurut Mianowski P.et al.(2007). Hubungan SBET dengan bilangan iodin dapat

dinyatakan dalam persamaan:

SBET = IN.10-3 N. W = 0,986 IN ≈ IN (1)

MI

Penentuan Bilangan Iodium (SNI 1995)

Sebanyak 0,5 gram arang yang telah diaktivasi, dipindahkan ke dalam wadah yang

berwarna gelap dan tertutup. Kedalam wadah dimasukan 50 ml larutan iodium 0,1

N kemudian dikoncok selama 15 menit lalu disaring. Filtat dipipet sebanyak 10

ml ke dalam erlenmeyer kemudian dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat 0,1 N

jika warna kuning larutan hampir hilang, ditambahkan indikator pati 1 %. Titrasi

di lanjut sampai mendapatkan titik akhir (warna biru tepat hilang) (Alfiany et al.

2013).

3. Bilangan BTB

Salah satu cara untuk melihat hubungan produsen dan konsumen dalam

pemakaian dan produksi karbon dalam air dapat dilakukan dengan Uji Bromtimol

(14)

dalam larutan basa dan kuning dalam larutan asam. Gas karbondioksida akan

membentuk asam jika dilarutkan dalam air. Perubahan warna pada perlakuan

disebabkan oleh perubahan kandungan karbondioksi-da yang ada dalam air. Kadar

karbondioksida akan berkurang apabila terjadi proses foto-sintesis oleh tumbuhan.

Sebaliknya kadar karbondioksida akan meningkat kalau terjadi proses respirasi.

Waktu yang diperlukan brom timol biru untuk berubah menjadi kuning bervariasi

pada setiap individu. Brom timol biru sering digunakan untuk menguji kandungan

gas kar-bon dioksida. Indikator ini akan berubah warna dari biru menjadi hijau

kemudian menjadi kuning ketika bercampur dengan sejumlah karbon dioksida

yang berbeda. Reaksi yang dihasilkan ini melalui dua tahap. Tahap yang pertama,

karbon dioksida akan bereaksi de-ngan air dalam larutan dan menghasilkan asam

karbonat. Tahap yang kedua, asam ini ter-campur dengan brom timol biru dan

menyebabkan warna birunya berubah menjadi ku-ning. Persamaan reaksinya

adalah sebagai berikut.

CO2 + H2O H2CO3 (Asam karbonat)

Tingkatan dan laju perubahan warna pada indikator menunjukkan banyaknya

kar-bon dioksida yang diembuskan dan laju respirasi. Semakin cepat warna

berubah dan se-makin kuat warna kuningnya menunjukkan semakin kuat

konsentrasi asamnya. Larutan asam yang kuat merupakan petunjuk tingkatan

karbon dioksida yang tinggi dalam air.

2. Pori dan distribusi pori

1. BET(Brunaur,Emmett and Teller)

Pencirian karbon aktif ditentukan dengan adsorpsi N2 pada −196 °C (77K), menggunakan alat model BET Sorptometer- 201APC (Zabihi et al. 2010). BET

berfungsi untuk mendeteksi permukaan area contoh, menggunakan metode

adsorpsi gas N2 pada padatan kemudian data yang diperoleh dihitung

menggunakan teori BET.

Berikut persamaan BET:

1 = 1 + C.1 x P

(15)

Keterangan:

Va = volume gas standar keadaan STP (mL)

P = tekanan parsial gas (Pa)

Po = tekanan uap jenuh (Pa)

Vm = volume gas pada lapisan tunggal (mL)

C = tetapan gas

3.Morfologi

1. Scanning Electron Microscope (SEM)

Scanning Electron Microscope (SEM) adalah Untuk mengetahui morfologi dan

EDX karbon aktif. alat yang digunakan untuk mempelajari morfologi permukaan

objek pada skala yang amat kecil. Prinsip kerja SEM, dengan cara mengalirkan

arus pada kawat filamen dan perlakuan pemanasan, sehingga dihasilkan elektron.

Elektron tersebut dikumpulkan dengan tegangan tinggi dan berkas elektron

difokuskan dengan sederetan lensa elektromagnetik. Ketika berkas elektron

mengenai target, informasi dikumpulkan melalui tabung sinar katoda yang

mengatur intensitasnya. Setiap jumlah sinar yang dihasilkan dari tabung sinar

katoda dihubungkan dengan jumlah target, jika terkena berkas elektron berenergi

tinggi dan menembus permukaaan target, elektron kehilangan energi, karena

terjadi ionisasi atom dari cuplikan padatan. Elektron bebas ini tersebar keluar dari

aliran sinar utama, sehingga terbentuk lebih banyak elektron bebas, dengan

demikian energinya habis lalu melepaskan diri dari target. Elektron ini kemudian

dialirkan ke unit demagnifikasi dan dideteksi oleh 31detektor dan selanjutnya

dicatat sebagai suatu foto (Wagiyo dan Handayani,1997).

Prinsip kerja dari SEM adalah sebagai berikut:

1. Sebuah pistol elektron memproduksi sinar elektron dan dipercepat dengan

anoda.

(16)

3. Sinar elektron yang terfokus memindai (scan) keseluruhan sampel dengan

diarahkan oleh koil pemindai.

4. Ketika elektron mengenai sampel maka sampel akan mengeluarkan elektron

baru yang akan diterima oleh detektor dan dikirim ke monitor (CRT).

Secara lengkap skema SEM dijelaskan oleh gambar dibawah ini:

Gambar 2.10 Sekema SEM

4.Gugus Fungsional

1. FTIR (Fourier Tansform Infrared Spectroscopy)

Fourier Tansform Infrared Spectroscopy (FTIR) adalah sebuah teknik yang

digunakan untuk mendapatkan spektrum inframerah dari absorbansi, emisi,

fotokonduktivitas atau Raman Scattering dari sampel padat, cair dan gas. FTIR

digunakan untuk mengamati interaksi molekul dengan menggunakan radiasi

elektromagnetik yang berada pada panjang gelombang 0,75-1000μm atau pada

bilangan gelombang 13.000-10 cm-1. FTIR dapat digunakan untuk menganalisa

senyawa organik dan anorganik. Selain itu, FTIR juga dapat digunakan untuk

analisa kualitatif meliputi analisa gugus fungsi (adanya ‘peak’ dari gugus fungsi

spesifik) beserta polanya dan analisa kuantitatif dengan melihat kekuatan absorbsi

senyawa pada panjang gelombang tertentu. Mekanisme yang terjadi pada alat

(17)

diteruskan, dan kemudian akan dipecah oleh pemecah sinar menjadi duabagian

sinar yang saling tegak lurus. Sinar ini kemudian dipantulkan oleh dua cermin

yaitu cermin diam dan cermin bergerak. Sinar hasil pantulan kedua cermin akan

dipantulkan kembali menuju pemecah sinar untuk saling berinteraksi. Dari

pemecah sinar, sebagian sinar akan diarahkan menuju cuplikan dan sebagian

menuju sumber. Gerakan cermin yang maju mundur akan menyebabkan sinar

yang sampai pada detektor akan berfluktuasi. Sinar akan saling menguatkan ketika

kedua cermin memiliki jarak yang sama terhadap detektor, dan akan saling

melemahkan jika kedua cermin memiliki jarak yang berbeda. Fluktuasi sinar yang

sampai pada detektor ini akan menghasilkan sinyal pada detektor yang disebut

interferogram. Interferogram ini akan diubah menjadi spektr IR Jengan bantuan

computer berdasarkan operasi matematika.Tahid,1994)

2. Titrasi Boehm

Titrasi Boehm untuk mengetahui jumlah gugus asam dan basa pada

permukaan karbon aktif. 0,5 gram karbon aktif ditimbang dan masing-masing

dicampur dengan 50 mL 0,05 N larutan NaHCO

3, Na2CO3, NaOH (untuk analisa

sifat asam); dan 50 mL 0,05 N larutan HCl (untuk analisa sifat basa) dalam

erlenmeyer. Campuran didiamkan selama 24 jam kemudian karbon aktif

dipisahkan dari larutan secara dekantasi. 10 mL larutan NaHCO3, Na2CO3, dan

NaOH hasil pemisahan dititrasi balik dengan 0,05 N larutan HCl yang telah

distandarisasi dengan larutan Na2B4

O7. Sedangkan 10 mL larutan HCl hasil

pemisahan dititrasi balik dengan 0,05 N larutan NaOH yang telah distandarisasi

dengan larutan H2C2O4.

II.8. Identifikasi

II.8.1. Spektrofotometri

Spektrofotometer sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari

spectrometer dan fotometer. Spektrometer menghasilkan sinar dari spektrum

dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas

(18)

II.9.2. Spektrofotometer UV-VIS

Susunan peralatan spektrofotometer Ultra-Violet dan sinar tampak diperlihatkan

pada gambar instrumentasi utama pada UV-VIS

Gambar 2.11 Skema alat spektrofotometer UV-Vis (Harvey, 2000).

1) Sumber radiasi

Sumber energi cahaya yang biasa untuk daerah tampak dari spektum ini maupun

daerah ultraviolet dekat dan inframerah dekat adalah sebuah lampu pijar dengan

kawat ranbut terbuat dari wolfram. Pada kondisi operasi biasa, keluaran lampu

wolfram ini memadai dari sekitar 235 atau 350 nm ke sekitar 3 µm. Energi yang

dipancarkan olah kawat yang dipanaskan itu beraneka ragam menurut panjang

gelombangnya. Panas dari lampu wolfram dapat merepotkan. Seringkali rumah

lampu itu diselubungi air atau didinginkan dengan suatu penghembus angin untuk

mencegah agar sampel ataupun komponen lain dari instrumen itu menjadi hangat.

2) Wadah sampel (cuvet)

Kebanyakan spektrofotometri melibatkan larutan dan karenanya kebanyakan

wadah sampel adalah sel untuk menaruh cairan kedalam berkas cahaya

spektrofotometrer. Cuvet itu haruslah meneruskan energi cahaya dalam daerah

spektral yang diminati, jadi cuvet kaca melayani daerah tampak.

Dalam instrument, tabung reaksi silindris kadang-kadang digunakan sebagai

(19)

salah satu sisi tabung dan tanda itu selalu tetap arahnya tiap kali ditaruh dalam

instrument. Cuvet harus diisi sedemikian rupa sehingga berkas cahaya menembus

larutan, dengan meniscus terletak seluruhnya diatas berkas. Umumnya cuvet

ditahan pada posisinya dengan desain kinematik dari pemegangnya atau dengan

jepitas berpegas yang memastikan bahwa posisi tabung dalam ruang cuvet (dari)

instrument itu reprodusible.

3) Monokromator

Monokromator ini adalah piranti optis untuk memencilkan suara berkas radiasi

dari sumber berkesinambungan, berkas mana mempunyai kemurnian spectral

yang tinggi dengan panjang gelombang yang diinginkan. Radiasi dari

sumberdifokuskan kecelah masuk, kemudian disejajarkan oleh sebuah lensa atau

cermin sehingga suatu berkas sejajar ke unsure pensipersi, yang berupa prisma

atau suatu kisi difraksi. Dengan memutar prisma atau kisi itu secara mekanis,

aneka porsi spectrum yang dihasilkan oleh insur disperse dipusatkan pada celah

keluar, dari situ lewat jalan optis lebih jauh, porsi-porsi itu menjumpai sampel.

4) Detector

Detector dapat memberi respons terhadap radiasi pada berbagai gelombang. Ada

beberapa cara untuk mendeteksi substansi yang telah melewati kolom. Metode

umum yang mudah dipakai untuk menjelaskan yaitu penggunaan serapan

ultra-violet. Banyak senyawa-senyawa organik menyerap sinar UV dari beberapa

panjang gelombang. Jumlah cahaya yang diserap akan bergantung pada jumlah

senyawa tertentu yang melewati melalui berkas pada waktu itu.

5) Rekorder

Didalam rekorder signal tersebut direkam sebagai spektrum yang berbentuk

puncak-puncak. Spektrum adsorpsi merupakan plot natara adsorben sebagai

(20)

Gambar 2.12 Alat spektrofometer UV-VIS

II.9.

Surfaktan

Surfaktan atau surface active agent merupakan suatu molekul amphipatic

atau amphiphilic yang mengandung gugus hidrofilik dan lipofilik dalam satu

molekul yang sama. Secara umum kegunaan surfaktan adalah untuk menurunkan

tegangan permukaan, tegangan antarmuka, meningkatkan kestabilan partikel yang

terdispersi dan mengontrol jenis formasi emulsi yaitu misalnya oil in water (O/W)

atau water in oil (W/O).

Surfaktan dibagi menjadi empat bagian penting dan digunakan secara

meluas pada hampir semua sektor industri modern.

a) Surfaktan non ionik adalah surfaktan yang tidak bermuatan atau tidak terjadi

ionisasi molekul.

Contoh : ikatan eter pada gugus terlarut, ester, amida, amin, Alkyl poly

(ethylene oxide), Alkylphenol poly (ethylene oxide), Kopolymers ofpoly

(ethylene oxide) dan poly (propylene oxide) atau Poloxamers / Poloxamines,

Alkyl polyglucosides (Octyl glucoside, Decyl maltoside), Fatty alcohols,

Cetyl alcohol, Oleyl alcohol, Cocamide MEA, cocamide DEA, Polysorbates

(21)

Gambar 2.13.a Representasi surfaktan nonionik

b) Surfaktan anionik adalah senyawa yang bermuatan negatif dalam bagian aktif

permukaan (surface active) atau pusat hidrofobiknya.

Contoh : karboksilat, ester sulfat, alkil sulfonat, dan anion lainnya yang

hidrofil. Perfluorooctanoate (PFOA/PFO), Perfluorooctanesulfonate (PFOS),

Sodium dodecyl sulfate (SDS), Ammonium lauryl sulfate, gram alkyl sulfate,

Sodium laureth sulfate atau sodium lauryl ether sulfate (SLES), Alkyl

benzene sulfonate, sabun atau garam asam lemak.

Gambar 2.13.b Contoh surfaktan anionik

c) Surfaktan kationik adalah senyawa yang ditandai dengan adanya muatan

positif

pada gugus antar muka hidrofobik (hydrophobic suface active)

Contoh : senyawa amino, senyawa amonium, alkali tak bernitrogen

(22)

dsb). Cetyl trimethylammonium bromide (CTAB) a.k.a. hexadecyl trimethyl

ammonium bromide, dan garam alkyltrimethylammonium, Cetylpyridium

chloride (CPC), Polyethoxylated tallow amine (POEA), Benzalkonium

chloride (BAC), Benzethonium chloride (BZT).

Gambar 2.13.c Contoh surfaktan kationik.

d) Surfaktan amfoterik atau amfolitik adalah surfaktan yang mengandung gugus

anionik dan kationik, dimana muatannya bergantung kepada pH, pada pH

tinggi dapat menunjukan sifat anionik dan pada pH rendah dapat menunjukan

sifat kationik.

Contoh : ikatan amino dan karboksilat, amino dan ester sulfat, amino dan

ester sulfonat, dan ikatan lainnya serta Dodecyl betaine, Cocamidopropyl

betaine, Coco ampho glycinate (Swasono et al. 2012).

(23)

Cetylpyridium chloride (CPC) merupakan surfaktan yang umum

digunakan sebagai antiseptik dan disinfektan (Mcdonnell & Russell 1999 dalam

Triwibowo et al. 2016). Cetylpyridium chloride dengan formula kimia C12H38ClN,

Molar massa 339,99 g/mol, dengan bentuk solid, dan melting point 77 oC (171 oF, 350 K)

Gambar

Gambar 2.2 Enam tipe isoterm adsorpsi berdsarkan klasifikasi (a) IUPAC dan (b)
Gambar 2.3 Evek Kafitasi
Gambar 2.4 Gamabar ultrasonic Homogenizer (Foto di lab New and renewable
Gambar 2.6 Bentuk planar dari orbital hybrid sp2 atom karbon
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada IKM keramik putaran mesin yang digunakan sekitar 40 rpm sampai 60 rpm. Sedangkan pada penelitian ini, putaran mesin dapat diatur dengan menggunakan inverter

yang mengungkapkan bahwa konflik ditempat kerja yang berkepanjangan, pemberian beban kerja yang terlalu berlebihan terhadap karyawan dapat menimbulkan stress yaitu kondisi

Latar belakang : Efusi pleura adalah akumulasi abnormal cairan dalam rongga pleura yang disebabkan oleh transudasi yang berlebihan atau eksudasi dari permukaan pleura dan

Sesuai dengan kriteria diterima atau ditolaknya hipotesis maka dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa menerima hipotesis yang diajukan terbukti atau dengan kata lain variabel

Kedudukan Dan Susunan Organisasi Perangkat Daerah Perumusan Isu Strategis Analisis lingkungan internal Analisis lingkungan eksternal Perumusan Tujuan, Sasaran, Strategi,

Karakteristik substrat maupun sedimennya pada Kawasan Pantai Ujong Pancu sendiri memiliki karateristik sedimen yang didominasi oleh pasir halus dimana pada

Peran dan Fungsi Tenaga Kesehatan Pada Home Care.. Kondisi

Kepuasan responden di Instalasi Rawat Inap RSUD Tugurejo Semarang kategori tinggi adalah 38 responden ( 38 % ) dan kategori sedang 62 responden ( 62 % ), dengan