YANG DIHARAPKAN OLEH PARA SISWA KELAS XI
SMA BOPKRI 2 YOGYAKARTA
TAHUN AJARAN 2007/2008
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Bimbingan dan Konseling
Disusun oleh:
Disusun oleh : Prias Hayu Purbaning Tyas
031114021
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iii
Nama :Prias Hayu Purbaning Tyas Nomor Mahasiswa :031114021
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :
"KOMPETENSI KONSELOR YANG DIHARAPKAN OLEH PARA SISWA KELAS XI SMA BOPKRI 2 YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2007/2008"
beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian sava memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan. mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data,mend istribusikan secara terbatas, clan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal : 7 Oktober 2008 Yang menyatakan
iv
A da waktu untuk menangis, ada waktu untuk tertawa D ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya
( Pengkhotbah, 3: 4, 11)
kekuatan hadir, ketika aku mulai mengikhlaskan segala sesuatu yang terjadi dalam kehidupanku
( penulis)
Skr ipsi ini kuper sembahkan untuk :
vi
KOMPETENSI KONSELOR
YANG DIHARAPKAN OLEH PARA SISWA KELAS XI SMA BOPKRI 2 YOGYAKARTA
TAHUN AJARAN 2007/2008
Prias Hayu Purbaning Tyas 031114021
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kompetensi konselor yang diharapkan siswa kelas XI SMA BOPKRI 2 Yogyakarta tahun ajaran 2007/2008.
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Sampel penelitian berjumlah 118 (43, 54%) dari 271 siswa kelas XI SMA BOPKRI 2 Yogyakarta tahun ajaran 2007/2008.
Instrumen penelitian ini adalah kuesioner yang disusun berdasarkan standar kompetensi konselor yang telah ditetapkan oleh Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN, 2006). Alat tersebut memiliki 68 butir pernyataan. Ada 4 aspek kompetensi konselor yaitu kepribadian, profesional, pedagogik dan sosial. Validitas alat ukur adalah validitas isi. Teknik yang digunakan adalah melakukan penilaian dengan menguji isi pernyataan kuesioner melalui professional judgement, dengan dasar “apakah semua indikator dalam aspek kompetensi konselor telah tercakup dalam pernyataan dalam tes?” (Sukardi, 2007:123) . Koefisien reliabilitas yaitu riX= 0, 958.
Teknik analisis data yang digunakan adalah statistik deskriptif yaitu mean, standar deviasi, dan kategorisasi berdasarkan kategorisasi jenjang menurut Azwar (1999:108) yaitu kategori sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah.
vii
ACADEMIC YEAR 2007/2008
Prias Hayu Purbaning Tyas 031114021
The aim of this research was to find out the students’ perception about counsellors’ competencies according to the second grade students of SMA BOPKRI 2 YOGYAKARTA of the 2007/2008 academic year.
This kind of research was descriptive. The total sample of this research was 118 (43, 54%) of 271 second grade students of SMA BOPKRI 2 Yogyakarta of the 2007/2008 academic year.
The instrument of this research was a questionnaire which was arranged based on the counsellors’ competencies standard that was decided by Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN, 2006). The research instrument consisted of 68 numbers of statements. There are 4 counsellors’ competencies aspects; personality, professionalism, pedagogic and social. The validity of the instrument was content validity through professional judgement. The coefficient of reliability was riX = 0, 958.
The analysis of the data was a descriptive statistic, which meant, deviation standard and categorization according to Azwar (1999:108) i.e.; very high, high, medium, low and very low.
viii
Puji syukur penulis haturkan kepada Yesus Kristus atas cinta dan berkat-Nya yang begitu besar telah memberi kekuatan dan kesabaran kepada penulis sehingga skripsi ini bisa penulis selesaikan. Skripsi ini ditulis untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di Universitas Sanata Dharma Program Studi Bimbingan dan Konseling.
Penulisan skripsi ini terselesaikan berkat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis ingin menghaturkan terimakasih kepada:
1. Drs. T. Sarkim, M.Ed., Ph.D., selaku dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.
2. Dr. M.M. Sri Hastuti, M.Si, selaku Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling, yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk menulis skripsi ini, juga sebagai Dosen Pembimbing yang begitu sabar dalam membimbing penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
3. A. Setyandari, S.Pd., Psi., M.A, selaku Sekretaris Program Studi yang telah membantu penulis untuk menentukan tanggal ujian.
4. Drs. Wens Tanlain, M.Pd dan Drs. Y.B. Adimassana, M.A, yang telah berkenan menjadi dosen penguji skripsi.
ix kuesioner di kelas.
7. Siswa SMA BOPKRI 2 Yogyakarta, secara khusus kelas XI IPS I, XI IPS III, XI IPA I, dan XI BAHASA, yang telah meluangkan waktu untuk mengerjakan kuesioner.
8. Sahabat-sahabatku, Nani, Ida, Heni, Yesi, Sr. Gaudent. Mas Gugun, yang sangat membantu penulis dalam proses penulisan BAB III, Putri, Rusdwiana, Dewi, Ike, Asep (yang telah menemani penulis di masa-masa “penghabisan”), Agung, Pitra, Ari, Sonya, Pikal, Tyo, Vera, Sr. Eme, Sr. Cipriana, Bismo, Erna, Vera, Sepri, Krist, Sigit, dan Shandy, yang selalu menemani, memberi semangat dan dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
9. Yang tercinta Bapak, Ibu, Sigit, dan Puthut, yang selalu memberi dukungan dan kekuatan terutama saat penulis merasa putus asa dan menyerah.
10. Yang terkasih Willibrordus Boy, yang dengan cinta dan kesabarannya selalu memberikan perhatian dan semangat kepada penulis.
x
dan Tiwi, yang tak pernah bosan mendengarkan keluh kesah penulis dalam proses penulisan skripsi ini.
13. Semua teman-teman Bimbingan dan Konseling, yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, yang telah menemani perjalanan penulis selama 5 tahun ini di BK USD.
Penulis berharap, skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca dan dapat memberi sedikit sumbangan bagi pengembangan Bimbingan dan Konseling di Sekolah.
xi HALAMAN JUDUL
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ……….. i
HALAMAN PENGESAHAN ……….….... ii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ……….….. iii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ……….. iv
ABSTRAK ……….….. v
ABSTRACT ………. vi
KATA PENGANTAR ………. vii
DAFTAR ISI ……… x
DAFTAR TABEL ……… xiii
DAFTAR LAMPIRAN ……… xiv
BAB I. PENDAHULUAN……….. 1
A. Latar Belakang Masalah………. 1
B. Rumusan Masalah ………. 6
C. Tujuan Penelitian ……….. 6
D. Manfaat Penelitian ………. 6
E. Batasan Istilah ……… 7
BAB II. KAJIAN PUSTAKA ………. 9
A. Pengertian Konselor ………... 9
xii
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ………. 24
A. Jenis Penelitian ………24
B. Variabel Penelitian ………. 24
C. Populasi dan Sampel ……….. 25
1). Populasi ……… 25
2). Sampel ……….. 26
D. Alat Ukur ……….. 27
1). Jenis Alat Ukur ………... 27
2). Format Pernyataan ……….. 27
3). Kisi-Kisi Skala ……… 28
E. Pertanggungjawaban Mutu Alat Ukur ………... 31
1). Validitas kuesioner ……….. 31
2). Uji Daya Diskriminasi ………. 33
3). Reliabilitas Kuesioner ……….. 38
F. Pelaksanaan Ujicoba dan Penelitian ……….. 39
1). Pelaksanaan Ujicoba ……… 39
2). Penelitian ……… 40
G. Teknik Analisis Data ………. 41
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ……… 43
A. Deskripsi Data secara umum ………. 43
B. Hasil Penelitian dan Pembahasan ……….. 43
xiii
xiv
Halaman
Tabel 1. Kisi-kisi skala kompetensi konselor yang diharapkan siswa
SMA BOPKRI 2 Yogyakarta tahun ajaran 2007/2008…………28 Tabel 2. Distribusi skala kompetensi konselor setelah ujicoba... 35 Tabel 3. Kategorisasi kompetensi konselor yang diharapkan siswa
SMA BOPKRI 2 Yogyakarta tahun ajaran 2007/2008 ………... 42
Tabel 4. Tingkat kompetensi konselor yang diharapkan siswa
SMA BOPKRI 2 Yogyakarta tahun ajaran 2007/2008... 44
xv
Lampiran 1 : Kuesioner Penelitian ... 70
Lampiran 2 : Data Statistik Penelitian ... 74
Lampiran 3 : Data Statistik Ujicoba ... 76
Lampiran 4 : Surat ijin penelitian ... 78
1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dewasa ini, pelayanan bimbingan dan konseling di Indonesia semakin berkembang. Hal itu terbukti dari adanya beberapa Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) di Indonesia yang membuka program studi Bimbingan dan Konseling, yang siap mencetak konselor yang berkompeten. Sampai saat ini, konselor di Indonesia masih banyak bertugas di lembaga pendidikan, meskipun tidak menutup kemungkinan untuk bekerja di luar lembaga pendidikan, seperti rumah sakit, dan perusahaan. Oleh karena itu, seorang konselor harus memiliki kompetensi yang merujuk pada penguasaan konsep atau teori Bimbingan dan Konseling, penghayatan dan perwujudan nilai, kinerja yang profesional dan tentunya kepribadian yang menarik. Seorang konselor dituntut memiliki kompetensi tersebut, dan mampu mengembangkannya dengan menyesuaikan pada lingkungan dan kondisi yang ada.
dan akhirnya diwujudkan dalam kerja nyata sebagai seorang konselor yang profesional. Dalam buku Standar Kompetensi Konselor Indonesia (2005:12), disebutkan beberapa kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang konselor, yaitu :
1. Penguasaan konsep dan praksis pendidikan 2. Kesadaran dan komitmen etika profesional
3. Penguasaan konsep perilaku dan perkembangan individu 4. Penguasaan konsep dan praksis asesmen
5. Penguasaan konsep dan praksis bimbingan dan konseling 6. Pengelolaan program bimbingan dan konseling
Selain itu, untuk menjadi konselor sekolah yang sungguh-sungguh berkompeten, dibutuhkan kepercayaan dari para siswa. Hal ini akan berpengaruh positif terhadap profesionalisme konselor itu sendiri. Artinya bahwa siswa percaya layanan bimbingan dan konseling yang diperolehnya dikelola oleh konselor yang kompeten. Kepercayaan yang diterimanya dapat membuat konselor berfungsi secara penuh dalam memberikan pelayanan bimbingan dan konseling.
Dalam kenyataannya, berdasarkan pengalaman pribadi melaksanakan Praktek Lapangan Bimbingan dan Konseling I (PLBK-I) di salah satu SMA swasta di Yogyakarta dan juga pengalaman beberapa mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma yang ber-PLBK I di beberapa sekolah lainnya di Yogyakarta, ada beberapa sekolah yang mempunyai ruang dan guru pembimbing, namun pelayanan BK yang diberikan masih kurang efektif. Secara umum, hal ini terlihat dari keengganan siswa untuk berhubungan dengan konselor sekolah, karena mereka tidak tahu apa dan fungsi BK di sekolah tersebut. Konselor di sekolah mereka kurang memberikan perhatian secara personal kepada para siswa, dan hanya sekedar memberikan bimbingan klasikal di kelas.
para konselor terhadap siswa-siswa, dan kompetensi konselor yang masih kurang, sehingga siswa menjadi enggan berhubungan dengan BK sekolah, dan yang terlihat adalah hubungan antara siswa dengan konselor sekolah tersebut menjadi kurang harmonis (Ida, 2003). Berdasarkan pengalaman salah satu mahasiswa BK angkatan 2001 yang melaksanakan praktek BK di salah satu sekolah swasta Kristen di Yogyakarta, menyatakan bahwa jumlah konselor tidak seimbang dengan jumlah siswa yang seharusnya memenuhi ratio 1:150, sedangkan pada kenyataannya ratio antara konselor dengan siswa adalah 1:176, sehingga pelayanan bimbingan konseling menjadi kurang optimal, pengadaan papan bimbingan dan folder yang kurang rutin dan memenuhi kebutuhan siswa, kurangnya pengawasan dan pembimbingan terhadap siswa-siswa yang sering melakukan kegiatan negatif di lingkungan sekolah baik pada saat jam sekolah maupun di luar jam sekolah (Arny, 2001). Berdasarkan pengalaman-pengalaman tersebut, dapat disimpulkan bahwa kegiatan BK di beberapa sekolah masih kurang efektif.
program bimbingan dan konseling di sebuah sekolah telah berjalan baik, ternyata masih ada beberapa siswa yang kurang merespon baik program BK di sekolahnya. Dari siswa-siswa tersebut penulis memperoleh informasi tentang alasan mereka tidak merespon baik BK di sekolah mereka. Beberapa alasan yang penulis terima antara lain bahwa ketika memberikan bimbingan klasikal, konselor kadang-kadang menyampaikan informasi yang berbeda dengan yang diketahui siswa dari luar sekolah, sehingga membuat mereka bingung, apalagi konselor tidak menciptakan suasana yang memungkinkan siswa untuk mendiskusikan materi. Mereka juga mengungkapkan bahwa gaya membimbing konselor di kelas mereka tidak menarik dan tidak memotivasi siswa untuk memperhatikan, bahkan kadang-kadang menjemukan.
Dengan pertimbangan bahwa konselor sekolah banyak menggunakan waktu di sekolah dan idealnya mampu berhubungan erat dengan para siswa, serta masukan dari pengalaman-pengalaman mahasiswa praktikan diatas, penulis ingin mengetahui bagaimanakah sebenarnya harapan siswa SMA terhadap kinerja atau kompetensi konselor di sekolah secara umum sehingga dimungkinkan terjadinya keharmonisan antara konselor dan siswa di sekolah?
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah harapan para siswa kelas XI SMA BOPKRI 2 Yogyakarta tahun ajaran 2007/2008 terhadap kompetensi profesional konselor? 2. Bagaimanakah harapan para siswa kelas XI SMA BOPKRI 2 Yogyakarta
tahun ajaran 2007/2008 terhadap kompetensi kepribadian konselor? 3. Bagaimanakah harapan para siswa kelas XI SMA BOPKRI 2 Yogyakarta
tahun ajaran 2007/2008 terhadap kompetensi pedagogik konselor?
4. Bagaimanakah harapan para siswa kelas XI SMA BOPKRI 2 Yogyakarta tahun ajaran 2007/2008 terhadap kompetensi sosial konselor?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kompetensi konselor yang diharapkan para siswa kelas XI SMA BOPKRI 2 Yogyakarta tahun ajaran 2007/2008.
D. Manfaat Penelitian
E. Batasan Istilah
1 Konselor Sekolah
Konselor sekolah adalah tenaga profesional yang mencurahkan seluruh waktunya pada pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah.
2 Siswa-siswi SMA
Siswa-siswi SMA adalah remaja putera dan puteri yang masih duduk di bangku kelas XI SMA BOPKRI 2 Yogyakarta tahun ajaran 2007/2008. 3 Kompetensi
Kompetensi adalah kemampuan yang ditunjukkan dalam keterampilan, nilai dan sikap kebiasaan berfikir dan bertindak, atas dasar pengetahuan dan mampu merefleksikannya secara mendalam, yang bersifat dinamis. 4. Kompetensi Konselor
Kompetensi konselor adalah keterampilan, nilai dan sikap kebiasaan berfikir dan bertindak yang dimiliki oleh seorang tenaga profesional dalam bidang bimbingan dan konseling. Ada 4 aspek kompetensi konselor yaitu :
a. Kompetensi Pedagogik
Kemampuan membantu peserta didik untuk memahami diri, menerima diri dan mengembangkan aspek-aspek kepribadiannya secara utuh, serta mengaktualisasikan dirinya
b. Kompetensi Profesional
simultan mengarah ke konseling yang peduli terhadap kemaslahatan peserta didik
c. Kompetensi Kepribadian
Kemampuan dasar yang dimiliki oleh konselor yang juga menjadi ciri khas kepribadian konselor. Kompetensi ini, mencakup kemampuan dalam memperhatikan penampilan, sifat-sifat dan karakter pribadi yang mencerminkan pribadi konselor tersebut. d. Kompetensi Sosial
9
KAJIAN PUSTAKA
A. Pengertian konselor
Konselor adalah tenaga yang telah terdidik secara formal dalam bidang konseling pada tingkat universitas dan mempunyai kemampuan untuk membantu konseli dalam memecahkan masalah melalui proses konseling (R. Thantawy, 2005; 59). Artinya bahwa, untuk mendapatkan profesi konselor, seseorang harus menempuh pendidikan formal dalam bidang bimbingan dan konseling, minimal S1, dan telah berpengalaman dalam melaksanakan layanan konseling.
B. Kompetensi konselor
Seorang konselor wajib memiliki dasar-dasar kompetensi mengenai bimbingan dan konseling. Kompetensi adalah sebuah kontinum perkembangan mulai dari proses kesadaran, akomodasi dan tindakan nyata sebagai wujud kinerja (ABKIN, 2005;11). Artinya bahwa kompetensi merupakan kemampuan yang diperoleh dari adanya kesadaran tentang pentingnya penguasaan konsep mengenai bimbingan dan konseling, yang kemudian direfleksikan melalui penghayatan dan penilaian, dan akhirnya diwujudkan dalam kerja nyata sebagai seorang konselor yang profesional.
Untuk menjadi profesional, seorang konselor harus menempuh pendidikan Bimbingan dan Konseling dalam waktu yang cukup lama, setidaknya minimal menempuh pendidikan S1. Seorang konselor harus benar-benar memiliki kemampuan dasar sebagai seorang konselor. Kemampuan dasar dari seorang konselor tersebut termuat dalam kompetensi konselor yang telah ditetapkan oleh Pengurus Besar ABKIN periode 2005-2009. Kompetensi konselor itu sendiri dibagi menjadi 4 macam kompetensi, yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional dan kompetensi sosial.
1. Kompetensi Pedagogik
Konseling Indonesia, 2006:6). Dalam kompetensi pedagogik, terdapat 2 sub kompetensi, yaitu :
a) Memahami landasan keilmuan pendidikan yang mencakup filsafat, psikologi, sosiologi, dan antropologi.
b) Menguasai konsep dasar dan mengimplementasikan prinsip-prinsip pendidikan.
2. Kompetensi Kepribadian
Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan dasar yang dimiliki oleh konselor yang juga menjadi ciri khas kepribadian konselor. Kompetensi ini, mencakup kemampuan dalam memperhatikan penampilan, sifat-sifat dan karakter pribadi yang mencerminkan pribadi konselor tersebut.
Selain memiliki kompetensi dasar mengenai bimbingan dan konseling yang sifatnya teoritis dan keahlian, seorang konselor juga perlu memperhatikan kepribadiannya sebagai seorang konselor sekolah. Menurut Carlghuff (Sutrinah, 2004:9-10), ada 9 sifat kepribadian dalam diri seorang konselor yang dapat mengembangkan orang lain yaitu :
a. Empati, yaitu kemampuan konselor untuk merasakan secara tepat apa yang dirasakan dan dialami orang lain dan mengkomunikasikan persepsinya secara tepat.
b. Respek, menunjukkan secara langsung bahwa konselor menghargai martabat dan nilai konseli sebagai manusia, artinya adalah konselor menerima bahwa konseli mempunyai hak memilih, mempunyai kebebasan kemauan dan dapat membuat keputusan sendiri.
c. Keaslian, kemampuan konselor menyatakan diri secara bebas dan mendalam tanpa ragu-ragu, tidak memainkan peranan, tidak mempertahankan diri dan tidak ada pertentangan antara apa yang dia katakan dan yang dia lakukan.
d. Konkret, pernyataan ekspresi khusus mengenai perasaan dan pengalaman orang lain. Konselor akan selalu menjaga keserasian dalam hubungan dengan orang lain dan mencegah konseli untuk melarikan diri dari masalah yang dia hadapi.
apa yang dikatakan pada suatu saat dengan apa yang dikatakan sebelumnya.
f. Membuka diri, penampilan perasaan, sikap, pendapat dan pengalaman-pengalaman pribadi konselor untuk kebaikan konseli.
g. Kesanggupan, merupakan kharisma, suatu kekuatan yang dinamis dan magnetis dari kekuatan pribadi konselor. Konselor yang mempunyai potensi ini selalu menampakkan kekuatannya dalam penampilan pribadi, yaitu mampu menguasai diri, dan mampu menyalurkan potensinya dan memberi rasa aman kepada konseli.
h. Kesiapan, suatu hubungan perasaan antara konseli dan konselor pada waktu ini dan saat ini. Tingkat kesiapan yang tinggi terjadi saat diskusi dan analisa yang terbuka mengenai hubungan antara konseli dan konselor dalam konseling.
i. Aktualisasi diri, mempunyai koreksi yang tinggi terhadap keberhasilan konseling. Aktualisasi diri menunjukkan secara tidak langsung bahwa orang dapat hidup dan memenuhi kebutuhannya secara tidak langsung karena ia mempunyai kekuatan untuk mencapai tujuan hidupnya.
Belkin (Winkel, 1997, 198-199), juga menyajikan beberapa kualitas yang perlu dimiliki oleh seorang konselor, dibawah tiga judul yaitu :
konselor lebih berhasil. Ada 3 kualitas yang menunjukkan bahwa konselor telah mengenal dirinya sendiri yaitu :
• Merasa aman dengan dirinya sendiri, artinya bahwa konselor
mempunyai rasa percaya diri, rasa harga diri, dan tidak merasa cemas dan gelisah tentang dirinya sendiri.
• Percaya pada orang lain, artinya mampu untuk memberikan sesuatu
dari diri sendiri dan menerima sesuatu dari kepribadian orang lain. • Memiliki keteguhan hati, artinya bahwa konselor berani untuk
memberikan pelayanan bimbingan dan mengambil resiko untuk tidak selalu mendapat tanggapan yang positif atau mendapatkan balas jasa dalam bentuk dikagumi dan dihargai.
b. Memahami orang lain, kualitas ini menuntut keterbukaan hati dan kebebasan dari cara berfikir yang kaku menurut keyakinan/pandangan pribadi saja. Artinya bahwa bila konselor telah memiliki kemampuan membuka hati dan membebaskan diri dari cara berfikir yang kaku maka :
• Konselor akan mampu mengikuti pandangan dan perasaan dari
pihak konseli
• Konselor meski telah terbuka hatinya, bukan berarti boleh
• Keterbukaan hati dan pikiran juga dapat memungkinkan konselor
menjadi lebih peka terhadap pikiran dan perasaan yang diungkapkan oleh orang lain baik lewat kata-kata maupun dengan ungkapan nonverbalnya, dan ikut menghayatinya tanpa harus kehilangan identitasnya sendiri sebagai konselor.
c. Kemampuan berkomunikasi dengan orang lain, beberapa hal yang mendukung kemampuan ini adalah :
• Bertindak sejati, tulen dan ikhlas, artinya adalah mampu
berkata-kata dan berbuat tanpa memakai topeng atau bersandiwara, secara pribadi sungguh terlibat dan tidak berpura-pura.
• Bebas dari kecenderungan untuk menguasai orang lain, artinya
sebagai konselor sekolah, tidak boleh memaksakan kehendaknya sendiri kepada siswa, dan tidak secara sadar mau memaksakan siswa ke cara berfikir dan bertindak tertentu.
• Mampu mendengarkan dengan baik, artinya mampu menangkap
apa yang sebenarnya diungkapkan oleh siswa, menggali makna yang terkandung dari kata-kata yang diungkapkan siswa sebagai konseli.
• Menghargai orang lain, artinya bahwa konselor dapat didekati dan
mendekati siswa, dengan sikap yang positif dan kerelaan menerima siswa apa adanya.
• Mampu mengungkapkan perasaan serta pikiran secara memadai
dan perasaan dalam kata-kata yang memadai, baik itu pikiran dan perasaannya sendiri maupun pikiran dan perasaan siswa yang dipantulkannya kembali kepada siswa.
3. Kompetensi Profesional
Kompetensi profesional adalah penguasaan konselor atas karakteristik pribadi peserta didik, materi bimbingan yang inheren pada pribadi peserta didik, teknik membantu dan sejumlah kompetensi tambahan lainnya yang secara simultan mengarah ke konseling yang peduli terhadap kemaslahatan peserta didik (Pengurus Besar Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia, 2006:6).
Menurut naskah Kurikulum Inti Pendidikan Tenaga Kependidikan, Lampiran A : Program S1, Bimbingan dan Konseling (Winkel, 1997:195), ada
delapan profil kemampuan dasar konselor sekolah, meliputi :
1. Seorang konselor harus menguasai bahan bimbingan, artinya bahwa konselor harus benar-benar memahami materi bimbingan yang akan diberikan sehingga bimbingan dapat berjalan baik dan tujuan diberikannya bimbingan dapat tercapai.
2. Seorang konselor harus dapat mengelola pelayanan bimbingan, artinya konselor harus mampu merencanakan, menyampaikan dan mengevaluasi materi bimbingan yang telah dia berikan.
4. Seorang konselor harus dapat mengelola layanan konseling, mendengarkan, melakukan pendekatan dan membantu konseli memecahkan masalah sesuai dengan kemampuan pribadinya.
5. Seorang konselor harus dapat melaksanakan tugas bimbingan yang berkaitan dengan pengajaran, karena konselor juga sebagai pendidik di sekolah maka penting bagi konselor menguasai teknik-teknik pengajaran. 6. Seorang konselor harus dapat menguasai landasan pendidikan dan
bimbingan, sebagai dasar pengetahuan dalam mengimplementasikan pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah.
7. Seorang konselor harus dapat memahami proses pengajaran, karena konselor bekerja di lembaga pendidikan, dan salah satu tugasnya adalah memberikan bimbingan klasikal.
8. Seorang konselor harus dapat memahami asas penelitian dan menafsirkan penelitian pendidikan/bimbingan guna keperluan bimbingan dan konseling (Winkel, 1997:195).
Dalam sebuah artikel yang dimuat dalam Harian Pikiran Rakyat, (6 September 2006, hal. 20) Sunaryo Kartadinata, Ketua Umum Pengurus Besar Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN) menyatakan bahwa seorang konselor dipersyaratkan untuk memiliki kompetensi :
1. Memahami secara mendalam konseli yang dilayani
3. Menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling yang memandirikan
4. Mengembangkan profesionalitas profesi secara berkelanjutan
5. Implementasi kompetensi yang dilandasi sikap, nilai, dan kecenderungan pribadi yang mendukung.
Dalam buku Standar Kompetensi Konselor Indonesia (2005:12), juga disebutkan kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang konselor, yaitu :
4. Penguasaan konsep dan praksis pendidikan 4. Kesadaran dan komitmen etika profesional
4. Penguasaan konsep perilaku dan perkembangan individu 4. Penguasaan konsep dan praksis asesmen
4. Penguasaan konsep dan praksis bimbingan dan konseling 4. Pengelolaan program bimbingan dan konseling
4. Penguasaan konsep dan praksis riset dalam bimbingan dan konseling.
4. Kompetensi Sosial
Selain itu, konselor juga harus memahami seluk beluk budaya masyarakat sekitar terutama siswa sebagai klien pada umumnya. Hal ini menyangkut bagaimana karakter bahasa, tingkah laku dan kebiasaan yang biasa dilakukan oleh masyarakat setempat yang mungkin bertolak belakang dengan latar budaya konselor. Konselor harus mampu menyesuaikan diri dan menerima perbedaan itu secara terbuka, sehingga proses pelayanan bimbingan dan konseling menjadi lebih mudah dilaksanakan. Secara umum hal ini tercakup dalam indikator kompetensi sosial yang isinya adalah :
a) Memahami ragam budaya yang dapat mempengaruhi perilaku individu dan kelompok
b) Memahami dan menunjukkan sikap penerimaan terhadap perbedaan sudut pandang subjektif antara konselor dan konseli
c) Peka, toleran, dan responsif terhadap perbedaan budaya konseli
C. Remaja dan karakteristiknya
dewasa, sehingga dapat disimpulkan bahwa remaja adalah individu yang sedang berkembang utuh menuju kedewasaan.
Masa remaja adalah masa peralihan dari kanak-kanak ke masa dewasa (Hurlock, 1996). Dalam hal ini remaja yang dimaksud adalah remaja SMA, remaja dalam rentang usia 15-18 yang biasa disebut remaja pertengahan. Pada usia-usia ini, siswa SMA mengalami banyak perubahan kepribadian baik secara fisik, psikologis maupun sosial. Berikut ini adalah ciri-ciri remaja menurut Soekanto (1989: 22) :
1) Pertumbuhan fisik yang pesat, pada masa remaja, pertumbuhan fisik mereka tampak jelas dan tegas antara remaja pria dan wanita. Pertumbuhan fisik tersebut diantaranya adalah pertumbuhan tinggi dan berat badan, dan disertai perubahan pada bagian tubuh yang lain. Oleh remaja, pertumbuhan fisik yang baik dianggap sebagai suatu kebanggaan tersendiri.
2) Keinginan yang kuat untuk mengadakan interaksi sosial dengan lingkungan atau kalangan orang-orang dewasa. Kadang-kadang remaja berharap dari interaksi tersebut masyarakat dapat menganggap mereka sebagai orang yang sudah dewasa.
3) Keinginan yang kuat untuk bisa mendapatkan kepercayaan diri, kendati tanggung jawab masih belum matang.
5) Adanya perkembangan taraf intelektualitas untuk menghadapi identitas diri.
6) Menginginkan sistem aturan dan nilai yang sesuai dengan kebutuhan atas keinginannya, yang kadang tidak selalu sama dengan aturan dan nilai yang dianut oleh orang dewasa.
Masa remaja memiliki ciri-ciri yang membedakannya dari masa sebelum dan sesudahnya. Hurlock (1996) menyebutkan sejumlah ciri-ciri masa remaja, yaitu seperti yang akan dijelaskan di bawah ini :
1). Masa remaja sebagai periode peralihan
Pada periode ini, status remaja tidak jelas, karena mereka tidak bisa lagi disebut anak-anak namun belum juga dianggap dewasa.
2). Masa remaja sebagai periode perubahan
Pada periode ini, remaja mengalami banyak perubahan dalam dirinya yaitu perubahan fisik yang sangat pesat, perubahan dalam minat sosial, perubahan mental dan juga moral, serta perubahan emosi.
3). Masa remaja sebagai usia bermasalah
Pada periode ini, remaja merasa sudah mampu dan tidak mau minta tolong pada orang tua, bahkan kadang-kadang menolak bantuan dari orang lain. Tidak jarang antara orang tua dan remaja sering terjadi perbedaan pendapat, sehingga sering terjadi masalah antara mereka. 4). Masa remaja sebagai periode mencari identitas
dijadikan idolanya. Mereka sering mengidolakan sosok pribadi yang ideal baginya.
5). Masa remaja sebagai masa yang menimbulkan ketakutan
Kenyataan yang ada dalam masyarakat adalah pandangan yang negatif terhadap para remaja. Remaja seringkali takut kalau tidak mampu mengatasi masalah-masalahnya yang akan berpengaruh terhadap konsep dirinya.
6). Masa remaja sebagai masa yang tidak realistis
Pada periode ini, remaja cenderung melihat segala sesuatu sesuai dengan keinginan dan bukan seperti apa adanya, mereka cenderung bercita-cita tinggi tanpa melihat keadaan yang sebenarnya.
7). Masa remaja adalah masa ambang dewasa. Mereka masih belum mampu bersikap rasional dan objektif terhadap dirinya dan juga lingkungannya. Hal ini sering membuat remaja mengalami kegagalan dan kekecewaan.
8). Masa remaja sebagai masa perkembangan organ-organ seksual. Pada periode ini, baik remaja pria maupun remaja putri mulai menunjukkan perannya sebagai laki-laki ataupun wanita, serta mulai mengaitkan diri pada teman lawan jenisnya dalam pergaulannya sehari-hari.
24 A. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif dengan metode survey. Menurut Furchan (1982:424) survey digunakan untuk melukiskan variabel, atau membandingkan keadaan variabel dengan kriteria yang telah di tetapkan sebelumnya/ menilai keefektifan program, atau untuk menyelidiki hubungan antar variabel atau menguji hipotesis. Dalam penelitian ini, peneliti melakukan penelitian deskriptif dengan metode survey, yaitu untuk mengumpulkan informasi tentang harapan para siswa kelas XI SMA BOPKRI 2 Yogyakarta tahun ajaran 2007/2008, mengenai kompetensi konselor, sehingga akan diperoleh kesimpulan tentang kompetensi konselor yang diharapkan oleh siswa kelas XI SMA BOPKRI 2 Yogyakarta tahun ajaran 2007/2008.
B. Variabel Penelitian
C. Populasi dan Sampel
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) BOPKRI 2 Yogyakarta. Secara khusus, peneliti hanya mengambil siswa kelas XI, dengan alasan waktu pelaksanaan penelitian berdekatan dengan ujian akhir sekolah, sehingga pihak sekolah tidak mengijinkan siswa kelas XII untuk dijadikan subjek penelitian, siswa kelas X dipandang belum begitu mengenal secara baik pelayanan BK di sekolah karena termasuk siswa baru dan belum begitu banyak mengikuti kegiatan BK. Siswa yang duduk di bangku kelas XI ini berumur antara 15-17 tahun, yang mayoritas berasal dari daerah Yogyakarta, dan beberapa berasal dari luar Yogyakarta, bahkan luar Jawa.
1. Populasi
Menurut Donald Ary dalam Furchan (1982:189), populasi adalah semua anggota sekelompok orang, kejadian, atau objek yang telah dirumuskan secara jelas. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa-siswi kelas XI SMA BOPKRI 2 Yogyakarta tahun ajaran 2007/2008, yang berumur antara 15-17 tahun. Jumlah keseluruhan siswa kelas XI ini adalah 271 orang, yang terbagi dalam 8 kelas XI dengan rincian sebagai berikut:
KELAS JUMLAH SISWA
XI IPA 1 34
XI IPA 2 35
XI IPA 3 31
XI IPS 1 39
XI IPS 2 39
XI IPS 3 37
XI IPS 4 34
XI BAHASA 22
2. Sampel
§ Kelas XI IPS I = 38 siswa § Kelas XI IPS III = 29 siswa § Kelas XI Bahasa = 22 siswa
§ Kelas XI IPA I = 29 siswa +
TOTAL 118 siswa
Dengan begitu maka sampel penelitian telah ditentukan, yaitu 118 siswa kelas XI SMA BOPKRI 2 Yogyakarta.
D. Alat Ukur
1. Bentuk dan Format Pernyataan
Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk kuesioner yang terdiri dari beberapa item pernyataan. Penentuan skor untuk setiap jawaban adalah sebagai berikut:
a. Untuk pernyataan yang bersifat positif (favorable), jawaban “Ya” diberi skor 1 dan jawaban “Tidak” diberi skor 0.
b. Untuk pernyataan yang bersifat negatif (Unfavorable), jawaban “Ya” diberi skor 0 dan jawaban “Tidak” diberi skor 1.
mengharapkan konselor yang memiliki kompetensi seperti yang tercantum dalam pernyataan item.
2. Kisi-kisi Kuesioner
Kisi-kisi kuesioner kompetensi konselor yang diharapkan siswa SMA BOPKRI 2 Yogyakarta tahun ajaran 2007/2008 adalah sebagai berikut:
Tabel 1
Kisi-kisi kuesioner kompetensi konselor yang diharapkan siswa kelas XI SMA BOPKRI 2 Yogyakarta tahun ajaran 2007/2008 sebelum uji coba
No Aspek Kompetensi
Subkompetensi Indikator Nomor
Item 1. Pedagogik Memahami landasan
keilmuan dan
Mampu memilih dan menggunakan alat-alat pendidikan
6-8
2. Kepribadian Menampilkan keutuhan pribadi konselor
Berperilaku membantu sesuai keimanan terhadap minat tulus dalam membantu orang lain
9-13
Sikap hangat dan perhatian pada siswa
Menghormati siswa sebagai pribadi yang berharga dan kemampuan untuk memecahkan
masalah, menata dan mengatur
kehidupannya
21-25
Empati dan atribusi yang tepat
76-78, 27 Mempunyai kontrol
diri yang baik
79, 80, 29 Berfikir positif
terhadap orang lain dan lingkungannya
81
Berperilaku etik dan profesional
Bersikap tidak
mendikte siswa untuk berperilaku atau stereotip terhadap siswa
32
Menghargai nilai-nilai pribadi siswa
33-37
Pengelolaan diri secara efektif
38-42
Menjalin relasi yang baik dengan guru-guru dan karyawan di sekolah
43, 44, 30
Konsisten dalam berperilaku sesuai kode etik dan profesi
3. Profesional Memfasilitasi perkembangan individu
Memilih strategi intervensi lingkungan yang kondusif bagi layanan BK yang dapat
dipertanggungjawab-kan
54-57
Memahami bidang-bidang garapan BK
Terampil memberikan
pelayanan BK pribadi sosial
58-60
Terampil memberikan
pelayanan BK karir
61-64
Terampil memberikan
pelayanan BK belajar
65-66
menggunakan teknik-teknik BK individual dan kelompok
67, 83-dalam layanan BK
69-72
4. Sosial Menguasai landasan budaya
Memahami ragam budaya yang dapat mempengaruhi perilaku individu dan kelompok
73-75
E. Pertanggungjawaban Mutu Alat Ukur
1. Validitas Kuesioner
Menurut Masidjo (1995:242), validitas suatu alat ukur adalah taraf sampai di mana suatu alat ukur, mengukur apa yang seharusnya diukur. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diharapkan, dan dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat (Arikunto, 1989:136). Menurut Azwar (2007: 5-6), validitas mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu instrumen pengukur dapat dikatakan memiliki validitas tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut.
Validitas terdiri dari : (1) Validitas isi yaitu suatu validitas yang menunjukkan sampai dimana isi suatu tes atau alat ukur mencerminkan hal-hal yang akan diukur, (2) validitas konstruksi atau konsep yaitu validitas yang menunjukkan sampai dimana isi suatu tes alat ukur sesuai dengan konsep yang seharusnya menjadi isi tes atau konsep teoritis yang mendasari disusunnya alat-alat ukur tersebut, (3) validitas kriteria yaitu suatu validitas yang memperhatikan hubungan yang ada antara alat ukur dengan alat ukur lain yang berfungsi sebagai kriteria(Masidjo, 1995:243).
isi pada umumnya ditentukan melalui pertimbangan para ahli. Ada beberapa hal yang dilakukan para ahli dalam mempertimbangkan validitas isi dari sebuah tes antara lain sebagai berikut: mengamati dan mengoreksi aitem-aitem yang telah dibuat oleh peneliti, serta memberikan pertimbangan tentang bagaimana tes tersebut telah menggambarkan atribut yang hendak diukur. Dalam hal ini, pertimbangan tersebut berdasarkan pada pertanyaan “apakah semua indikator dalam aspek kompetensi konselor telah tercakup dalam pernyataan dalam tes?” (Sukardi, 2007: 123).
Dalam penelitian ini, validitas alat ukur dipertimbangkan oleh Dra. M. M. Sri Hastuti, M. Si sebagai dosen pembimbing yang sekaligus sebagai orang yang telah memiliki kompetensi di bidang Bimbingan dan Konseling. Pertimbangan ini dilakukan dengan mengamati dan mengoreksi item-item yang telah dibuat oleh penulis, kemudian mengkomunikasikannya kepada penulis bila ada kesalahan atau ketidakcocokan antara aspek kompetensi dengan isi pernyataan aitem, juga memberikan pertimbangan tentang bagaimana tes tersebut dapat menggambarkan atribut yang hendak diukur yaitu kompetensi konselor.
2. Uji Daya Diskriminasi
item untuk membedakan antara subjek yang mengharapkan atribut yang diukur dengan yang tidak.Pengujian daya diskriminasi aitem itu dilakukan dengan melakukan komputasi koefisien korelasi antara skor-skor item dengan skor-skor skala, sehingga akan menghasilkan koefisien korelasi aitem total (riX). Adapun rumus yang digunakan untuk mencari riX,adalah dengan menggunakan formula Pearson (Azwar, 2007: 60) yaitu :
riX =
Keterangan :
i : Skor item X : Skor total
n : Banyaknya subjek
dengan yang tidak. Data koefisien item total dari item-item kuesioner ujicoba dapat dilihat padalampiran 3.
Dari hasil ujicoba, diketahui bahwa dari 86 item, terdapat 14 item yang gugur karena tidak memenuhi syarat riX 0,30. Dari 14 item yang gagal, ada 2 nomor yang menjadikan salah satu indikator dari kompetensi kepribadian menjadi tidak terwakili, yaitu nomor 19 dan 20. Oleh karena itu, penulis melakukan revisi yaitu dengan mengganti rumusan isi pernyataan kedua aitem tersebut, menjadi nomor 73 dan 74. Secara terperinci, akan diuraikan berikut:
Item Gagal Item Revisi
Menghargai pendapat siswa(19) Mau mendengarkan pendapat siswa (73)
Menghargai usaha/kerja keras siswa (20)
Memberikan pujian sebagai bentuk penghargaan atas keberhasilan usaha dan kerja keras siswa(74)
jawabannya kok “Ya” semua?”, dari sebab itu penulis menarik beberapa kesimpulan :
1. Dengan pernyataan positif dalam setiap item, siswa akan cenderung menjawab “Ya”. Namun hal itu menimbulkan pertanyan bagi penulis, apakah jawaban “Ya” yang mereka berikan memang jujur dari diri pribadi siswa, ataukah mereka hanya menebak-nebak “mungkinkah ini yang diharapkan oleh penulis?”
2. Siswa berfikir, daripada saya jawab “Ya” semua, lebih baik ada beberapa yang saya jawab “Tidak”. Maka data yang diperoleh menjadi tidak valid.
Kesimpulan diatas membuat penulis membagi 74 item lolos, dalam bentuk pernyataan favorable (positif) dan unfavorable (negatif), sehingga distribusinya dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2
Distribusi kisi-kisi kuesioner kompetensi konselor yang diharapkan siswa kelas XI SMA BOPKRI 2 Yogyakarta tahun ajaran 2007/2008 setelah
direvisi
Aspek Subkompetensi Indikator favorable unfavorable
Pedagogik Memahami konsep dasar dan mengimplementa sikan prinsip-prinsip pendidikan
Mampu memilih dan menggunakan alat-alat pendidikan
Kepribadian Menampilkan keutuhan pribadi konselor
Berperilaku membantu sesuai keimanan terhadap Tuhan YME
20 22
Mengkomunikasikan secara verbal/nonverbal minat tulus dalam membantu orang lain
9 10, 11, 12
Sikap hangat dan perhatian pada siswa
13, 15 14, 16
Menghormati siswa sebagai pribadi yang berharga dan menata dan mengatur kehidupannya
17, 19 18
Empati dan atribusi yang tepat
63, 64, 21
-Mempunyai kontrol diri yang baik
- 65, 66, 23
Berfikir positif
terhadap orang lain dan lingkungannya
- 67
Berperilaku etik dan profesional
Bersikap tidak mendikte siswa untuk berperilaku atau perpikir seperti kehendak kuesioner
- 25
Menghindari sikap prasangka dan stereotip terhadap siswa
- 26
Menghargai nilai-nilai pribadi siswa
27, 30 28, 29
Pengelolaan diri secara efektif
Menjalin relasi yang baik dengan guru-guru dan karyawan di sekolah
24, 37 36,
Konsisten dalam berperilaku sesuai kode etik dan profesi
39, 41 38, 40 layanan BK yang dapat dipertanggungjawab-pelayanan BK pribadi sosial
48, 50 49
Terampil memberikan pelayanan BK karir
53 51, 52
Terampil memberikan pelayanan BK belajar
55 54 dalam layanan BK
58, 59
-Sosial Menguasai landasan budaya
Memahami ragam budaya yang dapat mempengaruhi perilaku individu dan kelompok
60, 61 62
3. Reliabilitas Kuesioner
Reliabilitas adalah sejauhmana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya. Hasil pengukuran dapat dipercaya hanya apabila dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap sekelompok subjek yang sama, akan tetap diperoleh hasil yang relatif sama (Azwar 2007: 4). Reliabilitas dinyatakan dalam koefisien reliabilitas (rxx) yang angkanya berada dalam rentang 0 – 1,00. Semakin tinggi suatu koefisien reliabilitas hingga mendekati angka 1,00, maka nilai reliabilitasnya juga tinggi. Reliabilitas kuesioner dihitung dengan rumus koefisien alpha ) (Cronbach) sebagai berikut :
= 2[1 -
22 2 2 1
x s
s s +
Keterangan :
2 1
s dan s22 = skor tiap item
2
x
s = skor total (Azwar,2007:87)
F. Pelaksanaan Uji Coba dan Penelitian
Untuk mendapatkan alat penelitian yang dapat dipertanggungjawabkan mutunya, maka alat ukur diujicobakan terlebih dahulu. Sebelum diujicobakan, alat tersebut terlebih dahulu harus memenuhi tuntutan validitas isi yang diperoleh dari pertimbangan ahli yaitu pertimbangan dari dosen pembimbing.
1). Pelaksanaan Uji coba
Ujicoba dilaksanakan pada tanggal 22 Mei 2008. Jumlah item yang dipakai dalam ujicoba ini adalah 86 butir sesuai dengan kisi-kisi. Penulis menyebarkan kuesioner kepada 31 orang siswa kelas XI (IPS 2 SMA BOPKRI 2 Yogyakarta). Kelas yang telah terpilih sebagai subjek ujicoba ini, tidak disertakan dalam penelitian selanjutnya.
membuat kembali rumusan pernyataan item kuesioner untuk mengganti item yang gagal, menjadi nomor 73 (Mendengarkan pendapat siswa, namun sering menyela dan mencela pendapat siswa) dan 74 (Memberi
pujian atas keberhasilan usaha dan kerja keras siswa), sehingga jumlah
item penelitian menjadi 74 butir.
2). Penelitian
Penelitian dilakukan pada hari Rabu tanggal 28 Mei 2008, di SMA BOPKRI 2 Yogyakarta untuk 118 siswa (43, 54%) dari jumlah keseluruhan siswa kelas XI yaitu 271 siswa. Penelitian dilaksanakan pada 118 siswa yang terbagi dalam 4 kelas, dengan rincian sebagai berikut: § Kelas XI IPS I : jam ke-4, 09.30-10.00 (30 menit) = 38 siswa § Kelas XI IPS III : jam ke-5, 10.30-11.00 (30 menit) = 29 siswa § Kelas XI Bahasa : jam ke-6, 11.30-11.55 (25 menit) = 22 siswa § Kelas XI IPA I : jam ke-8, 13.10-13.30 (20 menit) = 29 siswa +
118siswa
G. Teknik Analisis Data
yang berada dibawah rix= 0,30, yaitu item nomor 8 (0, 035), item nomor 12 (0,277), item nomor 21 (0,137), item nomor 33 (0,042), item nomor 44 (-0,41), dan item nomor 51 (-0,39). Oleh karena itu, ke-6 item yang dinyatakan gagal tersebut dibuang, sehingga jumlah item menjadi 68 buah.
Untuk mengetahui kompetensi konselor yang diharapkan siswa dan tingkat harapannya, digunakan teknik analisis statistik deskriptif yaitu dengan menghitung mean, standar deviasi dan mengkategorikannya menurut norma yang telah ditetapkan oleh peneliti. Penulis mengkategorisasikan tingkat harapan siswa terhadap kompetensi konselor secara umum, yaitu dengan menggunakan kategorisasi jenjang. Kategori tingkat harapan siswa ini disusun berdasarkan pendapat Azwar (1999: 108), sebagai berikut :
Xitem -1,5σ kategori sangat rendah
1,5σ< Xitem -0,5σ kategori rendah
-0,5σ< Xitem +0,5σ kategori sedang
+0,5σ< Xitem +1,5σ kategori tinggi
+1,5σ< Xitem kategori sangat tinggi
Keterangan :
• Xmaksimum : skor tertinggi yang mungkin diperoleh
setiap item
• Xminimum : skor terendah yang mungkin diperoleh
setiap item
yang dibagi dalam 6 satuan deviasi sebaran
• µ : mean teoretik (rata-rata teoretis dari skor
maksimum dan minimum Hasil perhitungannya adalah sebagai berikut :
Xitem maksimum : 118 x 1 = 118 Xitem minimum : 118 x 0 = 0 Range : 118 – 0 = 118
σ(item teoretik) : 118 : 6 = 20 (dibulatkan)
µ (item teoretik) : (118+0) : 2 = 59
Tabel 3
Kategorisasi kompetensi konselor yang diharapkan siswa SMA BOPKRI 2 Yogyakarta tahun ajaran 2007/2008
Penghitungan Skor Kategori
X µ -1,5σ X 59 - 30
... - 29 Sangat rendah
µ-1,5σ< X µ-0,5σ 59-30< X 59-10
30 - 49 Rendah
µ-0,5σ< X µ+0,5σ 59-10< X 59+10
50 - 69 Sedang
µ+0,5σ< X µ+1,5σ 59+10< X 59+30
70 - 89 Tinggi
µ+1,5σ< X 59+30< X
43
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini akan memuat hasil penelitian dan jawaban atas masalah penelitian, yaitu “Bagaimanakah harapan para siswa kelas XI SMA BOPKRI 2 Yogyakarta tahun ajaran 2007/2008 terhadap kompetensi (pedagogik, kepribadian, profesional dan sosial) konselor?”
A. Deskripsi Data secara umum
Penelitian dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 28 Mei 2008. Dari 135 orang subjek penelitian yang ditargetkan untuk diteliti, sebanyak 118 subjek (43, 54%) yang mengisi Kuesioner Kompetensi Konselor. Meskipun hal ini menyimpang dari rencana awal yang seharusnya, yaitu pengambilan sampel 50% dari jumlah populasi, namun jumlah tersebut masih melebihi syarat pengambilan sampel 10-20 % dari populasi jumlah populasi yang dapat dijangkau (Furchan, 2005: 204).
B. Hasil Penelitian dan Pembahasan
1. Hasil Penelitian
Tabel 4
Tingkat kompetensi konselor yang diharapkan siswa SMA BOPKRI 2 Yogyakarta tahun ajaran 2007/2008
Kategori Skor Jumlah
item
Persentase
Sangat rendah ... - 29 -
-Rendah 30 - 49 -
-Sedang 50 - 69 -
-Tinggi 70 - 89 10 14, 70 % Sangat Tinggi 90 - ... 58 85, 30 %
Deskripsi data hasil penelitian mengenai kompetensi konselor yang diharapkan siswa SMA BOPKRI 2 Yogyakarta tahun ajaran 2007/2008 menunjukkan bahwa 58 item (85, 30%) termasuk pada kategorisasi sangat tinggi, 10 item (14, 70%) termasuk pada kategorisasi tinggi, dan tidak ada skor item yang termasuk pada kategori sedang, rendah dan sangat rendah.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa harapan siswa SMA BOPKRI 2 Yogyakarta terhadap kompetensi konselor adalah tinggi bahkan sangat tinggi. Tinggi berarti bahwa siswa mengharapkan konselor memiliki kompetensi yang dimaksud, sangat tinggi berarti bahwa siswa sangat mengharapkan konselor memiliki kompetensi yang dimaksud.
(unfavorable). Deskripsi data hasil penelitian disajikan pada tabel 5 berikut ini :
Tabel 5
Deskripsi data hasil penelitian mengenai kompetensi konselor yang diharapkan siswa SMA BOPKRI 2 Yogyakarta tahun ajaran
2007/2008
Kategori
Kompetensi Tinggi Sangat Tinggi
Pedagogik • Mau mendengarkan siswa yang mengungkapkan perasaannya namun memberi batas waktu tertentu
sehingga siswa kurang leluasa
(item 1)
› 84 siswa menjawab tidak untuk item ini, artinya bahwa siswa memiliki harapan yang tinggi terhadap konselor untuk tidak memiliki kompetensi tersebut, melainkan siswa mengharapkan konselor yang mau memberikan kebebasan kepada siswa untuk
mengungkapkan perasaannya
• Memberikan kebebasan kepada siswa untuk
mengungkapkan pikirannya
(item 2)
• Membandingkan siswa satu dengan yang lainnya
(item3)
› 96 siswa menjawab ”tidak” untuk item ini, artinya bahwa siswa memiliki harapan yang sangat tinggi terhadap konselor untuk tidak memiliki
kompetensi tersebut,
melainkan berharap konselor yang tidak membandingkan siswa yang satu dengan yang lainnya
• Mampu meyakinkan siswa bahwa siswa dapat
melakukan sesuatu asalkan mau berusaha(item 4) • Memberikan pujian kepada
siswa atas
prestasi/keberhasilan nya
(item 5)
• Penuh kasih sayang dalam menghadapi para siswa
(item 6)
• Dekat dengan siswa namun tetap disegani(item 7)
Kepribadian • Sopan santun terhadap
sesama(item 20) • Mudah mengeluh saat
mengalami keadaan yang tidak menyenangkan(item 22)
untuk item ini, artinya bahwa siswa memiliki harapan yang sangat tinggi terhadap konselor untuk tidak memiliki
kompetensi tersebut, melainkan siswa
mengharapkan konselor yang bisa dan mau mensyukuri dan mengambil hikmah dari setiap keadaan
• Bersedia menerima siswa yang ingin mengungkapkan keluh kesahnya(item 9) • Tidak menghiraukan saat
siswa masuk ke ruang BK
(item 10)
›96 siswa menjawab ”tidak” untuk item ini, artinya bahwa siswa memiliki harapan yang sangat tinggi terhadap konselor untuk tidak memiliki
kompetensi tersebut, melainkan siswa
mengharapkan konselor yang mau selalu tersenyum dan memberi sapaan ramah saat siswa masuk ke ruang BK • Mendengarkan apa yang
disampaikan siswa sambil mengerjakan sesuatu(item 11)
›91 siswa menjawab ”tidak” untuk item ini, artinya bahwa siswa memiliki harapan yang sangat tinggi terhadap konselor untuk tidak memiliki
kompetensi tersebut, melainkan siswa
mengharapkan konselor yang mau mendengarkan dengan seksama apa yang disampaikan siswa
• Mau berbaur dengan siswa saat jam istirahat, sebagai bentuk perhatian kepada siswa(item 15)
• Mengetahui siswa yang kelihatan tengah menghadapi masalah
(murung/sedih/menyendiri,
• Mampu menjalin relasi yang hangat dan akrab dengan guru dan siswa(item 13) • Menjalin hubungan baik
dengan siswa ketika berada di sekolah saja(item 14)
tidak seperti biasanya dll), namun tidak
menghiraukannya(item 16)
› 81 siswa menjawab tidak untuk item ini, artinya bahwa siswa memiliki harapan yang tinggi terhadap konselor untuk tidak memiliki kompetensi tersebut, melainkan siswa mengharapkan konselor yang mau menyapa siswa yang kelihatan tengah menghadapi masalah
(murung/sedih/menyendiri, tidak seperti biasanya dll)
siswa memiliki harapan yang sangat tinggi terhadap konselor untuk tidak memiliki
kompetensi tersebut, melainkan siswa
mengharapkan konselor yang mampu menjalin hubungan baik dengan siswa baik di sekolah maupun di luar sekolah
• Mendengarkan pendapat siswa namun sering menyela dan mencelanya
(item 73)
›92 siswa menjawab ”tidak” untuk item ini, artinya bahwa siswa memiliki harapan yang sangat tinggi terhadap konselor untuk tidak memiliki
kompetensi tersebut, melainkan siswa
mengharapkan konselor yang mau mendengarkan pendapat siswa dan menghargainya • Memberi pujian atas
keberhasilan usaha dan kerja keras siswa(item 74) • Mampu menumbuhkan
kepercayaan dalam diri siswa(item 17)
• Membiarkan siswa yang merasa minder karena kekurangannya(item18) ›99 siswa menjawab ”tidak” untuk item ini, artinya bahwa siswa memiliki harapan yang sangat tinggi terhadap konselor untuk tidak memiliki
kompetensi tersebut, melainkan siswa mengharapkan konselor yang bisa dan bersedia membantu siswa menerima kekurangan yang dimilikinya. • Dapat meyakinkan siswa
kemampuan untuk memecahkan sendiri masalah yang tengah dihadapinya(item 19) • Mampu menenangkan siswa
yang menangis ketika konseling(item 63) • Mampu mengajak siswa
untuk mau mengungkapkan masalahnya pada saat konseling(item 64)
Mempunyai kontrol diri yang baik
• Diam saja dan masa bodoh, bila melakukan kesalahan misal tidak sengaja menyinggung perasaan siswa(item 23)
›97 siswa menjawab ”tidak” untuk item ini, artinya bahwa siswa memiliki harapan yang sangat tinggi terhadap konselor untuk tidak memiliki
kompetensi tersebut, melainkan siswa
mengharapkan konselor yang mau meminta maaf bila secara tidak sengaja menyinggung perasaan siswa atau berbuat kesalahan
• Mudah tersinggung(item 65)
› 97 siswa menjawab ”tidak” untuk item ini, artinya bahwa siswa memiliki harapan yang sangat tinggi terhadap konselor untuk tidak memiliki
kompetensi tersebut, melainkan siswa
mengharapkan konselor yang tidak mudah tersinggung • Mudah marah(item 66) ›100 siswa menjawab ”tidak” untuk item ini, artinya bahwa siswa memiliki harapan yang sangat tinggi terhadap konselor untuk tidak memiliki
kompetensi tersebut, melainkan siswa
tidak mudah marah-marah
• Hanya bergaul dengan siswa yang satu daerah dengan konselor(item 67)
›106 siswa menjawab ”tidak” untuk item ini, artinya bahwa siswa memiliki harapan yang sangat tinggi terhadap konselor untuk tidak memiliki
kompetensi tersebut, melainkan siswa
mengharapkan konselor yang mau bergaul dengan semua siswa tanpa membeda-bedakan siswa satu dengan yang lainnya • Mendikte siswa untuk
mengikuti kehendak konselor(item 25)
› 82 siswa menjawab tidak untuk item ini, artinya bahwa siswa memiliki harapan yang tinggi terhadap konselor untuk tidak memiliki kompetensi tersebut, melainkan siswa mengharapkan konselor yang tidak mendikte siswa untuk mengikuti kehendak konselor
• Memberikan perhatian hanya kepada siswa yang berprestasi atau kaya saja
(item 26)
› 106 siswa menjawab ”tidak” untuk item ini, artinya bahwa siswa memiliki harapan yang sangat tinggi terhadap konselor untuk tidak memiliki
kompetensi tersebut, melainkan siswa
mengharapkan konselor yang mampu memberikan
perhatian/perlakuan yang sama antara siswayang satu dengan yang lainnya
memberikan kritik dan saran kepada konselor tentang diri konselor(item 28)
›104 siswa menjawab ”tidak” untuk item ini, artinya bahwa siswa memiliki harapan yang sangat tinggi terhadap konselor untuk tidak memiliki
kompetensi tersebut, melainkan siswa
mengharapkan konselor yang mampu menghargai kejujuran siswa yang memberikan kritik dan saran kepada konselor tentang diri konselor
• Memaksa siswa untuk mau sependapat dengan
pemikiran atau gagasan konselor(item29)
›99 siswa menjawab ”tidak” untuk item ini, artinya bahwa siswa memiliki harapan yang sangat tinggi terhadap konselor untuk tidak memiliki
kompetensi tersebut, melainkan siswa
mengharapkan konselor yang mampu menerima bahwa siswa tidak selalu sependapat dengan pendapat/pemikiran konselor • Menghargai nilai-nilai yang
dianut oleh siswa(item 30) • Disiplin dalam segala hal
(item 35)
• Berpenampilan norak(item 31)
› 100 siswa menjawab ”tidak” untuk item ini, artinya bahwa siswa memiliki harapan yang sangat tinggi terhadap konselor untuk tidak memiliki
kompetensi tersebut, melainkan siswa
mengharapkan konselor yang memiliki penampilan dan perilaku yang wajar namun menarik
• Mampu bertindak tegas dalam menghadapi siswa
(item 32)
menghadapi siswa yang kurang tertib(item 34) ›104 siswa menjawab ”tidak” untuk item ini, artinya bahwa siswa memiliki harapan yang sangat tinggi terhadap konselor untuk tidak memiliki
kompetensi tersebut, melainkan siswa
mengharapkan konselor yang sabar terutama dalam
menghadapi siswa-siswa yang kurang/tidak tertib
• Ramah dan terbuka pada siswa sehingga siswa lebih merasa nyaman berhadapan dengan konselor(item 24) • Ramah hanya kepada kepala
sekolah dan guru tertentu
(item36)
›106 siswa menjawab ”tidak” untuk item ini, artinya bahwa siswa memiliki harapan yang sangat tinggi terhadap konselor untuk tidak memiliki
kompetensi tersebut, melainkan siswa
mengharapkan konselor yang ramah kepada kepala sekolah dan semua guru
• Menghormati siswa, penjaga sekolah, maupun karyawan sekolah lain(item 37)
• Suka menceritakan kejelekan siswa yang satu kepada siswa yang lain
(item 38)
›104 siswa menjawab ”tidak” untuk item ini, artinya bahwa siswa memiliki harapan yang sangat tinggi terhadap konselor untuk tidak memiliki
kompetensi tersebut, melainkan siswa
mengharapkan konselor yang bisa dipercaya
• Jujur(item 39) • Menceritakan masalah
lain(item 40)
›96 siswa menjawab ”tidak” untuk item ini, artinya bahwa siswa memiliki harapan yang sangat tinggi terhadap konselor untuk tidak memiliki
kompetensi tersebut, melainkan siswa
mengharapkan konselor yang mampu menyimpan rahasia • Tulus dan terbuka dalam
membantu siswa(item 41)
Profesional • Memberikan perhatian
hanya kepada siswa yang duduk di depan pada saat bimbingan di kelas(item 68)
›103 siswa menjawab ”tidak” untuk item ini, artinya bahwa siswa memiliki harapan yang sangat tinggi terhadap konselor untuk tidak memiliki
kompetensi tersebut, melainkan siswa mengharapkan konselor yang mampu memberikan perhatian kepada masing-masing siswa secara keseluruhan pada saat memberikan bimbingan di kelas, sehingga tidak ada siswa yang merasa diabaikan
• Memberi semangat kepada siswa yang akan mewakili sekolah mengikuti
lomba/kompetisi(item 42) • Memberi semangat kepada
siswa untuk
mengembangkan bakatnya dalam bidang tertentu(item 43)
• Mendampingi siswa baru dalam kegiatan MOS(item 45)
• Membiarkan siswa
menyelesaikan masalahnya sendiri tanpa campur tangan konselor(item 46)
›88 siswa menjawab tidak untuk item ini, artinya bahwa siswa memiliki harapan yang
tinggi terhadap konselor untuk tidak memiliki kompetensi tersebut, melainkan siswa mengharapkan konselor yang mau dan mampu membantu siswa untuk menemukan jalan keluar atas masalah yang tengah dihadapinya
• Memberikan bimbingan mengenai cara-cara merawat dan menjaga kesehatan tubuh(item 48)
• Membiarkan siswa yang kurang percaya diri karena merasa diri jelek/kurang cerdas/tidak dapat bergaul dibandingkan teman-teman lainnya(item 49)
›97 siswa menjawab ”tidak” untuk item ini, artinya bahwa siswa memiliki harapan yang sangat tinggi terhadap konselor untuk tidak memiliki
kompetensi tersebut, melainkan siswa
mengharapkan konselor yang mampu menumbuhkan kepercayaan diri siswa yang memandang diri jelek/kurang cerdas/tidak dapat bergaul dibanding teman-temannya • Mampu membantu siswa
menemukan
kelebihan/kekuatan yang dimilikinya(item 50) • Membiarkan siswa yang
mengalami kesulitan dalam menentukan masa depannya
(item 52)
›91 siswa menjawab ”tidak” untuk item ini, artinya bahwa siswa memiliki harapan yang sangat tinggi terhadap konselor untuk tidak memiliki
kompetensi tersebut, melainkan siswa
mengharapkan konselor yang mau dan mampu membantu dan membimbing siswa dalam menentukan masa depannya • Memberikan kiat-kiat
belajar siswa namun tidak membantu mengatasinya
(item 54)
›94 siswa menjawab ”tidak” untuk item ini, artinya bahwa siswa memiliki harapan yang sangat tinggi terhadap konselor untuk tidak memiliki
kompetensi tersebut, melainkan siswa
mengharapkan konselor yang mampu memahami kesulitan belajar siswa dan membantu mengatasinya
• Memberikan kiat-kiat cara belajar yang menyenangkan
(item 55)
• Mengajak siswa untuk lebih aktif ikut serta dalam membuat papan bimbingan
(item 57)
• Membiarkan siswa yang tidak aktif dalam kegiatan bimbingan di kelas(item 56)
›97 siswa menjawab ”tidak” untuk item ini, artinya bahwa siswa memiliki harapan yang sangat tinggi terhadap konselor untuk tidak memiliki
kompetensi tersebut, melainkan siswa
mengaharapkan konselor yang mampu mendorong siswa untuk aktif dalam kegiatan bimbingan di kelas
• Mampu mengajak siswa untuk aktif dalam kegiatan diskusi kelompok(item 69) • Memberikan ceramah,
namun tidak memberikan waktu kepada siswa untuk bertanya atau
mendiskusikannya(item 70)
kompetensi tersebut, melainkan siswa
mengharapkan konselor yang mampu memberikan ceramah yang menarik yang dapat membuat siswa lebih aktif dan tidak mudah bosan
• Terampil membimbing siswa dalam menenangkan pikiran dan mengendorkan otot-otot yang tegang di kelas(item 71)
• Terampil membimbing siswa untuk mengambil manfaat positif dari setiap pengalamannya ketika konseling (item 72) • Menggunakan media power
point dalam menyampaikan materi bimbingan di kelas
(item 58)
• Melatih kepekaan siswa terhadap lingkungan sekitar dengan mendiskusikan peristiwa-peristiwa yang ditulis di surat kabar(item 59)
Sosial • Memahami siswa yang
tingkah lakunya berbeda dengan budaya lingkungan sekolah (misal: bagi orang Yogyakarta, makan dengan kaki naik ke atas kursi adalah hal yang tidak sopan, namun bagi orang Sulawesi/Lampung hal itu adalah sopan(item 60)
• Mampu membantu siswa dari luar daerah untuk mengenal budaya lingkungan tempat dia bersekolah(item 61) • Enggan bertanya kepada
siswa bila bahasanya sulit dipahami oleh konselor
(item 62)
›93 siswa menjawab ”tidak” untuk item ini, artinya bahwa siswa memiliki harapan yang sangat tinggi terhadap konselor untuk tidak memiliki
kompetensi tersebut, melainkan siswa
mengharapkan konselor yang tidak malu untuk bertanya kepada siswa yang bahasanya sulit dipahami oleh konselor
diikuti oleh kompetensi profesional, kompetensi pedagogik dan kompetensi sosial.
2. Pembahasan
Sebelum penulis memaparkan mengenai pembahasan, ada beberapa hal yang ingin penulis sampaikan berhubungan dengan alat dan pengambilan data penelitian mengenai kompetensi konselor yang diharapkan oleh siswa SMA BOPKRI 2 Yogyakarta tahun ajaran 2007/2008. Pertama, bentuk kuesioner dalam penelitian ini adalah penelitian tertutup, sehingga tidak memungkinkan harapan siswa terhadap konselor sekolah dapat seluruhnya tertuang dalam penelitian ini.Kedua, hasil dari penelitian ini bukan hasil yang bersifat abadi atau sepanjang waktu akan sama, karena harapan setiap orang akan terus berubah. Artinya bahwa hasil yang diperoleh saat ini, mungkin akan berbeda di kemudian hari.
terwujud, sehingga siswa begitu mengharapkan konselor memiliki komptensi tersebut.
Ada beberapa kemungkinan yang menjadikan alasan mengapa siswa sangat mengharapkan konselor memiliki kompetensi kepribadian, diantaranya adalah :
a) Dilihat dari ciri-ciri masa remaja. Sebagai remaja, siswa memiliki keinginan yang kuat untuk mendapatkan kepercayaan diri dari orang-orang disekitarnya termasuk dari konselor sekolah, meskipun siswa belum matang dalam hal tanggung jawab. Siswa mengharapkan konselor yang bisa meyakinkan siswa bahwa siswa mempunyai kemampuan menyelesaikan sendiri masalah yang dihadapinya, dan konselor akan siap membantu bila siswa mengalami kesulitan dalam hal ini, dan bisa membantu siswa untuk menumbuhkan kepercayaan dirinya (Soekanto, 1989:22). Dukungan semacam ini mampu membuat siswa lebih percaya diri, dan hal ini diantaranya telah tertuang dalam pernyataan item nomor 17, 18, 19, 73.
diharapkan bisa memberikan pendekatan-pendekatan agar siswa menjadi lebih dewasa dalam mengikuti aturan-aturan yang telah ada, bisa lebih menghargai bahwa siswa sedang berada dalam tahap menuju kedewasaan dan masa pencarian jati dirinya (Soekanto, 1989:22). Hal ini bisa dilakukan dengan menghargai nilai-nilai yang dianut siswa, tidak mendikte siswa untuk melakukan apa yang menjadi kehendak konselor. Harapan-harapan siswa tersebut diantaranya telah tertuang dalam item nomor 25, 27, 28, 29 dan 30.
c) Seperti yang telah disampaikan pada paragraf sebelumnya, bahwa kepribadian merupakan hal yang paling mudah diamati, karena mencakup penampilan fisik, tingkah laku, sifat-sifat dan karakter pribadi konselor. Jadi pada dasarnya jika konselor memiliki pribadi yang selalu merasa nyaman dalam kebersamaannya dengan orang lain, penuh percaya diri mampu membuat siswa merasa nyaman berada didekat konselor, maka dengan sendirinya konselor akan menjadi pribadi yang menarik bagi siswa.
dewasa, mampu bersikap objektif dan fleksibel, mampu menjalin komunikasi yang baik dengan orang lain, berempati, menjalin relasi dengan orang lain, memberi dukungan, menghargai pribadi, memiliki wawasan yang luas, bebas dari kecenderungan menguasai siswa. Hasil penelitian serupa yang dilakukan oleh Sutrinah (2004), pada siswa kelas I dan II SMU Stella Duce 1 Yogyakarta, menunjukkan bahwa siswa mengharapkan konselor yang dewasa, fleksibel dan objektif, hangat dan terbuka, mampu berelasi dengan orang lain, mampu menghargai siswa, bebas (apa adanya), memahami ungkapan perasaan siswa, memiliki intelegensi yang tinggi, mampu berempati, berwawasan luas, mampu berkomunikasi, sportif, dan bukan sebagai pengambil keputusan bagi siswa.
mengalami pengalaman di masa lalu, mungkin pada saat SMP atau awal-awal SMA. Pengalaman itu bertolak belakang dengan apa yang tercantum dalam item-item pernyataan, sehingga siswa begitu mengharapkan konselor memiliki kompetensi sosial ini.
Kompetensi profesional adalah kompetensi dimana konselor wajib memiliki kemampuan untuk memahami karakteristik pribadi siswa, materi bimbingan yang inheren pada pribadi siswa, teknik membantu dan sejumlah kompetensi tambahan lainnya yang secara simultan mengarah ke konseling yang peduli terhadap kemaslahatan peserta didik (ABKIN, 2006:6). Dalam penelitian ini, item-item pernyataan kompetensi profesional dibatasi hanya pada kompetensi yang dapat diamati langsung oleh siswa.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa item-item pernyataan kompetensi profesional konselor juga dipilih siswa dengan harapan yang tinggi bahkan sangat tinggi. Kemungkinan alasan mengapa item-item pernyataan kompetensi ini begitu diharapkan siswa, antara lain: a) Siswa membutuhkan seseorang yang bisa memberikannya