• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERILAKU MEMBELI PRODUK DI STARBUCKS COFFEE DITINJAU DARI GAYA HIDUP HEDONIS PADA MAHASISWA - Unika Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PERILAKU MEMBELI PRODUK DI STARBUCKS COFFEE DITINJAU DARI GAYA HIDUP HEDONIS PADA MAHASISWA - Unika Repository"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

PERILAKU MEMBELI PRODUK DI STARBUCKS COFFEE DITINJAU DARI GAYA HIDUP HEDONIS

PADA MAHASISWA

SKRIPSI

Oleh:

Hendro Kristiady Hardjono

13.40.0032

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA

SEMARANG

(2)

PERILAKU MEMBELI PRODUK DI STARBUCKS COFFEE DITINJAU DARI GAYA HIDUP HEDONIS

PADA MAHASISWA

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata Semarang

untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Guna Memeroleh Derajat Sarjana Psikologi

Oleh :

Hendro Kristiady Hardjono

13.40.0032

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA

SEMARANG

(3)

HALAMAN PENGESAHAN

Dipertahankan di Depan Dewan Penguji Skripsi

Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata Semarang dan Diterima untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Guna Memeroleh

Derajat Sarjana Psikologi

Pada Tanggal

17 Juli 2017

Mengesahkan Fakultas Psikologi

Universitas Katolik Soegijapranata Dekan,

(Dr. M. Sih Setija Utami, M.Kes)

Dewan Penguji :

1. Dr. Y. Bagus Wismanto, MS ______________

2. Lucia Trisni Widianingtanti, S.Psi., M.Si ______________

(4)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Ku persembahkan karya sederhana ini kepada:

Orang tuaku yang selalu ada untuku, saudara

saudara yang selalu mendukungku, Kumalaningrum S, S.E

yang selalu memotivasiku dan untuk UNIKA

(5)

MOTTO

(6)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur kehadirat Tuhan Yesus Kristus yang telah melimpahkan

rahmat dan karunia-Nya, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

Keberhasilan dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari jasa, bantuan,

nasihat, bimbingan, serta doa dari orang-orang yang selalu ada selama

penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati,

penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Dr. M. Sih Setija Utami, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Psikologi

Universitas Katolik Soegijapranata Semarang.

2. Lucia Trisni Widianingtanti, S.Psi., M.Si, selaku Dosen wali dan Dosen

Pembimbing atas kesediaannya memberikan bimbingan selama

penyusunan skripsi ini.

3. Seluruh subjek atas kesediaan serta kerjasamanya dalam membantu

mengisi skala.

4. Seluruh Dosen Pengajar Fakultas Psikologi Universitas Katolik

Soegijapranata Semarang yang selama ini telah memberikan ilmu dan

pengetahuan kepada penulis.

5. Seluruh Staf Tata Usaha Fakultas Psikologi Universitas Katolik

Soegijapranata Semarang yang telah membantu dalam segala urusan

administrasi dan surat perijinan.

6. Seluruh Staf Perpustakaan Universitas Katolik Soegijapranata Semarang

yang telah membantu dalam mencari buku-buku sumber referensi yang

(7)

7. Kedua orang tuaku, kakak – kakak, dan pacar saya yang selalu

memberikan dukungan, doa, dan motivasi kepada penulis agar dapat

lebih cepat dalam menyelesaikan skirpsi.

8. Teman-teman kelas 01 angkatan 2013 yang telah memberikan kesan dan

pesan selama penulis berkuliah di Fakultas Psikologi.

9. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi

ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu, penulis haturkan terima

kasih.

Akhir kata penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini jauh dari

sempurna karena keterbatasan, kemampuan dan pengetahuan penulis. Oleh

karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi

kebaikan penulis di masa yang akan datang. Semoga karya sederhana ini

dapat bermanfaat bagi berbagai pihak.

Semarang, 17 Juli 2017

(8)

PERILAKU MEMBELI PRODUK DI STARBUCKS COFFEE DITINJAU

DARI GAYA HIDUP HEDONIS PADA MAHASISWA

Oleh:

HENDRO KRISTIADY HARDJONO 13. 40. 0032

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara empirik hubungan antara gaya hidup hedonis dengan perilaku membeli produk di Starbucks Coffee. Hipotesis yang diajukan adalah “Ada hubungan positif antara gaya hidup hedonis dengan perilaku membeli produk di Starbucks Coffee. Semakin tinggi gaya hidup hedonis maka semakin tinggi pula perilaku membeli produk di Starbucks Coffee, demikian juga sebaliknya”. Subjek dalam penelitian ini adalah 48 mahasiswa yang mengonsumsi produk Starbucks Coffee di Citraland atau Paragon Mall Semarang, minimal satu minggu sekali. Teknik samplingnya adalah accidental sampling. Skala yang digunakan adalah skala perilaku membeli produk di Starbucks Coffee dan skala gaya hidup hedonis. Metode analisis data yang digunakan adalah teknik korelasi Product Moment. Berdasarkan analisis data diperoleh nilai korelasi sebesar 0,487 (p<0,01), artinya ada hubungan positif yang sangat signifikan antara gaya hidup hedonis dengan perilaku membeli produk di Starbucks Coffee. Semakin tinggi gaya hidup hedonis maka semakin tinggi pula perilaku membeli produk di Starbucks Coffee, demikian juga sebaliknya.

(9)

DAFTAR ISI

Halaman Sampul ... i

Halaman Judul ... ii

Halaman Pengesahan ... iii

Halaman Persembahan ... iv

Halaman Motto ... v

Ucapan Terima Kasih ... vi

Abstraksi ... viii

Daftar Isi ... ix

Daftar Tabel ... xii

Daftar Lampiran ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 8

C. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

A. Perilaku Membeli Produk di Starbucks Coffee ... 10

1. Pengertian Perilaku Membeli Produk di Starbucks Coffee 10 2. Tahap-tahap Perilaku Membeli ... 12

3. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Perilaku Membeli .... 15

B. Gaya Hidup Hedonis ... 24

1. Pengertian Gaya Hidup Hedonis ... 24

2. Dimensi Gaya Hidup Hedonis ... 25

(10)

D. Hipotesis ... 29

BAB III METODE PENELITIAN ... 30

A. Identifikasi Variabel Penelitian ... 30

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 30

1. Perilaku Membeli Produk di Starbucks Coffee ... 30

2. Gaya Hidup Hedonis ... 31

C. Subjek Penelitian ... 31

1. Populasi dan Sampel... 31

2. Teknik Pengambilan Sampel ... 32

D. Metode Pengumpulan Data ... 32

1. Skala Perilaku Membeli Produk di Starbucks Coffee ... 33

2. Skala Gaya Hidup Hedonis ... 34

E. Uji Coba Alat Ukur ... 35

1. Uji Validitas Alat Ukur ... 35

2. Uji Reliabilitas Alat Ukur ... 36

F. Metode Analisis Data ... 36

BAB IV LAPORAN PENELITIAN ... 37

A. Orientasi Kancah Penelitian ... 37

B. Persiapan Penelitian ... 40

1. Penyusunan Skala Penelitian ... 40

a. Skala Perilaku Membeli Produk di Starbucks Coffee 41 b. Skala Gaya Hidup Hedonis... 41

2. Tahap Perizinan Penelitian ... 42

(11)

1. Validitas dan Reliabilitas Skala Perilaku Membeli

Produk di Starbucks Coffee ... 44

2. Validitas dan Reliabilitas Skala Gaya Hidup Hedonis .... 45

BAB V HASIL PENELITIAN ... 47

A. Uji Asumsi ... 47

1. Uji Normalitas... 47

2. Uji Linearitas ... 48

B. Uji Hipotesis ... 48

C. Pembahasan ... 49

BAB VI PENUTUP ... 55

A. Kesimpulan ... 55

B. Saran ... 55

DAFTAR PUSTAKA ... 57

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Rancangan Skala Perilaku Membeli Produk di Starbucks

Coffee ... 34

Tabel 2 Rancangan Skala Gaya Hidup Hedonis ... 35

Tabel 3 Data Responden ... 37

Tabel 4 Sebaran Nomor Item Skala Perilaku Membeli Produk

di Starbucks Coffee ... 41

Tabel 5 Sebaran Nomor Item Skala Gaya Hidup Hedonis ... 42

Tabel 6 Sebaran Item Valid dan Gugur Skala Perilaku Membeli

Produk di Starbucks Coffee ... 44

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN ... 60

LAMPIRAN A SKALA PENELITIAN ... 61

A-1 Skala Perilaku Membeli Produk di Starbucks Coffee 62 A-2 Skala Gaya Hidup Hedonis ... 65

LAMPIRAN B DATA AWAL/ KASAR ... 67

B-1 Data Awal/ Kasar Skala Perilaku Membeli Produk di Starbucks Coffee ... 68

B-2 Data Awal/ Kasar Sakal Gaya Hidup Hedonis ... 69

LAMPIRAN C VALIDITAS DAN RELIABILITAS ... 70

C-1 Validitas dan Reliabilitas Skala Perilaku Membeli Produk di Starbucks Coffee ... 71

C-2 Validitas dan Reliabilitas Skala Gaya Hidup Hedonis 73 LAMPIRAN D DATA VALID ... 75

D-1 Data Valid Skala Perilaku Membeli Produk di Starbucks Coffee ... 76

D-2 Data Valid Skala Gaya Hidup Hedonis ... 77

LAMPIRAN E UJI ASUMSI ... 78

E-1 Uji Normalitas ... 79

E-2 Uji Linearitas ... 80

LAMPIRAN F ANALISIS DATA ... 81

LAMPIRAN G SURAT IZIN DAN BUKTI PENELITIAN ... 82

G-1 Surat Izin Penelitian... 83

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bisnis kedai kopi di Indonesia mulai marak semenjak

kemunculan kedai kopi asing asal Seatle, Amerika yaitu Starbucks.

Kemunculan Starbucks mampu membawa franchisor-franchisor asing

lainnya ke Indonesia, seperti J.Co Coffee and Donuts, The Coffee Bean,

The Espresso dan lainnya. Fenomena ini mampu memberikan

inspirasi-inspirasi bagi para pelaku usaha di tanah air. Kepekaan para pelaku

usaha dapat dilihat dengan menjamurnya kedai-kedai kopi konvensional

di Indonesia, tidak terkecuali di kota Semarang. Saat ini usaha kedai

kopi muncul menjadi usaha yang memiliki konsep tempat, konsep

jualan, konsep kemasan, konsep menu, dan konsep pelayanan yang

menarik (Triastuti dan Ferdinand, 2012, h.1).

Starbucks berasal dari Amerika serikat yang bermarkas di Seatle,

Washington, merupakan perusahaan terbesar yang memiliki 15.012

kedai di 44 negara. Starbucks pertama kali dibuka pada tahun 1971

(Putra, 2013). Salah satu cabang di Starbucks Coffee berada di

Indonesia dan terdapat pula di Semarang. Berbagai produk yang

ditawarkan Starbucks Coffee adalah minuman, makanan, dan cindera

mata. Minuman tersebut antara lain kopi, cokelat, teh, dan makanannya

adalah roti dengan berbagai variannya. Cindera mata yang ditawarkan

(15)

Starbucks Coffee Semarang terdapat di empat tempat yaitu mall

Paragon, mall Citraland, bandara, dan rest area jalan tol

Semarang-Bawen Semarang. Secara umum keempat tempat tersebut memiliki

kemiripan yaitu menu dan harga yang ditawarkan kurang lebih sama,

dan fasilitas yang disediakan yaitu ruangan yang berpendingin udara

dengan no smoking area, dan ruangan terbuka tidak berpendingin udara

serta diperbolehkan merokok. Fasilitas lainnya adalah Wi-fi (area

internet gratis) dan tempat duduk (sofa dan dari kayu atau besi).

Dewasa ini, minum kopi di kedai kopi telah menjadi kebiasaan

masyarakat Indonesia, tidak hanyak sekedar minum kopi, tetapi

biasanya kedai kopi juga menjadi tujuan beberapa kegiatan tertentu,

seperti bertemu klien, sebagai tempat untuk bersosialisasi atau sebagai

tempat belajar bagi kalangan pelajar dan mahasiswa. Pergeseran fungsi

sebuah kafe dan restoran ini akan melahirkan fenomena sosial dan

budaya baru dalam masyarakat sebagai akibat dari adanya perubahan

perilaku tersebut (Royan, dalam Triastuti dan Ferdinand, 2012, h.2).

Berdasarkan uraian di atas diketahui bahwa kebiasaan

berkunjung dan mengonsumsi di kedai kopi banyak dilakukan oleh

berbagai kalangan, seperti pekerja yang bertemu klien atau sekedar

bersosialisasi, dan pelajar atau mahasiswa. Melalui observasi pada bulan

Oktober 2016 di kedai kopi Starbucks Coffee yang berada di mall

Paragon dan Citraland Semarang, diketahui bahwa yang berkunjung ke

tempat tersebut dari berbagai kalangan. Mulai dari remaja, pelajar atau

mahasiswa, pekerja, sampai dengan orang dewasa yang berkunjung

(16)

Kebiasaan meminum kopi dan duduk santai di kedai kopi banyak

dilakukan oleh mahasiswa. Melalui wawancara terhadap 10 mahasiswa

Universitas Katolik Soegijapranta Semarang pada bulan Oktober 2016,

diketahui bahwa banyak mahasiswa yang sering membeli minuman dan

makanan di Starbucks Coffee yang berada di mall Paragon dan

Citraland Semarang. Mahasiswa seringkali duduk dan mengonsumsi

makanan atau minuman di kedai tersebut. Alasan mahasiswa dalam

mengonsumsi minuman atau makanan di Starbucks dikarenakan ingin

dianggap sebagai “anak gaul” atau tidak ketinggalan jaman. Mahasiswa

lain mengatakan ingin dianggap oleh temannya sebagai orang dengan

generasi “kekinian”. Mahasiswa mengaku ketika berada atau

nongkrong” di Starbucks merasa bergengsi dan dapat menaikkan

prestisnya, meskipun di satu sisi mahasiswa menganggap harga yang

ditawarkan tergolong mahal jika dibanding dengan kedai lainnya.

Melalui wawancara lebih lanjut, diketahui bahwa mahasiswa rela

mengeluarkan uang yang cukup mahal untuk segelas kopi (Rp 40.000,00

- Rp 50.000,00 pergelas) karena mahasiswa merasa senang terlihat

keren” saat berada di Starbucks. Ada mahasiswa yang menganggap

rasa kopi di Starbucks enak dan sangat terasa kopi atau rasa cokelatnya,

ada pula yang menganggap rasanya biasa saja. Selain itu, ada

mahasiswa yang merasa tidak sebanding dengan uang yang dikeluarkan

karena fasilitas kedai Starbucks hanya ada Wi-fi (area internet gratis)

dan tempat duduk sofa, meskipun ada pula tempat duduk yang dari kayu

atau besi yang terasa keras untuk diduduki. Sementara di beberapa kedai

(17)

dengan harga yang jauh lebih murah (Rp 10.000,00 - Rp 20.000,00

pergelas) dan memiliki fasilitas live music, TV LCD, dan juga memiliki

area internet. Namun demikian, mahasiswa masih saja senang untuk

nongkrong” dan seringkali (minimal seminggu sekali, bahkan ada

mahasiswa yang hampir setiap hari) membeli minuman atau makanan di

Starbucks Coffee Semarang.

Pada mahasiswa yang sering membeli minuman atau makanan di

Starbucks Coffee Semarang, sebetulnya hal ini merupakan hak

mahasiswa tersebut. Mungkin tidak ada masalah yang krusial untuk

diperdebatkan, hanya saja banyak mahasiswa menjadi pemborosan

dalam hal keuangan. Melalui hasil wawancara diketahui mahasiswa

yang boros tersebut memiliki berbagai perilaku yang negatif, seperti

mengambil uang di rekeningnya dengan jumlah yang banyak dan hal ini

mendapat teguran keras dari orang tuanya. Selain itu, orang tua dari

mahasiswa tersebut menjadi marah karena anaknya boros dalam

menggunakan uangnya. Mahasiswa lainnya memiliki cara tersendiri

agar tidak dimarahi orang tua dalam hal pemborosan keuangannya, yaitu

dengan cara meminta uang orang tua untuk keperluan tugas kuliah,

dengan jumlah yang jauh lebih besar dari keperluan tugasnya. Bahkan

ada mahasiswa yang meminta uang untuk keperluan tugas kuliah,

namun sebetulnya tidak ada tugas yang diberikan dosen, melainkan

uangnya untuk membeli minuman atau makanan di Starbucks Coffee

Semarang.

Berdasarkan uraian di atas menunjukkan bahwa mahasiswa

(18)

bersifat kesenangan seperti dianggap sebagai “anak gaul, keren,

kekinian” yang dapat menaikkan gengsi atau prestisnya. Menurut

Schiffman dan Kanuk (dalam Dahesihsari, 2007, h.180), kalangan

muda, khususnya mahasiswa, seringkali dikategorikan sebagai

kelompok konsumen yang cenderung terbuka terhadap produk baru

yang dimunculkan di pasaran. Kelompok ini juga diyakini selalu ingin

mengikuti trend gaya hidup terkini, terlepas dari apakah sesungguhnya

mereka benar-benar membutuhkan produk tersebut dan mendapat

manfaat dari produk yang dikonsumsinya.

Menurut Kotler dan Keller (2009, h.166) perilaku membeli

adalah studi tentang bagaimana individu, kelompok, dan organisasi

memilih, mendapatkan, menggunakan, dan bagaimana barang, jasa, ide,

atau pengalaman untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan

konsumen. Berdasarkan pendapat ini, maka diketahui bahwa perilaku

membeli bisa ditujukan untuk memenuhi kebutuhan atau untuk

memenuhi keinginan.

Menurut Kotler dan Keller (2009, h.166-176) terdapat berbagai

faktor yang memengaruhi perilaku pembelian konsumen, yaitu budaya

(budaya, subbudaya, kelas sosial), sosial (kelompok referensi, keluarga,

peran dan status), pribadi (usia dan tahap siklus hidup, pekerjaan dan

keadaan ekonomi, kepribadian dan konsep diri, gaya hidup dan nilai).

Salah satu faktor yang akan diangkat menjadi variabel bebas adalah

gaya hidup.

Gaya hidup yang akan diteliti lebih lanjut adalah gaya hidup

(19)

bahwa mahasiswa yang mengonsumsi minuman dan makanan di

Starbucks Coffee, lebih didasarkan untuk memenuhi kesenangan atau

kepuasan, seperti ingin dianggap sebagai “anak gaul” atau tidak

ketinggalan jaman (“kekinian”), dan merasa bergengsi atau dapat

menaikkan prestisnya.

Gaya hidup yang dilakukan mahasiswa seperti tersebut di atas,

dapat dikatakan sebagai gaya hidup hedonis yang berorientasi pada

tindakan untuk memenuhi kesenangan melalui pembelian produk yang

disukai. Sebagaimana yang dikemukakan Sudiantara (2003, h.73),

bahwa individu membeli dan memakai barang (terutama barang-barang

bermerek) untuk mencapai tujuan hidupnya, yaitu mencapai kesenangan

dan kenikmatan.

Eramadina (dalam Pontania 2016, h.6) mengatakan bahwa gaya

hidup hedonis memiliki sifat dan karakteristik perilaku atau budaya

yang menginginkan keseluruhan kehidupan penuh dengan

kesenangan-kesenangan yang bisa dirasakan dan memuaskan keinginan, sehingga

tujuan akhir dari kehidupan ini adalah kesenangan. Dalam

perkembangannya, gaya hidup hedonis cenderung menyerang remaja.

Karena pada masa remaja, individu sedang dalam keadaan mencari jati

diri.

Rogers (2009, h.88) mengatakan bahwa di kalangan yang secara

historis sebenarnya tidak produktif atau belum produktif, orang-orang

tersebut turut tersedot ke butik dan berbagai tempat lain yang dibangun

(20)

terutama mereka yang berusia sekitar 18 tahun atau di bawahnya, kini

telah menjadi sasaran berbagai macam produk konsumsi.

Dewasa ini berbagai macam produk ditawarkan kepada

konsumen. Produk-produk ini bukan hanya barang yang dapat

memuaskan kebutuhan seseorang, tetapi bahkan yang dapat memuaskan

kesenangan konsumen. Kebiasaan dan gaya hidup orang juga berubah

dalam jangka waktu yang relatif singkat menuju ke arah kehidupan

mewah dan cenderung berlebihan, yang pada ujung-ujungnya

menimbulkan pola hidup konsumtif (Lina dan Rosyid, 1997, h.6).

Menurut Anggarasari (1997, h.15), pembelian dan pemakaian

suatu produk bukan lagi semata-mata untuk memenuhi kebutuhan,

melainkan didorong oleh keinginan yang kurang berguna seperti

mengikuti mode, menaikkan prestise, menjaga gengsi, dan berbagai

alasan lain yang sifatnya kurang penting.

Berdasarkan uraian di atas maka diketahui bahwa mahasiswa

yang mengonsumsi minuman atau makanan di Starbucks Coffee

didasarkan pada alasan yang memuaskan kesenangan seperti dianggap

sebagai “anak gaul, keren, kekinian” yang dapat menaikkan gengsi atau

prestisnya. Hal ini menunjukkan bahwa pola konsumsi mahasiswa

didasari oleh gaya hidup hedonis yaitu untuk mencapai kesenangan dan

memenuhi keinginan. Sebagaimana hasil penelitian Patricia dan

Handayani (2014, h.13), yang menemukan bahwa terdapat pengaruh

positif gaya hidup hedonis secara signifikan terhadap perilaku konsumtif

(21)

Penelitian lainnya dilakukan Pontania (2016, h.9) yang

menemukan hasil bahwa terdapat kecenderungan gaya hidup hedonis

pada siswa-siswa yang kerap menghabiskan waktunya di mall bersama

teman-teman serta nongkrong di kafe. Dalam seminggu, siswa tersebut

dapat mengunjungi mall atau nongkrong di kafe sebanyak tiga sampai

empat kali.

Schwartz (dalam Patricia dan Handayani, 2014, h.12)

mengatakan bahwa hedonisme adalah nilai yang menjadi pedoman

hidup untuk mencapai kesenangan dan kenikmatan hidup. Menurut

Sudiantara (2003, h.76), hakikat hedonisme adalah prinsip dalam

memenuhi kebutuhan material dan keinginan pribadi, sehingga akan

mendatangkan kesenangan dan kenikmatan bagi individu yang

bersangkutan.

Berdasarkan uraian di atas maka pertanyaan dalam penelitian

adalah, apakah ada hubungan antara gaya hidup hedonis dengan

perilaku membeli produk di Starbucks Coffee?. Berdasar pada

pertanyaan tersebut maka akan dilakukan penelitian dengan judul

“Perilaku Membeli Produk di Starbucks Coffee Ditinjau dari Gaya Hidup Hedonis pada Mahasiswa”.

B. Tujuan Penelitian

Mengetahui secara empirik hubungan antara gaya hidup hedonis

(22)

C. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan pada

disiplin ilmu Psikologi Konsumen, yang terkait dengan tema

perilaku membeli produk di Starbucks Coffee ditinjau dari gaya

hidup hedonis pada mahasiswa.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi

mahasiswa mengenai perilaku membeli produk di Starbucks Coffee

(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.

Perilaku Membeli Produk di Starbucks Coffee

1. Pengertian Perilaku Membeli Produk di Starbucks Coffee

Perilaku membeli adalah studi tentang bagaimana individu,

kelompok, dan organisasi memilih, mendapatkan, menggunakan, dan

bagaimana barang, jasa, ide, atau pengalaman untuk memuaskan

kebutuhan dan keinginan mereka (Kotler dan Keller, 2009, h.166).

Perilaku pembelian konsumen (mengacu pada perilaku pembelian

konsumen akhir) sebagai perorangan dan rumah tangga yang

mendapatkan barang dan jasa untuk konsumsi pribadi. Semua

konsumen akhir ini bergabung membentuk pasar konsumen.

Konsumen di seluruh dunia mempunyai usia, pendapatan, tingkat

pendidikan, dan selera yang sangat beragam. Mereka juga membeli

berbagai barang dan jasa (Kotler dan Armstrong, 2008, h.158).

Schiffman dan Kanuk (dalam Nitisusastro, 2013, h.31)

menyatakan batasan perilaku membeli adalah merujuk pada perilaku

yang diperlihatkan oleh konsumen dalam mencari, mendapatkan,

menggunakan, mengevaluasi, dan menghabiskan produk barang dan

produk jasa yang mereka harapkan akan memuaskan kebutuhan

mereka. Dalam batasan ini perilaku membeli meliputi semua

tindakan yang dilakukan oleh seseorang untuk mencari,

mendapatkan, menggunakan, mengevaluasi, dan menghabiskan

(24)

barang dan atau jasa yang dibutuhkan, melainkan juga mencari

informasi yang terkait dengan barang dan jasa yang dibutuhkan dan

diinginkan.

Assauri (2010, h.134) mengatakan bahwa perilaku membeli

merupakan tindakan seseorang atau individu yang langsung

menyangkut pencapaian dan penggunaan produk (barang atau jasa)

termasuk proses keputusan yang mendahului dan menentukan

tindakan tersebut.

Pada penelitian ini perilaku konsumen dalam melakukan

pembelian di kedai Starbucks Coffee. Starbucks Coffee merupakan

kedai kopi yang berasal dari Seatle, Amerika Serikat, yang telah

memiliki cabang di berbagai negara termasuk Indonesia (Triastuti

dan Ferdinand, 2012, h.1). Berbagai produk yang ditawarkan

Starbucks Coffee adalah minuman, makanan, dan cindera mata.

Minuman tersebut antara lain kopi, cokelat, teh, dan makanannya

adalah roti dengan berbagai variannya. Cindera mata yang

ditawarkan adalah tempat minum, kaos, dan lain sebagainya.

Berdasarkan uraian para tokoh di atas maka dapat

disimpulkan bahwa perilaku membeli produk di Starbucks Coffee

adalah tindakan seseorang dalam mencari (mencari informasi yang

terkait dengan barang yang dibutuhkan dan diinginkan),

mendapatkan dan mengevaluasi produk minuman, makanan, dan

cindera mata yang ditawarkan di Starbucks Coffee, untuk

(25)

2. Tahap-Tahap Perilaku Membeli

Perilaku membeli sebenarnya merupakan tahapan-tahapan

langkah yang ditempuh dan dilakukan oleh seseorang atau individual

atau kelompok orang dalam rangka memenuhi kebutuhan dan

keinginannya (Nitisusastro, 2013, h.33). Menurut Assauri (2010,

h.140), dalam proses pembelian, kegiatan pembeli dapat dibagi

dalam beberapa tahap. Tahapan tersebut terdiri dari:

a. Pertama adalah orang merasakan adanya suatu kebutuhan yang

bersifat umum atau spesifik.

b. Kedua adalah kegiatan atau aktivitas yang dilakukan orang

tersebut sebelum dilaksanakannya pembelian, antara lain

melakukan penelitian atau survei tentang sumber penawaran yang

memungkinkan dapat dipenuhinya atau dipuaskannya kebutuhan

tersebut, serta besarnya atau jumlah kemampuan dana yang

dimiliki.

c. Ketiga adalah pengambilan keputusan akan pembelian, yang

mencakup penentuan apa yang akan dibeli atau tidak melakukan

pembelian, keputusan mana didasarkan atas hasil yang diperoleh

dari kegiatan atau aktivitas sebelum pembelian di atas.

Pendapat yang lebih lengkap tentang tahap-tahap perilaku

membeli dikemukakan oleh Kotler dan Armstrong (2008,

h.179-181), dengan model lima tahap, yaitu:

a. Pengenalan kebutuhan.

Proses pembelian dimulai dengan pengenalan kebutuhan.

(26)

dapat dipicu oleh rangsangan internal ketika salah satu kebutuhan

normal seseorang (rasa lapar, haus, seks) timbul pada tingkat

yang cukup tinggi sehingga menjadi dorongan. Kebutuhan juga

bisa dipicu oleh rangsangan eksternal. Contohnya, suatu iklan

atau diskusi dengan teman bisa membuat konsumen berpikir

untuk membeli mobil baru. Pada tahap ini, pemasar harus

meneliti konsumen untuk menemukan jenis kebutuhan atau

masalah apa yang timbul, apa yang menyebabkannya, dan

bagaimana masalah itu bisa mengarahkan konsumen pada produk

tertentu ini.

b. Pencarian informasi

Tahap proses keputusan pembeli di mana konsumen ingin

mencari informasi lebih banyak, memperbesar perhatian atau

melakukan pencarian informasi secara aktif. Konsumen dapat

memeroleh informasi dari beberapa sumber. Sumber-sumber ini

meliputi sumber pribadi (keluarga, teman, tetangga, rekan),

sumber komersial (iklan, wiraniaga, situs web, penyalur,

kemasan, tampilan), sumber publik (media massa, organisasi

pemeringkat konsumen, pencarian internet), dan sumber

pengalaman (penanganan, pemeriksaan, pemakaian produk).

c. Evaluasi alternatif

Evaluasi alternatif yaitu bagaimana konsumen memproses

informasi untuk sampai pada pilihan merek. Konsumen sampai

pada sikap terhadap merek yang berbeda melalui bebeapa

(27)

alternatif bergantung pada konsumen pribadi dan situasi

pembelian tertentu. Dalam beberapa kasus, konsumen

menggunakan kalkulasi yang cermat dan pemikiran logis. Pada

waktu yang lain, konsumen yang sama hanya sedikit melakukan

evaluasi atau bahkan tidak mengevaluasi, sebagai gantinya

meeka membeli berdasarkan dorongan dan bergantung pada

intuisi. Kadang-kadang konsumen membuat keputusan

pembelian sendiri, kadang-kadang mereka meminta nasihat

pembelian dari teman, pemandu konsumen, atau wiraniaga.

d. Keputusan pembelian

Keputusan pembelian konsumen adalah membeli merek

yang paling disukai, tetapi dua faktor bisa berada antara niat

pembelian dan keputusan pembelian.

e. Perilaku pascapembelian

Setelah membeli produk, konsumen akan merasa puas atau

tidak puas dan terlibat dalam perilaku pascapembelian. Jika

produk tidak memenuhi ekspektasi, konsumen kecewa. Jika

produk memenuhi ekspektasi, konsumen puas. Jika produk

melebihi ekspektasi, konsumen sangat puas.

Berdasarkan uraian para tokoh di atas maka disimpulkan

bahwa tahap-tahap perilaku membeli terdiri dari tahap pengenalan

kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan

pembelian, dan tahap perilaku pascapembelian. Tahap-tahap ini akan

digunakan sebagai dasar dalam menyusun skala perilaku membeli.

(28)

sebelumnya telah menggunakan tahap tersebut sebagai dasar dalam

menyusun skala. Beberapa penelitian tersebut dilakukan oleh: a)

Krissetia (2016, h.39) tentang perilaku membeli di media online, b)

Suhari (2008, h.140) dengan topik keputusan membeli secara online,

c) Suprihati dan Utami (2015, h.106) tentang analisis faktor-faktor

yang memengaruhi perilaku konsumen dalam keputusan pembelian

mobil pribadi di Kelurahan Gonilan Kabupaten Sukoharjo, d)

Noviyarto (2010, h.109) dengan topik pengaruh perilaku konsumen

mobile internet terhadap keputusan pembelian paket layanan data

unlimited internet CDMA di DKI Jakarta”, dan e) Ujianto dan

Abdurachman (2004, h.38) tentang analisis faktor-faktor yang

menimbulkan kecenderungan minat beli konsumen sarung (studi

perilaku konsumen sarung di Jawa Timur).

3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku Membeli

Menurut Cannon, Perreault, dan McCarthy (2009, h.183-200),

ada beberapa faktor yang memengaruhi perilaku membeli, di

antaranya:

a. Kebutuhan ekonomi

Pandangan ini berasumsi bahwa kebutuhan ekonomi

menuntun sebagian besar perilaku membeli. Kebutuhan ekonomi

menyangkut pemanfaatan terbaik dari waktu dan uang seorang

konsumen, sebagaimana konsumen menilainya. Sebagian

konsumen mencari harga terendah, sebagian lain akan membayar

(29)

mungkin mengutamakan harga dan kualitas untuk memperoleh

nilai terbaik.

b. Pengaruh psikologis dalam diri seseorang

1) Kebutuhan memotivasi konsumen

Setiap orang termotivasi oleh kebutuhan dan

keinginan. Kebutuhan merupakan kekuatan dasar yang

memotivasi seseorang untuk melakukan seseuatu. Sebagian

kebutuhan menyangkut kesejahteraan fisik seseorang.

Kebutuhan lebih mendasar dibanding keinginan.

2) Persepsi

Konsumen memilih berbagai cara untuk memnuhi

kebutuhan mereka yang terkadang disebabkan oleh perbedaan

persepsi, yaitu bagaimana seseorang mengumpulkan dan

menginterpretasi informasi dari dunia sekitar.

3) Pembelajaran

Pembelajaran merupakan perubahan dalam proses

berpikir seseorang dari adanya pengalaman sebelumnya.

4) Sikap berhubungan dengan pembelian

Sikap merupakan cara pandang seseorang terhadap

sesuatu. Sesuatu itu bisa saja produk, iklan, bagian penjualan,

perusahaan, atau gagasan. Sikap adalah topik penting bagi

para pemasar karena hal ini memengaruhi proses selektif,

pembelajaran, dan pada akhirnya keputusan pembelian yang

(30)

5) Kepribadian memengaruhi bagaimana orang memandang

sesuatu

Banyak peneliti menelaah bagaimana kepribadian

memengaruhi perilaku orang, dan kemudian mengembangkan

analisis gaya hidup.

c. Pengaruh sosial

Interaksi individu dengan keluarga, kelas sosial, dan

kelompok-kelompok lain yang mungkin memiliki pengaruh

terhadap perilaku konsumen.

1) Keluarga

Hubungan dengan anggota keluarga lainnya

memengaruhi banyak aspek perilaku konsumen.

Pertimbangan keluarga mungkin mengalahkan pertimbangan

pribadi dalam membuat keputusan membeli.

2) Kelas sosial

Kelas sosial adalah sekelompok orang yang memiliki

posisi sosial yang kurang lebih sama sebagaimana dipandang

oleh orang-orang lain dalam masyarakat.

3) Kelompok referensi

Kelompok referensi adalah orang-orang yang kepada

mereka seorang individu memandang pada saat membentuk

sikap tentang suatu topik. Pada saat tertentu individu

mengambil nilai-nilai dari kelompok-kelompok referensi ini

dan membuat keputusan membeli berdasarkan apa yang

(31)

4) Budaya

Budaya adalah sekumpulan utuh kepercayaan, sikap,

dan cara melakukan sesuatu dari sekumpulan orang yang

cukup homogen.

d. Individu dipengaruhi oleh situasi pembelian

1) Situasi pembelian dapat beragam

Mengapa seorang konsumen melakukan pembelian

dapat memengaruhi perilaku pembelian.

2) Waktu memengaruhi apa yang terjadi

Waktu di saat konsumen melakukan pembelian, dan

mereka memiliki waktu untuk berbelanja, akan memengaruhi

perilaku mereka.

3) Lingkungan sekitar juga memengaruhi pembelian

Lingkungan sekitar dapat memengaruhi perilaku

pembelian, dan dapat pula menghambat perilaku pembelian.

Kotler dan Armstrong (2008, h.159-176) mengemukakan

karakteristik yang memengaruhi perilaku konsumen, yaitu:

a. Faktor budaya

Faktor budaya mempunyai pengaruh yang luas dan

mendalam pada perilaku konsumen. Pemasar harus memahami

peran yang dimainkan oleh budaya, subbudaya, dan kelas sosial

pembeli.

1) Budaya

Budaya adalah penyebab keinginan dan perilaku

(32)

masyarakat mempunyai budaya, dan pengaruh budaya pada

perilaku pembelian bisa sangat bervariasi dari satu negara ke

negara lain.

2) Subbudaya

Subbudaya merupakan kelompok orang yang berbagi

sistem nilai berdasarkan pengalaman hidup dan situasi yang

umum. Subbudaya meliputi kebangsaan, agama, kelompok

ras, dan daerah geografis.

3) Kelas sosial

Kelas sosial adalah pembagian masyarakat yang relatif

permanen dan berjenjang di mana anggotanya berbagi nilai,

minat, dan perilaku yang sama.

b. Faktor sosial

Perilaku konsumen juga dipengaruhi oleh faktor-faktor

sosial, seperti kelompok kecil, keluarga, serta peran dan status

sosial konsumen.

1) Kelompok

Kelompok referensi memperkenalkan perilaku dan

gaya hidup baru kepada seseorang, memengaruhi sikap dan

konsep diri seseorang, dan menciptakan tekanan untuk

menegaskan apa yang mungkin memengaruhi pilihan produk

dan merek seseorang. Arti penting kelompok memengaruhi

berbagai produk dan merek. Pengaruh ini berdampak paling

kuat ketika produk itu dapat dilihat oleh orang lain yang

(33)

2) Keluarga

Anggota keluarga bisa sangat memengaruhi perilaku

membeli. Keluarga adalah organisasi pembelian konsumen

yang paling penting dalam masyarakat.

3) Peran dan status

Peran terdiri dari kegiatan yang diharapkan dilakukan

seseorang sesuai dengan orang-orang di sekitarnya.

Masing-masing peran membawa status yang mencerminkan nilai

umum yang diberikan kepadanya oleh masyarakat. Orang

biasanya memilih produk yang sesuai dengan peran dan status

mereka.

c. Faktor pribadi

Keputusan pembeli juga dipengaruhi oleh karakteristik

pribadi seperti usia dan tahap siklus hidup pembeli, pekerjaan,

situasi ekonomi, gaya hidup, serta kepribadian dan konsep diri.

1) Usia dan tahap siklus hidup

Orang mengubah barang dan jasa yang mereka beli

sepanjang hidup mereka. Selera makan, pakaian, perabot, dan

rekreasi sering berhubungan dengan usia. Pembelian juga

dibentuk oleh tahap siklus hidup keluarga, tahap-tahap yang

dilalui keluarga ketika mereka menjadi dengan berjalannya

waktu.

2) Pekerjaan

Pekerjaan seseorang memengaruhi barang dan jasa

(34)

kelompok pekerjaan yang mempunyai minat di atas rata-rata

pada produk dan jasa mereka.

3) Situasi ekonomi

Situasi ekonomi seseorang akan memengaruhi pilihan

produk. Pemasar yang peka terhadap pendapatan biasanya

mengamati pembeli dalam hal pendapatan pribadi dan

tabungan.

4) Gaya hidup

Orang yang berasal dari subbudaya, kelas sosial dan

pekerjaan yang sama mungkin mempunyai gaya hidup yang

cukup berbeda. Gaya hidup adalah pola hidup seseorang yang

diekspresikan dalam keadaan psikografiknya. Jika digunakan

secara cermat, konsep gaya hidup dapat membantu pemasar

memahami nilai konsumen yang berubah dan bagaimana gaya

hidup memengaruhi perilaku pembelian.

5) Kepribadian dan konsep diri

Kepribadian setiap orang yang berbeda-beda

memengaruhi perilaku pembeliannya. Kepribadian mengacu

pada karakteristik psikologi unik yang menyebabkan respon

yang relatif konsisten dan bertahan lama terhadap lingkungan

orang itu sendiri. Kepribadian biasanya digambarkan dalam

karakteristik perilaku seperti kepercayaan diri, dominasi,

kemampuan bersosialisasi, otonomi, cara mempertahankan

(35)

dapat digunakan untuk menganalisis perilaku konsumen

untuk produk atau pilihan merek tertentu.

d. Faktor psikologis

Selanjutnya pilihan pembelian seseorang dipengaruhi oleh

empat faktor psikologis utama: motivasi, persepsi, pembelajaran,

serta keyakinan dan sikap.

1) Motivasi

Seseorang senantiasa mempunyai banyak kebutuhan.

Salah satunya adalah kebutuhan biologis, timbul dari

dorongan tertentu seperti rasa lapar, haus, dan

ketidaknyamanan. Kebutuhan lainnya adalah kebutuhan

psikologis, timbul dari kebutuhan akan pengakuan,

penghargaan, atau rasa memiliki. Kebutuhan menjadi motif

ketika kebutuhan itu mencapai tingkat intensitas yang kuat.

Motif adalah kebutuhan dengan tekanan kuat yang

mengarahkan seseorang mencari kepuasan.

2) Persepsi

Persepsi adalah proses di mana orang memilih,

mengatur, dan menginterpretasikan informasi untuk

membentuk gambaran dunia yang berarti. Seseorang dapat

membentuk persepsi berbeda dari rangsangan yang sama.

3) Pembelajaran

Pembelajaran menggambarkan perubahan dalam

perilaku seseorang yang timbul dari pengalaman. Ahli teori

(36)

utama adalah belajar. Pembelajaran terjadi melalui interaksi

dorongan, rangsangan, pertanda, respons, dan penguatan.

4) Keyakinan dan sikap

Melalui pelaksanaan dan pembelajaran, seseorang

mendapatkan keyakinan dan sikap. Pada akhirnya keyakinan

dan sikap ini memengaruhi perilaku pembelian mereka.

Keyakinan adalah pemikiran deskriptif yang dimiliki

seseorang tentang sesuatu. Sikap menggambarkan evaluasi,

perasaan, dan tendensi yang relatif konsisten dari seseorang

terhadap sebuah objek atau ide.

Berdasarkan pendapat para tokoh di atas dapat disimpulkan

bahwa faktor-faktor yang memengaruhi perilaku membeli adalah

kebutuhan ekonomi, pengaruh psikologis dalam diri seseorang

(kebutuhan memotivasi konsumen, persepsi, pembelajaran, sikap

berhubungan dengan pembelian, kepribadian), pengaruh sosial

(keluarga, kelompok, peran dan status, kelas sosial, kelompok

referensi, budaya (subbudaya)), faktor pribadi (usia dan tahap siklus

hidup, pekerjaan, situasi ekonomi, gaya hidup, konsep diri),

pengaruh situasi pembelian (situasi pembelian dapat beragam, waktu

memengaruhi apa yang terjadi, lingkungan sekitar juga

(37)

B.

Gaya Hidup Hedonis

1. Pengertian Gaya Hidup Hedonis

Menurut Kotler dan Armstrong (2008, h.170), gaya hidup

adalah pola hidup seseorang yang diekspresikan dalam keadaan

psikografisnya. Gaya hidup menangkap sesuatu yang lebih dari

sekedar kelas sosial atau kepribadian seseorang. Gaya hidup

menampilkan profil seluruh pola tindakan dan interaksi seseorang di

dunia.

Gaya hidup lebih menggambarkan perilaku seseorang, yaitu

bagaimana ia hidup, menggunakan uangnya, dan memanfaatkan

waktu yang dimilikinya (Sumarwan, 2011, h.45). Kotler dan Keller

(2009, h.175) mengatakan bahwa gaya hidup adalah pola hidup

seseorang di dunia yang tercermin dalam kegiatan, minat, dan

pendapat. Gaya hidup memotret interaksi “seseorang secara utuh”

dengan lingkungannya.

Pada penelitian ini akan meneliti gaya hidup hedonis.

Eramadina (dalam Pontania, 2016, h.6) mendefinisikan gaya hidup

hedonis sebagai sifat dan karakteristik perilaku atau budaya yang

menginginkan keseluruhan kehidupan penuh dengan

kesenangan-kesenangan yang bisa dirasakan dan memuaskan keinginan,

sehingga tujuan akhir dari kehidupan ini adalah kesenangan.

Gambaran mengenai gaya hidup hedonis menurut Susianto

(dalam Pontania, 2016, h.6) memiliki ciri-ciri antara lain:

mengerahkan aktivitas untuk mencapai kenikmatan hidup, sebagian

(38)

walaupun memilihmilih, menjadi pusat perhatian, saat luang hanya

untuk bermain dan kebanyakan anggota kelompok adalah orang

yang berada.

Sudiantara (2011, h.104) mengatakan bahwa hedonisme

adalah sebuah paham atau aliran yang memiliki anggapan bahwa

hanya ada satu hal yang paling baik bagi manusia yaitu kenikmatan.

Ada dua kecenderungan, pertama adalah hedonisme psikologis, yang

mengatakan bahwa semua tindakan individu selalu diarahkan untuk

mencari kenikmatan dan menghindari penderitaan, dan kedua adalah

hedonisme etis, yang memperlihatkan bahwa semua kelakuan harus

ditujukan pada kenikmatan dan menghindari penderitaan.

Kenikmatan merupakan kebaikan tertinggi.

Berdasarkan uraian beberapa tokoh di atas dapat disimpulkan

bahwa gaya hidup hedonis adalah perilaku seseorang (yang

tercermin dalam kegiatan, minat, dan pendapat) terhadap

penggunaan uang dan waktunya untuk mencapai kenikmatan hidup.

2. Dimensi Gaya Hidup Hedonis

Gaya hidup melibatkan pengukuran dimensi AIO utama

pelanggan (activities atau kegiatan, interest atau minat, dan opinions

atau pendapat) (Kotler dan Amstrong, 2008, h.170). Di bawah akan

dijelaskan masing-masing dimensi tersebut:

a. Activities atau kegiatan (meliputi kegiatan pekerjaan, hobi,

(39)

b. Interest atau minat (meliputi minat terhadap makanan, pakaian,

keluarga, rekreasi).

c. Opinion atau pendapat (meliputi opini terhadap diri mereka

sendiri, masalah sosial, bisnis, dan produk).

Cannon, dkk., (2009, h.194) mengatakan bahwa dimensi gaya

hidup terdiri dari activities atau kegiatan, interest atau minat, dan

opinions atau pendapat. Dimensi tersebut dijelaskan di bawah ini:

a. Activities (kegiatan atau aktivitas), berkaitan dengan kerja, hobi,

dan acara sosial.

b. Interest (minat), ketertarikan terhadap keluarga, rumah tangga,

dan pekerjaan.

c. Opinion (pendapat), pendapat dan pandangan individu mengenai

diri sendiri, isu-isu sosial, dan politik.

Solomon (dalam Sumarwan, 2011, h.47) mengatakan bahwa

dimensi gaya hidup pada pengukuran psikografik adalah:

a. Activities (kegiatan atau aktivitas), berkaitan dengan bekerja,

hobi, kegiatan sosial, liburan, hiburan, anggota klub, masyarakat,

belanja, dan olahraga.

b. Interest (minat), ketertarikan terhadap keluarga, rumah,

pekerjaan, masyarakat, rekreasi, fashion, makanan, media, dan

keberhasilan.

c. Opinion (pendapat), pendapat dan pandangan individu mengenai

diri sendiri, isu sosial, politik, bisnis, ekonomi, pendidikan,

(40)

Berdasarkan uraian para tokoh di atas disimpulkan bahwa

dimensi gaya hidup terdiri dari dimensi activities atau aktivitas,

interest atau minat, dan dimensi opinions atau pendapat. Dimensi

gaya hidup tersebut digunakan untuk menyusun skala gaya hidup

hedonis karena tidak ditemukan dimensi gaya hidup hedonis secara

langsung.

C.

Hubungan antara Gaya Hidup Hedonis dengan

Perilaku Membeli Produk di Starbucks Coffee

Para pemasar dan pedagang retail sering berusaha untuk

mempelajari alasan mengapa orang pergi belanja. Para peneliti

baru-baru ini menunjukkan bahwa pengalaman berbelanja

menyediakan konsumen dengan kombinasi nilai belanja

utilitarian dan hedonis. Nilai utilitarian adalah berorientasi pada

tugas dan kognitif secara alami, sedangkan nilai hedonis terikat

pada aspek emosional dari pengalaman belanja (Holbrook,

dkk., dalam Irani dan Hanzaee, 2011, h.7449).

Nilai belanja hedonis mengacu pada rasa kenikmatan

dan kesenangan yang diterima konsumen dari seluruh

pengalaman membeli yang terkait dengan belanja (Griffin,

dkk., dalam Kaul, 2007, h.82). Sebagaimana yang dikutip

dalam penelitian Hamzah, Suandi, Krauss, Hamzah, dan

Tamam (2014, h.421), bahwa perilaku hedonistik ditandai

(41)

Gaya hidup hedonis memiliki hubungan dengan perilaku

pembelian, sebagaimana pendapat Kotler dan Armstrong (2008,

h.170), bahwa jika digunakan secara cermat, konsep gaya hidup

dapat membantu pemasar memahami nilai konsumen yang

berubah dan bagaimana gaya hidup memengaruhi perilaku

pembelian.

Penelitian yang dilakukan oleh Kasali (dalam Pontania,

2016, h.8) menemukan bahwa mall adalah tempat nongkrong

anak muda paling populer untuk mengisi waktu luang remaja

sebanyak 30,8%, sedangkan jajan merupakan prioritas pertama

pengeluaran remaja sebanyak 49,4%. Seperti yang

dikemukakan Sudiantara (2011, h.110), bahwa remaja memiliki

pandangan tersendiri terhadap hidupnya, yang terbukti dalam

menyikapi dunia materialnya, yaitu dalam cara menggunakan

barang-barang dan mengelola hidupnya. Itulah hedonisme,

kepuasan yang mendatangkan kenikmatan.

Pemasar meneliti hubungan antara produknya dan

kelompok gaya hidup. Misalnya, pembuat komputer mungkin

menemukan bahwa sebagian besar pembeli komputer

berorientasi pada pencapaian dan kemudian mengarahkan

mereknya secara lebih jelas pada gaya hidup si pencapai (Kotler

dan Keller, 2009, h.175). Hedonic shopping erat kaitannya

dengan kepuasan seseorang dalam berbelanja (Miller, dalam

(42)

Berdasarkan uraian di atas menunjukkan bahwa gaya

hidup hedonis pada remaja (termasuk mahasiswa) berpengaruh

pula dalam perilaku pembeliannya. Hedonis yang berorientasi

mengejar kenikmatan, kesenangan dan kepuasan akan memiliki

pengaruh terhadap pola konsumsi yang bersifat memenuhi

kepuasan dan kesenangannya. Sebagaimana pendapat

Sudiantara (2011, h.108), bahwa sikap yang hedonistis akan

menjadi agen fungsional bagi pola konsumsi yang berlebihan.

Perilaku membeli yang berlebih menjadi pola kehidupan yang

serba berlebihan. Barang-barang yang kurang produktif tetapi

mahal harganya telah menjadi sebuah simbol dan tanda untuk

sebuah pengakuan jati diri, juga bagi sebuah status sosial.

Semua keputusan umumnya bersifat kurang rasional, bersifat

emotif dan cenderung dilakukan karena ”rayuan” lingkungan.

D.

Hipotesis

Berdasarkan analisis teori di atas disusun hipotesis yang berbunyi

“Ada hubungan positif antara gaya hidup hedonis dengan perilaku

membeli produk di Starbucks Coffee. Semakin tinggi gaya hidup

hedonis maka semakin tinggi pula perilaku membeli produk di

(43)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode

kuantitatif, yaitu metode yang menekankan analisis pada data-data

numerikal (angka) yang diolah dengan metode statistika (Azwar, 2010a,

h.5). Data berupa angka tersebut berasal dari pengukuran dengan

menggunakan skala terhadap variabel-variabel yang ada dalam penelitian.

A. Identifikasi Variabel Penelitian

Penelitian ini melibatkan satu variabel tergantung dan satu

variabel bebas sebagai berikut:

1. Variabel tergantung : Perilaku Membeli Produk di Starbucks Coffee

2. Variabel bebas : Gaya Hidup Hedonis

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian

Batasan operasional dari variabel-variabel dalam penelitian ini

sebagai berikut:

Perilaku Membeli Produk di Starbucks Coffee

Perilaku membeli produk di Starbucks Coffee adalah tindakan

seseorang dalam mencari (mencari informasi yang terkait dengan

barang yang dibutuhkan dan diinginkan), mendapatkan dan

mengevaluasi produk minuman, makanan, dan cindera mata yang

ditawarkan di Starbucks Coffee, untuk memuaskan kebutuhannya.

(44)

skala perilaku membeli yang terdiri dari tahap-tahap perilaku

membeli, meliputi pengenalan kebutuhan, pencarian informasi,

evaluasi alternatif, keputusan pembelian, dan tahap perilaku

pascapembelian.

Semakin tinggi skor yang diperoleh maka semakin tinggi

perilaku membeli produk di Starbucks Coffee, demikan juga

sebaliknya.

Gaya Hidup Hedonis

Gaya hidup hedonis adalah perilaku seseorang (yang

tercermin dalam kegiatan, minat, dan pendapat) terhadap

penggunaan uang dan waktunya untuk mencapai kenikmatan hidup.

Gaya hidup hedonis ini diukur melalui skala yang terdiri dari

dimensi gaya hidup hedonis yang meliputi dimensi activities,

interest, dan dimensi opinions.

Semakin tinggi skor yang diperoleh maka semakin tinggi

gaya hidup hedonis, demikan juga sebaliknya.

C. Subjek Penelitian

1. Populasi dan Sampel

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Sampel adalah

sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 2010a,

h.173-174). Cozby (2009, h.221) mengatakan bahwa populasi terdiri dari

(45)

Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa yang

mengonsumsi produk Starbucks Coffee di Citraland atau Paragon

Mall Semarang, minimal satu minggu sekali.

2. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian

ini adalah accidental sampling, yaitu teknik penarikan sampel

didasarkan pada kemudahan. Sampel dapat terpilih karena berada

pada waktu, situasi, dan tempat yang tepat (Prasetyo dan Jannah,

2011, h.135).

D. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam kegiatan penelitian mempunyai

tujuan mengungkap fakta mengenai variabel yang diteliti. Tujuan untuk

mengetahui haruslah dicapai dengan menggunakan metode atau

cara-cara yang efisien dan akurat (Azwar, 2010a, h.91).

Pada penelitian ini metode pengambilan data yang digunakan

adalah metode skala. Menurut Arikunto (2010b, h.105-106), skala

menunjuk pada sebuah instrumen pengumpul data yang bentuknya

seperti daftar cocok tetapi alternatif yang disediakan merupakan sesuatu

yang berjenjang. Skala banyak digunakan untuk mengukur aspek-aspek

kepribadian atau aspek kejiwaan yang lain.

Skala yang akan disajikan tersebut dibedakan menjadi dua

kelompok item (pernyataan), yaitu item favourable dan item

(46)

favourable adalah item yang isinya mendukung, memihak atau

menunjukkan ciri adanya atribut yang diukur, sedangkan item yang

unfavourable adalah item yang isinya tidak mendukung atau tidak

menggambarkan ciri atribut yang diukur.

Pada penelitian ini digunakan dua skala sebagai berikut:

1. Skala Perilaku Membeli Produk di Starbucks Coffee

Skala perilaku membeli produk di Starbucks Coffee disusun

berdasarkan tahap-tahap perilaku membeli, meliputi pengenalan

kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan

pembelian, dan tahap perilaku pascapembelian.

Sistem penilaian skala menggunakan format skala dengan

empat katagori respon, di mana subjek diminta untuk memilih salah

satu di antara empat kemungkinan jawaban yang tersedia, meliputi

Sangat Sering (SS), Sering (S), Jarang (J), dan Sangat Jarang (SJ).

Pernyataan yang tergolong favourable, subjek akan memperoleh

skor 4 jika menjawab sangat sering (SS), nilai 3 jika menjawab

sering (S), nilai 2 jika menjawab jarang (J), dan nilai 1 jika

menjawab sangat jarang (SJ). Pernyataan yang tergolong

unfavourable, subjek akan memperoleh skor 4 jika menjawab sangat

jarang (SJ), nilai 3 jika menjawab jarang (J), nilai 2 jika menjawab

sering (S), dan nilai 1 jika menjawab sangat sering (SS).

Rancangan skala perilaku membeli produk di Starbucks

Coffee dapat dilihat pada tabel 1 di bawah ini:

(47)

No Tahap-tahap Perilaku

Membeli Favourable Unfavourable Total

1 Pengenalan

kebutuhan 2 2 4

2 Pencarian informasi 2 2 4

3 Evaluasi alternatif 2 2 4

4 Keputusan pembelian 2 2 4

5 Perilaku

pascapembelian 2 2 4

Total 10 10 20

2. Skala Gaya Hidup Hedonis

Skala gaya hidup hedonis pada penelitian ini disusun

berdasarkan dimensi gaya hidup hedonis yang meliputi dimensi

activities, interest, dan dimensi opinions.

Setiap item disediakan empat pilihan jawaban. Sistem

penilaian mulai dari 1, 2, 3 dan 4, sedangkan alternatif jawaban

adalah Sangat Setuju, Setuju, Tidak Setuju, dan Sangat Tidak Setuju.

Pernyataan yang tergolong favourable, subjek akan memperoleh

skor 4 jika menjawab Sangat Setuju (SS), nilai 3 jika menjawab

Setuju (S), nilai 2 jika menjawab Tidak Setuju (TS), dan nilai 1 jika

menjawab Sangat Tidak Setuju (STS). Pernyataan yang tergolong

unfavourable, subjek akan memperoleh skor 4 jika menjawab Sangat

Tidak Setuju (STS), nilai 3 jika menjawab Tidak Setuju (TS), nilai 2

jika menjawab Setuju (S), dan nilai 1 jika menjawab Sangat Setuju

(SS).

Rancangan skala gaya hidup hedonis dapat dilihat pada tabel

(48)

Tabel 2

Rancangan Skala Gaya Hidup Hedonis

No Dimensi Gaya Hidup Favourable Unfavourable Total

1 Activities 3 3 6

2 Interest 3 3 6

3 Opinions 3 3 6

Total 9 9 18

E. Uji Coba Alat Ukur

1. Uji Validitas Alat Ukur

Menurut Azwar (2010c, h.5), validitas berasal dari kata

validity yang memiliki arti ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur

dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu tes atau instrumen pengukur

dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila alat

tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur,

yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut.

Pada penelitian ini validitas alat ukurnya menggunakan

validitas soal. Menurut Suryabrata (2005, h.41), validitas soal

didefinisikan sebagai tingkat kesesuaian antara masing-masing soal

dengan total keseluruhan soal. Ukuran validitas soal ini adalah

korelasi antara skor pada soal itu (masing-masing soal) dengan skor

pada perangkat soal atau total keseluruhan soal (item total

correlation).

Perhitungan validitas ini digunakan teknik korelasi Product

Moment dari Pearson. Pada perhitungan ini masih terdapat angka

kelebihan bobot, sehingga perlu dikoreksi dengan menggunakan

(49)

2. Uji Reliabilitas Alat Ukur

Reliabilitas sebenarnya mengacu kepada konsistensi atau

kepercayaan hasil ukur, yang mengandung makna kecermatan

pengukuran (Azwar, 2010c, h.83).

Perhitungan reliabilitas skala gaya hidup hedonis dan perilaku

membeli produk di Starbucks Coffee digunakan teknik Koefisien

Alpha dari Cronbach.

F. Metode Analisis Data

Metode analisis data untuk menguji hubungan antara gaya hidup

hedonis dengan perilaku membeli produk di Starbucks Coffee

(50)

BAB IV

LAPORAN PENELITIAN

A. Orientasi Kancah Penelitian

Penetapan kancah penelitian bertujuan untuk mendapat gambaran

lokasi penelitian dan mengetahui karakteristik subjek. Kancah dalam

penelitian ini adalah Starbucks Coffee Citraland dan Paragon Mall

Semarang. Subjeknya adalah mahasiswa yang mengonsumsi produk

Starbucks Coffee di Citraland atau Paragon Mall Semarang, minimal

satu minggu sekali. Pada penelitian ini diperoleh subjek sebanyak 48

mahasiswa, berikut di bawah ini akan ditampilkan tabelnya.

Tabel 3 Data Responden

Subjek Universitas Jenis Kelamin Frekuensi/ Minggu

1 UNDIP P 2

2 UNDIP P 2

3 UNNES L 1

4 UNNES P 1

5 UNNES P 1

6 UNIKA P 2

7 UNIKA P 2

8 UNNES L 1

9 UNDIP L 2

10 UNDIP L 2

11 Universitas

Padjajaran P 1

12 Widya Mandala

Surabaya P 1

13 S2 UNDIP P 1

14 Universitas Pelita

Harapan P 2

15 Universitas Pelita

(51)

Tabel 3 Lanjutan

Subjek Universitas Jenis Kelamin Frekuensi/ Minggu

16 Widya Mandala

Surabaya P 2

17 Widya Mandala

Surabaya L 2

18 UNIKA P 1

19 UNIKA P 1

20 UNIKA P 1

21 UNIKA L 1

22 UNIKA L 1

23 UDINUS P 2

24 UDINUS L 2

25 UDINUS P 2

26 UNDIP L 2

27 UNIKA L 3

28 UNIKA P 3

29 UNDIP L 2

30 UNDIP P 1

31 UNDIP P 2

32 UNNES P 2

33 UNNES L 2

34 UNAKI P 1

35 UNAKI L 1

36 UNAKI L 1

37 UNIKA P 3

38 UNIKA P 3

39 UNIKA P 3

40 UNDIP L 1

41 UNDIP L 2

42 UNNES P 2

43 UNNES L 2

44 UNIKA P 1

45 UNIKA P 1

46 UPGRIS L 1

47 UPGRIS L 2

(52)

Starbucks berasal dari Amerika serikat yang bermarkas di Seatle,

Washington. Starbucks ini yang bekerja di bidang kopi merupakan

perusahaan terbesar yang memiliki 15.012 kedai di 44 negara. Starbucks

ini pertama kali dibuka pada tahun 1971. Salah satu cabang di Starbucks

Coffee berada di Indonesia dan terdapat pula di Semarang. Berbagai

produk yang ditawarkan Starbucks Coffee adalah minuman, makanan,

dan cindera mata. Minuman tersebut antara lain kopi, cokelat, teh, dan

makanannya adalah roti dengan berbagai variannya. Harga dari

produk-produk tersebut berkisar Rp 20.000,00 - Rp 55.000,00 pergelas, dan ada

pula harga yang ditawarkan untuk produk dalam jumlah banyak, yaitu

10-80 produk dengan kisaran harga Rp 80.000,00 - Rp 1.650.000,00.

Starbucks Coffee Semarang terdapat di empat tempat yaitu mall

Paragon, mall Citraland, bandara, dan rest area jalan tol

Semarang-Bawen Semarang. Pada penelitian ini subjek yang diambil adalah

konsumen yang berada di mall Paragon dan mall Citraland Semarang.

Secara umum kedua tempat tersebut memiliki kemiripan karena

sama-sama berada di dalam mall. Menu dan harga yang ditawarkan kurang

lebih sama, demikian juga pada fasilitas yang disediakan, yaitu ruangan

yang berpendingin udara dengan no smoking area, dan ruangan terbuka

tidak berpendingin udara serta diperbolehkan merokok. Fasilitas lainnya

adalah Wi-fi (area internet gratis) dan tempat duduk (sofa dan dari kayu

atau besi).

Konsumen yang datang di Starbucks Coffee ini dari berbagai

macam profesi dari pelajar, pekerja, dan mahasiswa. Mahasiswa yang

(53)

nongkrong” saja, ada juga yang mengerjakan tugas kuliahnya secara

individu, dan kerja kelompok.

Kancah di atas menjadi salah satu pertimbangan peneliti dalam

melakukan penelitian pada mahasiswa yang mengonsumsi produk

Starbucks Coffee di Citraland atau Paragon Mall Semarang, minimal

satu minggu sekali. Selain itu, pertimbangan lainnya adalah:

1. Melalui wawancara terhadap 10 mahasiswa Universitas Katolik

Soegijapranta Semarang pada bulan Oktober 2016, diketahui bahwa

banyak mahasiswa yang sering membeli minuman dan makanan di

Starbucks Coffee yang berada di mall Paragon dan Citraland

Semarang. Mahasiswa seringkali duduk dan mengonsumsi makanan

atau minuman di kedai tersebut.

2. Belum pernah ada penelitian serupa di Starbucks Coffee Citraland

dan Paragon Mall Semarang.

B. Persiapan Penelitian

Sebelum turun ke lapangan untuk mengambil data, ada berbagai

persiapan yang perlu dilakukan, seperti penyusunan skala penelitian,

perizinan tempat penelitian, serta uji coba alat ukur (uji validitas dan

reliabilitas alat ukur). Berikut di bawah ini akan diuraikan dari

masing-masing persiapannya:

1. Penyusunan Skala Penelitian

Penyusunan skala penelitian ditentukan berdasarkan pada

teori yang telah dikemukakan. Di dalam penelitian ini digunakan dua

(54)

skala gaya hidup hedonis. Penyajian skala dalam bentuk tertutup

yaitu subjek penelitian diwajibkan memilih satu jawaban dari

beberapa alternatif pilihan yang disediakan. Penyusunan dari

masing-masing alat ukur dijelaskan sebagai berikut:

a. Skala Perilaku Membeli produk di Starbucks Coffee

Skala perilaku membeli produk di Starbucks Coffee

disusun berdasarkan tahap-tahap perilaku membeli, meliputi

pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif,

keputusan pembelian, dan tahap perilaku pascapembelian.

Jumlah item secara keseluruhan adalah 20 item, yang terdiri dari

10 item favourable dan 10 item unfavourable. Sebaran item skala

perilaku membeli produk di Starbucks Coffee dapat dilihat pada

tabel 4.

Tabel 4

Sebaran Nomor Item Skala Perilaku Membeli produk di Starbucks Coffee

No Tahap-tahap Perilaku

Membeli Favourable Unfavourable Total

1 Pengenalan

kebutuhan 1,11 2,12 4

2 Pencarian informasi 3,13 4,14 4

3 Evaluasi alternatif 5,15 6,16 4

4 Keputusan pembelian 7,17 8,18 4

5 Perilaku

pascapembelian 9,19 10,20 4

Total 10 10 20

b. Skala Gaya Hidup Hedonis

Skala gaya hidup hedonis disusun berdasarkan dimensi

(55)

dimensi opinions. Jumlah item secara keseluruhan adalah 18 item

yang terdiri dari 9 item favourable dan 9 item unfavourable.

Sebaran item skala gaya hidup hedonis dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5

Sebaran Nomor Item Skala Gaya Hidup Hedonis

No Dimensi Gaya Hidup Favourable Unfavourable Total

1 Activities 1,7,13 2,8,14 6

2 Interest 3,9,15 4,10,16 6

3 Opinions 5,11,17 6,12,18 6

Total 9 9 18

2. Tahap Perizinan Penelitian

Sebelum melakukan pengumpulan data di lapangan, perizinan

penelitian segera diurus kepada pihak-pihak terkait secara tertulis

melalui beberapa tahap berikut ini:

a. Meminta surat pengantar dari Dekan Fakultas Psikologi

Universitas Katolik Soegijapranata Semarang, sebagai surat

perizinan penelitian di Starbucks Coffee Citraland dan Paragon

Mall Semarang. Surat pengantar tersebut bernomor

3437/B.7.3/FP/V/2017 tertanggal 23 Mei 2017 dan

3438/B.7.3/FP/V/2017 tertanggal 23 Mei 2017, yang sekaligus

digunakan sebagai surat permohonan izin untuk mulai

mengadakan penelitian.

b. Mengajukan surat pengantar tersebut kepada masing-masing

(56)

C. Pelaksanaan Pengambilan Data Penelitian

Pada penelitian ini menggunakan sistem try out terpakai, yaitu

pengambilan data hanya dilakukan sekali dan digunakan untuk uji coba

skala sekaligus sebagai data penelitian. Berdasarkan hasil data yang

diperoleh digunakan untuk mencari validitas dan kemudian item-item

yang valid digunakan untuk uji reliabilitas.

Pelaksanaan pengumpulan data penelitian dilakukan pada hari

Selasa tanggal 30 Mei 2017 sampai dengan hari Selasa tanggal 13 Juni

2017. Pengumpulan data penelitian dilakukan terhadap 48 subjek.

Pertama peneliti melakukan perkenalan kepada masing – masing subjek

dan menjelaskan maksud dari kedatangan peneliti untuk melakukan

pengambilan data dari penelitian yang peneliti lakukan. Kemudian

peneliti menunjukan surat pengantar dari Fakultas kepada masing –

masing subjek agar mereka lebih percaya. Ada beberapa subjek yang

tidak mau untuk mengisi dikarenakan telah mengganggu waktu mereka.

Tetapi sebagian besar dari mahasiswa atau subjek yang peneliti temui

bersedia untuk mengisi, sebelum mengisi angket yang peneliti berikan

kepada subjek, terlebih dahulu subjek mengisi informed consent.

Penelitian ini dilakukan selama kurang lebih dua minggu. Pada

hari pertama dan kedua peneliti terlebih dahulu melakukan observasi

situasi di Starbucks Coffee di Paragon mall dan Citraland mall terlebih

dahulu, kemudian di hari ke tiga peneliti baru melakukan penyebaran

skala kepada konsumen Starbucks Coffee. Waktu yang peneliti ambil

(57)

melakukan pengambilan data malam dan kadang melakukan

pengambilan data siang di kedua Starbucks Coffee tersebut.

Setelah pelaksanaan pengambilan data penelitian, peneliti

melakukan skoring dan membuat tabulasi data untuk kemudian

dilakukan penghitungan. Penghitungan tersebut meliputi uji validitas

dan reliabilitas alat ukur. Penghitungan validitas pada penelitian ini

adalah validitas soal, dengan menggunakan alat bantu komputer (SPSS

Release 13.0). Penghitungan validitas soal pada masing-masing skala

menggunakan teknik korelasi product moment yang selanjutnya

dikoreksi dengan korelasi part whole. Penghitungan reliabilitasnya

menggunakan teknik Alpha Cronbach. Hasil an

Gambar

Tabel 1 Rancangan Skala Perilaku Membeli Produk di Starbucks
Tabel 1
Tabel 2 Rancangan Skala Gaya Hidup Hedonis
Tabel 3 Data Responden
+6

Referensi

Dokumen terkait

Kontraktor harus menyerahkan 3 benda uji, yang dibuat dibawah pengawasan konsultan pengawas, dari tiap 15 meter kubik beton yang dicorkan. Minimal satu set benda uji harus

Ilmu kebijakan adalah ilmu yang mengembangkan kajian tentang hubungan antara pemerintah dan swasta, distribusi kewenangan dan tanggung jawab antar berbagai level

Usahatani budidaya padi sawah di daerah penelitian yaitu Gampong Blang Mee, Pasie Aceh, Aron Tunong dan Gempa Raya terdapat keuntungan yang bervariasi setelah dikurangi

Konsep pengembangan pangan di areal hutan tanaman disusun berdasarkan pada: (a) definisi HHBK yang dirumuskan oleh Kementerian Kehutanan, (b) kebijakan hutan tanaman dan (c)

Komposisi La Catedral movement ketiga Karya Agustin Barrios Mangore Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu..

memperoleh data. Dalam penelitian ini, peneliti mengumpulkan data dengan.. menggunakan cara observasi, wawancara, dokumentasi, dan studi literatur. Pembahasan

Dalam penelitian ini yang menjadi sampel adalah sebagian dari siswa.. kelas X, yaitu berjumlah

Untuk melakukan analisa, Software Homer membutuhkan sumber energi yang ada pada lokasi untuk pembangkit hybrid yang dioperasikan, dalam hal ini radiasi