• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA KELAS VIII-B SMPN 5 KENDARI MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA KELAS VIII-B SMPN 5 KENDARI MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA KELAS VIII-B SMPN 5 KENDARI MELALUI MODEL

PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH

Ria Agmikavita1), Ikman2) 1)

Alumni Jurusan Pendidikan Matematika,2)Dosen Jurusan Pendidikan Matematika FKIP Universitas Halu Oleo. Email: ria_sweetes@yahoo.co.id

Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan memecahkan masalah matematika siswa kelas VIII-B SMPN 5 Kendari melalui model pembelajaran berbasis masalah. Penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK), yang dilaksanakan sebanyak dua siklus dan setiap siklus dilaksanakan dua kali pertemuan. Setiap siklus mengikuti tahapan: perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi/evaluasi dan refleksi. Hasil penelitian ini disimpulkan: melalui model pembelajaran berbasis masalah, kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas VIII-B SMPN 5 Kendari dapat ditingkatkan, yaitu dari segi keterlaksanaan pembelajaran dari 75 % pada siklus I 100 % pada siklus II, dari segi kemampuan pemecahan masalah matematika meningkat dari hasil tes awal, yaitu dari 35 orang siswa hanya 8 orang atau 22,9 % siswa telah mencapai KKM meningkat pada hasil tes siklus I menjadi 19 orang siswa atau 54,3 % siswa telah mencapai KKM dan meningkat lagi pada siklus II menjadi 31 orang siswa atau 88,6 % siswa telah mencapai KKM.

Kata Kunci: kemampuan; pembelajaran berbasis masalah; masalah matematika

IMPROVING MATHEMATICAL PROBLEM SOLVING ABILITY OF STUDENTS OF CLASSVIII-B SMPN 5 KENDARI THROUGH

PROBLEM BASED LEARNING MODEL Abstract

The purpose of this research is to improve the ability to solve mathematical problems class VIII-B SMPN 5 Kendari through problem-based learning model. This research is a classroom action research (PTK), which held as much as two cycles and each cycle held two meetings. Each cycle follow the stages: planning, action, observation / evaluation and reflection. Results of this study concluded: through problem-based learning models, mathematical problem solving ability of students of class VIII-B SMPN 5 Kendari can be improved, namely in the first cycle of learning accomplished 75% increase in cycle II has been implemented 100%, In terms of mathematical problem solving ability of students of class VIII-B SMPN 5 Kendari increased from the pre test results, namely from 35 students of class VIII-B SMPN 5 Kendari only 8 people or 22.9% of students who have reached KKM increase in result test of cycle I became 19 students or 54.3% of students who have reached KKM and increased again in the second cycle to 31 students or 88.6% of students who have reached KKM.

Keywords: ability; problem-based learning, mathematical problem solving

(2)

Pendahuluan

Salah satu bagian dalam kemampuan berpikir tingkat tinggi adalah pemecahan masalah. Oleh sebab itu maka ditentukan fokus pembelajaran matematika di sekolah mulai dari tingkat Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas adalah pendekatan pemecahan masalah. Pendekatan pemecahan masalah dilaksanakan untuk memberikan bekal yang cukup kepada siswa agar memiliki kemampuan memecahkan berbagai bentuk masalah matematika. Selain itu juga akan berguna untuk memperoleh pengetahuan dan pembentukan cara berpikir serta bersikap dalam memecahkan masalah yang dihadapi.

Untuk memperoleh hasil dan manfaat yang optimal dalam memecahkan masalah matematika, harus dilakukan melalui langkah-langkah pemecahan yang terorganisir dengan baik. Salah satu bentuk pengorganisasian pemecahan masalah matematika adalah seperti yang dikemukakan Polya (1973: 16) yang meliputi 4 langkah, yakni: (1) memahami masalah; (2) menentukan rencana pemecahan masalah; (3) mengerjakan sesuai rencana; (4) melihat kembali hasil yang diperoleh. Melalui langkah-langkah pemecahan masalah yang dikemukakan Polya di atas memungkinkan terlaksananya pemecahan masalah yang sistematis dan hasilnya tidak saja berupa pemecahan yang benar, tetapi juga terbentukya pola pikir yang terstruktur dengan baik pada diri seseorang pada saat menghadapi masalah yang harus dipecahkan.

Masalah dan pemecahan masalah merupakan bagian dari proses kehidupan yang harus dilalui bagi setiap orang dan merupakan sarana pematangan untuk menjamin keberadaannya, baik sebagai individu maupun sebagai bagian dari lingkungannya (Jonassen, 2004). Demikian juga kemampuan memecahkan masalah merupakan keterampilan dasar yang harus dimiliki setiap orang agar dapat menempuh kehidupannya dengan lebih baik (Kirkley, 2003).

Butts (1980) menyebutkan bahwa masalah dalam matematika dikelompokkan menjadi lima bagian, yaitu: (1) recognition exercises; (2) algorthmic exercises; (3) application problem; (4) open-search; (5) problem situation. Masalah yang dikategorikan

sebagai recognition exercises adalah

masalah-masalah yang berkaitan dengan ingatan,

misalnya fakta, konsep, definisi dan teorema. Masalah yang dikategorikan sebagai algorithmic exercises adalah masalah-masalah yang berkaitan dengan penggunaan langkah demi langkah suatu prosedur atau cara tertentu. Masalah yang dikategorikan sebagai application problem adalah masalah-masalah yang termasuk di dalamnya penggunaan atau penerapan algoritma. Masalah yang dikategorikan sebagai open-search problem adalah masalah-masalah pembuktian, menemukan sesuai dengan persyaratan tertentu. Masalah yang dikategorikan sebagai problem situation adalah masalah-masalah yang penyajiannya berkaitan dengan situasi nyata atau kehidupan sehari-hari. Cooney dkk. (1975) mengemukakan bahwa pemecahan masalah sebagai proses penerimaan masalah dan berusaha menyelesaikan masalah itu. Pemecahan masalah merupakan perwujudan dari suatu aktivitas mental yang terdiri dari bermacam-macam keterampilan dan tindakan kognitif yang dimaksudkan untuk mendapatkan solusi yang benar (Kirkley, 2003). Solso (1991) mendefinisikan bahwa pemecahan masalah adalah suatu pemikiran yang terarah secara langsung untuk menemukan suatu solusi dari suatu masalah yang spesifik yang melibatkan perumusan berbagai bentuk respon dan memilih respon-respon yang mungkin.

Rodney dkk. (2001) mendefinisikan pemecahan masalah sebagai proses yang dilakukan individu dalam mengkombinasikan pengetahuan-pengetahuan sebelumnya untuk menghadapi situasi baru. Hal ini berarti pemecahan masalah adalah proses yang dilakukan seseorang dalam mengkombinasikan pengetahuan-pengetahuan sebelumnhya untuk menyelesaikan tugas yang belum diketahui prosedur penyelesaiannya. Krulik dan Rudnik (Sudia, 2013) mendefinisikan pemecahan masalah adalah suatu usaha individu menggunakan pengetahuan, keterampilan dan pemahamannya untuk menemukan solusi dari suatu masalah. Dengan demikian maka pemecahan masalah matematika adalah usaha individu menggunakan konsep-konsep, sifat-sifat, teorema-teorema atau dalil-dalil dalam matematika untuk menemukan solusi dari masalah matematika.

Johnson dan Rising (1972) menyebutkan bahwa pemecahan masalah matematika merupakan suatu proses mental yang kompleks yang memerlukan visualisasi,

(3)

imajinasi, manipulasi, analisis, abstraksi dan penyatuan ide. Pemecahan masalah matematika tidak terlepas dari pengetahuan seseorang akan substansi masalah tersebut. Misalnya bagaimana pemahaman terhadap inti masalah tersebut, prosedur/langkah apa yang digunakan dan aturan/rumus mana yang tepat digunakan dalam pemecahan masalah tersebut. Berdasarkan beberapa pengertian pemecahan masalah yang dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa pemecahan masalah adalah suatu kegiatan untuk mencari jalan keluar dari suatu masalah yang ingin diselesaikan, namun tidak segera dapat ditemukan cara penyelesaiannya.

Stanic & Kilpatrick (1988: 15) mendefinisikan masalah sebagai suatu keadaan pada saat seseorang melakukan tugasnya yang tidak ditemukan pada waktu sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa suatu tugas merupakan masalah bergantung kepada individu dan waktu. Artinya, suatu tugas merupakan masalah bagi seseorang, tetapi mungkin bukan merupakan masalah bagi orang lain. Demikian pula suatu tugas merupakan masalah bagi seseorang pada suatu saat, tetapi bukan merupakan masalah lagi bagi orang itu pada saat berikutnya, bila orang itu telah mengetahui cara atau prosedur mendapatkan pemecahan masalah tersebut.

Ada tiga karakteristik penting dari setiap masalah, yaitu: (1) yang diketahui, yaitu semua unsur, relasi-relasinya dan persyaratan membentuk keadaan masalah; (2) tujuan, yaitu penyelesaian atau hasil yang diinginkan dari masalah; (3) hambatan, yaitu karakteristik dari masalah dan menjadikan sulit bagi orang yang memecahkan masalah tersebut (Gama, 2004). Dengan demikian maka untuk menyelesaikan suatu masalah, seseorang harus memahami karakteristik dari masalah yang diberikan.

Untuk memperoleh hasil dan manfaat yang optimal dalam memecahkan masalah matematika, harus dilakukan melalui langkah-langkah pemecahan yang terorganisir dengan baik. Salah satu bentuk pengorganisasian pemecahan masalah matematika adalah seperti yang dikemukakan Polya (1973) yang meliputi 4 langkah, yakni: (1) memahami masalah; (2) menentukan rencana pemecahan masalah; (3) mengerjakan sesuai rencana; (4) melihat kembali hasil yang diperoleh. Melalui langkah-langkah pemecahan masalah yang dikemukakan Polya di atas memungkinkan terlaksananya pemecahan masalah yang sistematis dan hasilnya tidak saja berupa pemecahan yang

benar, tetapi juga terbentukya pola pikir yang terstruktur dengan baik pada diri seseorang pada saat menghadapi masalah yang harus dipecahkan.

Pentahapan Polya yang telah dikemukakan di atas memperlihatkan bahwa pemecahan masalah merupakan suatu proses yang terdiri dari beberapa langkah yang saling berkaitan. Untuk jelasnya keempat pentahapan Polya di atas diuraian secara rinci berikut ini. (1) Memahami masalah (understanding the problem) meliputi mengerti berbagai hal yang ada pada masalah seperti apa yang tidak diketahui, apa saja data yang tersedia, apa syarat-syaratnya, apakah syarat tersebut cukup untuk menentukan hal yang tidak diketahui, dan sebagainya. Pada tahap ini juga siswa dapat melalukan beberapa langkah yang diperlukan untuk mengerti masalah, seperti membuat sketsa gambar, mengenali notasi yang digunakan, memisahkan beberapa bagian dari syarat-syarat, dan sebagainya. (2) Membuat rencana penyelesaian (devising a plan solution) meliputi berbagai usaha untuk menemukan hubungan masalah dengan masalah lainnya atau hubungan antara data dengan hal yang tidak diketahui, dan sebagainya. Pada akhirnya seseorang harus memilih suatu rencana pemecahan. (3) Melaksanakan rencana (carrying out the plan) termasuk memeriksa setiap langkah pemecahan, apakah langkah yang dilakukan sudah benar atau dapatkah dibuktikan bahwa langkah tersebut benar. (4) Memeriksa atau melihat ke belakang (looking back) yang meliputi memeriksa ulang jawaban yang diperoleh dan pengujian terhadap pemecahan yang dihasilkan.

Jika diperhatikan langkah-langkah

pemecahan masalah yang dikemukakan di

atas, terlihat bahwa aktivitas langkah

pertama dan kedua dari Dewey sama dengan

langkah pertama pemecahan masalah Polya,

sedangkan aktivitas langkah kedua dan

ketiga dari Krulik dan Rudnick sama dengan

langkah kedua pemecahan masalah Polya.

Memecahkan masalah merupakan aktivitas mental tingkat tinggi, sehingga pengembangan keterampilan pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika tidak mudah. Suherman (2001) menyebutkan bahwa pemecahan masalah masih dianggap hal yang paling sulit bagi siswa untuk mempelajarinya dan bagi guru untuk mengajarkannya. Misalnya masalah-masalah tidak rutin yang penyajiannya

(4)

berkaitan dengan situasi nyata atau kehidupan sehari-hari. Hal ini diperkuat Siswono (2006) bahwa salah satu masalah dalam pembelajaran matematika adalah rendahnya kemampuan siswa dalam memecahkan masalah tidak rutin atau masalah terbuka. Salah satu faktor penyebab rendahnya kemampuan siswa dalam memecahkan masalah adalah dalam merencanakan pemecahan masalah tidak dibahas strategi-strategi yang bervariasi untuk

mendapatkan jawaban masalah. Polya (1973)

menyebutkan bahwa kemampuan memecahkan masalah ada pada ide penyusunan rencana. Sedangkan Orton (1992) menyebutkan bahwa tahap-tahap yang sangat sulit dan rumit adalah tahap dua (membuat rencana pemecahan masalah) dan tahap tiga (melaksanakan rencana). Dari kedua pendapat di atas, jelas bahwa pada saat merencanakan pemecahan masalah perlu dilatihkan kepada siswa berbagai cara yang mungkin untuk mendapatkan jawaban suatu masalah.

Johnson dan Rising (1972) menyebutkan bahwa pemecahan masalah matematika merupakan suatu proses mental yang kompleks yang memerlukan visualisasi, imajinasi, manipulasi, analisis, abstraksi dan penyatuan ide. Pemecahan masalah matematika tidak terlepas dari pengetahuan seseorang akan substansi masalah tersebut. Misalnya bagaimana pemahaman terhadap inti masalah tersebut, prosedur/langkah apa yang digunakan dan aturan/rumus mana yang tepat digunakan dalam pemecahan masalah tersebut. Fokus materi matematika dalam penelitian ini adalah materi matematika SMP kelas VIII semester II (dua), yaitu tentang perbandingan senilai dan perbandingan berbalik nilai. Oleh sebab itu maka masalah dalam penelitian ini berkaitan dengan masalah perbandingan senilai dan perbandingan berbalik nilai.

Dari beberapa uraian di atas dapat dikatakan bahwa pembelajaran pemecahan masalah masih merupakan hal yang dianggap sulit. Hal ini merupakan fenomena yang terjadi di SMPN 5 Kendari. Hal ini dapat diketahui pada saat peneliti melakukan observasi awal di SMPN 5 Kendari pada hari Selasa, tanggal 11 Nopember 2014. Hasil observasi awal menunjukkan bahwa rata-rata nilai ulangan tengah semester siswa kelas VIII-B SMPN 5 Kendari adalah 63,51. Hal ini menunjukkan bahwa siswa masih mengalami kesulitan dalam memecahkan masalah matematika, apalagi

masalah yang ada kaitannya dengan kehidupan sehari-hari siswa. Dari hasil observasi awal juga dapat diketahui bahwa ketika guru mengajar tidak dilatihkan keterampilan memecahkan masalah.

Faktor lain yang menyebabkan siswa masih mengalami kesulitan dalam memecahkan masalah matematika adalah model pembelajaran yang digunakan guru dalam mengajarkan matematika. Pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran dalam kurikulum tahun 2013 adalah pendekatan saintifik. Pendekatan saintifik merupakan pendekatan pembelajaran yang mengadopsi langkah-langkah saintis dalam membangun pengetahuan melalui metode ilmiah. Model pembelajaran yang diperlukan adalah yang memungkinkan membudayanya kecakapan berpikir siswa. Model pembelajaran yang dibutuhkan adalah yang mampu menghasilkan kemampuan untuk belajar, bukan saja diperolehnya sejumlah pengetahuan, keterampilan, dan sikap, tetapi yang lebih penting adalah bagaimana pengetahuan, keterampilan, dan sikap itu diperoleh siswa. Pembelajaran saintifik tidak hanya memandang hasil belajar sebagai muara akhir, namum proses pembelajaran dipandang sangat penting. Oleh karena itu pembelajaran saintifik menekankan pada keterampilan proses.

Pembelajaran saintifik tidak hanya memandang hasil belajar sebagai muara akhir, namum proses pembelajaran dipandang sangat penting. Oleh karena itu pembelajaran saintifik menekankan pada keterampilan proses. Model pembelajaran berbasis peningkatan keterampilan proses sains adalah model pembelajaran yang mengintegrasikan keterampilan proses sains ke dalam sistem penyajian materi secara terpadu. Model ini menekankan pada proses pencarian pengetahuan dari pada transfer pengetahuan, peserta didik dipandang sebagai subjek belajar yang perlu dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran, guru hanyalah seorang fasilitator yang membimbing dan mengkoordinasikan kegiatan belajar. Dalam model ini peserta didik diajak untuk melakukan proses pencarian pengetahuan berkenaan dengan materi pelajaran melalui berbagai aktivitas proses sains sebagaimana dilakukan oleh para ilmuwan (scientist) dalam melakukan penyelidikan ilmiah, dengan demikian peserta didik diarahkan untuk menemukan sendiri berbagai fakta, membangun konsep, dan nilai-nilai baru yang diperlukan untuk kehidupannya. Fokus proses

(5)

pembelajaran diarahkan pada pengembangan keterampilan siswa dalam memproseskan pengetahuan, menemukan dan mengembangkan sendiri fakta, konsep, dan nilai-nilai yang diperlukan.

Para ahli meyakini bahwa melalui pendekatan saintifik, selain dapat menjadikan siswa lebih aktif dalam mengkonstruksi pengetahuan dan keterampilannya, juga dapat mendorong siswa untuk melakukan penyelidikan guna menemukan fakta-fakta dari suatu fenomena atau kejadian. Artinya, dalam proses pembelajaran, siswa dibelajarkan dan dibiasakan untuk menemukan kebenaran ilmiah, bukan diajak untuk beropini dalam melihat suatu fenomen, akan tetapi siswa dilatih untuk mampu berfikir logis, runut dan sistematis.

Penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran menuntut adanya perubahan setting dan bentuk pembelajaran tersendiri yang berbeda dengan pembelajaran konvensional. Beberapa model pembelajaran yang dipandang sejalan dengan prinsip-prinsip pendekatan saintifik, antara lain: (1) Problem Based Learning; (2) Project Based Learning; (3) Inkuiri/Inkuiri Sosial; dan (4) Group Investigation (Kemendikbud, 2013). Model pembelajaran yang dituliskan ini berusaha membelajarkan siswa untuk mengenal masalah, merumuskan masalah, mencari solusi atau

menguji jawaban sementara atas suatu

masalah/pertanyaan dengan melakukan penyelidikan (menemukan fakta-fakta melalui penginderaan), pada akhirnya dapat menarik kesimpulan dan menyajikannya secara lisan maupun tulisan.

Salah satu model pembelajaran yang dapat membantu siswa berlatih memecahkan masalah matematika adalah Model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based-Learning). Model ini merupakan model pembelajaran yang membawa siswa pada masalah autentik (nyata),

sehingga siswa mampu menyusun

pengetahuannya sendiri, menumbuh kembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi dan inquiri, memandirikan siswa, dan meningkatkan kepercayaan dirinya (Kemendikbud, 2013). Model pemebelajaran berbasis masakah juga dapat memberikan pengalaman dan pengetahuan bagi siswa secara langsung melalui apa yang dilakukan sendiri, bukan dari apa yang dia dengar dari orang lain. Pada model ini, peran guru adalah mengajukan pertanyaan, memberikan kenyamanan suasana

berdialog, dan menjadi fasilitator, dimana guru mengajukan masalah yang berupa pertannyaan atau soal memberikan bimbingan pada saat siswa mengerjakan soal yang diberikan serta memberikan suasana belajar yang nyaman pada saat proses pembelajaran berlangsung di kelas. Berdasarkan uraian di atas, peneliti bermaksud untuk melakukan penelitian terhadap pembelajaran matematika dengan judul “Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas VIII-B SMPN 5 Kendari Melalui Model Pembelajaran Berbasis Masalah.

Tan dalam Rusman (2010: 232), pembelajaran berbasis masalah merupakan penggunaan berbagai macam kecerdasan yang diperlukan untuk melakukan konfrontasi terhadap tantangan dunia nyata, kemampuan untuk menghadapi segala sesuatu yang baru dan kompleksitas yang ada. Tan menegaskan bahwa Pembelajaran berbasis masalah merupakan inovasi dalam pembelajaran karena dalam PBM kemampuan berpikir siswa betul-betul di optimalisasikan melalui proses kerja kelompok yang sistematis, sehingga siswa dapat memberdayakan, mengasah, menguji, dan mengembangkan kemampuan berpikirnya secara berkesinambungan, (Rusman, 2010: 229). Hal serupa juga diungkapkan Trianto (2009: 92)

bahwa pembelajaran berdasarkan masalah

merupakan suatu model pembelajaran dimana siswa mengerjakan permasalahan yang autentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri dan keterampilan berpikir tingkat tinggi, mengembangkan kemandirian dan percaya diri. Arends (Yamin, 2011: 146) menyatakan tiga hasil belajar pembelajaran berbasis masalah, yaitu: (1) penyelidikan dan keterampilan melakukan pemecahan masalah, (2) belajar model pendekatan orang dewasa (andragogi), (3) keterampilan belajar mandiri.

Dalam mempelajari matematika, pemahaman konsep matematika sangat penting untuk siswa. Karena konsep matematika yang satu dengan yang lain berkaitan sehingga untuk mempelajarinya harus runtut dan berkesinambungan. Jika siswa telah memahami konsep-konsep matematika maka akan memudahkan siswa dalam mempelajari konsep-konsep matematika berikutnya yang lebih kompleks. Pendekatan saintifik merupakan pendekatan ilmiah yang dianggap sesuai untuk kurikulum 2013 saat ini. Melalui pendekatan

(6)

saintifik/ilmiah, selain dapat menjadikan siswa lebih aktif dalam mengkonstruksi pengetahuan dan keterampilannya, juga dapat mendorong siswa untuk melakukan penyelidikan guna menemukan fakta-fakta dari suatu fenomena atau kejadian. Artinya, dalam proses pembelajaran, siswa dibelajarkan dan dibiasakan untuk menemukan kebenaran ilmiah, bukan diajak untuk beropini dalam melihat suatu fenomena. Siswa dilatih untuk mampu berfikir logis, runut dan sistematis, dengan menggunakan kapasistas berfikir tingkat tinggi.

Pendekatan saintifik menekankan pada proses pencarian pengetahuan dari pada transfer pengetahuan, siswa dipandang sebagai subjek belajar yang perlu dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran, guru hanyalah seorang fasilitator yang membimbing dan mengko-ordinasikan kegiatan belajar. Dalam model ini peserta didik diajak untuk melakukan proses pencarian pengetahuan berkenaan dengan materi pelajaran melalui berbagai aktivitas proses sains sebagaimana dilakukan oleh para ilmuwan (scientist) dalam melakukan penyelidikan ilmiah, dengan demikian siswa diarahkan untuk menemukan sendiri berbagai fakta, membangun konsep, dan nilai-nilai baru yang diperlukan untuk kehidupannya sehingga pembelajaran akan semakin bermakna dalam arti pemahaman siswa akan suatu konsep akan lebih mendalam.

Salah satu model pembelajaran yang dapat membantu siswa berlatih memecahkan masalah matematika adalah Model Pembel-ajaran Bedasarkan Masalah (Problem Based-Learning). Model pemebelajaran berdasarkan masakah juga dapat memberikan pengalaman dan pengetahuan kepada siswa secara langsung melalui apa yang dilakukan sendiri, bukan dari apa yang dia dengar dari orang lain. Pada model ini, peran guru adalah mengajukan pertanyaan, memberikan kenyamanan suasana berdialog, dan menjadi fasilitator, dimana guru mengajukan masalah yang berupa pertannyaan atau soal memberikan bimbingan pada saat siswa mengerjakan soal yang diberikan serta memberikan suasana belajar yang nyaman pada saat proses pembelajaran berlangsung di kelas. Pembelajaran melalui pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu rangkaian kegiatan belajar yang diharapkan dapat memberdayakan siswa untuk menjadi seoarang individu yang mandiri dan mampu menghadapi setiap permasalahan dalam hidupnya di kemudian hari. Selain itu pengajaran berdasarkan masalah juga

diharapkan dapat membantu siswa untuk memproses informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya. Tujuan penelitian ini adalah: untuk meningkatkan kemampuan memecahkan masalah matematika siswa kelas VIII-B SMPN 5 Kendari melalui model pembelajaran berbasis masalah.

Metode

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2015 di kelas VIII-B SMPN 5 Kendari dengan rincian jumlah siswa 35 orang yang terdiri dari 13 orang siswa laki-laki dan 22 orang siswa perempuan. Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang bersifat deskriptif kualitatif. Dalam penelitian ini tidak menggunakan analisis statistika untuk menganalisis data penelitian, akan tetapi analisis dilakukan secara deskriptif kualitatif.

Faktor yang diselidiki yang terkait dengan masalah dalam penelitian ini ada 2 (dua) macam, yaitu: faktor guru, yaitu melihat apakah rencana perbaikan pembelajaran dipersiapkan dengan baik untuk meningkatkan kemampuan memecahkan masalah matematika sesuai dengan pembelajaran berbasis masalah dan factor siswa, yaitu melihat apakah siswa belajar sesuai dengan pembelajaran berbasis masalah dan apakah melalui pembelajaran berbasis masalah, kemampuan siswa dalam meme-cahkan masalah menjadi meningkat.

Penelitian ini dilaksanakan sebanyak 2 (dua) siklus dan setiap siklus terdiri dari 2 (dua) kali pertemuan. Sebelum dilakukan tindakan terlebih dahulu dialakukan tes awal dengan maksud untuk mengetahui kemampuan awal siswa dan akan digunakan sebagai standar untuk mengetahui apakah terjadi peningkatan kemampuan memecahkan masalah pada siklus I dan siklus berikutnya. Adapun tahapan-tahapan pelaksanaan tindakan setiap siklus adalah sebagai berikut: perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi/evaluasi dan refleksi.

Secara rinci, langkah setiap tahapan diuraikan berikut ini.

Data dalam penelitian ini ada dua macam, yaitu data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuanttatif berupa kemampuan pemecahan masalah matematika siswa diambil dengan menggunakan tes hasil belajar, sedangkan data kualitatif berupa data hasil observasi dan data

(7)

hasil refleksi diri masing-masing diambil dengan menggunakan lembar observasi dan jurnal refleksi diri. Indikator kinerja dalam Penelitian Tindakan Kelas ini ada dua macam, yaitu indikator keberhasilan pelaksanaan pembel-ajaran dan indikator kemampuan siswa dalam memecahkan masalah. Secara rinci masing-masing indikator adalah sebagai berikut: (a) suatu pelaksanaan pembelajaran dalam penelitian ini dikatakan berhasil dengan baik apabila minimal 90 % skenario pembelajaran terlaksana dengan baik; (b) kemampuan memecahkan masalah matematika dikatakan berhasil apabila minimal 85 % siswa telah memperoleh nilai minimal 70.

Hasil

Penelitian ini diawali dengan kegiatan observasi awal dan wawancara dengan guru Matematika SMPN 5 Kendari pada hari Selasa, tanggal 11 November 2015 pada semester

genap tahun akademik 2014/2015 yang

bertujuan untuk mengetahui hal-hal apa saja yang menjadi penyebab munculnya masalah dalam proses pembelajaran matematika yang dilaksanakan di kelas. Berdasarkan hasil observasi awal dan wawancara diperoleh informasi bahwa masalah yang dirasakan oleh guru tersebut adalah menunjukkan bahwa siswa masih mengalami kesulitan dalam memecahkan masalah matematika, apalagi masalah yang ada kaitannya dengan kehidupan sehari-hari siswa.

Melalui hasil observasi awal juga dapat diketahui bahwa ketika guru mengajar tidak dilatihkan keterampilan memecahkan masalah. Faktor lain yang menyebabkan siswa masih mengalami kesulitan dalam memecahkan masalah matematika adalah model pembelajaran yang digunakan guru dalam mengajarkan matematika. Hal ini dikarenakan guru dalam melakukan pembelajaran masih didominasi oleh pembelajaran yang bersifat konvensional sehingga pembelajaran masih berpusat pada guru. Masalah ini berdampak pada kurangnya kemampuan pemecahan masalah maatematika siswa.

Berdasarkan masalah tersebut, guru dan peneliti telah sepakat untuk menggunakan model pembelajaran berbasis masalah dalam mengajarkan matematika khususnya materi perbandingan di kelas VIII-B SMPN 5 Kendari dalam rangka mengatasi permasalahan yang

dihadapi. Sebelum memasuki tahap pemberian tindakan, pada hari Selasa, tanggal 28 April 2015 diberikan tes awal untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas VIII B SMPN 5 Kendari. Guru beserta peneliti memberikan tes awal tertulis. Pelaksanaan tes menggunakan 1 jam pelajaran dan berlangsung dengan lancar dan terkendali. Pemberian tes awal ini dimaksudkan untuk mendapatkan nilai awal yang diperlukan dalam pengolahan nilai peningkatan (improvement point) keberhasilan pelaksanaan tindakan. Hasil tes awal menunjukkan bahwa kemampuan memecahkan masalah matematika siswa kelas VIII B SMP Negeri 5 Kendari masih sangat rendah, sebanyak 35 orang siswa kelas VIII-B SMPN 5 Kendari hanya 8 siswa atau 22,9 % siswa yang memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), yaitu 70.

.Selanjutnya penelitian dilakukan

dengan tindakan siklus I yang terdiri dari dua kali pertemuan dan mengikuti empat tahapan kegiatan, yaitu: perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi/evaluasi dan refleksi. Hal-hal yang dilakukan pada tahap perencanaan adalah pembuatan rencana perbaikan pembelajaran (RPP) untuk pertemuan 1 dan pertemuan 2 berdasarkan silabus yang dijadikan acuan penelitian. Selain itu juga membuat lembar observasi untuk pertemuan 1 dan pertemuan 2. Selanjutnya yang dibuat adalah Lembar Kerja Siswa (LKS-01 dan LKS-02), alat evaluasi siklus I dan jurnal refleksi diri.

Pelaksanaan tindakan siklus 1 dilaksanakan dalam dua kali pertemuan. Pertemuan pertama dilaksanakan pada hari Kamis, tanggal 30 April 2015. Kegiatan pendahuluan guru menyampaikan tujuan pembelajaran sesuai yang ada dalam RPP.. Guru tidak memberikan apersepsi dan guru juga tidak memberikan memotivasi. Mengawali kegiatan inti guru menginformasikan kepada siswa bahwa kegiatan selanjutnya adalah belajar dan bekerja dalam kelompok sesuai dengan susunan kelompok yang telah ditentukan. Suasana kelas menjadi agak gaduh ketika siswa mulai menempatkan diri ke dalam kelompoknya. Guru bersama peneliti membantu siswa untuk mengorganisasikan siswa dalam kelompoknya untuk menyelesaikan tugas pemecahan masalah.

Mengawali kegiatan inti guru

menginformasikan kepada siswa bahwa

kegiatan selanjutnya adalah belajar dan

(8)

bekerja dalam kelompok sesuai dengan

susunan kelompok yang telah ditentukan.

Terdapat 7 kelompok di mana setiap

kelompok terdiri dari 5 orang. Guru

menginformasikan posisi kelompok dalam

kelas. Suasana kelas menjadi agak gaduh

ketika siswa mulai menempatkan diri ke

dalam kelompok. Guru bersama peneliti

membantu siswa untuk mengorganisasikan

siswa untuk menyelesaikan tugas

pemecahan masalah. Guru bersama peneliti

membagikan lembar kerja siswa (LKS-01) kepada setiap kelompok, kemudian setiap kelompok dipersilahkan untuk mengamati tugas yang ada dalam LKS-01, yang terkait dengan masalah perbandingan senilai. Guru menjelaskan cara belajar dan bekerja dengan menggunakan LKS. Guru mempersilahkan setiap kelompok untuk mengamati materi dan tugas yang ada dalam LKS-01. Beberapa kelompok menanyakan tugas dalam LKS-01 kepada guru, kemudian guru menjelaskan apa yang ditanyakan dalam LKS-01. Selanjutnya guru memberikan kesempatan kepada setiap kelompok untuk mendiskusikan materi matematika dan tugas yang diberikan dalam LKS-01. Guru berkeliling pada kelompok-kelompok untuk melihat kelompok-kelompok siswa yang mengalami masalah dalam mempelajari materi matematika dan tugas yang diberikan. Pada saat siswa belajar dan bekerja dalam kelompok, siswa mengumpulkan berbagai informasi, kemudian mengolah informasi itu untuk menyelesaikan tugas pemecahan masalah yang terkait dengan perbandingan senilai.

Kegiatan selanjutnya yang dilakukan adalah beberapa kelompok mengkomunikasikan hasil kerja kelompoknya melalui presentasi kelompok dan kelompok lain memberikan tanggapan. Guru membantu setiap kelompok siswa untuk mempersiapkan presesntasi kelompok. Kelihatannya siswa masih takut untuk mengemukakan idenya pada saat dilakukan presentasi kelompok. Kegiatan selanjutnya yang dilakukan adalah guru bersama siswa menyimpulkan hasil pembahasan. Guru bersama siswa tidak melakukan refleksi pada akhir pembelajaran pertemuan pertama ini. Guru juga tidak sempat melakukan evaluasi karena waktu sudah habis dan akan masuk pada pembelajaran mata pelajaran lain berikutnya. Guru hanya memberikan soal untuk dikerjakan

di rumah dan akan dikumpulkan pada pembelajaran berikutnya.

Pertemuan kedua siklus I

dilaksanakan pada hari Selasa, tanggal 12

Mei 2015. Kegiatan pendahuluan diawali

dengan memberi salam dan mempersiapkan

siswa untuk mulai belajar dan mengecek

kehadiran siswa. Pada kegiatan pendahuluan

ini,

guru menyampaikan tujuan

pembelajaran sesuai yang ada dalam RPP.

Hal ini dilakukan agar siswa memiliki

gambaran yang jelas tentang pengetahuan

yang akan diperoleh setelah proses

pembelajaran berlangsung. Selanjutnya guru

memberikan apersepsi, yaitu mengkaitkan

materi yang sudah dipelajari sebelumnya

dengan materi yang akan diajarkan. Pada

pertemuan kedua siklus I ini, guru tidak

memberikan motivasi kepada siswa untuk

terlibat dalam pemecahan masalah.

Kegiatan inti pada pertemuan kedua siklus I, terlebih dahulu guru meng-organisasikan siswa dalam kelompok-kelompok kecil untuk mengerjakan tugas pemecahan masalah yang terkait dengan penerapan konsep perbandingan senilai. Pada saat siswa bergabung dengan teman kelompoknya pada pertemuan kedua siklus I, siswa sudah lebih tertib jika dibandingkan dengan pertemuan sebelumnya. Guru bersama peneliti membagikan Lembar Kerja Siswa (LKS-02) kepada setiap kelompok kemudian setiap kelompok dipersilahkan untuk mengamati tugas yang ada dalam LKS-02, yang terkait dengan masalah penerapan konsep perbandingan senilai. Guru kembali menjelaskan cara belajar dan bekerja dalam kelompok dengan menggunakan LKS.

Guru mempersilahkan setiap kelom-pok untuk mempelajari materi dan tugas yang ada dalam LKS-02.Selanjutnya guru berkeliling untuk melihat kelompok siswa yang mengalami masalah dalam mempelajari materi matematika dan tugas yang diberikan. Pada saat siswa bekerja dalam kelompoknya, guru mendorong setiap kelompok siswa untuk mengumpulkan berbagai informasi terkait dengan tugas pemecahan masalah yang diberikan. Oleh sebab itu, pada saat siswa belajar dan bekerja dalam kelompok, siswa mengumpulkan berbagai informasi, kemudian mengolah informasi itu untuk menyelesaikan tugas pemecahan masalah yang terkait dengan penerapan konsep

(9)

perbandingan senilai, dengan cara menalar setiap informasi yang telah diolah.

Kegiatan selanjutnya adalah mengko-munikasikan hasil kerja setiap kelompok dengan kelompok lain dengan cara mempresentasikan hasil kerja kelompoknya dan kelompok lain memberikan tanggapan. Guru bersama kelompok yang menanggapi memeriksa hasil presentasi atau jawaban yang ditampilkan kelompok yang melakukan presentasi. Pada presentasi kelompok pertemuan kedua ini siswa sudah mulai antusias untuk mengemukakan idenya pada saat presentasi kelompok dilakukan. Selanjutnya kegiatan yang dilakukan adalah guru bersama siswa menyimpulkan hasil pembahasan. Guru tidak melakukan evaluasi dan juga tidak melakukan refleksi pada pertemuan kedua siklus I karena waktu sudah habis. Guru hanya memberikan tugas untuk dikerjakan di rumah dan akan dikumpulkan pada pertemuan berikutnya.

Selanjutnya dilakukan observasi, yang dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan setiap kali pertemuan pada siklus I. Setiap aspek yang diamati disusun mengacu pada RPP dan ditujukan terhadap guru dan siswa kelas VIII-B.SMPN 5 Kendari. Hasil observasi terhadap guru selama 2 pertemuan menunjukkan hal-hal sebagai berikut: (1) pada pertemuan pertama siklus I, guru belum dapat mengorganisasikan siswa dalam kelompok dengan baik sehingga suasana kelas masih kelihatan gaduh. Nanti pada pertemuan kedua siklus I, guru sudah dapat mengorganisasikan dengan baik siswa-siswa dalam kelompok; (2) pada pertemuan pertama siklus I, guru tidak memberikan apersepsi dan motivasi kepada siswa pada saat pembelajaran berlangsung dan tidak melakukan refleksi terhadap pembelajaran yang sudah dilakukan; (3) pada pertemuan kedua siklus I, guru tidak memberikan motivasi dan tidak melakukan refleksi terhadap pembelajaran yang sudah dilakukan.

Hasil observasi terhadap siswa menunjukkan hal-hal sebagai berikut: (1) tidak semua siswa memperhatikan guru dalam penyampaian materi, beberapa siswa melakukan kegiatan seperti bercerita dengan temannya; (2) pada pertemuan setiap siklus yang dilaksanakan dengan pembelajaran kelompok, ada siswa yang tidak berada dalam kelompoknya dan beberapa kelompok tidak semua anggota kelompok yang aktif; (3) siswa tidak antusias untuk mengemukakan kesulitannya dan meminta

bantuan dan bimbingan guru; (4) masih sangat kurang siswa yang berani mengemukakan pendapatnya dalam diskusi kelas, keterbukaan dan keluwesan pembelajaran yang diharapkan belum tampak. Hanya saja, pada pertemuan 2 mulai terlihat semangat dan antusias belajar dari mayoritas siswa di kelas. Hasil observasi yang dilakukan sebanyak dua kali pertemuan pada siklus I yang terkait dengan keterlaksanaan pembelajaran, belum berhasil dengan baik, karena masih ada komponen dalam RPP belum terlaksana secara sempurna, yaitu hanya terlaksana 75 %.

Setelah dilakukan pembelajaran

sebanyak dua kali pertemuan, dilaksanakan evaluasi siklus I pada hari Jumat, 15 Mei 2015. Hasil tes siklus I menunjukkan nilai tes kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada materi perbandingan senilai terdapat 19 orang siswa atau sekitar 54,3 % siswa telah mencapai KKM yang telah ditetapkan sekolah untuk mata pelajaran matematika, yaitu telah memperoleh nilai minimal 70. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada materi perbandingan senilai di kelas VIII-B SMPN 5 Kendari sudah meningkat dibandingkan hasil tes awal, namun belum memenuhi indikator kinerja yang telah ditetapkan.

Berdasarkan hasil observasi dan evaluasi, pelaksanaan tindakan siklus I menunjukkan bahwa indikator kinerja yang telah ditetapkan belum tercapai, baik keterlaksanaan pembelajaran maupun dari segi kemampuan pemecahan masalah matematika

siswa. Hal ini dapat dikatakan bahwa

pelaksanaan tindakan siklus I belum mencapai keberhasilan, Oleh karena itu peneliti bersama guru secara bersama-sama mendiskusikan kekurangan-kerungan yang terdapat pada pelaksanaan tindakan siklus I untuk kemudian diperbaiki dan dilaksanakan pada tindakan siklus II.

Sesuai dengan pelaksanaan pem-belajaran yang dilakukan, kendala umum yang dihadapi adalah guru masih belum optimal dalam meningkatkan perhatian siswa pada proses pembelajaran. Kemudian guru belum dapat mengorganisasikan waktu sebaik mungkin, sehingga mengakibatkan masih ada komponen-komponen pembelajaran tidak terlaksana. Selain itu banyak siswa yang tidak fokus dalam pembelajaran, tidak berani mengemukakan idenya pada saat bekerja dalam

(10)

kelompok dan pada saat dilakukan presesntasi kelompok. Mengingat masih banyaknya kelemahan yang terjadi pada pelaksanaan tindakan dan peningkatan jumlah siswa yang belum memenuhi indikator kinerja yang telah ditetapkan, maka penelitian dilanjutkan pada siklus II. Kelemahan-kelemahan yang terjadi pada siklus I diperbaiki pada perencanaan tindakan siklus II.

Sama halnya dengan tindakan siklus I, pada tindakan siklus II diawali dengan kegiatan perencanaan. Berdasarkan hasil observasi, evaluasi dan refleksi pada tindakan siklus I, maka peneliti bersama guru merencanakan tindakan siklus II. Hal-hal yang harus diperbaiki oleh guru pada pelaksanaan tindakan siklus II di antaranya adalah sebagai berikut: (1) guru belum mampu mengorganisasikan waktu dengan baik seperti yang direncanakan pada skenario pembelajaran; (2) guru sebaiknya harus lebih banyak lagi memberikan motivasi dalam hal memahami tugas pemecahan masalah dan guru harus lebih memberikan bimbingan kepada siswa baik secara perorangan maupun kelompok dalam proses pembelajaran dengan pembelajaran berbasis masalah.

Seperti pada perencanaan siklus I, pada perencanaan siklus II ini, guru dan peneliti membuat Rencana Perbaikan Pembelajaran (RPP) untuk dua kali pertemuan. Hal lain yang direncanakan adalah membuat lembar observasi untuk dua kali pertemuan. Lembar observasi yang dibuat untuk siklus II berdasarkan RPP yang dibuat untuk siklus II. Kegiatan selanjutnya yang dibuat adalah LKS-03 dan LKS-04, yaitu LKS untuk pertemuan pertama dan pertemuan kkedua siklus II. Selanjutnya dibuat alat evaluasi siklus II dan jurnal refleksi diri untuk siklus II.

Pelaksanaan tindakan siklus II terdiri dari dua kali pertemuan. Pertemuan pertama siklus II dilaksanakan pada hari Selasa, tangal 18 Mei 2015. Kegiatan pendahuluan diawali

dengan guru menyampaikan tujuan

pembelajaran. Guru memberikan apersepsi dan guru member motivasi. Mengawali kegiatan inti guru menginformasikan kepada siswa bahwa kegiatan selanjutnya adalah belajar dan bekerja dalam kelompok sesuai dengan susunan kelompok yang telah ditentukan. Suasana kelas menjadi lebih aman dan tenang ketika siswa mulai menempatkan diri ke dalam kelompok.

Guru bersama peneliti membagikan lembar kerja siswa (LKS-03) kepada setiap

kelompok, kemudian setiap kelompok diper-silahkan untuk mengamati tugas yang ada dalam LKS-03, yang terkait dengan masalah perbandingan berbalik nilai. Selanjutnya guru memberikan kesempatan kepada setiap kelompok untuk mendiskusikan materi matematika dan tugas tentang perbandingan berbalik nilai yang diberikan dalam LKS-03. Guru memotivasi setiap kelompok siswa untuk mengumpulkan informasi untuk memecahkan masalah yang terkait dengan perbandingan berbalik nilai. Guru berkeliling pada kelompok-kelompok untuk melihat kelompok-kelompok siswa yang mengalami masalah dalam mempelajari materi matematika dan tugas yang diberikan. Pada saat siswa belajar dan bekerja dalam kelompok, siswa mengumpulkan berbagai informasi, kemudian mengolah informasi itu untuk menyelesaikan tugas pemecahan masalah yang terkait dengan perbandingan berbalik nilai.

Kegiatan selanjutnya yang dilakukan adalah beberapa kelompok mengkomunikasikan hasil kerja kelompoknya melalui presentasi kelompok dan kelompok lain memberikan tanggapan. Guru bersama kelompok yang menanggapi memeriksa hasil presentasi atau jawaban yang ditampilkan kelompok yang melakukan presentasi. Pada pertemuan pertama siklus II siswa sudah terlihat lebih antusias untuk mengemukakan idenya pada saat dilakukan presentasi kelompok. Hal ini ditunjukkan adanya siswa yang banyak angka tangan untu menjawab pertanyaan yang diajukan guru.

Kegiatan selanjutnya yang dilakukan adalah guru bersama siswa menyimpulkan hasil pembahasan. Guru bersama siswa melakukan refleksi mengenai pembelajaran yang telah berlangsung, yaitu berkaitan dengan kekurangan-kekurangan yang terjadi pada saat dilakukan pembelajaran. Guru melakukan evaluasi dengan cara memberikan pertanyaan-pertanyaan secara lisan kepada beberapa orang siswa. Selanjutnya guru memberikan soal untuk dikerjakan di rumah sebagai latihan.

Pertemuan kedua siklus II dilaksanakan pada hari Kamis, tanggal 21 Mei 2015. Kegiatan pendahuluan diawali dengan memberi salam dan mempersiapkan siswa untuk mulai belajar dan mengecek kehadiran siswa. Pada kegiatan pendahuluan guru menyampaikan tujuan pembelajaran sesuai yang ada dalam RPP. Selanjutnya guru memberikan apersepsi, yaitu mengkaitkan materi yang sudah dipelajari

(11)

sebelumnya dengan materi yang akan diajarkan, yaitu penerapan konsep perbandingan berbalik nilai. Selanjutnya memberikan motivasi kepada siswa untuk terlibat dalam pemecahan masalah. Kegiatan inti pada pertemuan kedua siklus II, terlebih dahulu guru mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok kecil untuk mengerjakan tugas pemecahan masalah yang terkait dengan penerapan konsep perbandingan berbalik nilai. Selanjutnya siswa bergabung dengan teman kelompoknya seperti kelompok sebelumnya. Pada saat siswa bergabung dengan teman kelompoknya pada pertemuan kedua siklus II, siswa sudah sangat tertib, karena siswa sudah mulai terbiasa dengan pembelajaran kelompok.

Guru bersama peneliti membagikan LKS-04 kepada setiap kelompok dan setiap kelompok dipersilahkan untuk mengamati tugas yang ada dalam LKS-04, yang terkait dengan masalah penerapan konsep perbandingan berbalik nilai. Selanjutnya guru memberikan kesempatan kepada setiap kelompok untuk mendiskusikan materi matematika dan tugas yang diberikan dalam LKS-04. Guru melihat kelompok siswa yang mengalami masalah dalam mempelajari materi matematika dan tugas yang diberikan. Pada saat siswa bekerja dalam kelompoknya, guru memotivasi setiap kelompok siswa untuk mengumpulkan berbagai informasi terkait dengan tugas pemecahan masalah yang diberikan, yaitu tentang penerapan konsep perbandingan berbalik nilai. Pada saat siswa belajar dan bekerja dalam kelompok, siswa mengumpulkan berbagai informasi terkait dengan penerapan konsep perbandingan berbalik nilai, kemudian mengolah informasi itu untuk menyelesaikan tugas pemecahan masalah yang diberikan, dengan cara menalar setiap informasi yang telah diolah.

Guru membantu setiap kelompok siswa untuk merencanakan dan mempersiapkan presentasi kelompok. Kegiatan selanjutnya adalah mengkomunikasikan hasil kerja setiap kelompok dengan kelompok lain dengan cara mempresentasikan hasil kerja kelompoknya dan kelompok lain memberikan tanggapan. Kelompok yang melakukan presentasi pertama pada pertemuan kedua siklus II adalah kelompok VII untuk menjawab masalah 1 dalam LKS-04. Guru bersama kelompok yang menanggapi memeriksa hasil presentasi atau jawaban yang ditampilkan kelompok VII, dan ternyata jawaban kelompok VII sudah benar.

Selanjutnya kelompok I mendapat kesempatan melakukan presentasi kelompok untuk menjawab masalah 2 dalam LKS-04 dan kelompok lain memberikan tanggapan. Guru dan kelompok yang menanggapi memeriksa jawaban kelompok I dan ternyata jawaban kelompok I terhadap masalah 2 dalam LKS-04 sudah benar. Selanjutnya guru mengumpulkan jawaban dari LKS-04 dari masing-masing kelompok, Pada presentasi kelompok pertemuan kedua siklus II siswa sangat antusias untuk mengemukakan idenya pada saat presentasi kelompok dilakukan. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya siswa yang angkat tangan untuk menjawab pertanyaan guru.

Guru bersama kelompok yang menanggapi memeriksa hasil presentasi atau jawaban yang ditampilkan kelompok yang melakukan presentasi. Pada presentasi kelompok pertemuan kedua siklus II siswa sangat antusias untuk mengemukakan idenya pada saat presentasi kelompok dilakukan. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya siswa yang menyatakan idenya. Selanjutnya kegiatan yang dilakukan adalah guru bersama siswa menyimpulkan hasil pembahasan. Guru melakukan evaluasi dengan cara memberikan pertanyaan secara lisan kepada beberapa orang siswa. Guru bersama siswa mengadakan refleksi terhadap pembelajaran yang telah dilaksanakan, misalnya mengenai cepat atau lambatnya guru memberikan penjelasan, tingkat kesulitan materi LKS, antusias siswa. Guru juga memberikan tugas kepada siswa untuk dikerjakan di rumah dan akan dibahas pada pertemuan berikutnya.

Selanjutnya dilakukan observasi yang pelaksanaannya bersamaan dengan pelaksanaan tindakan pada masing-masing pertemuan siklus II. Hasil observasi terhadap guru selama 2 pertemuan pada siklus II menunjukkan hal-hal sebagai berikut: (1) pada pertemuan pertama siklus II, guru sudah dapat mengorganisasikan siswa dalam kelompok dengan baik sehingga suasana kelas menjadi lebih aman dan tertib, tidak ada lagi siswa yang tidak berada dalam

kelompoknya dan demikian juga pada

pertemuan kedua siklus II, pengelompokkan siswa sudah lebih baik dari yang sebelumnya; (2) pada pertemuan pertama dan pertemuan kedua siklus II, guru sudah memberikan apersepsi dan motivasi kepada siswa pada saat pembelajaran berlangsung serta sudah melaukan refleksi tentang pembelajaran yang telah berlangsung.

(12)

Hasil observasi terhadap siswa menunjukkan hal-hal sebagai berikut: (1) sudah semua siswa memperhatikan guru dalam penyampaian materi, dan tidak ada lagi siswa melakukan kegiatan lain yang di luar pembelajaran; (2) setiap pertemuan pada siklus II semua siswa sudah berada dalam kelompoknya dan semua siswa di setiap kelompok aktif melalukan kegiatan diskusi kelompok menyelesaikan tugas yang diberikan dalam LKS; (3) siswa sudah lebih antusias untuk mengemukakan idenya, baik pada saat bdiskusi maupun pada saat presentasi kelompok. Hasil observasi yang dilakukan sebanyak dua kali pertemuan pada siklus II yang terkait dengan keterlaksanaan pembelajaran, sudah dikatakan berhasil, karena semua komponen dalam RPP sudah terlaksana 100 %.

Setelah dilakukan pembelajaran

sebanyak dua kali pertemuan, dilaksanakan evaluasi siklus II pada hari Sabtu, 23 Mei 2015. Hasil tes siklus II menunjukkan rata-rata nilai tes kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada materi perbandingan senilai yaitu 72,08 dimana 31 orang siswa atau sekitar 88,6 % siswa telah mencapai KKM yang telah ditetapkan, yaitu minimal 70. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada materi perbandingan berbalik nilai di kelas VIII-B SMPN 5 Kendari sudah meningkat dibandingkan hasil tes siklus I. .

Berdasarkan hasil observasi dan evaluasi, pelaksanaan tindakan siklus II menunjukkan bahwa indikator kinerja yang telah ditetapkan, baik keterlaksanaan pembelajaran maupun kemampuan pemecahan masalah matematika sudah tercapai. Hal ini dapat dikatakan bahwa pelaksanaan tindakan siklus II sudah mencapai keberhasilan, Oleh karena itu peneliti bersama guru secara bersama-sama menyepakati bahwa penelitian dihentikan pada siklus II.

Pembahasan

Berdasarkan hasil analisis data dalam penelitian ini, penelitian berlangsung sampai dengan siklus II. Pada siklus II, indikator yang ditetapkan sudah tercapai, baik itu yang terkait dengan keterlaksanaan pembelajaran maupun yang terkait dengan kemampuan pemecahan masalah matematika. Pada siklus I, penelitian ini belum mencapai indikator kinerja yang telah

ditetapkan. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor, yaitu faktor guru dan faktor siswa. Faktor guru, misalnya masalah pengelolaan waktu, masalah cara mengorganisasikan siswa dalam kelompok, cara membimbing siswa dalam kelompok. Terkait dengan masalah waktu, guru belum dapat mengorganisasikan waktu dengan baik, sehingga masih ada komponen pembelajaran dalam RPP tidak terlaksana, misalnya mengadakan refleksi setelah akhir pembelajaran, mengevaluasi hasil pembelajaran.

Masalah pengorganisasian siswa dalam kelompok, guru belum dapat mengatur kelompok dengan baik, sehingga suasana kelas masih agak gaduh, masih ada siswa yang tidak berada dalam kelompoknya, masih ada siswa yang tidak aktif membahas tugas dengan teman kelompoknya. Hal ini disebabkan kurangnya sosialisasi sebelum pembelajaran ini diterapkan. Semestinya dalam menerapkan suatu inovasi dalam pembelajaran harus dilakukan sosialisasi dengan baik agar pelaksanaan pembelajaran yang diterapkan dapat berjalan dengan baik dan lancar.

Masalah pembimbingan siswa dalam kelompok, juga sebenarnya terkait dengan pengorganisasian siswa dalam kelompok, karena tidak mungkin dilakukan pembimbingan siswa dengan baik dalam kelompok kalau kelompoknya sendiri belum tertib. Pembimbingan siswa dalam kelompok harus dilakukan dengan baik karena untuk siswa-siswa yang kemampuannya rendah, bisa jadi tidak semua hal yang ada dalam tugas kelompok dapat dibimbing oleh teman kelompoknya. Jika terjadi hal seperti ini, maka peran guru dalam melakukan bimbingan kelompok sangat dibutuhkan siswa untuk memahami konsep matematika yang diajarkan.

Faktor siswa, utamanya terkait dengan kebiasaan siswa untuk mengikuti rangkaian kegiatan pembelajaran tertentu dan faktor kemampuan siswa itu sendiri. Untuk itu juga perlu sosialisasi penerapan inovasi pembelajaran tertentu kepada siswa, misalnya dalam mengikuti pembelajaran berbasis masalah yang diseting kooperatif dan berbasis saintifik, siswa harus diperkenalkan dengan baik pembelajaran itu agar ketika pembelajaran itu dilaksanakan dapat berjalan dengan baik. Dalam hal mengorganisasikan siswa dalam kelompok-kelompok kecil, siswa harus dilatih agar tidak terjadi kegaduhan dalam kelas. Kemampuan siswa yang rendah sangat membutuhkan

(13)

bimbingan guru secara intensif untuk memahami konsep matematika yang diajarkan dan memahami tugas yang diberikan.

Siswa harus selalu dibiasakan untuk dilatihkan soal-soal matematika yang dikemas dalam bentuk pemecahan masalah matematika. Jika siswa sering dilatihkan soal-soal pemecahan masalah matematika, maka sangat memungkinkan siswa untuk dapat berpikir tingkat tinggi, karena memecahkan masalah adalah melatikan seseorang untuk berpikir tingkat tinggi. Selain itu juga siswa akan mengetahui bahwa matematika banyak terapannya dalam kehidupan sehari-hari siswa. Seperti dijelaskan pada bagian pendahuluan bahwa pendekatan pemecahan masalah dilaksanakan untuk memberikan bekal yang cukup kepada siswa agar memiliki kemampuan memecahkan berbagai bentuk masalah matematika. Selain itu juga akan berguna untuk memperoleh pengetahuan dan pembentukan cara berpikir serta bersikap dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Berdasarkan hal ini maka pemecahan masalah sangat penting untuk diberikan dalam pembelajaran matematika.

Penelitian ini memiliki kelemahan, utamanya dari segi hasil penelitian tidak dapat digeneralisasikan pada kelas lain, akan tetapi dapat dijadikan contoh menyelesaikan masalah pembelajaran yang memiliki masalah yang sama dengan kelas yang diteliti. Kelemahan lain adalah pelaksanaan pembelajaran yang diterapkan masih banyak hal yang belum berjalan dengan baik sesuai skenario pembelajaran. Hal ini juga guru perlu latihan dalam melakukan penelitian tindakan kelas, yaitu menerapkan berbagai inovasi dalam pembelajaran. Penelitian tindakan kelas harus dilakukan secara kontinu agar memberikan manfaat kepada guru dan siswa.

Simpulan dan Saran Simpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa melalui model pembelajaran berbasis masalah terjadi adanya peningkatan, baik dari segi keterlaksanaan pembelajaran maupun dari segi kemampuan pemecahan masalah. Dari segi keterlaksanaan pembelajaran, yaitu pada siklus I pembelajaran terlaksana 75 % meningkat pada siklus II sudah terlaksana 100 %. Dari segi

kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas VIII-B SMPN 5 Kendari meningkat dari hasil tes awal, yaitu dari 35 orang siswa kelas VIII-B SMPN 5 Kendari hanya 8 orang atau 22,9 % siswa yang telah mencapai KKM meningkat pada hasil tes siklus I menjadi 19 orang siswa atau 54,3 % siswa yang telah mencapai KKM dan meningkat lagi pada siklus II menjadi 31 orang siswa atau 88,6 % siswa yang telah mencapai KKM.

Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka dapat diberikan beberapa saran sebagai berikut:

1. Karena model pembelajaran berbasis

masalah dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa, maka model pembelajaran berbasis masalah dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif model pembelajaran yang dapat digunakan untum mengajarkan matematika, khususnya pembelajaran pemecahan masalah matematika.

2. Agar model pembelajaran berbasis masalah

dapat terlaksana dengan baik, maka sebelum model ini diterapkan terlebih dahulu harus dilakukan sosialisasi dengan baik agar pelaksanaannya dapat berjalan dengan baik; (3) sebaiknya guru melakukan penelitian tindakan kelas secara kontinu, yaitu menerapkan model pembelajaran lain juga yang sesuai dalam mengajarkan pemecahan masalah matematika agar diperoleh manfaat yang berkesinambungan.

Daftar Pustaka

Butts, Thomas. (1980). Posing Problem

Property, Problem Solving in School Mathematics, Reston, NCTM.

Cooney, T. J., Davis, E. J, Henderson, K. B. (1975). Dynamics of Teaching Secon- dary School Mathematics, Boston, Houghton Mifllin Company.

Gama, C. A. (2004). Integrating Metacognition Instruction in Interactive Learning Environment, D. Phil Dissertation, University of Sussex.

Jonassen, D. H. (2004). Learning to Solve Problems and Instructional Design

(14)

Guide, San Francisco, C. A. Pffeifer.

Johnson & Rising. (1972). Guidelines for Teaching Mathematics. Boston, Wadsworth Publishing Company.

Kemdikbud. (2013). Pendekatan Scientific

(Ilmiah) dalam Pembelajaran . Jakarta: Pusbangprodik.

Kirkley, J. (2003). Principle for Teaching Problem Solving, Technical Paper, Plato

Learning Inc.

Orton, Anthony. (1992). Learning Mathematics, Issues, Theory and Classroom

Practise. Second Edition. Geat Britain, Printed and Bound by Dotesios Ltd. Trowbrigde, Wilts. Polya, G. (1973). How To Solve It, Second

Edition, New Yersey, Princeton University Press.

Rodney, L. C., Brigitte, G. V., & Barry, N. B. (2001). An Assessment Model for a Design Approach to Technological Problem SAolving, Journal Technology an Education, Vol 12, No. 12.

Rusman. (2010). Model-Model Pembelajaran,

Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Siswono, Tatag Yuli Eko. (2006). Desain Tugas untuk Mengidentifikasi

Kemampuan

Berpikir Kreatif dalam Matematika, Pancaran Pendidikan Tahun XIX No. 6 April 2006, Jember, FKIP Universitas Jember.

Solso, Robert L.(1991), Kognitive Psychology,

Allyn and Bacon. University of Nevada.

Stanic, G & Kilpatrick, J. (1988). Historical Perspectives on Problem Solving in The Mathematics Curriculum, In R. I. Charles & E. A Silver (Eds), The Teaching and Assesing of Mathematical Problem Solving, Reston, NCTM.

Sudia, Muhammad, (2013), Profil Metakognisi Siswa SMP yang Bergaya Kognitif

Impulsif-Reflektif dalam Memecahkan Masalah Terbuka

Ditinjau dari Perbedaan Gender (Disertasi), PPS Unesa, Surabaya.

Suherman, Erman. (2003). Strategi Pengajaran

Matematika Kontemporer. Bandung: JICA

Trianto, (2009). Mendesain Model

Pembelajaran Inovatif Progresif. Jakarta . Kencana Prenada Media Group.

Yamin, Martinis. (2011). Paradigma Baru

Pembelajaran. Jakarta: Gaung Persada Press.

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Konsentrasi nitrat di

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan majalah dinding mengenai Informasi keselamatan kerja di majalah dinding PT Media Karya Sentosa untuk teliti, yaitu

Peningkatan Kemampuan Menggunakan Huruf Kapital dalam Menulis Karangan Deskripsi dengan Metode Drill pada Siswa Kelas IV SD Kanisius Sorowajan Yogyakarta Tahun Ajaran

Diglosia tidak hanya menunjuk pada masyarakat yang bermacam- macam dalam mempergunakan bahasa dalam kehidupan sehari-hari dan bahasa kuno, namun juga masyarakat yang menggunakan

Karbohidrat terhadap Jumlah Neutrofil dan Interleukin 6 (IL-6) pada Tikus Wistar Jantan untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain, yaitu Digital

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

Secara sistemik, pendidikan pembangunan berkelanjutan untuk pengembangan kompetensi kewarganegaraan dalam pembelajaran PKn mampu mengembangkan pengetahuan yang