• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN TERJADINYA HUJAN ES DENGAN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT DAN RADAR (Studi Kasus Bali Tanggal 16 Desember 2010 dan Jakarta 22 April 2014)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN TERJADINYA HUJAN ES DENGAN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT DAN RADAR (Studi Kasus Bali Tanggal 16 Desember 2010 dan Jakarta 22 April 2014)"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1 KAJIAN TERJADINYA HUJAN ES DENGAN MENGGUNAKAN

CITRA SATELIT DAN RADAR

(Studi Kasus Bali Tanggal 16 Desember 2010 dan Jakarta 22 April 2014)

Isnisa Citra Fiary

Taruna Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Email : isnisafiary@gmail.com

ABSTRAK

Berdasarkan standar operasional pelaksanaan peringatan dini cuaca ekstrim Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, hujan es termasuk fenomena yang wajib diinformasikan dalam peringatan dini cuaca ekstrim. Pada tanggal 16 Desember 2010, telah terjadi hujan es di wilayah Denpasar bali pada pukul 08.00 UTC. Pada waktu yang berbeda, juga terjadi kejadian yang sama yaitu hujan es di wilayah Jakarta pada tanggal 22 April 2014 pukul 09.00 UTC. Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah dengan melakukan penelitian menggunakan Citra Satelit dan Radar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada saat kejadian hujan es baik di wilayah Denpasar maupun Jakarta, terjadi penurunan suhu puncak awan yang sangat signifikan melalui pengamatan Citra Satelit. Sedangkan dengan pengamatan Radar diketahui bahwa terdapat nilai reflektivitas maksimum yang tinggi pada awan Cumulonimbus serta jarak yang sangat rendah dari permukaan. Kondisi ini menunjukkan adanya potensi cuaca buruk yang dapat menimbulkan hujan es di wilayah Denpasar dan Jakarta.

Kata Kunci : Peringatan Dini, Cuaca Ekstrim, Hujan Es, Citra Satelit, Radar.

ABSTRACT

Based on operational standards implementing early warning of extreme weather Meteorology and Geophysics, hail, including phenomena that must be informed in early warning of extreme weather. On December 16, 2010, there have been hail in Denpasar Bali at 08.00 UTC. At different times, also happened the same event, namely hail in Jakarta on 22 April 2014 at 09:00 UTC. The method used in this study is by using satellite imagery and Radar. The results showed that at the time of the incident hail both in Denpasar and Jakarta, the temperature of the cloud tops are decrease very significant through observation satellite imagery. Radar observations showed that there is a high value of the maximum reflectivity in the clouds Cumulonimbus and the distance from the surface are very low. These conditions indicate the potential for bad weather that can cause hail in Denpasar and Jakarta.

(2)

2 I. PENDAHULUAN

Wilayah Indonesia terdiri atas lautan dan daratan dengan luas lautan yang lebih besar daripada daratan sehingga Indonesia kaya akan uap air dan memiliki kelembaban yang tinggi, sehingga mudah timbul awan-awan konvektif penyebab terjadinya hujan yang diakibatkan oleh adanya proses konveksi atau adveksi. Sebagai salah satu negara yang berada didaerah tropis, Indonesia berpotensi mengalami cuaca ekstrim yang merupakan kejadian transien (sesaat) pada berbagai skala gangguan (Handayani, 2010).

Definisi cuaca ekstrim menurut Standar Operasional Pelaksanaan Peringatan Dini Nomor Kep. 009 Tahun 2010, cuaca ekstrim merupakan kejadian Cuaca yang tidak Normal, tidak lazim yang dapat mengakibatkan kerugian terutama Keselamatan jiwa dan harta. Jenis cuaca ekstrim menurut SOP tersebut diantara nya yaitu hujan lebat, angin kencang, hujan es, dll. Salah satu kejadian cuaca ekstrim seperti hujan es dapat mengakibatkan kerusakan-kerusakan dalam beberapa aspek. Hujan es bisa menyebabkan kerusakan serius, khususnya untuk dunia otomotif, penerbangan, perumahan, peternakan, dan banyak lainnya. Hujan es juga merupakan salah satu bencana badai yang cukup penting dalam dunia penerbangan.

Hail berkaitan dengan awan cummulonimbus, biasanya disertai dengan angin kencang (gust) dan terkadang berupa angin putting beliung yang memiliki ordo kejadian yang sangat singkat. Pertumbuhan hail terjadi di dalam awan cumulonimbus

bersel tunggal (single cell) maupun ganda (supercell) yang berada dekat dengan permukaan bumi. Hail yang tumbuh dari awan multi sel dapat memiliki luasan area horizontal antara 3-5 km dengan kejadian singkat berkisar antara 3-5 menit (Zakir, 2009). Fenomena ini biasanya terjadi pada saat musim peralihan atau pada saat cuaca di musim hujan yang hujannya masih banyak terjadi pada siang atau malam hari.

II. DATA DAN METODE 2.1 Lokasi Penelitian

Penulis memilih wilayah Denpasar dan Jakarta sebagai daerah penelitian. Dimana data radar meteorologi untuk wilayah Denpasar ditempatkan di Balai III Denpasar yang mencakup hampir keseluruhan wilayah Denpasar hingga sebagian Jawa Timur. Dan untuk wilayah Jakarta data radarnya berlokasi pada Stasiun Meteorologi Cengkareng. Waktu penelitian yang digunakan adalah tanggal 16 Desember 2010 untuk wilayah Denpasar dan tanggal 24 april 2014 untuk wilayah Jakarta. Dimana pada saat dua waktu itu terjadi kejadian hujan disertai es di kedua wilayah tersebut.

(3)

3 Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah:

 Data MT-SAT ( Multi – Functional Transport Satelitte )

Data MT–SAT diperoleh dari sub bidang pengelolaan citra satelit Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Data tersebut merupakan data MT- SAT untuk tanggal 16 Desember 2010 (Denpasar) dan tanggal 22 April 2014 (Jakarta).

 Data Radar (RADIO DETECTION AND RANGING)

Data Radar yang dimaksud adalah raw data dari radar type DWSR 2501C dengan merek EEC Amerika, yang bermagnetron 250 kW. Pada wilayah Denpasar yang digunakan adalah pada tanggal 16 Desember 2010 dan Pada wilayah Jakarta yang digunakan adalah pada tanggal 24 April 2014.  Data Radio Sonde

Data pengamatan udara atas radio sonde diperoleh dari Stasiun Meteorologi Ngurah-rai Denpasar pada tanggal 16 Desember 2010 untuk wilayah Denpasar dan dari Stasiun Meteorologi Cengkareng tanggal 22 April 2014 untuk wilayah Jakarta.

 Data Synop Udara Permukaan

Data synop udara Permukaan yang dipakai adalah data suhu udara dan tekanan udara permukaan yang diperoleh dari masing-masing stasiun. Untuk wilayah Denpasar dari Stasiun Meteorologi Ngurah-rai pada tanggal 16 Desember 2010 dan untuk wilayah Jakarta memperoleh data dari Stasiun Meteorologi Cengkareng tanggal 22 April 2014.

2.3 Metode Pengolahan Data

Untuk penelitian ini, Penulis melakukan pengolahan data baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Proses awal penelitian ini adalah pengumpulan semua bahan dimulai dari Data Synop Udara Permukaan, data Radiosonde, data Satelit MT-SAT dan data Radar yang berupa raw data. Data MT-SAT yang telah diperoleh, diolah dengan SATAID melalui program GMSLPW. Output yang telah dihasilkan kemudian di interpretasikan dan dianalisis terkait dengan kejadian Cuaca Ekstrim yang terjadi. Adapun output yang dipilih untuk diinterpretasi dan dianalisis adalah Suhu puncak awan.

Dan untuk Radar, data yang dikumpulkan berupa data mentahan data (rawdata) yang kemudian akan diolah menggunakan aplikasi Edge software, sehingga menghasilkan peta berupa image. Aplikasi ini digunakan secara khusus untuk mengolah rawdata radar type EEC di wilayah Denpasar dan Jakarta. Produk yang digunakan adalah CMAX dan VCUT.

(4)

4 III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil Olahan Data MT-SAT

3.1.1 Suhu Puncak Awan Denpasar 16 Desember 2010

Gambar 1. Grafik Suhu Puncak Awan Denpasar 16 Desember 2010

Gambar diatas merupakan hasil olahan suhu puncak awan dengan menggunakan SATAID untuk wilayah Denpasar tanggal 16 desember 2010 pada saat sebelum, sesaat dan sesudah kejadian hujan es. Pada pukul 07.00 UTC telah terjadi indikasi hujan es dengan suhu puncak awan sebesar -46.8°C dimana pada pukul ini telah terjadi hujan deras. Kemudian diikuti dengan semakin menurunnya suhu puncak awan pada pukul 08.00 UTC hingga pukul 09.00 UTC suhu puncak awan CB kembali meningkat menjadi -53.5°C yang menandakan bahwa hujan es telah berakhir namun masih terjadi hujan deras disertai dengan angin kencang yang melanda wilayah denpasar.Suhu puncak awan yang semakin rendah biasanya akan menghasilkan hujan yang sangat deras karena ketebalan awan tersebut akan sangat tinggi pula.

3.1.2 Suhu Puncak Awan Jakarta 22 April 2014

(5)

5 Untuk wilayah Jakarta pada tanggal 22 April 2014 suhu puncak awan terendah terjadi pada pukul 09.00 UTC dengan suhu sebesar – 60.0 °C dimana pada kondisi ini terjadi penurunan suhu yang sangat signifikan. Pada pukul 07.00 UTC suhu puncak awan terdeteksi sebesar 0.8°C yang masih merupakan awan panas. Kemudian suhu puncak awan menurun pada pukul 08.00 UTC dengan suhu sebesar -5.0 °C hingga pada puncaknya terjadi pada pukul 09.00 UTC dengan suhu puncak awan sebesar -60.0 °C dengan indikasi telah terjadi perubahan dari awan panas ke awan dingin yang menyebabkan terjadinya hujan es. Sehingga dapat diketahui bahwa pada saat kejadian hujan es terdapat adanya awan konvektif.

3.2 HASIL ANALISA CITRA RADAR 3.2.1Denpasar 16 Desember 2010

Gambar 3. Gambar Produk Cmax dan Produk Vcut

Pada pukul 08.00 UTC supercell cumulonimbus yang terdapat di wilayah Denpasar membesar diimbangi dengan adanya peningkatan nilai reflektivitas maksimun yaitu sebesar 68,5 dBz. Pada pukul inilah terjadi hujan es yang terus berlangsung hingga pukul 08.10 UTC. Berdasarkan gambar olahan dari produk VCUT (vertical crosssection), jika dilihat dari profil vertikalnya nilai reflektivitas maksimum yang terdeteksi pada radar terletak pada ketinggian 1.9 km dari permukaan. Rendahnya nilai reflektivitas maksimum yang hampir mencapai permukaan bumi, mengindikasikan akan adanya kejadian cuaca buruk khususnya dalam kasus ini adalah hujan es (hail) pada wilayah Denpasar.

(6)

6 Gambar 4. Grafik Echo Radar (dBz)

Didukung dengan grafik echo radar yang memperlihatkan bahwa pada telah terjadi peningkatan echo radar yang sangat signifikan dari pukul 07.20 UTC dengan nilai echo sebesar 8 dBz yang kemudian meningkat secara signifikan hingga nilai tertinggi yang terjadi pada pukul 08.00 UTC yaitu pada saat terjadinya hujan es dengan nilai echo yang hampir mencapai 70 dBz. kemudian nilai echo kembali menurun secara perlahan yang menandakan bahwa kejadian hujan es telah berakhir.

3.2.2 Jakarta 22 April 2014

Gambar 5. Gambar Produk Cmax dan Produk Vcut

Untuk wilayah Jakarta, hujan es terjadi hanya berkisar 10 menit yaitu pada pukul 09.00 UTC hingga pukul 09.10 UTC khususnya di wilayah Jakarta barat. Berdasarkan produk Cmax olahan Edge software, terlihat bahwa pada pukul 07.20 UTC diwilayah Jakarta timur terdeteksi adanya sistem konvektif dengan nilai reflektivitas masing-masing pada sel A sebesar 57 dBz dan pada sel B sebesar 55 dBz. Kemudian pada pukul 07.30 UTC terlihat bahwa terdapat pergerakan pada sel B kearah utara menuju sel A yang kemudian bergabung menjadi satu (sel C) pada pukul 08.20 UTC disertai dengan sistem konvektif yang semakin menguat hingga pukul 08.30 UTC.

Pukul 09.00 UTC pada produk Cmax terdeteksi nilai reflektivitas yang lebih tinggi dari sebelumnya yaitu sebesar 64,5 dBz dan jika dilihat dari dari profil vertikalnya dari produk VCUT (vertical crosssection) nilai reflektivitas maksimum yang terdeteksi pada radar terletak pada ketinggian 2 km dari permukaan dan pada

7.0 9.5 8.0 14.5 30.0 64.068.563.5 44.040.0 20.0 13.0 6.0 0.0 10.0 20.0 30.0 40.0 50.0 60.0 70.0 80.0 7.00 7.10 7.20 7.30 7.40 7.50 8.00 8.10 8.20 8.30 8.40 8.50 9.00

Denpasar 16 Desember 2010

(7)

7 jarak di bawah 1 km terdapat indikasi keberadaan hailstone. Hailstone yang terdeteksi pada ketinggian di bawah 1 km didominasi oleh adanya updraft kuat dengan indikasi pola V-NOTCH pada produk Cmax yaitu pola dBz yang membentuk huruf V. Hal ini sangat bersesuaian dengan adanya kejadian hujan es pada lokasi sekitar Jakarta bagian barat.

Gambar 6. Grafik Echo Radar (dBz)

Berdasarkan grafik echo radar, terlihat adanya peningkatan echo (dBz) yang naik secara signifikan. Dimana pada pukul 07.00 UTC tidak terlihat adanya sistem konvektif. Kemudian pada pukul 07.30 UTC terjadi peningkatan secara perlahan dan semakin meningkat secara drastis pada pukul 09.00 UTC dimana siste konvektif sudah sangat kuat dengan nilai echo tertinggi dengan nilai mencapai 64,5 dBz.

3.3 HASIL ANALISA RADIO SONDE

3.3.1 Analisa Hodograf Denpasar 16 Desember 2010

Gambar 7. Gambar Hodograf 00 UTC

0 0 0 18.519.0 15.016.5 11.0 64.5 60.5 54.0 42.040.0 12.0 8.0 0 10 20 30 40 50 60 70

(8)

8 Berdasarkan analisis hodograf dari stasiun Meteorologi Ngurah-rai diketahui bahwa rotasi angin thermal berlawanan arah jarum jam (Backing). Hal ini menunjukkan adanya adveksi udara hangat. Kecepatan angin thermal untuk adveksi udara hangat menunjukkan bahwa semakin ke atas kecepatannya semakin kecil. Hal ini berarti hujan es yang terjadi di wilayah Bali menunnjukkan bahwa atmosfer pada saat kejadian adalah tidak stabil (labil).

3.3.2 Analisa Radiosonde Jakarta 22 April 2014

Gambar 8. Gambar Radiosonde 00 UTC dan 12 UTC

Dari analisis data pengamatan radiosonde jam 00 UTC menunjukkan nilai indeks stabilitas CAPE sebesar 425 J/kg dan pada jam 12 UTC menunjukkan nilai indeks stabilitas CAPE sebesar 1169 J/kg. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat aktivitas konveksi yang terjadi setelah pagi hari, yaitu pada siang hari hingga sore hari. Besar kemungkinan bahwa konveksi terjadi akibat adanya pemanasan oleh matahari. Sehingga ketinggian dasar awan adalah berdasarkan CCL. Ketinggian CCL yang diperoleh masing-masing adalah 2,25 km pada jam 00 UTC dan 1,64 km pada jam 12 UTC. Hal ini berkesesuaian dengan teori Longley (1964) dalam tulisannya mengenai kajian penyebab hail yang mengatakan bahwa kondisi atmosfer yang tidak stabil menjadi syarat mutlak untuk terjadinya hujan es (hail). Dalam hal ini nilai CAPE pada pukul 00 dan 12 UTC menunjukkan kategori tidak stabil (labil).

Pada jam 00.00 UTC Freezing level berada pada ketinggian antara 4,5 km hingga 5 km dari MSL. Equilibrium level yang diukur dari CCL mencapai ketinggian hampir 15 km. Semakin tinggi equilibrium level maka potensi terjadinya hujan es makin besar.

Berdasarkan analisis index stabilitas atmosfer, diperoleh nilai Showalter Index

(SI) sebesar 1,4 pada pukul 00 UTC dan -1,4 pada pukul 12 UTC. Hal ini mengindikasikan bahwa adanya potensi terjadinya hujan ringan disertai badai Guntur. Sedangkan untuk Nilai K-index (KI) pada radiosonde menunjukkan nilai sebesar 34,3 pada pukul 00 utc dan 37,7 pada pukul 12 UTC. Yang menandakan bahwa pada saat sebelum kejadian (00 UTC) telah terjadi konvektivitas sedang hingga sesudah kejadian hujan es (12 UTC). Dimana berdasarkan Indeks stabilitas SI dan KI, menunjukkan bahwa indeks stabilitas udara adalah labil sehingga menimbulkan potensi pertumbuhan awan CB yang sangat besar.

(9)

9 Sedangkan untuk Nilai Lifted Index (LI) pada pukul 00 UTC menunjukkan nilai -2,3 dan pukul 12 UTC nilai Lifted Index (LI) menunjukkan nilai -3,9 yang dimana pada pukul 00 hingga pukul 12 UTC mengindikasikan adanya potensi terjadi cuaca buruk thunderstorm.

3.4 Hasil Analisa Synoptik

Gambar 9. Grafik Suhu dan Tekanan Denpasar 16 Desember 2010

Berdasarkan hasil grafik analisis suhu udara permukaan dan tekanan pada wilayah Denpasar, diketahui bahwa pada saat sebelum kejadian hujan es yaitu pada pukul 00 UTC suhu permukaan bernilai 28.8°C. Kemudian suhu permukaan terus meningkat hingga pukul 03.00 UTC dengan suhu sebesar 31.6°C dimana pada kondisi ini diindikasikan adanya sistem konvektif yang sedang terjadi diikuti dengan adanya pertumbuhan awan-awan konvektif di sekitar wilayah lokasi kejadian.

Kemudian terjadi penurunan suhu secara signifikan dari pukul 06.00 UTC hingga pukul 09.00 UTC dengan suhu sebesar 26.2°C. Dimana pada saat pukul 08.00 UTC, terjadi penurunan suhu yang sangat signifikan. Hal ini dikarenakan hujan deras dan hujan es yang terjadi telah mendinginkan permukaan. Kemudian pada saat sesudah terjadinya hujan es suhu permukaan kembali meningkat secara perlahan.

Sementara itu hal yang sama juga terjadi pada Tekanan permukaan . pada pukul 00 UTC hingga pukul 03.00 UTC tekanan permukaan stabil dengan nilai sebesar 1005.4 mb. Kemudian terjadi penurunan tekanan secara signifikan dari pukul 03.00 UTC hingga saat terjadinya hujan es yaitu pukul 08.00 UTC dan berlanjut hingga pukul 09.00 UTC dengan tekanan sebesar 1003.2 mb.

1002 1003 1004 1005 1006 22 24 26 28 30 32 34 00 . 00 03 . 00 06 . 00 09 . 00 12.00

GRAFIK SUHU DAN TEKANAN

Suhu Tekanan Dera ja t M ilib ar (mb)

(10)

10 Gambar 10. Grafik Suhu dan Tekanan Jakarta 22 April 2014

Untuk wilayah Jakarta pada tanggal 22 April 2010, suhu udara permukaan yang dilihat dari stasiun Meteorologi Cengkareng pada pukul 00 UTC menunjukkan suhu sebesar 26.7°C. Kemudian suhu meningkat secara terus menerus hingga pukul 06.00 UTC dengan suhu permukaan sebesar 33.1°C. Hal ini menandakan adanya aktivitas sistem konveksi yang cukup kuat di sekitar wilayah Jakarta Barat yang memungkinkan untuk terjadinya pertumbuhan awan Cumulonimbus. Kemudian suhu permukaan berangsur menurun secara perlahan hingga pukul 12.00 UTC dengan mencapai suhu sebesar 26.6°C.

Sedangkan untuk tekanan permukaannya, terjadi penurunan tekanan permukaan secara signifikan dari pukul 03.00 UTC hingga pukul 09.00 UTC yaitu pada saat terjadinya hujan es di wilayah Jakarta barat dengan selisih tekanan sebesar 3.6°C. Penurunan ini dikarenakan suhu udara di wilayah Cengkareng mengalami kenaikan. IV. Kesimpulan

1.

Berdasarkan hasil olahan MT-SAT dengan menggunakan SATAID, pada saat kejadian hujan es tanggal 16 Desember 2010 diwilayah Denpasar dan tanggal 22 April 2014 di wilayah Jakarta, diketahui bahwa pada saat sebelum kejadian hujan es didapatkan pola suhu puncak awan yang cenderung stabil yang kemudian meningkat secara signifikan pada saat kejadian. Hal ini dikarenakan pada saat kejadian hujan es suhu puncak awan berada dalam suhu terendah.

2.

Hasil interpretasi citra radar cuaca menunjukkan pada hari kejadian hujan es diwilayah Denpasar pada tanggal 16 Desember 2010 dan diwilayah Jakarta pada tanggal 22 april 2014 ditandai dengan adanya sistem konvektif kuat yang mendukung untuk terjadinya hujan es di masing-masing wilayah. Untuk produk Cmax terlihat bahwa terdapat kumpulan awan Cb dengan indikasi warna merah muda yang mengindikasikan bahwa telah terjadi hujan es disekitar lokasi kejadian. Serta di dukung dengan rendahnya jarak vertikal awan Cb dari permukaan oleh produk Vcut.

1004 1006 1008 1010 1012 0 10 20 30 40 00 . 00 03 . 00 06 . 00 09 . 00 12.00

GRAFIK SUHU DAN TEKANAN

Suhu Tekanan D e rajat cel ci us ( °C) M ilib ar (mb )

(11)

11

3.

Kondisi atmosfer berdasarkan analisa hodograf dan analisa radiosonde menunjukkan bahwa pada saat kejadian hujan es di wilayah Denpasar dan Jakarta adalah tidak stabil (labil).

DAFTAR PUSTAKA

Adriyanto, Riris. 2009. Interpretasi Citra Satelit. Jakarta: BMKG

Ahmad Shirat Abubakar.2013. Mendeteksi Puting Beliung dengan Radar (Studi Kasus Puting Beliung Sidrap Tanggal 24 Februari

2012).AMG:Jakarta.

BMKG. 2010. Keputusan No.009 Tentang Prosedur Standart Operasional

Pelaksanaan Peringatan Dini, Pelaporan, dan Diseminasi Informasi cuaca ekstrim. BMKG: Jakarta.

Browitz, Mariel. 2013. Wather Sateliites: Critical Technology in an Uncertain Environment. United States: Space Fondation.

Caperuelo., Llsat., dan Rigo., 2006. Rainfall events and Hailstorms

Analysis Program. Advances in Geoscience. &,205-213. Spain. Carine, Maria., Yunita, Rezky. 2014. Pemanfaatan Data Radiosonde dan Citra

Radar Dalam Pembuatan Informasi Peringatan Dini Cuaca Ekstrim Hujan Es (Studi Kasus Surabaya, Tanggal 20 Februari 2014).

De Haij. 2005. Evaluation of A New Trigger Function of Cumulus. Utretch: Utretch University

Fadholi, Achmad. 2012. Analisa Kondisi Atmosfer pada Kejadian Cuaca Ekstrim Hujan Es (Hail). SIMETRI, Jurnal Ilmu Fisika Indonesia Volume 1 Nomor 2(D) September 2012 hal 74-80. Universitas Sriwijaya. Palembang.

Handayani, Asteria Satyaning. 2010. Analisis Daeran Endemik Bencana Akibat Cuaca Ekstrim di Sumatera Utara. Jurnal Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika,Vol.11 No.1 Juli: Hal.52-57, Jakarta Harsa, Linarka, Kurniawan, Noviati. 2011. Pemanfaatan SATAID

untuk Analisa Banjir dan Angin Putting Beliung Studi Kasus Jakarta dan Yogyakarta. Jakarta: Jurnal BMKG.

Hartoyo. 2007. Manajemen Data Radar dan Data Satelit Cuaca. Jakarta: Jurnal BMKG

Hidayah, Taufik. 2012. Bahan Ajar Kuliah Interpretasi Citra Satelit dan Radar. Jakarta: AMG

Karmini, Mimin. 2000. Hujan Es (Hail) di Jakarta tanggal 20 April 2000.

Longley, Richmond., dan Thompson., 1964. A Study of the Causes of Hail. Journal Of Applied Meteorology Vol. 4 February 1965.

(12)

12 ISSN: 1558-8432. American Meteorological Society. USA

Lubis, et al. 2007. Visualisasi Bencana Meteorologi di Indonesia. Laporan Akhir Riset KK-ITB 2007. ITB. Bandung.

Manual Sataid. 2007. Jakarta: BMKG

MetOffice. 2012. Fact Sheet 2-Thunderstorms. [online]. www.metoffice.gov.uk/learning/library.

Meyer, vera., Auer., Svabik., Tuchler., Wittman., dan Wolfemaier., 2014. An Overview of Hail Forecasting abd Nowcasting Practces and Further Studies at ZAMG. Zentralanstalt Fur Meteorologie and

Geodynamik. Austria.

Pajek., Iwanski., Konig., dan Struzik., 2007. Extreme Convective Cases – The Use of Satellite Products For Storms Nowcasting

And Monitoring. Institute of Meteorologie and Water Component, Poland.

Riehl., 1954. Tropical Meteorology. New York: McGraw-Hill.

Swarinoto, Yunus dan Budiarti, Maria. 2005. Hujan Es Di Indonesia, Proses dan Mekanismenya: Kasus Tanggal 30 Januari 2004 di Pondokbetung, Tangerang. Jurnal Meteorologi Dan Geofisika Vol. 6 No. 2 Edisi Juni 2005. ISSN:1411-3082. Pusat Pendidikan dan Latihan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. Jakarta.

Sutanto. 1992 .Penginderaan Jauh; Jilid 1. Gajah Mada University Press. Jogyakarta

Suyono., Satyaning., Boer., Agus., Ribudiyanto., Supiatna.,Subarna, Leni, Linarka, U.,Satyaningsih,. 2009. Kajian Cuaca Ekstrim di Wilayah

IndonesiaJakarta: Puslitbang BMKG

Wardoyo,Eko.2012.Modul Pelatihan Radar Cuaca.BMKG:Jakarta

Zakir, Achmad., Hidayah, Taufik. 2009. Interpretasi Citra satelit dan Radar. Jakarta: Workshop BMKG

Zakir, Achmad., Sulistiya, Widada., dan Khotimah. 2009. Perspektif Operasional Cuaca Tropis. BMKG, Jakarta.

http://moklim.bdg.lapan.go.id/content/hujan-es Diakses tanggal 15Desember 2015 http://www.tempo.co/read/news/2010/12/16/179299464/Hujan-Es-Menerpa-Denpasar Diaksestanggal 15 Desember 2015

http://aceh.tribunnews.com/2013/10/02/fenomena-hujan-es-dan-potensi-bencana Diakses tanggal 15 Desember 2015

http://nefosnews.com/post/lingkungan/hujan-es-landa-jakarta-pemotor-terluka Diakses tanggal 15 Desember 2015

http://topikberitabaru.blogspot.com/2014/12/pengertian-awan-cumulonimbus yang.html Diakses tanggal 15 Desember 2015

Gambar

Gambar 1. Grafik Suhu Puncak Awan Denpasar 16 Desember 2010
Gambar 3. Gambar Produk Cmax dan Produk Vcut
Gambar 5. Gambar Produk Cmax dan Produk Vcut
Gambar 6. Grafik Echo Radar (dBz)
+4

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan i hasil pembahasan yang telah diuraikan ke pada bagian sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut Kemandirian keuangan e daerah dan pertumbuhan

Pengaruh Nilai kurs, Inflasi, Suku bunga deposito dan Volume Perdagangan Saham Terhadap Return Saham pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia.. Jurnal

Berbeda dengan makna zakat, makna infak dan shadaqah secara sederhana memiliki kesamaan yakni berupa pemberian yang diberikan kepada orang lain yang tidak ada ketentuan,

Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui cadangan karbon pada setiap tipe vegetasi dan total karbon pada Taman Hutan Raya Pocut Meurah Intan dengan luas objek

Sistem Pengajaran yang dilakukan dengan metode klasikal yang banyak ditemukan di perkuliahan teknik mesin membuat banyak mahasiswa yang tidak dapat menyerap materi yang disampaikan

Mulyasa, Kurikulum yang Disempurnakan, (Bandung:PT.. Melalui perkembangan kurikulum Pendidikan Agama Islam yang ada di Indonesia, peneliti berusaha menelusuri problem

PLTP Binary Cycle adalah teknologi pembangkit listrik yang sangat efektif untuk diterapkan dalam pemanfaatan energi panas bumi skala kecil dari... Topik Utama Topik Utama Topik

Ayat pertama surat al-Nisa’ ini dibuka dengan sebuah pandangan bahwa kaum laki-laki dan perempuan itu adalah sama saja, mereka sesungguhnya adalah berasal dari jiwa yang satu,