• Tidak ada hasil yang ditemukan

DOCRPIJM 1504168759BAB 3 Arahan Kebijakan dan Rencana Strategis Infrastruktur Bidang Cipta Karya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "DOCRPIJM 1504168759BAB 3 Arahan Kebijakan dan Rencana Strategis Infrastruktur Bidang Cipta Karya"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 3

ARAHAN KEBI JAKA N DAN RE NCAN A STR ATEGI S INFRA STRU KTUR BIDAN G CI PTA KARYA

3.1 Arahan Pembangunan Bidang Cipta Karya dan Arahan Penataan Ruang 3.1.1 Arahan Pembangunan Bidang Cipta Karya

Infrastruktur permukiman memiliki fungsi strategis dalam pembangunan nasional karena turut berperan serta dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, mengurangi angka kemiskinan, maupun menjaga kelestarian lingkungan. Oleh sebab itu, Ditjen Cipta Karya berperan penting dalam implementasi amanat kebijakan pembangunan nasional.

Dalam rangka mewujudkan kawasan permukiman yang layak huni dan berkelanjutan, konsep perencanaan pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya Kota Tegal disusun dengan mengacu pada berbagai peraturan perundangan dan amanat perencanaan pembangunan, baik dari hirarki Pemerintah Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota.

Gambar 3.1 Konsep Perencanaan Pembangunan Infrastruktur Bidang Cipta Karya Sumber: Direktorat Bina Program, 2014

Gambar 2.1 menjelaskan konsep perencanaan pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya, yang membagi amanat pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya dalam 4

(2)

direktif presiden, amanat pembangunan Bidang Pekerjaan Umum, serta amanat internasional. Dalam pelaksanaannya, pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya dihadapkan pada beberapa isu strategis, antara lain bencana alam, perubahan iklim, kemiskinan, reformasi birokrasi, kepadatan penduduk perkotaan, pengarusutamaan gender, serta green economy. Di samping isu umum, terdapat juga permasalahan dan potensi pada masing-masing daerah, sehingga dukungan seluruh stakeholders pada penyusunan RPIJM Bidang Cipta Karya sangat diperlukan.

Arahan pembangunan bidang Cipta Karya mengacu pada kebijakan sektoral seperti RPJPN, RPJMN, dan RPJMD Kota Tegal.

A. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025

Visi Indonesia yang tertuang dalam RPJPN 2005-2025, yang ditetapkan melalui UU No. 17 Tahun 2007, adalah “Indonesia yang Mandiri, Maju, Adil dan Makmur”. Dalam penjabarannya RPJPN mengamanatkan beberapa hal sebagai berikut dalam pembangunan bidang Cipta Karya, yaitu:

a. Dalam mewujudkan Indonesia yang berdaya saing maka pembangunan dan penyediaan air minum dan sanitasi diarahkan untuk mewujudkan terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat serta kebutuhan sektor-sektor terkait lainnya, seperti industri, perdagangan, transportasi, pariwisata, dan jasa sebagai upaya mendorong pertumbuhan ekonomi. Pemenuhan kebutuhan tersebut dilakukan melalui pendekatan tanggap kebutuhan (demand responsive approach) dan pendekatan terpadu dengan sektor sumber daya alam dan lingkungan hidup, sumber daya air, serta kesehatan.

b. Dalam mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan maka Pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat yang berupa air minum dan sanitasi diarahkan pada (1) peningkatan kualitas pengelolaan aset (asset management) dalam penyediaan air minum dan sanitasi, (2) pemenuhan kebutuhan minimal air minum dan sanitasi dasar bagi masyarakat, (3) penyelenggaraan pelayanan air minum dan sanitasi yang kredibel dan profesional, dan (4) penyediaan sumber-sumber pembiayaan murah dalam pelayanan air minum dan sanitasi bagi masyarakat miskin.

(3)

d. Upaya perwujudan kota tanpa permukiman kumuh dilakukan pada setiap tahapan RPJMN, yaitu:

RPJMN ke-2 (2010-2014): Daya saing perekonomian ditingkatkan melalui percepatan pembangunan infrastruktur dengan lebih meningkatkan kerjasama antara

pemerintah dan dunia usaha dalam pengembangan perumahan dan permukiman.  RPJMN ke 3 (2015-2019): Pemenuhan kebutuhan hunian bagi seluruh masyarakat

terus meningkat karena didukung oleh sistem pembiayaan perumahan jangka panjang dan berkelanjutan, efisien, dan akuntabel. Kondisi itu semakin mendorong terwujudnya kota tanpa permukiman kumuh.

RPJMN ke 4 (2020-2024): terpenuhinya kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukung sehingga terwujud kota tanpa permukiman kumuh.

B. Program Nawa Cita

Adapun Program khusus yang diagendakan oleh Presiden dan Wakil Presiden yang dikenal dengan Program Nawa Cita, adalah sebagai berikut:

a. Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara, melalui politik luar negeri bebas aktif, keamanan nasional yang terpercaya dan pembangunan pertahanan negara Tri Matra terpadu yang dilandasi kepentingan nasional dan memperkuat jati diri sebagai negara maritim.

b. Membuat pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya, dengan memberikan prioritas pada upaya memulihkan kepercayaan publik pada institusi-institusi demokrasi dengan melanjutkan konsolidasi demokrasi melalui reformasi sistem kepartaian, pemilu, dan lembaga perwakilan.

c. Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan.

d. Menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya.

e. Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia melalui peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan dengan program "Indonesia Pintar"; serta peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan program "Indonesia Kerja" dan "Indonesia Sejahtera" dengan mendorong land reform dan program kepemilikan tanah seluas 9 hektar, program rumah kampung deret atau rumah susun murah yang disubsidi serta jaminan sosial untuk rakyat di tahun 2019.

(4)

g. Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik.

h. Melakukan revolusi karakter bangsa melalui kebijakan penataan kembali kurikulum pendidikan nasional dengan mengedepankan aspek pendidikan kewarganegaraan, yang menempatkan secara proporsional aspek pendidikan, seperti pengajaran sejarah pembentukan bangsa, nilai-nilai patriotisme dan cinta Tanah Air, semangat bela negara dan budi pekerti di dalam kurikulum pendidikan Indonesia.

i. Memperteguh kebhinnekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia melalui kebijakan memperkuat pendidikan kebhinnekaan dan menciptakan ruang-ruang dialog antarwarga.

C. Program 100%-0%-100% Bidang Cipta Karya dalam RPJMN 2015-2019

Sesuai dengan RPJPN, RPJMN 2015-2019 diarahkan untuk mendukung agenda pembangunan nasional, termasuk meningkatkan daya saing perekonomian nasional. Arahan RPJMN yang terkait Bidang Cipta Karya adalah memenuhi kebutuhan hunian layak bagi masyarakat dan mewujudkan kota tanpa permukiman kumuh serta mewujudkan peningkatan keandalan dan keberlanjutan layanan sumber daya air baik untuk pemenuhan air minum, sanitasi, dan irigasi guna menunjang ketahanan air dan pangan.

Dalam Rencana Program Jangka Menengah Nasional (RPJMN) ke-2, pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya diarahkan untuk mewujudkan peningkatan akses penduduk terhadap lingkungan permukiman yang berkualitas. Pemerintah mengidentifikasikan beberapa isu strategis untuk mewujudkan kawasan permukiman yang layak huni dan berkelanjutan, di antaranya yaitu rendahnya pelayanan air minum, rendahnya layanan sanitasi layak, meluasnya kawasan kumuh, dan penanggulangan kemiskinan. Menjawab tantangan tersebut, Pemerintah memberikan fasilitasi pembangunan prasarana dan sarana dasar permukiman seperti air minum, sanitasi, jalan lingkungan dan peningkatan kualitas permukiman serta penyediaan rumah susun sederhana sewa (Rusunawa). Pelaksanaan pembangunan prasarana dan sarana dasar permukiman tersebut juga dilaksanakan dengan model pemberdayaan yang melibatkan masyarakat sejak perencanaan sampai dengan operasi dan pemeliharaan infrastruktur.

(5)

12,75% atau menurun 8,18% dari kondisi tahun 1993. Setelah hampir dipastikan mencapai target MDGs tahun 2015, tantangan berat Indonesia di bidang infrastruktur permukiman adalah memberikan akses air minum 100%, mengurangi kawasan kumuh hingga 0%, dan menyediakan akses sanitasi layak 100% untuk masyarakat Indonesia pada 2019 atau di akhir RPJMN ke-3 tahun 2015-2019 seiring target 100-0-100 Cipta Karya yang terus menggelinding.

Prioritas program pengembangan air minum dan sanitasi kemudian diarahkan untuk mendukung pengurangan kawasan permukiman kumuh menjadi 0% pada 2019. Strateginya adalah dukungan SPAM dengan Pengembangan SPAM di perkotaan melalui PDAM terfasilitasi untuk SPAM bagi MBR di kawasan perkotaan, dan pembangunan SPAM baru berupa SPAM di kawasan khusus dan SPAM perdesaan.

Salah satu upaya untuk mencapai 0% permukiman kumuh adalah penghapusan wilayah kumuh yang ditargetkan akan bersih pada 2020 nanti, tentunya tanpa penggusuran. Sedangkan untuk mencapai universal access sanitasi pada tahun 2019, masih ada deviasi 40,29% jika diukur dari capaian layanan pada akhir 2013 sebesar 59,71%. Layanan sanitasi terdiri dari pengolahan air limbah, pelayanan persampahan dan saluran drainase. Pada tahun 2004 layanan sanitasi baru mencakup 38,13% penduduk Indonesia.

D. Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

(6)

Gambar 3.2 Peta Kawasan Ekonomi Sumber: MP3EI, 2011

Terkait dengan Rencana yang tertuang dalam MP3EI, Kota Tegal tidak termasuk secara spesifik dalam rencana tersebut.

E. Masterplan Percepatan dan Perluasan Pengentasan Kemiskinan Indonesia

Sesuai dengan agenda RPJMN 2010-2014, pertumbuhan ekonomi perlu diimbangi dengan upaya pembangunan yang inklusif dan berkeadilan. Untuk itu, telah ditetapkan MP3KI dimana semua upaya penanggulangan kemiskinan diarahkan untuk mempercepat laju penurunan angka kemiskinan dan memperluas jangkauan penurunan tingkat kemiskinan di semua daerah dan di semua kelompok masyarakat. Dalam mencapai misi penanggulangan kemiskinan pada tahun 2025, MP3KI bertumpu pada sinergi dari tiga strategi utama, yaitu:

a. Mewujudkan sistem perlindungan sosial nasional yang menyeluruh, terintegrasi dan mampu melindungi masyarakat dari kerentanan dan goncangan,

b. Meningkatkan pelayanan dasar bagi penduduk miskin dan rentan sehingga dapat terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dasar dan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia di masa mendatang,

c. Mengembangkan penghidupan berkelanjutan (sustainable livelihood) masyarakat miskin dan rentan melalui berbagai kebijakan dan dukungan di tingkat lokal dan regional dengan memperhatikan aspek.

(7)

masyarakat (PNPMPerkotaan/ P2KP, PPIP, Pamsimas, Sanimas dsb) serta Program Pro Rakyat.

Gambar 3.3 Jumlah Penduduk Miskin Desa-Kota Per Provinsi 2013

(8)

Gambar 3.3 dan Gambar 3.4 menunjukkan Jumlah dan Porsentase penduduk miskin berdasarkan provinsi. Provinsi Jawa Tengah, termasuk Kota Tegal yang berada dalam administrasinya memiliki porsentase penduduk miskin perkotaan pada kisaran 15 porsen, atau sekitar 1,5 juta penduduk miskin perkotaan. Tentu dalam hal ini, Kota Tegal yang termasuk dalam klasifikasi kawasan perkotaan memiliki kontribusi terhadap porsentase penduduk miskin dengan jumlah yang tercatat sebesar 27.692 KK.

Adapun beberapa isu permasalahan penanggulangan kemiskinan yang tertuang dalam dokumen MP3KI antara lain:

a. Perencanaan dan/atau pelaksanaan program/ kegiatan penanggulangan kemiskinan belum optimal:

 menyangkut ketidaktepatan sasaran, ketidakpaduan lokasi dan waktu, dan

koordinasi antar program/ kegiatan maupun program/ kegiatan pemerintah pusat dan daerah yang belum selaras;

 program-program pro-rakyat Klaster-4 belum terlaksana secara sistematis dan

terstruktur – penyediaan pelayanan dasar di daerah tertinggal, terisolir/ terpencil, daerah perbatasan masih belum efektif;

 peran dan kapasitas TKPKD di beberapa daerah belum optimal;

 Pemekaran wilayah yang terus menerus menyulitkan dalam perencanaan dan

penganggaran

b. Kebijakan makro yang kurang optimal dalam mendukung upaya penanggulangan kemiskinan

c. Sebagian masyarakat masih memiliki kesadaran yang rendah untuk meningkatkan kesejahteraan mereka, termasuk yang terkait dengan pendidikan dan kesehatan ibu dan anak

d. Pertumbuhan ekonomi masih belum mampu menyerap tenaga kerja penduduk miskin, seperti di pertanian

e. Pertumbuhan penduduk relatif cukup besar

f. Petani dan nelayan dihadapkan pada lahan usaha yang terbatas serta terjadinya perubahan iklim

g. Kapasitas dan peluang usaha masyarakat miskin masih rendah h. Laju urbanisasi yang pesat memperparah kemiskinan perkotaan

i. Peningkatan penyerapan tenaga kerja sektor formal menghadapi tantangan isu ketenagakerjaan

(9)

l. Social exclusion (marjinalisasi), seperti kepada penduduk: disable, lansia, berpenyakit kronis, non-ktp, dan kelompok rentan lainnya

Sehingga dengan adanya penyusuna RPIJM ini diharapkan menjadi salah satu agenda sektoral yang mampu menanggulangi berbagai sektor yang berpengaruh khususnya terkait dengan peningkatan permukiman layak huni di Kota Tegal.

F. Kawasan Ekonomi Khusus

UU No. 39 Tahun 2009 menjelaskan bahwa Kawasan Ekonomi Khusus adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu. KEK dikembangkan melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan geoekonomi dan geostrategi dan berfungsi untuk menampung kegiatan industri, ekspor, impor, dan kegiatan ekonomi lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan daya saing internasional. Di samping zona ekonomi, KEK juga dilengkapi zona fasilitas pendukung dan perumahan bagi pekerja. Ditjen Cipta Karya dalam hal ini diharapkan dapat mendukung infrastruktur permukiman pada kawasan tersebut sehingga menunjang kegiatan ekonomi di KEK. Pada saat ini, Kota Tegal belum termasuk dalam kerangka program Kawasan Ekonomi Khusus.

G. Peraturan Perundangan Bidang PU/Cipta Karya

Ditjen Cipta Karya dalam melakukan tugas dan fungsinya selalu dilandasi peraturan perundangan yang terkait dengan bidang Cipta Karya, antara lain UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, UU No. 7 tahun 2008 tentang Sumber Daya Air, dan UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Persampahan.

1. Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman

UU Perumahan dan Kawasan Permukiman membagi tugas dan kewenangan Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Pemerintah Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan permukiman mempunyai tugas:

a. Menyusun dan melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat kabupaten/kota di bidang perumahan dan kawasan permukiman dengan berpedoman pada kebijakan dan strategi nasional dan provinsi.

(10)

c. Menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi terhadap pelaksanaan kebijakan kabupaten/kota dalam penyediaan rumah, perumahan, permukiman, lingkungan hunian, dan kawasan permukiman.

d. Melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan, kebijakan, strategi, serta program di bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

e. Melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat kabupaten/kota.

f. Melaksanakan melaksanakan peraturan perundang-undangan serta kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

g. Melaksanakan peningkatan kualitas perumahan dan permukiman.

h. Melaksanakan kebijakan dan strategi provinsi dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman berpedoman pada kebijakan nasional.

i. Melaksanakan pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dan kawasan permukiman.

j. Mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional dan provinsi di bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

k. Menetapkan lokasi Kasiba dan Lisiba.

Adapun wewenang Kota Tegal dalam menjalankan tugasnya yaitu:

a. Menyusun dan menyediakan basis data peru Menyusun dan menyempurnakan peraturan perundang-undangan bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

b. Memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

c. Melaksanakan sinkronisasi dan sosialisasi peraturan perundangundangan serta kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

d. Mencadangkan atau menyediakan tanah untuk pembangunan perumahan dan permukiman bagi MBR.

e. Menyediakan prasarana dan sarana pembangunan perumahan bagi MBR pada tingkat kabupaten/kota.

(11)

g. Menetapkan lokasi perumahan dan permukiman sebagai perumahan kumuh dan permukiman kumuh pada tingkat kabupaten/kota.

h. Memfasilitasi peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh pada tingkat kabupaten/kota.

Di samping mengatur tugas dan wewenang, UU ini juga mengatur penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman, pemeliharaan dan perbaikan, pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh, penyediaan tanah pendanaan dan pembiayaan, hak kewajiban dan peran masyarakat. UU ini mendefinisikan permukiman kumuh sebagai permukiman yang tidak layak huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat. Untuk itu perlu dilakukan upaya pencegahan, terdiri dari pengawasan, pengendalian, dan pemberdayaan masyarakat, serta upaya peningkatan kualitas permukiman, yaitu pemugaran, peremajaan, dan permukiman kembali.

2. Undang-Undang No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung

Undang-Undang Bangunan Gedung menjelaskan bahwa penyelenggaraan bangunan gedung adalah kegiatan pembangunan yang meliputi proses perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi, serta kegiatan pemanfaatan, pelestarian, dan pembongkaran. Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis sesuai dengan fungsi bangunan gedung. Persyaratan administratif meliputi persyaratan status hak atas tanah, status kepemilikan bangunan gedung, dan izin mendirikan bangunan. Sedangkan persyaratan teknis meliputi persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan bangunan gedung. Persyaratan tata bangunan meliputi persyaratan peruntukan dan intensitas bangunan gedung, arsitektur bangunan gedung, dan persyaratan pengendalian dampak lingkungan, yang ditetapkan melalui Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL).

Di samping itu, peraturan tersebut juga mengatur beberapa hal sebagai berikut: a. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan bangunan gedung dengan lingkungannya

harus mempertimbangkan terciptanya ruang luar bangunan gedung, ruang terbuka hijau yang seimbang, serasi, dan selaras dengan lingkungannya. Di samping itu, sistem penghawaan, pencahayaan, dan pengkondisian udara dilakukan dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip penghematan energi dalam bangunan gedung (amanat green building).

(12)

perbaikan, pemugaran, perlindungan, serta pemeliharaan atas bangunan gedung dan lingkungannya hanya dapat dilakukan sepanjang tidak mengubah nilai dan/atau karakter cagar budaya yang dikandungnya.

c. Penyediaan fasilitas dan aksesibilitas bagi penyandang cacat dan lanjut usia merupakan keharusan bagi semua bangunan gedung.

3. Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air

UU Sumber Daya Air pada dasarnya mengatur pengelolaan sumber daya air, termasuk di dalamnya pemanfaatan untuk air minum. Dalam hal ini, negara menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi kebutuhan pokok minimal sehari-hari guna memenuhi kehidupannya yang sehat, bersih, dan produktif. Pemenuhan kebutuhan air baku untuk air minum rumah tangga, dilakukan dengan pengembangan sistem penyediaan air minum dimana Badan usaha milik negara dan/atau badan usaha milik daerah menjadi penyelenggaranya. Air minum rumah tangga tersebut merupakan air dengan standar dapat langsung diminum tanpa harus dimasak terlebih dahulu dan dinyatakan sehat menurut hasil pengujian mikrobiologi Selain itu, diamanatkan pengembangan sistem penyediaan air minum diselenggarakan secara terpadu dengan pengembangan prasarana dan sarana sanitasi.

4. Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah

UU No. 18 Tahun 2008 menyebutkan bahwa pengelolaan sampah bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber daya. Pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga dilakukan dengan pengurangan sampah, dan penanganan sampah. Upaya pengurangan sampah dilakukan dengan pembatasan timbulan sampah, pendauran ulang sampah, dan pemanfaatan kembali sampah. Sedangkan kegiatan penanganan sampah meliputi:

a. pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai dengan jenis, jumlah, dan/atau sifat sampah,

b. pengumpulan dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah dari sumber sampah ke tempat penampungan sementara atau tempat pengolahan sampah terpadu,

c. pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/atau dari tempat penampungan sampah sementara atau dari tempat pengolahan sampah terpadu menuju ke tempat pemrosesan akhir,

d. pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah sampah, e. pemrosesan akhir sampah dalam bentuk pengembalian sampah dan/atau residu hasil

(13)

Undang-undang tersebut juga melarang pembuangan sampah secara terbuka di tempat pemrosesan akhir. Oleh karena itu, Pemerintah daerah harus menutup tempat pemrosesan akhir sampah yang menggunakan sistem pembuangan terbuka dan mengembangkan TPA dengan sistem controlled landfill ataupun sanitary landfill.

5. Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun

Dalam memenuhi kebutuhan hunian yang layak, Ditjen Cipta Karya turut serta dalam pembangunan Rusunawa yang dilakukan berdasarkan UU No. 20 Tahun 2011. Dalam undang-undang tersebut Rumah susun didefinisikan sebagai bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama. Peraturan ini juga mengatur perihal pembinaan, perencanaan, pembangunan, penguasaan, pemilikan, dan pemanfaatan, pengelolaan, peningkatan kualitas, pengendalian, kelembagaan, tugas dan wewenang, hak dan kewajiban, pendanaan dan sistem pembiayaan, dan peran masyarakat.

H. Amanat Internasional

Pemerintah Indonesia secara aktif terlibat dalam dialog internasional dan perumusan kesepakatan bersama di bidang permukiman. Beberapa amanat internasional yang perlu diperhatikan dalam pengembangan kebijakan dan program bidang Cipta Karya meliputi Agenda Habitat, Konferensi Rio+20, Millenium Development Goals, serta Agenda Pembangunan Pasca 2015.

1. Agenda Habitat

Pada tahun 1996, di Kota Istanbul Turki diselenggarakan Konferensi Habitat II sebagai kelanjutan dari Konferensi Habitat I di Vancouver tahun 1976. Konferensi tersebut menghasilkan Agenda Habitat, yaitu dokumen kesepakatan prinsip dan sasaran pembangunan permukiman yang menjadi panduan bagi negara-negara dunia dalam menciptakan permukiman yang layak dan berkelanjutan.

(14)

2. Konferensi Rio+20

Pada Juni 2012, di Kota Rio de Janeiro, Brazil, diselenggarakan KTT Pembangunan Berkelanjutan atau lebih dikenal dengan KTT Rio+20. Konferensi tersebut menyepakati dokumen The Future We Want yang menjadi arahan bagi pelaksanaan pembangunan berkelanjutan di tingkat global, regional, dan nasional. Dokumen memuat kesepahaman pandangan terhadap masa depan yang diharapkan oleh dunia (common vision) dan penguatan komitmen untuk menuju pembangunan berkelanjutan dengan memperkuat penerapan Rio Declaration 1992 dan Johannesburg Plan of Implementation 2002.

Dalam dokumen The Future We Want, terdapat 3 (tiga) isu utama bagi pelaksanaan pembangunan berkelanjutan, yaitu: (i) Ekonomi Hijau dalam konteks pembangunan berkelanjutan dan pengentasan kemiskinan, (ii) pengembangan kerangka kelembagaan pembangunan berkelanjutan tingkat global, serta (iii) kerangka aksi dan instrumen pelaksanaan pembangunan berkelanjutan. Kerangka aksi tersebut termasuk penyusunan Sustainable Development Goals (SDGs) post- 2015 yang mencakup 3 pilar pembangunan berkelanjutan secara inklusif, yang terinspirasi dari penerapan Millennium Development Goals (MDGs). Bagi Indonesia, dokumen ini akan menjadi rujukan dalam pelaksanaan rencana pembangunan nasional secara konkrit, termasuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2014-2019, dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (2005-2025).

3. Sustainable Development Goals

(15)

penduduk miskin di permukiman kumuh (minimal 100 juta) pada tahun 2020. Pemerintah Indonesia menargetkan luas permukiman kumuh 6%, padahal data terakhir (2009) proporsi penduduk kumuh mencapai 12,57%.

Untuk memenuhi target MDGs di bidang permukiman, diperlukan perhatian khusus dari seluruh pemangku kepentingan, baik di tingkat pusat maupun daerah. Oleh karena itu, pemerintah kabupaten/kota perlu melakukan optimalisasi kegiatan penyediaan infrastruktur permukiman dalam rangka percepatan pencapaian target MDGs.

Pada tahun 1992 dalam pertemuan The Earth Summit di Rio de JaneiroBrazil dan dilanjutkan pada tahun 2012 pada pertemuan The Rio+20 yang membahas dan mengevaluasi perkembangan MDGs sehingga terfokuskan terhadap permasalahan isu lingkungan global sehingga terbentuk konsep The Sustainable Development Goals (SDGs) sebagai program International pengganti MDGs pada akhir tahun 2015. Adapun 17 tujuan yang menjadi kerangka SDGs antara lain :

1.

Menghapus segala bentuk kemiskinan di manapun.

2.

Mengakhiri kelaparan, mewujudkan ketahanan pangan dan perbaikan gizi, dan

mendorong pertanian berkelanjutan.

3.

Memastikan hidup yang sehat dan memajukan kesejahteraan bagi semua usia.

4.

Memastikan kualitas pendidikan yang inklusif dan adil serta mendukung kesempatan belajar seumur hidup bagi semua.

5.

Mewujudkan kesetaraan gender dan memberdayakan semua perempuan dan anak

perempuan.

6.

Memastikan ketersediaan dan pengelolaan air dan sanitasi yang berkelanjutan bagi

semua.

7.

Memastikan akses ke energi yang terjangkau, andal, berkelanjutan dan modern bagi

semua.

8.

Mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, dan inklusif, kesempatan kerja

yang penuh dan produktif serta pekerjaan yang layak bagi semua.

9.

Membangun infrastruktur yang tangguh, menggalakkan industrialisasi yang

berkelanjutan, inklusif dan mengembangkan inovasi.

10.

Mengurangi kesenjangan di dalam dan antar negara.

11.

Menjadikan kota dan pemukiman manusia yang inklusif, aman, tangguh dan

berkelanjutan.

12.

Menjamin pola produksi dan konsumsi yang berkelanjutan.

(16)

14.

Melestarikan dan menggunakan sumber daya kelautan secara berkelanjutan untuk

pembangunan berkelanjutan.

15.

Melindungi, memulihkan dan mempromosikan pemanfaatan ekosistem terestrial yang

berkelanjutan, mengelola hutan secara lestari, mencegah lahan tandus, menghentikan dan mengembalikan degradasi tanah serta menghentikan hilangnya keanekaragaman hayati.

16.

Mendorong masyarakat yang damai dan inklusif untuk pembangunan berkelanjutan,

menyediakan akses keadilan bagi semua orang, serta membangun institusi yang efektif, akuntabel, dan inklusif di seluruh tingkatan.

17.

Memperkuat upaya implementasi dan revitalisasi kemitraan global untuk

pembangunan berkelanjutan.

Beberapa poin dalam SDGs tersebut memang sesuai dan sejalan dengan visi dan misi dalam RPIJM, khususnya terkait dengan inklusivitas, permasalahan kemiskinan dan keterkaitannya dengan akses terhadap lingkungan hunian yang layak, yang didukung oleh kesedian infrastruktur yang memadai seperti air bersih, sanitasi dan persampahan yang baik. Selain itu SDGS juga condong kepada upaya resiliensi ekosistem perkotaan terhadap pengaruh perubahan iklim. Isu ini tentunya menjadi semakin relevan mengingat lokasi geografis Kota Tegal yang berada di daerah pesisir yang rentan terhadap perubahan iklim

global.

Dengan demikian diharapkan bahwa dengan penyusunan dokumen RPIJM ini dapat menjadi platform program-program strategis yang menjadi acuan pembangunan infrastruktur bidang cipta karya.

4. Agenda Pembangunan Pasca 2015

(17)

Dalam dokumen tersebut, dijabarkan 12 sasaran indikatif pembangunan global pasca 2015, sebagai berikut:

a. Mengakhiri kemiskinan

b. Memberdayakan perempuan dan anak serta mencapai kesetaraan gender c. Menyediakan pendidikan yang berkualitas dan pembelajaran seumur hidup d. Menjamin kehidupan yang sehat

e. Memastikan ketahanan pangan dan gizi yang baik f. Mencapai akses universal ke Air Minum dan Sanitasi g. Menjamin energi yang berkelanjutan

h. Menciptakan lapangan kerja, mata pencaharian berkelanjutan, dan pertumbuhan berkeadilan

i. Mengelola aset sumber daya alam secara berkelanjutan

j. Memastikan tata kelola yang baik dan kelembagaan yang efektif k. Memastikan masyarakat yang stabil dan damai

l. Menciptakan sebuah lingkungan pemungkin global dan mendorong m.Pembiayaan jangka panjang

Selain memperhatikan sasaran dan target indikatif, dokumen laporan tersebut juga menekankan pentingnya kemitraan, baik secara global maupun lokal antar pemangku kepentingan pembangunan. Kemitraan yang dimaksud memiliki prinsip inklusif, terbuka, dan akuntabel dimana seluruh pihak duduk bersama-sama untuk bekerja bukan tentang bantuan saja, melainkan juga mendiskusikan kerangka kebijakan untuk mencapai pembangunan berkelanjutan.

3.1.2 Arahan Penataan Ruang

A. Arahan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN)

RTRWN disusun melalui Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional yang dijadikan sebagai pedoman untuk:

a. Penyusunan rencana pembangunan jangka panjang nasional, b. Penyusunan rencana pembangunan jangka menengah nasional,

c. Pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah nasional,

d. Perwujudan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antarwilayah provinsi, serta keserasian antarsektor,

(18)

Arahan yang harus diperhatikan dari RTRWN untuk ditindaklanjuti ke dalam RPIJM kabupaten/kota adalah sebagai berikut:

a. Penetapan Pusat Kegiatan Nasional (PKN) Kriteria:

1. kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul utama kegiatan ekspor-impor atau pintu gerbang menuju kawasan internasional,

2. Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa skala nasional atau yang melayani beberapa provinsi, dan/atau

3. Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul utama transportasi skala nasional atau melayani beberapa provinsi.

b. Penetapan Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) Kriteria:

1. Kawasan Perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul kedua kegiatan ekspor-impor yang mendukung PKN,

2. Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa yang melayani skala provinsi atau beberapa kabupaten, dan/atau

3. Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul transportasi yang melayani skala provinsi atau beberapa kabupaten.

c. Penetapan Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) Kriteria:

1. Pusat perkotaan yang berpotensi sebagai pos pemeriksaan lintas batas dengan negara tetangga,

2. Pusat perkotaan yang berfungsi sebagai pintu gerbang internasional yang menghubungkan dengan negara tetangga,

3. Pusat perkotaan yang merupakan simpul utama transportasi yang menghubungkan wilayah sekitarnya, dan/atau

4. Pusat perkotaan yang merupakan pusat pertumbuhan ekonomi yang dapat mendorong perkembangan kawasan di sekitarnya.

d. Penetapan Kawasan Strategis Nasional (KSN)

Penetapan kawasan strategis nasional dilakukan berdasarkan kepentingan: a. Pertahanan dan keamanan,

a) diperuntukkan bagi kepentingan pemeliharaan keamanan dan pertahanan negara berdasarkan geostrategi nasional,

(19)

sistem persenjataan, dan/atau kawasan industri sistem pertahanan, atau

c) merupakan wilayah kedaulatan negara termasuk pulau-pulau kecil terluar yang berbatasan langsung dengan negara tetangga dan/atau laut lepas.

b. Pertumbuhan ekonomi,

a) memiliki potensi ekonomi cepat tumbuh,

b) memiliki sektor unggulan yang dapat menggerakkan pertumbuhan ekonomi nasional,

c) memiliki potensi ekspor,

d) didukung jaringan prasarana dan fasilitas penunjang kegiatan ekonomi, e) memiliki kegiatan ekonomi yang memanfaatkan teknologi tinggi,

f) berfungsi untuk mempertahankan tingkat produksi pangan nasional dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan nasional,

g) berfungsi untuk mempertahankan tingkat produksi sumber energi dalam rangka mewujudkan ketahanan energi nasional, atau ditetapkan untuk mempercepat pertumbuhan kawasan tertinggal.

c. Sosial dan budaya

a) merupakan tempat pelestarian dan pengembangan adat istiadat atau budaya nasional,

b) merupakan prioritas peningkatan kualitas sosial dan budaya serta jati diri bangsa, c) merupakan aset nasional atau internasional yang harus dilindungi dan

dilestarikan,

d) merupakan tempat perlindungan peninggalan budaya nasional, e) memberikan perlindungan terhadap keanekaragaman budaya, atau f) memiliki potensi kerawanan terhadap konflik sosial skala nasional. d. Pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi

a) diperuntukkan bagi kepentingan pengembangan ilmu

b) pengetahuan dan teknologi berdasarkan lokasi sumber daya alam strategis nasional, pengembangan antariksa, serta tenaga atom dan nuklir

c) memiliki sumber daya alam strategis nasional

d) berfungsi sebagai pusat pengendalian dan pengembangan antariksa e) berfungsi sebagai pusat pengendalian tenaga atom dan nuklir, atau f) berfungsi sebagai lokasi penggunaan teknologi tinggi strategis. e. Fungsi dan daya dukung lingkungan hidup.

a) merupakan tempat perlindungan keanekaragaman hayati,

(20)

perlindungan ekosistem, flora dan/atau fauna yang hampir punah atau diperkirakan akan punah yang harus dilindungi dan/atau dilestarikan,

c) memberikan perlindungan keseimbangan tata guna air yang setiap tahun berpeluang menimbulkan kerugian negara,

d) memberikan perlindungan terhadap keseimbangan iklim makro e) menuntut prioritas tinggi peningkatan kualitas lingkungan hidup f) rawan bencana alam nasional

g) sangat menentukan dalam perubahan rona alam dan mempunyai dampak luas terhadap kelangsungan kehidupan.

B. Arahan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi

Kota Tegal dalam RTRW Provinsi Jawa Tengah ditentukan sebagai Pusat Kegiatan Wilayah yang selanjutnya disebut PKW, yaitu kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala provinsi atau beberapa kabupaten/kota. Kota Tegal sendiri masuk pada Sistem Perwilayahan Bregasmalang yang terdiri atas Kota Tegal sendiri, Kabupaten Brebes, Slawi (Kabupaten Tegal), dan Kabupaten Pemalang, dengan fungsi pengembangan sebagai Pusat Pelayanan Lokal, Provinsi dan Nasional.

Rencana Sistem Jaringan Prasarana Lingkungan antara lain Pengembangan prasarana persampahan yang dilaksanakan dengan pendekatan pengurangan, pemanfaatan kembali dan daur ulang, yang meliputi Tempat Pengolahan Akhir Sampah Regional Bregasmalang dan pembangunan Tempat Pemrosesan Sementara di lokasi-lokasi strategis.

Rencana pengembangan prasarana limbah dan drainase meliputi penyediaan sistem pengolahan limbah cair domestik sesuai kebutuhan pada kawasan perkotaan; pembangunan tempat pengolahan limbah industri Bahan Berbahaya dan Beracun; pembangunan IPAL dan IPLT di kawasan perkotaan di tiap Kabupaten/Kota; pengembangan sistem drainase terpadu di seluruh ibukota kabupaten/kota; dan pengembangan sumur resapan di tiap bangunan.

(21)

C. Arahan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tegal

Dalam penyusunan RPIJM Bidang Cipta Karya, beberapa yang perlu diperhatikan dari RTRW Kabupaten/Kota adalah sebagai berikut:

1. Penetapan Kawasan Strategis Kabupaten/Kota (KSK) yang didasari sudut kepentingan: a. Pertahanan keamanan

b. Ekonomi

c. Lingkungan hidup d. Sosial budaya

e. Pendayagunaan sumberdaya alam atau teknologi tinggi

2. Arahan pengembangan pola ruang dan struktur ruang yang mencakup: a. Arahan pengembangan pola ruang:

1) Arahan pengembangan kawasan lindung dan budidaya.

2) Arahan pengembangan pola ruang terkait bidang Cipta Karya seperti pengembangan Ruang Terbuka Hijau (RTH).

b. Arahan pengembangan struktur ruang terkait keciptakaryaan seperti pengembangan prasarana sarana air minum, air limbah, persampahan, drainase, RTH, Rusunawa, maupun Agropolitan.

3. Ketentuan zonasi bagi pembangunan prasarana sarana bidang Cipta Karya yang harus diperhatikan mencakup ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan lindung, kawasan budidaya, sistem perkotaan, dan jaringan prasarana.

4. Indikasi program sebagai operasionalisasi rencana pola ruang dan struktur ruang khususnya untuk bidang Cipta Karya.

(22)

Tabel 3.1

Arahan RTRW Kota Tegal untuk Bidang Cipta Karya

ARAHAN POLA RUANG ARAHAN STRUKTUR RUANG

Rencana lokasi pengelompokan perumahan sesuai dengan kepadatan

perumahan meliputi:

a. kepadatan tinggi: Kelurahan Kraton, Kelurahan Pekauman, Kelurahan

Mangkukusuman, Kelurahan Randugunting, Kelurahan Kejambon, Kelurahan Tegalsari; b. kepadatan sedang: Kelurahan Slerok,

Kelurahan Mintaragen, Kelurahan

Pesurungan Kidul, Kelurahan Kemandungan, Kelurahan Kaligangsa, Kelurahan Cabawan, Kelurahan Debong Kidul, Kelurahan Debong Tengah, Kelurahan Sumurpanggang, Kelurahan Debong Lor, Kelurahan Debong Kulon, Kelurahan Bandung, Kelurahan Tunon, Kelurahan Kalinyamat Wetan, Kelurahan Kalinyamat Kulon, Kelurahan Keturen, Kelurahan Panggung; dan

c. kepadatan rendah: Kelurahan Pesurungan Lor, Kelurahan Muarareja, Kelurahan Margadana, Kelurahan Krandon, Kelurahan Cabawan, Kelurahan Kaligangsa.

Pusat Pelayanan Kota berada di Kecamatan Tegal Timur dengan fungsi utama meliputi pemukiman, pusat pemasaran dan perdagangan, pusat

perhubungan dan telekomunikasi, pusat kegiatan usaha jasa dan produksi, serta pusat pelayanan sosial

 Rencana pengembangan kawasan perumahan kepadatan tinggi dilakukan melalui:

a. peningkatan kualitas prasarana

lingkungan perumahan dan penyediaan ruang terbuka hijau dan ruang terbuka non hijau; dan

b. peningkatan kualitas hunian di kawasan perumahan melalui pembangunan perumahan secara vertikal.

 Rencana pengembangan kawasan perumahan kepadatan sedang dilakukan melalui:

a. peningkatan kualitas prasarana

lingkungan perumahan dan penyediaan ruang terbuka hijau dan ruang terbuka non hijau;

b. penyediaan prasarana dan sarana umum meliputi sarana jalan dan saluran.

 Rencana pengembangan kawasan perumahan kepadatan rendah dilakukan melalui:

a. peningkatan kualitas prasarana

lingkungan perumahan dan penyediaan ruang terbuka hijau dan ruang terbuka non hijau;

b. penyediaan prasarana dan sarana umum, meliputi sarana jalan dan saluran.  Rencana penggunaan lahan untuk kawasan

perumahan seluas sekitar 1.800 (seribu delapan ratus) hektar.

 Rencana pengembangan kawasan perumahan dengan memperhatikan kondisi sosial, ekonomi, daya dukung dan daya tampung

Rencana prasarana sistem infrastruktur perkotaan:

 Rencana sistem air minum kota meliputi: a. peningkatan air minum yang bersumber

dari Bumijawa dan Kali Giri Kabupaten Brebes sebesar kurang lebih 190 (seratus sembilan puluh) liter/detik meliputi: f. rencana peningkatan sistem jaringan

primer yang melalui Jalan Sultan Agung – Jalan Pancasila;

g. rencana peningkatan sistem jaringan sekunder yang melalui Jalan A. Yani – Jalan Gadjahmada – Jalan Veteran – Jalan Sudirman – Jalan Kapt. Sudibyo – Jalan Kapt. Ismail.

b. pengembangan air minum bersumber dari Suniarsih, Banyumudal Kabupaten Tegal dan Tuk Suci Kabupaten Brebes sebesar kurang lebih 200 (dua ratus) liter/detik meliputi:

1. rencana peningkatan sistem jaringan primer yang melalui tepi Sungai Kemiri – Jalan Dr. Cipto Mangunkusumo; 2. rencana peningkatan sistem jaringan

sekunder yang melalui Jalan Ki Hajar Dewantoro – Jalan Teuku Cik Di Tiro – Jalan Teuku Umar.

c. peningkatan kualitas air bersih menjadi air minum di kawasan fasilitas pelayanan umum.

(23)

ARAHAN POLA RUANG ARAHAN STRUKTUR RUANG

lingkungan. sesuai dengan daya dukung lingkungan.

 Rencana sistem air limbah kotan meliputi: a. pengolahan limbah dilayani dengan

Instalasi Pengolah Lumpur Tinja dan Instalasi Pengolah Air Limbah skala kota di daerah Kelurahan Muarareja Kecamatan

c. penambahan sarana pengangkutan dalam pengelolaan limbah agar tidak terjadi penumpukan pada setiap kecamatan atau SPPK ; dan

d. pengembangan sistem pengolahan limbah bahan berbahaya dan beracun dengan memperhatikan prinsip kelestarian lingkungan.

 Rencana sistem persampahan kota meliputi: a. pengembangan Tempat Pemerosesan

Akhir sampah regional di Kecamatan Songgom Kabupaten Brebes atau Kecamatan Suradadi Kabupaten Tegal; b. pengembangan Tempat Pemerosesan

Akhir sampah di Kelurahan Kaligangsa Kecamatan Margadana;

c. Pembangunan Tempat Penampungan Sementara dan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu di setiap Kelurahan.

 Rencana sistem drainase kotanmeliputi: a. peningkatan Polder Kaligangsa berfungsi

untuk penanggulangan genangan banjir serta sistem irigasi;

b. peningkatan saluran pembuangan

(24)

ARAHAN POLA RUANG ARAHAN STRUKTUR RUANG 17. Saluran Pembuangan Mataram; 18. Saluran Pembuangan Blabat; 19. Saluran Pembuangan Lemah Duwur 20. Saluran Pembuangan Cabawan; 21. Saluran Pembuangan Jaya Kanan; 22. Saluran Pembuangan Gangsa Lama; 23. Saluran Pembuangan Jaya Kiri. c. peningkatan jaringan irigasi untuk

pengairan sawah sebagai berikut; 1. Saluran Sekunder Sidapurna; 2. Saluran Sekunder Margadana; 3. Saluran Sekunder Tegalwangi; dan 4. Saluran Sekunder Lemah Duwur. d. pengembangan jaringan drainase

sekunder sepanjang Jalan Dr. Cipto, Jalan Mataram, Jalan Kapten Tendean, Jalan S. Parman, Jalan Yos Sudarso, dan Jalan By Pass Tegal – Brebes.

Tabel 3.2

Identifikasi Kawasan Strategis Kota (KSK) berdasarkan RTRW KAWASAN STRATEGIS

KOTA TEGAL SUDUT KEPENTINGAN LOKASI/BATAS KAWASAN Kawasan strategis dari sudut

kepentingan pertumbuhan ekonomi

pertumbuhan ekonomi a. kawasan pusat kota yang berada di

Kecamatan Tegal Barat dan Kecamatan Tegal Timur atau pada kawasan SPPK Kraton dan SPPK Kejambon diarahkan untuk ruang terbuka hijau dan RTNH; dan

(25)

KAWASAN STRATEGIS

KOTA TEGAL SUDUT KEPENTINGAN LOKASI/BATAS KAWASAN Kawasan strategis dari sudut

kepentingan sosial dan budaya

Sosial dan Budaya meliputi:

a. Kawasan Alun-alun kota di Kelurahan Mangkukusuman b. Kawasan Kota Lama yang terletak

di lingkungan Balai Kota Lama di Kelurahan Tegalsari; dan

c. Kawasan Stasiun Besar Kereta Api di Kelurahan Panggung. Muarareja Kecamatan Tegal Barat dan pesisir di Kelurahan Panggung dan Kelurahan Mintaragen Kecamatan Tegal Timur.

kawasan strategis dari sudut kepentingan pertahanan dan keamanan

Pertahanan dan keamanan kawasan di sekitar Pangkalan TNI Angkatan Laut dan Kepolisian Resort Tegal Kota

D. Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)

Sesuai dengan arahan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus, Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu. KEK terdiri atas satu atau beberapa zona, antara lain pengolahan ekspor, logistik, industri, pengembangan teknologi, pariwisata, energi, dan ekonomi lainnya. Pembentukan KEK tersebut dapat melalui usulan dari Badan Usaha yang didirikan di Indonesia, pemerintah kabupaten/kota, dan pemerintah provinsi, yang ditujukan kepada Dewan Nasional. Selain itu, Pemerintah Pusat juga dapat menetapkan suatu wilayah sebagai KEK yang dilakukan berdasarkan usulan kementerian/lembaga pemerintah non kementerian. Sedangkan lokasi KEK yang diusulkan dapat merupakan area baru maupun perluasan dari KEK yang sudah ada. Usulan lokasi KEK harus memenuhi beberapa kriteria antara lain: a. sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah dan tidak berpotensi mengganggu kawasan

lindung;

b. adanya dukungan dari pemerintah provinsi dan/atau pemerintah kabupaten/kota yang bersangkutan;

c. terletak pada posisi yang dekat dengan jalur perdagangan internasional atau dekat dengan jalur pelayaran internasional di Indonesia atau terletak pada wilayah potensi sumber daya unggulan;

(26)

Penyelenggaraan pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya juga mengacu pada Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota. Dengan mengacu kepada peraturan perundangan tersebut, maka prioritas penanganan infrastruktur Bidang Cipta Karya diarahkan pada kabupaten/kota yang berfungsi strategis secara nasional. Pada pelaksanaannya, alokasi APBN Bidang Cipta Karya terdapat 5 (lima) klaster penanganan Bidang Cipta Karya sebagai berikut :

a. Klaster A, merupakan kabupaten/kota prioritas strategis nasional yang termasuk dalam Pusat Kegiatan Nasional (PKN), Pusat-Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) di dalam KSN dan kabupaten/kota di dalam kawasan metropolitan, serta kawasan strategis lainnya (KEK, MP3EI) yang telah memiliki Perda RTRW dan Perda Bangunan Gedung. Kabupaten/Kota Prioritas Strategis Nasional pada Klaster A merupakan kabupaten/ kota yang merupakan Pusat Kegiatan Nasional (PKN), Pusat-Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) di dalam KSN dan kabupaten/kota di dalam kawasan metropolitan, serta kawasan strategis lainnya (KEK, MP3EI) yang telah memiliki Perda RTRW dan Perda Bangunan Gedung. Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan dengan menggunakan kriteria-kriteria di atas, sampai dengan akhir tahun 2013 diidentifikasi sebanyak 94 (sembilan puluh empat) kabupaten/kota di Indonesia yang termasuk pada Kabupaten/Kota Prioritas Strategis Nasional Klaster A,

b. Klaster B, merupakan kabupaten/kota prioritas strategis nasional yang termasuk dalam Pusat Kegiatan Nasional (PKN), Pusat-Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) di dalam KSN dan kabupaten/kota di dalam kawasan metropolitan, serta kawasan strategis lainnya (KEK, MP3EI) yang telah memiliki Perda RTRW.

Kabupaten/Kota Prioritas Strategis Nasional pada Klaster B adalah kabupaten/kota yang merupakan Pusat Kegiatan Nasional (PKN), Pusat-Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) di dalam KSN dan kabupaten/kota di dalam kawasan metropolitan, serta kawasan strategis lainnya (KEK, MP3EI) yang memiliki Perda RTRW. Sampai dengan Tahun 2013, diidentifikasi sebanyak 82 (delapan puluh dua) kabupaten/kota yang masuk dalam klaster B.

c. Klaster C, terdiri dari kabupaten/kota yang menjadi prioritas pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM), berdasarkan karakteristik antara lain daerah yang rawan bencana alam, memiliki cakupan air minum/sanitasi rendah, permukiman kumuh, dan daerah kritis atau miskin.

(27)

pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Cipta Karya, yaitu kabupaten/kota di luar Klaster A dan Klaster B. Pemilihan prioritas kabupaten/kota dalam pemenuhan SPM ditentukan berdasarkan karakteristik masing-masing daerah, antara lain daerah yang rawan bencana alam, memiliki cakupan air minum/sanitasi rendah, permukiman kumuh, dan daerah kritis atau miskin. Selain memenuhi karakteristik tersebut, daerah juga harus memiliki komitmen yang tinggi terhadap pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya dan memiliki program yang responsif.

d. Klaster D ditujukan dalam rangka pengembangan kegiatan pemberdayaan masyarakat Bidang Cipta Karya yang bertujuan penanggulangan kemiskinan di perkotaan dan perdesaan.

Klaster D khusus dialokasikan bagi program-program pemberdayaan masyarakat Bidang Cipta Karya, baik di perkotaan maupun perdesaan. Program pemberdayaan masyarakat ini diperuntukkan dalam rangka pengentasan kemiskinan, sesuai dengan amanat pembangunan nasional.

e. Klaster E ditujukan untuk kabupaten/kota yang memiliki program inovasi baru Bidang Cipta Karya yang diusulkan secara kompetitif dan selektif.

Klaster E diperuntukkan untuk kabupaten/kota yang memiliki program yang kreatif dan inovasi baru bagi pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya dan tercantum pada Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2-JM) Bidang Cipta Karya. Pada Klaster E ini juga difasilitasi daerah yang berprestasi dan memiliki inovasi baru.

3.1.3 Arahan Rencana Pembangunan Daerah

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) disusun berdasarkan Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Dalam undang-undang tersebut, RPJM Daerah dinyatakan sebagai penjabaran dari visi, misi, dan program Kepala Daerah yang penyusunannya berpedoman pada RPJP Daerah dan memperhatikan RPJM Nasional, memuat arah kebijakan keuangan Daerah, strategi pembangunan Daerah, kebijakan umum, dan program Satuan Kerja Perangkat Daerah, lintas Satuan Kerja Perangkat Daerah, dan program kewilayahan disertai dengan rencana kerja dalam kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif.

(28)

Adapun substansi RPJMD Kota Tegal yang terkait dengan bidang RPI2JM, antara lain: a. Isu-isu Strategis

Tata Ruang, Sarana dan Prasarana Penataan Ruang

a. Belum tersusunnya rencana detail tata ruang kota;

b. Masih adanya alih fungsi lahan dari pertanian ke non pertanian;

c. Rendahnya kesadaran dan kepatuhan masyarakat dalam pemanfaatan ruang sesuai dengan peruntukannya;

d. Belum optimalnya penegakan hukum terhadap pelanggaran pemanfaatan ruang;

Perhubungan

a. Kurangnya regulasi/aturan tentang transportasi darat;

b. Kurangnya perlengkapan jalan baik secara kuantitas maupun kualitas untuk menunjang manajemen lalu lintas;

c. Kurangnya keterpaduan pelayanan angkutan jalan dengan moda lain; d. Belum tersedianya pedoman penataan angkutan penumpang umum.

Perumahan

a. Terbatasnya kemampuan pemerintah menyediakan rumah type sederhana bagi masyarakat menengah dan kurang mampu;

b. Masih banyaknya rumah dan kondisi lingkungan yang tidak memenuhi persyaratan dan layak huni;

c. Pengelolaan dan pengolahan sampah belum memenuhi standar; d. Terbatasnya sarana dan prasarana pengelolaan sampah;

e. Belum optimalnya penyediaan lahan pemakaman umum; f. Belum optimalnya pengelolaan ruang terbuka hijau.

Pekerjaan Umum

a. Belum optimalnya pengembangan dan pengelolaan jalan dan jembatan. b. Belum optimalnya pemeliharaan jalan dan jembatan;

c. Belum terintegrasinya Sistem informasi/data base jalan/jembatan dalam perencanaan pembangunan jalan/jembatan dan pemanfaatan ruang kota;

d. Belum optimalnya keterpaduan perencanaan pembangunan saluran drainase kota dengan perencanaan penataan ruang kota;

e. Relevansi faktor kondisi kontur dalam perencanaan saluran drainase/gorong-gorong masih kurang optimal;

(29)

g. Masih minimnya pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana air bersih bagi masyarakat;

h. Belum adanya penanganan sistem pengendalian banjir/genangan di Kota Tegal; i. Belum meratanya pembangunan prasarana dan sarana drainase kota Tegal; j. Kerusakan sarana dan prasarana lingkungan akibat rob semakin meningkat; k. Belum adanya keterpaduan sistem jaringan dan manajemen pengolahan air; l. Masih kurangnya integrasi dalam pembangunan sistem sanitasi;

m.Masih kurangnya sarana dan prasarana serta SDM pemadam kebakaran;

n. Belum optimalnya perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan pelaksanaan di bidang tata bangunan dan gedung serta pengembangan lingkungan;

o. Belum optimalnya penanganan system LPJU (Lampu Penerangan Jalan Umum). b. Kebijakan Pembangunan dalam Bidang Tata Ruang, Sarana dan Prasarana

Penataan Ruang Kebijakan dalam urusan penataan ruang diarahkan pada: 1. Mewujudkan penyusunan rencana rinci kawasan strategis kota Tegal;

2. Mewujudkan kesesuaian perubahan ruang terhadap rencana pemanfaatan ruang; 3. Mewujudkan pengendalian pemanfaatan ruang kawasan sesuai dengan rencana

peruntukkannya;

4. Mempertahankan lahan produktif sebagai ruang terbuka pertanian dan kawasan resapan air;

5. Meningkatkan keterlibatan para pelaksana pembangunan dalam rencana pemanfaatan tata ruang sebagai dasar pelaksanaan pembangunan;

6. Mewujudkan sistem informasi perencanaan pemanfaatan ruang yang bersinergi dengan pelaksanaan perencanaan;

7. Meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam rencana pemanfaatan ruang Penegakan sanksi hukum terhadap pelanggaran pemanfaatan ruang;

8. Meningkatkan kinerja BKPRD guna dapat memfasilitasi pemecahan permasalahan perkotaan dan pengendalian pemanfaatan ruang.

9. Kebijakan dalam urusan perumahan diarahkan pada:

a. Mewujudkan pembangunan perumahan baru untuk masyarakat menengah dan kurang mampu;

b. Meningkatkan penataan lingkungan kawasan kumuh perumahan di Kota Tegal. 10. Pekerjaan Umum Kebijakan dalam urusan pekerjaan umum diarahkan pada:

(30)

c. Mewujudkan keterpaduan perencanaan pembangunan saluran drainase kota dengan perencanaan penataan ruang kota;

d. Meningkatkan dan memperhatikan relevansi kondisi kontur dalam perencanaan saluran drainase/gorong yang masih kurang diperhatikan;

e. Meningkatkan kapasitas dan kualitas pelayanan saluran drainase/gorong-gorong perkotaan dengan meningkatkan ketegasan sanksi dalam mengoptimalkan fungsi saluran drainase;

f. Meningkatkan kualitas dan kuantitas saluran drainase perkotaan di wilayah Kota Tegal;

g. Mewujudkan sistem jaringan dan manajeman pengolahan air baku secara terpadu;

h. Meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam pembangunan prasarana air minum;

i. Meningkatkan kuantitas dan kualitas sarana sanitasi kota melalui rencana induk sistem sanitasi kota Tegal;

j. Meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam pembangunan sarana pengelolaan air limbah dalam skala komunitas;

k. Meningkatkan kualitas SDM dibidang bangunan dan gedung;

l. Mewujudkan sistem proteksi kebakaran padan bangunan dan gedung;

m.Mewujudkan penataan lingkungan permukiman perkotaan yang layak dan memperhatikan ekologi perkotaan;

n. Meningkatkan upaya kesiagaan dan pencegahan kebakaran dengan mewujudkan NSPM RISPK;

o. Meningkatkan pembangunan sarana dan prasarana di wilayah Kota Tegal; p. Mewujudkan penataan lingkungan permukiman penduduk yang berwawasan

lingkungan;

q. Mewujudkan NSPM pencegahan bahaya kebakaran di wilayah perkotaan; r. Meningkatkan proteksi kebakaran Kota Tegal melalui Rencana Induk Sistem

Proteksi Kebakaran (RISPK) ; s. Meningkatkan kapasitas Air Minum;

(31)

3.2 Rencana Strategis Infrastruktur Bidang Cipta Karya

3.2.1 Arahan Rencana Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Permukiman Rencana Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Permukiman merupakan suatu dokumen strategi operasional dalam pembangunan permukiman dan infrastruktur perkotaan yang sinergi dengan arah pengembangan kota, sehingga dapat menjadi acuan yang jelas bagi penerapan program-program pembangunan infrastruktur Cipta Karya.

RP2KP memuat arahan kebijakan dan strategi pembangunan infrastruktur permukiman makro pada skala kabupaten/kota yang berbasis pada rencana tata ruang (RTRW) dan rencana pembangunan (RPJMD). RP2KP memiliki beberapa fungsi, yaitu: a. sebagai acuan bagi implementasi program-program pembangunan permukiman dan

infrastruktur perkotaan, sehingga dapat terintegrasi dengan program-program pembangunan lainnya yang telah ada;

b. Sebagai dokumen induk dari semua dokumen perencanaan program sektoral bidang Cipta Karya di daerah;

c. Sebagai salah satu acuan bagi penyusunan RPI2JM;

d. Sebagai sarana untuk integrasi semua kebijakan, strategi, rencana pembangunan dan pengembangan kawasan permukiman yang tertuang di berbagai dokumen; dan

e. Sebagai dokumen acuan bagi penyusunan kebijakan yang terkait dengan pembangunan permukiman dan infrastruktur perkotaan.

Rencana Program Penanganan Kawasan Permukiman Prioritas Kota Tegal, didasarkan pada Program kebutuhan penanganan untuk:

- Penanganan Permukiman - Penanganan jalan lingkungan.

- Penanganan drainase lingkungan permukiman

- Penanganan pengelolaan persampahan. - Penanganan pengelolaan air limbah/Sanitasi - Penanganan air bersih.

Rencana Program Penanganan Kawasan Permukiman Prioritas ini disajikan pada masing-masing zona kawasan permukiman prioritas:

1. Zona 1 Kelurahan Tegalsari

Kawasan Permukiman Prioritas pada RW I, RW II Kelurahan Tegalsari dan sebagian wilayah RW I Kelurahan Muarareja

2. Zona 2 Kelurahan Tegalsari.

(32)

3. Zona 3 Kelurahan Tegalsari

Kawasan Permukiman Prioritas pada RW II dan RW III Kelurahan Tegalsari. 4. Zona 4 Kelujrahan Mintaragen

Kawasan Permukiman Prioritas pada RW XI Kelurahan Mintaragen 5. Zona 5 Kelurahan Mintaragen

Kawasan Permukiman Prioritas pada RW X Kelurahan Mintaragen 6. Zona 6 Kelurahan Panggung.

Kawasan Permukiman Prioritas pada RW XI, RW XII, RW XIII Kelurahan Panggung.

3.2.2 Arahan Rencana Induk Sistem Penyediaan Air Minum (RISPAM)

Berdasarkan Permen PU No. 18 Tahun 2007, Rencana Induk Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum adalah suatu rencana jangka panjang (15-20 tahun) yang merupakan bagian atau tahap awal dari perencanaan air minum jaringan perpipaan dan bukan jaringan perpipaan berdasarkan proyeksi kebutuhan air minum pada satu periode yang dibagi dalam beberapa tahapan dan memuat komponen utama sistem beserta dimensi-dimensinya. RISPAM dapat berupa RISPAM dalam satu wilayah administrasi maupun lintas kabupaten/kota/provinsi. Penyusunan rencana induk pengembangan SPAM memperhatikan aspek keterpaduan dengan prasarana dan sarana sanitasi sejak dari sumber air hingga unit pelayanan dalam rangka perlindungan dan pelestarian air.

1. Rencana Pengembangan SPAM Jangka Pendek (2013 – 2017)

- Penyediaan debit air baku sebanyak 300 lt/dt direncanakan dari program SPAM Regional Bergas 300 lt/dt dan program SPAM Reguler dari Sungai Gung/Ketiwon sebanyak 100 lt/dt. Secara keseluruhan direncanakan akan dibangun dalam 4 tahun anggaran

- Penambahan jumlah pelanggan baru sebanyak 25.300 sambungan, sehingga cakupan layanan PDAM Kota Tegal meningkat dari 23% menjadi 63%. Pada tahun 2018, diperkirakan PDAM Kota Tegal belum mampu memenuhi cakupan pelayanan air minum sesuai target nasional (80%)

- Konsumsi air rata-rata diharapkan naik dari 120 lt/or/hr (14 m3/bl) menjadi sekitar 140 lt/or/hr (17 m3/bl)

(33)

2. Rencana Pengembangan SPAM Jangka Menengah dan Jangka Panjang (2018 – 2032)

Rencana pengembangan SPAM untuk keperluan pelayanan air minum dalam jangka menengah (2018 – 2022) dan jangka panjang (2023 – 2032) direncanakan sebagai berikut:

- Penambahan kapasitas air baku untuk 15 tahun mendatang diperlukan minimal 240 lt/dt, terdiri:

a. Optimalisasi sumber air baku dari Mata Air Bumi jawa sehingga seluruh kapasitas design (70 lt/dt) dapat dimanfaatkan untuk pelayanan air minum, saat ini debit yang sampai ke batas kota hanya sekitar 30 lt/dt

b. Pemanfaatan Mata Air Tukele sebesar 50 lt/dt, dari kapasitas terpasang 75 lt/dt c. Pemanfaatan kepemilikan SIPPA 300 lt/dt, dengan membangun IPA dari Bendung

Pesayangan minimal dalam tiga kali pembangunan sebesar 3x 50 lt/dt

- Pertambahan jumlah pelanggan baru dalam periode perencanaan secara keseluruhan minimal sekitar 53.200 SL, terdiri dari:

a. Tahun 2013 – 2017 bertambah 25.300 SL, sehingga cakupan layanan PDAM Kota Tegal mencapai 63%, kehilangan air 36%, konsumsi air rata-rata sekitar 140 lt/or/hr

b. Tahun 2018 – 2022 bertambah 13.500 SL, sehingga cakupan layanan PDAM Kota Tegal mencapai 80%, kehilangan air 31%, konsumsi air rata-rata sekitar 140 lt/or/hr

c. Tahun 2023 – 2027 bertambah 7.400 SL, sehingga cakupan layanan PDAM Kota Tegal mencapai 90%, kehilangan air 26%, konsumsu air rata-rata sekitar 160 lt/or/hr

(34)

3.2.3 Arahan Strategi Sanitasi Kota (SSK)

Strategi Sanitasi Kota adalah dokumen rencana strategis berjangka menengah yang disusun untuk percepatan pembangunan sektor sanitasi suatu Kota/Kabupaten, yang berisi potret kondisi sanitasi kota saat ini, rencana strategi dan rencana tindak pembangunan sanitasi jangka menengah. SSK disusun oleh Pokja Sanitasi Kabupaten/Kota didukung fasilitasi dari pemerintah pusat dan pemerintah provinsi.

Dalam menyusun SSK, Pokja Sanitasi Kabupaten/Kota berpedoman pada prinsip: a. Berdasarkan data aktual (Buku Putih Sanitasi);

b. Berskala kota dan lintas sektor (air limbah, drainase, persampahan); c. Disusun sendiri oleh kota dan untuk kota; dan

d. Menggabungkan pendekatan ‘top down’ dengan ‘bottom up’.

SSK Kota Tegal terdiri atas tujuan, sasaran dan strategi dalam sektor air limbah, persampahan dan drainase.

1. Sektor Air Limbah

Tujuan Sasaran Strategi

Meningkatkan lingkungan

yang sehat dan bersih di

Kota Tegal melalui

pengelolaan air limbah

domestik yang berwawasan

lingkungan

• Tersedianya perencanaan pengelolaan air limbah domestik skala perkotaan

pada akhir tahun 2019

• Meningkatkan cakupan kepemilikan jamban keluarga dengan penggunaan

tangki septik dari 77.02% menjadi

81.13% pada akhir tahun 2019. • Meningkatnya jumlah dan cakupan

layanan pengelolaan air limbah secara

komunal dari 33 unit menjadi 43 unit

di akhir tahun 2019.

• Tersedianya dan berfungsinya IPAL Komunal untuk industri rumah tangga

dari 3 unit menjadi 5 unit. • Meningkatnya efektivitas layanan

pengelolaan IPLT dari 6 m3/hari

menjadi 12 m3/hari pada akhir tahun

(35)

2. Sektor Persampahan

Tujuan Sasaran Strategi

Mewujudkan lingkungan

yang sehat dan bersih di

Kota Tegal melalui

menjadi 80% pada akhir tahun 2019. • Meningkatkan rasio tempat

pembuangan sampah (TPS) per 1000

penduduk dari 2,1 menjadi 2,7 pada

akhir tahun 2019

• Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah dengan

sistem 3R (reduce, reuse dan recycle)

melalui optimalisasi TPST dan bank

sampah dari 10 unit menjadi 27 unit

pada tahun 2019.

yang sehat dan bersih di

Kota Tegal melalui

penyediaan sarana dan

prasarana drainase

Meningkatnya drainase dalam kondisi

baik sehingga pembuangan aliran air

tidak terhambat dari 60.5% menjadi

61.44% di akhir Tahun 2019

Meningkatnya ketersediaan system

jaringan drainase skala kawasan dan

skala kota dari 68,5% menjadi 71.35% di

akhir Tahun 2019

Meningkatnya prosentase wilayah bebas

genangan banjir dari 94,76% menjadi

97.11% di akhir Tahun 2019

(36)

Adapun fokus pembangunan infrastruktur sanitasi diarahkan secara spesifik pada permasalahan sebagai berikut:

a. Pengendalian Banjir dan Rob - Pembangunan kolam retensi

- Normalisasi saluran sekunder dan primer b. Penanganan Kawasan Kumuh Perkotaan

- Perbaikan sarana prasarana draenase lingkungan.

- Peningkatan layanan sanitasi kota dengan membangun Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) komunal skala kawasan di kawasan permukiman dan sanitasi sekolah - Penanganan persampahan skala perkotaan.

- Pembangunan TPST dan Bank Sampah.

- Akselerasi Pembangunan Infrastruktur Kelurahan (APIK) untuk perbaikan sanitasi.

3.2.4 Arahan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan di Kawasan Strategis Kabupaten/Kota (RTBL KSK)

RTRW maupun RP2KP yang telah disusun kemudian diturunkan ke dalam suatu rencana operasional berupa Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan di Kawasan Strategis Kabupaten/Kota (RTBL KSK), di mana keduanya tetap mengacu pada strategi pengembangan kota yang sudah ada.

RTBL KSK merupakan rencana aksi program strategis untuk penanganan permasalahan permukiman dan pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya pada kawasan prioritas di perkotaan. Dalam konteks pengembangan kota, RTBL KSK merupakan rencana terpadu bidang permukiman dan infrastuktur bidang Cipta Karya pada lingkup wilayah perencanaan berupa kawasan dengan kedalaman rencana teknis yang dituangkan dalam peta 1:5000 atau 1:1000. RTBL KSK disamping berfungsi sebagai alat operasionalisasi dalam penanganan kawasan permukiman prioritas juga berfungsi sebagai masukan dalam penyusunan RPI2JM. Oleh karena itu, dalam hal ini RPI2JM perlu mengutip matriks rencana aksi program serta peta pengembangan kawasan dalam RTBL KSK yang didetailkan pada program tahunan.

Tabel 5.4 memaparkan Matriks Strategi Pembangunan Kawasan Prioritas Berdasarkan

RTBL KSK, sebagai masukan bagi penyusunan RPI2JM Bidang Cipta Karya, khususnya dalam

Gambar

Gambar 3.1 Konsep Perencanaan Pembangunan Infrastruktur Bidang Cipta Karya
Gambar 3.2 Peta Kawasan Ekonomi
Gambar 3.3 Jumlah Penduduk Miskin Desa-Kota Per Provinsi 2013
Tabel 3.2

Referensi

Dokumen terkait

Perbedaan perkembangan kognitif (akal) menurut Al-Ghazali dan Jean Piaget terdapat pada metodologi sebagai basis pemikiran keduanya. metode penelitianyang digunakan

Jadi yang dimaksud dengan judul “Komersialisasi Pernikahan Sirri dalam Prespektif Hukum Islam dan Hukum Positif (Studi Kasus Praktik Perkawinan Sirri Di Desa Pekoren

Laporan akhir ini dibuat untuk memenuhi persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan Diploma III pada Jurusan Teknik Elektro Program Studi Teknik Listrik Politeknik

[r]

Berdasarkan latar belakang masalah dan hasil survei tersebut diatas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai Hubungan Antara Tekanan Panas

Penelitian ini dimulai dengan melakukan analisa sistem berjalan pada bagian kepegawaian untuk mengetahui kebutuhan informasi yang diperlukan, dan melakukan perancangan basis

Tentunya banyak hal yang dapat dibahas, akan tetapi dalam buku ini hanya dibahas hal-hal yang berkaitan dengan masalah keamanan (security), masalah lain seperti pajak

Perbedaan dari Transek 1-4 dengan Transek 5 dapat dilihat bahwa nilai hambur balik dari dasar perairan yang memiliki vegetasi lamun nilai hambur baliknya