BAB IV
ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN LINGKUNGAN
4.1 Analisis Sosial
Dalam penyusunan dokumen Perencanaan pembangunan infrastruktur
bidang cipta karya juga perlu mempertimbangkan dampak-dampak sosial yang
akan ditimbulkan dalam rangka mengintegrasikan pelaksanaan program
kegiatan terhadap lingkungan permukiman baik permukiman perkotaan
maupun permukiman perdesaan. Analisis dampak sosial tersebut dilaksanakan
sejak perencanaan, pelaksanaan sampai pasca pembangunan dalam hal ini
pengelolaan hasil pembangunan agar tetap terjaga dan terpelihara untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat secara berkelanjutan.
Pada taraf perencanaan, pembangunan infrastruktur permukiman
seharusnya menyentuh aspek-aspek sosial yang terkait dan sesuai dengan
isu-isu yang marak saat ini, seperti pengentasan kemiskinan serta pengaruh
gender. Sedangkan pada saat pembangunan kemungkinan masyarakat terkena
dampak sehingga diperlukan proses konsultasi, pemindahan penduduk dan
pemberian kompensasi, maupun permukiman kembali. Kemudian pada pasca
pembangunan atau pengelolaan perlu diidentifikasi apakah keberadaan
infrastruktur Bidang Cipta Karya tersebut membawa manfaat atau peningkatan
taraf hidup bagi kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitarnya.
Analisis terhadap pengarusutamaan gender sangatlah diperlukan untuk
melihat seberapa besar keterlibatan atau peran perempuan dalam perencanaan,
pelaksanaan dan pengelolaan pasca pembangunan. Selain itu perlu pula
dilaksanakan identifikasi kebutuhan penanganan sosial pasca pelaksanaan
pembangunan infrastruktur bidang cipta karya dalam rangka mengurangi
resiko-resiko yang mungkin ditimbulkan sebagai implikasi dari pelaksanaan
pembangunan tersebut.
Berdasarkan data yang ada, beberapa program bidang cipta karya yang
dilaksanakan di Kabupaten ... yang sebelumnya masih
bergabung dengan Kabupaten Induk Morowali antara lain Program
Pemberdayaan Masyarakat adalah PNPM, PAMSIMAS dan PPIP; dan program
non pemberdayaan meliputi penyusunan RISPAM dan SSK. Dari keseluruhan
kegiatan tersebut nampak bahwa bentuk keterlibatan perempuan sangatlah
berperan besar dalam hal keterlibatan sebagai pengurus dalam Organisasi
hal-hal yang akan dilaksanakan dengan tingkat partisipasi mencapai 30% sampai
40%. Keterlibatan perempuan tersebut manfaatnya cukup besar karena
keberadaan keseharian sebagian besar di lingkungannya sehingga memudahkan
pengawasan dan pemeliharaan hasil pembangunan untuk kebutuhan dan
manfaatnya dalam jangka panjang.
Hal-hal yang juga perlu diperhitungkan dalam pelaksanaan
pembangunan infrastruktur bidang cipta karya, karena proses pembangunan
memerlukan lokasi, besaran kegiatan, dan durasi waktu sehingga akan
berdampak terhadap masyarakat. Untuk meminimalisir terjadinya konflik
dengan masyarakat penerima dampak maka perlu dilakukan beberapa langkah
antisipasi, seperti konsultasi, pengadaan lahan dan pemberian kompensasi
untuk tanah dan bangunan, serta permukiman kembali.
1. Konsultasi Masyarakat
Konsultasi masyarakat diperlukan untuk memberikan informasi kepada
masyarakat, terutama kelompok masyarakat yang mungkin terkena dampak
akibat pembangunan Bidang Cipta Karya di wilayahnya. Hal ini sangat penting
untuk menampung aspirasi mereka berupa pendapat, usulan serta saran-saran
untuk bahan pertimbangan dalam proses perencanaan. Konsultasi masyarakat
perlu dilakukan pada saat persiapan program Bidang Cipta Karya, persiapan
AMDAL dan pembebasan lahan.
2. Pengadaan Lahan dan Pemberian Kompensasi Untuk Tanah dan
Bangunan
Kegiatan pengadaan tanah dan kewajiban pemberian kompensasi atas
tanah dan bangunan terjadi jika kegiatan pembangunan bidang cipta karya
berlokasi di atas tanah yang bukan milik pemerintah atau telah ditempati oleh
swasta/masyarakat selama lebih dari satu tahun. Prinsip utama pengadaan
tanah adalah bahwa semua langkah yang diambil harus dilakukan untuk
meningkatkan, atau memperbaiki, pendapatan dan standar kehidupan warga
yang terkena dampak akibat kegiatan pengadaan tanah tersebut.
3. Permukiman Kembali Penduduk(resettlement)
Seluruh proyek yang memerlukan pengadaan lahan harus
mempertimbangkan adanya kemungkinan pemukiman kembali penduduk sejak
tahap awal proyek. Bilamana pemindahan penduduk tidak dapat dihindarkan,
rencana pemukiman kembali harus dilaksanakan sedemikian rupa sehingga
proyek. Hal ini termasuk mendapat kompensasi yang wajar atas kerugiannya,
serta bantuan dalam pemindahan dan pembangunan kembali kehidupannya
di lokasi yang baru. Penyediaan lahan, perumahan, prasarana dan kompensasi
lain bagi penduduk yang dimukimkan jika diperlukan dan sesuai persyaratan.
Output kegiatan pembangunan Bidang Cipta Karya seharusnya memberi
manfaat bagi masyarakat. Manfaat tersebut diharapkan minimal dapat terlihat
secara kasat mata dan secara sederhana dapat terukur, seperti kemudahan
mencapai lokasi pelayanan infrastruktur, waktu tempuh yang menjadi lebih
singkat, hingga pengurangan biaya yang harus dikeluarkan oleh penduduk
untuk mendapatkan akses pelayanan tersebut.
4.2. Analisis Ekonomi
Analisis ekonomi dalam penyusunan RPI2JM sangat diperlukan untuk
mengetahui dampak pembangunan infrastruktur bidang cipta karya terhadap
kehidupan penduduk miskin serta pengaruhnya terhadap perekonomian lokal
masyarakat.
Menurut standar BPS terdapat 14 kriteria yang dipergunakan untuk
menentukan keluarga/rumah tangga dikategorikan miskin, yaitu :
1) Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang.
2) Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan.
3) Jenis dinding tempat tinggal dari bambu/rumbia/kayu berkualitas
rendah/tembok tanpa diplester.
4) Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah
tangga lain.
5) Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.
6) Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak
terlindung/sungai/air hujan.
7) Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu
bakar/arang/minyak tanah.
8) Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam
seminggu.
9) Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun.
10) Hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari.
11) Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik.
12) Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas
dan atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan dibawah Rp. 600.000,- per
bulan.
13) Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga : tidak sekolah/tidak tamat
SD/hanya SD.
14) Tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan minimal Rp.
500.000,- seperti sepeda motor kredit/non kredit, emas, ternak, kapal
motor, atau barang modal lainnya.
Jika minimal 9 variabel tersebut di atas terpenuhi maka suatu rumah
tangga dikategorikan sebagai rumah tangga miskin.
Berdasarkan hasil Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS)
Tahun 2012, jumlah Rumah Tangga Miskin (RTM) di Kabupaten
... mencapai jumlah 8.014 rumah tangga, jumlah ini setara
dengan 29,3% dari 27.310 jiwa yang ada (BPS,2013) namun jumlah tersebut
telah menurun menjadi 15,09 % atau 17.350 jiwa (BPS 2015).
RTM tergolong dalam tiga kategori yaitu (1) RTM/individu dengan
kondisi kesejahteraan sampai dengan 10% terendah; (2) RTM/individu dengan
kondisi kesejahteraan antara 11% - 20% terendah; (3) RTM/individu dengan
kondisi kesejahteraan antara 21% - 30% terendah.
Sebagaimana disajikan pada gambar 4.1, di Kabupaten
..., jumlah RTM dengan kondisi kesejahteraan 10% terendah
mencapai 3.975 buah atau sekitar 49,60% dari jumlah total RTM yang ada.
Sekitar 67,52% jumlah RTM/individu dengan kondisi kesejahteraan sampai
dengan 10% terendah terkonsentrasi di 5 (lima) wilayah kecamatan,
masing-masing adalah Kecamatan Bungku Utara, Kecamatan Mamosalato, Mori Utara,
Petasia Timur, dan Kecamatan Mori Atas. Pada kelompok RTM/individu dengan
kondisi kesejahteraan antara 11 – 20% terendah mencapai 2.127 buah atau
sekitar 26,54% dari jumlah total RTM yang ada. Sekitar 65,49% dari jumlah
RTM/individu dengan kondisi kesejahteraan sampai dengan 11% - 20%
terendah terkonsentrasi di 5 (lima) wilayah kecamatan, masing – masing adalah
Kecamatan Bungku Utara, Mamosalato, Petasia Timur, Lembo, dan Kecamatan
Petasia. Sedangkan pada kelompok RTM/individu dengan kondisi
kesejahteraan antara 21% - 30% terendah mencapai 1.912 buah atau sekitar
Sumber : PPLS (Pendataan Program Perlindungan Sosial), 2012. Data diolah Gambar 4.1 Sebaran RTM Berdasarkan Kategori Kondisi Kemiskinan
Menurut Kecamatan di Kabupaten Morowali ...
Sekitar 65,48% dari jumlah RTM/individu dengan kondisi kesejahteraan
sampai dengan 21% - 30% terendah terkonsentrasi di 5 (lima) wilayah
kecamatan, masing – masing adalah Kecamatan Bungku Utara, Petasia,
Mamosalato, Lembo, dan Kecamatan Petasia Timur. Dengan , kondisi ini
menjadi penanda bahwa kemiskinan di wilayah ini terkonsentrasi pada tingkat
kemiskinan yang paling rendah. Kemiskinan yang terjadi diwilayah ini secara
umum dapat terdeteksi melalui keadaan RTM sebagai berikut.
Pertama, teridentifikasinya RTM dalam tigak Kategori yaitu, mereka yang terkelompok dalam pendapatan 10% terendah, terkelompok dalam pendapatan
11-20% terendah, dan terkelompok dalam pendapatan 21-30% terendah,
keadaan ini menjadi pertanda bahwa bagia terbesar kelompok RTM berada pada
kelompok termiskin dan terkonsentrasi pada Kecamatan Bungku Utara,
Mamosalato, Petasia Timur dan Lembo.
Kedua, masih terdapat sebanyak 10,34% RTM tidak memiliki pekerjaan. Meskipun sebagian besar kelompok RTM memiliki pekerjaan, namun karena
proporsi mereka sangat besar bergantung pada Lapangan Usaha Pertanian
(padi dan palawija), Perkebunan, dan Perikanan (tangkap). Dengan
karakteristik lapangan usaha demikian disertai oleh 76,78% kepala RTM
bekerja dengan status bekerja dengan bantuan buruh tidak tetap dan sebanyak 842
13,8% adalah sebagai buruh/karyawan/pegawai swasta, kelompok RTM
berpotensi memiliki resiko tinggi kegagalan menerima pendapatan potensial.
Ketiga, teridentifikasinya sebanyak 76,6% kepala RTM berpendidkan rendah, selain itu kemiskinan telah meluas pula hingga menyentuh mereka
berpendidikan tinggi. Beban RTM relatif berat karena masih terdapat 57%
menanggung pembiayaan pendidikan anak usia Wajar, banyaknya RTM yang
menanggung pembiayaan pendidikan ini terdapat 86% menanggung minimal 1
orang anak usia wajar dan 14% menanggung minimal 3 anak usia Wajar.
Keadaan RTM seperti demikian akan menimbulkan resiko tinggi dalam
pembiayaan pendidikan ART usia Wajar ketika mereka mengalami kegagalan
dalam pendapatan potensial.
Keempat, meskipun teridentifikasi sebesar 98,1% RTM tidak terbebani oleh keadaan kecacatan ART dan 89,4% RTM tidak menghadapi masalah
kesehatan ART. Namun demikian masih terdapat RTM yang teridentifikasi
mengalami masalah kecacatan dan masalah penyakit ART, mereka masih
menghadapi cacat tubuh, tuna netra, dan tuna rungu, selain itu mereka
menghadapi pula penyakit hipertensi, rematik, dan asma. Keadaan demikian
menandai bahwa RTM selain menghadapi masalah pekerjaan dan pendidikan
kepala RTM, mereka terbebani pula oleh biaya pendidikan dan biaya kesehatan
ART.
Berdasarkan pada identifikasi masalah kemiskinan pada kelompok RTM
di Wilayah Kabupaten ... tersebut diatas, dapat diidentifikasi
pula penyebab kemiskinan dalam dua kelompok besar sebagai berikut.
Pertama, kemiskinan tercipta karena keadaan sumberdaya manusia dalam
RTM terutama kepala keluarga memiliki kualitas pendidikan yang relatif
rendah, keadaan demikian menciptakan akses mereka terhadap pekerjaan yang
dapat menjamin penghidupan lebih layak menjadi terbatas. Kedua, beban
tanggungan dalam keluarga relatif berat karena mereka memiliki jumlah
keluarga yang relatif besar dibarengi oleh adanya beban tambahan pembiayaan
pendidikan dan kesehatan anggota keluarga.
Permasalahan mendasar yang dihadapi masyarakat miskin di
Kabupaten ... :
1. Belum meratanya pembangunan hingga ke perdesaan;
a. Kesempatan berusaha di perdesaan dan perkotaan belum dapat
mendorong penciptaan pendapatan terutama bagi masyarakat miskin di
b. Masih tingginya pengangguran terbuka di perdesaan dibandingkan
dengan daerah perkotaan karena keterampilan penduduk miskin yang
sangat terbatas;
c. Masih terbatasnya akses permodalan bagi masyarakat miskin yang
menggantungkan diri pada usaha mikro;
2. Masyarakat miskin belum mampu menjangkau pelayanan dan fasilitas
dasar;
a. Masih terdapatnya kasus kurang gizi dan gizi buruk;
b. Cakupan jaminaan sosial bagi rumah tangga sasaran masih jauh dari
memadai;
c. Masih kurangnya sarana dan prasarana transportasi terutama di
daerah-daerah terisolir;
d. Masih kurangnya dukungan penciptaan kegiatan ekonomi produktif
bagi masyarakat miskin.
3. Harga kebutuhan bahan pokok cenderung berfluktasi sehingga
mempengaruhi daya beli masyarakat miskin.
4. Belum maksimalnya dukungan dan kebijakan ekonomi dan politik yang
berorientasi untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin.
5. Masih lemahnya manajemen dan administrasi di tingkat desa/kelurahan
berkaitan dengan pendataan jumlah penduduk miskin.
6. Koordinasi di antara para pemangku kepentingan, seperti Pemerintah
Kabupaten ..., Organisasi Masyarakat Sipil, Perguruan
Tinggi, Pers, dan para kelompok peduli lainnya dalam penanggulangan
kemiskinan belum dilaksanakan secara maksimal.
7. Penataan lingkungan pemukiman terutama pada kantong-kantong
penduduk miskin, belum memenuhi standar lingkungan pemukiman yang
memadai dengan ketersediaan prasarana dan sarana baik perkotaan
maupun di perdesaan yang memadai (jalan setapak, sanitasi, pembuangan
sampah, listrik dan penerangan jalan).
8. Masih terbatasnya kemampuan pemberian pelayanan kesehatan bagi
penduduk miskin karena wilayah kerja Puskesmas sangat luas dan belum
meratanya bidan desa di semua kecamatan.
9. Masih terbatasnya kemampuan pemberian subsidi/bantuan pendidikan
bagi penduduk miskin, baik pendidikan formal maupun untuk pendidikan
luar sekolah. Kondisi ini menyebabkan masalah kemiskinan di Kabupaten
10. Terbatasnya kemampuan penyediaan sarana air bersih bagi penduduk pada
komunitas masyarakat miskin.
Jika dilihat penurunan angka kemiskinan dari tahun 2012 sebesar
29,3% dari 27.310 jiwa yang ada (BPS,2013) menjadi 15,09 % atau 17.350 jiwa
(BPS 2015) hal ini merupakan implikasi atau dampak dari pelaksanaan
pembangunan seluruh sektor di Kabupaten ... termasuk
pembangunan infrastruktur bidang cipta karya. Melalui pola pendekatan
pembangunan yang melibatkan Organisasi Masyarakat Setempat (OMS)
terutama dalam program PAMSIMAS, PPIP yang mengelola keuangan
pelaksanaan kegiatan, hal ini berdampak terhadap perkembangan ekonomi
lokal masyarakat terutama untuk pengeluaran biaya pemeliharaan terhadap
kerusakan bangunan tidak lagi membebani masyarakat tetapi telah dapat
dilakukan secara mandiri melalui pengelolaan keuangan kelompok masyarakat
yang telah dibentuk.
4.3. Analisis Lingkungan
Kajian lingkungan dibutuhkan untuk memastikan bahwa dalam
penyusunan RPI2JM Bidang Cipta Karya oleh pemerintah kabupaten/kota telah
mengakomodasi prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Salah
satu isu penting dalam KLHS adalah Isu Pembangunan Berkelanjutan dan
Lingkungan Hidup.
Pembangunan Berkelanjutan didefinisikan oleh World Commision on Environment and Development (WCED) dalam Our Common Future yang diterbitkan tahun 1987 sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan
generasi saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk
memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Salah satu faktor yang harus dihadapi
untuk mencapai pembangunan berkelanjutan adalah bagaimana memperbaiki
kehancuran lingkungan tanpa mengorbankan kebutuhan pembangunan
ekonomi dan keadilan sosial. Laporan dari KTT Dunia 2005, yang menjabarkan
pembangunan berkelanjutan terdiri dari 3 (tiga) tiang utama (ekonomi, sosial
dan lingkungan) yang saling bergantung dan memperkuat. Pembangunan
berkelanjutan berkaitan erat dengan pertumbuhan ekonomi dan bagaimana
mencari jalan untuk memajukan ekonomi dalam jangka panjang, tanpa
menghabiskan modal alam.
Terjaminnya kelestarian lingkungan merupakan salah satu tujuan
dideklarasikan oleh semua negara anggota PBB di tahun 2000. Target MDGs
ke-9, yaitu memadukan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dengan
kebijakan dan program nasional serta mengembalikan sumber daya lingkungan
yang hilang, merupakan bagian dari pencapaian pelaksanaan pembangunan
lingkungan hidup (Bappenas, 2007).
Walaupun konsep pembangunan berkelanjutan ini telah diperkenalkan
sejak tahun 1987 dan komitmen pemerintah mencapai MDGs sejak tahun 2000,
kerusakan lingkungan terus berlanjut. Krisis lingkungan hidup yang semakin
luas di Indonesia dewasa ini, ditengarai karena antara lain perencanaan
pembangunan yang lebih cenderung mengarahkan pertumbuhan ekonomi
ketimbang ekologi. Sehingga sebagai akumulasinya dalam dekade terakhir ini
kita seperti menuai bencana lingkungan. Teridentifikasi 6 masalah lingkungan
di Indonesia yaitu lahan kritis, tekanan dan pertambahan penduduk,
pengelolaan hutan yang tidak baik dan penebangan ilegal serta pembakaran
hutan dan lahan yang tidak terkendali, luas areal pertanian yang tidak sesuai
dan perladangan berpindah, eksploitasi pertambangan, kerusakan lingkungan
pesisir dan laut.
Hasil identifikasi awal terhadap lingkungan di Kabupaten
... menunjukkan bahwa sektor yang berpotensi memberikan
tekanan terhadap lingkungan hidup yaitu kependudukan, permukiman,
pertanian, industri, pertambangan, energi, transportasi dan pariwisata.
Pariwisata merupakan salah satu sektor potensial yang dimiliki Kabupaten
... sebagai salah satu sumber daya ekonominya. Walaupun sektor
ini memberikan dampak positif, juga berpotensi memberikan tekanan terhadap
lingkungan hidup dalam hal sarana dan prasarana penunjang kepariwisataan.
KLHS menurut UU No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah rangkaian analisis yang sistematis,
menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan
berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu
wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program (KRP). Dengan
menempatkan evaluasi dampak lingkungan dan prinsip keberlanjutan secara
strategis di tahap kebijakan, rencana, atau program, maka prinsip keberlanjutan
dan evaluasi dampak lingkungan diintegrasikan secara penuh dalam
pengambilan keputusan. Konteks ini dapat dikatakan bahwa KLHS tidak hanya
merupakan kajian dampak lingkungan yang bersifat formal dan mengikuti tata
prosedur tertentu, tetapi lebih dari itu juga merupakan suatu kerangka kerja
4.3.1. Muatan KLHS
Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) merupakan suatu kerangka
kerja atau framework pada tahap dini perencanaan pembangunan dengan
maksud agar di masa mendatang dapat dicapai harmoni antara pembangunan
dengan lingkungan hidup. KLHS dapat dimanfaatkan sebagai kerangka
integratif bagi semua pemangku kepentingan(stakeholder)yang terlibat. Muatan KLHS yang terdapat dalam Pasal 16 UU No. 32 Tahun 2009 adalah :
Kapasitas daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup untuk
pembangunan
Perkiraan mengenai dampak dan risiko lingkungan hidup
Kinerja Layanan/Jasa Ekosistem
Efisisensi Pemanfaatan Sumberdaya Alam
Tingkat Kerentanan dan Kapasitas Adaptasi terhadap Perubahan Iklim
Tingkat Ketahanan dan Potensi Keanekaragaman Hayati
Muatan KLHS dari ke enam isu pembangunan berkelanjutan tersebut,
maka yang digunakan dalam Telaah dampak dari Kebijakan Rencana dan
Program RPI2JM Kabupaten ... adalah tiga muatan KLHS yaitu:
Kapasitas daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup untuk
pembangunan.
Analisis daya dukung lingkungan dilakukan melalui pendekatan analisis
kesesuaian dan kemampuan lahan. Pertimbangan utama adalah
fisiografi/bentuk lahan dan lereng.
Analisis daya tampung dilakukan dengan mempertimbangkan
kawasan-kawasan konservasi seperti Kawasan hutan lindung; Kawasan pelestarian
alam; kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan
bawahannya; kawasan perlindungan setempat; Ruang Terbuka Hijau (RTH)
kota; Kawasan suaka alam dan cagar budaya; Kawasan rawan bencana
alam; dan kawasan lindung lainnya. KRP RTRW ditelaah dengan
mempertimbangkan faktor yang disebut di atas. Berdasarkan hasil
telaahan ini disusun mitigasi KRP dan Rekomendasi.
Perkiraan mengenai dampak dan risiko lingkungan hidup
Telaah dampak dan risiko lingkungan dilakukan dengan menggunakan
Efisiensi pemanfaatan sumber daya alam
Telaah efisiensi pemanfaatan lahan dilakukan dengan mempertimbangkan
potensi sumber daya alam yang ada. Berdasarkan hasil assessment ini
disusun mitigasi KRP dan Rekomendasi.
4.3.2. Issu Strategis
Mengacu pada isu pembangunan dan isu lingkungan hidup, maka
ditetapkan isu strategis Kabupaten ... sebagai berikut :
a. Isu peningkatan intensitas pemanfaatan lahan
Peningkatan intensitas pemanfaatan lahan adalah merupakan suatu
proses pertumbuhan kota sebagai konsekuensi logis dari meningkatnya
kebutuhan penduduk akan sarana dan prasarana untuk aktifitas perkotaan.
Kondisi demikian sangat berpengaruh terhadap fisik kota yang pada gilirannya
akan terjadi pengembangan fisik kota baik secara intensif maupun ekstensif.
Kondisi demikian bukan saja terjadi di Kabupaten ... tetapi terjadi
di semua kota-kota yang sedang berkembang. Dengan demikian maka isu
peningkatan intensitas pemanfaatan lahan dapat dijadikan sebagai isu KLHS.
b. Isu konversi dan alih fungsi kawasan hutan
Alih fungsi dan konversi lahan ke peruntukan lainnya merupakan salah
satu isu strategis yang berdampak negatif bagi lingkungan. Konversi lahan
fungsi lindung ke lahan budidaya (industry, pertanian, permukiman dan
lainnya), akan menimbulkan dampak negatif bagi fungsi hidrorologis hutan.
Fungsi hidrologis ini dipengaruhi oleh antara lain oleh jenis vegetasi, tanah,
bentangan alam dan iklim. Berubahnya komposisi tutupan vegetasi hutan
menyebabkan kerusakan siklus air. Akibatnya di musim penghujan apabila
intensitas curah hujan tinggi, akan terjadi banjir dan di musim kemarau ketika
intensitas curah hujan yang sangat rendah, akan terjadi kekeringan. Erosi dan
sedimentasi terjadi sebagai akibat perubahan tutupan lahan di kawasan hutan.
Ketersediaan air tanah juga turut terpengaruh akibat terganggunya
keseimbangan fungsi ekologis hutan. Kondisi demikian banyak terjadi di
Kabupaten ... seiring dengan perkembangannya. Berdasarkan
hal demikian, maka isu alih fungsi lahan dan konversi lahan adalah isu strategis
KLHS.
Berdasarkan UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang,
penyediaan ruang terbuka hijau (RTH) di kawasan perkotaan minimal adalah
sebesar 30% dari total kawasan. Jumlah RTH tersebut dibagi atas 20% RTH
publik (non privat) dan 10% RTH privat.
Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang dimaksud meliputi; fasilitas olahraga,
open space, penghijauan halam rumah (privat), penghijauan jalan, lahan
konservasi/jalur hijau di sekitar waduk/sungai/pantai dan peruntukan
kuburan.
Meningkatnya kebutuhan lahan untuk memenuhi kebutuhan sarana
dan prasararana perkotaan menyebabkan tekanan pada ruang terbuka hijau.
Berkurangnya ruang terbuka jihau (bervegetasi) dan bentukan ruang terbuka
lainnya, akan berdampak pada berkurangnya kenyamanan serta kesegaran
lingkungan kota. Hal tersebut antara lain dapat dirasakan dalam bentuk suhu
yang relatif tinggi, meningkatnya kebisingan, meningkatnya kadar pencemaran
di lingkungan fisik kota, berkurangnya kesuburan tanah dan berkurangnya
ketersediaan oksigen. Mengingat ketersediaan RTH perkotaan memegang
peranan yang sangat penting, maka isu tekanan pada ruang terbuka hijau
Kabupaten ... perlu dijadikan sebagai isu strategis KLHS.
d. Isu berkurangnya kawasan resapan air
Pengembangan kota akan berpengaruh terhadap lingkungan fisik kota,
terutama perubahan guna lahan dari areal non terbangun berubah menjadi
kawasan terbangun. Perubahan guna lahan yang terjadi akan berakibat pada
penurunan kualitas lingkungan alam seperti berkurangnya daerah resapan air,
perubahan drainase alam dan ekosistem lingkungan. Perubahan-perubahan
seperti ini perlu diantisipasi untuk mengurangi kemungkinan resiko yang dapat
terjadi sebagai akibat dari aktivitas pembangunan tersebut dengan
mengarahkan pembangunan berdasarkan daya dukung lahannya.
Kabupaten ... dalam perkembangannya saat ini juga tidak
terlepas dari permasalahan demikian, mengingat Kabupaten ...
adalah merupakan salah satu Kabupaten pemekaran di Provinsi Sulawesi
Tengah yang mengalami perkembangan yang cukup baik. Berdasarkan deskripsi
ini maka Isu berkurangnya kawasan resapan air dapat dijadikan sebagai salah
satu isu strategis KLHS.
e. Isu meningkatnya Tekanan Pada Wilayah Pesisir & Laut
Pertumbuhan penduduk yang tinggi dan pesatnya kegiatan
pembangunan infrastruktur jalan, dan lain-lain), maka tekanan ekologis
terhadap ekosistem dan sumberdaya pesisir dan laut semakin meningkat pula.
Meningkatnya tekanan ini tentunya dapat mengancam keberadaan dan
kelangsungan ekosistem dan sumberdaya pesisir dan laut. Berdasarkan
deskripsi tersebut diatas, terbukti bahwa Isu Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Laut menjadi isu strategis KLHS Kabupaten ...
f. Isu kualitas sumber mata air dan sungai-sungai utama
Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, maka kebutuhan air
juga semakin meningkat baik untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari maupun
untuk kebutuhan lainnya. Peningkatan kebutuhan air tersebut perlu diiringi
dengan ketersediaan air baku yang memadai serta memenuhi syarat kualitas.
Keterbatasan air baku baik air permukaan, air hujan maupun air tanah
diakibatkan antara lain oleh pembangunan dan perubahan tata guna lahan di
DAS bagian hulu, yang sering kurang mempertimbangkan kelestarian ekosistem
disekitarnya. Hal ini diperburuk dengan perubahan iklim global dimana terjadi
peningkatan suhu bumi dan semakin panjangnya musim kemarau.
Seiring dengan perkembangan Kabupaten ... saat ini serta
peningkatan kebutuhan air, maka isu kualitas sumber mata air dan
sungai-sungai utama dapat dijadikan sebagai isu strategis KLHS.
g. Isu Risiko bencana
Kabupaten ... termasuk wilayah rawan bencana dengan
kategori sedang. Kabupaten ... memiliki berbagai kawasan rawan
bencana alam seperti kawasan rawan tanah longsor, abrasi, dan rawan banjir.
Terjadinya longsor sangat tergantung pada kestabilan/kemiringan
lereng, topografi, geomorfologi dan kondisi geologi. Daerah yang memiliki
kemiringan lereng yang curam, > 25% ditambah curah hujan yang tinggi sangat
berpotensi untuk terjadinya gerakan massa dan akhirnya menimbulkan longsor.
Kawasan rawan longsor di wilayah Kabupaten ... tersebar di
kawasan, yaitu di kawasan Kecamatan Petasia, Kecamatan Soyo jaya,
Kecamatan Bungku Utara dan kecamatan Mamosalato.
Kawasan rawan abrasi adalah kawasan yang diidentifikasi sering dan
berpotensi tinggi mengalami gelombang pasang. Kawasan rawan abrasi terdapat
di Kecamatan Bungku Utara.
Daerah rawan banjir di wilayah Kabupaten ... meliputi
daerah muara sungai dan dataran banjir terutama di sepanjang Sungai.
lahan di daerah hulu berkurang dan kapasitas alur sungai terutama di daerah
hilir berkurang karena sedimentasi dan topografis daerah. Kawasan rawan
banjir di Kabupaten ... yaitu di Kecamatan Petasia, Kecamatan
Soyo Jaya dan Kecamatan Bungku Utara.
Berdasarkan data yang ada maka terbukti bahwa pengelolaan risiko
bencana adalah isu strategis KLHS yang meliputi risiko bencana longsor, rawan
abrasi dan rawan banjir.
h. Isu menurunnya mutu air dan udara termasuk ketersediaan air bersih
Kabupaten ... memiliki Kawasan Peruntukan Industri di
Kecamatan Petasia, Kecamatan Petasia Timur, Kecamatan Petasia Barat dan
Kecamatan Mori Atas dan Kawasan industri kecil/usaha mikro tersebar
diseluruh wilayah Kabupaten ... Hal ini akan sangat berpotensi
terjadinya pencemaran lingkungan dari kegiatan-kegiatan industry tersebut
terutama pencemaran sumber daya air. Potensi pencemaran lingkungan lainnya
adalah dapat berupa pencemaran tanah, dan air akibat limbah padat dan cair
domestik, medis, industri dan pertambangan. Juga pencemaran udara yang
diakibatkan kegiatan aktivitas transportasi darat.
Dari deskripsi data-data yang ada maka terbukti bahwa isu kerusakan
dan pencemaran lingkungan adalah sebagai isu strategis KLHS.
i. Isu meningkatnya Migrasi Penduduk
Fenomena mobilitas penduduk yang diperkirakan akan terus mengalami
peningkatan di wilayah Kabupaten ... seiring dengan
perkembangan kotanya, mengingat Kabupaten ... saat ini
menjadi salah satu tujuan migrasi penduduk khususnya pencari kerja. Kondisi
demikian harus disikapi dengan arif dan demokratis, tanpa pembatasan yang
bersinggungan dengan hak azasi manusia. Pemerintah Kabupaten
... harus mampu merumuskan kebijakan dalam upaya
mengarahkan dan merangsang mobilitas penduduk ini ke arah yang
memberikan dampak positif, meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa tingginya
arus migrasi ke wilayah Kabupaten ... ini akan meningkatkan
beban wilayah baik secara sosial, ekonomi maupun lingkungan.
Mengingat fenomena tersebut diatas adalah merupakan suatu hal yang
tidak dapat terhindarkan, maka Isu meningkatnya migrasi penduduk ini adalah
j. Isu menurunnya kualitas lingkungan permukiman
Lingkungan perkotaan Kabupaten ... sudah menjadi hal
yang penting dan mendesak untuk dikelola mengingat kawasan perkotaan
... merupakan salah satu wilayah dengan konsentrasi penduduk
yang cukup tinggi. Kondisi itu akan menimbulkan dampak besar terhadap tidak
hanya pada aspek sosial dan ekonomi, namun tentu saja terhadap lingkungan
juga. Dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk Kabupaten
... di masa mendatang, maka jumlah limbah yang mencemari
lingkungan pasti semakin besar. Disamping itu, ketersediaan infrastruktur
perkotaan yang sangat terbatas menyebabkan kualitas lingkungan menjadi
menurun yang berakibat pada munculnya kantong-kantong kumuh perkotaan.
Permasalahan yang terjadi di wilayah Kabupaten ... ini
memberikan ilustrasi akibat perkembangan dan pertumbuhan perkotaan yang
secara langsung terkait kepada pengelolaan lingkungan perkotaan, sehingga
diperlukan penanganan yang serius dari Pemerintah Kabupaten
...
Mengingat pentingnya penanganan lingkungan Perkotaan
..., maka Isu penurunan kualitas lingkungan permukiman perlu
dijadikan sebagai salah satu isu strategis KLHS.
Secara lebih spesifik hasil identifikasi isu pembangunan berkelanjutan
bidang cipta karya dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.1 Hasil Identifikasi Isu Pembangunan Berkelanjutan Bidang Cipta
Karya di Kabupaten ...
Isu 1: kecukupan air baku untuk air minum
Contoh: Kekeringan, menurunnya kualitas air
Kota ...
mempunyai sumber air baku
dari air terjun Lambolo Desa
Ganda-Ganda dan DAS Laa
Tambalako yang hutannya
perlu dilindungi dan masih
rawan pencemaran Isu 2: Pencemaran lingkungan oleh
infrastruktur yang tidak berfungsi maksimal
Contoh: pencemaran tanah oleh septictank
yang bocor, pencemaran air oleh air limbah
Isu 3: dampak kawasan kumuh terhadap
Isu 4: kemiskinan berkorelasi dengan
kerusakan lingkungan
Contoh: pencemaran air mengurangi
kesejahteraan nelayan di pesisir
- Kws. pesisir di Kab.
... identik
menyebarnya penyakit diare di permukiman
kumuh Berdasarkan hasil KLHS RTRW Kabupaten ..., juga telah
mengarahkan beberapa rekomendasi yang terkait dengan perbaikan kebijakan,
rencana dan/program (KRP) khususnya yang berhubungan dengan bidang
cipta karya sebagaimana pada tabel berikut.
Tabel 4.2 Rekomendasi Perbaikan KRP dan Pengintegrasian Hasil KLHS
No. Komponen Kebijakan, Rencana dan/atau Program
Rekomendasi Perbaikan KRP dan
Pengintegrasian Hasil KLHS
(1) (2) (3)
1. Pengembangan Permukiman a. Pembangunan sarana dan prasarana permukiman
3. Pengembangan Air minum Penyusunan identifikasi daya dukung dan daya tampung lingkungan
4. Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman
a. Penyusunan Arahan Penggunaan Lahan Berdasarkan Daya Dukung Lingkungan Hidup
b. Penyusunan Master Plan
Pengelolaan Lingkungan Hidup c. Penyusunan Rencana
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH)
KLHS merupakan instrument lingkungan yang diterapkan pada tataran
rencana program. Sedangkan pada tataran kegiatan atau keproyekan,
instrumen yang lebih tepat diterapkan adalah Amdal, UKL-UPL dan SPPLH.
4.3.3 Amdal, UKL-UPL, dan SPPLH
Pengelompokan atau kategorisasi proyek mengikuti ketentuan yang
telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 5 Tahun 2012
tentang jenis rencana usaha dan/atau kegiatan Wajib AMDAL dan Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum No. 8 Tahun 2008 tentang Penetapan Jenis Rencana
Usaha dan/atau Kegiatan Bidang Pekerjaan Umum yang Wajib Dilengkapi
dengan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan
Lingkungan Hidup, yaitu :
1. Proyek wajib AMDAL
2. Proyek tidak wajib AMDAL tapi wajib UKL-UPL
Tabel 4.3 Perbedaan Instrumen KLHS dan Amdal
Deskripsi Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal)
a) Rujukan Peraturan
Perundangan
i. UU 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup
ii. Permen LH 09/2011 tentang Pedoman umum
KLHS
i. UU 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup
ii. Permen PPU 8/PRT/M/2008 tentang jenis kegiatan bidang
PU wajib UKL UPL
iii. Permen LH 5/2012 tentang jenis rencana usaha
dan/atau kegiatan Wajib AMDAL
b) Pengertian Umum Rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh,
dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip
pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar
dan terintegrasi dalam pembangunan suatu
wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau
program.
Kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau
kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang
diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang
penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. Usaha dan/atau
Kegiatan adalah segala bentuk aktivitas yang dapat
menimbulkan perubahan terhadap rona lingkungan hidup
serta menyebabkan dampak terhadap lingkungan.
c) Kewajiban
pelaksanaan
Pemerintah dan Pemerintah Daerah Pemrakarsa rencana usaha dan/atau kegiatan yang masuk
Deskripsi Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal)
d) Keterkaitan studi
lingkungan dengan:
i. Penyusunan atau evaluasi RTRW, RPJP dan
RPJM
ii. Kebijakan, rencana dan/atau program yang
berpotensi menimbulkan dampak dan/atau
resiko lingkungan
Tahap perencanaan suatu usaha dan atau kegiatan
e) Mekanisme
pelaksanaan
i. pengkajian pengaruh kebijakan, rencana, dan/
atau program terhadap kondisi lingkungan
hidup di suatu wilayah;
i. Pemrakarsa dibantu oleh pihak lain yang berkompeten
sebagai penyusun AMDAL
ii. perumusan alternatif penyempurnaan
kebijakan, rencana, dan/atau program; dan
iii. rekomendasi perbaikan untuk pengambilan
keputusan kebijakan, rencana, dan/atau
program yang mengintegrasikan prinsip
pembangunan berkelanjutan.
ii. Dokumen AMDAL dinilai oleh komisi penilai AMDAL yang
dibentuk oleh Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota
sesuai kewenangannya dan dibantu oleh Tim Teknis.
iii. Komisi penilai AMDAL menyampaikan rekomendasi berupa
kelayakan atau ketidaklayakan lingkungan kepada Menteri,
gubernur, dan bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya.
iv. Menteri, gubernur, dan bupati/walikota berdasarkan
rekomendasi komisi penilai AMDAL menerbitkan Keputusan
Deskripsi Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal)
f) Muatan Studi
Lingkungan
i. Isu Strategis terkait Pembangunan
Berkelanjutan
ii. Kajian pengaruh rencana/program dengan
isu-isu strategis terkait pembangunan
berkelanjutan
iii. Alternatif rekomendasi untuk
rencana/program
i. Kerangka acuan;
ii. Andal; dan
iii. RKL-RPL.
Kerangka acuan menjadi dasar penyusunan Andal dan RKL-RPL.
Kerangka acuan wajib sesuai dengan rencana tata ruang wilayah
dan/atau rencana tata ruang kawasan.
g) Output Dasar bagi kebijakan, rencana, dan/atau
program pembangunan dalam suatu wilayah.
Keputusan Menteri, gubernur dan bupati/walikota sesuai
kewenangan tentang kelayakan atau ketidaklayakan
Deskripsi Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal)
h) Outcome i. Rekomendasi KLHS digunakan sebagai alat
untuk melakukan perbaikan kebijakan,
rencana, dan/atau program pembangunan yang
melampaui daya dukung dan daya tampung
lingkungan.
ii. segala usaha dan/atau kegiatan yang telah
melampaui daya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup sesuai hasil KLHS tidak
diperbolehkan lagi.
i. Dasar pertimbangan penetapan kelayakan atau ketidak
layakan lingkungan
ii. Jumlah dan jenis izin perlindungan hidup yang
diwajibkan
iii. Persyaratan dan kewajiban pemrakarsa sesuai yang
tercantum dalam RKL RPL.
i) Pendanaan APBD Kabupaten/Kota i. Kegiatan penyusunan AMDAL (KA, ANDAL, RKL-RPL)
didanai oleh pemrakarsa,
ii. Kegiatan Komisi Penilai AMDAL, Tim Teknis dan sekretariat
Penilai AMDAL dibebankan pada APBN/APBD
iii. Jasa penilaian KA, ANDAL dan RKL-RPL oleh komisi AMDAL
dan tim teknis dibiayai oleh pemrakarsa.
iv. Dana pembinaan dan pengawasan dibebankan pada
anggaran instansi lingkungan hidup pusat, provinsi dan
Deskripsi Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal)
j) Partisipasi Masyarakat Masyarakat adalah salah satu komponen dalam
kabupaten/kota yang dapat mengakses dokumen
pelaksanaan KLHS
Masyarakat yang dilibatkan adalah:
i. Yang terkena dampak;
ii. Pemerhati lingkungan hidup; dan/atau
iii. Yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam
proses AMDAL k) Atribut Lainnya:
a. Posisi Hulu siklus pengambilan keputusan Akhir sklus pengambilan keputusan
b. Pendekatan Cenderung pro aktif Cenderung bersifat reaktif
c. Fokus analisis Evaluasi implikasi lingkungan dan pembangunan
Berkelanjutan
Identifikasi, prakiraan dan evaluasi dampak lingkungan
d. Dampak kumulatif Peringatan dini atas adanya dampak komulatif Amat terbatas
e. Titik berat telaahan Memelihara keseimbangan alam, pembangunan
Berkelanjutan
Mengendalikan dan meminimalkan dampak negative
f. Alternatif Banyak alternative Alternatif terbatas jumlahnya
g. Kedalaman Luas dan tidak rinci sebagai landasan untuk
mengarahkan visi dan kerangka umum
Sempit, dalam dan rinci
h. Deskripsi proses Proses multi pihak, tumpang tindih komponen,
KRP merupakan proses iteratif dan kontinu
Deskripsi Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal)
i. Fokus pengendalia
dan dampak
Fokus pada agenda pembangunan berkelanjutan Menangani gejala kerusakan lingkungan
j. Institusi Penilai Tidak diperlukan institusi yang berwenang
memberikan penilaian dan persetujuan KLHS
Diperlukan institusi yang berwenang memberikan
penilaian dan persetujuan AMDAL
Jenis Kegiatan Bidang Cipta Karya dan batasan kapasitasnya yang
wajib dilengkapi dokumen AMDAL adalah sebagai berikut :
Tabel 4.4 Penapisan Rencana Kegiatan Wajib AMDAL
No. Jenis Kegiatan Skala/Besaran
A. Persampahan:
a. Pembangunan TPA Sampah Domestik dengan sistem Control landfill/sanitary landfill:
- luas kawasan TPA, atau - Kapasitas Total > 8 ha > 80.000 ton
b. TPA di daerah pasang surut: - luas landfill, atau
- Kapasitas Total
semua kapasitas/ besaran
c. Pembangunan transfer station:
- Kapasitas > 500 ton/hari
d. Pembangunan Instalasi Pengolahan Sampah terpadu:
- Kapasitas > 500 ton/hari
e. Pengolahan dengan insinerator:
- Kapasitas semua kapasitas
f. Composting Plant:
- Kapasitas > 500 ton/hari
g. Transportasi sampah dengan kereta api:
- Kapasitas > 500 ton/hari
B. Pembangunan Perumahan/Permukiman:
a. Kota metropolitan, luas > 25 ha
b. Kota besar, luas > 50 ha
c. Kota sedang dan kecil, luas > 80 ha d. keperluan settlement transmigrasi > 2.000 ha C. Air Limbah Domestik
a. Pembangunan IPLT, termasuk fasilitas penunjang:
- Luas, atau - Kapasitasnya
> 2 ha
> 11 m3/hari b. Pembangunan IPAL limbah domestik,
termasuk fasilitas penunjangnya:
- Luas, atau - Kapasitasnya
> 3 ha
> 2,4 ton/hari c. Pembangunan sistem perpipaan air limbah:
- Luas layanan, atau - Debit air limbah
> 500 ha
> 16.000 m3/hari D. Pembangunan Saluran Drainase (Primer
dan/atau sekunder) di permukiman
a. Kota besar/metropolitan, panjang: > 5 km b. Kota sedang, panjang: > 8 km E. Jaringan Air Bersih Di Kota Besar/Metropolitan
No. Jenis Kegiatan Skala/Besaran
- Luas layanan > 500 ha
b. Pembangunan jaringan transmisi
- panjang > 8 km
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 8 Tahun 2008
Jenis Kegiatan Bidang Cipta Karya yang kapasitasnya masih di bawah
batas menjadikannya tidak wajib dilengkapi dokumen AMDAL tetapi wajib
dilengkapi dengan dokumen UKL-UPL. Jenis kegiatan bidang Cipta karya
dan batasan kapasitasnya yang wajib dilengkapi dokumen UKL-UPL tercermin
dalam Tabel berikut.
Tabel 3.5 Rencana Kegiatan Tidak Wajib AMDAL Tapi Wajib UKL-UPL
Sektor Teknis CK Kegiatan dan Batasan Kapasitasnya
a. Persampahan i. Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) dengansystem controlled landfill atau sanitary landfill termasuk instansi penunjang:
Luas kawasan, atau < 8 Ha
Kapasitas total < 8.000 ton ii. TPA daerah pasang surut
Luas landfill, atau < 5 Ha
Kapasitas total < 5.000 ton iii. Pembangunan Transfer Station
Kapasitas < 1.000 ton/hari
ii. Pembangunan Instalasi/Pengolahan Sampah Terpadu Kapasitas < 500 ton v. Pembangunan Incenerator Kapasitas < 500 ton/hari
iii. Pembangunan Instansi Pembuatan Kompos Kapasitas > 50 s.d. < 80 ton/ha
b. Air Limbah Domestik/ Permukiman
i. Pembangunan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) termasuk fasilitas penunjang
Luas < 2 ha
Atau kapasitas < 11 m3/hari
ii. Pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah Luas < 3 ha
Atau bahan organik < 2,4 ton/hari
iii. Pembangunan sistem perpipaan air limbah
(sewerage/off-site sanitation system)
diperkotaan/permukiman Luas < 500 ha
Sektor Teknis CK Kegiatan dan Batasan Kapasitasnya
c. Drainase Permukaan Perkotaan
i. Pembangunan saluran primer dan sekunder Panjang < 5 km
ii. Pembangunan kolam retensi / polder diarea / kawasan pemukiman
Luas kolam retensi/polder (1 – 5) ha iii. Pembangunan jaringan distribusi:
Luas layanan : 80 ha s.d. < 500 ha
d. Air Minum ii. Pembangunan jaringan pipa transmisi Metropolitan/besar, Panjang: 5 s.d <8 km Sedang/kecil, Panjang: 8 s.d. M 8 km Pedesaan, Panjang :
-iii. Pengambilan air baku dari sungai, danau sumber air permukaan lainnya (debit)
Sungai Danau : 50 lps s.d. < 250 lps Mata air : 2,5 lps s.d. < 250 lps
iv. Pembangunan Instalasi Pengolahan air lengkap Debit : > 50 lps s.d. < 80 lps
v. Pengambilan air tanah dalam untuk kebutuhan:
Pelayanan masyarakat oleh penyelenggara SPAM : 2,5 lps - < 50 lps
Kegiatan komersil: 1,0 lps - < 50 lps
e. Pembanguna n Gedung
i. Pembangunan bangunan gedung di atas/bawah tanah: 1) Fungsi usaha meliputi bangunan gedung perkantoran, perdagangan, perindustrian, perhotelan, wisata dan rekreasi, terminal dan bangunan gedung tempat penyimpanan: 5000 m2 s.d. 8.000 m2
2) Fungsi keagamaan, meliputi bangunan masjid termasuk mushola, bangunan gereja termasuk kapel, bangunan pura, bangunan vihara, dan bangunan kelenteng : 5000 m2 s.d. 8.000 m2
3) Fungsi sosial dan budaya, meliputi bangunan gedung pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan, keudayaan, laboratorium, dan bangunangedung pelayanan umum : 5000 m2 s.d. 8.000 m2
4) Fungsi khusus, seperti reaktor nuklir, instalasi pertahanan dan keamanan dan bangunan sejenis yang ditetapkan oleh menteri.Semua bangunan yang tidak dipersyaratkan untuk Amdal maka wajib dilengkapi UKL dan UPL
Sektor Teknis CK Kegiatan dan Batasan Kapasitasnya
Prasarana dan atau sarana umum:
1) Fungsi usaha meliputi bangunan gedung perkantoran, perdagangan, perindustrian,
2) perhotelan, wisata dan rekreasi, terminal dan bangunan gedung tempat penyimpanan: 5000 m2 s.d. 8.000 m2
3) Fungsi keagamaan, meliputi bangunan masjid termasuk mushola, bangunan gereja termasuk kapel, bangunan pura, bangunan vihara, dan bangunan kelenteng : 5000 m2 s.d. 8.000 m2
4) Fungsi sosial dan budaya, meliputi bangunan gedung pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan, keudayaan, laboratorium, dan bangunangedung pelayanan umum : 5000 m2 s.d. 8.000 m2
5) Fungsi khusus, seperti reaktor nuklir, instalasi pertahanan dan keamanan dan bangunan sejenis yang ditetapkan oleh menteri Semua bangunan yang tidak dipersyaratkan untuk Amdal maka wajib dilengkapi UKL dan UPL
iii. Pembangunan bangunan gedung di bawah atau di atas air:
1) Fungsi usaha meliputi bangunan gedung perkantoran, perdagangan, perindustrian, perhotelan, wisata dan rekreasi, terminal dan bangunan gedung tempat penyimpanan: 5000 m2 s.d. 8.000 m2
2) Fungsi keagamaan, meliputi bangunan masjid termasuk mushola, bangunan gereja termasuk kapel, bangunan pura, bangunan vihara, dan bangunan kelenteng : 5000 m2 s.d. 8.000 m2
3) Fungsi sosial dan budaya, meliputi bangunan gedung pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan, kebudayaan, laboratorium, dan bangunangedung pelayanan umum : 5000 m2 s.d. 8.000 m2
Sektor Teknis CK Kegiatan dan Batasan Kapasitasnya
f. Pengemban gan kawasan permukiman baru
i. Kawasan Permukiman Sederhana untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), misalnya PNS, TNI/POLRI, buruh/pekerja;
Jumlah hunian: < 500 unit rumah; Luas kawasan: < 8 ha
ii. Pengembangan kawasan permukiman baru sebagai pusat kegiatan sosial ekonomi lokal pedesaan (Kota Terpadu Mandiri eks transmigrasi, fasilitas pelintas batas PPLB di perbatasan);
Jumlah hunian: < 500 unit rumah; Luas kawasan: < 8 ha
iii. Pengembangan kawasan permukiman baru dengan pendekatan Kasiba/Lisiba (Kawasan Siap Bangun/ Lingkungan Siap Bangun)
Jumlah hunian: < 500 unit rumah; Luas kawasan: < 8 ha
g. Peningkatan Kualitas Permukiman
i. Penanganan kawasan kumuh di perkotaan dengan pendekatan pemenuhan kebutuhan dasar (basic need) pelayanan infrastruktur, tanpa pemindahan penduduk;
Luas kawasan: < 8 ha
ii. Pembangunan kawasan tertinggal, terpencil, kawasan perbatasan, dan pulau-pulau kecil;
Luas kawasan: < 8 ha
iii. Pengembangan kawasan perdesaan untuk meningkatkan ekonomi lokal (penanganan kawasan agropolitan, kawasan terpilih pusat pertumbuhan desa KTP2D, desa pusat pertumbuhan DPP)
Luas kawasan: < 8 ha berat di perkotaan metropolitan yang dilakukan dengan pendekatan peremajaan kota (urban renewal), disertai dengan pemindahan penduduk, dan dapat dikombinasikan dengan penyediaan bangunan rumah susun.
Luas kawasan: < 5 ha
Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 8 Tahun 2008
Jenis Kegiatan Bidang Cipta Karya yang kapasitasnya masih dibawah
batas wajib dilengkapi dokumen UKL-UPL menjadikannya tidak wajib
dilengkapi dokumen UKL-UPL tetapi wajib dilengkapi dengan Surat Pernyataan