• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KONSEP PERENCANAAN BIDANG CIPTA KARYA 2.1 Konsep Perencanaan dan Pelaksanaan Program Ditjen Cipta Karya - DOCRPIJM 1480649654BAB 2 Konsep Perencanaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II KONSEP PERENCANAAN BIDANG CIPTA KARYA 2.1 Konsep Perencanaan dan Pelaksanaan Program Ditjen Cipta Karya - DOCRPIJM 1480649654BAB 2 Konsep Perencanaan"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

II-1 BAB II

KONSEP PERENCANAAN BIDANG CIPTA KARYA

2.1 Konsep Perencanaan dan Pelaksanaan Program Ditjen Cipta Karya

Substansi konsep perencanaan Bidang Cipta Karya ditujukan untuk lebih memahami dasar penyusunan RPI2-JM Bidang Cipta Karya ditinjau berdasarkan kebijakan perencanaan dan pelaksanaan dari Ditjen Cipta Karya, kebijakan dan regulasi pelaksanaan dan prioritas program yang hendak dicapai dalam kerangka nasional, regional dan internasional untuk menjamin keberlangsungan kehidupan masyarakat yang berkualitas dan mewujudkan pembangunan infrastruktur Cipta Karya yang berkelanjutan.

Sesuai arahan Dirjen Cipta Karya, Rencana Tata Ruang Wilayah menjadi panglima bagi pemerintah di semua tingkat dalam membangun infrastruktur permukiman pada nasional, regional, kabupaten/kota, kawasan, hingga yang paling kecil, lingkungan/komunitas. Sudah saatnya pembangunan infrastruktur permukiman melalui keterpaduan dengan pendekatan berbasis kawasan dan entitas yang mengacu pada tata ruang.Kedepan, Cipta Karya akan memprioritaskan program/kegiatannya pada kabupaten/kota strategis nasional. Kabupaten/kota tersebut yang tercakup dalam Pusat Kegiatan Nasional (PKN), Pusat-Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) di dalam KSN dan kabupaten/kota di dalam kawasan metropolitan, serta kawasan strategis lainnya (KEK& MP3EI). Kabupaten/kota tersebut juga telah memiliki Perda RTRW dan tergabung dalam Program Kota Hijau, Kota Pusaka, dan Perdesaan Lestari dan telah memiliki pedoman rencana dan program yang berkualitas di bidang Cipta Karya berupa Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPI2-JM) Kabupaten/Kota. Direktorat Jenderal Cipta

(2)

II-2 Karya juga mendukung kabupaten/kota dalam pemenuhan Standart Pelayanan Minimal (SPM) bagi kabupaten kota yang telah memiliki pedoman rencana dan program yang berkualitas, memiliki komitmen tinggi dan responsif program serta usulan-usulan daerah yang bersifat inovasi baru (creative program) bagi kab/kota yang berprestasi.

RPI2-JM Kab/Kota merupakan dokumen rencana dan program pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya dalam periode 5 (lima) tahun, yang dilaksanakan secara terpadu oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota maupun oleh masyarakat/swasta. RPI2-JM Kab/Kota disusun mengacu pada rencana spasial dan sektoral dalam rangka mewujudkan pembangunan infrastruktur Cipta Karya yang berkelanjutan.

Program/kegiatan Cipta Karya yang berjalan saat ini belum sepenuhnya sesuai dengan arahan strategis dari penataan ruang dan strategis sektoral. Oleh karena itu, diperlukan upaya perbaikan yang konsisten dan terus menerus oleh pemerintah dan pemerintah daerah (Provinsi dan Kab/Kota) untuk menghasilkan dokumen RPI2-JM Kab/Kota yang berkualitas sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan.

Gambar 2.1 Konsep Perencanaan Pembangunan Infrastruktur

Bidang Cipta Karya

(3)

II-3 Konsep perencanaan dan pelaksanaan program Ditjen Cipta Karya kedepan secara terpadu disusun mengacu pada rencana spasial dan sektoral dalam rangka mewujudkan pembangunan infrastruktur Cipta Karya yang berkelanjutan serta untuk menyamakan dan memantapkan pemahaman tentang keterpaduan dokumen perencanaan bidang Cipta Karya; serta meningkatkan kualitas perencanaan pembangunan bidang Cipta Karya yang mengedepankan keterpaduan program berbasis penataan ruang.Dengan demikian Rencana Program Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2-JM), secara spesifik sesuai dengan karakteristik dan potensi yang ada agar dapat mendorong pembangunan ekonomi lokal, pengentasan kemiskinan dan peningkatan kualitas pelayanan infrastruktur permukiman yang sesuai dengan kebutuhan nyata agar dapat dicapai. (gambar 2.1).

2.2 Amanat Pembangunan Nasional Terkait Bidang Cipta Karya

2.2.1 Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025

Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005–2025 merupakan kelanjutan dari pembangunan sebelumnya untuk mencapai tujuan pembangunan sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan kurun waktu 20 (dua puluh) tahun. Tujuan yang ingin dicapai dengan ditetapkannya Undang-Undang tentang RPJP Nasional Tahun 2005–2025 adalah untuk: (a) mendukung koordinasi antarpelaku pembangunan dalam pencapaian tujuan nasional, (b) menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi dan sinergi baik antardaerah, antarruang, antarwaktu, antarfungsi pemerintah maupun antara Pusat dan Daerah, (c) menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan, (d) menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif, berkeadilan dan berkelanjutan, dan (e) mengoptimalkan partisipasi masyarakat.

(4)

II-4 kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial dalam bentuk rumusan visi, misi dan arah Pembangunan Nasional. RPJP Nasional menjadi acuan dalam penyusunan RPJP Daerah yang memuat visi, misi, dan arah Pembangunan Jangka Panjang Daerah yang menjadi pedoman dalam penyusunan RPJM Daerah yang disusun dengan memerhatikan RPJM Nasional.

Pelaksanaan RPJP Nasional 2005-2025 terbagi dalam tahap-tahap perencanaan pembangunan dalam periodisasi perencanaan pembangunan jangka menengah nasional 5 (lima) tahunan, yang dituangkan dalam RPJM Nasional I Tahun 2005–2009, RPJM Nasional II Tahun 2010–2014, RPJM Nasional III Tahun 2015–2019, dan RPJM Nasional IV Tahun 2020–2024. RPJP Nasional digunakan sebagai pedoman dalam menyusun RPJM Nasional.Pentahapan rencana pembangunan nasional disusun dalam masing-masing periode RPJM Nasional sesuai dengan visi, misi, dan program Presiden yang dipilih secara langsung oleh rakyat.

RPJP Nasional ditetapkan dengan maksud memberikan arah sekaligus menjadi acuan bagi seluruh komponen bangsa (pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha) di dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional sesuai dengan visi, misi, dan arah pembangunan yang disepakati bersama sehingga seluruh upaya yang dilakukan oleh pelaku pembangunan bersifat sinergis, koordinatif, dan saling melengkapi satu dengan lainnya didalam satu pola sikap dan pola tindak.

Visi pembangunan nasional tahun 2005–2025 adalah: INDONESIA YANG MANDIRI, MAJU, ADIL DAN MAKMUR

Dalam mewujudkan visi pembangunan nasional tersebut ditempuh melalui 8 (delapan) misi pembangunan nasional sebagai berikut:

1. Mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila;

2. Mewujudkan bangsa yang berdaya-saing;

3. Mewujudkan masyarakat demokratis berlandaskan hokum; 4. Mewujudkan Indonesia aman, damai, dan bersatu;

(5)

II-5 7. Mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju,

kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional;

8. Mewujudkan Indonesia berperan penting dalam pergaulan dunia internasional.

Untuk mencapai sasaran pokok sebagaimana dimaksud di atas, pembangunan jangka panjang membutuhkan tahapan dan skala prioritas yang akan menjadi agenda dalam rencana pembangunan jangka menengah. Tahapan dan skala prioritas yang ditetapkan mencerminkan urgensi permasalahan yang hendak diselesaikan, tanpa mengabaikan permasalahan lainnya. Oleh karena itu, tekanan skala prioritas dalam setiap tahapan berbeda-beda, tetapi semua itu harus berkesinambungan dari periode ke periode berikutnya dalam rangka mewujudkan sasaran pokok pembangunan jangka panjang. Setiap sasaran pokok dalam delapan misi pembangunan jangka panjang dapat ditetapkan prioritasnya dalam masing-masing tahapan. Prioritas masing-masing-masing-masing misi dapat diperas kembali menjadi prioritas utama.Prioritas utama menggambarkan makna strategis dan urgensi permasalahan.Atas dasar tersebut, tahapan dan skala prioritas utama dapat disusun kedalam 4 tahap Perencanaan Pembangunan Nasional.

2.2.2 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014

(6)

II-6 Agar dapat memenuhi amanat ini, RPJMN tahun 2010 - 2014 disusun dalam tiga buku yang merupakan satu kesatuan yang utuh dengan masing - masing memuat hal - hal sebagai berikut:

1.Buku I memuat strategi, kebijakan umum, dan kerangka ekonomi makro yang merupakan penjabaran dari Visi, Misi, dan Program Aksi serta sebelas prioritas pembangunan nasional dari Presiden - Wakil Presiden, Susilo Bambang Yudhoyono - Boediono dengan visi: “TERWUJUDNYA INDONESIA YANG SEJAHTERA, DEMOKRATIS, DAN BERKEADILAN”

2.Buku II memuat rencana pembangunan yang mencakup bidang - bidang kehidupan masyarakat sebagaimana yang tertuang dalam RPJPN tahun 2005-2025 dengan tema: “MEMPERKUAT SINERGI ANTAR BIDANG PEMBANGUNAN” dalam rangka mewujudkan visi pembangunan nasional yang tercantum dalam Buku I.

3.Buku III memuat rencana pembangunan kewilayahan yang disusun dengan tema: “MEMPERKUAT SINERGI ANTARA PUSAT DAN DAERAH DAN ANTAR DAERAH” dalam rangka mewujudkan visi pembangunan nasional yang tercantum dalam Buku I.

Dengan demikian, RPJMN tahun 2010 - 2014 adalah pedoman bagi Pemerintah Pusat / Daerah, masyarakat, dan dunia usaha dalam melaksanakan pembangunan dalam rangka mencapai tujuan bernegara yang tercantum dalam Pembukaan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.

2.2.3 Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025dilaksanakan untuk mempercepat dan memperkuat pembangunan ekonomi sesuai dengan keunggulan dan potensi strategis wilayah dalam enam koridor .

Percepatan dan perluasan pembangunan dilakukan melalui pengembangan delapan program utama yang terdiri atas 22 kegiatan ekonomi utama. Strategi pelaksanaan MP3EI adalah dengan mengintregasikan tiga elemen utama, yaitu

(7)

II-7 2.memperkuat konektivitas nasional yang terintregasi secara lokal dan

terhubung secara global (locally integrated, globally connected);

3.memperkuat kemampuan sumber daya manusia (SDM) dan iptek nasional untuk mendukung pengembangan program utama di setiap koridor ekonomi.

Sesuai dengan yang dicanangkan, ketiga strategi utama itu dilihat dari perspektif penelitian perguruan tinggi sesuai dengan cabang keilmuan di setiap perguruan tinggitersebut, dan sumberdaya alam (SDA) yang berada dalam setiap koridor terkait.

Indonesia masih menjadi salah satu produsen besar di dunia untuk berbagai komoditas, antara lain kelapa sawit (penghasil dan eksportir terbesar di dunia), kakao (produsen terbesar kedua di dunia), timah (produsen terbesar kedua di dunia), nikel (cadangan terbesar keempat di dunia), dan bauksit (cadangan terbesar ketujuh di dunia) serta komoditas unggulan lainnya seperti besi baja, tembaga, karet, dan perikanan.

Indonesia juga memiliki cadangan energi yang sangat besar seperti batu bara, panas bumi, gas alam, dan air yang sebagian besar dimanfaatkan untuk mendukung industri andalan seperti tekstil, perkapalan, peralatan transportasi, dan pangan.

Presiden RI sudah menginstruksikan langsung kepada tigapilar pelaku, yaitu pemerintah dan pemerintah daerah, para pelaku bisnis, dan akademisi yang sudah menghasilkan invensi namun belum dapat disebut inovasi jika belum sampai ke pengguna atau pasar.

(8)

II-8 Gambar 2.2 Pengembangan Koordinator Ekonomi Indonesia

2.2.4 Masterplan Percepatan dan Perluasan Pengentasan Kemiskinan Indonesia

Dalam upaya menekan angka kemiskinan, pemerintah sejak 2009 mendesain program Masterplan Percepatan dan Perluasan Pengurangan Kemiskinan di Indonesia (MP3KI). Program ini langsung menyasar masyarakat bawah yang mengalami kemiskinan ekstrim di Indonesia.Sebagai program andalan, MP3KI ini juga bertujuan untuk mengimbangi rencana besar pembangunan ekonomi yang terintegrasi dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI).

Sebagaimana diketahui, MP3EI digulirkan guna menjaga stabilitas makro-ekonomi, mendorong percepatan pertumbuhan sektor riil, memperbaiki iklim investasi, mempercepat dan memperluas pembangunan infrastruktur, menguatkan skema kerja sama pembiayaan investasi dengan swasta, ketahanan energi, ketahanan pangan, reformasi birokrasi dan tata kelola, meningkatkan sumber daya manusia (SDM) dan inovasi teknologi.

(9)

II-9 Klaster IV adalah program prorakyat.Kedua, transformasi perlindungan dan bantuan sosial.Ketiga, pengembangan livelihood, pemberdayaan, akses berusaha & kredit, dan pengembangan kawasan berbasis potensi lokal.

Untuk klaster-klaster yang terdapat dalam MP3KI, pemerintah sudah melakukan identifikasi dan realisasinya. Klaster I diibaratkan sebagai ikan, dimana melalui MP3KI, pada 2012 lalu, pemerintah memberikan bantuan kepada masyarakat miskin atau rumah tangga sasaran (RTS). Bantuan dimaksud berupa, Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang dianggarkan Rp. 27,67 Triliun. Untuk BOS ini, per siswa SD seharusnya mendapatkan Rp. 580.000 per tahun dan SMP Rp. 710.000 per tahun.Selain itu juga ada beras untuk rumah tangga miskin (Raskin) sebanyak 15 kg/RTS/bulan dengan harga RP. 1.600/kg.Kedua, Program Keluarga Harapan (PKH) yang diberikan kepada rumah tangga sangat miskin (RTSM). Setiap RTSM mendapat Rp. 600.000 sampai dengan Rp. 2,2 Juta per tahun.

Ketiga, Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) untuk berobat gratis di Puskesmas dan rumah sakit kelas III milik pemerintah.Tahun 2011, peserta Jamkesmas diperluas kepada gelandangan dan narapidana. Selain Jamkesmas, diberikan juga Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) senilai Rp. 100 Juta/Puskesmas/Tahun. Keempat, Bantuan sosial untuk pengungsi/korban bencana.Kelima, bantuan untuk penyandang cacat Rp. 300 Ribu/bulan. Keenam, bantuan untuk lanjut usia (lansia) terlantar sekitar Rp. 300ribu/bulan.

Berikutnya, Klaster II diibaratkan sebagai kail yang dilaksanakan dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri dengan melibatkan 13 kementerian dan 1 lembaga. Anggaran untuk mendukung program ini sebesar Rp. 9,94 Triliun, dimana setiap kecamatan memperoleh bantuan hingga Rp. 3 Miliar. Seperti pada 2012 lalu, PNPM telah mencapai sasaran sebanyak 6.680 Kecamatan, 495 Kabupaten/Kota di 33 Provinsi.

(10)

II-10 Jumlah ini terus meningkat, pada 2011 menjadi Rp29 Triliun dan 2012 mencapai Rp. 30 Triliun. Besaran pinjaman yang dilepas ke masyarakat hingga Rp. 20 juta. Persyaratannya sangat mudah, dimana nasabah KUR harus memiliki usaha tetap, lalu menyerahkan Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Keluarga (KK) dan Keterangan Usaha dari desa/ kelurahan. Sementara itu ada juga KUR untuk Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dengan kredit maksimal mencapai Rp. 60 Juta.

Untuk Klaster IV terbagi dalam beberapa program.Pertama, program Rumah Sangat Murah dan Murah yang mulai dilaksanakan pada 2012 oleh Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera). Program ini menyerap anggaran sebesar Rp. 514,58 Miliar untuk membangun 6.162 unit rumah. Sedangkan tahun 2011 melalui PNPM Mandiri Perumahan dan Permukiman, telah dibangun 20.600 unit dan peningkatan kualitas 39.500 unit di 33 provinsi dengan anggaran sebesar Rp. 812,88 Miliar. Kedua, Program Kendaraan Umum Angkutan Murah. Pada 2012, program ini disokong anggaran dari APBN sebesar Rp. 10 Miliar.Ketiga, Program Penyediaan Air Minum Berbasis Masyarakat (Pamsismas). Tahun 2012, program ini sudah dilaksanakan di 15 Provinsi, 694 Kabupaten dengan anggaran sebesar Rp. 144,3 Miliar. Tahun sebelumnya, program berjalan di 15 provinsi, 560 kawasan dengan anggaran sebesar Rp. 240,8 Miliar. Keempat, Program Listrik Murah dan Hemat. Kelima, Program Peningkatan Kehidupan Nelayan. Dan keenam, Program Peningkatan Kehidupan Masyarakat Pinggir Kota. Pada 2012, program ini sudah dilaksanakan di DKI Jakarta, Bandung, Surabaya, Medan, Palembang dan Makassar.

(11)

II-11 tersebut.Idealnya, menurut Hatta, pengurangan kemiskinan berjalan seiring dengan percepatan pembangunan ekonomi.

Sejak diluncurkan pada Mei 2012 lalu, MP3KI diarahkan untuk menyasar 40% kelompok masyarakat paling bawah secara ekonomi.Menurut perkiraan jumlah kelompok ini mencapai 29 juta orang miskin dan 70 juta orang rentan miskin.Kenapa kelompok rentan miskin jauh lebih besar dengan yang miskin?Hal ini disebabkan oleh program pemerintah yang tumpang tindih.Untuk mendukung MP3KI, program-program yang selama ini ada di tiap kementerian, fokus pada satu kementerian saja. Dalam pandangan Hatta, dengan fokus di satu kementerian, mengontrolnya akan lebih muda dan realisasinya juga lebih bisa mencapai sasaran.

Hatta berjanji akan memasukkan kelompok masyarakat rentan miskin ke program pengentasan kemiskinan yang terintegrasi dalam MP3KI. Keberadaan Komite Ekonomi Nasional (KEN) bisa dioptimalkan untuk realisasi MP3KI dengan cara melakukan pengawasan langsung ke lapangan. Misalnya, memastikan bahwa program perlindungan sosial, raskin dan sebagainya tidak hanya diperuntukkan kelompok miskin. Karena apa? Kalau hanya untuk kelompok miskin, maka yang masuk kategori rentan akan masuk dalam jurang kemiskinan lagi.

Mengingat pentingnya program ini, tidak ada alasan untuk tidak merealisasikannya.Menko Perekonomian menegaskan bahwasannya untuk soal anggaran tidak dikhawatirkan karena alokasinya sudah di-plot jauh-jauh hari. Akhirnya dengan dijalankannya MP3KI, diharapkan sebagian besar masyarakat miskin memiliki akses terhadap sumber daya ekonomi dan lapangan kerja untuk meningkatkan taraf hidupnya di masa depan

2.2.5 Kawasan Ekonomi Khusus

(12)

II-12 industri, pengembangan teknologi, pariwisata, dan energi yang kegiatannya dapat ditujukan untuk ekspor dan untuk dalam negeri.

KEK dikembangkan melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan geoekonomi dan geostrategi dan berfungsi untuk menampung kegiatan industri, ekspor, impor, dan kegiatan ekonomi lainnya yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan daya saing internasional. KEK terdiri atas satu atau beberapa zona : pengolahan ekspor; logistik; industri; pengembangan teknologi; pariwisata; energi; dan/atau ekonomi lainnya. Didalam KEK dapat dibangun fasilitas pendukung dan perumahan bagi pekerja. Didalam setiap KEK disediakan lokasi untuk UMKM dan koperasi.

Lalu Lintas Barang, Karantina dan Devisa

1.Ketentuan larangan atau pembatasan impor dan ekspor yang diatur berdasarkan perundang-undangan berlaku di KEK.

2.Barang yang terkena ketentuan pembatasan impor dan ekspor dapat diberikan pengecualian dan/atau kemudahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

3.Lalu lintas barang ke KEK dan dari KEK berlaku ketentuan peraturan perundang-undangan.

4.Ketentuan mengenai karantina manusia, hewan, ikan dan tumbuh-tumbuhan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan tetap berlaku di KEK.

5.Mata uang rupiah merupakan alat pembayaran yang sah di KEK.

Fasilitas Fiskal

 Setiap wajib pajak yang berusaha di KEK diberikan fasilitas Pajak Penghasilan (PPh).

 Dapat diberikan tambahan fasilitas PPh sesuai karakteristik Zona.

 Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian fasilitas PPh diatur dengan Peraturan Pemerintah (PP).

(13)

II-13

 Terdapat fasilitas kepabeanan dan cukai di dalam KEK serta penyerahan barang ke luar daerah pabean lain

 Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian fasilitas kepabeanan, cukai, dan PPN diatur dengan Peraturan Pemerintah (PP).

 Setiap wajib pajak yang berusaha di KEK diberikan insentif berupa pembebasan atau keringanan pajak daerah dan retribusi daerah.

 Selain itu, pemerintah darah dapat memberikan kemudahan lain.

Fasilitas Non Fiskal

 Di KEK diberikan kemudahan untuk memperoleh hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 Badan Usaha yang telah memperoleh tanah di lokasi yang sudah ditetapkan sebagai KEK berdasarkan Peraturan Pemerintah diberikan hak atas tanah.

 Di KEK diberikan kemudahan dan keringanan di bidang perijinan usaha, kegiatan usaha, perindustrian, perdagangan, kepelabuhanan, dan keimigrasian bagi orang asing pelaku bisnis, serta diberika fasilitas keamanan, yang ditetapkan seuai dengan peraturan peundang-undangan.

 Di KEK tidak diberlakukan ketentuan yang mengatur bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan di bidang penanaman modal, kecuali yang dicadangkan untuk UMKM dan koperasi.

Fasilitas dalam RUU KEK

 Di seluruh KEK memperoleh fasilitas non-fiskal yang sama (pertanahan, imigrasi, ketenagakerjaan, one-stop-shop, pembebasan bidang usaha usaha yang terbuka dengan persyaratan Perpres 77/2007).

 Di seluruh KEK menerima fasilitas perpajakan dengan basis yang sama (paling tidak seperti fasilitas yang diberikan oleh PP 62/2008).

 Selain itu, untuk masing-masing zona dapat diberikan tambahan fasilitas pajak penghasilan sesuai dengan karakteristik zona.

 Pengurangan PBB (yang diakibatkan oleh nilai jual yang meningkat akibat perubahan lingkungan dan dampak positif pembangunan)

(14)

II-14

o Impor barang ke KEK dapat diberikan penangguhan bea masuk,

pembebasan cukai, tidak dipungut PPN, PPnBM dan PPh Impor.

o Penyerahan barang dari TLDP ke KEK dapat diberikan fasilitas tidak

dipungut PPN dan PPnBM sesuai ketentuan peraturan perundangan.

o Barang impor yang dikeluarkan dari KEK ke DPIL dikenakan bea masuk,

cukai, PPN, PPnBM (kecuali bila ditujukan ke pihak yang memperoleh fasilitas pembebasan/ penangguhan).

2.2.6 Direktif Presiden Program Pembangunan Berkeadilan

Untuk lebih memfokuskan pelaksanaan pembangunan yang berkeadilan, dan untuk kesinambungan serta penajaman Prioritas Pembangunan Nasional sebagaimana termuat dalam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010, Presiden Republik Indonesia menginstruksikan kepada seluruh jajaran pemerintahan untuk:

I. Mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai tugas, fungsi dan kewenangan masing-masing, dalam rangka pelaksanaan program-program pembangunan yang berkeadilan sebagaimana termuat dalam Lampiran Instruksi Presiden ini, yang meliputi program:

1.Pro rakyat;

2.Keadilan untuk semua (justice for all);

3.Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium (Millennium Development Goals - MDG’s).

II.Dalam rangka pelaksanaan program-program sebagaimana dimaksud dalam Diktum PERTAMA:

1.Untuk program pro rakyat, memfokuskan pada:

a.Program penanggulangan kemiskinan berbasis keluarga

b.Program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat;

c.Program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan usaha mikro dan kecil;

(15)

II-15 b.Program keadilan bagi perempuan;

c.Program keadilan di bidang ketenagakerjaan; d.Program keadilan di bidang bantuan hukum;

e.Program keadilan di bidang reformasi hukum dan peradilan; f. Program keadilan bagi kelompok miskin dan terpinggirkan;

3.Untuk program pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium, memfokuskan pada:

a.Program pemberantasan kemiskinan dan kelaparan; b.Program pencapaian pendidikan dasar untuk semua;

c.Program pencapaian kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan;

d.Program penurunan angka kematian anak; e.Program kesehatan ibu;

f. Program pengendalian HIV/AIDS, malaria, dan penyakit menular lainnya;

g.Program penjaminan kelestarian lingkungan hidup;

h.Program pendukung percepatan pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium.

2.3 Peraturan Perundangan Bidang PU/Cipta Karya

Ditjen Cipta Karya dalam melakukan tugas dan fungsinya selalu dilandasi peraturan perundangan yang terkait dengan bidang Cipta Karya, antara lain UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, UU No. 7 tahun 2008 tentang Sumber Daya Air, UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Persampahan dan UU No. 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun.

2.3.1 UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman

Kebijakan umum pembangunan perumahan diarahkan untuk:

 Memenuhi kebutuhan perumahan yang layak dan terjangkau

(16)

II-16 mampumencerminkan kehidupan masyarakat yang berkepribadian Indonesia;

 Ketersediaan dana murah jangka panjang yang berkelanjutan

untukpemenuhan kebutuhan rumah, perumahan, permukiman, sertalingkungan hunian perkotaan dan perdesaan;

 Mewujudkan perumahan yang serasi dan seimbang sesuai dengan tataruang

serta tata guna tanah yang berdaya guna dan berhasil guna;

 Memberikan hak pakai dengan tidak mengorbankan kedaulatannegara; dan  mendorong iklim investasi asing.

Sejalan dengan arah kebijakan umum tersebut, penyelenggaraan perumahan dan permukiman, baik di daerah perkotaan yang berpenduduk padat maupun di daerah perdesaan yang ketersediaan lahannya lebih luas perlu diwujudkan adanya ketertiban dan kepastian hukum dalam pengelolaannya.Pemerintah dan pemerintah daerah perlumemberikan kemudahan perolehan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah melalui program perencanaan pembangunan perumahan secara bertahap dalam bentuk pemberian kemudahan pembiayaan dan/atau pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas umum di lingkungan hunian.

Penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman tidak hanya melakukan pembangunan baru, tetapi juga melakukan pencegahan serta pembenahan perumahan dan kawasan permukiman yang telah ada dengan melakukan pengembangan, penataan, atau peremajaan lingkungan hunian perkotaan atau perdesaan serta pembangunan kembali terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh.Untuk itu, penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman perlu dukungan anggaran yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara, anggaran pendapatan belanja daerah, lembaga pembiayaan, dan/atau swadaya masyarakat.Dalam hal ini, Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat perlu melakukan upaya pengembangan sistem pembiayaan perumahan dan permukiman secara menyeluruh dan terpadu.

(17)

II-17 penyebaran penduduk yang proporsional melalui pertumbuhan lingkungan hunian dan kawasan permukiman sesuai dengan tata ruang untuk mewujudkan keseimbangan kepentingan, terutama bagi MBR, meningkatkan daya guna dan hasil guna sumber daya alam bagi pembangunan perumahan dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan, baik di lingkungan hunian perkotaan maupun lingkungan hunian perdesaan, dan menjamin terwujudnya rumah yang layak huni dan terjangkau dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, teratur, terencana, terpadu, dan berkelanjutan.

Penyelenggaraan perumahan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan rumah sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia bagi peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat, yang meliputi perencanaan perumahan, pembangunan perumahan, pemanfaatan perumahan dan pengendalian perumahan.

Salah satu hal khusus yang diatur dalam undang-undang ini adalah keberpihakan negara terhadap masyarakat berpenghasilan rendah.Dalam kaitan ini, Pemerintah dan/atau pemerintah daerah wajib memenuhi kebutuhan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah dengan memberikan kemudahan pembangunan dan perolehan rumah melalui program perencanaan pembangunan perumahan secara bertahap dan berkelanjutan.Kemudahan pembangunan dan perolehan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah itu, dengan memberikan kemudahan, berupa pembiayaan, pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas umum, keringanan biaya perizinan, bantuan stimulan, dan insentif fiskal.

Penyelenggaraan kawasan permukiman dilakukan untuk mewujudkan wilayah yang berfungsi sebagai lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan yang terencana, menyeluruh, terpadu, dan berkelanjutan sesuai dengan rencana tata ruang.Penyelenggaraan kawasan permukiman tersebut bertujuan untuk memenuhi hak warga negara atas tempat tinggal yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur serta menjamin kepastian bermukim, yang wajib dilaksanakan sesuai dengan arahan pengembangan kawasan permukiman yang terpadu dan berkelanjutan.

(18)

II-18 untuk kepentingan peningkatan kualitas hidup orang perseorangan yang dilakukan terhadap rumah serta prasarana, sarana, dan utilitas umum di perumahan, permukiman, lingkungan hunian dan kawasan permukiman. Di samping itu, juga dilakukan pengaturan pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh yang dilakukan untuk meningkatkan mutu kehidupan dan penghidupan masyarakat penghuni perumahan kumuh dan permukiman kumuh.Hal ini dilaksanakan berdasarkan prinsip kepastian bermukim yang menjamin hak setiap warga negara untuk menempati, memiliki, dan/atau menikmati tempat tinggal, yang dilaksanakan sejalan dengan kebijakan penyediaan tanah untuk pembangunan perumahan dan kawasan permukiman.

Rencana penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman di daerah mengacu kepada rencana penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman Nasional, bukan untuk membatasi kewenangan daerah, tetapi agar ada acuan yang jelas, sinergis, dan keterkaitan dari setiap perencanaan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman di tingkat daerah, berdasarkan kewenangan otonomi yang dimilikinya sesuai dengan platform rencana penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman nasional. Rencana penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman di daerah dijabarkan lebih lanjut berdasarkan visi dan misi kepala daerah yang diformulasikan dalam bentuk RPJM daerah.

Pemerintah dalam melaksanakan pembinaan (perencanaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan) di bidang perumahan dan kawasan permukiman mempunyai tugas:

a. Merumuskan dan menetapkan kebijakan dan strategi nasional di bidang perumahan dan kawasan permukiman;

b. Merumuskan dan menetapkan kebijakan nasional tentang pendayagunaan dan pemanfaatan hasil rekayasa teknologi di bidang perumahan dan kawasan permukiman;

c. Merumuskan dan menetapkan kebijakan nasional tentang penyediaan Kasiba dan Lisiba;

(19)

II-19 e. Menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi pelaksanaan

kebijakan nasional penyediaan rumah dan pengembangan lingkungan hunian dan kawasan permukiman;

f. Mengalokasikan dana dan/atau biaya pembangunan untuk mendukung terwujudnya perumahan bagi MBR;

g. Memfasilitasi penyediaan perumahan dan permukiman bagi masyarakat, terutama bagi MBR;

h. Memfasilitasi pelaksanaan kebijakan dan strategi pada tingkat nasional; i. Melakukan dan mendorong penelitian dan pengembangan

penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman;

j. Melakukan sertifikasi, kualifikasi, klasifikasi, dan registrasi keahlian kepada orang atau badan yang menyelenggarakan pembangunan perumahan dan kawasan permukiman; dan

k. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan di bidang perumahan dan kawasan permukiman.

Perumahan dan kawasan permukiman diselenggarakan untuk:

a. Memberikan kepastian hukum dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman;

b. Mendukung penataan dan pengembangan wilayah serta penyebaran penduduk yang proporsional melalui pertumbuhan lingkungan hunian dan kawasan permukiman sesuai dengan tata ruang untuk mewujudkan keseimbangan kepentingan, terutama bagi MBR;

c. Meningkatkan daya guna dan hasil guna sumber daya alam bagi pembangunan perumahan dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan, baik di kawasan perkotaan maupun kawasan perdesaan;

d. Memberdayakan para pemangku kepentingan bidang pembangunan perumahan dan kawasan permukiman;

e. Menunjang pembangunan di bidang ekonomi, sosial, dan budaya; dan f. Menjamin terwujudnya rumah yang layak huni dan terjangkau dalam

(20)

II-20 Pemerintah provinsi dalam melaksanakan pembinaan mempunyai tugas: a. Merumuskan dan menetapkan kebijakan dan strategi pada tingkat

provinsi di bidang perumahan dan kawasan permukiman dengan berpedoman pada kebijakan nasional;

b. Merumuskan dan menetapkan kebijakan provinsi tentang pendayagunaan dan pemanfaatan hasil rekayasa teknologi di bidang perumahan dan kawasan permukiman dengan berpedoman pada kebijakan nasional; c. Merumuskan dan menetapkan kebijakan penyediaan Kasiba dan Lisiba

lintas kabupaten/kota;

d. Mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional pada tingkat provinsi di bidang perumahan dan kawasan permukiman;

e. Menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi pelaksanaan kebijakan provinsi penyediaan rumah, perumahan, permukiman, lingkungan hunian, dan kawasan permukiman;

f. Menyusun rencana pembangunan dan pengembangan perumahan dan kawasan permukiman lintas kabupaten/kota;

g. Memfasilitasi pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat provinsi;

h. Mengalokasikan dana dan/atau biaya pembangunan untuk mendukung terwujudnya perumahan bagi MBR;

i. Memfasilitasi penyediaan perumahan dan kawasan permukiman bagi masyarakat, terutama bagi MBR; dan

j. Memfasilitasi pelaksanaan kebijakan dan strategi pada tingkat provinsi.

Pemerintah kabupaten/kota dalam melaksanakan pembinaan mempunyai tugas:

a. Menyusun dan melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat kabupaten/kota di bidang perumahan dan kawasan permukiman dengan berpedoman pada kebijakan dan strategi nasional dan provinsi;

b. Menyusun dan melaksanakan kebijakan daerah dengan berpedoman pada strategi nasional dan provinsi tentang pendayagunaan dan pemanfaatan hasil rekayasa teknologi di bidang perumahan dan kawasan permukiman; c. Menyusun rencana pembangunan dan pengembangan perumahan dan

(21)

II-21 d. Menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi terhadap

pelaksanaan kebijakan kabupaten/kota dalam penyediaan rumah, perumahan, permukiman, lingkungan hunian, dan kawasan permukiman; e. Melaksanakan pemanfaatan teknologi dan rancang bangun yang ramah

lingkungan serta pemanfaatan industri bahan bangunan yang mengutamakan sumber daya dalam negeri dan kearifan lokal yang aman bagi kesehatan;

f. Melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan, kebijakan, strategi, serta program di bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota;

g. Melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat kabupaten/kota; h. Melaksanakan peraturan perundang-undangan serta kebijakan dan

strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota;

i. Melaksanakan peningkatan kualitas perumahan dan permukiman;

j. Melaksanakan kebijakan dan strategi daerah provinsi dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman dengan berpedoman pada kebijakan nasional;

k. Melaksanakan pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dan kawasan permukiman;

l. Mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional dan provinsi di bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota;

m. Mengalokasikan dana dan/atau biaya pembangunan untuk mendukung terwujudnya perumahan bagi MBR;

n. Memfasilitasi penyediaan perumahan dan permukiman bagi masyarakat, terutama bagi MBR;

o. Menetapkan lokasi Kasiba dan Lisiba; dan

(22)

II-22 Penyelenggaraan kawasan permukiman dilakukan untuk mewujudkan wilayah yang berfungsi sebagai lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung

perikehidupan dan penghidupan yang terencana, menyeluruh, terpadu, dan berkelanjutan sesuai dengan rencana tata ruang. Penyelenggaraan kawasan permukiman bertujuan untuk memenuhi hak warga negara atas tempat tinggal yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur serta menjamin kepastian bermukim. Kawasan permukiman mencakup lingkungan hunian dan tempat kegiatan pendukung perikehidupan dan penghidupan di perkotaan dan di perdesaan.

Penyelenggaraan kawasan permukiman wajib dilaksanakan sesuai dengan arahan pengembangan kawasan permukiman yang terpadu dan berkelanjutan, meliputi:

 Hubungan antarkawasan fungsional sebagai bagian lingkungan hidup di

luar kawasan lindung;

 Keterkaitan lingkungan hunian perkotaan dengan lingkungan hunian

perdesaan;

 Keterkaitan antara pengembangan lingkungan hunian perkotaan dan

pengembangan kawasan perkotaan

 Keterkaitan antara pengembangan lingkungan hunian perdesaan dan

pengembangan kawasan perdesaan;

 Keserasian tata kehidupan manusia dengan lingkungan hidup;

 Keseimbangan antara kepentingan publik dan kepentingan setiap orang;

dan

 Lembaga yang mengoordinasikan pengembangan kawasan permukiman.

Penyelenggaraan pengembangan lingkungan hunian perkotaan mencakup:  Peningkatan efisiensi potensi lingkungan hunian perkotaan dengan

memperhatikan fungsi dan peranan perkotaan;  Peningkatan pelayanan lingkungan hunian perkotaan;

 Peningkatan keterpaduan prasarana, sarana, dan utilitas umum

lingkungan hunian perkotaan;

 Penetapan bagian lingkungan hunian perkotaan yang dibatasi dan yang

(23)

II-23  Pencegahan tumbuhnya perumahan kumuh dan permukiman kumuh; dan  Pencegahan tumbuh dan berkembangnya lingkungan hunian yang tidak

terencana dan tidak teratur.

Penyelenggaraan pembangunan lingkungan hunian baru perkotaan mencakup:  Penyediaan lokasi permukiman;

 Penyediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum permukiman; dan

 Penyediaan lokasi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan

kegiatan ekonomi.

Penyelenggaraan lingkungan hunian perdesaan dilakukan melalui:  Pengembangan lingkungan hunian perdesaan;

 Pembangunan lingkungan hunian baru perdesaan; atau  Pembangunan kembali lingkungan hunian perdesaan.

Penyelenggaraan pengembangan lingkungan hunian perdesaan mencakup :  Peningkatan efisiensi potensi lingkungan hunian perdesaan dengan

memperhatikan fungsi dan peranan perdesaan;  Peningkatan pelayanan lingkungan hunian perdesaan;

 Peningkatan keterpaduan prasarana, sarana, dan utilitas umum

lingkungan hunian perdesaan;

 Penetapan bagian lingkungan hunian perdesaan yang dibatasi dan yang

didorong pengembangannya;

 Peningkatan kelestarian alam dan potensi sumber daya perdesaan; dan  Pengurangan kesenjangan antara kawasan perkotaan dan perdesaan.

(24)

II-24 serta perencanaan tempat kegiatan pendukung perkotaan dan perdesaan yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan.

Perencanaan lingkungan hunian perkotaan dilakukan melalui perencanaan pengembangan lingkungan hunian perkotaan, perencanaan pembangunan lingkungan hunian baru perkotaan, atau perencanaan pembangunan kembali lingkungan hunian perkotaan. Perencanaan pengembangan lingkungan hunian perkotaan mencakup:

 Penyusunan rencana peningkatan efisiensi potensi lingkungan hunian

perkotaan dengan memperhatikan fungsi dan peranan perkotaan;

 Penyusunan rencana peningkatan pelayanan lingkungan hunian

perkotaan;

 Penyusunan rencana peningkatan keterpaduan prasarana, sarana, dan

utilitas umum lingkungan hunian perkotaan;

 Penyusunan rencana pencegahan tumbuhnya perumahan kumuh dan

permukiman kumuh; dan

 Penyusunan rencana pencegahan tumbuh dan berkembangnya

lingkungan hunian yang tidak terencana dan tidak teratur.

2.3.2 UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung

Undang undang tentang Bangunan Gedung mengatur fungsi bangunan gedung, persyaratan bangunan gedung, penyelenggaraan bangunan gedung, termasuk hak dan kewajiban pemilik dan pengguna bangunan gedung pada setiap tahap penyelenggaraan bangunan gedung, ketentuan tentang peran masyarakat dan pembinaan oleh pemerintah, sanksi, ketentuan peralihan, dan ketentuan penutup.Keseluruhan maksud dan tujuan pengaturan tersebut dilandasi oleh asas kemanfaatan, keselamatan, keseimbangan, dan keserasian bangunan gedung dengan lingkungannya, bagi kepentingan masyarakat yang berperikemanusiaan dan berkeadilan.

(25)

II-25 Perwujudan bangunan gedung juga tidak terlepas dari peran penyedia jasa konstruksi berdasarkan peraturan perundang undangan di bidang jasa konstruksi baik sebagai perencana, pelaksana, pengawas atau manajemen konstruksi maupun jasa jasa pengembangannya, termasuk penyedia jasa pengkaji teknis bangunan gedung.Oleh karena itu, pengaturan bangunan gedung ini juga harus berjalan seiring dengan pengaturan jasa konstruksi sesuai dengan peraturan perundang undangan.

Dengan diberlakukannya undang undang ini, maka semua penyelenggaraan bangunan gedung baik pembangunan maupun pemanfaatan, yang dilakukan di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh pemerintah, swasta, masyarakat, serta oleh pihak asing, wajib mematuhi seluruh ketentuan yang tercantum dalam Undang undang tentang Bangunan Gedung.

Dalam menghadapi dan menyikapi kemajuan teknologi, baik informasi maupun arsitektur dan rekayasa, perlu adanya penerapan yang seimbang dengan tetap mempertimbangkan nilai nilai sosial budaya masyarakat setempat dan karakteristik arsitektur dan lingkungan yang telah ada, khususnya nilai nilai kontekstual, tradisional, spesifik, dan bersejarah.

Pengaturan dalam undang undang ini juga memberikan ketentuan pertimbangan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat Indonesia yang sangat beragam. Berkaitan dengan hal tersebut, pemerintah terus mendorong, memberdayakan dan meningkatkan kemampuan masyarakat untuk dapat memenuhi ketentuan dalam undang undang ini secara bertahap sehingga jaminan keamanan, keselamatan, dan kesehatan masyarakat dalam menyelenggarakan bangunan gedung dan lingkungannya dapat dinikmati oleh semua pihak secara adil dan dijiwai semangat kemanusiaan, kebersamaan, dan saling membantu, serta dijiwai dengan pelaksanaan tata pemerintahan yang baik.

(26)

II-26 Disamping itu, peraturan tersebut juga mengatur beberapa hal sebagai berikut :

a. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan bangunan gedung dengan lingkungannya harus mempertimbangkan terciptanya ruang luar bangunan gedung, ruang terbuka hijau yang seimbang, serasi, dan selaras dengan lingkungannya. Di samping itu, system penghawaan, pencahayaan, dan pengkondisian udara dilakukan dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip penghematan energy dalam bangunan gedung (amanat green building).

b. Bangunan gedung dan lingkungannya yang ditetapkan sebagai cagar budaya sesuai dengan peraturan perundang-undangan harus dilindungi dan dilestarikan. Pelaksanaan perbaikan, pemugaran, perlindungan, serta pemeliharaan atas bangunan gedung dan lingkungannya hanya dapat dilakukan sepanjang tidak mengubah nilai dan/atau karakter cagar budaya yang dikandungnya.

c. Penyediaan fasilitas dan aksesibilitas bagi penyandang cacat dan lanjut usia merupakan keharusan bagi semua bangunan gedung.

2.3.3 UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air

Pola pengelolaan sumber daya air merupakan kerangka dasar dalam merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi kegiatan konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air pada setiap wilayah sungai dengan prinsip keterpaduan antara air permukaan dan air tanah. Pola pengelolaan sumber daya air disusun secara terkoordinasi di antara instansi yang terkait, berdasarkan asas kelestarian, asas keseimbangan fungsi sosial, lingkungan hidup, dan ekonomi, asas kemanfaatan umum, asas keterpaduan dan keserasian, asas keadilan, asas kemandirian, serta asas transparansi dan akuntabilitas. Pola pengelolaan sumber daya air tersebut kemudian dijabarkan ke dalam rencana pengelolaan sumber daya air.

(27)

II-27 masyarakat tidak hanya diberi peran dalam penyusunan pola pengelolaan sumber daya air, tetapi berperan pula dalam proses perencanaan, pelaksanaan konstruksi, operasi dan pemeliharaan, pemantauan, serta pengawasan atas pengelolaan sumber daya air.

Rencana pengelolaan sumber daya air merupakan rencana induk konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air yang disusun secara terkoordinasi berbasis wilayah sungai. Rencana tersebut menjadi dasar dalam penyusunan program pengelolaan sumber daya air yang dijabarkan lebih lanjut dalam rencana kegiatan setiap instansi yang terkait. Rencana pengelolaan sumber daya air tersebut termasuk rencana penyediaan sumber daya air dan pengusahaan sumber daya air. Penyediaan air untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari dan irigasi pertanian rakyat dalam sistem irigasi yang sudah ada merupakan prioritas utama penyediaan di atas semua kebutuhan lainnya. Karena keberagaman ketersediaan sumber daya air dan jenis kebutuhan sumber daya air pada suatu tempat, urutan prioritas penyediaan sumber daya air untuk keperluan lainnya ditetapkan sesuai dengan kebutuhan setempat.

Pengusahaan sumber daya air diselenggarakan dengan tetap memperhatikan fungsi sosial sumber daya air dan kelestarian lingkungan hidup. Pengusahaan sumber daya air yang meliputi satu wilayah sungai hanya dapat dilakukan oleh badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah di bidang pengelolaan sumber daya air atau kerja sama antara keduanya, dengan tujuan untuk tetap mengedepankan prinsip pengelolaan yang selaras antara fungsi sosial, fungsi lingkungan hidup, dan fungsi ekonomi sumber daya air.

(28)

II-28 Pengusahaan sumber daya air tersebut dapat berupa pengusahaan air baku sebagai bahan baku produksi, sebagai salah satu media atau unsur utama dari kegiatan suatu usaha, seperti perusahaan daerah air minum, perusahaan air mineral, perusahaan minuman dalam kemasan lainnya, pembangkit listrik tenaga air, olahraga arung jeram, dan sebagai bahan pembantu proses produksi, seperti air untuk sistem pendingin mesin (water cooling system) atau air untuk pencucian hasil eksplorasi bahan tambang. Kegiatan pengusahaan dimaksud tidak termasuk menguasai sumber airnya, tetapi hanya terbatas pada hak untuk menggunakan air sesuai dengan alokasi yang ditetapkan dan menggunakan sebagian sumber air untuk keperluan bangunan sarana prasarana yang diperlukan misalnya pengusahaan bangunan sarana prasarana pada situ. Pengusahaan sumber daya air tersebut dilaksanakan sesuai dengan rambu-rambu sebagaimana diatur dalam norma, standar, pedoman, manual (NSPM) yang telah ditetapkan.

Untuk terselenggaranya pengelolaan sumber daya air secara berkelanjutan, penerima manfaat jasa pengelolaan sumber daya air, pada prinsipnya, wajib menanggung biaya pengelolaan sesuai dengan manfaat yang diperoleh. Kewajiban ini tidak berlaku bagi pengguna air untuk kebutuhan pokok sehari-hari dan untuk kepentingan sosial serta keselamatan umum. Karena keterbatasan kemampuan petani pemakai air, penggunaan air untuk keperluan pertanian rakyat dibebaskan dari kewajiban membiayai jasa pengelolaan sumber daya air dengan tidak menghilangkan kewajibannya untuk menanggung biaya pengembangan, operasi, dan pemeliharaan sistem irigasi tersier.

(29)

II-29 koordinasi itu diharapkan mampu mengoordinasikan berbagai kepentingan instansi, lembaga, masyarakat, dan para pemilik kepentingan (stakeholders) sumber daya air lainnya dalam pengelolaan sumber daya air, terutama dalam merumuskan kebijakan dan strategi pengelolaan sumber daya air, serta mendorong peningkatan peran masyarakat dalam pengelolaan sumber daya air. Dalam melaksanakan tugasnya wadah koordinasi tersebut secara teknis mendapatkan bimbingan Pemerintah dalam hal ini kementerian yang membidangi sumber daya air.

2.3.4 UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah

Jumlah penduduk Indonesia yang besar dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi mengakibatkan bertambahnya volume sampah. Di samping itu, pola konsumsi masyarakat memberikan kontribusi dalam menimbulkan jenis sampah yang semakin beragam, antara lain, sampah kemasan yang berbahaya dan/atau sulit diurai oleh proses alam.

Selama ini sebagian besar masyarakat masih memandang sampah sebagai barang sisa yang tidak berguna, bukan sebagai sumber daya yang perlu dimanfaatkan.Masyarakat dalam mengelola sampah masih bertumpu pada pendekatan akhir (end-of-pipe), yaitu sampah dikumpulkan, diangkut, dan dibuang ke tempat pemrosesan akhir sampah. Padahal, timbunan sampah dengan volume yang besar dilokasi tempat pemrosesan akhir sampah berpotensi melepas gas metan (CH4) yang dapat meningkatkan emisi gas rumah kaca dan memberikan kontribusi terhadap pemanasan global. Agar timbunan sampah dapat terurai melalui proses alam diperlukan jangka waktu yang lama dan diperlukan penanganan dengan biaya yang besar.

(30)

II-30 menjadi sampah, sampai ke hilir, yaitu pada fase produk sudah digunakan sehingga menjadi sampah, yang kemudian dikembalikan ke media lingkungan secara aman.

Pengelolaan sampah dengan paradigma baru tersebut dilakukan dengan kegiatan pengurangan dan penanganan sampah.Pengurangan sampah meliputi kegiatan pembatasan, penggunaan kembali, dan pendauran ulang, sedangkan kegiatan penanganan sampah meliputi pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan akhir.

Dalam rangka menyelenggarakan pengelolaan sampah secara terpadu dan komprehensif, pemenuhan hak dan kewajiban masyarakat, serta tugas dan wewenang Pemerintah dan pemerintahan daerah untuk melaksanakan pelayanan publik, diperlukan payung hukum dalam bentuk undang-undang.Pengaturan hukum pengelolaan sampah dalam Undang-Undang ini berdasarkan asas tanggung jawab, asas berkelanjutan, asas manfaat, asas keadilan, asas kesadaran, asas kebersamaan, asas keselamatan, asas keamanan, dan asas nilai ekonomi.

Berdasarkan pemikiran sebagaimana diuraikan di atas, pembentukan Undang-Undang ini diperlukan dalam rangka:

a. Kepastian hukum bagi rakyat untuk mendapatkan pelayanan pengelolaan sampah yang baik dan berwawasan lingkungan;

b. Ketegasan mengenai larangan memasukkan dan/atau mengimpor sampah ke dalam wilayah negara kesatuan republik indonesia;

c. Ketertiban dalam penyelenggaraan pengelolaan sampah;

d. Kejelasan tugas, wewenang, dan tanggung jawab pemerintah dan pemerintahan daerah dalam pengelolaan sampah; dan

e. Kejelasan antara pengertian sampah yang diatur dalam undang-undang ini dan pengertian limbah sebagaimana diatur dalam undang-undang tentang pengelolaan lingkungan hidup.

2.3.5 UU No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun

Dalam memenuhi kebutuhan hunian yang layak, Ditjen Cipta Karya turut

(31)

II-31 bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang

terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional, baik dalam

arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat

hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah

bersama. Peraturan ini juga mengatur perihal pembinaan, perencanaan, pembangunan, penguasaan, pemilikan, dan pemanfaatan, pengelolaan,

peningkatan kualitas, pengendalian, kelembagaan, tugas dan wewenang, hak

dan kewajiban, pendanaan dan sistem pembiayaan,dan peran masyarakat.

Penyelenggaraan rumah susun bertujuan untuk :

a. menjamin terwujudnya rumah susun yang layak huni dan terjangkau dalam lingkungan yang sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan serta menciptakan permukiman yang terpadu guna membangun ketahanan ekonomi, sosial, dan budaya;

b. meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemanfaatan ruang dan tanah, serta menyediakan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan dalam menciptakan kawasan permukiman yang lengkap serta serasi dan seimbang dengan memperhatikan prinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan;

c. mengurangi luasan dan mencegah timbulnya perumahan dan permukiman kumuh;

d. mengarahkan pengembangan kawasan perkotaan yang serasi, seimbang, efisien, dan produktif;

e. memenuhi kebutuhan sosial dan ekonomi yang menunjang kehidupan penghuni dan masyarakat dengan tetap mengutamakan tujuan pemenuhan kebutuhan perumahan dan permukiman yang layak, terutama bagi MBR;

f. memberdayakan para pemangku kepentingan di bidang pembangunan rumah susun;

(32)

II-32 harmonis, dan berkelanjutan dalam suatu sistem tata kelola perumahan dan permukiman yang terpadu; dan

h. memberikan kepastian hukum dalam penyediaan, kepenghunian, pengelolaan, dan kepemilikan rumah susun.

2.4 Amanat Internasional

Pemerintah Indonesia secara aktif terlibat dalam dialog internasional dan perumusan kesepakatan bersama di bidang permukiman.Beberapa amanat

internasional yang perlu diperhatikan dalam pengembangan kebijakan dan

program bidang Cipta Karya meliputi Agenda Habitat, Konferensi Rio+20, Millenium Development Goals, serta Agenda Pembangunan Pasca 2015.

2.4.1 Agenda Habitat

Agenda Habitat adalah aksi global dan kerangka kerja yang diharapkan dapat mendorong masyarakat dunia untuk bertanggung-jawab dalam mempromosikan dan menciptakan permukiman yang berkelanjutan. Dengan mengadopsi Agenda Habitat, maka setiap negara juga mengadopsi kedua tema yang menjadi tujuan Agenda Habitat, serta mempunyai komitmen untuk melaksanakan Agenda Habitat dalam rangka mencapai kedua tujuan tersebut. Hal ini menurut Konferensi Habitat II, sangat tergantung pada kemitraan antara berbagai pemangku kepentingan, antar negara maupun di dalam negara masing-masing, baik antar pemerintah, LSM, swasta, organisasi masyarakat dan individu. Kemitraan dapat membantu penggalangan sumberdaya, berbagai pengetahuan, praktek- praktek terbaik dari berbagai kota serta kemungkinan untuk berbagi peran dan saling membantu dalam mengatasi berbagai persoalan.

Ada 7 komitmen utama dalam Agenda Habitat. Dua komitmen pertama terkait langsung dengan tema atau tujuan Agenda Habitat yaitu:

1) Hunian yang layak bagi semua (adequate shelter for all),

(33)

II-33 Sedangkan 5 komitmen lain terkait dengan pelaksanaan Agenda Habitat:

1) Pemberdayaan dan peran serta, 2) Kesetaraan gender,

3) Pembiayaan hunian dan permukiman 4) Kerjasama internasional dan

5) Monitoring dan evaluasi pencapaian.

2.4.2 Konferensi Rio+20

KTT Rio+20 menyepakati Dokumen The Future We Want yang menjadi arahan bagi pelaksanaan pembangunan berkelanjutan di tingkat global, regional, dan nasional. Dokumen memuat kesepahaman pandangan terhadap masa depan yang diharapkan oleh dunia (common vision) dan penguatan komitmen untuk menuju pembangunan berkelanjutan (renewing political commitment). Dokumen ini memperkuat penerapan Rio Declaration 1992 dan Johannesburg Plan of Implementation 2002.

Dalam dokumen The Future We Want, terdapat 3 (tiga) isu utama bagi pelaksanaan pembangunan berkelanjutan, yaitu: (i) Green Economy in the context of sustainable development and poverty eradication, (ii) pengembangan kerangka kelembagaan pembangunan berkelanjutan tingkat global (Institutional Framework for Sustainable Development), serta (iii) kerangka aksi dan instrumen pelaksanaan pembangunan berkelanjutan (Framework for Action and Means of

Implementation). Kerangka aksi tersebut termasuk penyusunan Sustainable Development Goals (SDGs)post-2015 yang mencakup 3 pilar pembangunan berkelanjutan secara inklusif, yang terinspirasi dari penerapan Millennium

Development Goals (MDGs).

(34)

II-34 langkah tindak lanjut yang lebih konkrit untuk pelaksanaan kebijakan di lingkup masing-masing.

Kebijakan Pemerintah Indonesia “pro-growth, poor, job,

pro-environment” pada dasarnya telah selaras dengan dokumen The Future We

Want.Hasil KTT Rio+20 harus ditindaklanjuti dengan aksi konkrit yang bermanfaat bagi peningkatan taraf hidup masyarakat (people-centered development).Salah satu keuntungan yang dapat diperoleh oleh masyarakat dalam waktu dekat ini adalah pengembangan barang dan jasa yang ramah lingkungan, yang memungkinkan masyarakat untuk melaksanakan pola hidup hijau (green

lifestyle).Barang dan jasa yang ramah lingkungan tersebut diharapkan akan memperkuat ekonomi domestik dan mendorong pelaku usaha melakukan produksi hijau.”

Rio+20 ini menghasilkan lebih dari US$ 513 Milyar yang dialokasikan dalam komitmen untuk pembangunan berkelanjutan, termasuk di bidang energi, transportasi, ekonomi hijau, pengurangan bencana, kekeringan, air, hutan dan pertanian.Selain itu terbangun sebanyak 719 komitmen sukarela untuk pembangunan berkelanjutan oleh pemerintah, dunia usaha, kelompok masyarakat sipil, universitas dan lain-lain.

2.4.3 Millenium Development Goals

Deklarasi Milenium yang merupakan kesepakatan para Kepala Negara dan perwakilan dari 189 negara dalam sidang Persatuan Bangsa-Bangsa di New York pada bulan September 2000 menegaskan kepedulian utama masyarakat dunia untuk bersinergi dalam mencapai Tujuan Pembangunan Milenium (Millennium Development Goals-MDGs) pada tahun 2015. Tujuan MDGs menempatkan manusia sebagai fokus utama pembangunan yang mencakup semua komponen kegiatan yang tujuan akhirnya ialah kesejahteraan masyarakat.

(35)

II-35 Rencana Kerja Tahunan berikut dokumen anggarannya. Berlandaskan strategi pro-

growth, pro-job, pro-poor, dan pro-environment, alokasi dana dalam anggaran pusat dan daerah untuk mendukung pencapaian berbagai sasaran MDGs terus meningkat se ap tahunnya. Kemitraan produk dengan masyarakat madani dan sektor swasta berkontribusi terhadap percepatan pencapaian MDGs.

Tujuan Pembangunan Milenium (“Millennium Development Goals”, atau

MDGs) mengandung delapan tujuan sebagai respon atas permasalahan perkembangan global, yang kesemuanya harus tercapai pada tahun 2015. Tujuan Pembangunan Milenium adalah hasil dari aksi yang terkandung dalam Deklarasi Milenium yang diadopsi oleh 189 negara dan ditandatangi oleh 147 kepala Negara dan pemerintahan pada UN Millennium Summit yang diadakan di bulan September tahun 2000.

Delapan butir MGDs terdiri dari 21 target kuantitatif dan dapat diukur oleh 60 indikator.

 Tujuan 1: Memberantas kemiskinan ekstrim dan kelaparan

 Tujuan 2: Dicapainya pendidikan tingkat dasar yang merata dan universal  Tujuan 3: Memajukan kesetaraan gender

 Tujuan 4: Mengurangi tingkat mortalitas anak

 Tujuan 5: Memperbaiki kualitas kesehatan ibu hamil  Tujuan 6: Memerangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit lain  Tujuan 7: Menjamin kelestarian lingkungan

 Tujuan 8: Menjalin kerjasama global bagi perkembangan kesejahteraan

Tujuan Pembangunan Millennium:

 Menyintesis dalam satu paket komitmen-komitmen terpenting yang dibuat secara terpisah-pisah dalam berbagai konferensi dan pertemuan tingkat tinggi internasional yang diadakan pada tahun 1990-an;

 Merespon secara eksplisit tentang interdependensi antara pertumbuhan, upaya pembasmian kemiskinana dan perkembangan yang berkesinambungan;

(36)

II-36 pada hak azasi manusia, perdamaian dan keamanan hidup; mempunyai tenggat waktu dan target yang dapat diukur beserta dengan indikator dalam memantau kemajuan, dan;

 Membawa dalam kebersamaan, sebagaimana terkandung pada Tujuan 8, tanggung jawab dalam memajukan Negara berkembang dengan Negara maju, dalam kerjasama global yang dituangkan dalam International Conference on Financing for Development di Monterrey, Mexico pada bulan Maret tahun 2002, and juga pada Johannesburg World Summit on Sustainable Development pada bulan Agustus tahun 2002.

Sampai dengan tahun 2010, Indonesia telah mencapai berbagai sasaran dari Tujuan Pembangunan Milenium yang dapat dikelompokkan ke dalam ga kategori yaitu: (a) sasaran yang telah dicapai; (b) sasaran yang menunjukkan kemajuan signifi kan dan diharapkan dapat tercapai pada tahun 2105 (on-track); dan (c) sasaran yang masih memerlukan upaya keras untuk pencapaiannya.

Sasaran dari Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs) yang telah dicapai, mencakup:

 MDG 1: Proporsi penduduk yang hidup dengan pendapatan per kapita

kurang dari USD 1 per hari telah menurun dari 20,6 persen pada tahun 1990 menjadi 5,9 persen pada tahun 2008.

 MDG 3: Kesetaraan gender dalam semua jenis dan jenjang pendidikan

telah hampir tercapai yang ditunjukkan dengan rasio angka par sipasi murni (APM) perempuan terhadap laki-laki di SD/MI/Paket A dan SMP/MTs/Paket B berturut-turut sebesar 99,73 dan 101,99, dan rasio angka melek huruf perempuan terhadap laki-laki pada kelompok usia 15-24 tahun sebesar 99,85 pada tahun 2009.

 MDG 6: Prevalensi tuberkulosis menurun dari 443 kasus pada 1990

menjadi 244 kasus per 100.000 penduduk pada tahun tahun 2009.

(37)

II-37  MDG 1: Prevalensi balita kekurangan gizi telah berkurang hampir

setengahnya, dari 31 persen pada tahun 1989 menjadi 18,4 persen pada tahun 2007. Target 2015 sebesar 15,5 persen diperkirakan akan tercapai.

 MDG 2: Angka par sipasi murni untuk pendidikan dasar mendeka 100

persen dan ngkat melek huruf penduduk melebihi 99,47 persen pada 2009.

 MDG 3: Rasio APM perempuan terhadap laki-laki di SM/MA/Paket C

dan pendidikan nggi pada tahun 2009 berturut-turut 96,16 dan 102,95. Dengan demikian maka target 2015 sebesar 100 diperkirakan akan tercapai.

 MDG 4: Angka kema an balita telah menurun dari 97 per 1.000

kelahiran pada tahun 1991 menjadi 44 per 1.000 kelahiran pada tahun 2007 dan diperkirakan target 32 per 1.000 kelahiran pada tahun 2015 dapat tercapai.

 MDG 8: Indonesia telah berhasil mengembangkan perdagangan serta

sistem keuangan yang terbuka, berdasarkan aturan, bisa diprediksi dan non-diskriminatif – ditunjukkan dengan adanya kecenderungan posi f dalam indikator yang berhubungan dengan perdagangan dan sistem perbankan nasional. Pada saat yang sama, kemajuan signifi kan telah dicapai dalam mengurangi rasio pinjaman luar negeri terhadap PDB dari 24,6 persen pada 1996 menjadi 10,9 persen pada 2009. Debet Service Ratio juga telah berkurang dari 51 persen pada tahun 1996 menjadi 22 persen pada tahun 2009.

Sasaran dari Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs) yang telah menunjukkan kecenderungan kemajuan yang baik namun masih memerlukan kerja keras untuk mencapai sasaran yang ditetapkan pada tahun 2015, mencakup:

 MDG 1: Indonesia telah menaikkan ukuran untuk target pengurangan

(38)

II-38 kemiskinan nasional dari 13,33 persen (2010) menjadi 8-10 persen pada tahun 2014.

 MDG 5: Angka kematian ibu menurun dari 390 pada tahun 1991

menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007. Diperlukan upaya keras untuk mencapai target pada tahun 2015 sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup.

 MDG 6: Jumlah penderita HIV/AIDS meningkat, khususnya di antara

kelompok risiko nggi pengguna narkoba sun k dan pekerja seks.

 MDG 7: Indonesia memiliki tingkat emisi gas rumah kaca yang tinggi,

namun tetap berkomitmen untuk meningkatkan tutupan hutan, memberantas pembalakan liar dan mengimplementasikan kerangka kerja kebijakan untuk mengurangi emisi karbon dioksida paling sedikit 26 persen selama 20 tahun ke depan. Selain itu, saat ini hanya 47,73 persen rumah tangga yang memiliki akses berkelanjutan terhadap air minum layak dan 51,19 persen yang memiliki akses sanitasi yang layak. Diperlukan perhatian khusus, untuk mencapai target MDG pada tahun 2015. Target MDG’s Nasional Tahun 2019 adalah mempercepat akses pelayanan air minum 100%, pengurangan kawasan kumuh hingga 0% dan akses pelayanan sanitasi 100%.

2.4.4 Agenda Pembangunan Pasca 2015

(39)

II-39 pembangunan baru, sekaligus pelajaran yang diambil dari implementasi MDGs.

Dalam dokumen tersebut, dijabarkan 12 sasaran indikatif pembangunan global pasca 2015, sebagai berikut:

a. Mengakhiri kemiskinan

b. Memberdayakan perempuan dan anak serta mencapai kesetaraan gender c. Menyediakan pendidikan yang berkualitas dan pembelajaran seumur

hidup

d. Menjamin kehidupan yang sehat

e. Memastikan ketahanan pangan dan gizi yang baik f. Mencapai akses universal ke Air Minum dan Sanitasi g. Menjamin energi yang berkelanjutan

h. Menciptakan lapangan kerja, mata pencaharian berkelanjutan, dan pertumbuhan berkeadilan

i. Mengelola aset sumber daya alam secara berkelanjutan

j. Memastikan tata kelola yang baik dan kelembagaan yang efektif k. Memastikan masyarakat yang stabil dan damai

l. Menciptakan sebuah lingkungan pemungkin global dan mendorong m. pembiayaan jangka panjang

Dari sasaran indikatif tersebut, Ditjen Cipta karya berkepentingan dalam pencapaian sasaran 6 yaitu mencapai akses universal ke air minum dan sanitasi. Adapun target yang diusulkan dalam pencapaian sasaran tersebut adalah:

a. Menyediakan akses universal terhadap air minum yang aman di rumah, dan di sekolah, puskesmas, dan kamp pengungsi,

b. Mengakhiri buang air besar sembarangan dan memastikan akses universal ke sanitasi di sekolah dan di tempat kerja, dan meningkatkan akses sanitasi di rumah tangga sebanyak x%,

c. Menyesuaikan kuantitas air baku (freshwater withdrawals) dengan pasokan air minum,serta meningkatkan efisiensi air untuk pertanian sebanyak x%, industri sebanyak y% dan daerah-daerah perkotaan sebanyak z%,

d. Mendaur ulang atau mengolah semua limbah cair dari daerah perkotaan dan dari industri sebelum dilepaskan.

(40)

Gambar

Gambar 2.1 Konsep Perencanaan Pembangunan Infrastruktur
Gambar 2.2 Pengembangan Koordinator Ekonomi Indonesia

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian telah membuktikan bahwa orientasi pusat kendali yang internal ( internal locus of control ), ternyata lebih banyak menimbulkan akibat-akibat yang

Purposive sampling merupakan penentuan informan tidak didasarkan atas strata, kedudukan, pedoman, atau wilayah tetapi didasarkan pada adanya tujuan dan pertimbangan

yang telah dilakukan oleh Balai Arkeologi Yogyakarta tahun 2013 serta Sofian 2007 (Tim, 2013 dan Sofian, 2007), diketahui terdapat gua-gua yang secara morfologi,

Sehubun ga n den ga n l>al tersebut kano l mohon ijin du, ba!ltuan bagi mahasiswa ya ng bersa ngkutan agar da pat mclakukan wawa ncara di temp•: yang Bapak/ibu

Dari definisi perilaku konsumen diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumen adalah suatu tindakan atau perilaku yang dilakukan konsumen yang dimulai dengan

Penelitian ini dimulai dengan melakukan analisa sistem berjalan pada bagian kepegawaian untuk mengetahui kebutuhan informasi yang diperlukan, dan melakukan perancangan basis

Tentunya banyak hal yang dapat dibahas, akan tetapi dalam buku ini hanya dibahas hal-hal yang berkaitan dengan masalah keamanan (security), masalah lain seperti pajak

Berdasarkan data diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Pengetahuan Tentang Kejadian Ekspulsi KB IUD dengan Kecemasan Akseptor