• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlunya Meninjau Kembali RUU Minol. Oleh: Fadly Noor M. Azizi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Perlunya Meninjau Kembali RUU Minol. Oleh: Fadly Noor M. Azizi"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Perlunya Meninjau Kembali RUU Minol Oleh: Fadly Noor M. Azizi

Baru-baru ini pada tahun 2015, Fraksi PPP dan PKS DPR RI mengusulkan Rancangan Undang-undang (RUU) baru berjudul RUU Larangan Minuman Beralkohol. Isinya soal pelarangan total terhadap produksi, perdagangan, sampai konsumsi minuman beralkohol. Draf RUU yang masih dimatangkan di Badan Legislatif DPR tersebut terdiri dari 7 bab isi, 1 bab penutup, dan 22 pasal. Pasal 5 memuat pelarangan produksi minuman beralkohol, termasuk minuman beralkohol yang dibuat secara tradisional.

Lebih spesifik lagi, Pasal 6 RUU tersebut melarang setiap orang untuk memasukkan, menyimpan, mengedarkan dan/atau menjual minuman beralkohol seluruh jenis. Upaya mengkriminalisasi penikmat minuman beralkohol pun terlihat pada Pasal 7 yang berisi setiap orang dilarang mengonsumsi seluruh jenis minuman beralkohol.

Seperti yang kita ketahui, sebelum adanya RUU ini ada banyak sekali Peraturan daerah (Perda) yang mengatur persoalan yang sama seputar pelarangan minuman beralkohol (minol). Sejak tahun 2013 hingga saat ini tercatat telah terbit 147 Perda yang melarang dan membatasi penjualan minuman beralkohol, namun justru tidak menurunkan angka

kematian akibat konsumsi minol oplosan di Indonesia yang mencapai 18 ribu kematian tiap tahunnya.

Dari kasus tersebut timbul pertanyaan, apakah peraturan dan larangan minol yang sudah ada sudah dianggap efektif? Bahkan akibat dari pelarangan tersebut justru menumbuh-suburkan pasar gelap yang menawarkan minuman beralkohol ilegal, atau lebih dikenal dengan minuman oplosan, yang justru sangat berbahaya bagi tubuh. Walau belum disahkan sebagai undang-undang, dengan adanya RUU Larangan Minuman Beralkohol yang sarat akan kepentingan elektoral ini, banyak pihak terdampak yang khawatir seperti para pengusaha, konsumen, dan bahkan para petani minol tradisional.

(2)

Priambodo Budiwibowo, ahli farmasi dan aktivis kesehatan CD Bethesda YAKKUM,

menjelaskan bahwa minuman beralkohol sendiri merupakan minuman yang mengandung etanol (C2H5OH) yang diproses dari bahan hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dengan cara fermentasi dan destilasi atau fermentasi tanpa destilasi, baik dengan cara memberikan perlakuan dan menambahkan bahan lain terlebih dahulu atau tidak, maupun yang diproses dengan cara mencampur konsentrat dengan etanol.

Lebih khusus lagi, minol tradisional merupakan minuman yang dihasilkan melalui proses pengolahan bahan-bahan yang biasanya berasal dari pohon kelapa, enau atau racikan lainnya. Yang nantinya menghasilkan minuman seperti sopi, moke, tuamutin, bobo, halo, tuak, arak, saguer atau dengan nama lain.

Berdasarkan kadarnya, di Indonesia minol terbagi menjadi tiga golongan, diantaranya golongan A merupakan minuman yang mengandung kadar etanol lebih dari 1% sampai dengan 5%; golongan B lebih dari 5% sampai dengan 20%, dan golongan C lebih dari 20% sampai dengan 55%. Terdapat 14 gram alkohol di dalam 12 oz bir (354ml), 4 oz wine (118 ml), jumlah ini akan meningkatkan kadar alkohol dalam darah sebesar 0,025%. Kematian pada umumnya hanya akan terjadi apabila kadar alkohol dalam darah lebih dari 0,5%. Dengan kadar yang terkontrol dan tidak melebihi batas, efek sementara yang dihasilkan dari meminum minol, diantaranya euphoria, segar, santai, dan merasa hangat.

Menurut dr. Ryu Hasan, seorang dokter ahli bedah syaraf, dalam kadar tertentu etanol dapat bermanfaat bagi kesehatan tubuh. Bahkan pada beberapa buah-buahan yang mengalami proses penghalusan (jus) akan menghasilkan senyawa etanol di dalamnya secara alami. Bila dalam RUU tersebut melarang segala jenis alkohol, maka seharusnya jus buah dan air tape ketan juga termasuk di dalamnya. Dalam paparannya pula, dr. Ryu Hasan menjelaskan bahwa orang yang sedang dalam pengaruh minol tidak secara otomatis

menimbulkan efek tindakan kriminal.

Namun berbeda dengan minol yang biasa kita temui, efek dari meminum minol oplosan yang dijual dalam pasar gelap sangat berbahaya pada tubuh karena dibuat dengan campuran bukan etanol, melainkan dengan bahan berbahaya, seperti alkohol teknis,

(3)

methanol, prophanol, pentanol, heksadekanol, biotanol, obat-obatan, racun, dan antiseptik. Itu sebabnya tak jarang minuman oplosan sampai merenggut banyak korban jiwa.

Ancaman bagi Budaya dan Kearifan Lokal

Adi Christianto, budayawan dan juga anggota Forum Petani dan Produsen Minuman Berfermentasi Indonesia (FPPMBI), memaparkan bahwa fermentasi yang merupakan teknik pembuatan minol telah ada sejak zaman prasejarah. Bukti paling awal fermentasi makanan ada pada minuman beralkohol yang terbuat dari buah, beras atau gandum dan madu pada tahun 7000-6600 SM di Jiahu, Tiongkok. Di Indonesia sendiri teknik fermentasi dikenal sejak zaman kerajaan Majapahit.

Minuman berfermentasi yang mengandung alkohol dihidangkan dalam setiap perjamuan agung penyambutan tamu penting kerajaan. Dalam penjelasannya, Adi mengungkapkan bahwa arak buatan Indonesia sempat menjadi legenda di Asia hingga kepulauan Karibia mengalahkan rum dan scotch. Arak tersebut bernama Batavia Arrack. Merk arak tersebut pula sempat diulas koran The New York Times edisi minggu dengan judulnya "Out of the Blue: Batavia Arrack Comes Back". Dalam artikel tersebut Paul Clarke menuliskan bahwa Batavia Arrack dibuat pada awal abad 17 di sebuah pulau di Jawa yang terbuat dari air tebu dan fermentasi beras merah. Batavia Arrack dianggap nikmat dan mempunyai cita rasa berbeda dibandingkan rum Haiti dan Scotch. Arak ini sempat didistribusikan ke berbagai penjuru dunia pada eranya.

Dalam sebuah tulisan, "Peran Etnis Cina dalam Pengembangan Iptek" tertulis bahwa sudah sejak abad 17 warga Tionghoa di Batavia mengembangkan berbagai budidaya seperti tebu dan padi. Dari dua komoditi itu dibuatlah arak yang terdiri dari beras yang difermentasi, tetes tebu dan nira. Mereka telah mengembangkan penyulingan arak sejak awal abad 17. Raymond Michael Menot, peneliti antropologi Universitas Indonesia, memaparkan bahwa budaya meminum minol telah melekat sejak lama dalam budaya Indonesia. Para petani di Manado, memiliki sebuah tradisi meminum arak sebelum dan sesudah berkebun.

Fungsinya untuk menghangatkan tubuh dari udara dingin dan menghilangkan rasa lelah. Uniknya, dalam lingkup masyarakat Manado tersebut mengenal istilah, “minum 1 sloki tambah darah, 2 sloki naik darah, dan 3 sloki tumpah darah”. Tanpa larangan dan aturan

(4)

dari pemerintah pun istilah tersebut secara alami terbangun dalam budaya Manado yang berfungsi sebagai alat kontrol sosial agar masyarakatnya tidak berlebihan atau secukupnya mengkonsumsi minol.

Lain lagi dengan di Palangkaraya. Arak disuguhkan saat upacara adat sebagai simbol sharing happiness untuk memperkuat ikatan tali persaudaraan antar warganya. Minol juga berfungsi dalam banyak ritual keagamaan sebagai media penghubung antar orang yang dianggap suci dengan roh leluhur. Masih banyak lagi budaya meminum minol yang telah menjadi tradisi sejak lama di Indonesia dan salah besar bila kebiasaan meminum minol merupakan produk budaya Barat.

Kepentingan Politik dan Pelanggaran Hak Sipil

Tidak terdapat kajian dan penelitian komprehensif terhadap naskah akademik yang mejadi landasan pengajuan RUU Larangan Minuman Beralkohol ini. Bahkan menurut Muhamad Iksan, peneliti kebijakan publik dan presiden Youth Freedom Network, landasan adanya RUU ini hanya dibangun berdasarkan asumsi semata, tidak dari hasil analisis dampak maupun mendengarkan pendapat masyarakat secara luas. Yang didengar pendapatnya hanyalah sekelompok orang yang menilai hanya dari segi halal-haramya saja dan asumsi budaya mengkonsumsi minol yang dianggap melanggar norma.

Sedangkan suara masyarakat lain yang terdampak langsung, seperti kelompok petani minol tradisional, tidak terakomodir. Bahkan dalam analisanya, Iksan menyebutkan bahwa munculnya RUU ini hanya menjadi kepentingan elektoral partai-partai Islam

pengusungnya semata dengan memancing simpati masyarakat muslim fundamentalis untuk mengeruk suara pada pemilu mendatang.

Menurut Ali Munhanif, Mantan Direktur Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, meminum minol tidak hanya sebagai budaya asli Indonesia tetapi telah menjadi gaya hidup masyarakat moderen. Oleh karena itu, meminum minol tidak menjadi kegiatan yang tabu lagi bahkan sudah menjadi hal yang biasa di dalam kehidupan masyarakat kini. Bila minol dilarang secara total, maka masyarakat justru akan mencari barang subtitusinya, yaitu minuman oplosan yang dijual di pasar gelap dan tentunya sangat berbahaya sekaligus tidak dapat dikontrol oleh pemerintah.

(5)

Seharusnya pemerintah membuat regulasi bagaimana minol tetap dapat diproduksi, namun dapat dikontrol dari sisi konsumsi. Seperti penjualan dengan batas umur tertentu atau lokalisasi penjualan yang jauh dari jangkauan anak. Karena pelarangan seperti RUU LMB ini tidak akan menyelesaikan masalah, bahkan akan menimbulkan problematika yang lebih besar.

Aktivis HAM dan dosen Filsafat Universitas Katolik Soegijapranata, Donny Danardono, mengungkapkan bahwa kekeliruan dalam RUU ini terjadi ketika para pengusungnya, yaitu PPP dan PKS, selalu mengkaitkan persoalan minuman beralkohol dengan norma agama. Sedangkan jika dikaji lebih mendalam bahwa tidak ada norma agama yang secara jelas melarang mengkonsumsi minuman beralkohol. Misalnya, pada ritual misalnya di gereja-gereja, umat Nasrani mengkonsumsi anggur fermentasi yang bahkan memiliki kadar alkohol di atas 14%. Dalam keseharian pun, banyak agama yang tidak melarang umatnya mengkonsumsi minol.

Jika RUU ini dibangun hanya atas dasar ajaran agama Islam saja, tentu pemerintah tidak dapat menjadikan RUU tersebut menjadi undang-undang. Sebab hukum yang dibuat harus bersifat universal dan berlaku pada siapa saja. Dalam paparannya pula, Donny menilai RUU Larangan Minuman Beralkohol ini sangat bertentangan dengan kebebasan sipil warga negara.

Oleh karena itu, negara tidak dapat melarang, namun dapat melindungi masyarakat dari dampak minol dengan mengatur pembatasan konsumsinya. Negara melalui hukum harus melindungi kebebasan sipil, bukan untuk memberantas.

Pada akhirnya kita dapat menilai bahwa dalam pembentukkan undang-undang pemerintah tidak dapat berpihak pada kepentingan salah satu kelompok saja, termasuk dalam

persoalan RUU Larangan Minuman Beralkohol ini. Sebab dengan kearifan lokalnya, Indonesia memiliki banyak macam perbedaan kultur dan kebiasaan di masyarakat.

Selain menjaga budaya asli Indonesia, dalam hal ini nasib para petani minol tradisional pun dipertaruhkan. Yang luput dari perhatian bahwa dari minuman tuak, arak, sopi dan lain sebagainya bisa menjadi komoditas ekspor yang menjanjikan bila pemerintah dapat

(6)

mengakomodir usaha-usaha kecil dari para petani dan produsen minol tradisional di Indonesia.

Sebagai penutup, perilaku mengkonsumsi minuman beralkohol seharusnya dikembalikan kepada pilihan masyarakat karena hal tersebut merupakan bagian dari privasi dan

kebebasan sipil masing-masing orang. Pemerintah seharusnya juga dapat memberikan edukasi ke masyarakat secara komprehensif seputar dampak dan takaran wajar

mengkonsumsi minuman beralkohol agar tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.

--Fadly Noor M. Azizi merupakan mahasiswa program studi Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Salah satu Pendiri dari Indo-Libertarian dan Ketua dari forum kajian Liberty Studies. Bisa dihubungi melalui kontak email : fadlynoorr@gmail.com dan twitter @fdlynr

Referensi

Dokumen terkait

Dasar utama penyusunan perangkat daerah dalam membentuk suatu organisasi adalah adanya urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah yang terdiri dari Urusan Wajib dan

jangka waktu yang sesuai maka dinyatakan diterima. Penentuan terakhir mengenai persetujuan kredit terletak kepada pemutus tertinggi yaitu Kepala Cabang PT Bank

Rudy Mega akan mengikuti kebersamaan hamba Tuhan se-GSRI Taman Sari pada hari Senin, 03 Januari 2011 sampai dengan hari Rabu, 05 Januari 2011 di daerah Ciater, Bandung Bagi jemaat

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi perbedaan yang signifikan terhadap biogas dengan substrat kotoran sapi dan kotoran kuda yang disebabkan oleh perbedaan

Sebanyak mungkin menghindari kesalahan pada perancangan sistem sehingga pengguna tidak dapat membuat kesalahan serius; misalnya field item yang harus diisi oleh user yang

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi berganda (multiple regression), yaitu dengan melihat pengaruh profitabilitas, deficit internal

Setelah mengikuti kuliah, mahasiswa mampu menjelaskan dasar farmasi masyarakat meliputi paradigma sehat dan sakit; sistem pelayanan kesehatan; konsep penyakit