• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Kapasitas Saluran Drainase Sistem Terbuka di Lahan Gambut pada Lahan Perkebunan Kelapa Sawit

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kajian Kapasitas Saluran Drainase Sistem Terbuka di Lahan Gambut pada Lahan Perkebunan Kelapa Sawit"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

719

Kajian Kapasitas Saluran Drainase Sistem Terbuka di Lahan Gambut

pada Lahan Perkebunan Kelapa Sawit

Study of the Capacity of the Open Channel Drainage Sistem

in Peatland Oil Palm Plantation

Heri Junedi1)*, M. Edi Armanto2), Siti Masreah Bernas2), Momon Sodik Imanudin2)

1)

Mahasiswa program doktor Ilmu-ilmu Pertanian, Fakultas Pertanian Unsri

2)

Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya, 30662 Indralaya, SumSel

*

Koressponding author : heri_junedi@yahoo.com HP +6282177199480

ABSTRACT

Palm oil is a commodity of plantations crop that are the most widely cultivated in Indonesia, which played an important role in economic activity, where the production of palm oil in Indonesia is 31 million tons grown on land covering an area of 11 million ha of land in either mineral or peat. Oil Palm planting on peat requires drainage channels, which if it is not built properly, the negative impact will be occur on land which will occur the decline in the ground water table in the dry season. This research was conducted on Oil Palm Plantation located in Talang Sepucuk, Ogan Komering Ilir Regency which aims to examine the capacity of drainage channels in the peat. Secondary data in the form of maximum daily rainfall data obtained from Meteorological Climatological and Geophysical Agency, the first class of Climatology station Kenten Palembang. Plan precipitation will be analysized using the Log Person Type III Method. For the calculation of flood discharge plans using the rational Method. Channel dimension measured directly in the field. From the results of the study, It is obtained that the existing channel dimensions is bigger than the channel dimensions resulted from calculation. Therefor, it has to be found the ways how to keep water table between 60 to 80 cm

Key words: channel dimensions; oil palm; peat; precipitation

ABSTRAK

Kelapa sawit merupakan komoditas tanaman perkebunan yang paling luas diusahakan di Indonesia, yang memainkan peranan penting dalam kegiatan ekonomi, dimana produksi kelapa sawit di Indonesia sebanyak 31 juta ton yang ditanam pada lahan seluas 11 juta ha baik pada lahan mineral maupun lahan gambut. Penanaman kelapa sawit pada lahan gambut memerlukan saluran drainase, yang jika dibangun tidak tepat akan berdampak negatif pada lahan dimana akan terjadi penurunan muka air yang berlebihan pada musim kemarau. Penelitian ini dilakukan pada Lahan Perkebunan Kelapa Sawit yang terletak di Talang Sepucuk, Kabupaten Ogan Komering Ilir yang bertujuan untuk mengkaji kapasitas saluran drainase di lahan gambut. Data sekunder berupa data curah hujan harian maksimum didapat dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Stasiun Klimatologi Kelas I Kenten Palembang. Metode analisis curah hujan rencana menggunakan Metode Log Person Type III. Untuk perhitungan debit banjir rencana menggunakan Metode Rasional. Pengukuran dimensi saluran dilakukan pengukuran

(2)

720

langsung di lapangan. Dari hasil kajian diperoleh bahwa dimensi saluran yang telah ada jauh lebih besar dari hasil perhitungan atau yang diinginkan sehingga perlu dicari upaya untuk menjaga muka air tanah pada kisaran 60-80 cm.

Kata kunci: Curah hujan; dimensi saluran; kelapa sawit: lahan gambut

PENDAHULUAN

Tuntutan kehidupan dan pertambahan penduduk yang sangat pesat membutuhkan ruang dan uang maupun sarana dan bahan pangan, pakaian serta papan. Jawaban atas kebutuhan ini memerlukan lahan yang semakin luas yang mengarah ke lahan basah termasuk ekosistem gambut, apalagi lahan beririgasi sudah banyak yang beralih fungsi ke bidang non-pertanian. Ekosistem ini rapuh dan memiliki sifat yang tidak dapat diperbaharui sehingga jika terjadi kerusakan tidak bisa pulih sama sekali.

Potensi lahan gambut di Indonesia yang cukup luas yaitu 14,9 juta ha (Ritung et al., 2011) dimana 29,5% terdiri dari hutan yang sudah terdegradasi yang ditumbuhi semak belukar dan berpotensi untuk dikembangkan menjadi lahan pertanian berupa tanaman pangan, perkebunan dan tanaman industri (BBSDLP, 2014), dengan hasil yang cukup baik walaupun masih banyak yang menunjukkan perlunya perbaikan pengelolaan.

Saat ini upaya pemanfaatan lahan gambut yang paling menonjol adalah untuk perkebunan kelapa sawit karena komoditas ini merupakan primadona dunia karena turunan dari manfaat minyak yang berasal dari kelapa sawit (Widyati, 2011). Tanaman kelapa sawit mampu menghasilkan sejak berumur 4 tahun dan produktif sampai umur 25 tahun. Menurut Krisnohadi (2011) alasan inilah yang menyebabkan banyak investor yang tertarik

untuk menanamkan modal pada pengembangan perkebunan kelapa sawit. Pengembangan

kelapa sawit melibatkan 3,2 juta kepala keluarga yang berkerja di sektor on farm, sehingga mampu meningkatkan pendapatan masyarakat dan mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah di sentra-sentra pengembangan kelapa sawit (Herman et al., 2009).

Tanaman kelapa sawit menghendaki kondisi lahan yang kering sehingga perlu dilakukan penurunan muka air tanah diawal pembukaan lahan. Hal ini dilakukan dengan jalan pembuatan saluran drainase. Akan tetapi hal ini harus dilakukan secara benar karena pembuatan saluran yang terlalu dalam dan lebar akan mempercepat laju drainase dan evaporasi sehingga pada musim kemarau air tanah cukup dalam sehingga terjadi kekeringan, disisi lain pergerakan air kapiler sangat rendah karena porositas gambut yang tinggi. Keadaan ini akan sangat berbahaya karena terjadi penurunan permukaan air tanah secara berlebihan (overdrain), menyebabkan gambut mengering tak balik atau mati dan terjadi percepatan penurunan permukaan tanah gambut (subsidence).

Menurut Page et al. (2011), kedalaman muka air tanah untuk tanaman kelapa sawit berkisar antara 60-85 cm. Namun menurut Dariah et al. (2013), kenyataan di lapangan banyak ditemukan muka air tanah pada perkebunan kelapa sawit yang lebih dari 85 cm. Kondisi ini terjadi karena kesalahan dalam mendesain saluran drainase dan belum adanya bangunan pengendali seperti pintu air baik pada tingkat saluran sekunder maupun saluran tersier. Oleh karena itu perlu dilakukan pengendalian air di lahan dengan jalan mengendalikan air di saluran. Sebelum melangkah ke pengendalian air di lahan dan di saluran, hal yang terpenting adalah apakah dimensi saluran sudah benar sehingga mampu menampung air yang akan melalui saluran dan mampu menahan laju drainase yang berlebihan. Penelitian dilakukan untuk mengkaji dimensi saluran drainase sistem terbuka

(3)

721

dan jarak antar saluran agar dapat mempertahankan tinggi muka air sesuai dengan kebutuhan air tanaman kelapa sawit yang ditanam pada lahan gambut.

BAHAN DAN METODE

Lokasi penelitian dilakukan pada kawasan konsesi perkebunan kelapa sawit seluas 10,000 ha, yang terletak di Talang Sepucuk, kabupaten Ogan Komering Ilir, provinsi Sumatera Selatan yang termasuk dalam Kesatuan Hidrologis Gambut Sungai Sibumbung – Sungai Sibatok Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan (Gambar 1). Sedangkan Areal penelitian dilakukan pada lahan kelapa sawit yang berumur lebih dari 4 tahun yang telah menghasilkan dengan luas 25 ha (250 m x 1000 m).

Gambar 1. Lokasi penelitian

Peralatan dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah peta lokasi/administrasi, peta tanah, data iklim dan curah hujan 2006- 2015, bor gambut, bor mineral, Global Position System (GPS), abney level, meteran, kuisioner, dan alat-alat tulis.

Penelitian ini menggunakan metode survei. Penentuan lokasi penelitian menggunakan metode penentuan lokasi penelitian secara sengaja yang dianggap representatif (metode purposive sampling).

Analisa rancangan sistem drainase dilakukan dengan rancangan sistem saluran terbuka, dimana perhitungan berdasarkan kepada kelebihan air limpasan hujan. Diasumsikan kondisi tanah dalam keadaan jenuh sehingga air akan tergenang. Persamaan yang digunakan dalam menghitung modulus pembuangan drainase n harian adalah sebagai berikut:

Dm = [ R(n)5 + n (IR – Eto – P) - ΔS ] / (n x 8,64) (liter dt/ha) (2.1)

(4)

722

Dm = Laju drainase (l dt-1 ha-1)

IR = Jumlah pemberian air selama periode drainase (mm hari-1) ETo = Evapotranspirasi (mm hari-1)

P = Perkolasi (mm hari-1) ΔS = Selisih simpanan (mm)

Menurut Masimin (2009), areal layanan drainase tidak terlalu luas yaitu di bawah 30 ha dalam satu petak, pada kondisi air irigasi dan kondisi lahan tidak terjadi proses infiltrasi dan perkolasi serta tidak adanya storage, fungsi persamaan modulus drainase menjadi fungsi curah hujan dan penguapan. Maka curah hujan n = 1 hari dihitung menjadi:

Dm = [ R5 - ETo] / 8,64 (l dt-1 ha-1) (2.2)

Persaman (2.2) ini dapat menjadi persamaan (2.3) dengan pertimbangan bahwa curah hujan pendek dimana waktu hujan lebih kecil dari waktu konsentrasi sehingga nilai penguapan atau nilai evapotranspirasi dapat diabaikan

Dm = R5 / 8,64 (l dt-1 ha-1) (2.3)

Nilai curah hujan rencana dihitung dengan melakukan analisa dengan analisa frekuensi menggunakan metode distribusi Log Pearson III dengan pertimbangan bahwa metode ini lebih fleksibel dan dapat digunakan untuk semua sebaran data.

Perhitungan dimensi saluran drainase terbuka menggunakan buku Pedoman Kriteria Perencanaan Teknik Irigasi 1980. Selain itu juga digunakan criteria dan sumber-sumber lain yang terdapat dalam literature. Berikut langkah yang dilakukan dalam penelitian ini: 1. Menentukan kecepatan standar (v) berdasarkan debit atau laju drainase.

2. Menentukan bentuk saluran, dalam penelitian ini digunakan saluran bentuk persegi panjang.

3. Menentukan perbandingan lebar dasar saluran (B) dan tinggi air di saluran (h). 4. Menghitung luas tampang basah/luas tampang aliran, A = h(B+h).

5. Menghitung keliling basah, P = B + 2h (1 + m)0,5. 6. Menentukan nilai koefisien kekasaran (n)

7. Menentukan nilai kemiringan dasar saluran, S = n2 + V2 : R4/3. R adalah jari-jari hidrolik = luas penampang basah (A) berbanding keliling basah (P).

Analisis Data. Data diuji secara deskriptif yang disajikan dalam bentuk table, grafik, dan gambar.

HASIL

Dimensi Saluran Saat ini. Sistem saluran yang ada dimulai dari parit produksi atau saluran sekunder yang berfungsi untuk menampung limpasan air hujan dari petak lahan. Selanjutnya air akan dialirkan ke saluran primer untuk dibawa ke kanal ganda sebelum dibuang ke rawa purun. Saluran sekunder atau parit produksi yang telah ada berbentuk persegi panjang dengan ukuran lebar atas dan lebar bawah 2 m dan kedalaman 2 m. Saluran ini dibuat untuk menampung limpasan curah hujan maksimum untuk lahan seluas 25 ha. Belum ada bangunan pengendali seperti pintu air yang permanen. Untuk menjaga muka air di saluran dilakukan dengan membuat gorong bertingkat tiga dengan interval jarak 250 m pada saluran primer yang yang ditutup dengan rumput atau karung plastik dan akan dibuka jika dibutuhkan air, seperti terlihat pada Gambar 2.

(5)

723

Gambar 2. Gorong-gorong pengendali muka air tanah

Curah Hujan. Hasil analisis curah hujan bulanan selama 10 tahun (2006-2015) pada areal penelitian (Gambar 3), berdasarkan klasifikasi Oldeman termasuk pada tipe iklim B2. Kondisi ini termasuk dalam karakteristik iklim hujan tropis dimana terdapat curah hujan lebih dari 200 mm per bulan selama 8 bulan berturut-turut, bulan Oktober sampai dengan bulan Mei dan curah hujan kurang dari 100 mm selama 2 bulan berturut-turut, bulan Juli dan Agustus.

Gambar 3. Curah hujan bulanan Kabupaten Ogan Komering Ilir tahun 2006-2015

Berdasarkan data curah hujan dengan analisa frekuaensi maka diperoleh besarnya curah hujan rencana untuk berbagai periode ulang seperti disajikan pada Tabel 1.

0 100 200 300 400 500 600 Curah Hujan (mm)

(6)

724

Tabel 1. Hasil perhitungan curah hujan rencana

T (tahun) Rataan R (mm) SD (mm) K RT (mm) 2,00 5,00 10,00 20,00 50,00 100,00 93,00 93,00 93,00 93,00 93,00 93,00 28,34 28,34 28,34 28,34 28,34 28,34 -0,16 0,72 1,31 1,87 2,59 3,14 88,47 113,40 130,13 146,00 166,40 181,99

Laju Drainase. Dari Tabel 1, angka curah hujan periode ulang 5 tahunan adalah sebesar 113,40 mm, angka ini dibulatkan menjadi 115 mm untuk lebih mudah dalam perhitungan. Selanjutnya hasil perhitungan modulus pembuangan adalah Dm = 115 / 8,64 = 13,31 l dt-1 ha-1. Untuk lahan seluas 25 ha maka Q = 25 x 13,31 = 333 l dt-1 = 0,33 m3 dt-1.

Dimensi Saluran. Hasil perhitungan dan hasil pengukuran di lapangan (existing) dimensi saluran dan dimensi hidrolis disajikan pada Tabel 2a dan Tabel 2b.

Tabel 2a. Dimensi saluran sekunder

Kondisi Bentuk Penampang Dimensi Saluran w (m) B (m) H (m) h (m) Rencana Persegi 1,29 1,15 0,86 0,29 Existing Persegi 2,00 2,00 1,50 0,50

Tabel 2b. Dimensi hidrolis saluran sekunder

Kondisi Dimensi Hidrolis

n s v (m dt-1) Q (m3 dt-1) A (m2) P (m) R (m) Rencana 1,10 3,01 0,37 0,022 0,00017 0,30 0.33 Existing 3,00 5,00 0,60 0,022 0,00017 0,42 1,26 PEMBAHASAN

Analisis data curah hujan menunjukkan bahwa air hujan cukup tersedia pada bulan Oktober sampai dengan bulan Mei, dimana pada bulan-bulan ini berada pada kondisi basah. Permasalah akan terjadi pada bulan Juni sampai dengan bulan September, dimana pada bulan-bulan ini berada pada kondisi kering ditambah tidak ada sumber air baik dari sungai apalagi dari pasang surut. Sumber air diperkirakan berasal dari Hutan Produksi Terbatas yang berbatasan dengan lokasi penelitian dan curah hujan.

Modulus pembuangan yang dihasilkan cukup besar yaitu sebanyak 13 l dt-1 ha-1atau 0,013 m3 dt-1 ha-1. Angka ini cukup besar, pada kondisi musim hujan tidak ada masalah akan tetapi pada kondisi musim kemarau akan sangat berbahaya jika tidak dilakukan penahan air disaluran. Tabel 2a dan Tabel 2b menunjukkan bahwa dimensi saluran yang

(7)

725

telah ada jauh lebih besar jika dibandingkan dengan dimensi saluran hasil perhitungan atau dimensi saluran rencana. Hal ini berarti bahwa saluran yang telah ada akan mampu menampung limpasan curah hujan maksimum tidak hanya pada periode ulang 5 tahunan bahkan bisa menampung limpasan curah hujan maksimum periode 100 tahunan. Akan tetapi saluran yang terlalu besar akan mempercepat pembuangan air sehingga muka air tanah akan turun secara drastis jika tidak ada air yang masuk. Permasalahan ini akan terjadi pada saat musim kemarau seperti pada bulan Juni sampai dengan bulan September, apalagi jika terjada El-Nino seperti yang terjadi pada tahun 2015.

Dari hasil perhitungan terlihat bahwa besarnya debit saat ini (1,26 m3 dt-1) jauh lebih tinggi dibandingkan dengan debit yang dipersyaratkan atau yang diinginkan (0,33 m3 dt-1). Hal ini mengakibatkan kemungkinan akan terjadi pengikisan saluran. Selain itu debit yang tinggi juga akan mengakibatkan muka air tanah akan cepat menurun padahal tanaman kelapa sawit membutuhkan tinggi muka air optimum pada kedalaman 60-80 di bawah permukaan tanah.

Untuk mempertahankan muka air tanah ini, di lokasi penelitian telah dibuat sekat kanal (canal blocking) pada saluran primer dengan jarak antar sekat kanal sepanjang 250 m atau sama dengan lebar petak produksi atau petak lahan. Sekat kanal ini dilengkapi dengan gorong-gorong bertingkat tiga dan menggunakan penutup plastik dan rumput yang ada disekitar lahan. Berdasarkan hasil wawancara sekat kanal ini berhasil menjaga muka air di saluran tidak cepat menurun pada musim kemarau.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa dimensi saluran yang telah ada jauh lebih besar dari hasil perhitungan atau yang diinginkan sehingga perlu dicari upaya untuk menjaga muka air tanah pada kisaran 60-80 cm. Upaya ini bisa dilakukan dengan membangun bangunan pengendali.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Rektor Universitas Sriwijaya atas bantuan dana penelitian unggulan profesi yang diberikan kepada Prof. Dr. Ir. M Edi Armanto yang merupakan promotor disertasi yang akan penulis susun. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada semua pihak yang terlibat dalam penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP). 2014. Pengelolaan berkelanjutan lahan gambut terdegradasi mendukung pembangunan pertanian menuju 2045. Badan Litbang Pertanian, Kementerian Pertanian Republik Indonesia.

Herman, F. Agus dan I. Las. 2009. Analisis finansial dan keuntungan yang hilang dari pengurangan emisi karbon dioksida pada perkebunan kelapa sawit. Jurnal Litbang Pertanian 28 (4): 127-133.

Kristohasi A. 2011. Analisis pengembangan lahan gambut untuk tanaman kelapa sawit di kabupaten Kubu Raya. Jurnal Teknologi Perkebunan dan Pengelolaan Sumberdaya Lahan Vol 1 (1): 1-7.

(8)

726

Masimin. 2009. Implementasi canal blocking. Laporan Utama. Scientific Stidies for the Rehabilitation and Management of the Tripa Peat-Swamp Forest. Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.

Montarcih L. 2009. Hidrologi Teknik Terapan. Malang: Astori.

Page SE, Rieley JO, Banks CJ. 2011. Global and regional importance of the tropical peatland carbon pool. Global Change Biol 17: 798-818.

Ritung, S., Wahyunto, K. Nugroho, Sukarman, Hikmatullah, Suparto, C. Tafakresnanto. 2011. Peta Lahan Gambut Indonesia skala 1: 250.000. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian, Bogor.

Widyati, E. 2011. Kajian Optimalisasi Pengelolaan Lahan Gambut dan Isu Perubahan Iklim. Tekno Hutan Tanaman Vol 4 (2): 57-68.

Gambar

Gambar 1.  Lokasi penelitian
Gambar 3.  Curah hujan bulanan Kabupaten Ogan Komering Ilir tahun 2006-2015  Berdasarkan  data  curah  hujan  dengan  analisa  frekuaensi  maka  diperoleh  besarnya  curah hujan rencana untuk berbagai periode ulang seperti disajikan pada Tabel 1
Tabel 2b.  Dimensi hidrolis saluran sekunder

Referensi

Dokumen terkait

Dengan adanya pemutusan orang tua angkat dengan anak angkatnya karena anak angkat tersebut, sudah tidak lagi berkedudukan sebagai anak kandung sehingga segala

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) Hasil Pembelajaran Passing Bawah bagi kelompok yang belajar dengan Gaya Mengajar Inklusi secara keseluruhan lebih baik

Tinjauan Umum Tentang Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu, yang dimaksud

Oleh karena konstanta laju reaksi dan orde reaksi hanya dapat ditentukan berdasarkan percobaan, maka persamaan laju reaksi juga hanya dapat ditentukan dari

ANTM  830‐885.  Harga  saham  emiten  logam,  Aneka  Tambang  Tbk  (ANTM),  akhir  pekan  lalu  berhasil  melanjutkan 

Studi literatur, yaitu untuk memperoleh informasi yang digunakan dalam mengumpulkan data dengan cara membaca dari buku-buku atau media cetak lainnya yaitu tentang

Di dalam penelitian ini dilakukan pembatasan masalah yaitu pembahasan yang lebih spesifik pada analisis strategi bersaing MetraSat dimana melalui persaingan bisnis

1. Dimensi pertama dari buah Roh adalah kasih agape, kasih yang tidak mementingkan diri sendiri, dalam dan tidak berubah, yang terungkap dalam kasih Allah dan kasih yang Yesus