• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab IV KEADAAN LINGKUNGAN DAERAH PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bab IV KEADAAN LINGKUNGAN DAERAH PENELITIAN"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

Bab IV

KEADAAN LINGKUNGAN DAERAH PENELITIAN

4.1 Pembagian Wilayah Kajian

Pembagian wilayah kajian, ditujukan untuk memperoleh gambaran tentang tingkat pelestarian fungsi lingkungan hidup antara kota Majalaya dengan kecamatan kota lainnya yang termasuk ke dalam wilayah penelitian.

Pada penelitian ini daerah penelitian dibagi ke dalam 3 (tiga) skala wilayah kajian (Gambar 10) yaitu (i) kota Majalaya, (ii) daerah pelayanan IPLT dikurangi Majalaya yang terdiri dari kecamatan Ibun, kecamatan Paseh, kecamatan Pacet, kecamatan Ciparay dan kecamatan Rancaekek, dan (iii) kabupaten Bandung dikurangi kota-kota kecamatan yang terletak di dalam daerah pelayanan IPLT.

Gambar 10. Pembagian Wilayah Kajian

Atas dasar hal tersebut, maka pelestarian fungsi lingkungan kota Majalaya dibandingkan dengan rata-rata 5 (lima) kecamatan di daerah pelayanan IPLT dan

(2)

dengan rata-rata 39 (tiga puluh sembilan) kecamatan lainnya di kabupaten Bandung.

4.2 Keadaan Lingkungan fisik

Keadaan lingkungan fisik daerah penelitian dikaji dari aspek (i) luas wilayah administratif, (ii) curah hujan, (iii) kelas lereng, (iv) ketinggian dan (v) jenis tanah. Tabel 9 merangkum keadaan daerah penelitian yang ditinjau dari keempat aspek tersebut.

Tabel 9. Keadaan Lingkungan Fisik Daerah Penelitian

No Indikator Lingkungan Fisik Majalaya Daerah Pelayanan IPLT

Kabupaten Bandung

(1) (2) (3) (4) (5)

1 Luas wilayah administratif

kecamatan (Ha) 3 638 4 748.6 7 204.92

2 Curah Hujan (mm/tahun) 2 000-2 500 2 000-2 500 2 500 – 3 000

3 Kelas Lereng (%) 3-8% 15-25% 15-25%

4 Ketinggian (m dpl) 500-1 000 m 1 000-1 500 m 500-1 000 m

5 Jenis Tanah Latosol coklat

dan kemerahan*

Asosiasi andosol coklat dan

regosol

Latosol * Dominan kedua setelah jenis aluvial

Luas wilayah kota Majalaya relatif kecil bila dibandingkan dengan luas rata-rata kecamatan di dalam daerah pelayanan IPLT maupun kabupaten Bandung. Curah hujan relatif tinggi meskipun lebih rendah bila dibandingkan dengan kecamatan yang berada di dataran tinggi daerah pelayanan IPLT seperti kecamatan Ibun dan kecamatan Pacet. Ketinggian lokasi dan kelas kelerengan kota Majalaya lebih rendah bila dibandingkan dengan kecamatan yang terletak di dataran tinggi daerah pelayanan IPLT.

Sementara itu, jenis tanah di lokasi kota Majalaya (latosol coklat) termasuk jenis tanah yang tingkat permeabilitasnya termasuk kategori lambat sampai sedang atau mempunyai kemampuan yang lebih tinggi untuk meresapkan air ke dalam tanah (Darsihardjo 2004). Hal itu berarti bahwa volume aliran permukaan di wilayah kota Majalaya relatif tinggi, tetapi pengalirannya relatif lebih lambat dari daerah di hulunya. Dengan demikian, wilayah kota Majalaya mempunyai kemampuan untuk memurnikan air limbah secara alami (daya tampung) yang lebih rendah bila dibandingkan dengan daerah hulunya. Namun,

(3)

apabila ditinjau dari aspek pengisian kembali air tanah, kemampuannya lebih tinggi bila dibandingkan dengan daerah hulunya.

4.3 Kependudukan

Kependudukan, memberi gambaran tentang banyaknya manusia yang harus didukung kehidupan dan penghidupannya oleh sumber daya lingkungan yang ada di suatu wilayah.

Keadaan kependudukan di daerah penelitian dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2004 dirangkum pada Tabel 10.

Tabel 10. Keadaan Kependudukan Daerah Penelitian (2000-2004)

No Uraian Satuan 2000 2001 2002 2003 2004

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

Majalaya

a.Jumlah penduduk Orang 126 505 127 202 132 720 137 340 141 469

b.Penduduk usia sekolah Orang ND ND 84 512 88 986 93 129

1

c.Penduduk usia bekerja Orang ND ND 121 344 104 259 111 574

Daerah Pelayanan IPLT

a.Jumlah penduduk Orang 620 475 626 308 648 406 666 835 687 595

b.Penduduk usia sekolah Orang ND ND 435 770 414 325 437 376

2

c.Penduduk usia bekerja Orang ND ND 585 158 509 917 535 907

Kabupaten Bandung

a.Jumlah penduduk Orang 3 661 497 3 763 090 3 900 943 4 017 582 4 145 967

b.Penduduk usia sekolah Orang ND ND 2 740 015 2 483 846 2 626 246

3

c.Penduduk usia bekerja Orang ND ND 3 538 097 3 040 507 3 310 087

Sumber : BPS dan Suseda

Penduduk kota Majalaya pada tahun 2004 me ncapai 20.57% dari penduduk daerah pelayanan IPLT dan 3.41% dari penduduk kecamatan lain di kabupaten Bandung. Pertumbuhan penduduk kota Majalaya secara aritmatik diperhitungkan sebesar 2.11% per tahun, sedangkan pertumbuhan penduduk di daerah pelayanan IPLT dan kabupaten Bandung masing- masing sebesar 1.95% dan 2.34% per tahun. Pertumbuhan penduduk kota Majalaya lebih besar daripada rata-rata daerah pelayanan IPLT, tetapi lebih kecil daripada rata-rata kabupaten Bandung. Hal tersebut mengindikasikan bahwa upaya pelestarian lingkungan kota Majalaya harus lebih besar daripada 5 (lima) kecamatan lainnya yang terletak di daerah pelayanan IPLT.

Rasio penduduk usia sekolah dan penduduk usia bekerja terhadap total penduduk kota Majalaya pada tahun 2004 adalah 65.83% dan 78.87%. Sementara

(4)

itu, rasio penduduk usia sekolah dan penduduk usia bekerja di daerah pelayanan IPLT adalah 63.61% dan 77.94% sedangkan di kabupaten Bandung adalah 63.34% dan 79.84%. Rasio penduduk usia sekolah di kota Majalaya lebih besar daripada kedua kawasan lainnya. Rasio penduduk bekerja di kota Majalaya juga lebih besar daripada daerah pelayanan IPLT, tetapi lebih kecil daripada kabupaten Bandung. Hal itu mengindikasikan bahwa dukungan prasarana dan sarana pendidikan untuk kota Majalaya harus lebih besar daripada kedua skala kawasan lainnya. Kota Majalaya juga memerlukan dukungan prasarana ekonomi yang lebih besar daripada 5 (lima) kecamatan lainnya di daerah pelayanan IPLT. 4.4 Ketersediaan Prasarana dan Sarana Pelestarian Fungsi Lingkungan

Perkotaan

Ketersediaan prasarana dan sarana di suatu kawasan kota tertentu memberi gambaran tentang kemampuan kota dalam mendukung kehidupan dan penghidupan penduduk yang tinggal di kota itu. Semakin tersedia prasarana dan sarana di suatu kota, maka semakin besar kemampuannya mendukung kehidupan dan penghidupan penduduk yang tinggal di kota itu. Prasarana dan sarana lingkunga n permukiman kota terdiri dari prasarana dan sarana (i) kesehatan, (ii) pendidikan, (iii) rumah atau hunian beserta fasilitas dan utilitasnya, (iv) air minum dan sanitasi.

4.4.1 Prasarana dan Sarana Kesehatan

Ketersediaan prasarana dan sarana kesehatan dikaji dari pelayanan (i) dokter dan paramedis, (ii) fasilitas kesehatan yaitu puskesmas, puskesmas pembantu dan puskesmas keliling, (iii) fasilitas tempat tidur untuk rawat inap. Ketersediaan prasarana dan sarana kesehatan di wilayah penelitian tahun 2000-2004 dirangkum pada Tabel11 4-3.

Pada tahun 2004 kota Majalaya telah dilayani oleh 3.75 dokter dan paramedis per 10 000 penduduk serta 1.27 fasilitas kesehatan per 1 000 penduduk dan 9.0 tempat tidur per 10 000 penduduk. Pelayanan dokter dan paramedis di Kota Majalaya lebih besar daripada daerah pelayanan IPLT, tetapi lebih kecil daripada pelayanan kabupaten Bandung. Sebaliknya, pelayanan fasilitas

(5)

kesehatan kota Majalaya lebih kecil daripada daerah pelayanan IPLT dan lebih besar daripada kabupaten Bandung.

Tabel 11. Keadaan Prasarana dan Sarana Kesehatan (2000-2004)

No Uraian Satuan 2000 2001 2002 2003 2004

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

Majalaya

a. dokter-paramedis Org/10 000 jiwa 0.78 2.99 2.86 2.77 3.75 b. fasilitas kesehatan Unit/1 000 jiwa 1.60 1.57 1.34 1.30 1.27 1

c. tempat tidur Unit/1 000 jiwa 0.00 0.00 ND 0.82 0.90

Daerah Pelayanan IPLT

a. dokter-paramedis Org/10 000 jiwa 2.48 3.35 3.24 3.25 3.74 b. fasilitas kesehatan Unit/1 000 jiwa 1.58 1,56 1.39 1.35 1.38 2

c. tempat tidur Unit/1 000 jiwa 0.24 0.24 ND 0.40 0.41

Kabupaten Bandung

a. dokter-paramedis Org/10 000 jiwa 2.77 3.42 3.31 3.25 4.20 b. fasilitas kesehatan Unit/1 000 jiwa 1.64 1.61 1.41 1.37 0.94 3

c. tempat tidur Unit/1 000 jiwa 0.18 0.20 ND 0.24 0.16 Sumber: BPS, diolah

Hal ini mengindikasikan bahwa distribusi dokter dan paramedis tidak seimbang dengan distribusi fasilitas pelayanan kesehatan.

Pelayanan fasilitas tempat tidur untuk rawat inap di kota Majalaya lebih besar daripada kedua daerah lainnya. Hal itu mengindikasikan bahwa kapasitas fasilitas Rumah Sakit di kota Majalaya melampaui kebutuhan kota Majalaya itu sendiri.

4.4.2 Prasarana dan Sarana Pendidikan

Ketersediaan prasarana dan sarana pendidikan dikaji dari (i) rasio guru dan murid, dan (ii) rasio murid dan ruang kelas. Ketersediaan prasarana dan sarana pendidikan di daerah penelitian dirangkum pada Tabel 12.

Pelayanan guru relatif merata dan relatif tidak berubah pada lima tahun terakhir yaitu sekitar 100 murid dilayani oleh 4 (empat) guru atau setiap guru melayani 25 (dua puluh lima) murid. Pelayanan ruang kelas bervariasi dalam lima tahun terakhir di ketiga skala kawasan yang dikaji. Utilisasi ruang kelas di kota Majalaya lebih besar daripada di kedua skala kawasan lainnya. Hal tersebut mengindikasikan bahwa penggunaan ruang kelas di kota Majalaya lebih padat dibandingkan di kedua skala wilayah studi lainnya atau kurang ideal untuk melaksanakan proses pembelajaran.

(6)

Tabel 12. Keadaan Prasarana dan Sarana Pendidikan (2000-2004) No Uraian Satuan 2000 2001 2002 2003 2004 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) Majalaya a. Guru/murid Rasio 0.04 0.04 0.04 0.04 0.03 1 b. murid/kelas Rasio 48.77 60.45 53.76 42.66 44.94

Daerah Pelayanan IPLT

a. Guru/murid Rasio 0.04 0.04 0.04 0.04 0.04 2 b. murid/kelas Rasio 42.79 44.84 42.76 42.24 43.14 Kabupaten Bandung a. Guru/murid Rasio 0.04 0.04 0.04 0.04 0.04 3 b. murid/kelas Rasio 40.94 38.55 38.83 39.04 39.76 Sumber : BPS (d iolah)

4.4.3 Prasarana dan Sarana Air Minum & Sanitasi

Ketersediaan prasarana dan sarana Air Minum dan Sanitasi dikaji dari (i) presentase penduduk yang mendapat akses ke PDAM, (ii) proporsi keberadaan tangki septik terhadap jumlah rumah, (iii) proporsi Sarana Pengelolaan Air Limbah (SPAL) terhadap total prasarana sanitasi, dan (iv) presentase cakupan pelayanan jamban keluarga (Jaga). Ketersediaan prasarana dan sarana air minum dan sanitasi di daerah penelitian, dirangkum pada Tabel 13.

Pada tahun 2004, proporsi penduduk kota Majalaya yang mendapat akses pelayanan PDAM adalah sebesar 28.60%. Angka tersebut lebih kecil daripada angka nasional tahun 2002 yang mencapai 39% dari penduduk perkotaan (Kimpraswil- UN Habitat 2003). Namun, pelayanan PDAM kota Majalaya masih lebih tinggi daripada di daerah pelayanan IPLT dan di kabupaten Bandung. Dari cara memperoleh air PDAM, penduduk kota Majalaya yang memperoleh air PDAM secara bersama (komunal) lebih sedikit bila dibandingkan dengan penduduk di daerah pelayanan IPLT maupun di kabupaten Bandung atau lebih banyak yang memperolehnya secara individu (non komunal). Hal itu mengindikasikan bahwa daya dukung prasarana air PDAM kota Majalaya lebih tinggi daripada daerah lainnya. Berbeda dengan pelayanan PDAM, pelayanan sanitasi kota Majalaya lebih rendah bila dibandingkan dengan kecamatan lain di daerah pelayanan IPLT maupun di skala kabupaten Bandung.

(7)

Tabel 13. Prasarana dan Sarana Air Minum dan Sanitasi (2000-2004)

No Uraian Satuan 2000 2001 2002 2003 2004

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

Majalaya

a. Ledeng % total 9.47 31.88 ND 30.37 28.60

b. Tangki Septik Unit/total rumah ND ND 0.24 0.30 0.20

c. SPAL Unit/total sarana ND 0.18 0.16 ND 0.17

d. AM Komunal/Non Komunal Rasio ND ND 0.44 0.51 0.12

1

e. Jamban Keluarga % total 44.00 44.00 25.00 40.43 49.72

Daerah Pelayanan IPLT

a. Ledeng % total 8.53 33.44 ND 17.08 16.23

b. Tangki Septik Unit/total rumah ND ND 0.29 0.42 0.38

c. SPAL Unit/total sarana 0.15 0.15 0.23 0.24 0.28

d. AM Komunal/Non Komunal Rasio ND ND 0.62 0.35 0.19

2

e. Jamban Keluarga % total 46.42 46.42 27.78 43.72 52.91

Kabupaten Bandung

a. Ledeng % total 4.15 9.32 ND 9.08 8.89

b. Tangki Septik Unit/total rumah ND ND 0.48 0.45 0.48

c. SPAL Unit/total sarana 0.13 0.13 0.20 0.26 0.27

d. AM Komunal/Non Komunal Rasio ND ND 0.41 0.43 0.20

3

e. Jamban Keluarga % total 51.28 51.28 34.39 51.34 51.30

Sumber : BPS dan Suseda (diolah)

Proporsi penduduk kota Majalaya yang memperoleh akses ke pelayanan sanitasi yang telah diperbaiki (improved) adalah tangki septik 20%, SPAL 17% dan jamban keluarga 49.72%. Sementara itu, di daerah pelayanan IPLT, akses ke tangki septik 38%, SPAL 28% dan jamban keluarga 52.91%. Pada skala kabupaten Bandung, akses ke tangki septik 48%, SPAL 27% dan jamban keluarga 51.3%. Hal itu mengindikasikan bahwa daya dukung prasarana dan sarana sanitasi di kota Majalaya lebih rendah bila dibandingkan rata-rata daerah pelayanan IPLT maupun rata-rata di kabupaten Bandung. Keadaan sanitasi kota Majalaya tersebut berpotensi mencemari sumber air minum penduduk, terutama yang berasal dari sumur gali maupun sumur pipa yang menggunakan pompa tangan maupun pompa listrik.

Berdasarkan hasil pemeriksaan kualitas air sumur penduduk di 15 (limabelas) lokasi menyimpulkan bahwa 73.33% sumber air penduduk kota Majalaya telah tercemar lumpur tinja. Jumlah bakteri koli di 10 lokasi mencapai 120-2400 bakteri koli (total coliform)/100ml dan jumlah koli tinja berkisar antara

(8)

2-49 koli tinja (faecal coliform)/100ml. Syarat maksimum yang diperbolehkan untuk air bersih adalah 50 total coliform/100ml atau 0 koli tinja (faecal coli)/100ml (PerMenKes 1990). Hal itu berarti bahwa fasilitas sanitasi kota Majalaya belum terpelihara secara memadai sehingga limbah rumah tangga diperkirakan telah mencemari sumber air penduduk.

Penyediaan prasarana dan sarana sanitasi, pada dasarnya terkait dengan banyaknya air limbah rumah tangga yang dibangkitkan. Banyaknya air limbah rumah tangga terkait erat dengan konsumsi air minum rumah tangga Dari hasil analisis data primer terhadap konsumsi air minum menyimpulkan bahwa konsumsi rata-rata air minum kota Majalaya adalah 252.675 liter/orang/hari, sedangkan angka maksimum dan minimumnya adalah 356 liter/orang/hari dan 149.35 liter/orang/hari. Hal itu berarti bahwa volume bangkitan air limbah kota Majalaya pada tahun 2005 adalah 80% x 252.675 liter/orang/hari x (141 469 + 2 980) jiwa = 29 198 920.86 m3/hari.

4.4.4 Prasarana dan Sarana Perumahan

Ketersediaan dan keadaan prasarana dan sarana perumahan dikaji dari banyaknya rumah (i) berdinding tembok, (ii) berlantai keramik, (iii) berfasilitas listrik, dan (iv) berukuran luas lantai > 45 m2, serta (v) kepadatannya dalam suatu kawasan.

Secara umum, rumah penduduk di daerah penelitian relatif baik karena lebih dari 67% berdinding tembok, lebih dari 97% berlantai keramik dan 97% berfasilitas listrik. Namun, dari ketiga aspek tersebut, kota Majalaya masih lebih baik bila dibandingkan dengan kecamatan lain di daerah pelayanan IPLT maupun di kabupaten Bandung.

Ditinjau dari keberadaan rumah yang memiliki luas lantai > 45 m2, di kota Majalaya jumlahnya lebih sedikit bila dibandingkan dengan kecamatan lain di daerah pelayanan IPLT maupun kabupaten Bandung. Namun demikian, kepadatan rumah di kota Majalaya lebih tinggi bila dibandingkan kecamatan lain di daerah pelayanan IPLT maupun di kabupaten Bandung. Ditinjau dari angka perubahannya selama 3 (tiga) tahun, rumah tembok di kota Majalaya cenderung bertambah, rumah berlantai keramik cenderung berkurang dan rumah berfasilitas listrik relatif tetap, tetapi rumah dengan luas lantai > 45 m2 cenderung turun.

(9)

Sementara itu kepadatan rumah cenderung meningkat. Hal itu mengindikasikan bahwa tipe rumah yang dibangun di kota Majalaya adalah rumah tipe lebih kecil dengan ukuran luas < 45 m2. Ketersediaan dan keadaan prasarana dan sarana perumahan dari tahun 2000-2006 dirangkum pada Tabel 14.

Tabel 14. Keadaan Prasarana dan Sarana Rumah (2000-2004)

No Uraian Satuan 2002 2003 2004

(1) (2) (3) (6) (7) (8)

Majalaya

a. Rumah tembok unit/total rumah 0.76 0.85 0.81

b. Rumah lantai keramik unit/total rumah 1.00 0.96 0.98 c. Rumah dengan listrik

(PLN+Non PLN) unit/total rumah 0.99 0.98 0.99

d. Rmh dgn lantai > 45 unit/total rumah 0.36 0.52 0.34 1

e. Kepadatan Rumah unit/ha 13.45 13.91 13.80

Daerah Pelayanan IPLT

a. Rumah tembok unit/total rumah 0.73 0.80 0.73

b. Rumah lantai keramik unit/total rumah 0.99 0.98 0.97 c. Rumah dengan listrik

(PLN+Non PLN) unit/total rumah 0.98 0.99 0.99

d. Rmh dgn lantai > 45 unit/total rumah 0.30 0.39 0.46 2

e. Kepadatan Rumah unit/ha 5.15 5.33 5.43

Kabupaten Bandung

a. Rumah tembok unit/total rumah 0.70 0.70 0.67

b. Rumah lantai keramik unit/total rumah 0.94 0.98 0.97 c. Rumah dengan listrik

(PLN+Non PLN) unit/total rumah 0.97 0.98 0.99

d. Rmh dgn lantai > 45 unit/total rumah 0.37 0.38 0.41 3

e. Kepadatan Rumah unit/ha 3.38 3.49 3.59

Sumber : Suseda, (diolah)

Pada skala daerah pelayanan IPLT, rumah tembok relatif tidak berubah, rumah berlantai keramik cenderung turun, rumah berfasilitas listrik relatif tetap, rumah dengan luas lantai > 45 m2 dan kepadatan rumah cenderung bertambah. Pada skala kabupaten Bandung, rumah tembok cenderung turun tetapi rumah berlantai keramik cenderung bertambah. Rumah berfasilitas listrik dan rumah dengan luas lantai > 45 m2 serta kepadatan rumah cenderung bertambah,

Dinamika perubahan fasilitas rumah di ketiga kategori wilayah tersebut mengindikasikan terjadinya pergeseran pembangunan rumah dengan luas lantai > 45 m2 keluar kota Majalaya.

(10)

4.5 Keadaan Sosial Ekonomi

Keadaan sosial ekonomi di suatu kawasan kota tertentu memberi gambaran tentang tingkat kehidupan dan penghidupan penduduk kota setelah menerima dan memanfaatkan prasarana dan sarana kota yang tersedia dan/atau disediakan oleh masyarakat bersama-sama pemerintah kota yang bersangkutan. Semakin baik tingkat kehidupan dan penghidupan penduduk suatu kota, memberi indikasi tingkat pemanfaatan dan kemanfaatan prasarana dan sarana kota yang bersangkutan. Selain itu, penduduk yang berkehidupan dan penghidupan lebih tinggi akan lebih kuat dalam menghadapi berbagai dampak lingkungan.

4.5.1 Keadaan Kesehatan Masyarakat

Keadaan kesehatan masyarakat dikaji dari (i) banyaknya kasus penyakit diare, dan (ii) kasus penyakit lain selain penyakit diare. Ketersediaan dan keadaan kesehatan masyarakat tahun 2000-2006 dirangkum pada Tabel 15.

Tabel 15. Keadaan Kesehatan Masyarakat (2002-2004)

No Uraian Satuan 2002 2003 2004

(1) (2) (3) (6) (7) (8)

Majalaya

a. Kasus Diare Kasus/1 000 penduduk 10.71 31.28 8.05

1

b. Kasus Penyakit lain Kasus/1 000 penduduk 260.71 456.98 176.82

Daerah Pelayanan IPLT

a. Kasus Diare Kasus/1 000 penduduk 28.86 21.35 27.06

2

b. Kasus Penyakit lain Kasus/1 000 penduduk 313.28 344.79 446.70

Kabupaten. Bandung

a. Kasus Diare Kasus/1 000 penduduk 8.99 8.38 12.99

3

b. Kasus Penyakit lain Kasus/1 000 penduduk 187.21 212.28 271.67 Sumber : Suseda, (diolah)

Kasus penyakit diare di kota Majalaya pada tahun 2002 tercatat sebanyak 10.71 kasus per 1 000 penduduk. Tetapi pada tahun 2003 meningkat menjadi 31.28 kasus dan menurun kembali pada tahun 2004 menjadi 8.05 kasus per 1 000 pend uduk. Kecuali pada tahun 2003, jumlah kasus penyakit diare di kota Majalaya lebih kecil bila dibandingkan dengan rata-rata kecamatan lain di daerah pelayanan IPLT. Pada tahun 2002 dan 2003, jumlah kasus penyakit diare di kota

(11)

Majalaya lebih tinggi, tetapi pada tahun 2004 lebih rendah bila dibandingkan dengan rata-rata kecamatan lain di kabupaten Bandung.

Kecenderungan yang sama terjadi pula pada kasus penyakit lain selain penyakit diare. Pada tahun 2002 di kota Majalaya tercatat sebanyak 260.71 kasus per 1 000 penduduk. Jumlah tersebut meningkat menjadi 456.98 kasus pada tahun 2003 dan menurun menjadi 176.82 pada tahun 2004. kecuali pada tahun 2003, jumlah kasus penyakit di kota Majalaya lebih rendah bila dibandingkan dengan rata-rata kecamatan lain di daerah pelayanan IPLT. Pada tahun 2002 dan tahun 2003, kasus penyakit lain di kota Majalaya lebih tinggi, tetapi pada tahun 2004 lebih rendah bila dibandingkan dengan rata-rata kecamatan lain di kabupaten Bandung. Hal itu mengindikasikan bahwa tingkat kesehatan penduduk kota Majalaya lebih baik bila dibandingkan dengan kecamatan lainnya.

4.5.2 Pendidikan Masyarakat

Keadaan pendidikan penduduk daerah penelitian dikaji dari aspek (i) banyaknya penduduk yang memliliki ijazah, (ii) angka partisipasi sekolah, dan (iii) banyaknya penduduk yang melek huruf. Keadaan pendidikan penduduk wilayah penelitian dirangkum pada Tabel 16.

Tabel 16. Keadaan Pendidikan Masyarakat (2000-2004)

No Uraian Satuan 2002 2003 2004

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

Majalaya

a. Penduduk berijazah (>sma) Orang/total penduduk 0.17 0.08 0.17 b. Penduduk melek huruf Orang/total penduduk 0.80 0.76 0.78 1

c. Angka partisipasi sekolah Rasio* 0.79 0.53 0.73

Daerah Pelayanan IPLT

a. Penduduk berijazah (>sma) Orang/total penduduk 0.15 0.09 0.14 b. Penduduk melek huruf Orang/total penduduk 0.78 0.76 0.77 2

c. Angka partisipasi sekolah Rasio* 0.65 0.64 0.82

Kabupaten Bandung

a. Penduduk berijazah (>sma) Orang/total penduduk 0.09 0.10 0.13 b. Penduduk melek huruf Orang/total penduduk 0.77 0.77 0.78 3

c. Angka partisipasi sekolah Rasio* 0.54 0.58 0.75

* rasio murid SD s/d SMA terhadap penduduk usia sekolah > 5 tahun s/d 18 tahun Sumber : BPS dan Suseda, (diolah)

Penduduk kota Majalaya yang memiliki ijazah pendidikan tinggi tercatat sebesar 17% dari total penduduk. Angka tersebut lebih tinggi bila dibandingkan

(12)

dengan rata-rata kecamatan lain di daerah pelayanan IPLT dan di kabupaten Bandung. Angka melek huruf di kota Majalaya mencapai 78% dari total penduduk. Demikian pula halnya dengan angka partisipasi sekolah pada tahun 2004 yang mencapai 73% dari jumlah penduduk.

Penduduk berijazah perguruan tinggi di kota Majalaya lebih tinggi bila dibandingkan dengan rata-rata kecamatan lain di daerah pelayanan IPLT maupun rata-rata di kabupaten Bandung. Namun, banyaknya penduduk yang mampu membaca dan penduduk yang bersekolah di ketiga wilayah penelitian relatif seimbang. Hal tersebut mengindikasikan bahwa secara umum, tingkat pendidikan penduduk kota Majalaya lebih baik bila dibandingkan dengan kecamatan kota lainnya.

4.5.3 Ekonomi Masyarakat

Keadaan ekonomi penduduk dikaji dari aspek (i) konsumsi rata-rata per kapita, (ii) penduduk usaha sendiri, dan (iii) angka partisipasi bekerja. Seperti tertera pada Tabel 4-9 penduduk yang berusaha sendiri (wiraswasta) di kota Majalaya lebih besar daripada kecamatan lain di daerah pelayanan IPLT maupun di seluruh kecamatan di kabupaten Bandung. Penduduk yang bekerja sebagai buruh/karyawan di kota Majalaya juga lebih tinggi bila dibandingkan kecamatan lain.

Konsumsi atau pengeluaran penduduk kota Majalaya pada tahun 2002 dan tahun 2003 lebih tinggi bila dibandingkan dengan rata-rata kecamatan di daerah pelayanan IPLT dan di kabupaten Bandung. Namun, pada tahun 2004 lebih rendah dari kecamatan lainnya di daerah pelayanan IPLT maupun di seluruh kecamatan di kabupaten Bandung. Berdasarkan hasil survey lapangan di 3 (tiga) lokasi kecamatan di daerah pelayanan IPLT yaitu kecamatan Ibun, Rancaekek dan Ciparay, penghasilan rata-rata bulanan per kepala keluarga diperhitungkan sebesar Rp 954 366.66. Sementara itu, berdasarkan data Suseda (Tabel 17) angka konsumsi rata-rata bulanan di daerah pelayanan IPLT adalah Rp 192 124.

Dengan demikian, maka rasio pengeluaran (kons umsi) terhadap penghasilan rata-rata bulanan adalah 20.13%. Meskipun angka penghasilan responden kemungkinan jauh lebih kecil daripada keadaan nyata, rasio tersebut menggambarkan adanya peluang masyarakat untuk menabung.

(13)

Tabel 17. Keadaan Ekonomi Masyarakat (2002-2004)

No Uraian Satuan 2002 2003 2004

(1) (2) (3) (6) (7) (8)

Majalaya

a. Konsumsi rata-rata per kapita Rp / Kapita 233 238 243 115 183 506

b. Penduduk Wiraswasta Orang/pend bekerja 0.12 0.16 0.25

1

c. Angka Partisipasi Bekerja Rasio* 0.36 0.39 0.38

Daerah Pelayanan IPLT

a. Konsumsi rata-rata per kapita Rp / Kapita 193 040 190 897 192 124

b. Penduduk Wiraswasta Orang/pendd bekerja 0.07 0.07 0.09

2

c. Angka Partisipasi Bekerja Rasio 0.29 0.28 0.30

Kabupaten Bandung

a. Konsumsi rata-rata per kapita Rp / Kapita 169 453 189 395 206 497

b. Penduduk Wiraswasta Orang/pendd bekerja 0.09 0.08 0.10

3

c. Angka Partisipasi Bekerja Rasio 0.30 0.28 0.30

* Buruh/karyawan dan usaha sendiri Sumber : Suseda (diolah)

4.6 Pengelolaan Sanitasi Lingkungan

4.6.1 Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik

Sistem pengelolaan limbah cair domestik di wilayah penelitian terdiri dari sistem terpusat (off-site) dan sistem setempat (on-site). Sistem terpusat hanya terdapat di kota Soreang sedangkan bagian wilayah lainnya dilayani sistem setempat. Keterangan singkat mengenai kedua sistem tersebut dirangkum pada Tabel 4-10.

Sebagaimana dijelaskan pada bab 4.4.3 cakupan fasilitas pengelolaan air limbah di kota Majalaya dan sekitarnya yang telah diperbaiki (improved) atau fasilitas tangki septik yang dilengkapi dengan bidang resapan, masih relatif rendah yaitu sekitar 14.9% dari prasarana dan sarana penge lolaan air limbah domestik yang ada. Oleh karena itu, 85.10% air limbah domestik yang dialirkan ke dalam media lingkungan belum diolah secara memadai. Selain itu, 23.55% penduduk kabupaten Bandung masih membuang kotorannya secara langsung ke media lingkungan hidup dan sisanya sebesar 53.41% membuang kotorannya melalui jamban pribadi sedangkan 23.03% melalui jamban bersama.

(14)

Sebesar 35.33% dari limbah rumah tangga yang dibangkitkan, diolah terlebih dahulu di dalam tangki septik dan 24% efluent dari tangki septik dialirkan melalui SPAL.

Tabel 18. Pengelolaan Air Limbah Domestik di Daerah Penelitian

ELEMEN SISTEM SISTEM

SOREANG SISTEM CIBEET SISTEM BABAKAN

(1) (2) (3) (4) PENGUMPULAN (PEWADAHAN) 1. 400 unit Sambungan Rumah (SR) dari 1000 SR yang ditargetkan 2. Air Limbah dialirkan melalui sistem jaringan perpipaan 1.Tangki septik : 35 546 dengan sebaran, Kec.Majalaya, Kec.Paseh, Kec.Ciparay dan Kec.Ibun,

2.Konstruksi tangki septik/

Cubluk

3.Mobil tinja di pool di

Soreang, bukan di daerah operasinya

Dari Tangki Septik daerah pelayanan Ciparay

TRANSPORTASI

Melalui sistem jaringan pipa yang terletak di jalan Cipatik, di belakang kantor Pemda Kabupaten Bandung 1.Jarak tempuh: 5 – 15 km

dari daerah pelayanan

2.Waktu tempuh : + 1 jam

3.Frekuensi :musim kemarau

jarang, musim hujan sering

4.Trafik : jalan sempit,

menanjak & berkelok

5.Pengelola Swasta & DPU

Kebersihan

6.Mobil tangki: DPUK : 4 buah

& 6 trailer

7.Mobil swasta

Jarak + 11.5 km dari kota Ciparay

Jalan sempit, berkelok

PENGOLAHAN

1.Jenis

pengolahan:

2.Septik tank besar

3.Unit aerasi 4.Bak pengering lumpur 5.Kapasitas pengolahan 10,6 l/dt 6.Sudah pernah dioperasikan

7.Saat ini tidak lagi

beroperasi dengan benar, limbah dari ujung saluran tidak masuk ke instalasi

1.Disain memadai, kecuali

kolam maturasi kurang luas

2.Fasilitas Kolam anaerob,

Kolam fakultatif, Kolam maturasi, Bak pengering lumpur

3.Kapasitas: 25 m3/hari

4.Operasi tidak optimal

5.Bangunan tidak terpelihara

6.Tidak ada fasilitas air bersih

dan fasilitas listrik

7.Pengelola : DPU

Kebersihan Kab.Bandung

8.Retribusi ditarik saat

penyedotan

1. Fasilitas Imhoff tank,

Bak Fakultatif, Bak maturasi, Bak Pengering Lumpur 2. Kapasitas 20 m3/hari 3. Belum pernah difungsikan sama sekali

4. Pompa lumpur tinja

dari imhoff tank ke bak fakultatif hilang

5. Sarana penunjang

rusak tidak dapat digunakan 6. Pengelola DPU Kebersihan Kabupaten Bandung PEMBUANGAN AKHIR

Efluen dari aerasi dibuang ke sumur resapan

1. Pembuangan akhir : ke

saluran drainase

2. Hasil lumpur kering,

untuk pupuk, di lokasi IPLT

Dibuatkan bak resapan untuk meresapkan efluen ke tanah

(15)

Hal itu mengindikasikan bahwa efluent dari tangki septik yang disaring sebelum dialirkan ke dalam tanah adalah sebesar 67.93% dari volume limbah yang diolah di tangki septik.

Sistem sanitasi terpusat kota Soreang terdiri dari sistem jaringan perpipaan Air Limbah dan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Soreang tersebut dibangun pada tahun 1993 melalui program BUDP II. Sistem sanitasi setempat terdiri dari tangki septik, sarana angkutan lumpur tinja (truk tinja) dan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT). Pada tahun 1996 dibangun IPLT Babakan yang berkapasitas 20 m3/hari melalui bantuan proyek Propinsi Jawa Barat.

Pada tahun 1999 dibangun IPLT Cibeet yang berkapasitas 25 m3/hari melalui program West Java Urban Development (Sector) Project (WJUDSP).

IPLT Cibeet dirancang untuk melayani penduduk di sekitar kota Majalaya sampai dengan tahun 2003. IPLT Cibeet terletak di desa Cibeet Kecamatan Ibun yang berjarak 5 km dari kota Majalaya. Jalan utama ke lokasi IPLT Cibeet merupakan jalan aspal berkelok-kelok dengan tanjakan cukup terjal yang kondisinya relatif baik. Jalan akses ke lokasi IPLT panjangnya sekitar 100 m merupakan jalan aspal dengan tanjakan yang sedang. Lokasi IPLT Cibeet terletak di daerah bukit, dengan luas + 1 ha, di tepi jalan yang menghubungkan kota Majalaya dengan kecamatan Ibun dan kecamatan lainnya di bagian selatan kabupaten Bandung. IPLT Cibeet menggunakan sistem pengolahan biologis dengan aliran gravitasi atau memanfaatkan perbedaan ketinggian yang tersedia. Pada tahap perencanaan awal, IPLT Cibeet dimaksudkan untuk melayani daerah sekitar kota Majalaya yang terdiri dari empat kecamatan, yaitu Kecamatan Majalaya (18 Kelurahan/Desa), kecamatan Paseh (4 Kelurahan/Desa), kecamatan Ciparay (7 Kelurahan/Desa), kecamatan Ibun (2 Kelurahan/Desa) dan daerah lain yang berada pada radius pelayanan + 10 km dari lokasi IPLT. Pada awal tahun 2002 dilakukan serah terima dari pengelola terdahulu yaitu PDAM Cimahi kepada pengelola yang baru yaitu Dinas Pekerjaan Umum Kebersihan Kabupaten Bandung. Setelah serah terima tersebut, daerah pelayanan IPLT Cibeet diperluas sampai ke wilayah bagian timur Kabupaten Bandung, yang meliputi Kecamatan Cicalengka, Ra ncaekek, Ciparay, dan Bale Endah.

(16)

Pada awal beroperasinya IPLT Cibeet oleh PDAM Cimahi, mobil tinja yang ditempatkan di cabang dinas di Rancaekek. Setelah dikelola DPU kabupaten Soreang, truk tinja ditempatkan di kantor DPU Kebersihan di Soreang. Hal ini menambah jarak tempuh pengoperasian truk tinja, sehingga menambah biaya pengangkutan. Sementara itu, mobil pengangkut tinja yang dioperasikan pihak swasta tarifnya jauh lebih murah dari tarif yang ditetapkan oleh pihak DPU Kebersihan. Pengusaha penyedot tinja swasta tidak membuang muatannya ke IPLT, sehingga pemanfaatan kapasitas IPLT sebesar 25 m3/hari tidak pernah tercapai.

IPLT Babakan dirancang dengan kapasitas pengolahan sebesar 20 m3/hari. Bangunan instalasi terdiri dari sebuah Imhoff tank, Kolam Fakultatif, Kolam Maturasi dan dilengkapi dengan unit pengering lumpur. Pada perencanaannya, efluent dari kolam maturasi dibuang langsung ke tanah, dengan membuat bidang resapan di sekitar lokasi outlet kolam maturasi. Tetapi karena penduduk sekitar tidak melihat saluran untuk penampung efluen, mereka berpendapat bahwa efluent yang keluar dari kolam maturasi akan mencemari lingkungan, sehingga terjadi penolakan pada operasi IPLT tersebut. Untuk menegaskan penolakan mereka terhadap IPLT, terjadi perusakan bangunan kantor dan rumah jaga, selain itu terjadi pencurian pompa air, sehingga bangunan IPLT tidak dapat berfungsi sama sekali.

4.6.2 Pengelolaan Lumpur Tinja

Pengelolaan lumpur tinja terdiri dari komponen (i) pewadahan lumpur tinja, (ii) pengangkutan lumpur tinja, (iii) pengolahan lumpur tinja, dan (iv) pembuangan atau pemanfaatan hasil pengolahan lumpur tinja.

4.6.2.1 Pewadahan Lumpur Tinja

Lumpur tinja yang berasal dari kotoran ma nusia dikumpulkan di dalam tangki septik (septic tank). Oleh karena itu, banyaknya lumpur tinja yang terkumpul setiap tahunnya bergantung kepada jumlah tangki septik yang ada di wilayah studi. Sampai dengan tahun 2004 jumlah tangki septik di 6 (enam) kecamatan daerah pelayanan IPLT mencapai 38% dari total rumah yang ada atau

(17)

sekitar 65 739 unit. Sementara itu jumlah tangki septik di kota Majalaya mencapai 20% dari jumlah rumah yang ada atau sekitar 7 094 unit.

Sampai dengan tahun 2005, tangki septik sebagian besar telah berusia antara 7 – 12 tahun (Tabel 19).

Tabel 19. Umur Tangki Septik di 3 (tiga) Kecamatan Tahun Pembangunan Tangki

Septik Ibun (%) Ciparay (%) Rancaekek (%) Rata rata (%) (1) (2) (3) (4) (5) a. < 3 tahun 0.00 8.57 2.86 3.81 b. 3 – 6 tahun yg lalu 20.00 5.71 22.86 16.19 c. 7 – 12 tahun yg lalu 36.00 20.00 54.29 36.76 d. 13 – 19 tahun yg lalu 36.00 60.00 5.71 33.90 e. > 20 tahun yg lalu 0.00 0.00 0.00 0.00 Tidak Menjawab 8.00 5.71 14.29 9.34 Jumlah 100.00 100.00 100.00 100.00

Sumber: Hasil Survey 2005

Apabila diasumsikan bahwa setiap 2 (dua) atau 3 (tiga) tahun dilakukan pengurasan tangki septik dan volume rata rata tangki septik adalah 2.29 m3/unit (Tabel 20), maka pada tahun 2005 volume lumpur tinja kota Majalaya yang harus dikuras diperhitungkan sebesar 7 094 unit x 2.29 m3/unit = 16 245.26 m3. Apabila diasumsikan bahwa waktu kerja per tahun adalah 256 hari, maka volume lumpur tinja yang harus diangkut setiap harinya diperhitungkan sebesar 16 245 m3/tahun : 256 hari = 63.46 m3/hari.

Tabel 20. Ukuran Tangki Septik di 3 (tiga) Kecamatan Kapasitas Tangki Septik Ibun (%) Ciparay (%) Rancaekek (%) Rata rata (%) Rata-rata volume (1) (2) (3) (4) (5) (6) a. <2 m3 20.00 14.29 0.00 11.43 0.2286 b. 2 m3 – 2,5 m3 24.00 57.14 45.71 42.28 0.9515 c. 2,5 m3 – 3,5 m3 20.00 5.71 5.71 10.47 0.3141 d. 3,5 m3 – 4,5 m3 8.00 0.00 37.14 15.05 0.6020 e. > 5 m3 0.00 11.42 0.00 3.81 0.1905 Tidak Menjawab 28.00 11.42 11.43 16.95 - Jumlah 100.00 100.00 100.00 100.00 2.287

Sumber : Hasil Survey 2005

4.6.2.2 Pengangkutan Lumpur Tinja

Pengangkutan lumpur tinja, pada dasarnya terkait dengan frekuensi penyedotan tangki septik. Sampai dengan tahun 2005 penyedotan tangki septik mencapai 103.58 kali dalam periode 13 tahun atau rata rata 7.96 kali per tahun.

(18)

Namun, sekitar 11.25% atau sekitar 7 395 unit tangki septik belum pernah disedot (Tabel 21). Hal tersebut berati bahwa jumlah unit tangki septik yang dilayani untuk setiap pengangkutan lumpur tinja adalah (65 739-7 395) : 103.58 = 563.27 unit tangki septik.

Sementara itu, rasio jasa penyedotan yang dilakukan pemerintah dengan swasta adalah 21.71 berbanding 42.48 atau penggunaan jasa swasta hampir 2 (dua) kali lebih besar dari pemerintah.

Tabel 21. Frekuensi Penyedotan Tangki Septik di 4 (empat) Kecamatan Frekuensi Penyedotan Ibun

(%) Majalaya (%) Ciparay (%) Rancaekek (%) Rata rata (%) (1) (2) (3) (4) (5) (6) a. 1 kali 0.00 2.00 22.86 8.57 8.36 b. 2 kali 12.00 2.00 14.29 54.28 20.64 c. 3 kali 16.00 2.00 20.00 2.86 10.22 d. 4 kali 8.00 1.00 5.71 2.86 4.39

e. lebih dari 4 kali 0.00 0.00 2.85 2.86 1.43

f. tidak pernah 0.00 45.00 0.00 0.00 11.25

Tidak Menjawab 64.00 48.00 34.29 28.57 43.72

Jumlah 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00

Sumber: Hasil Survey 2005

Keadaan tersebut memberi indikasi bahwa masyarakat lebih menyukai pelayanan yang dilakukan oleh swasta daripada oleh pemerintah (Tabel 22). Hal tersebut kemungkinan ada kaitannya dengan tawaran tarif swasta yang lebih murah. Tabel 22. Penggunaan Jasa Truk Tinja di 3(tiga) Kecamatan

Jasa Truk Tinja yang digunakan

Kecamatan Ibun (%) Kecamatan Ciparay (%) Kecamatan Rancaekek (%) Rata-rata (%) (1) (2) (3) (4) (5)

a. milik pemerintah daerah 8.00 48.57 8.57 21.71

b. milik perusahaan swasta 36.00 14.29 77.14 42.48

c. lain-lain 0.00 2.86 8.57 3.81

Tidak Menjawab 56.00 34.29 5.71 32.00

Jumlah 100.00 100.00 100.00 100.00

Sumber: Hasil Survey 2005

Ditinjau dari besarnya biaya penyedotan tinja (Tabel 23), tampak bahwa 52.19% responden menyatakan membayar tarif lebih kecil dari Rp 40 000.- untuk setiap kali penyedotan tinja. Sekitar 9.33% responden menyatakan membayar tarif antara Rp 45 000.- sampai Rp 50 000.- dan 3.24% menyatakan membayar tarif antara Rp 50 000.- sampai Rp 75 000.-. Walaupun demikian, rata-rata kesanggupan membayar retribusi pelayanan pengurasan

(19)

tangki septik adalah sekitar Rp 20 000.- atau setengah dari tarif yang telah dibayar sebelumnya.

Apabila frekuensi pengurasan tangki septik rata rata diasumsikan 2 tahun sekali dan tarif pengurasan tersebut dikonversikan menjadi tarif bulanan, maka untuk tarif sebesar Rp 75 000.- ekivalen dengan Rp 1 562.5/pelanggan/bulan, tarif sebesar Rp 40 000.- ekivalen dengan Rp 833.33/pelanggan/bulan.

Tabel 23. Biaya Penyedotan Tinja di 3 (tiga) kecamatan

Biaya Penyedotan Tinja

Kecamatan Ibun (%) Kecamatan Ciparay (%) Kecamatan Rancaekek (%) Rata-rata (%) (1) (2) (3) (4) (5) a. < Rp 40.000 28.00 57.14 71.43 52.19 b. Rp 45.000 – Rp 50.000 8.00 8.57 11.43 9.33 c. Rp 50.000 – Rp 75.000 4.00 2.86 2.86 3.24 d. Rp 75.000 – Rp 100.000 0.00 0.00 0.00 0.0 e. > Rp 100.000 0.00 0.00 0.00 0.0 Tidak Menjawab 60.00 31.43 14.29 35.24 Jumlah 100.00 100.00 100.00 100.00

Sumber: Hasil Survey 2005

4.6.2.3Pengolahan Lumpur Tinja di IPLT

Pengolahan lumpur tinja terkait erat dengan frekuensi pengangkutan dan volume lumpur tinja yang disedot. Volume lumpur yang disedot per hari diperkirakan sebesar 17.51 m3/hari atau 78.17 % dari volume lumpur tinja kota Majalaya dan 27.59 % dari total volume lumpur yang dibangkitkan di daerah pelayanan IPLT.

Sementara itu, pengoperasian IPLT Cibeet tidak berlangsung setiap hari, bahkan menganggur. Hal itu mengindikasikan bahwa lumpur tinja yang telah disedot tidak dikirim ke IPLT untuk diolah, melainkan dibuang ke media lingkungan seperti sungai dan lahan kosong.

Referensi

Dokumen terkait

Dari penelitian ini, didapatkan bahwa pada elemen balok Timoshenko standar mapun berbasis Kriging menghasilkan hasil yang sangat akurat, baik untuk analisis getaran bebas

Elevasi segmen ST yang khas pada fase akut infark miokard dapat disimpulkan sebagai hasil kombinasi efek dari pergeseran TQ primer, yang berkorelasi dengan penurunan primer

Peserta pelatihan dapat menerapkan proses pengembangan bahan ajar melalui proses yang sistematis meliputi analisis kebutuhan dan telaah kurikulum, merancang layout dan

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas maka penulis merumuskan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: menganalisis bagaimana

Selanjutnya perhitungan beban kerja yang dialami operator selama melakukan pekerjaan didapatkan dari perbandingan antara waktu baku dan total waktu pengamatan namun setelah itu tidak

Promosi merupakan salah satu elemen dari bauran pemasaran yang memiliki peranan penting dalam memasarkan suatu produk atau jasa, dimana tujuannya adalah memberitahukan

Di antara ulama – ulama yang berasal dari indonesia yang kitab karangan banyak digunakan sebagai referensi di pesantren adalah Syaikh Nawawi Al Bantani hal ini

Penyusunan proposal ini diajukan untuk memenuhi persyaratan kelulusan di Fakultas Ekonomi, Jurusan Akuntansi, Universitas Bhayangkara Jakarta Raya yang berjudul “Pengadministrasi