• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. memungkinkan masyarakat berkomunikasi secara efektif dan merefleksikan. melestarikan dan mengalihkan budaya ke generasi berikutnya.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. memungkinkan masyarakat berkomunikasi secara efektif dan merefleksikan. melestarikan dan mengalihkan budaya ke generasi berikutnya."

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

1 1.1 Latar Belakang Masalah

Manusia merupakan makhluk sosial yang sebagian besar waktunya digunakan untuk berinteraksi dengan manusia lain. Salah satu cara berinteraksi adalah melalui proses berkomunikasi. Umumnya manusia berkomunikasi menggunakan bahasa. Dengan bahasa, berbagai informasi lebih mudah disampaikan. Bahasa dan budaya terjalin bersama yang memungkinkan masyarakat berkomunikasi secara efektif dan merefleksikan budaya masyarakat tersebut. Bahasa dapat menjadi piranti untuk melestarikan dan mengalihkan budaya ke generasi berikutnya.

Setiap kelompok masyarakat mempunyai pedoman yang berupa adat kebiasaan, norma, nilai, dan peraturan yang ditetapkan bersama oleh para anggota masyarakat yang bersangkutan untuk mengatur warganya (Kartomihardjo, 1988:2). Pedoman-pedoman yang digunakan untuk mengatur perilaku masyarakat juga berlaku pada bahasa yang dipakai mereka.

Setiap bahasa memiliki sistem tertentu yang berdasarkan pada norma-norma yang berlaku dalam masyarakat pemakainya. Yuen Ren Chao dalam Wijaya (1991:1) mengemukakan bahwa penggunaan bahasa yang benar bukan semata-mata berdasarkan pada kebenaran gramatika, namun

(2)

lebih kepada bagaimana bahasa itu digunakan secara benar dalam konteks sosial masyarakat pengguna bahasa itu. Para ahli bahasa lebih menamakan konteks sosial masyarakat itu tidak berlaku sebagai sistem bahasa. Konteks sosial tersebut lebih dikenal dengan istilah etika berbahasa. Secara otomatis berbahasa selalu terikat dengan masalah norma sosial, pemilihan kode bahasa serta budaya yang berlaku dalam masyarakat tersebut, termasuk di dalamnya mengatur kepada siapa kita berbicara, dengan bahasa apa, kapan, di mana dan dengan tujuan apa.

Sapaan dalam suatu masyarakat mengandung makna tertentu terkait dengan apa yang telah disepakati oleh masyarakat bersangkutan. Adapun pengertian makna adalah segi yang menimbulkan reaksi dalam pikiran pendengan atau pembaca karena rancangan aspek bentuk atau ekspresi yang dapat diserap panca indra, yaitu dengan mendengar atau melihat (Sudaryanto, 1985: 25). Dengan melihat atau mendengar seseorang dapat menafsirkan benda yang dilihatnya atau didengarnya. Misalnya, dengan melihat tulisan seseorang akan menafsirkan makna yang terkandung dalam tulisan tersebut, sedangkan dengan mendengar seseorang akan menafsirkan terhadap apa yang didengarnya.

Bentuk sapaan selalu mengacu pada mitra tutur. Bentuk sapaan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti usia, jenis kelamin, situasi, hubungan antarpenutur, status sosial, penampilan, dan lain sebagainya. Penggunaan bentuk sapaan yang tepat merupakan salah satu kunci suksesnya interaksi antarpenutur yang terlibat dalam komunikasi.

(3)

Penggunaan sapaan dapat berfungsi sebagai tanda masih adanya hubungan antaranggota masyarakat yang berkomunikasi satu sama lain walaupun hubungan antara penyapa dan yang disapa tidak begitu dekat, atau bahkan hanya karena sering melihat ketika bersama-sama berangkat untuk bekerja, sekolah, pergi ke kantor, dan lain sebagainya. Dengan kata lain, bagaimanapun erat dan jauhnya hubungan anatara penyapa dan yang disapa, bentuk sapaan merupakan tanda masih adanya hubungan tersebut (Kartomihardjo, 1988:27).

Pemakaian sapaan tidak terlepas dari norma-norma kebudayaan masyarakat dimana sapaan itu digunakan. Setiap kelompok masyarakat mempunyai pedoman yang berupa adat kebiasaan, norma, nilai, dan peraturan yang ditetapkan bersama oleh para anggota masyarakat yang bersangkutan untuk mengatur warganya sehingga melahirkan variasi sapaan. Begitu pula dengan masyarakat Korea. Korea merupakan bangsa yang menjunjung tinggi kesopanan dan etika dalam berkomunikasi. Masyarakat Korea masih dipengaruhi sistem konfusianisme yang mengatur hubungan vertikal antara yang satu dengan yang lainnya. Konfusianisme mengharuskan orang yang lebih muda untuk menghormati orang yang lebih tua. Hal itu tampak jelas ketika mereka berkomunikasi dengan orang lain dalam kehidupan sehari-hari. Ajaran konfusianisme oleh orang Korea dipegang teguh sebagi prinsip moral dan etika dalam bersosialisasi. Kebiasaan orang Korea ketika berkenalan adalah selalu menanyakan umur,

(4)

hal ini dimaksudkan untuk menempatkan lawan bicara sehingga dapat menentukan sikap yang seharusnya.

Penggunaan sapaan dengan benar akan memberikan kesan bahwa pembicara adalah orang yang mengerti akan sopan santun dan menghargai lawan bicara. Sebaliknya, orang yang tidak menggunakan sapaan dengan benar dapat dianggap tidak mempunyai sopan santun dan melecehkan orang lain. Oleh karena itu, tata cara dan bentuk sapaan adalah sesuatu hal yang penting dan harus diketahui secara benar oleh siapa pun yang belajar bahasa Korea. Sebagai contoh seorang mahasiswa akan menyapa ‘선생님’ (seonsaengnim) kepada dosennya dalam situasi formal di kelas, dan tidak mungkin akan menyapa „아저씨‟ (ajeossi) atau „아줌마‟ (ajumma) kepada dosennya. Penggunaan sapaan yang tidak tepat tersebut dapat merusak situasi komunikasi dan dianggap tidak sesuai dengan norma atau adat yang dianut oleh masyarakat.

Sapaan dalam suatu komunikasi memegang peranan penting, bukan hanya terletak pada pemilihan bentuk-bentuk sapaan yang tepat, melainkan juga dapat membawa lancar atau tidaknya komunikasi antara pembicara dengan mitra bicara. Lebih jauh Kartomihardjo mengatakan bahwa sapaan merupakan salah satu komponen bahasa yang penting karena dalam sapaan dapat ditentukan suatu interaksi akan berlanjut atau tidak (1988:238). Hal inilah yang mendorong penulis untuk mengangkat masalah dalam film „챔프‟ (Champ), „울학교 이티‟ (My English Teacher), dan „주먹이 운다‟ (Crying Fist) yang diduga dalam dialog-dialognya mengandung jenis-jenis

(5)

sapaan. Film „챔프‟ (Champ) menceritakan tentang semangat seorang joki kuda yang berusaha bangkit dari keterpurukan akibat kecelakaan yang merenggut nyawa istrinya dan mengakibatkan dia tidak bisa bekerja seperti sebelumnya. Hal ini mencerminkan semangat orang Korea yang pantang menyerah untuk mewujudkan impiannya. Film „울학교 이티‟ (My English Teacher) menceritakan tentang kehidupan seorang guru dan siswa, dimana norma-norma dan nilai diajarkan di sekolah. Dalam norma yang dianut oleh masyarakat Korea, orang yang lebih muda atau statusnya lebih rendah harus menghormati orang yang lebih tua atau orang yang statusnya lebih tinggi.. Hanya dengan melihat kehidupan di sekolah, kita bisa melihat budaya suatu negara, sedangkan film „주먹이 운다‟ (Crying Fist) menceritakan tentang seorang anak yang terlibat kriminal dikarenakan ketika masa kecilnya kurang perhatian dari ayahnya yang sibuk bekerja sebagai petinju untuk menghidupi keluarganya. Korea merupakan negara yang cukup maju dan sebagai indikatornya yaitu loyalitas kerja masyarakatnya tinggi. Ketiga film tersebut penulis anggap cukup mewakili gambaran kehidupan masyarakat Korea yang pantang menyerah dan menjunjung norma-norma yang berlaku di masyarakatnya.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, maka rumusan masalah yang muncul sebagai berikut.

(6)

2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi pemilihan sapaan dalam bahasa Korea?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan:

1. Mendeskripsikan jenis-jenis sapaan dalam bahasa Korea.

2. Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan sapaan dalam bahasa Korea.

Adapun manfaat dari hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi orang yang ingin mempelajari bahasa Korea maupun yang sedang belajar agar lebih memahami sapaan bahasa Korea dan bisa menerapkannya dengan baik.

1.4 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dibatasi pada penggunaan sapaan. Sumber yang menjadi acuan dalam penelitian ini adalah film Korea yang berjudul „챔프‟ (Champ), „울학교이티‟ (My English Teacher), dan „주먹이운다‟ (Crying Fist). Adapun penelitian ini terfokus pada pendeskripsian jenis dan faktor pemilihan sapaan dalam ketiga film tersebut.

1.5 Tinjauan pustaka

Penelitian mengenai sapaan dalam bahasa Korea sejauh ini belum ditemukan di lingkup penelitian yang dilakukan oleh civitas Universitas

(7)

Gadjah Mada. Walaupun demikian, tesis “Sistem Sapaan Bahasa Jawa” yang disusun oleh Sulistyowati (1998) dan “Sistem Sapaan Bahasa Madura Dialek Sumenep” yang disusun oleh Foriyani Subiyatningsih (2005) cukup mewakili topik utama yang akan diambil meskipun objeknya berbeda. Dalam tesisnya, Sulistyowati mendeskripsikan satuan lingual yang digunakan sebagai sapaan, jenis-jenis sapaan, dan kaidah-kaidah sapaan. Foriyani mendeskripsikan fungsi sapaan sebagai alat komunikasi dalam lingkungan kerabat dan di luar kerabat yang dikaitkan dengan status sosial, agama, jabatan, jenis kelamin, dan umur.

Selain itu, sistem sapaan pernah dibahas oleh Suhardi, dkk (1985) yang membahas hubungan variasi pemakaian bentuk sapaan bahasa Jawa Timur dalam jarak sosial dan situasi pembicara. Pembahasan tentang sapaan juga pernah dilakukan oleh Yatim (1983) “Subsistem Honorifik Bahasa Makasar: Sebuah Analisis Sosiolinguistik”. Ia mendeskripsikan secara rinci tentang penggunaan aturan-aturan khusus yang digunakan dalam keaktifan berbahasa, khususnya dalam pernyataan hormat-menghormati, termasuk penggunaan kata-kata sapaan bahasa Makassar serta pemberian pola sapaan baik dalam kehidupan masyarakat tradisional maupun masyarakat modern.

Ervin –Tripp (1972) dalam tulisannya “ On Sociolinguistics Rules :

Alternation and Co-occurance” dimuat dalam Gumperz dan Hymey (Dds)

“ Direction in Sociolinguistics : The Ethnograpy of Communication “ telah mendeskrisikan bentuk-bentuk sapaan yang dipakai oleh masyarakat Amerika menggunakan parameter-parameter yang berfungsi sebagai

(8)

penyaring atau penyeleksi, di antaranya usia, nama, latar atau tempat interaksi, hubungan kekerabatan, dan lain-lain.

Park Young Soon (2007) dalam bukunya yang berjudul “한국어의

사회 언어 (Korean Sociolinguistics)” mendeskripsikan sapaan bahasa

Korea dan membagi menjadi 6 bagian. Selain itu, Wardhaugh (1992) dalam bukunya “An Introduction to Sosiolinguistics” telah menguraikan secara rinci tentang pemilihan promina tu-vous (T/V), penggunaan tentang penamaan atau kata-kata sapaan, seperti title (T), nama keluarga (L/N), dan nama diri (FN). Dikatakan bahwa perbedaan pemilihan bentuk-bentuk itu dapat menunjukan adanya hubungan solidaritas, kekuasaan, jarak, respek, dan keakraban antara penyapa dan tersapa. Tulisan-tulisan para pakar bahasa diatas sangat bermanfaat dan merupakan sumber informasi yang sangat penting untuk menentukan landasan teori.

1.6 Metode Penelitian

Pengumpulan data penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode simak, yaitu dengan menyimak film, dilanjutkan dengan teknik catat, yaitu dengan mencatat teks yang telah disimak dengan dibantu melihat subtitle yang mengandung sapaan sebagai acuannya. Teks yang sudah dicatat selanjutnya diklasifikasikan menurut jenisnya. Setelah data tersedia, data dianalisis dengan metode padan pragmatis dan metode padan translasional. Metode padan pragmatis digunakan untuk menganalisis sistem sapaan yang melibatkan penutur dan lawan tutur. Metode padan

(9)

translasional digunakan untuk menjelaskan objek penelitian ini yang berupa bahasa Korea kedalam bahasa Indonesia sebagai metode deskripsinya. Setelah data dianalisis, hasil analisis tersebut disajikan ke dalam bentuk skripsi.

1.7 Landasan Teori

Crystal (1991:7) mengatakan bahwa sapaan adalah cara mengacu seseorang di dalam interaksi linguistik yang dilakukan secara langsung. Dalam interaksi linguistik, tipe-tipe partisipan dibedakan berdasarkan situasi sosial dan kaidah-kaidah yang dikemukakan untuk menjelaskan penggunaan istilah yang dilakukan oleh si pembicara, seperti penggunaan nama, gelar, dan pronomina. Sejalan dengan itu, Kridalaksana (1982:147) mendefinisikan kata sapaan adalah morfem, kata, atau frase yang dipergunakan untuk saling merujuk dalam situasi pembicaraan yang berbeda-beda menurut sifat hubungan antara pembicara itu.

Dalam memilih bentuk sapaan, penutur dapat menggunakan gelar (title), nama depan (first name), nama belakang (last name), nama panggilan (nickname), atau gabungan antara bentuk-bentuk tersebut (Wardhaugh, 1986:258). Sejalan dengan itu, Park Young Soon (2007:220), membagi jenis sapaan yang digunakan oleh orang Korea menjadi 6 bagian, yaitu:

„친척호칭’ (Kinship Terms), ‘친척호칭의 은유적 사용’ (Metaphorical

Kinship Terms), ‘어린이 중심호칭’ (Teknonymy), ‘개인이름’ (personal name), ‘지위’ (Title), ‘대명사’ (Pronoun).

(10)

„친척호칭’ (chincheok hoching) merupakan sapaan yang digunakan untuk menyapa anggota keluarga atau kerabat, seperti kakek, nenek, ayah, ibu, kakak, paman, bibi dan sebagainya. ‘친척호칭의 은유적 사용’ (chincheok hochingui eunyujeok sayong) adalah sapaan kekerabatan yang digunakan untuk menyapa seseorang yang bukan kerabatnya, contohnya ketika menyapa orang yang lebih tua dengan selisih umur yang tidak terlampau jauh menggunakan sapaan „형님‟ (hyeongnim), „누님‟ (nunim). Apabila menyapa orang tua dari teman, maka menggunakan sapaan „아버님/어머님‟ (abeonim/eomeonim).

‘어린이 중심호칭’ (eorini jungsimhoching) adalah sapaan yang

digunakan untuk menyapa orangtua anak dengan cara menyebut nama anaknya yang ditambahakan „아빠/엄마‟ (appa/eomma). Sapaan ini digunakan ketika anak masih kecil atau remaja.

‘개인이름’ (gaen ireum) adalah sebutan yang dipakai untuk

mengetahui identitas seseorang yang berfungsi membedakan pribadi yang satu dengan yang lain. Nama orang Korea terdiri dari tiga suku kata. Suku kata terdepan merupakan nama keluarga, sedangkan dua suku kata dibelakangnya merupakan nama diri. Nama diri adalah sebutan yang dipakai untuk mengetahui identitas seseorang yang berfungsi membedakan pribadi yang satu dengan yang lain.

‘지위’ (jiwi) adalah posisi yang berupa jabatan, profesi maupun gelar. Dalam budaya masyarakat Korea, jabatan atau kedudukan seseorang

(11)

sangat dihargai. Seseorang yang mempunyai gelar atau menduduki suatu jabatan akan disapa dengan menggunakan kata yang merupakan gelar, nama jabatan atau profesinya.

‘대명사’ (daemeongsa) “Pronomina” dapat mengacu pada diri

sendiri, pada orang yang diajak bicara, dan pada orang yang dibicarakan. Di antara pronomina itu, ada yang mengacu ke jumlah satu dan ada yang mengacu ke jumlah lebih dari satu, ada bentuk eksklusif, ada bentuk inklusif, dan ada bentuk netral (Moeliono, 1988:172).

Pemilihan bentuk-bentuk sapaan ditentukan oleh beberapa faktor. Pertama, faktor kedewasaan, apakah mitra tutur seorang anak atau orang dewasa. Kedua, situasi status (status-marked situations), yaitu setting yang menunjukkan status seseorang dan menentukan ragam atau gaya tuturan. Bentuk sapaan untuk setiap orang dipengaruhi oleh identitas sosialnya. Faktor ketiga, yaitu hubungan antar non-kerabat, baik hubungan teman maupun kolega. Adapun dua faktor yang lain adalah pangkat (rank) dan seperangkat identitas (identity set). Pangkat mengacu pada hierarki dalam kelompok kerja, sedangkan seperangkat identitas menunjukkan gelar jabatan atau gelar kehormatan (Ervin-Tripp, 1972).

Menurut Lee dan Ramsey (2000:232), menambahkan nama keluarga di depan gelar/jabatan bisa menurunkan tingkat kesopanan. Biasanya alasan untuk menambahkan nama di depan gelar/jabatan adalah untuk menghindari potensi kebingungan ketika beberapa orang memegang gelar/jabatan yang sama. Selain itu, sapaan formal juga digunakan seseorang ketika berada di

(12)

sebuah pertemuan resmi, seperti rapat, upacara seremonial, dan sebagainya. Perasaan formal nama lengkap itu membuat tingkat kesopanan di atas nama diri.

Bentuk sapaan digunakan dalam peristiwa tutur yang melibatkan penutur, mitra tutur, tempat bicara, dan lain sebagainya. Hymes (dalam Chaer, 1995:62-64) mengatakan bahwa suatu peristiwa tutur melibatkan komponen-komponen yang disebuat dalam akronim SPEAKING, yang terdiri dari (1) Setting and Scene: setting berkenaan dengan waktu dan tempat tutur berlangsung, sedangkan scene mengacu pada situasi tempat dan waktu, atau situasi psikologis pembicara; (2) Participants, yaitu pihak-pihak yang terlibat dalam pembicaraan; (3) Ends, merujuk pada maksud dan tujuan pembicaraan; (4) Act sequence, mengacu pada bentuk dan isi ujaran; (5) Key, mengacu pada nada suara, cara, dan emosi, misalnya dengan senang hati, serius atau dengan singkat; (6) Instrumentalities, mengacu pada saluran bahasa dan bentuk bahasa yang digunakan, seperti jalur lisan, tertulis, melalui telepon, dan lain-lain sedangkan bentuk bahasa misalnya ragam bahasa, dialek, atau register; (7) Norm of interaction and interpretation, mengacu pada norma atau saluran dalam berinteraksi, juga mengacu pada penafsiran terhadap ujaran lawan bicara; (8) Genre, mengacu pada jenis penyampaian, misalnya puisi atau doa.

Kata sapaan seringkali tidak untuk mengemukakan ide, gagasan, atau untuk membahas suatu masalah, tetapi hanya untuk keperluan basa-basi. Walaupun hanya digunakan untuk basa-basi, sapaan tidak dapat dianggap

(13)

tidak penting karena kadang-kadang bersifat menentukan dalam hubungan manusia selanjutnya. Bila seseorang lupa menegur orang diannggap sebagai orang yang sombong atau lupa diri. Hal ini penting dalam penggunaan sapaan untuk keperluan basa-basi tersebut bukanlah isi pembicaraan tetapi sikap yang diperlihatkan oleh pembicara (Anwar, 1990:46).

Fungsi kata sapaan adalah untuk mengundang orang tertentu sebagai penerima peran lawan bicara atau untuk memberikan reaksi verbal, atau non verbal (Suhardi, 1985:10). Kata sapaan dibentuk karena faktor budaya yang sangat memperhatikan tatakrama dalam pergaulan. Sebagai tanda rasa hormat kepada orang yang diajak bicara, dibutuhkan seperangkat nomina sebagai kata sapaan selalu terdapat dalam hubungan konteks kalimat.

Chaika (1982:45-52) membedakan antara panggilan (summon), salam (greeting), dan sapaan (address). Dikatakan bahwa sapaan acapkali merupakan bagian dari salam. Sapaan hampir selalu digunakan untuk menyatakan kekuasaan dan kebersamaan, sedangkan salam dapat bervariasi tergantung pada suasana batin kedua penuturnya. Salam (greeting) adalah suatu ungkapan yang digunakan untuk mengawali dan mengakhiri suatu interaksi verbal. Dalam menyapa seseorang, penutur dapat menggunakan bentuk yang sama dengan salam yang bervariasi. Panggilan adalah ungkapan yang biasanya digunakan untuk menarik perhatian seseorang. Biasanya panggilan dilanjutkan dengan percakapan. Panggilan juga ditandai dengan intonasi akhir naik. Dalam penggunaannya, panggilan sering berupa nama orang dan dapat disisipi atau diikuti salam. Bentuk sapaan dapat

(14)

digunakan bersama-sama salam dan kadang-kadang bentuk sapaan juga digunakan sebagai panggilan.

1.8 Sistematika Penyajian

Penelitian ini disajikan dalam empat bab. Bab I berisi pendahuluan yang terdiri atas latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, batasan masalah, metode penelitian, landasan teori, dan sistematika penyajian. Bab II berisi jenis-jenis sapaan dalam bahasa Korea. Bab III berisi faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan sapaan dalam bahasa Korea. Bab IV berisi simpulan penelitian ini.

Referensi

Dokumen terkait

salina akibat pemberian variasi dosis pakan tepung kepala udang Vannamei dan dilanjutkan dengan uji Duncan untuk mengetahui dosis perlakuan yang menghasilkan rerata

Unit pengolahan air siap minum bergerak mempunyai fungsi untuk menyediakan air siap minum bagi korban bencana alam yang dalam hal ini diaplikasikan dalam operasi kemanusiaan

Cara lain, sering dilakukan dengan membandingkan hasil pekerjaan seorang karyawan dengan karyawan lain untuk jenis dan tingkat pekerjaan yang sama pada suatu

Peserta Ronde Nasional Mahasiswa dan Pelajar hanya atlet yang belum pernah mengikuti Pelatda, Pelatnas, dan binaan PP Perpani dan atau dibatasi oleh skor yang akan ditetapkan

2.1. Mekanisme pengujian CBR di laboratorium ... Limbah kaleng minuman yang digunakan untuk stabilisasi tanah ... Diagram alir penelitian ... Pengambilan sampel tanah ... Limbah

Penelitian ini bertujuan untuk medeskripsikan peningkatan keterampilan guru dalam mengelola pembelajaran dan hasil belajar siswa ranah pengetahuan dan keterampilan

Fraksi yang tidak larut dengan heksan kemudian diekstraksi dengan etil asetat, disini akan larut senyawa-senyawa semi polar sedangkan senyawa yang yang polar dan

Luaran akhir dari penelitian ini adalah antarmuka sistem informasi pendataan umat yang sesuai dengan kebutuhan pengguna sehingga dapat berperan optimal serta diharapkan