• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. Kacang Bogor (Vigna subterranea (L.) Verdcourt)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. Kacang Bogor (Vigna subterranea (L.) Verdcourt)"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Kacang Bogor (Vigna subterranea (L.) Verdcourt)

Kacang bogor (Vigna subterranea (L.) Verdcourt) adalah tanaman yang berasal dari Afrika utara yang kemudian disebarkan oleh penduduk asli sampai ke Afrika selatan. Kacang ini merupakan sumber pangan kacang-kacangan terpenting kedua setelah kacang tanah di Afrika. Di daerah asalnya, kacang bogor yang belum masak penuh dimanfaatkan langsung untuk konsumsi sedangkan yang sudah kering dimanfaatkan untuk diolah menjadi tepung. Tanaman ini biasanya dibudidayakan masyarakat setempat secara tumpang sari dengan tanaman lain seperti melon (Swanevelder, 1998).

Kacang bogor merupakan tanaman herba tahunan dengan tinggi mencapai 30 cm, bercabang banyak, batang yang berdaun lateral yang berad di atas permukaan tanah (Linneman dan Azam-Ali, 1993). Daun trifoliat dengan panjang ± 5cm, petiol dengan panjang sampai 15 cm, tanaman tampak merumpun dengan daun yang bertangkai panjang, bunga bertipe kupu-kupu (Papilionaceous) yang muncul dari ketiak daun dengan tangkai bunga yang berbulu. Seperti kacang tanah, setelah mengalami penyerbukan bunga akan membentuk ginofor yang akan masuk ke dalam permukaan tanah dan membentuk polong. Polong dari tanaman ini berdiameter ± 1.5 cm (Swanevelder, 1998). Morfologi tanaman kacang bogor ditampilkan pada Gambar 1.

Kacang bogor memiliki karakteristik yang hampir sama dengan kacang tanah baik morfologi maupun lingkungan tumbuhnya. Kacang ini dapat tumbuh pada kondisi lingkungan yang cocok untuk pertumbuhan kacang tanah. Tanaman ini dapat tumbuh pada ketinggian 1600 m di atas permukaan laut dengan rata-rata curah hujan musiman 600-750 mm dan untuk hasil yang optimum dibutuhkan rata-rata curah hujan tahunan 750-900 mm dengan suhu rata-rata 20o C sampai 28o C. Tanaman ini tumbuh baik pada tanah lempung berpasir dengan pH 5.0 sampai 6.5 dan cukup toleran juga untuk tumbuh pada tanah miskin hara (Linneman dan Azam-Ali, 1993).

(2)

Hama dan penyakit yang menyerang tanaman kacang tanah ditemukan juga menyerang tanaman kacang bogor (Linneman dan Azam-Ali, 1993). Pada kondisi lingkungan terlalu lembab tanaman ini dapat terserang penyakit yang disebabkan oleh cendawan seperti bercak daun (Cercospora sp.), layu fusarium, dan busuk batang (Sclerotium sp.) (Beggeman dalam Heller et al., 1997).

Gambar 1. Morfologi tanaman kacang bogor (Vigna subterranea (L.) Verdcourt). 1. Sifat pembungaan; 2. Bunga; 3. Buah; 4. Benih. (sumber: Van der Maesen dan Somaatmadja, 1989).

(3)

Tanaman kacang bogor memiliki tipe perkecambahan hypogeal. Benih tanaman ini akan mulai berkecambah pada 7 sampai 15 hari setelah tanam (Linneman dan Azam-Ali, 1993). Bunga akan muncul mulai dari 35 hari setelah tanam dan berakhir selama tanaman hidup. Pembentukan polong berlangsung selama 30-40 hari setelah bunga mengalami penyerbukan (Swanevelder, 1998). Menurut Hamid (2009), pada umur 56 HST, 75 % tanaman kacang bogor sudah berbunga dan pada 70 HST tanaman kacang bogor sudah berbunga 100 %.

Di daerah asalnya umur tanaman ini berkisar antara 110-150 hari sampai siap untuk dipanen. Tanaman akan dipanen ketika tanaman sudah mulai menguning atau ketika 80 % polong sudah masak. Jika polong sudah masak, tanaman ini sudah bisa dipanen walaupun daunnya masih berwarna hijau (Department of Agriculture, Forestry, and Fisheries, Republic of South Africa, 2009). Di Indonesia, tanaman kacang bogor dipanen pada 17 atau 18 MST disesuaikan dengan kondisi cuaca pada waktu pemanenan (Hamid, 2009). Begitupun dinyatakan oleh Redjeki (2007) bahwa umur kacang bogor di Indonesia sampai bisa dilakukan pemanenan berkisar antara 4-5 bulan.

Tingkat Masak Benih

Menurut Sadjad (1983), mutu benih yang berkaitan dengan vigor benih dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu faktor innate, faktor induced, dan faktor enforced. Faktor innate adalah faktor genetik benih yang akan menentukan vigor awal. Faktor induced berkaitan dengan kondisi tanaman induk saat di lapang sedangkan faktor enforced berkaitan dengan kondisi lingkungan simpan ketika benih disimpan.

Salah satu faktor induced yang penting adalah penentuan umur panen. Menurut Sadjad (1983), proses pemasakan benih adalah segala sesuatu proses yang berlangsung sejak pembuahan sampai benih dipanen. Selama proses pemasakan tersebut terjadi peningkatan daya berkecambah benih, vigor, dan berat kering benih. Benih yang bermutu dapat dicapai pada saat masak fisiologis karena pada saat itu telah tercapai berat kering dan vigor benih maksimum. Benih yang sudah masak fisiologis akan mampu menghasilkan produksi yang maksimal.

Savagatruv dalam Saenong dan Bahar (1986) melaporkan bahwa benih yang terlambat dipanen akan menyebabkan benih mengalami penurunan mutu

(4)

sehingga menyebabkan terjadinya pengkerutan kulit benih karena pengusangan di lapangan akibat cuaca buruk. Saenong dan Bahar (1986) menyatakan bahwa umur panen yang tepat pada benih jagung akan sangat berpengaruh terhadap mutu benih terutama pada musim kemarau. Jagung varietas Arjuna yang ditanam di Bogor yang dipanen pada umur 104 sampai 111 hari setelah tanam lebih tahan disimpan dibandingkan dengan umur panen lainnya. Mutu fisiologis yang rendah akan menyebabkan produksi tanaman yang rendah. Pemanenan yang dilakukan terlambat atau terlalu awal sebelum masak fisiologis menyebabkan kebocoran zat benih yang lebih besar dibandingkan dengan benih yang dipanen pada kisaran masak fisiologis, sehingga menyebabkan vigor awal benih yang cukup rendah.

Menurut Waemata dan Ilyas (1989), masak fisiologis benih kacang buncis varietas lokal Bandung yaitu 30 hari setelah berbunga (HSB) yang dapat dibuktikan melalui kadar air benih yang terus menurun sampai 30 HSB, bobot kering benih maksimum, dan vigor kekuatan tumbuh maksimum pada saat 30 HSB. Menurut Kartika dan Ilyas (1994) pada benih kacang jogo (Phaseolus vulgaris L.) yang dipanen pada umur 30 dan 33 HSB akumulasi bobot kering hampir mencapai maksimum dan persentase perkecambahan serta vigor benih juga cukup tinggi. Pada umur 36 HSB bobot kering dan daya berkecambah benih telah mencapai maksimum. Benih yang dipanen pada saat lewat masak fisiologis yaitu pada 39 HSB, telah mengalami kemunduran yang ditunjukkan oleh daya berkecambah yang menurun.

Setyaningsih (2002) melaporkan bahwa perbedaan tingkat masak pada benih adas (Foeniculum vulgare Mill.) berpengaruh terhadap efektivitas perlakuan invigorasi (osmoconditioning-PEG, osmoconditioning-KNO3, dan

matriconditioning-vermikulit). Perlakuan invigorasi efektif digunakan pada tingkat masak cokelat dibandingkan dengan masak hijau dan masak kuning yang ditunjukkan dengan daya berkecambah dan bobot kering kecambah normal tertinggi serta waktu perkecambahan yang lebih singkat.

Benih yang telah mencapai masak fisiologis menunjukkan perkembangan maksimum karena embrio telah terbentuk sempurna dan bobot kering cadangan makanan sudah mencapai maksimum. Benih yang dipanen pada umur yang berbeda akan memilki viabilitas benih yang berbeda juga. Benih yang dipanen

(5)

sebelum masak fisiologis akan menghasilkan daya berkecambah benih yang rendah dan tegakan tidak kuat karena cadangan makanan belum terbentuk sempurna. Benih yang dipanen pada saat lewat masak fisiologis akan memilki viabilitas yang rendah juga karena sudah mengalami penurunan viabilitas akibat deraan cuaca selama di lapangan (Copeland dan McDonald, 2001).

Matriconditioning

Perkecambahan benih dimulai saat terjadi imbibisi air ke dalam benih. Tingkat imbibisi yang terjadi dipengaruhi oleh komposisi benih, impermeabilitas lapisan luar benih, dan ketersediaan air. Ketersediaan air untuk imbibisi tergantung pada potensial air sel. Potensial air sel tersebut merupakan hasil dari tiga potensial yaitu tekanan matriks dinding sel, konsentrasi osmotik sel, dan tekanan turgor sel (Copeland dan McDonald, 2001).

Menurut Khan et al. (1990), banyak cara yang dapat digunakan untuk untuk memperbaiki perkecambahan benih, yaitu presoaking, matriconditioning, wetting and drying, humidifying, osmoconditioning, aerasi oksigen, dan pregermination. Conditioning yang efektif dan paling mudah dilakukan adalah matriconditioning. Matriconditioning berbeda dengan osmoconditioning atau priming. Matriconditioning adalah istilah yang sesuai untuk conditioning yang menggunakan media yang memiliki potensial matriks.

Media yang digunakan untuk matriconditioning harus memenuhi syarat sebagai berikut: 1. memiliki potensial matriks yang tinggi dan potensial osmotik yang dapat diabaikan, 2. kelarutan dalam air rendah dan dapat utuh selama matriconditioning, 3. merupakan bahan kimia inert dan tidak beracun, 4. kapasitas daya pegang air yang cukup tinggi, 5. kemampuan aerasi tinggi, mampu untuk tetap kering, dan bebas dari serbuk, 6. memiliki permukaan yang cukup luas, 7. kerapatan ruang yang besar dan kerapatan isi yang rendah, dan 8. mampu menempel pada permukaan benih. Bahan-bahan yang berkarakteristik seperti itu diantaranya adalah kalsium silikat, Micro-Cel E, dan Zonolit vermikulit (Khan et al., 1990).

Berbagai penelitian yang sudah dilakukan membuktikan bahwa perlakuan matriconditioning dapat meningkatkan viabilitas dan vigor benih lebih baik dibandingkan dengan perlakuan hidrasi lain. Matriconditioning terbukti berhasil

(6)

memperbaiki viabilitas dan vigor benih kacang-kacangan dan sayur-sayuran. Matriconditioning mampu menurunkan waktu perkecambahan dan meningkatkan daya perkecambahan benih serta meningkatkan kemampuan tumbuh dan produksi di lapangan (Khan et al., 1990).

Yunitasari dan Ilyas (1994) melaporkan bahwa abu gosok, serbuk gergaji, tanah andosol, dan pasir kuarsa dapat digunakan sebagai media matriconditioning. Bahan-bahan tersebut secara ideal memiliki sebagian sifat-sifat yang dimiliki media yang sudah sering digunakan untuk matriconditioning. Abu gosok dan serbuk gergaji lebih efektif dibandingkan pasir kuarsa. Sifat efektifnya ditunjukkan dengan berkurangnya waktu yang dibutuhkan untuk berkecambah 50 % (T50) serta meningkatkan bobot kering kecambah normal. Hartini (1997)

melaporkan bahwa perlakuan matriconditioning menggunakan abu gosok atau serbuk gergaji tanpa GA3 dengan perbandingan benih : media : air, masing masing

9 : 6 : 10.5 selama 17 jam dan 9 : 5 : 13 selama 12 jam dapat meningkatkan viabilitas dan vigor pada semua periode simpan (0, 8, 16, dan 24 minggu).

Madiki (1998) menyatakan bahwa perlakuan matriconditioning dengan abu gosok pada benih padi mampu meningkatkan viabilitas dan vigor benih lebih baik dibandingkan dengan perlakuan osmoconditioning dan kontrol. Andreoli dan Khan (1999) melaporkan bahwa perlakuan matriconditioning yang diintegrasikan dengan 200 µM GA terbukti efektif untuk meningkatkan perkecambahan benih cabai dan tomat. Handayani (1999) juga melaporkan bahwa matriconditoning plus Benlate 0.5 % dapat meningkatkan kecepatan tumbuh dan menurunkan waktu perkecambahan benih cabai lebih baik dibandingkan dengan kontrol atau perlakuan matriconditoning tanpa fungisida.

Kalsium silikat, Micro-Cel E, dan Zonolit vermikulit adalah bahan yang masih sangat sulit didapatkan di Indonesia selain itu harganya cukup mahal. Sebagai alternatif, pada perkembangan penelitian selanjutnya digunakan media padatan lain yang memiliki karakteristik dan ciri-ciri yang hampir sama dengan media tersebut, lebih murah, dan mudah didapatkan. Media padatan tersebut diantaranya adalah abu gosok, arang sekam, pasir kuarsa, serbuk gergaji, dan tanah andosol (Suryani, 2003).

(7)

Perlakuan matriconditioning biasanya diintegrasikan dengan bahan lain sesuai kebutuhan. Untari (2003) menyatakan bahwa perlakuan matriconditioning yang diintegrasikan dengan minyak cengkeh dengan konsentrasi dibawah 0.1 % pada benih cabai menunjukkan peningkatan vaibilitas dan vigor benih serta menurunkan tingkat kontaminasi Colletotricum capsici. Menurut Ilyas et al. (2003) perlakuan benih dengan matriconditioning plus inokulan Bradyrhizobium japonicum yang dikombinasikan Azospirillum lipoferum atau pemupukan N dengan dosis 12.5 kg/ha pada tanaman kedelai yang dilakukan di Bogor menunjukkan peningkatan pertumbuhan tanaman.

Perlakuan matriconditioning menggunakan arang sekam plus B. japonicum dan A. lipoferum selama 12 jam pada suhu kamar dapat meningkatkan mutu benih dan pertumbuhan tanaman kedelai. Hal tersebut ditunjukkan dengan daya hantar listrik yang rendah, kecepatan tumbuh relatif yang lebih singkat, daya berkecambah, indeks vigor, jumlah nodul, bobot kering akar, dan bobot kering tajuk yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol dan perlakuan invigorasi benih lainnya (Ningsih, 2003). Perlakuan matriconditioning plus B. japonicum dan A. lipoferum selama 12 jam dan perlakuan pemupukan N sampai dosis 12.5 kg urea/ha lebih meningkatkan pertumbuhan tanaman, hasil kedelai, dan mutu benih yang dihasilkan. Namun ketika dosis ditingkatkan sampai 25 kg urea/ha terjadi penurunan pada setiap peubah yang diamati (Faisal, 2005).

Perlakuan benih dengan matriconditioning yang dintegrasikan dengan hormon tumbuhan untuk meningkatkan perkecambahan atau menggunakan pestisida atau biopestisida untuk melindungi benih dari serangan patogen terbawa benih dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil panen sayuran dan meningkatkan kualitas benih. Perlakuan matriconditioning pada beberapa tanaman hortikultura mampu meningkatkan daya berkecambah benih, indeks vigor, dan keserempakan tumbuh (Ilyas, 2006).

Astuti (2009) melaporkan bahwa perlakuan matriconditioning efektif untuk meningkatkan viabilitas dan vigor benih pada tolok ukur daya berkecambah, indeks vigor, dan kecepatan tumbuh relatif, terutama benih yang diberi perlakuan matriconditioning plus minyak cengkeh 0.1 % atau matriconditioning plus Benlox 0.1 %. Rachmawati (2009) menyatakan bahwa

(8)

perlakuan matriconditioning plus bakterisida sintetik ataupun nabati (Agrept 0.2 % atau minyak serai wangi 1 %) terbukti dapat meningkatkan mutu fisiologis dan patologis benih padi. Perlakuan matriconditioning plus bakterisida sintetik (Agrept 0.2 %) ataupun nabati (minyak serai wangi 1 %) memperlihatkan peningkatan pada peubah vigor benih.

Rhizobium sp.

Rhizobium sp. adalah salah satu jenis bakteri gram negatif yang bersifat selektif untuk berasosiasi dengan akar tanaman kacang-kacangan dalam membentuk bintil akar yang mampu memfiksasi nitrogen dari udara yang menambah ketersediaan N untuk pertumbuhan tanaman. Rhizobium sp. strain tertentu hanya cocok untuk menginfeksi bagian akar tanaman kacang-kacangan tertentu, sebagai contoh Rhizobium trifolii hanya dapat menginfeksi dengan baik pada akar rambut tanaman semanggi sedangkan Rhizobium meliloti menginfeksi akar rambut tanaman alfalfa (Dazzo dan Truchet, 1984).

Rhizobium sp. memiliki struktur dinding sel yang tipis, berlapis tiga, dengan kandungan lipid yang tinggi tidak berspora. Terdapat empat genus Rhizobium sp. yang dapat bersimbiosis dengan tanaman kacang-kacangan untuk memfiksasi N yaitu: Rhizobium (Rhizobium leguminosarum, Rhizobium fredii), Azhorhizobium (Azhorhizobium caulinodans) yang ditemukan membentuk bintil batang pada tanaman Sesbania grandifloria yang merupakan salah satu tanaman sayuran tropis, Bradyrhizobium (Bradyrhizobium japonicum), dan Mesorhizobium (Mesorhizobium loti dan Mesorhizobium ciceri) (Gobat et al., 2004).

Rhizobium sp. akan berinteraksi dengan tanaman tertentu dan akan bersimbiosis untuk menghasilkan bintil akar yang berbeda-beda. Bintil akar dapat berbentuk bola, silindris, datar, bundar, berbentuk cabang seperti karang, dan juga dapat berbentuk tidak beraturan (Kusnidar, 2004). Menurut Subba Rao (1994) proses pembentukan bintil akar dimulai dari kolonisasi Rhizobium sp. pada akar tanaman karena adanya eksudat akar tanaman berupa gula, asam amino, vitamin, dan lektin. Indole acetic acid (IAA) yang dihasilkan oleh Rhizobium sp. atau bakteri lain akan membengkokan bulu-bulu akar dan Rhizobium sp. akan masuk melalui bulu akar yang bengkok kemudian akan membentuk benang-benang saluran infeksi. Benang tersebut masuk ke dalam sel-sel korteks akar kemudian

(9)

bakteri akan menempati sitoplasma membentuk jaringan bakteroid yang akan merangsang sel korteks untuk aktif membelah. Pembelahan sel akan menyebabkan pembengkakkan jaringan membentuk struktur bintil yang berisi Rhizobium sp. dan terlihat menonjol yang disebut bintil akar.

Somasegaran et al. dalam Linneman dan Azam-Ali (1993) dalam kajian terhadap 23 strain Rhizobium sp. melaporkan bahwa Bradyrhizobium strain TAL 169 yang diisolasi dari dari tanaman cowpea, menunjukkan efektivitas yang lebih baik ketika bersimbiosis dengan tanaman kacang bogor pada pengujian yang dilakukan di dalam rumah kaca di Hawai. Pada percobaan lebih lanjut, strain ini pun menunjukkan efektivitas yang konsisten pada sepuluh genotipe yang diujikan. Brooks et al. dalam Linneman dan Azam-Ali (1993) melakukan pengujian efektivitas pada enam strain NifTAL dan 13 strain Rhizobium sp. lokal Afrika barat dari asesi kacang bogor yang berasal dari Ghana dan Togo. Mereka menemukan lima dari enam strain NifTAL dan dua dari strain lokal Afrika Barat, efektif membentuk bintil akar potensial dibandingkan dengan kontrol.

Peningkatan penambatan N tanaman dapat dilakukan dengan penambahan inokulan Rhizobium sp.. Inokulasi Rhizobium sp. pada benih kedelai akan memberikan pengaruh terhadap kesuburan tanaman kedelai sehingga mampu berproduksi dengan baik, kualitas biji kedelai yang dihasilkan menjadi lebih baik karena kandungan proteinnya lebih tinggi, mengurangi jumlah biaya karena pemberian pupuk N akan berkurang, dan tidak membahayakan lingkungan karena Rhizobium sp. tidak bersifat sebagai racun (Adisarwanto dan Wudianto, 2002).

Saraswati et al. (2000) menyatakan bahwa pemberian Rhizobium sp. dalam bentuk pupuk hayati Rhizo-plus yang merupakan pengembangan dari inokulan Rhizobium sp.komersial hasil produksi Indonesia, pada aplikasi di lapangan tanpa menggunakan pupuk urea dengan 50 kg/ha TSP dan 100 kg/ha KCl dapat meningkatkan hasil kedelai dibandingkan dengan rekomendasi pemupukan standar.

Hartadi et al. (2000) menyatakan bahwa simbiosis ganda antara Rhizobium sp. dan mikoriza vesicular arbuskular (MVA) pada tanaman kedelai di lahan masam terbukti mampu meningkatkan efisiensi pemupukan fosfat, menghemat pemupukan nitrogen, dan kapur pertanian. Sugiharto et al. (2000) menambahkan

(10)

bahwa pemberian inokulan mikoriza, Rhizobium sp. dan gabungan keduanya cenderung meningkatkan pertumbuhan generatif tanaman kedelai dalam hal indeks panen walaupun pemberian inokulan gabungan antara Rhizobium sp. dan mikoriza memberikan hasil yang lebih baik jika dibandingkan dengan pemberian inokulan tunggal ataupun kontrol.

Remans et al. (2008) melaporkan bahwa coinoculation Rhizobium sp. dan Azospirillum sp. menghasilkan respon peningkatan fiksasi N tanaman dan peningkatan hasil panen yang bervariasi pada berbagai jenis kacang-kacangan. Kusnidar (2004) melaporkan bahwa inokulasi Rhizobium strain RD-59 mampu bersimbiosis dengan baik dengan tanaman kacang tanah varietas Pelanduk. Pertumbuhan tanaman yang terjadi menunjukkan hasil yang sama baiknya dengan penggunaan 100 ppm N yang setara dengan 450 kg/ha urea.

Gambar

Gambar 1.  Morfologi  tanaman kacang bogor (Vigna subterranea  (L.)  Verdcourt). 1. Sifat pembungaan; 2

Referensi

Dokumen terkait

Dalam proses pembelajaran sehari-hari peserta didik slow learner mengalami kesulitan untuk memahami materi belajar yang disampaikan oleh guru di kelas, karena cara penyampaian

pada paket Pekerjaan Jasa Konsultansi Perencanaan Pendataan Bangunan Gedung.. (Lelang Ulang), dengan ini Kami mengundang Saudara untuk hadir dalam

Koefisien determinant digunakan untuk menjelaskan kontrol variable terhadap devendent variable, semakin besar koefisien determinan semakin baik kemampuan variable

Manfaat Penelitian: Dapat mengetahui hubungan kebiasaan digendong dengan kemampuan berguling pada anak usia 20 minggu. Metedo Penelitian: Jenis penelitian dalam penelitian ini

Dr.Diah Karmiyati.,M.Si, selaku pembimbing pertama saya yang membantu saya, memberikan masukan dan ilmu kepada saya selama saya mengerjakan thesis saya hingga

Jika mengacu pada UUD NRI 1945 Pasal 24 A ayat 1 yang menyatakan bahwa “Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan

Abstrak: Penelitian ini bertujuan menguji pengaruh ekspektasi kinerja, ekspektasi usaha, faktor sosial, kesesuaian tugas teknologi dan kondisi yang memfasilitas

Terakhir dan yang paling utama dalam aturan keuangan Islam adalah aktivitas yang dilakukan didasarkan pada keabsahan kontrak yang tidak membolehkan institusi untuk