• Tidak ada hasil yang ditemukan

DOCRPIJM 1506650299BAB VI .doc RPI2JM ACEH TENGAH pdf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "DOCRPIJM 1506650299BAB VI .doc RPI2JM ACEH TENGAH pdf"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

Tahun 2016 - 2020 Page VI-1 BAB VI

ASPEK TEKNIS PER SEKTOR

Bagian ini menjabarkan rencana pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya

yang mencakup empat sektor yaitu pengembangan permukiman, penataan bangunan dan

lingkungan,pengembangan air minum, serta pengembangan penyehatan lingkungan

permukiman yang terdiri dari air limbah, persampahan, dan drainase. Penjabaran

perencanaan teknis untuk tiap-tiap sektor dimulai dari pemetaan isu-isu strategis yang

mempengaruhi, penjabaran kondisi eksisting sebagai baseline awal perencanaan, serta

permasalahan dan tantangan yang harus diantisipasi. Tahapan berikutnya adalah analisis

kebutuhan dan pengkajian terhadap program-program sektoral, dengan

mempertimbangkan kriteria kesiapan pelaksanaan kegiatan. Kemudian dilanjutkan

dengan merumuskan usulan program dan kegiatan yang dibutuhkan.

6.1 Pengembangan Permukiman

Berdasarkan UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman,

permukiman didefinisikan sebagai bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih

dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta

mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau perdesaan.

Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari pengembangan permukiman kawasan

perkotaan dan kawasan perdesaan.

Pengembangan permukiman kawasan perkotaan terdiri dari pengembangan

kawasan permukiman baru dan peningkatan kualitas permukiman kumuh, sedangkan

untuk pengembangan kawasan perdesaan terdiri dari pengembangan kawasan

permukiman perdesaan, kawasan pusat pertumbuhan, serta desa tertinggal.

6.1.1 Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan

Arahan kebijakan pengembangan permukiman mengacu pada amanat peraturan

(2)

Tahun 2016 - 2020 Page VI-2 1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka

Panjang Nasional. Arahan RPJMN Tahap 3 (2015-2019) menyatakan bahwa

pemenuhan kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana

pendukung bagi seluruh masyarakat terus meningkat, sehingga kondisi tersebut

mendorong terwujudnya kota tanpa permukiman kumuh pada awal tahapan RPJMN

berikutnya.

2. Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.

Pasal 4 mengamanatkan bahwa ruang lingkup penyelenggaraan perumahan dan

kawasan permukiman juga mencakup penyelenggaraan perumahan (butir c),

penyelenggaraan kawasan permukiman (butir d), pemeliharaan dan perbaikan

(butir e), serta pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh

dan permukiman kumuh (butir f).

3. Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun. Pasal 15

mengamanatkan bahwa pembangunan rumah susun umum, rumah susun khusus,

dan rumah susun negara merupakan tanggung jawab pemerintah.

4. Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan

Kemiskinan. Peraturan ini menetapkan salah satunya terkait dengan

penanggulangan kemiskinan yang diimplementasikan dengan penanggulangan

kawasan kumuh.

5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan

Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang. Peraturan ini menetapkan target

berkurangnya luas permukiman kumuh di kawasan perkotaan sebesar 10% pada

tahun 2014. Mengacu pada Permen PU No. 08/PRT/M/2010 tentang Organisasi dan

Tata Kerja Kementerian Pekerjaan Umum maka Direktorat Pengembangan

Permukiman mempunyai tugas di bidang perumusan dan pelaksanaan kebijakan,

pembinaan teknik dan pengawasan teknik, serta standardisasi teknis dibidang

pengembangan permukiman.

(3)

Tahun 2016 - 2020 Page VI-3 a. Isu Strategis Pengembangan Permukiman

Berbagai isu strategis yang berpengaruh terhadap pengembangan permukiman di

kabupaten Aceh Tengah saat ini adalah:

 mengimplementasikan konsepsi pembangunan berkelanjutan serta mitigasi dan

adaptasi terhadap perubahan iklim.

 percepatan pencapaian target MDGs 2020 yaitu penurunan proporsi rumah tangga

kumuh perkotaan.

 perlunya dukungan terhadap pelaksanaan Program-Program Direktif Presiden yang

tertuang dalam MP3EI dan MP3KI.

 meminimalisir penyebab dan dampak bencana sekecil mungkin.

 meningkatnya urbanisasi yang berimplikasi terhadap proporsi penduduk perkotaan

yang bertambah, tingginya kemiskinan penduduk perkotaan, dan bertambahnya

kawasan kumuh.

 belum optimalnya pemanfaatan Infrastruktur Permukiman yang sudah dibangun.  perlunya kerjasama lintas sektor untuk mendukung sinergitas dalam

pengembangan kawasan permukiman.

 belum optimalnya peran pemerintah daerah dalam mendukung pembangunan

permukiman. Ditopang oleh belum optimalnya kapasitas kelembagaan dan kualitas

sumber daya manusia serta perangkat organisasi penyelenggara dalam memenuhi

standar pelayanan minimal di bidang pembangunan perumahan dan permukiman.

Tabel 6.1 Isu-Isu Strategis Sektor Pengembangan Permukiman Skala Kabupaten

no Isu strategis keterangan

1. Kabupaten Aceh Tengah Mempunyai beberapa

Kawasan Straregis Kabupaten dibidang sosial

budaya yaitu Situs Kerajaan Linge dikecamatan

Linge, Situs Arkeologi Mendale di Kecamatan

(4)

Tahun 2016 - 2020 Page VI-4 Kecamatan Bintang.

2. Kabupaten Aceh Tengah mempunyai kawasan

wisata danau laut tawar, Kawasan Perkebunan dan

pertanian serta Kawasan Perternakan Ketapang

yang sangat perlu untuk dikembanggkan.

3. Kebutuhan masyarakat di Kabupaten Aceh Tengah

akan perumahan yang semakin meningkat

terutama di perkotaan, mengakibatkan alih fungsi

lahan tidak terbendung, sehinggga sangat

diperlukan penataan yang baik dan efisien.

4. Kebutuhan akan Jalan di dalam kabupaten Aceh

Tengah untuk mempertahankan peran dan fungsi

prasarana jalan lingkungan sebagai pengungkit

dan pengunci dalam pengembangan wilayah dalam

berbagai gangguan bencala alam, maupun

kesalahan penggunaan dan pemanfaatan jalan,

disamping juga memenuhi kebutuhan aksesibilitas

kawasan produksi.

5. Meningkatkan keterpaduan penanganan drainase

dari lingkungan terkecil hingga wilayah yang lebih

luas dalam kabupaten Aceh Tengah karena masih

banyak fungsi aliran drainase untuk pembuangan

limbah rumah tangga dan limbah lainnya belum

ada pengelolaan yang baik sehingga drainase

(5)

Tahun 2016 - 2020 Page VI-5

6. Makin meningkatnya kesadaran masyarakat di

Kabupaten Aceh Tengah terhadap aspek kesehatan

akan menuntut pelayanan sanitasi sesuai dengan

kriteria kesehatan dan standar teknis.

7. Memperluas akses pelayanan sanitasi dan

peningkatan kualitas fasilitas sanitasi masyarakat

di Kabupaten Aceh Tengah yang akan berpengaruh

terhadap kualitas kehidupan dan daya saing

sebuah kota dan sebagai bagian dari jasa layanan

publik dan kesehatan.

8. Keandalan bangunan terhadap bencana alam

melalui pemenuhan persyaratan teknis dan

persyaratan administrasi/perizinan belum terpenuhi

di Kabupaten Aceh Tengah.

9. Kesadaran masyarakat dalam membangun

bangunan gedung belum memperhatikan daya

dukung lingkungan, sehingga dapat meminimalkan

terjadinya banjir, longsor, kekumuhan dan rawan

kriminalitas.

10. Belum adanya penerapan konsep gedung ramah

(6)

Tahun 2016 - 2020 Page VI-6 penggunaan energi sekaligus mengurangi emisi

gas dan efek rumah kaca dalam kerangka mitigasi

dan adaptasi terhadap isu pemanasan global.

11. Belum maksimalnya peran aktif dari pemangku

kepentingan dalam penyelenggaraan

pembangunan di bidang perumahan.

12. Keterbatasan akses masyarakat berpenghasilan

menengah kebawah terhadap lahan untuk

perumahan serta terbatasnya anggaran

pemerintah dalam memfasilitasi penyediaan

perumahan yang layak huni, terutama bagi

masyarakat berpenghasilan rendah.

13. Belum sepenuhnya Rencana Tata Ruang Wilayah

Kabupaten Aceh Tengah menjadi acuan dalam

penyusunan program-program pembangunan dan

panduan bagi masyarakat untuk memanfaatkan

ruang yang sesuai rencana tata ruang.

14. Belum optimalnya ketaatan masyarakat terhadap

rencana tata ruang, khususnya yang terkait

dengan alih fungsi lahan produktif untuk

(7)

Tahun 2016 - 2020 Page VI-7

15. Belum sepenuhnya masyarakat mendapatkan

akses terhadap air minum yang layak,

16. Belum optimalnya peran kabupaten/kota dalam

menyadarkan masyrakat tentang pengelolaan air

limbah yang benar,

17. Belum optimalnya sarana dan prasarana dasar

pendukung aksebilitas masyarakat miskin di

perkotaan dan perdesaan, dikarenakan

keterbatasan anggaran Daerah,

18. Belum optimalnya pelayanan exsaminasi teknis

bangunan gedung negara, bangunan gedung yang

dilindungi dan dilestarikan, dikarenakan SDM nya

yang kurang.

19. Kurangnya pemahaman di masyarakat luas

maupun aparat daerah tentang kualitas

pembangunan, sehingga perlu peningkatan

penguasaan teknologi dan penyebaran Informasi

pekerjaan di bidang cipta karya

(8)

Tahun 2016 - 2020 Page VI-8 proses pelaksanaan kegiatan bidang Cipta Karya

dan Tata Ruang, baik dari segi akses, kontrol,

partisipasi, maupun manfaatnya.

21. Lemahnya penguasaan teknologi dan akses

permodalan Badan Usaha Jasa Konstruksi.

b. Kondisi Eksisting Pengembangan Permukiman

Kondisi eksisting pengembangan permukiman hingga tahun 2012 di Kabupaten

Aceh Tengah mencakup Penyusunan 1 dokumen RP2KP, 10 dokumen RTBL KSK, untuk di

perkotaan meliputi 23 kawasan kumuh di perkotaan yang akan ditangani, 385 unit RSH

yang terbangun. Sedangkan di perdesaan adalah 6 kawasan perdesaan potensial yang

terbangun infrastrukturnya, 29 kawasan rawan bencana di perdesaan yang terbangun

infrastrukturnya, 37 desa dengan komoditas unggulan yang tertangani infrastrukturnya, dan …... desa tertinggal yang tertangani infrastrukturnya.

Kondisi eksisting pengembangan permukiman terkait dengan capaian Kabupaten

Aceh Tengah dalam menyediakan kawasan permukiman yang layak huni belum didukung

regulasi dan kebijakan yang mendukung seluruh tahapan proses perencanaan,

pembangunan, dan pemanfaatan pembangunan permukiman.

Selain itu data yang dibutuhkan untuk kondisi eksisting adalah mengenai kawasan

kumuh, jumlah RSH terbangun, dan Rusunawa terbangun di perkotaan, maupun

dukungan infrastruktur dalam program-program perdesaan seperti PISEW (RISE), PPIP,

serta kawasan potensial, rawan bencana, perbatasan, dan pulau terpencil. Data yang

dibutuhkan adalah data untuk kondisi eksisting lima tahun terakhir.

(9)

Tahun 2016 - 2020 Page VI-9

No Perda/Pergub/Perwal/Perbup/Peraturan Amanat

Kebijakan

Daerah Jenis Produk Pengaturan No./Tahun Perihal

1. Perda Bangunan Gedung Nomor 9 Tahun

2015

Bangunan

Gedung

2. Perda RTRW

Tabel 6.3 Data Kawasan Kumuh di Kabupaten Aceh Tengah

NO Lokasi Kawasan Kumuh Luas kawasan

(10)

Tahun 2016 - 2020 Page VI-10

Sumber : Keputusan Bupati Aceh Tengah No.188.55 / 775/DCKP/2014.

Tabel 6.4 Data Kondisi RSH di Kabupaten Aceh Tengah

NO Lokasi RSH Tahun

2013 Pihak Ketiga

(Masyarakat

Penerima

278 Kepala

Keluarga

(11)

Tahun 2016 - 2020 Page VI-11 Manfaat

2. Kabupaten Aceh

Tengah

2014 Pihak Ketiga

(Masyarakat

2015 Pihak Ketiga

(Masyarakat

c. Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Permukiman

Permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman di Kabupaten Aceh

Tengah antara lain:

1. Masih luasnya kawasan kumuh sebagai per mukiman tidak layak huni sehingga

dapat menyebabkan terjadinya degradasi lingkungan, dan pelayanan infrastruktur

yang masih terbatas.

2. masih terbatasnya prasarana sarana dasar pada daerah terpencil.

3. belum berkembangnya Kawasan Perdesaan Potensial.

4. alokasi tanah dan ruang yang kurang tepat akibat pasar tanah dan perumahan

yang cenderung mempengaruhi tata ruang sehingga berimplikasi pada alokasi

tanah dan ruang yang tidak sesuai dengan tujuan-tujuan pembangunan lain dan

kondisi ekologis daerah yang bersangkutan;

5. perkembangan tak terkendali daerah yang memiliki potensi untuk tumbuh dengan

mengabaikan sektor lainnya seperti sektor pertanian, hal ini berakibat pada semakin

(12)

Tahun 2016 - 2020 Page VI-12 dengan lokasi yang relatif datar/landai cocok untuk pengembangan permukiman

atau industri/perdagangan; dan

Tantangan pengembangan permukiman diantaranya:

1. Percepatan peningkatan pelayanan kepada masyarakat

2. Pencapaian target MDG’s 2015, termasuk didalamnya pencapaian Program-Program

Pro Rakyat (Direktif Presiden)

3. Rendah kemampuan keuangan pemerintah daerah terhadap pembangunan bidang

Cipta Karya khususnya kegiatan Pengembangan Permukiman .

4. Penguatan Sinergi RP2KP/RTBL KSK dalam Penyusunan RPI2JM bidang Cipta Karya

pada Kabupaten Aceh Tengah

Tabel 6.6 Identifikasi Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Permukiman

Kabupaten Aceh Tengah

2) Kurang SDM dibidang Teknis

1).Pengembangan

1)Koordinasi antar lembaga

(13)

Tahun 2016 - 2020 Page VI-13

Alokasi Pembiayaan terbatas Pembiayaan yang optimal bagi

4 Aspek Peran Serta Masyarakat /

Swasta

5 Aspek Lingkungan Permukiman

1). Permukiman tidak merata 2). Permukiman tidak terawat

sehingga menjadi kumuh

(14)

Tahun 2016 - 2020 Page VI-14 Analisis kebutuhan merupakan tahapan selanjutnya dari identifikasi kondisi

eksisting. Analisis kebutuhan mengaitkan kondisi eksisting dengan target kebutuhan yang

harus dicapai. Terdapat arahan kebijakan yang menjadi acuan penetapan target

pembangunan bidang Cipta Karya khususnya sektor pengembangan permukiman baik di

tingkat Pusat maupun di tingkat kabupaten/kota.

Di tingkat Pusat acuan kebijakan meliputi RPJMN 2010-2014, MDGs 2015 (pengurangan

proporsi rumah tangga kumuh tahun 2020), Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk

pengurangan luasan kawasan kumuh tahun 2014 sebesar 10%, arahan MP3EI dan MP3KI,

percepatan pembangunan Papua dan Papua Barat, arahan Direktif Presiden untuk program

pro-rakyat, serta Renstra Ditjen Cipta Karya 2010-2014.

Sedangkan di tingkat kabupaten meliputi target RPJMD, RTRW Kabupaten,

maupun Renstra SKPD. Analisa kebutuhan pengembangan permukiman di Kabupaten Aceh

Tengah dengan pengurangan daerah kumuh sebesar 189,595 Ha yang dibagi dalam tiga

tingkat kekumuhan yaitu sangat kumuh 8,1 Ha, kekumuhan berat 49,55 dan Kekumuhan

sedang 131,94 Ha. Acuan kebijakan tersebut hendaknya menjadi dasar pada tahapan

analisis kebutuhan pengembangan permukiman. Bagian ini merupakan uraian analisis

kebutuhan dan target pencapaian daerah pengembangan permukiman di perkotaan (tabel

6.7) dan di perdesaan (tabel 6.8). Bagi kabupaten/kota yang telah menyusun RP2KP dapat

mengadopsi rumusan analisis kebutuhan dan target pencapaian daerah yang tertuang

dalam RP2KP ke dalam isian tabel di bawah ini.

Tabel 6.7 Perkiraan Kebutuhan Program Pengembangan Permukiman di Perkotaan Untuk 5

Tahun

NO URAIAN UNIT TAHUN1 TAHUN 2 TAHUN3 TAHUN 4 TAHUN 5 KET

1 Jumlah

(15)

Tahun 2016 - 2020 Page VI-15 2 Kepadatan

Penduduk

3 Proyeksi

Persebaran

Penduduk

4 Proyeksi

Persebaran

Penduduk

Miskin

5 Sasaran

Penurunan

Kawasan

Kumuh

6 Kebutuhan

Rusunawa

7 Kebutuhan

RSH

8 Kebutuhan

Pengembang

an

Permukiman

Baru

Tabel 6.8 Perkiraan Kebutuhan Program Pengembangan Permukiman di Perdesaan yang

Membutuhkan Penanganan Untuk 5 Tahun

(16)

Tahun 2016 - 2020 Page VI-16 1 Jumlah

Penduduk

2 Kepadatan

Penduduk

3 Proyeksi

Persebaran

Penduduk

4 Proyeksi

Persebaran

Penduduk

Miskin

5 Desa

Potensial

untuk

Agropolitan

6 Desa

Potensial

untuk

Minapolitan

7 Kawasan

Rawan

Bencana

8 Desa

Kategori

Miskin

Kawasan

(17)

Tahun 2016 - 2020 Page VI-17 Komoditas

Unggulan

6.1.4 Program-Program Sektor Pengembangan Permukiman

Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari pengembangan permukiman

kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan. Pengembangan permukiman kawasan

perkotaan terdiri dari:

1. pengembangan kawasan permukiman baru dalam bentuk pembangunan Rusunawa

serta

2. peningkatan kualitas permukiman kumuh dan RSH.

Sedangkan untuk pengembangan kawasan perdesaan terdiri dari:

1. pengembangan kawasan permukiman perdesaan untuk kawasan potensial

(Agropolitan dan Minapolitan), rawan bencana, serta perbatasan dan pulau kecil,

2. pengembangan kawasan pusat pertumbuhan dengan program PISEW (RISE), desa

tertinggal dengan program PPIP dan RIS PNPM.

Selain kegiatan fisik di atas program/kegiatan pengembangan permukiman dapat

berupa kegiatan non-fisik seperti penyusunan RP2KP dan RTBL KSK ataupun review

bilamana diperlukan.

Pengembangan Kawasan Permukiman Perkotaan  Infrastruktur kawasan permukiman kumuh  Infrastruktur permukiman RSH

 Rusunawa beserta infrastruktur pendukungnya

Pengembangan Kawasan Permukiman Perdesaan :

 Infrastruktur kawasan permukiman perdesaan potensial (Agropolitan/Minapolitan)  Infrastruktur kawasan permukiman rawan bencana

 Infrastruktur kawasan permukiman perbatasan dan pulau kecil  Infrastruktur pendukung kegiatan ekonomi dan sosial (PISEW)  infrastruktur perdesaan PPIP

(18)

Tahun 2016 - 2020 Page VI-18 Adapun alur fungsi dan program pengembangan permukiman tergambar dalam gambar

6.1.

Gambar 6.1 Alur Program Pengembangan Permukiman

Sumber: Dit. Pengembangan Permukiman, 2012

Kriteria Kesiapan (Readiness Criteria)

Dalam pengembangan permukiman terdapat kriteria yang menentukan, yang terdiri

dari kriteria umum dan khusus, sebagai berikut.

1. Umum

 Ada rencana kegiatan rinci yang diuraikan secara jelas.

(19)

Tahun 2016 - 2020 Page VI-19  Kesiapan lahan (sudah tersedia).

 Sudah tersedia DED.

 Tersedia Dokumen Perencanaan Berbasis Kawasan (RP2KP, RTBL KSK,

Masterplan. Agropolitan & Minapolitan, dan KSK)

 Tersedia Dana Daerah untuk Urusan Bersama (DDUB) dan dana daerah

untuk pembiayaan komponen kegiatan sehingga sistem bisa berfungsi.

 Ada unit pelaksana kegiatan.

 Ada lembaga pengelola pasca konstruksi.

2. Khusus

Rusunawa

 Kesediaan Pemda utk penandatanganan MoA  Dalam Rangka penanganan Kws. Kumuh

 Kesanggupan Pemda menyediakan Sambungan Listrik, Air  Minum, dan PSD lainnya

 Ada calon penghuni

RIS PNPM

 Sudah ada kesepakatan dengan Menkokesra.

 Desa di kecamatan yang tidak ditangani PNPM Inti lainnya.  Tingkat kemiskinan desa >25%.

 Bupati menyanggupi mengikuti pedoman dan menyediakan BOP minimal 5%

dari BLM.

PPIP

 Hasil pembahasan dengan Komisi V - DPR RI

 Usulan bupati, terutama kabupaten tertinggal yang belum itangani program

Cipta Karya lainnya

 Kabupaten reguler/sebelumnya dengan kinerja baik  Tingkat kemiskinan desa >25%

(20)

Tahun 2016 - 2020 Page VI-20  Berbasis pengembangan wilayah

 Pembangunan infrastruktur dasar perdesaan yang mendukung (i)

transportasi, (ii) produksi pertanian, (iii) pemasaran pertanian, (iv) air bersih

dan sanitasi, (v) pendidikan, serta (vi) kesehatan  Mendukung komoditas unggulan kawasan

Selain kriteria kesiapan seperti di atas terdapat beberapa kriteria yang harus

diperhatikan dalam pengusulan kegiatan pengembangan permukiman seperti untuk

penanganan kawasan kumuh di perkotaan. Mengacu pada UU No. 1/2011 tentang

Perumahan dan Kawasan Permukiman, permukiman kumuh memiliki ciri (1)

ketidakteraturan dan kepadatan bangunan yang tinggi, (2) ketidaklengkapan prasarana,

sarana, dan utilitas umum, (3) penurunan kualitas rumah, perumahan, dan permukiman,

serta prasarana, sarana dan utilitas umum, serta (4) pembangunan rumah, perumahan,

dan permukiman yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah. Lebih lanjut

kriteria tersebut diturunkan ke dalam kriteria yang selama ini diacu oleh Ditjen. Cipta

Karya meliputi sebagai berikut:

1. Vitalitas Non Ekonomi

a. Kesesuaian pemanfaatan ruang kawasan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota

atau RDTK, dipandang perlu sebagai legalitas kawasan dalam ruang kota.

b. Fisik bangunan perumahan permukiman dalam kawasan kumuh memiliki indikasi

terhadap penanganan kawasan permukiman kumuh dalam hal kelayakan suatu

hunian berdasarkan intensitas bangunan yang terdapat didalamnya.

c. Kondisi Kependudukan dalam kawasan permukiman kumuh yang dinilai,

mempunyai indikasi terhadap penanganan kawasan permukiman kumuh

berdasarkan kerapatan dan kepadatan penduduk.

2. Vitalitas Ekonomi Kawasan

a. Tingkat kepentingan kawasan dalam letak kedudukannya pada wilayah kota,

(21)

Tahun 2016 - 2020 Page VI-21 b. Fungsi kawasan dalam peruntukan ruang kota, dimana keterkaitan dengan faktor

ekonomi memberikan ketertarikan pada investor untuk dapat menangani kawasan

kumuh yang ada. Kawasan yang termasuk dalam kelompok ini adalah pusat-pusat

aktivitas bisnis dan perdagangan seperti pasar, terminal/stasiun, pertokoan, atau

fungsi lainnya.

c. Jarak jangkau kawasan terhadap tempat mata pencaharian penduduk kawasan

permukiman kumuh.

3. Status Kepemilikan Tanah

a. Status pemilikan lahan kawasan perumahan permukiman.

b. Status sertifikat tanah yang ada.

4. Keadaan Prasarana dan Sarana: Kondisi Jalan, Drainase, Air bersih, dan Air limbah.

5. Komitmen Pemerintah Kabupaten/Kota

a. Keinginan pemerintah untuk penyelenggaraan penanganan kawasan kumuh dengan

indikasi penyediaan dana dan mekanisme kelembagaan penanganannya.

b. Ketersediaan perangkat dalam penanganan, seperti halnya rencana penanganan

(grand scenario) kawasan, rencana induk (master plan) kawasan dan lainnya.

6.1.5 Usulan Program dan Kegiatan

a. Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan Permukiman

Setelah melalui tahapan analisis kebutuhan untuk mengisi kesenjangan antara

kondisi eksisting dengan kebutuhan maka perlu disusun usulan program dan kegiatan.

Namun usulan program dan kegiatan terbatasi oleh waktu dan kemampuan pendanaan

pemerintah kabupaten/kota. Sehingga untuk jangka waktu perencanaan lima tahun dalam

RPI2JM dibutuhkan suatu kriteria untuk menentukan prioritasi dari tahun pertama hingga

kelima.

Dengan memperhatikan kriteria kesiapan maka dapat dirumuskan usulan program

dan kegiatan pengembangan permukiman kabupaten/kota yang disusun berdasarkan

(22)

Tahun 2016 - 2020 Page VI-22 Tabel 6.9 Format Usulan dan Prioritas Program Infrastruktur Permukiman

Kabupaten Aceh Tengah

No. Program/Kegiatan Volume/Satuan Biaya Lokasi Kriteria Kesiapan Lahan

b. Usulan Pembiayaan Pengembangan Permukiman

Dalam pengembangan permukiman, Pemerintah Daerah didorong untuk terus

meningkatkan alokasinya pada sektor tersebut serta mencari alternatif sumber

pembiayaan dari masyarakat dan swasta (KPS, CSR). Berdasarkan usulan program dan

kegiatan pengembangan permukiman (Tabel 6.9) maka diidentifikasi kemungkinan sumber

pembiayaan baik dari APBD Kabupaten/Kota, APBD Provinsi, APBN, maupun dari

masyarakat dan swasta, sesuai dengan kemampuan pembiayaan pemerintah

kabupaten/kota .

Tabel 6.10 Usulan Pembiayaan Proyek

(23)
(24)
(25)
(26)
(27)
(28)
(29)
(30)

Tahun 2016 - 2020 Page VI-30 6.2.1 Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan PBL

Penataan bangunan dan lingkungan adalah serangkaian kegiatan yang diperlukan

sebagai bagian dari upaya pengendalian pemanfaatan ruang, terutama untuk mewujudkan

lingkungan binaan, baik di perkotaan maupun di perdesaan, khususnya wujud fisik

bangunan gedung dan lingkungannya. Kebijakan penataan bangunan dan lingkungan

mengacu pada Undang- undang dan peraturan antara lain:

1. UU No.1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman

2. UU No. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung

3. PP 36/2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 28 Tahun 2002 tentang

Bangunan Gedung

4. Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan

dan Lingkungan

5. Permen PU No.14 /PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang

Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang

6.2.2 Isu Tantangan Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan

A. Isu Strategis

Untuk dapat merumuskan isu strategis Bidang PBL, maka dapat dilihat dari Agenda

Nasional dan Agenda Internasional yang mempengaruhi sektor PBL. Untuk Agenda

Nasional, salah satunya adalah Program PNPM Mandiri, yaitu Program Nasional

Pemberdayaan Masyarakat Mandiri, sebagai wujud kerangka kebijakan yang menjadi

dasar acuan pelaksanaan program-program penanggulangan kemiskinan berbasis

pemberdayaan masyarakat.

Agenda nasional lainnya adalah pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM)

bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, khususnya untuk sektor PBL yang

mengamanatkan terlayaninya masyarakat dalam pengurusan IMB di kabupaten/kota dan

tersedianya pedoman Harga Standar Bangunan Gedung Negara (HSBGN) di kabupaten

Aceh Tengah.

(31)

Tahun 2016 - 2020 Page VI-31 khususnya tujuan 7 yaitu memastikan kelestarian lingkungan hidup. Target MDGs yang

terkait bidang Cipta Karya adalah target 7C, yaitu menurunkan hingga separuhnya

proporsi penduduk tanpa akses terhadap air minum layak dan sanitasi layak pada 2015,

serta target 7D, yaitu mencapai peningkatan yang signifikan dalam kehidupan penduduk

miskin di permukiman kumuh pada tahun 2020.

Agenda internasional lainnya adalah isu Pemanasan Global (Global Warming).

Pemanasan global yang disebabkan bertambahnya karbondioksida (CO2) sebagai akibat

konsumsi energi yang berlebihan mengakibatkan naiknya suhu permukaan global hingga

6.4 °C antara tahun 1990 dan 2100, serta meningkatnnya tinggi muka laut di seluruh

dunia hingga mencapai 10-25 cm selama abad ke-20. Kondisi ini memberikan dampak

bagi kawasan-kawasan yang berada di pesisir pantai, yaitu munculnya bencana alam

seperti banjir, kebakaran serta dampak sosial lainnya.

Agenda Habitat juga merupakan salah satu Agenda Internasional yang juga

mempengaruhi isu strategis sektor PBL. Konferensi Habitat I yang telah diselenggarakan di

Vancouver, Canada, pada 31 Mei-11 Juni 1976, sebagai dasar terbentuknya UN Habitat

pada tahun 1978, yaitu sebagai lembaga PBB yang mengurusi permasalahan perumahan

dan permukiman serta pembangunan perkotaan. Konferensi Habitat II yang dilaksanakan

di lstanbul, Turki, pada 3 - 14 Juni 1996 dengan dua tema pokok, yaitu "Adequate Shelter

for All" dan "Sustainable Human Settlements Development in an Urbanizing World",

sebagai kerangka dalam penyediaan perumahan dan permukiman yang layak bagi

masyarakat.

Dari agenda-agenda tersebut maka isu strategis tingkat nasional untuk bidang PBL

dapat dirumuskan adalah sebagai berikut:

1. Penataan Lingkungan Permukiman

a. Pengendalian pemanfaatan ruang melalui RTBL;

b. PBL mengatasi tingginya frekuensi kejadian kebakaran di perkotaan;

c. Pemenuhan kebutuhan ruang terbuka publik dan ruang terbuka hijau (RTH)

di perkotaan;

(32)

Tahun 2016 - 2020 Page VI-32 bangunan bersejarah berpotensi wisata untuk menunjang tumbuh

kembangnya ekonomi lokal;

e. Peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenuhan Standar

Pelayanan Minimal;

f. Pelibatan pemerintah dan swasta serta masyarakat dalam penataan

bangunan dan lingkungan.

2. Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara

a. Tertib pembangunan dan keandalan bangunan gedung (keselamatan,

kesehatan, kenyamanan dan kemudahan);

b. Pengendalian penyelenggaraan bangunan gedung dengan Qanun bangunan

gedung ;

c. Tantangan untuk mewujudkan bangunan gedung yang fungsional, tertib,

andal dan mengacu pada isu lingkungan/berkelanjutan;

d. Tertib dalam penyelenggaraan dan pengelolaan aset gedung dan rumah

negara;

e. Peningkatan kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan gedung dan rumah

Negara.

3. Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan

a. Jumlah masyarakat miskin pada tahun 2012 sebesar …..orang atau sekitar

11,96% dari total penduduk Kabupaten Aceh Tengah;

b. Terbatasnya kemampuan keuangan daerah ;

c. Keberlanjutan dan sinergi program bersama pemerintah daerah dalam

penanggulangan kemiskinan.

Isu strategis PBL ini terkait dengan dokumen-dokumen seperti RTRW, skenario

pembangunan daerah, RTBL yang disusun berdasar skala prioritas dan manfaat dari

rencana tindak yang meliputi :

a) Revitalisasi,

b) RTH,

(33)

Tahun 2016 - 2020 Page VI-33 d) penanggulangan kebakaran, bagi pencapaian terwujudnya pembangunan lingkungan

permukiman yang layak huni, berjati diri, produktif dan berkelanjutan.

Tabel 6.11 Isu Strategis Sektor PBL di Kabupaten Aceh Tengah

No Kegiatan Sektor PBL Isu Strategis

1 Penataan Lingkungan Permukiman Peraturan penataan

bangunan dan lingkungan dalam penyusunan.

2 Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara

Peraturan tentang bangunan gedung dalam penyusunan Dan pembahasan.

3 Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan

Pembangunan sarana dan prasarana lingkungan melalui pembinaan P2KP/PNPM dan pemberdayaan lainnya.

B. Kondisi Eksisting

Untuk tahun 2012 capaian nasional dalam pelaksanaan program direktorat PBL

adalah dengan jumlah kelurahan/desa yang telah mendapatkan fasilitasi berupa

peningkatan kualitas infrastruktur permukiman perdesaan/kumuh/nelayan melalui program

P2KP/PNPM adalah sejumlah 10.925 kelurahan/desa. Untuk jumlah Kabupaten/Kota yang

telah menyusun Perda Bangunan Gedung (BG) hingga tahun 2012 adalah sebanyak 106

Kabupaten/Kota. Untuk RTBL yang sudah tersusun berupa Peraturan Bupati/Walikota

adalah sebanyak 2 Kabupaten/Kota, 9 Kabupaten/Kota dengan perjanjian bersama, dan 32

Kabupaten/Kota dengan kesepakatan bersama.

Berdasarkan Renstra Ditjen Cipta Karya 2010-2014, di samping kegiatan non-fisik

dan pemberdayaan, Direktorat PBL hingga tahun 2013 juga telah melakukan peningkatan

prasarana lingkungan permukiman di 1.240 kawasan serta penyelenggaraan bangunan

(34)

Tahun 2016 - 2020 Page VI-34 pencapaian di Kabupaten/Kota perlu dijabarkan sebagai dasar dalam perencanaan.

Tabel 6.12 Peraturan Daerah/Peraturan Walikota/Peraturan Bupati

terkait Penataan Bangunan dan Lingkungan

No Perda/Pergub/Perwal/Perbup/Peraturan Amanat

Kebijakan

Daerah Jenis Produk Pengaturan No./Tahun Perihal

1 Perda Bangunan Gedung No 9 Tahun 2015 Bangunan

Gedung

2. Perda RTRW Rencana Tata

Ruang Wilayah

Tabel 6.14

Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan

No Kecamatan Kegiatan P2KP Kegiatan

Pemberdayaan

lainnya

1. Kecamatan Lut Tawar Program Pembinaan dan

Pengembangan Infrastruktur Permukiman.

Keswadayaan

(35)

Tahun 2016 - 2020 Page VI-35 2. Kecamatan Lut Tawar Pengaturan,

Pembinaan,

3. Kecamatan Lut Tawar Infrastruktur Air Limbah

Keswadayaan

Masyarakat

C. Permasalahan dan Tantangan

Dalam kegiatan penataan bangunan dan lingkungan terdapat beberapa

permasalahan dan tantangan yang dihadapi, antara lain:

1. Penataan Lingkungan Permukiman:

a. Masih kurang diperhatikannya kebutuhan sarana sistem proteksi kebakaran;

b. Belum siapnya landasan hukum dan landasan operasional berupa RTBL untuk lebih

melibatkan pemerintah daerah dan swasta dalampenyiapan infrastruktur guna

pengembangan lingkungan permukiman;

c. Menurunnya fungsi kawasan dan terjadi degradasi kawasan kegiatan ekonomi

utama kota, kawasan tradisional bersejarah serta heritage;

d. Terbatasnnya kemampuan pemda dalam pembiayaan pembangunan lingkungan

permukiman yang diindikasikan dengan masih kecilnya alokasi anggaran daerah

untuk peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenuhan SPM.

2. Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara:

a. Masih adanya kelembagaan bangunan gedung yang belum berfungsi efektif dan

efisien dalam pengelolaan Bangunan Gedung dan Rumah Negara;

b. Masih belum tersedianya Qanun bangunan gedung ;

c. Meningkatnya kebutuhan NSPM terutama yang berkaitan dengan pengelolaan dan

penyelenggaraan bangunan gedung (keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan

kemudahan);

d. Kurang ditegakkannya aturan keselamatan, keamanan dan kenyamanan Bangunan

(36)

Tahun 2016 - 2020 Page VI-36 e. Belum tersedianya Prasarana dan sarana hidran kebakaran;

f. Lemahnya pengaturan penyelenggaraan Bangunan Gedung serta rendahnya

kualitas pelayanan publik dan perijinan;

g. Banyaknya Bangunan Gedung Negara yang belum memenuhi persyaratan

keselamatan, keamanan dan kenyamanan;

h. Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara kurang tertib dan efisien;

i. Masih banyaknya aset negara yang tidak teradministrasikan dengan baik.

3. Penyelenggaraan Sistem Terpadu Ruang Terbuka Hijau:

a. Masih kurang diperhatikannya kebutuhan sarana lingkungan hijau/terbuka, sarana

olah raga.

4. Kapasitas Kelembagaan Daerah:

a. Masih terbatasnya kesadaran aparatur dan SDM pelaksana dalam pembinaan

penyelenggaraan bangunan gedung termasuk pengawasan;

b. Masih adanya tuntutan reformasi peraturan perundang-undangan dan peningkatan

pelaksanaan otonomi dan desentralisasi;

c. Masih perlunya peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan gedung di

daerah dalam fasilitasi penyediaan perangkat pengaturan.

Tabel 6.16 Identifikasi Permasalahan dan Tantangan Penataan Bangunan dan Lingkungan

no Aspek PBL Tantangan

Pengembangan

Alternatif solusi

Kegiatan Penataan Lingkungan

Permukiman

1 Aspek Teknis

1) Peruntukan kawasan belum ada

peraturan daerah.

Kawasan perkotaan

dan fungsional

Segera menyiapkan

(37)

Tahun 2016 - 2020 Page VI-37

1) lemahnya koordinasi lintas

sector

2) usulan program tumpang tindih

1)Rapat kooordinasi

2). Pembiayaan tidak bisa dilakukan sekaligus

4 Aspek Peran Serta Masyarakat /

Swasta

(38)

Tahun 2016 - 2020 Page VI-38 1) Peran masyarakat dan swasta

sangat rendah

5 Aspek Lingkungan Permukiman

1). Permukiman tidak merata 2). Permukiman tidak terawat

sehingga menjadi kumuh

Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara

1 Aspek Teknis

4 Aspek Peran Serta Masyarakat /

Swasta

1)

2)

5 Aspek Lingkungan Permukiman

(39)

Tahun 2016 - 2020 Page VI-39 1 Aspek Teknis

1)

2)

2 Aspek Kelembagaan

1)

2)

3 Aspek Pembiayaan

1)

4 Aspek Peran Serta Masyarakat /

Swasta

1)

2)

5 Aspek Lingkungan Permukiman

6.2.3. Analisis Kebutuhan Penataan Bangunan dan Lingkungan

Analisis kebutuhan Program dan Kegiatan untuk sektor PBL di Kabupaten Aceh

Tengah mengacu pada Lingkup Tugas DJCK untuk sektor PBL yang dinyatakan pada

Permen PU No. 8 Tahun 2010, seperti yang telah dijelaskan pada Sub bab 6.2.1.

Pada Permen PU No.8 tahun 2010, dijabarkan kegiatan dari Direktorat

PBL meliputi:

a. Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman

Dengan kegiatan yang terkait adalah penyusunan Rencana Tata Bangunan dan

Lingkungan (RTBL), Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK), pembangunan

(40)

Gambar

Tabel 6.1 Isu-Isu Strategis Sektor Pengembangan Permukiman Skala Kabupaten
Tabel 6.2 Peraturan Daerah terkait Pengembangan Permukiman
Tabel 6.3 Data Kawasan Kumuh di Kabupaten Aceh Tengah
Tabel 6.4 Data Kondisi RSH di Kabupaten Aceh Tengah
+7

Referensi

Dokumen terkait

yang telah memberikan banyak semangat dan motivasi untuk terus belajar.. dan belajar untuk bisa menjadi contoh kakak yang baik

Padaa tahun 1995 profit divisi tersebut telah melampaui anggarannya sehingga General Manager divisi memutuskan untuk mengecat kanto pada tahun 1995.. Adapun biaya pengecatan

Novel karya R.Tg.Jasawidagda (almarhum) kasebut terbit ingkang kaping sepisan ing warsa 1924. Kadosta novel-novel Jawa warsa 1920-an, novel Kirti Njunjung Drajat

Pancaran gelombang radio oleh antena makin jauh makin lemah, melemahnya pancaran itu berbanding terbalik dengan kuadrat jaraknya, jadi pada jarak dua kali lipat

Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif yaitu penelitian yang bersifat atau memiliki karakteristik yang dilakukan pada kondisi alamiah,

Implementasi produk tabungan fajar gold pada BMT Fajar Kantor Cabang Bandar Lampung telah sesuai dengan prinsip ekonomi islam dan tidak melanggar

Memperhatikan Akta permohonan banding yang dibuat oleh Panitera Pengadilan Agama Garut Nomor: 137/Pdt.G/2011/PA.Grt pada tanggal 06 Mei 2011, yang menyatakan Pembanding

Berdasarkan latar belakang masalah dan hasil survei tersebut diatas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai Hubungan Antara Tekanan Panas