• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI SISTEM PENERIMA DAN PENGOLAH SINYAL APT SATELIT NOAA UNTUK MEMPEROLEH INFORMASI SUHU PERMUKAAN LAUT BERBASIS CITRA - Repository UNRAM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "IMPLEMENTASI SISTEM PENERIMA DAN PENGOLAH SINYAL APT SATELIT NOAA UNTUK MEMPEROLEH INFORMASI SUHU PERMUKAAN LAUT BERBASIS CITRA - Repository UNRAM"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI SISTEM PENERIMA DAN PENGOLAH SINYAL

APT SATELIT NOAA UNTUK MEMPEROLEH INFORMASI

SUHU PERMUKAAN LAUT BERBASIS CITRA

Tugas Akhir

Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-1 Jurusan Teknik Elektro

Oleh

Restu Nopiandi Irawan F1B 011 072

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MATARAM

(2)

IMPLEMENTASI SISTEM PENERIMA DAN PENGOLAH SINYAL

APT SATELIT NOAA UNTUK MEMPEROLEH INFORMASI

SUHU PERMUKAAN LAUT BERBASIS CITRA

Tugas Akhir

Untuk memenuhi sebagian persyaratan

mencapai derajat Sarjana S-1 Jurusan Teknik Elektro

Oleh

Restu Nopiandi Irawan F1B 011 072

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MATARAM

(3)
(4)
(5)

iv

PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya yang belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar atau diploma pada perguruan tinggi manapun, dan bukan merupakan duplikasi sebagian atau seluruhnya dari karya orang lain yang diterbitkan atau yang tidak diterbitkan, kecuali kutipan berupa data atau informasi yang sumbernya dicantumkan dalam naskah dan Daftar Pustaka.

Pernyataan ini dibuat dengan sebenar-benarnya secara sadar dan bertanggung-jawab, dan saya bersedia menerima sanksi pembatalan skripsi apabila terbukti melakukan duplikasi terhadap karya ilmiah lain yang sudah ada.

Mataram, 23 Januari 2017

(6)

v

PRAKATA

Puji Syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang atas segala berkat, bimbingan, dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Tugas Akhir dengan judul “Implementasi Sistem Penerima Dan Pengolah Sinyal APT Satelit NOAA untuk Memperoleh Informasi Suhu Permukaan Laut Berbasis Citra”.

Pembuatan Tugas Akhir ini dilaksanakan di Laboratorium Telekomunikasi dan pengambilan data dilakukan di rumah yang berada di Desa Jatisela Kecamatan Gunung Sari untuk peletakan groud station. Akhir kata semoga tidaklah terlampau berlebihan, bila penulis berharap hasil karya ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

(7)

vi

UCAPAN TERIMA KASIH

Tugas Akhir ini dapat diselesaikan berkat bimbingan dan dukungan ilmiah maupun materil dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada:

1. Bapak Yusron Saadi ST., M.Sc., Ph.D. selaku dekan Fakultas Teknik Universitas Mataram

2. Bapak Sudi M. Al Sasongko, ST., MT. selaku ketua Jurusan Teknik Elektro

3. Bapak Cahyo Mustiko O. M., ST., MSc., Ph.D. sebagai dosen pembimbing utama

yang telah memberi saran dan ide pada konsep perancangan dari Tugas Akhir ini

4. Bapak I Made Budi Suksmadana, ST., MT. selaku dosen pembimbing pendamping

atas saran dan kritiknya mengenai metode penelitian dan tata cara penulisan laporan ilmiah yang baik pada Tugas Akhir ini

5. Bapak Sudi M. Al Sasongko, ST., MT. selaku dosen penguji.

6. Bapak Made Sutha Yadnya, ST., MT. selaku dosen penguji.

7. Bapak Abdullahh Zainuddin, ST., MT. selaku dosen penguji.

8. Orang tua tercinta H. Hoh Ali dan Hj. Saupiah, beserta saudara Misi Hendri Alfiyan dan Ahmad Ashril Rizal yang telah memberi dukungan baik moral maupun materil sehingga Tugas Akhir ini dapat terselesaikan dengan baik.

9. Eka Listiany atas dukungan dan semangatnya selama proses penyusunan Tugas Akhir ini.

10. Teman-teman angkatan 2010, 2011, dan 2012 bidang keahlian telekomunikasi yang

menemani sehari-hari dalam proses perancangan maupun pengukuran, khususnya Nairon, Sandhi, Yusron, beserta sahabat akrab Waesal, Wahyu, Awan, dan Heri. 11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah

memberikan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.

(8)

vii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR ... iv

PRAKATA ... v

1.6 Sistematika Penulisan Laporan ... 2

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka ... 4

2.2 Satelit Cuaca NOAA ... 5

2.3 Instrumen Satelit NOAA ... 7

2.4 Tipe Transmisi Satelit Cuaca ... 8

2.4.1. APT (Automatic Picture Transmission) ... 8

2.4.2. HRPT (High Resolution Picture Transmission) ... 9

2.4.3. GVAR (Goes Variable) dan LRIT (Low Rate Information Transmission ... 9

2.5 Satelit Cuaca pada Oseanografi ... 9

2.6 Sistem APT ... 10

2.6.1 Sistem Akuisisi Data Satelit NOAA/AVHRR-APT ... 10

(9)

viii

2.11 Algoritma Suhu Permukaan Laut NOAA/AVHRR ... 21

2.12 Model Warna HSV ... 23

2.13 Regresi Polinomial ... 24

BAB III. METODE PERANCANGAN 3.1 Rancangan Sistem ... 26

3.2 Alat dan Bahan ... 27

3.3 Langkah-langkah Perancangan ... 28

3.3.1 Studi Literatur ... 28

3.3.2 Pembuatan Antena Crossed Dipole ... 28

3.3.3 Pengujian Antena ... 29

3.3.4 Instalasi Sistem Penerima Sinyal APT Satelit NOAA ... 31

a. Instalasi aplikasi SDRSharp ... 31

b. Instalasi aplikasi VBCable ... 32

c. Instalasi aplikasi WxtoImg ... 33

3.3.5 Implementasi Sistem Penerima dan Akuisisi Sinyal APT ... 34

3.3.6 Perancangan Program Decoding Menggunakan Aplikasi Matlab ... 34

3.3.7 Implementasi APT sebagai Informasi SPL ... 38

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengujian Antena ... 40

4.2 Pengujian Implementasi Sistem Penerima Sinyal APT ... 42

4.3 Pengujian Program Decoding APT dengan aplikasi Matlab ... 43

4.4 Analisa Program Decoding Mengunakan Aplikasi Matlab ... 44

(10)

ix

4.5.1. Persamaan pendekatan Penentuan SPL ... 47

4.5.2. Analisa SPL Harian ... 51

4.5.3. Validasi Data ... 55

BAB V. PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 57

5.2 Saran ... 57

DAFTAR PUSTAKA ... 58

(11)

x DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Skematik orbit satelit polar ... 5

Gambar 2.2 Perbandingan orbit satelit polar dan geostasioner ... 6

Gambar 2.3 Arsitektur NOAA-N Prime ... 7

Gambar 2.4 Komponen stasiun penerima APT ... 10

Gambar 2.5 Format frame APT ... 11

Gambar 2.6 Detail sinkronisasi APT ... 13

Gambar 2.7 Typicalradiosystem ... 14

Gambar 2.8 Antena sebagai beban dari rangkaian sebelumnya ... 15

Gambar 2.9 Polarisasi circular ... 16

Gambar 2.10 Ilustrasi pola radiasi antena dalam dua dimensi ... 17

Gambar 2.11 Konfigurasi tuner R820T ... 18

Gambar 2.12 Tampilan aplikasi SDRSharp ... 19

Gambar 2.13 Tampilan aplikasi WxtoImg ... 20

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian ... 27

Gambar 3.2 Splitter 137,5 MHz ... 29

Gambar 3.3 Konfigurasi pengukuran antena pada VNWA ... 30

Gambar 3.4 Diagram alir pengujian antena ... 31

Gambar 3.5 Blok diagram sistem penerima sinyal APT ... 31

Gambar 3.6 Properties pengaturan aplikasi VBCable ... 32

Gambar 3.7 Konfigurasi audio aplikasi SDRSharp ... 33

Gambar 3.8 Konfigurasi recording aplikasi WxtoImg ... 33

Gambar 3.9 Sistem komunikasi ... 34

Gambar 3.10 Diagram alir decoding sinyal APT ... 35

Gambar 3.11 Lanjutan diagram alir decoding sinyal APT ... 35

Gambar 3.12 Tampilan program decoding menggunakan aplikasi Matlab ... 38

Gambar 3.13 Blok diagram pengolahan citra SPL ... 39

Gambar 4.1 Hasil pembuatan antena crossed dipole ... 40

Gambar 4.2 Pengukuran S11 dan VSWR antena crossed dipole ... 41

Gambar 4.3 Tampilan sinyal penerimaan APT ... 42

Gambar 4.4 Citra hasil decoding sinyal APT ... 43

(12)

xi

Gambar 4.5b Hasil decoding dengan Wxtomg ... 44

Gambar 4.6 Tampilan akhir program decoding menggunakan Matlab ... 44

Gambar 4.7 Data audio sinyal APT ... 45

Gambar 4.8 Data audio sinyal APT hasil normalisasi ... 45

Gambar 4.9 Data audio sinyal APT hasil demodulasi AM ... 46

Gambar 4.10 Data audio sinyal APT hasil sinkroniasi ... 46

Gambar 4.11 Data citra hasil decoding sinyal APT ... 47

Gambar 4.12 Grafik persamaan indeks hue terhadap SPL ... 48

Gambar 4.13 Kurva hubungan indeks hue dengan SPL ... 50

Gambar 4.14 Lokasi titik sampel data SPL ... 51

Gambar 4.15 Citra SPL tanggal 30 Juli 2016 pukul 02:37:50 wita ... 52

Gambar 4.16 SPL tanggal 30 Juli 2016 pukul 02:37:50 wita ... 53

(13)

xii DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 POES operational status ... 6

Tabel 2.2 Karakteristik transmisi sinyal APT ... 12

Tabel 2.3 Pemasangan tuner pada RTL2832U ... 18

Tabel 2.4 Koefisien algoritma NLSST ... 22

Tabel 2.5 Koefisien algoritma NLSST daysplit dan NLSST nigthtriple ... 23

Tabel 3.1 Ukuran elemen antena crosseddipole 137,5 MHz ... 28

Tabel 4.1 Hasil pengukuran parameter S11 dan VSWR antena ... 41

Tabel 4.2 Hasil Mean Absolute Percentage Error (MAPE) ... 49

Tabel 4.3 Ketentuan indeks hue penentuan SPL ... 50

Tabel 4.4 SPL pada titik koordinat 8°22' LS,116°48' BT ... 54

Tabel 4.5 Perbandingan SPL Matlab dan SPL IRIDL ... 56

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Script Program Matlab ... 60

Lampiran 2 Data sampel SPL dan indeks hue ... 67

Lampiran 3 Hasil Citra SPL 23 Juli – 10 Agustus 2016 ... 69

Lampiran 4 Data Harian SPL menggunakan Citra Google Earth ... 73

Lampiran 5 Data Harian SPL 23 Juli – Agustus 2016 ... 77

Lampiran 6 Data Harian SPL Hasil Program dan SPL Hasil IRIDL ... 79

(14)

xiii DAFTAR SINGKATAN

AM Amplitude Modulation / Modulasi Amplitudo APT Automatic Picture Transmission

AVHRR Advanced Very High Resolution Radiometric

BT Bujur Timur

FM Frequency Modulation / Modulasi Frekuensi

GOES Geostationary Operational Environmental Satellite

HSV Hue, Saturation, Value

LS Lintang Selatan

MAPE Mean Absolute Percentage Error

NOAA National Oceanic and Atmospheric Administration

POES Polar-Orbiting Operational Environmental Satellite

RGB Red, Green, Blue

RHCP Right Hand Circular Polarization

SPL Suhu Permukaan Laut

(15)

xiv

ABSTRAK

Penelitian ini membahas tentang implementasi sistem penerimaan dan pengolahan sinyal APT (Automatic Picture Transmission) satelit NOAA untuk memperoleh informasi SPL (Suhu Permukaan Laut) berbasis citra. Sistem penerima yang digunakan terdiri dari beberapa perangkat keras antara lain antena turnstile (crossed dipole) 137,5 MHz, VHF Amplifier, USB DVB-T/DAB/FM, dan Laptop yang berisi perangkat lunak untuk melakukan pengolahan sinyal dan citra. Perangkat lunak yang digunakan antara lain Wxtoimg untuk melakukan proses decoding, SDRSharp untuk memantau spektrum sinyal yang diterima, VBCable untuk menghubungkan audio virtual antaara SDRSharp dengan Wxtoimg, dan Matlab R2014b untuk melakukan pembacaan nilai SPL pada citra di titik koordinat tertentu.

Pengujian yang dilakukan adalah mengukur kinerja antena turnstile berdasarkan parameter return loss, di mana nilai return loss yang didapatkan sebesar -21,48 dB setara dengan nilai VSWR 1,19. Untuk implementasi penerimaan sinyal, sistem dapat menerima sinyal APT dengan baik dan dapat melakukan proses pengolah sinyal. Sinyal yang diterima kemudian diolah untuk menghasilkan citra SPL menggunakan aplikasi Wxtoimg yang kemudian disimpan ke dalam citra jpeg. Untuk mendapatkan nilai SPL pada titik tertentu menggunakan Matlab dilakukan dengan cara membentuk sebuah persamaan polinomial yang menghubungkan antara nilai indeks hue citra dengan SPL, diperoleh persamaan polinomial orde 3 yang memiliki koefisien determinasi sebesar 0,967 dengan tingkat error sebesar 0,249. Nilai SPL yang mampu dihasilkan menggunakan persamaan ini berkisar antara 0,01977°C sampai dengan 29,32°C.

Nilai SPL yang diperoleh saat dibandingkan dengan data hasil pengolahan IRIDL (International Research Institute - Data Library), diperoleh selisih nilai SPL berkisar 2,4°C yang dipengaruhi oleh perbedaan jumlah kanal yang digunakan pada masing-masing sistem.

Kata Kunci:

(16)

xv ABSTRACT

This thesis discusses about the implementation of NOAA satellite receiver

system and APT (Automatic Picture Transmission) signal processing in gathering Sea

surface temperature (Sst) based on image. Receiving system used contained of several

hardware such as 137.5 MHz Turnstille antenna, VHF Amplifier, USB

DVB-T/DAB/FM, and a Laptop contained of software for processing signal and image.

Software used were Wxtoimg for decoding process, SDRSharp for monitoring received

signal spectrum, VBCable for connecting audio virtual between SDRSharp and

Wxtoimg, and Matlab R2014b for identifying SST value on image in certain coordinate.

The experiment was done by measuring antenna performance based on return

loss parameter, which return loss score obtained was -21.48 dB which was equivalent

with the score of VSWR 1.19. For the implementation of signal receiving, the system

could receive APT signal well and can perform signal processing. The received signal

is then processed to produce the Sst image using an application Wxtoimg which is then

stored in a jpeg image. For obtaining Sst value on specific coordinate, Matlab was used

within formulating a polynomial equation which connected image Hue index and Sst,

third order polynomial equation which had determination coefficient 0.967 with error

rate 0.249 was obtained. Sst value which was able to be obtained using this equation

was between 0.01977°C until 29.32°C.

Sst value obtained when it was compared with result data of IRIDL

(International Reseach Institute - Data Library) had different Sst value about 2.4°C

which was influenced by the different amount of channel used in each system.

Keywords:

(17)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pulau Lombok memiliki wilayah laut seluas 6.471,18 km2. Perairan Pulau Lombok yang cukup luas tersebut membutuhkan pemantauan dan kajian parameter kelautan untuk menjelaskan berbagai fenomena yang terjadi di laut. Salah satu parameter kelautan yang menentukan kualitas perairan adalah suhu permukaan laut (SPL). SPL merupakan salah satu parameter yang mempengaruhi metabolisme dan perkembangbiakan organisme laut, sehingga dapat dimanfaatkan untuk penentuan lokasi budi daya laut. Perairan Pulau Lombok membutuhkan kajian tentang SPL untuk usaha budi daya laut dikarenakan Pulau Lombok merupakan salah satu kawasan yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai kawasan usaha minapolitan budidaya kelautan.

Suhu air laut mengalami variasi dari waktu ke waktu sesuai dengan kondisi alam yang mempengaruhi perairan tersebut. Perubahan tersebut bisa terjadi secara harian, musiman, tahunan maupun jangka panjang, terutama pada lapisan permukaan. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemantauan SPL secara berkesinambungan.

Untuk memperoleh informasi SPL, komunikasi satelit merupakan salah satu cara yang dapat digunakan. Komunikasi satelit memberikan layanan komunikasi jarak jauh yang dapat diakses dan dimanfaatkan secara langsung. Informasi SPL merupakan hasil ekstraksi dari proses scanning menggunakan sensor radiometrik yang terdapat pada satelit cuaca / weather satellite. Salah satu satelit cuaca yang dapat digunakan untuk memperoleh informasi SPL adalah satelit NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration).

Hasil dari radiometer scanning berupa citra radiometric yang berisikan citra visible dan inframerah. Pengiriman informasi ini dilakukan melalui bebarapa jenis yang dikelompokkan berdasarkan resolusi spasial citra dan jenis komunikasi yang digunakan.

Salah satu komunikasi yang dikembangkan oleh NOAA adalah Automatic Picture

(18)

2

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana membangun sistem untuk memperoleh dan mengolah informasi sinyal APT serta mengimplementasikannya untuk menghasilkan informasi SPL berbasis citra.

1.3 Batasan Masalah

Pada penelitian ini dibuat aplikasi antarmuka yang dapat mengekstraksi informasi sinyal APT dan citra SPL hasil decoding algoritma SPL dengan batasan permasalahan antara lain

1. Algoritma decoding SPL diproses menggunakan aplikasi WxtoImg.

2. Tidak melakukan koreksi terhadap awan pada citra SPL.

1.4 Tujuan Penelitian

1. Mengetahui cara memperoleh dan mengolah sinyal APT NOAA yang

didapatkan dari USB receiver dengan menggunakan aplikasi MATLAB

2014b.

2. Mengimplementasikan sistem penerimaan sinyal APT NOAA sebagai

sistem informasi SPL berbasis citra.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sistem yang dapat memberikan informasi awal data suhu permukaan laut.

2. Mengetahui proses ekstraksi data sinyal APT dari satelit NOAA menjadi sebuah data digital berupa citra visible dan infra merah.

1.6 Sistematika Penulisan

Laporan Tugas Akhir ini tersusun menjadi beberapa bab sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

(19)

3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

Pada bab ini berisi beberapa rujukan penelitian yang berkaitan dengan topik yang dibahas, dan teori-teori dasar yang mendukung topik ini.

BAB III METODE PERANCANGAN

Pada bab ini menjelaskan metode yang digunakan dalam penelitian yaitu menggunakan metode perancangan uji coba perangkat, kemudian analisis data hasil uji coba.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini berisikan data hasil pengukuran uji coba sistem informasi yang telah dirancang dan hasil analisis terhadap hasil pengukuran dan data yang diperoleh dari sistem tersebut.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

(20)

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

2.1. Tinjauan Pustaka

Kusuma (2008) menganalisa suhu permukaan laut yang diperoleh dari sensor satelit NOAA/AVHRR dengan sensor satelit EOS AQUA/TERRA MODIS. Dalam penelitiannya diperoleh bahwa kecerahan kanal 4 NOAA memiliki nilai lebih tinggi daripada kanal 31 Modis. Akan tetapi algoritma yang digunakan pada SPL Modis memiliki nilai lebih baik karena SPL modis memiliki kanal tambahan yang berfungsi untuk lebih peka terhadap refleksi cahaya.

Rizkinia (2008) melakukan perhitungan dan penentuan lokasi perbedaan suhu permukaan laut menggunakan data NOAA/AVHRR APT dengan menggunakan data APT level 0 dan mengubahnya ke data APT level 2, di mana data level 2 yang diperoleh adalah citra hasil pseudocolor yang dilakukan dalam aplikasi Wxtoimg. Penelitian yang dilakukan adalah membandingkan hasil suhu permukaan laut dengan menggunakan kanal 3 dengan kanal 4 APT. Dengan membandingkan keduanya, diperoleh letak geografis perbedaan suhu permukaan laut dengan algoritma yang dikembangkan.

Victor (2012) merancang antena double cross dipole dan merealisasikan antena tersebut untuk stasiun bumi sebagai penerimaan sinyal satelit NOAA. Pada penelitian ini digunakan aplikasi Orbitron untuk mendeteksi kedatangan satelit dan aplikasi wxtoImg sebagai penerjemah sinyal ke dalam informasi citra cuaca. Antena yang dirancang sudah memenuhi parameter yang direncanakan dan mampu menerima sinyal satelit NOAA.

(21)

5 yang diperoleh adalah gambar-gambar yang menjelaskan kondisi lingkungan yang diperoleh dari satelit.

2.2. Satelit Cuaca NOAA

NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration) mengembangkan satelit cuaca yang dikelompokkan berdasarkan orbit satelitnya yaitu orbit polar dan geostasioner. Satelit NOAA dengan orbit polar dikenal dengan sistem satelit POES (Polar-orbiting Operational Environmental Satellites). Sistem ini menawarkan keuntungan cakupan harian secara global, dengan membuat orbit kutub hampir 14 kali per hari di ketinggian sekitar 520 mil atau 837 km di atas permukaan bumi.

Gambar 2.1 Skematik orbit satelit polar. (Campbel, 2011)

Orbit normal sebuah satelit membentuk elips dengan pusat berada pada titik fokus bumi dengan karakteristik apogee (titik terjauh dengan bumi), perigee (titik terdekat dengan bumi), ascendingnode (titik di mana satelit melalui ekuator dari selatan ke utara), descending node (titik di mana satelit melalui ekuator dari selatan ke utara), dan inclination (inklinasi) pada gambar 3.1 menunjukkan bahwa inklinasi didefinisikan sebagai sudut yang terbentuk antara poros bumi kutub utara tegak lurus dengan garis orbit satelit (Campbel, 2011).

(22)

6 membawa sensor AVHRR di dalamnya. Tabel 2.1 menunjukkan nama satelit POES dan status operasionalnya.

Tabel 2.1 POES operational status (NOAA,2012)

Satelit Status Operasional Status

NOAA-11, -12, -14, -16, -17 Decommissioned Red

NOAA-15 AM Secondary Green

NOAA-18 PM Secondary Green

NOAA-19 PM Primary Green

Satelit aktif ditandai dengan label Green pada tabel 2.1 menandakan semua instrumen pada satelit tersebut dalam keadaan baik. Sedangkan warna merah menunjukkan keadaan satelit yang tidak digunakan atau mengalami kerusakan.

Satelit NOAA dengan orbit geostasioner dikenal dengan nama satelit GOES (Geostationary Operational Environmental Satellites). Satelit geostasioner mengorbit bumi di atas ekuator pada ketinggian 35.880 km, sehingga pergerakan satelit cuaca geostasioner tetap mengikuti rotasi bumi. Satelit ini dapat merekam dan mentransmisikan secara kontinyu gambar setengah bagian bumi yang berada di bawahnya dengan peran sensor yang dimiliki (Rajan, 2013). Perbedaan secara grafis kemampuan scanning antara orbit polar dengan geostasioner ditunjukkan pada gambar 2.2 tersebut.

(23)

7

2.3. Instrumen Satelit NOAA

Satelit NOAA dilengkapi dengan beberapa instrumen yang digunakan untuk memonitor aktifitas dan keadaan bumi seperti gambar 2.3 berikut ini.

Search and Rescue

Advanced Very High Resolution Radiometer (AVHRR) merupakan enam kanal imaging radiometer yang mendeteksi energi pada cahaya tampak dan inframerah dalam spektrum elektromagnetik. Instrumen ini melakukan pengukuran energi solar yang direfleksikan, energi radiasi termal dari daratan, lautan, awan, dan pengaruhnya terhadap atmosfer. Instrumen ini menyediakan data hasil radiometer dalam resolusi spasial sebesar 1,1 km pada ketinggian terendah. Di mana, resolusi spasial merupakan ukuran terkecil dari objek yang dapat dibedakan oleh sensor atau ukuran daerah yang dapat disajikan oleh setiap piksel. Dengan demikian resolusi 1,1 km menunjukkan skala 1,1 x 1,1 km di lapangan (Kusuma, 2008).

High Resolution Infrared Radiation Sounder (HIRS) digunakan untuk mengukur pergerakan radiasi pada spektrum inframerah. Data ini juga digunakan untuk menjelaskan suhu permukaan lautan, level total atmosfer, ketinggian awan dan radiasi

permukaan. Advanced Microwave Sounding Unit (AMSU) digunakan untuk mengukur

(24)

8

permukaan bumi. Microwave Humidity Sounder (MHS) merupakan instrumen yang

menjadi satu kesatuan dengan AMSU untuk membaca kelembaban udara. AMSU memberikan bantuan pada MHS dalam hal penginderaan jauh dari atmosfer. Solar Backscatter Ultraviolet Spectral Radiometer (SBUV) dirancang untuk melakukan pemetaan dalam skala global, total konsentrasi dan distribusi vertical stratosfer ozon. Space Environment Monitor (SEM) melakukan pengukuran intensitas radiasi dan fluks muatan pada ketinggian satelit. Hal ini menyediakan informasi mengenai fenomena terrestrial sebagai peringatan badai matahari yang kemudian merusak komunikasi, kerusakan panel surya dan sebagainya. Data Collection System (DCS) merupakan sistem yang berguna untuk mengumpulkan data yang diperoleh dari stasiun bumi kemudian dikirimkan pada pusat data yang berada di bumi.(NASA, 2012).

Search And Rescue (SAR) instrumen merupakan bagian dari dari instrumen Emergency Locator Transmitter (ELTs), Emergency Position-Indicating Radio Beacons (EPIRBs), dan Personal Locator Beacons (PLBs) yang beroperasi pada frekuensi 121,5 MHz, 243 MHz, dan 406 MHz. NOAA membawa dua instrumen untuk mendeteksi keadaan darurat (emergency) yaitu SARR (Search and Rescue Repeater / Canada) dan SARP (Search and Rescue Processor / Francis). Digital Data Recorder (DDR) merupakan media media yang digunakan untuk merekam seluruh informasi dari instrumen. Dua buah DDR yang dipaketkan menjadi satu disebut dengan SSR (Solid State Recorder). Untuk ruang angkasa, lima buah DDR dipaketkan menjadi satu untuk mendapatkan performa rekaman yang lebih baik.

2.4. Tipe Transmisi Satelit Cuaca

Transmisi yang dilakukan terbagi ke dalam beberapa tipe transmisi yang dikelompokkan berdasarkan jenis informasi yang berbeda.

2.4.1. APT (Automatic Picture Transmission)

(25)

9 2.4.2. HRPT (High Resolution Picture Transmission)

Format data HRPT berbentuk digital dan dikirimkan oleh satelit POES dengan format 360 baris permenit. Data yang dikirimkan tidak hanya informasi imagery, tetapi informasi bebapa instrumen lainnya juga dikirimkan melalui frekuensi yang sama. Komponen yang digunakan menggunakan antena parabola dilengkapi dengan satelit tracker yang dilengkapi Low Noise Amplifier dan mampu menerima data dengan bandwidth sebesar 3 MHz.

Saat imagery HRPT dikirimkan sebagai sinyal digital(655 kilobit per detik), split phased encoded, modulasi fasa), pada frekuensi radio 1698 MHz, 1707 MHz atau

1702,5 MHz pada keadaan standby, secara tepat stasiun bumi menerima,

mendemodulasi, dan menampilkan pada komputer (Robel et al., 2014).

2.4.3. GVAR(Goes Variable) dan LRIT(Low Rate Information Transmission)

Tipe transmisi ini dikhususkan untuk komunikasi dengan satelit yang berada pada orbit geostasioner yaitu GOES. Komponen yang digunakan hampir sama dengan komponen pada HRPT, perbedaannya terletak pada sistem satelit tracking. Pada sistem HRPT, satelit tracker tidak digunakan karena posisi satelit statis terhadap antena penerima pada stasiun bumi. Perbedaan lainnya yaitu format data yang dikirimkan lebih besar sehingga membutuhkan memori yang lebih besar (Robel et al., 2014).

2.5. Satelit Cuaca pada Oseanografi

Peran satelit pada masa datang akan semakin berkembang untuk mendukung operasional nelayan dan analisa retrospektif tentang data iklim dan historis untuk menentukan sistem jangka panjang dan variasi pada penangkapan ikan. Hal ini disebabkan oleh pemkembangan pada akuisisi data, mass storage, dan teknologi komunikasi data, ketika dipasangkan (Rizkinia, 2008).

Pemanfaatan produk penginderaan jauh antara lain yaitu :

1. Mendukung penangkapan ikan laut oleh nelayan;

2. Menyediakan pengolahan sumber daya laut dengan informasi untuk penangkapan dan mortalitas ikan;

3. Menyediakan informasi indikasi iklim dampak El Nino;

(26)

10

2.6. Sistem APT

Sistem APT terdiri dari dua hal utama yaitu sistem akuisisi data dan format data yang diterima melalui sinyal APT. Sistem akuisisi membahas tentang susunan perangkat keras yang digunakan untuk penerimaan sinyal APT, kemudian pada pembahasan format data menjelaskan tentang karakteristik dari sinyal yang diterima dan tata cara yang digunakan untuk melakukan pengolahan sinyal APT untuk diubah ke bentuk citra.

2.6.1. Sistem Akuisisi Data Satelit NOAA/AVHRR-APT

Komunikasi dengan sistem APT merupakan salah satu jenis komunikasi realtime antara satelit cuaca NOAA dan stasiun penerima yang ada di bumi. Gambar 2.4 menunjukkan komponen-kompenen yang digunakan pada stasiun penerima.

Gambar 2.4 Komponen stasiun penerima APT. (Robel et al., 2014).

(27)

11

2.6.2. Format Data Sinyal APT

APT dibuat untuk komunikasi data secara realtime yang berupa gambar video. Urutan data yang dihasilkan merupakan hasil proses modulasi amplutido sinyal pembawa 2400 Hz dengan 8 MSB (Most Significant Bit) dari 10 bit data digital AVHRR. Hasilnya ini yaitu sebuah sinyal dengan amplitudo bervariasi sesuai dengan data digital asli AVHRR.

Transmisi penyiaran APT terdiri dari dua kanal citra, informasi telemetri, dan data sinkronisasi, dengan kanal citra yang biasanya disebut video A dan video B. Semua data ini ditransmisikan sebagai scanline horizontal. Garis A lengkap sepanjang 2080 piksel, dengan setap citra menggunakan 909 piksel dan yang tetap ada telemetri dan sinkronisasi. Garis ditransmisikan dengan kecepatan 2 perdetik yang senilai dengan 4160 kata per detik (Rizkinia, 2008). Format frame yang ditransmisikan dijelaskan pada gambar 2.5 berikut.

Gambar 2.5 Format frame APT. (Robel et al., 2014).

(28)

12 menghasilkan indeks modulasi 87% ±5% (tidak termasuk 92%). Tabel 2.2 menunjukkan karakteristik transmisi sinyal APT.

Tabel 2.2 Karakteristik transmisi sinyal APT (Robel et al., 2014).

Frekuensi Band 136 MHz – 139 MHz

Stabilitas Frekuensi ±0.002 %

Rate dan Tipe Modulasi ±17 kHz dengan subcarrier 2,4 kHz

EIRP ±33,5 dBm

Line Rate 120 lines/menit

Resolusi Data 4,0 km

Power Transmitter 5 W (37 dBm)

Polarization RCP

Dua dari enam kemungkinan kanal spektral AVHRR termultiplexing sehingga kanal A data APT diperoleh dari satu kanal spektral AVHRR scan line pertama dan kanal B diperoleh dari kanal spektral lain yang terkandung dalam scan line kedua AVHRR. Scan line AVHRR ketiga dihilangkan dari APT sebelum proses ini diulang. Dua kanal spektral ditentukan oleh ground command dan tidak dapat dipilih oleh

pengguna. Hasil pengolahan di APT mengandung 1/3 dari data dari AVHRR 360 scan

lines/menit. Oleh karena itu, resolusi APT secara proporsional berkurang dan diterima di stasiun bumi pada rate 120 baris per menit dari video (Robel et al., 2014).

(29)

13 Gambar 2.6 Detail sinkronisasi APT.

(Robel et al., 2014)

2.7. Antena untuk Sistem APT

Pada sistem APT, jenis antena yang digunakan adalah antena dengan polarisasi circular yang bertujuan tidak lain untuk mengurangi efek depolarisasi yang terjadi saat menembus awan. Ada beberapa jenis antena yang dapat digunakan untuk sistem penerimaan sinyal APT, di antaranya adalah antena crosseddipole atau turnstile, helix, dan quadrifilarhelix(QHA).

(30)

14 Gambar 2.7 Typical radio system.

(Huang et al., 2008)

Sistem antena untuk penerimaan satelit cuaca terdiri dari dua elemen yaitu antena dan sistem transmisi. Desain umum menentukan sebaik apakah sistem antena berfungsi dan pengaruhnya terhadap kualitas data satelit yang diperoleh. Ada tiga hal yang menyusun desain antena untuk satelit cuaca antara lain (Robel et al., 2014);

1. Ukuran fisik komponen antena ditentukan berdasarkan frekuensi sistem transmisi yang ditujukan pada penerima. Secara umum berada pada frekuensi VHF (Very High Frequency), elemen driven atau elemen radiasi memiliki ukuran ¼ atau ½ panjang gelombang.

2. Desain antena harus mengikuti polarisasi pengirim sinyal frekuensi radio.

3. Antena harus memiliki gain yang baik untuk menghasilkan sinyal dengan noise minimum saat digunakan pada perangkat radio penerima.

Beberapa komponen yang menjadi parameter utama dalam pembuatan antena untuk penerima satelit cuaca antara lain adalah gain, impedansi masukan, bandwidth, polarisasi, dan pola radiasi.

2.7.1. Gain

Gain antena menggambarkan kemampuan suatu antena memancarkan sinya dan

seberapa kuat intenitas antena tersebut untuk menerima sinya pada suatu titik arah antena tersebut. Antena dengan radiasi terarah (directional) akan mempunyai faktor penguatan yang lebih baik dibanding yang ke segala arah (omnidirectional). Dalam kasus penggunaan antena dipole, penambahan komponen director pada antena dengan jarak 0,15λ dari kompenen driven akan meningkatkan gain antena (Alaydrus, 2011).

2.7.2. Impedansi Masukan

(31)

15 Impedansi masukan penting untuk pencapaian kondisi matching pada saat antena dihubungkan dengan sumber tegangan, sehingga semua sinyal yang dikirirn ke antena akan terpancarkan. Atau pada antena penerima, jika kondisi matching tercapai, energi yang diterima antena akan bisa dikirimkan ke receiver (Alaydrus, 2011).

Gambar 2.8 Antena sebagai beban dari rangkaian sebelumnya.

(Alaydrus, 2011)

Untuk mengetahui baik tidaknya antena dengan saluran transmisinya digunakan beberapa perhitungan seperti koefisien pantul, VSWR dan return loss (Huang, 2008).

Dalam aplikasinya sebuah antena sering dianggap telah merniliki kinerja refleksi yang bagus jika faktor refleksinya LRT ≤ -10dB (10% energinya direfleksikan kembali ke pemancar) dan VSWR < 1,92 (Alaydrus, 2011).

2.7.3. Bandwidth

Bandwidth didefinisikan sebagai rentang frekuensi kerja suatu antena. Pada suatu antena terdapat frekuensi kerja pada frekuensi tengah (fc), namun antena tersebut masih mampu menerima sinyal pada frekuensi di bawah fc (fl) dan frekuensi di atas fc (fu). Range pengukuran tersebut disebut dengan bandwidth. Nilai bandwidth dalam hal proses diperoleh dari persamaan :

BW =

(32)

16 2.7.4. Polarisasi

Polarisasi antena didefinisikan sebagai arah vektor medan listrik yang diradiasikan oleh antena pada arah propagasi. Jika jalur dari vektor medan listrik maju dan kembali pada suatu garis lurus dikatakan berpolarisasi linier, jika vektor medan listik konstan dalam panjang tetapi berputar disekitar jalur lingkaran, dikatakan berpolarisasi lingkaran (circular) seperti ditunjukkan pada gambar 2.9.

Gambar 2.9 Polirasi circular (Alaydrus, 2011)

Polarisasi circular digunakan dengan tujuan mengantisipasi kemungkinan penerimaan sinyai yang tidak diketahui polarisasinya. Pada aplikasi satelit, sinyal akan mengalami depolarisasi ketika menembus awan. Polarisasi gelombang akan berubah ke arah yang tidak bisa diprediksikan. Bagi gelombang berpolarisasi eliptis hal ini tidak berpengaruh. (Alaydrus, 2011).

Frekuensi putaran radian adalah ω dan terjadi satu dari dua arah perputaran. Jika vektornya berputar berlawanan arah jarum jam dinamakan polarisasi tangan kanan (right hand polarization) dan yang searah jarum jam dinamakan polarisasi tangan kiri (left hand polarization).

2.7.5. Pola Radiasi

(33)

17 Gambar 2.10 Ilustrasi pola radiasi antena dalam dua dimensi.

(Huang et al., 2008)

Parameter – parameter pola radiasi antena;

1. Radiation lobe merupakan puncak intensitas radiasi tertinggi disekitar daerah intensitas radiasi terendah.

2. MainLobe merupakan cuping radiasi pada arah radiasi maksimum. 3. MinorLobe merupakan cuping radiasi lainnya dari pada cuping utama.

4. Side Lobe merupakan sebuah cuping radiasi dalam arah lainnya daripada arah radiasi yang dipusatkan.

5. Back Lobe merupakan kebalikan daripada cuping radiasi terhadap cuping utama. 6. Half Power Beamwidth (HPBW) merupakan lebar sudut berkas utama pada titik

setengah daya antena.

7. First Null Beamwidth (FNBW) merupakan lebar sudut antara bagian null (kosong) pertama pada sisi lain berkas utama.

2.8. Receiver RTL2832U R820T

(34)

18 Gambar 2.11 Konfigurasi tuner R820T.

(Rafael Microelectronic, 2011).

Pada gambar 2.11 memperlihatkan sebuah receiver dengan tuner menggunakan

chip Rafael Micro R820T, yang mampu bekerja dengan baik pada frekuensi 42 MHz sampai dengan 1002 MHz. Pada gambar 2.11, digital demodulator yang ada di pasaran untuk membentuk sebuah USB receiver yaitu chip Realtek RTL2832U yaitu chip demodulator menggunakan COFDM dengan standar ETSI EN300 744. Dengan menggabungkan kedua chip ini, kinerja receiver DVB-T/DAB/FM dapat mendukung penggunaan perangkat penerima berupa USB. USB receiver ini memiliki beberapa jenis penggunaan chip seperti yang ditunjukkan pada tabel 2.3.

Tabel 2.3 Pemasangan Tuner pada RTL2832U (Markgraf et al., 2014).

Tuner Frequency range

Elonics E4000 52 - 2200 MHz dengan gap dari 1100 MHz sampai 1250 MHz

Rafael Micro R820T 24 - 1766 MHz

Rafael Micro R828D 24 - 1766 MHz

Fitipower FC0013 22 - 1100 MHz

Fitipower FC0012 22 - 948.6 MHz

FCI FC2580 146 - 308 MHz dan 438 - 924 MHz

Tabel 2.3 memperlihatkan rentang frekuensi yang lebih tinggi dihasilkan dengan menggunakan chip RTL2832u dengan chip Rafael Mikro R820T atau R828D. Pemasangan RTL2832u dengan R820T mampu menerima sinyal dengan frekuensi dari

24 MHz sampai dengan 1766 MHz tanpa gap.

Proses dilakukan dalam perangkat ini terdiri dari beberapa langkah antara lain (Rajan, 2013):

1. Analog RF masuk ke dalam tuner Rafael Micro R820T, dilakukan proses down-conversion menjadi I/Q baseband.

(35)

19

2.9. Software Defined Radio

Sebuah receiver SDR dapat dilakukan proses tuning ke berbagai frekuensi dan mendecode different modulations/skema encoding melalui spektrum frekuensi yang lebar dengan kata lain hardware yang dapat diprogram dengan kontroler berupa software (Rajan et al., 2013). SDR dirancang untuk memungkinkan penggunaan perangkat keras seperti mixer, filter, amplifier, modulator/demodulator dan sebagainya dalam sebuah aplikasi.

Salah satu aplikasi yang tergolong sebagai SDR adalah SDRSharp seperti yang tampak pada gambar 2.12. SDRSharp adalah aplikasi milik Airspy yang digunakan untuk melakukan proses untuk mengendalikan perangkat keras yang termasuk dalam SDR. Proses yang dapat dilakukan di antaranya yaitu tuning frekuensi, memilih jenis modulasi dan menampilkan spektrum sinyal berupa user interface. Untuk mendapatkan informasi satelit, yang perlu dilakukan adalah mengetahui informasi sinyal yang digunakan dan mengetahui waktu satelit melewati daerah sekitar penerima.

Gambar 2.12 Tampilan aplikasi SDRSharp. (Airspy, 2016)

2.10. Aplikasi WxtoImg

(36)

20 Citra SPL yang diperoleh dari aplikasi Wxtoimg merupakan citra buatan yang berasal dari kanal 4 untuk mewarnai citra. Daratan dan awan dengan ketebalan tinggi akan berwarna hitam. Pembacaan suhu pada bisa saja salah dikarenakan oleh kandungan awan, baik awan tipis maupun tebal tetap dievaluasi, ataupun dari noise pada sinyal.(Wxtoimg, 2015).

Gambar 2.13 Tampilan Aplikasi WxtoImg. (Rizkinia, 2008)

Gambar 2.13 merupakan tampilan aplikasi WxtoImg yang menunjukkan citra SPL di daerah Sumatera dan Jawa, dengan tanda-tanda berupa penomoran untuk

menunjukkan bagian-bagian pada aplikasi Wxtoimg. Nomor 1 menunjukkan Menu bar.

Nomor 2 merupakan baris informasi yang terdiri dari tipe satelit (arah, sudut elevasi

maksimum, dan azimuth), tanggal, dan waktu berlangsungnya proses scanning. Nomor

(37)

21 Untuk mendapatkan citra SPL menggunakan aplikasi ini dilakukan dengan menggunakan beberapa tahapan yang bertujuan untuk mendapatkan informasi level 2, di mana data level 2 merupakan data yang telah diproses untuk menghasilkan produk data geofisik seperti suhu kecerahan, radiasi, tutupan awan, NDVI, SPL, LST, dan titik api. Tahapan yang dilakukan di dalam program untuk mendapatkan citra SPL secara umum tersusun sebagai berikut.(Rizkinia, 2008).

1. Pembacaan sinyal APT untuk daerah yang dilalui satelit saat penerimaan sinyal; 2. Penghilangan telemetri untuk mendapatkan citra daerah cakupan saja;

3. Koreksi geometris citra, hal ini perlu dilakukan karena kondisi bumi yang tidak datar untuk disesuaikan kembali;

4. Penerapan algoritma Sea Surface Temperature dilakukan di dalam program dengan

menggunakan teknik pseudo-coloring berdasarkan kecerahan kanal pada sinyal radiometrik citra yang diperoleh.

2.11. Algoritma Suhu Permukaan Laut NOAA/AVHRR

Dengan memanfaatkan algoritma tertentu untuk mengolah informasi dari satelit, maka didapatkan dengan cara sedemikian sehingga diperoleh informasi Suhu Permukaan Laut (SPL). SPL merupakan salah satu parameter yang dapat mempengaruhi metabolisme dan perkembangbiakan organisme laut. Yang mana pada daerah dengan suhu tinggi menunjukkan lokasi perkumpulan mikroorganisme laut yang menjadi penunjang untuk sistem kehidupan organisme laut terutama ikan laut. Salah satu contoh daerah yang membutuhkan informasi SPL adalah Pulau Lombok yang mana informasi ini dapat dijadikan bahan dasar untuk mengetahui kemungkinan keberadaan ikan laut.

(38)

22

( ) ( )( ) ( )( ) ... (2-5)

Pada pembaharuan sistem, algoritma MCSST telah diubah menjadi persamaan penentuan suhu berdasarkan algoritma NLSST Day Split dan NLSST Night Triple yang

terdapat pada NOAA-KLM User Guide, yaitu

( ) ( ) ( ) ( )( ) ... (2-6)

( ) ( ) ( ) ( )( ) ... (2-7) Di mana A1,2,3,4 adalah nilai koefisien

B1,2,3,4 adalah nilai koefisien

T3 adalah suhu kecerahan kanal 3 AVHRR (Kelvin)

T4 adalah suhu kecerahan kanal 4 AVHRR (Kelvin)

T5 adalah suhu kecerahan kanal 5 AVHRR (Kelvin)

Tf adalah Suhu daerah yang dianalisa (°Celcius)

θ adalah sudut zenith satelit

NLSST adalah non-linear SST (°Celcius)

NL(4/5) adalah NLSST Day Split

NL(3/4/5) adalah NLSST Night Triple

Untuk nilai masing-masing koefisien algoritma NLSST terdapat pada tabel 2.4 Tabel 2.4 Koefisien algoritma NLSST (Robel et al., 2014)

(39)

23 Tabel 2.5 Koefisen algoritma NLSST Day Split dan NLSST Night Triple (Robel et al., 2014).

Satelit Algoritma Waktu Koefisien

NOAA-15 NLSST Day Split Siang B1 = 0,9367; B2 = 0,0864; digunakan sebagai salah satu parameter penentuan daerah potensi ikan di mana ikan-ikan akan berkumpul pada daerah perairan yang memiliki perbedaan suhu yang cukup tinggi (Rizkinia, 2008). Karena keterbatasan kanal AVHRR dalam sistem APT, maka algoritma penentuan SPL dilakukan dengan menggunakan proses pseudo-coloring di dalam aplikasi Wxtoimg, dengan cara memberikan warna tergantung pada intensitas radiometrik sinyal APT yang digunakan sehingga diperoleh kurva enhancement color pada citra SPL hasil pseudo-coloring tersebut.

2.12. Model Warna HSV

Dalam citra digital, ada beberapa model warna citra yang telah menjadi standardisasi untuk memungkinkan dilakukannya pewarnaan dengan algoritma yang ditentukan sesuai kebutuhan. Teknik perwarnaan ini dikenal dengan pseudo-coloring. Untuk keperluan penampilan warna, yang umum digunakan adalah citra dengan format RGB (Red, Green, Blue), sedangkan untuk teknik perhitungan yang dilakukan

menggunakan komputer lebih umum menggunakan citra format HSV (Hue, Saturation,

(40)

24 Citra dengan format HSV digunakan karena dapat merepresentasikan warna sesuai dengan kemampuan mata manusia. Diperoleh dengan cara mengubah komponen warna RGB ke dalam komponen yang terdapat pada format HSV. Langkah tersulit dalam konversi RGB ke HSV adalah penentuan nilai hue, di mana nilai hue merupakan representasi yang dihitung berdasarkan derajat pergeseran dalam ketentuan yang ditetapkan. Nilai hue berada pada rentang 0 sampai 1 dengan nilai, di mana nilai 0 sampai 1 diperoleh dengan pergeseran sudut dalam proses konversi citra dari format kubik RGB ke fomat silinder format citra HSV. Sudut-sudut yang terbentuk untuk mengkonversi RGB ke format HSV adalah 0° mereprensentasikan warna merah, 120° merepresentasikan warna hijau, 240° merepresentasikan warna biru, dan seterusnya dengan beda sudut 120°.(Fortner et al., 1997).

Perhitungan nilai hue dilakukan menggunakan algoritma RGB to HSV yang dikenal dengan model Hexcone. Tahapan algoritma yang digunakan sebagai berikut. (Smith, 1978).

1. Nilai R, G, dan B dengan skala 0 sampai 255 diubah ke domain nilai 0 sampai 1. 2. Menentukan ekivalen H, S, dan V yang masing-masing berada pada rentang 0

(41)

25 memberikan hasil yang lebih cocok dengan kenyataan dari bentuk sebaran data.(Yudiaatmaja, 2013).

Prinsip dari metode kuadrat terkecil dapat diperluas lagi untuk pencocokan data hasil pengukuran kepada sebuah polinomial orde tertentu. Secara umum, polinomial berorde ke N dapat dituliskan sebagai

 

2

0 1 2 ... N n f xaa x a x  a x

(42)

26

BAB III

METODE PERANCANGAN

3.1. Rancangan Sistem

Rancangan sistem pada penelitian ini secara umum merupakan sistem minimum stasiun penerima data dari satelit cuaca NOAA dengan tipe transmisi APT. Sistem terdiri dari sebuah perangkat penerima (USB receiver) yang mampu bekerja untuk aplikasi FM sesuai dengan frekuensi kerja sistem APT satelit NOAA. Frekuensi kerja sistem APT satelit NOAA ini berada pada pita frekuensi VHF 137 MHz sampai dengan

138 MHz. Perangkat penerima yang digunakan adalah USB receiver FM yang

dilengkapi dengan konektor pendukung untuk komunikasi serial berupa USB. Untuk dapat bekerja pada frekuensi yang digunakan oleh satelit tersebut, dibutuhkan antena yang sesuai agar diperoleh kualitas sinyal yang baik. Antena yang dimaksud adalah antena crossed dipole 137,5 MHz.

Sinyal yang diterima dari antena dijadikan masukan pada amplifier VHF untuk meningkatkan kuat sinyal sebelum dilakukan proses demodulasi pada USB receiver. Sinyal keluaran dari proses demodulasi kemudian ditampilkan dalam aplikasi SDRSharp untuk memantau spektrum audio yang diterima secara realtime. Spektrum sinyal ini kemudian dikirimkan langsung berupa audio menjadi masukan pada aplikasi WxtoImg melalui port serial virtual menggunakan aplikasi VB cable untuk dilakukannya proses perekaman. File rekaman suara yang diterima akan disimpan secara otomatis dalam bentuk file audio dengan format file *.wav dengan frekuensi sampling 11025 Hz yang tersimpan pada audiolibrary aplikasi WxtoImg.

(43)

27

Penelitian ini menggunakan beberapa alat dan bahan yang terdiri dari perangkat keras dan perangkat lunak. Perangkat-perangkat keras yang dimaksud adalah sebagai berikut.

1. Antena CrossedDipole 137.5 MHz

2. Kabel coaxial RG 8

3. SDR-kits DG8SAQ

4. Amplifier VHF

5. USB receiver RTL2832U R820T

6. Laptop

Untuk perangkat lunak yang digunakan antara lain :

5. Aplikasi MATLAB R2014b

6. Aplikasi SDRSharp (SDR# v1.0.0.1361)

7. Aplikasi VB Cable

8. Aplikasi WxtoImg

(44)

28

3.3. Langkah-langkah Perancangan

3.3.1. Studi Literatur

Studi literatur ini merupakan tahapan awal untuk mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan penelitian yaitu dengan mengumpulkan berbagai sumber informasi. Pentingnya studi literatur ini dilakukan agar peneliti memiliki pengetahuan dasar yang kuat untuk melakukan tahap perancangan sampai dengan tahap implementasinya. Adapun sumber informasi yang dikumpulkan berasal dari buku, jurnal, maupun artikel yang berkaitan dengan satelit NOAA, dan proses pengubahan sinyal APT ke dalam gambar.

3.3.2. Pembuatan Antena Crossed Dipole

Antena yang digunakan pada penelitian ini yaitu antena Crossed dipole atau dikenal dengan antena Turnstile yang mampu berkerja pada range frekuensi 137 MHz sampai dengan 138 Mhz. Penggunaan antena ini didasarkan pada jenis polarisasi circular antena pemancar yang terdapat pada satelit yaitu right hand circular polarization, sehingga untuk dapat menerima data dari satelit dibutuhkan juga antena dengan polarisasi yang sama dengan tujuan untuk mengurangi tingkat redaman atmosfer.

Pembuatan antena pada penelitian ini menggunakan metode matching frekuensi

gamma match untuk membuat elemen driven antena dipole . Antena ini terdiri dari

dua buah antena dipole dengan elemen reflector, driven, dan director yang tersusun di arah vertical dengan perbedaan sudut sebesar 90 derajat. Dengan memilih frekuensi kerja antena berada pada fc = 137,5 MHz maka panjang gelombangnya (λ) adalah :

λ

=

=

2,182 m

Karena panjang elemen dipole yang dibuat menggunakan ukuran , maka hasil perhitungan ukuran panjang masing-masing elemen dirangkum dalam tabel 3.1. Tabel 3.1 Ukuran elemen antena crossed dipole 137,5 MHz

Elemen Panjang Elemen (λ) Panjang Elemen (cm)

Driven 0,47 λ 102,6

Reflector 0,5 λ 109,1

Director 0,406 λ 88,6

(45)

29 Untuk menggabungkan dua buah antena dipole menjadi antena crossed dipole dibutuhkan splitter yang berkerja pada frekuensi yang sama dengan antena tersebut yaitu coaxialsplitter 137,5 MHz. Penggabungan bertujuan untuk membentuk polarisasi right hand cilcular, dengan cara membentuk beda fasa 90° antara antena dipole 1 dan antena dipole 2. Beda fasa ini diperoleh dengan menambahkan panjang kabel feeder antena dipole 2 sepanjang ¼ λ. Dengan catu daya, amplitudo dan frekuensi yang sama maka akan diperoleh perbedaan fasa saja pada kedua antena. Rancangan dimensi splitter terdapat pada gambar 3.2.

Gambar 3.2 Splitter 137,5 MHz

Untuk membentuk beda fasa antara antena dipole 1 dengan antena dipole 2 digunakan kabel RG58 sebagai kabel feeder menuju splitter dengan panjang tambahan ¼ λ pada antena dengan perhitungan selisih jarak masing-masing antena ke feeder sebagai berikut.

Panjang jarak dari antena dipole 1 ke feeder pada splitter adalah

Panjang jarak dari antena dipole 2 ke feeder pada splitter adalah

Maka selisih jarak antara keduanya sebesar adalah

3.3.3. Pengujian Antena

Pengujian antena dilakukan dengan mengukur nilai return loss dan nilai VSWR antena menggunakan alat ukur SDR-kits DG8SAQ VNWA (Vector Network Analyzer). Prosedur pengukuran pada VNWA adalah sebagai berikut.

1. Melakukan proses kalibrasi alat ukur SDR-kits DG8SAQ sesuai dengan frekuensi kerja yang ingin ditampilkan pada layar melalui aplikasi VNWA pada laptop.

2. Mengatur aplikasi VNWA untuk menampilkan rentang frekuensi pengukuran mulai

(46)

30 parameter S11 untuk mengukur nilai return loss dan VSWR. Setelah pengaturan selesai kemudian melakukan kalibrasi dengan tujuan untuk validitas pengukuran, dengan cara membuat kondisi alat ukur sesuai standar.

3. Setelah kalibrasi selesai, melakukan pengukuran dengan cara menghubungkan antena yang akan diukur pada port TX Out VNWA dengan konfigurasi sebagai 3.3.

Gambar 3.3 Konfigurasi pengukuran antena pada VNWA

4. Menampilkan rentang rekuensi pengukuran dengan menekan tombol “continuous” sebagai tombol start dan stop pada aplikasi VNWA.

5. Mengatur trace 1 untuk menampilkan S11 dB, dan trace 2 S11 VSWR.

6. Menambahkan marker normal pada frekuensi 137,5 MHz untuk menampilkan nilai

parameter returnloss dan VSWR pada frekuensi 137,5 MHz.

7. Melakukan proses optimasi antena dengan cara menggeser konfigurasi antena untuk menghasilkan nilai return loss (S11) kurang dari -10dB pada frekuensi yang diinginkan.

8. Mengambil gambar (screenshot) hasil pengukuran parameter tersebut.

(47)

31 Gambar 3.4 menunjukkan diagram alir dari proses pengujian antena yang dilakukan pada penelitian ini.

Mulai Kalibrasi VNWA

Tampilkan Nilai s11 dan VSWR

S11 ≤ -10 dB Optimasi Antena

Export Data s11 dan simpan screenshoot pengukuran

Selesai Ya

Tidak

Gambar 3.4 Diagram alir pengujian antena

3.3.4. Instalasi Sistem Penerima Sinyal APT Satelit NOAA

Pada proses ini dilakukan penginstalan dan pemasangan keseluruhan perangkat yang digunakan untuk menerima sinyal APT satelit NOAA. Perangkat-perangkat yang dimaksud tergolong ke dalam perangkat keras dan perangkat lunak. Untuk instalasi perangkat keras yaitu menghubungkam segala jenis perangkat yang digunakan seperti antena, penguat VHF, USB receiver FM, dan Laptop. Secara grafis, instalasi perangkat yang dimaksud ditunjukkan dengan blok diagram yang terdapat pada gambar 3.5.

(48)

32 Karena data yang diterima dari perangkat keras masih berupa informasi yang belum terolah, maka dibutuhkan perangkat lunak yang dapat mengolah data tersebut sehingga diperoleh informasi yang diinginkan. Adapun langkah-langkah penginstalan perangkat lunak adalah sebagai berikut.

a. Instalasi aplikasi SDRSharp

Aplikasi ini diperoleh dari link http://airspy.com/download/. Prosedur install dilakukan dengan mengekstrak file *.zip ke folder yang diinginkan. Aplikasi ini digunakan untuk melakukan tuning frekuensi sesuai dengan frekuensi yang digunakan, dan menampilkan spektrum frekuensi yang dimaksud.

b. Instalasi aplikasi VBCable

Aplikasi ini digunakan sebagai vitual serial port untuk komunikasi antara aplikasi SDRSharp dengan aplikasi WxtoImg. Format yang digunakan adalah stereo pada sample rate 44100 Hz.

Gambar 3.6 Properties pengaturan aplikasi VB cable

(49)

33 Gambar 3.7 Konfigurasi audio aplikasi SDRSharp.

c. Instalasi Aplikasi WxtoImg

Proses instalasi aplikasi WxtoImg ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut.

1. Mengunduh aplikasinya di link http://www.wxtoimg.com/downloads/.

2. Menginstall aplikasinya

3. Mengatur lokasi Ground Station sesuai dengan lokasi penerimaan sinyal APT.

4. Mengubah pengaturan Recording Options sesuai dengan perangkat yang digunakan

yaitu mengubah adalah port masukan suara yang akan VB Audio Virtual dengan sample rate 11025 Hz.

(50)

34

3.3.5. Implementasi Sistem Penerima dan Akuisisi Sinyal APT

Pada bagian ini proses implementasi dan akuisisi data sinyal APT dari sistem yang telah terinstal. Langkah awal dari keseluruhan sistem ini adalah memprediksi waktu kedatangan satelit NOAA dengan menggunakan aplikasi WxtoImg. Kemudian melakukan monitoring adanya sinyal APT dari satelit NOAA menggunakan aplikasi SDRSharp dengan mengatur frekuensi yang ditampilkan sesuai dengan frekuensi satelit yang akan melalui ground station (stasiun bumi). Gambar 3.9 menjelaskan bagian-bagian yang dilalui oleh sinyal untuk bisa memberikan informasi.

Gambar 3.9 Sistem komunikasi.

Proses akuisisi data terjadi pada saat satelit mengirimkan sinyal APT, sinyal APT berisikan sinyal hasil modulasi amplitudo dengan frekuensi carrier 2400 Hz yang

dikirimkan melalui frekuensi pembawa band VHF berada di rentang 137 MHz sampai

138 MHz dengan modulasi frekuensi. Sinyal yang datang ditampilkan dalam bentuk spektrum pada aplikasi SDRSharp dengan menujukkan adanya peningkatan puncak spektrum sinyal dan kerapatan daya pada frekuensi carrier yang digunakan. Dalam penelitian ini, perekaman dilakukan dengan menggunakan fitur rekam otomatis pada aplikasi WxtoImg dengan hasil keluaran rekaman berupa file *.wav.

3.3.6. Perancangan Program Decoding Menggunakan Aplikasi Matlab

Program decoding menggunakan aplikasi Matlab bertujuan sebagai

(51)

35 agar mudah dimengerti. Pada program decoding menggunakan aplikasi Matlab ini dilakukan beberapa proses seperti yang dijelaskan berikut ini.

1. Decoding sinyal rekaman dari aplikasi WxtoImg dengan format file *.WAV kemudian diolah untuk mendapatkan citra inframerah dan citra cahaya tampak yang masing-masing memiliki kanal. Diagram alir program terdapat pada gambar 3.10 dan gambar 3.11.

Tentukan jarak antara akhir sinyal sync dengan akhir sinyal sync empat baris

sebelumnya.

(52)

36

Gambar 3.11 Lanjutan diagram alir decoding sinyal APT

(53)

37 dinormalisasi agar nilai setiap amplitudo berada pada rentang nilai -1 sampai dengan +1, setelah itu dilakukan proses demodulasi untuk menghilangkan frekuensi pembawa audio yang berada pada frekuensi 2400 Hz dengan menggunakan filter. Setelah frekuensi pembawa dihilangkan, keluaran dari proses demodulasi dinormalisasi kembali untuk mendapatkan rentang nilai yang sama dan diinisialisasi sebagai variabel y. Setelah itu, dilakukan proses sinkronisasi sinyal dengan tujuan untuk mendapatkan sinyal sesuai dengan standar sinyal audio yang sebenarnya dimiliki oleh NOAA. NOAA memberikan dua jenis sinyal yang dapat digunakan untuk sinkronisasi, yaitu sinyal dengan periode 1/4160 detik dalam bentuk pulsa untuk APT sync A dan sinyal square untuk APT sync B. Dalam penelitian digunakan sinyal square dikarenakan pembuatan yang lebih mudah dipahami. Frekuensi sinyal square memiliki frekuensi 1040 Hz dengan 7 gelombang. Cara melakukan proses sinkronisasi yaitu dengan menggunakan

korelasi dan mende inisikan keluarannya sebagai variabel “syn A”. Dengan

diperolehnya sinyal sampai proses tersebut, selanjutnya dilakukan proses pembentukan matriks.

Ketentuan yang digunakan yaitu pembentukan kesesuaian jumlah baris dan kolom menggunakan frekuensi sampling, yaitu 11025 Hz. Tahapannya yaitu menentukan jarak sinyal “syn A” dari ujung sampai ke empat terakhir untuk mengetahui batas telemetri. Setelah mengetahui jaraknya, dilakukan pengujian untuk mendapatkan jumlah baris dan kolom dengan teknik looping yang digunakan oleh Mark Roland di Jayhawk Laboratory. Tujuannya yaitu untuk mendapatkan titik tepat kesesuaian jumlah sinyal dengan banyaknya vektor matriks gambar yang akan terbentuk. Setelah melalui proses looping diperoleh, sinyal yang memenuhi kriteria sebagai sinyal in ormasi disimpan dalam variabel “goodlist”. Langkah selanjutnya yaitu menentukan banyak kolom, banyak kolom ditentukan dengan nilai Fs/2. Sedangkan untuk banyaknya baris ditentukan dengan menggunakan permisalan untuk mendapatkan panjang data goodlist mencukupi nilai keseluruhan matriks yang sudah dibentuk.

(54)

38 2. Menampilkan hasil keluaran dari aplikasi WxtoImg untuk memberikan informasi SPL berupa citra SPL dengan menambahkan fitur colorbar tipe jet pada gambar keluaran Matlab dengan menunjukkan suhu dalam derajat celcius pada dengan rentang warna yang telah ditentukan pada aplikasi WxtoImg.

Gambar 3.12 Tampilan program decoding menggunakan aplikasi Matlab

3. Menyimpan citra hasil proses dari program pada aplikasi Matlab beserta informasi berupa waktu dan tanggal perolehan data dalam file gambar dengan format penamaan file sebagai berikut:

“YYYYMMDDhhmmss.jpg.”

Tahapan selanjutnya seteleh diperolehnya citra SPL yaitu menampilkan hasil pada website dengan tujuan untuk publikasi citra SPL tersebut.

3.3.7. Implementasi APT sebagai Informasi SPL

(55)

39 Untuk memperoleh data yang diinginkan, terdapat beberapa langkah mulai dari memotong bagian telemetri dan koreksi geometris kemudian melakukan pemotongan citra dengan menggunakan tools projection options pada aplikasi WxtoImg. Sehingga data yang diperoleh berupa itra SPL dengan batasan daerah 3°00‘S, 109°00’E sampai 13°00’S, 120°00’E. Diagram alir proses perolehan itra SPL ditunjukkan pada gambar 3.13.

Mulai

Load File WAV

Menghilangkan telemetri (crop telemetri)

Koreksi Geometris

Membatasi daerah penelitian dengan projection option

Enhancement Sea Surface Temperature (NOAA)

Save as Image

Selesai

Gambar 3.13 Blok diagram pengolahan citra SPL

(56)

40

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pengujian Antena

Hasil fisik antena yang dibentuk pada penelitian ini merupakan gabungan dua buah antena dipole untuk membentuk polarisasi circular dengan tambahan elemen reflector dan director. Bentuk fisik pembuatan akhir antena ditunjukkan pada gambar 4.1.

Gambar 4.1 Hasil pembuatan antena crossed dipole

Pada pengujian antena, parameter yang diukur adalah besarnya energi yang dipantulkan kembali ke catu antena dengan cara mengukur nilai S11 atau return loss dan VSWR antena crossed dipole pada frekuensi 137 MHz sampai dengan 138 MHz. Dengan mengetahui besarnya return loss, dapat diketahui besarnya energi yang dapat diterima oleh antena. Hasil pengujian antena ditunjukkan pada gambar 4.2 Pada gambar 4.2 terdapat nilai return loss sebesar -21,48 dB yang. Dengan nilai return loss tersebut maka didapatkan besarnya energi yang dipantulkan kembali melalui perhitungan seperti berikut.

| | ... (4-1) | | ... (4-2)

| |

(57)

41 Dengan perhitungan di atas, maka didapatkan bahwa energi yang dipantulkan oleh antena kembali ke catu sebesar 0,7 %.

Gambar 4.2 Pengukuran S11 dan VSWR antena crossed dipole

Gambar 4.2 menunjukkan nilai VSWR dan S11 optimum berada pada frekuensi

255 MHz dengan S11 sebesar -35,43 dB dan VSWR 1,03 yang ditujukkan pada marker

1. Kemudian pada frekuensi 137,5 MHz, nilai S11 dan VSWR yang ditunjukkan marker

2 berada di nilai -21,48 dB dan 1,19. Meskipun nilai optimum ditujukkan pada frekuensi 255 MHz, antena masih mampu bekerja dengan baik pada frekuensi 137,5 MHz. Tabel 4.1 menunjukkan nilai S11 dan VSWR masing-masing frekuensi di rentang 137 MHz sampai 138 MHz.

Tabel 4.1 Hasil pengukuran parameter S11 dan VSWR antena Frekuensi (MHz) S11 (dB) VSWR

137.0 -21.98 1.17

137.1 -21.86 1.18

137.2 -21.76 1.18

137.3 -21.67 1.18

137.4 -21.57 1.18

137.5 -21.48 1.19

137.6 -21.38 1.19

137.7 -21.29 1.19

137.8 -21.19 1.19

137.9 -21.10 1.19

(58)

42 Hasil pengukuran nilai S11 dan VSWR yang ada pada tabel 4.1 menunjukkan nilai VSWR dari frekuensi 137 MHz sampai dengan 138 MHz kurang dari 1,5. Nilai VSWR merupakan konversi dari nilai S11 yang menunjukkan perbandingan nilai tegangan maksimum gelombang berdiri dengan tegangan maksimum gelombang berjalan yang terjadi. Dengan nilai VSWR yang diperoleh tersebut maka antena yang dibuat sudah cukup baik untuk dijadikan sebagai antena penerima sinyal APT.

4.2. Pengujian Implementasi Sistem Penerima Sinyal APT

Pada pengujian implementasi sistem penerima APT yang dilakukan adalah menguji kemampuan sistem melakukan penerimaan sinyal APT. Hasil yang diperoleh merupakan hasil decoding data suara menjadi sebuah citra dengan menggunakan aplikasi WxtoImg. Proses pengujian yang dilakukan adalah dengan melihat kesesuaian bentuk sinyal yang ditampilkan pada aplikasi SDRSharp, di mana pada saat penerimaan sinyal APT terdapat 16 buah puncak gelombang yang menunjukkan satu frame sinyal APT sperti yang terdapat pada gambar 4.3.

Gambar 4.3 Tampilan Sinyal Penerimaan APT

Pada gambar 4.3 tampilan SDRSharp menunjukkan frekuensi dalam MHz pada

sumbu X dengan center tuning ditandai oleh garis merah. Pada sumbu Y menunjukkan

(59)

43 demodulasi AM dan decoding untuk mengubahnya ke dalam bentuk citra. Hasil dari decoding sinyal APT merupakan citra visible dan inframerah yang menunjukkan nilai intensitas radiometrik yang diperoleh oleh sensor AVHRR. Gambar 4.4 menunjukkan citra hasil decoding sinyal APT menjadi sebuah citra.

Gambar 4.4 Citra hasil decoding sinyal APT

Gambar 4.4 adalah citra hasil decoding yang diperoleh dari satelit NOAA 19 pada tanggal 30 Juli 2016 waktu 02:37:50 Wita. Dari gambar tersebut dapat dilihat terdapat dua buah kanal pada data APT yaitu kanal A (sebelah kiri) sebagai citra inframerah dan kanal B (sebelah kanan) adalah citra visible. Kedua kanal ini merupakan isi dari sinyal APT yang diperoleh dari proses demodulasi AM sinyal audio yang diperoleh. Kedua informasi berupa citra ini merupakan informasi sensor data AVHRR level 0.

Gambar tersebut jika diolah ke level data yang lebih tinggi akan membentuk sebuah citra suatu lokasi yang diisi dengan overlay peta. Data lainnya yang diperoleh saat proses implementasi sistem penerima APT tidak semua memiliki kualitas citra yang sempurna dengan kata lain tingkat noise yang diterima tidak sama untuk masing-masing citra. Hal ini sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca saat penerimaan sinyal, lintasan orbit, dan kemiringan satelit saat mengirim sinyal APT.

4.3. Pengujian Program Decoding APT dengan Aplikasi Matlab

(60)

44 kemampuan program mengubah sinyal audio menjadi sebuah data APT yang berbentuk gambar. Gambar yang dimaksud adalah hasil resample sinyal audio menjadi data grayscale dengan nilai intensitas piksel berada pada rentang 0 sampai 255. Hasil yang diperoleh terdapat pada gambar 4.5a dan gambar 4.5b.

Gambar 4.5a Hasil decoding dengan Matlab

Gambar 4.5b Hasil decoding dengan WxtoImg

Hasil pengolahan sinyal APT menggunakan program pada aplikasi Matlab ditunjukkan pada gambar 4.5a, jika dibandingkan dengan hasil decoding dengan menggunakan aplikasi WxtoImg (gambar 4.5b) menunjukkan hasil yang berbeda. Perbedaan jelas keduanya terlihat pada tingkat kecerahan gambar dan ukuran, di mana ukuran yang dihasilkan bergantung pada resampling matriks citra.

4.4. Analisa Program Decoding Menggunakan Aplikasi Matlab

Hasil akhir dari progam decoding menggunakan aplikasi Matlab terdapat pada gambar 4.6 berikut ini.

Gambar

Gambar 2.1 Skematik orbit satelit polar.
Tabel 2.1 POES operational status (NOAA,2012)
Gambar 2.3 Arsitektur NOAA-N Prime.
Gambar 2.4 Komponen stasiun penerima APT.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian ini, Chlorella sp (inaCC M39) dikultur pada media limbah ternak ayam Broiler dengan konsentrasi 20 gram/L.. Limbah yang digunakan merupakan kotoran ayam broiler

1.4 Tujuan Tujuan dari Kerja Praktik ini adalah bagaimana membuat Animate Grease Pencil 2D Dalam Produksi Film Animasi 3D “Mira Diwana” Menggunakan Teknik Frame by Frame... 1.5

Untuk dapat mengerjakan latihan ini, gunakan konsep-konsep yang telah diuraikan dalam Kegiatan Belajar 1. Telitilah konsep-konsep tersebut dengan cermat. Etika merupakan pokok

Bahan aktif yaitu semen dan air~ sedangkan bahan pasif adalah pasir dan kerikil atau biasa disebut agregat halus dan agregat kasar.. Kelompok yang aktif sebagai

Berdasarkan fakta tersebut, walaupun tren kemiskinan di Sulawesi Tengah telah mengalami penurunan yang cukup tinggi, ternyata perlu upaya yang lebih lagi dari pemerintah

Diharapkan pada waktu pengamatan dibutuhkan ketelitian yang tinggi dikarenakan hasil perhitungan magnitude mutlak tersebut tergantung pada nilai magnitude semu dan dibutuhkan

Sedangkan secara umum peningkatan kemampuan analisis siswa dalam model pembelajaran kooperatif tipe TTW menggunakan RTE terlihat dari nilai rata-rata gain yang

Adaptasi perilaku menekankan pada reaksi manusia dalam menghadapi ketidaksesuaian dengan lingkungan, sedangkan untuk melihat perubahan bangunan agar sesuai dengan kapasitas