SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Disusun oleh: MUHAMMAD ARBA
NIM : 029114058
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
2010
Look not mournfully into the past
It comes not back again.
Wisely improve the present.
It is thine.
Go forth to meet the shadowy future, without fear.
(Henry Wadsworth Longfellow)
“
Emancipate
your
selves
from
mental
slavery,
none
but
our
selves
who
can
free
our
mind..
”
(Redemption song, Bob Marley)
Tuhan tidak memberikan apa yang kita
inginkan, tetapi Dia memberikan apa
yang kita butuhkan..
Allah SWT
RAJA dari RAJA apapun... Penguasa alam semesta... Terimakasih atas karunia yang telah Kau berikan kepada aku… Keluarga yang baik, alam yang indah, lingkungan dan habitat lain yang selama ini aku nikmati..
...akhirnya KAU kabulkan Doa-ku untuk dapat menyelesaikan studi S1 dengan baik… Alhamdulillah ya Allah...
NABI Muhammad SAW
Utusan-MU yang telah menjadi panutanku untuk menjalani hidup ini selama aku mampu...
My Family
..BAPAK, IBU, Mbak YUSIE, Dik IRBAH ..Makasih atas kasih sayang, kepercayaan, dukungan dan kesabarannya.. you are the best one..
Anysia Ferdita Wikantayu
..Dukungan mu telah membangkitkan semangat ku.. ..thanks my sweety..
Muhammad Arba
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang kepercayaan diri pada mahasiswa pecandu NAPZA. Kepercayaan diri adalah suatu sikap atau perasaan yakin atas kemampuan diri sendiri, dengan menerima dirinya apa adanya baik positif maupun negatif, kelebihan maupun kelemahan, yang dibentuk dan dipelajari melalui proses belajar dengan tujuan agar seseorang mampu menghadapi rintangan dan tantangan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pembentukan kepercayaan diri dipengaruhi oleh 5 aspek, yaitu : optimis, objektif, keyakinan akan kemampuan diri, bertanggung jawab serta rasional dan realistis. Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif, yaitu penelitian yang memberikan gambaran berdasarkan analisis skor jawaban subjek terhadap skala yang diberikan. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu dengan menggunakan skala kepercayaan diri. Uji reliabilitas dengan teknik Cronbach Alpha yang menghasilkan koefisien reliabilitas sebesar 0,910. Subjek penelitian adalah mahasiswa pecandu NAPZA. Subjek penelitian ini sebanyak 50 orang, dengan rincian 39 laki-laki dan 11 perempuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum mahasiswa pecandu NAPZA memiliki kepercayaan diri yang tinggi. Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa mean empirik (137,50) lebih besar dari mean teoritik (115).
Kata kunci : kepercayaan diri, mahasiswa, NAPZA
Muhammad Arba
ABSTRACT
This research is aimed to give a description about drugs addict college student self confidence. Self confidence is someone’s judgment toward themselves, self acceptance in a good or bad way, advantage or disadvantages, which is shaped and learned into a learning process to make someone capable to deal the obstacle and challenge to fulfill their needs. The establishment of self confidence is influenced by five factors: optimistic, objectivity, self faith, responsible and rational and also realistic. The type of research used is descriptive-quantitative, a research which gives a description based on the analysis of subject’s answers score toward given scales. Self-confidence scale was used in data compiling method. The reliability test was performed using Cronbach Alpha which produced reliability coefficient of 0,910. The subject of the research is drugs addict college student. Fifty students become the subject of this research; consist of 39 men and 11 women. The result shows that generally, drugs addict college student have higher self confidence. It is proven by the research. It is proven by the result of the research which shows that empiric mean (137.50) is greater than theoretic mean (115).
Keywords : self confidence, college students, drugs
Alhamdulillah, puji dan syukur terlimpahkan kehadirat Allah SWT, yang
telah senantiasa menganugerahkan segala kebesaran-Nya yang membawa
pencerahan kepada penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“Kepercayaan Diri Pada Mahasiswa Pecandu NAPZA”.
Banyak proses yang harus dilalui untuk menyelesaikan skripsi ini hingga
akhirnya layak untuk diujikan, serta banyak pula pihak yang telah membantu
penulis dalam proses tersebut. Dengan segala kerendahan dan ketulusan hati,
penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada :
1. Allah SWT yang Maha Kuasa Pencipta Alam Semesta.
2. Nabi Muhammad SAW. Utusan-Mu yang etlah menjadi panutanku untuk
menjalani hidup ini selama aku mampu.
3. Ibu Dr. Christina Siwi Handayani selaku Dekan Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma.
4. Ibu A. Tanti Arini, S.Psi., M.Si. selaku Dosen Pembimbing Akademik dan
Dosen Pembimbing Skripsi yang telah bekerja keras membimbing dengan
penuh kesabaran, membantu tahap demi setahap, memberi petunjuk dan saran
yang sangat berguna, serta memberikan dorongan moral.
5. Ibu Sylvia Carolina Maria Yuniati Murtisari, S.Psi., M.Si, selaku Kepala
Program Studi Psikologi Universitas Sanata Dharma dan dosen penguji yang
selalu memberikan dorongan moral dan bersedia mendengarkan curhat.
6. Ibu Titik Kristiyani, M.Psi. selaku Dosen Pembimbing Akademik di awal
perkuliahan.
8. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Psikologi yang sudah banyak membimbing dan
mengajar serta bersedia mentransfer ilmu mereka selama aku kuliah.
9. Seluruh karyawan fakultas Psikologi, Mas Gandung dan Mbak Nanik di
sekretariat, Mas Muji di Laboratorium, Mas Doni di ruang baca, dan Pak Giek
yang selalu memberikan senyuman yang ramah.
10.Bapak dan Ibu yang sabar dan selalu menyayangi serta mendorongku terus
menerus, tiada kata selain maaf jika aku lulus terlalu lama dan terima kasih
untuk segalanya.
11.Mbak Yusie dan Dik Irbah yang selalu mengingatkan dan memberiku
dukungan, tiada kata selain terimakasih untuk semuanya.
12.My Sweety Anysia Ferdita Wikantayu. Dukunganmu telah membangkitkan
semangatku.
13.FX. Sani Kusuma yang telah menolongku, terimakasih atas jasa-jasamu.
14.Para subjek penelitian yang telah bersedia meluangkan waktu mengisi skala.
15.Pemikir-pemikir terhebat yang pernah dilahirkan di muka bumi. Buah pikiran
kalian yang membentukku jadi seperti sekarang.
16.Segenap teman-teman angkatan 2002 Psikologi yang senasib : Si Ye, Windra,
Barjo, Dhoni, Dhika, Dhimas kreteng, Cing He, Eyang, Siti, Bona, Aan,
Dody, Nining, Ellen, dsb. Kita emang angkatan yang “unik & berbeda”.
Semua pihak yang tidak bisa aku sebutkan satu persatu yang sudah
mendukungku selalu hingga selesainya skripsi ini. Penulis menyadari bahwa
penulisan skripsi ini banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
Akhirnya penulis berharap kiranya skripsi ini dapat memberikan
kontribusi untuk semua pihak yang berkepentingan. Terima kasih.
Yogyakarta, 28 Juli 2010
Penulis
Muhammad Arba
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTTO ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... viii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUANPUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xiii
DAFTAR TABEL ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... ... xvii
BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 6
D. Manfaat Penelitian ... 6
BAB II : LANDASAN TEORI A. Kepercayaan Diri ... 7
3. Proses Perkembangan Kepercayaan Diri ... 9
4. Faktor-faktor Kepercayaan Diri ... 10
B. Mahasiswa Pecandu NAPZA ... 13
1. Mahasiswa ... 13
2. NAPZA ... 14
3. Pecandu NAPZA ... 18
C. Kepercayaan Diri pada Mahasiswa Pecandu NAPZA ... 19
D. Pertanyaan Penelitian ... 23
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 24
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 24
C. Subjek Penelitian ... 25
D. Metode dan Alat Pengumpulan Data ... 28
E. Kredibilitas Alat Pengumpulan Data ... 28
1. Validitas ... 28
2. Seleksi Item ... 29
3. Reliabilitas ... 31
F. Analisis Data ... 32
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Orientasi Kancah ... 34
B. Pelaksanaan Penelitian ... 34
2. Deskripsi Data Penelitian ... 36
3. Kategorisasi Kepercayaan Diri ... 38
4. Perbandingan Mean tiap Aspek Kepercayaan Diri ... 38
D. Pembahasan ... 39
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 45
B. Saran ... 45
DAFTAR PUSTAKA ... 47
LAMPIRAN ... 50
Tabel 1. Blue Print Skala Kepercayaan Diri
Tabel 2. Skor Berdasarkan Sifat Item
Tabel 3. Distribusi Item Uji Coba Skala Kepercayaan Diri
Tabel 4. Distribusi Item Skala Kepercayaan Diri setelah Uji Coba
Tabel 5. Tingkat Reliabilitas berdasarkan Nilai Alpha
Tabel 6. Hasil Uji Reliabilitas Skala Kepercayaan Diri
Tabel 7. Norma Kategorisasi
Tabel 8. Deskripsi Subjek Penelitian
Tabel 9. Uji Normalitas
Tabel 10. Deskripsi Data Penelitian
Tabel 11. Uji t Mean Empirik dan Mean Teoritik
Tabel 12. Data Jumlah Subjek per Kategori
Tabel 13. Aspek yang Dominan
Lampiran 1. Skala Kepercayaan Diri
Lampiran 2. Data Uji Coba Penelitian 1
Lampiran 3. Data Uji Coba Penelitian 2
Lampiran 4. Data Penelitian
Lampiran 5. Deskripsi Data Penelitian
Lampiran 6. Uji Normalitas dan Uji t
Lampiran 7. Uji t Tiap Aspek
A. Latar Belakang
Pada saat mendengarkan kata NAPZA maka dalam pikiran masing-masing
individu akan timbul pikiran-pikiran negatif tentang obat-obatan yang dapat
merusak masa depan seseorang. Padahal sebenarnya NAPZA merupakan obat
yang pada awalnya lebih banyak digunakan dalam bidang pengobatan dan ilmu
pengetahuan, tetapi kemudian ada beberapa pihak yang menyalahgunakannya.
Penyalahgunaan (abuse) adalah penggunaan NAPZA di luar tujuan pengobatan
dan tanpa pengawasan dokter, serta penggunaan yang melawan hukum (Badan
Narkotika Nasional, 2004).
Penyalahgunaan NAPZA menimbulkan dampak jangka panjang terhadap
kesehatan jasmani dan rohani, gangguan fungsi sampai kerusakan organ vital
seperti otak, jantung, hati, paru-paru, dan ginjal, serta dampak sosial termasuk
putus kuliah, putus kerja, hancurnya kehidupan rumah tangga, serta penderitaan
dan kesengsaraan berkepanjangan (Badan Narkotika Nasional, 2004).
Pecandu NAPZA atau drug addicted adalah orang-orang yang telah
benar-benar kecanduan (addicted) dan menjadi sangat tergantung pada penggunaan
NAPZA setiap saat tanpa mengenal situasi (Joewana, 1989). Menurut Amriel
(2008), ada sejumlah alasan mengapa seseorang menggunakan NAPZA. Alasan
yang lazim dikemukakan meliputi: individu menggunakan NAPZA karena merasa
bosan dengan hidupnya, adanya keinginan untuk masuk ke dalam kelompok
tertentu, ingin bereksperimen atau mencoba-coba, melarikan diri dari
kompleksitas hidup sekaligus menjalani hidup secara lebih tenang, serta ingin
mendapatkan perlakuan sebagai orang dewasa.
Generasi umat manusia yang akan datang dari semua bangsa dan negara,
saat ini sedang diracuni oleh maksiat penyalahgunaan NAPZA (Badan Narkotika
Nasional, 2004). Demikian juga halnya masyarakat Indonesia yang saat ini hidup
di bawah ancaman NAPZA, suatu zat yang secara perlahan-lahan akan dapat
merusak generasi bangsa. NAPZA sudah merambah ke mana-mana dan yang
menjadi sasaran bukan hanya tempat-tempat hiburan malam, tetapi sudah
merambah ke daerah pemukiman, kampus, bahkan ke sekolah-sekolah. Masuknya
peredaran dan penyalahgunaan NAPZA diakui banyak kalangan menjadi ancaman
yang berbahaya bagi bangsa Indonesia.
Salah satu komunitas yang juga telah menjadi korban dari NAPZA adalah
kampus. Komunitas kampus adalah komunitas yang dihuni oleh mahasiswa,
dimana mahasiswa sendiri didefinisikan sebagai orang yang belajar di perguruan
tinggi (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2002). Sudah banyak informasi yang
menyatakan bahwa banyak perguruan tinggi yang sekarang memiliki mahasiswa
pemakai bahkan pengedar yang memasok bahan-bahan terlarang tersebut bagi
pengguna dan pecandu NAPZA di lingkungan kampus tersebut. Keadaan ini
semakin lama semakin sulit terbendung, bahkan tidak hanya kampus yang hanya
menjadi ajang transaksi melainkan juga mulai merambah tempat-tempat kos yang
Pada Koran Tempo edisi Selasa, 11 September 2007 artikel “Satu Juta
Pelajar Menjadi Pengguna Narkoba” dikatakan sebanyak 1.037.682 pelajar dan
mahasiswa di Indonesia diketahui telah mengkonsumsi narkotik dan obat-obatan
terlarang lainnya (narkoba). Angka itu merupakan 32 persen dari total 3,2 juta
pengguna narkoba secara nasional. Angka itu diketahui berdasarkan survei yang
dilakukan Badan Narkotika Nasional dan Universitas Indonesia, Jakarta. Survei
dilakukan terhadap 73.842 pelajar dan mahasiswa di 33 provinsi di Indonesia.
Survei tersebut menyimpulkan faktor penyebab terjadinya penyalahgunaan
narkoba semakin sulit diketahui, karena penyalahgunaan dan peredaran narkoba
bergerak dari persoalan individu, keluarga, hingga lingkungan. Dalam survei
tersebut juga diketahui bahwa prevalensi penyalahgunaan narkotika dalam satu
tahun terakhir mencapai 5,3 persen. Hal ini berarti dalam setahun terakhir di
antara l00 pelajar dan mahasiswa, terdapat lima orang pemakai narkoba.
Lebih lanjut menurut Brigadir Jenderal Mudji Waluyo, banyaknya
lembaga dan organisasi yang ikut berperan dalam pemberantasan narkoba selama
ini cukup signifikan menekan peningkatan pengguna narkoba. Hanya saja,
langkah itu harus dilakukan dan mendapat dukungan penuh dari semua pihak.
Institusi pendidikan tinggi dan sekolah-sekolah diharapkan juga punya peran yang
lebih dalam pemberantasan penyalahgunaan narkoba. Sebab pada kenyataannya,
pengguna narkoba dari kalangan ini sangat besar dan jumlahnya cenderung
meningkat dari tahun ke tahun (Koran Tempo, 2007).
Dr. H. Inu Wicaksana dalam Seminar "Sosialisasi Narkoba, Pemahaman
Yogyakarta mengungkapkan bahwa kota Yogyakarta pada tahun 2005 menempati
urutan kedua setelah Jakarta dalam perdagangan narkotika dan bahan-bahan
berbahaya lainnya. Padahal menurut Bakorlak, pada tahun 1995 yang lalu
Yogyakarta menempati urutan kelima (Jawa Pos Radar Jogja, 2005). Dapat
dikatakan secara khusus, Yogyakarta mengalami peningkatan dalam jumlah
pengguna narkoba. Hal ini sangat ironis karena Yogyakarta sendiri terkenal
sebagai kota pelajar.
Dalam penelitian ini, peneliti ingin meneliti tentang kepercayaan diri,
karena menurut Amriel (2008) salah satu efek jangka panjang dari penggunaan
NAPZA adalah hilangnya rasa percaya diri. Hal ini turut didukung oleh Utami
(2004) yang menyatakan bahwa orang yang menggunakan NAPZA dalam waktu
lama, umumnya rasa percaya dirinya menjadi berkurang. Mereka akan selalu
merasa sebagai makhluk yang lemah, tidak dapat berbuat apa-apa yang berguna
bagi dirinya sendiri dan masyarakat.
Gould dan Weinberg (1995) mendefinisikan kepercayaan diri sebagai
keyakinan bahwa diri seseorang mampu melakukan suatu kegiatan dengan
berhasil. Menurut Hakim (2005) kepercayaan diri adalah suatu keyakinan
seseorang terhadap segala aspek kelebihan yang dimilikinya dan keyakinan
tersebut membuatnya merasa mampu untuk bisa mencapai berbagai tujuan
hidupnya. Lauster (1997), menyatakan bahwa kepercayaan diri merupakan suatu
sikap atau perasaan yakin atas kemampuan diri sendiri sehingga orang yang
bersangkutan tidak terlalu cemas dalam tindakan-tindakannya, dapat merasa bebas
perbuatannya, hangat dan sopan dalam berinteraksi dengan orang lain, dapat
menerima dan menghargai orang lain, memiliki dorongan untuk berprestasi serta
dapat mengenal kelebihan dan kekurangannya.
Rasa percaya diri mempunyai pengaruh besar terhadap keadaan mental
serta kesuksesan seorang individu (Gould dan Weinberg, 1995). Hal ini turut
didukung oleh Hakim (2005) yang menyatakan bahwa kesuksesan dalam bidang
apapun tidak akan mungkin tercapai jika seseorang tidak memiliki rasa percaya
diri yang cukup. Bagi seorang mahasiswa khususnya, kepercayaan diri sangat
penting baik dalam menjalani dunia perkuliahan maupun hidup bermasyarakat.
Kepercayaan diri dibutuhkan dalam menjalin pertemanan dan bersosialisasi
dengan teman-teman yang lain, ketika ada tugas presentasi, berbicara di depan
umum, berdiskusi atau berdebat, maupun ketika menyatakan pendapat di kelas. Di
satu sisi mahasiswa sangat membutuhkan kepercayaan diri, tetapi di sisi yang lain
penyebab seseorang menggunakan NAPZA adalah kurang kepercayaan diri, serta
efek jangka panjang penggunaan NAPZA adalah hilangnya kepercayaan diri.
Pentingnya peranan kepercayaan diri dalam kehidupan seseorang membuat
peneliti tertarik untuk meneliti tentang kepercayaan diri pada mahasiswa pecandu
NAPZA.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah tersebut, maka penulis
mengidentifikasikan masalah yang diteliti adalah sebagai berikut : Bagaimanakah
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran tentang
seberapa tinggi tingkat kepercayaan diri mahasiswa pecandu NAPZA.
D. Manfaat Penelitian
1. Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan pengetahuan dalam
bidang ilmu psikologi, khususnya psikologi klinis mengenai kepercayaan diri
yang dimiliki mahasiswa pecandu NAPZA.
2. Praktis
a. Bagi Mahasiswa
Bagi para mahasiswa, penelitian ini bermanfaat untuk memberikan
gambaran tentang pentingnya kepercayaan diri sehingga mahasiswa dapat
termotivasi untuk mengembangkan dan mampu membentuk kepercayaan
diri yang tinggi.
b. Para orang tua pecandu NAPZA
Penelitian ini dapat memberikan informasi dan pengetahuan tentang
dampak dan bahaya penyalahgunaan NAPZA, menggugah kesadaran dan
kewaspadaan akan ancaman bahaya penyalahgunaan NAPZA, serta
mendorong prakarsa dan peran aktif dalam pencegahan dan
penanggulangan penyalahgunaan NAPZA.
c. Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu bahan referensi atau informasi
A. Kepercayaan Diri
1. Pengertian Kepercayaan Diri
Gould dan Weinberg (1995) mendefinisikan kepercayaan diri sebagai
keyakinan bahwa diri seseorang mampu melakukan suatu kegiatan dengan
berhasil.
Menurut Hakim (2005) kepercayaan diri adalah suatu keyakinan
seseorang terhadap segala aspek kelebihan yang dimilikinya dan keyakinan
tersebut membuatnya merasa mampu untuk bisa mencapai berbagai tujuan
hidupnya.
Lauster (1997) menyatakan bahwa kepercayaan diri merupakan suatu
sikap atau perasaan yakin atas kemampuan diri sendiri sehingga orang yang
bersangkutan tidak terlalu cemas dalam tindakan-tindakannya, dapat merasa
bebas untuk melakukan hal-hal yang disukainya dan bertanggung jawab atas
perbuatannya, hangat dan sopan dalam berinteraksi dengan orang lain, dapat
menerima dan menghargai orang lain, memiliki dorongan untuk berprestasi
serta dapat mengenal kelebihan dan kekurangannya.
Menurut Rini (2002) kepercayaan diri adalah sikap positif seorang
individu yang memampukan dirinya untuk mengembangkan penilaian positif
baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungan/situasi yang
dihadapinya.
Dari teori-teori tersebut dapat disimpulkan bahwa kepercayaan diri
merupakan suatu sikap atau perasaan yakin atas kemampuan diri sendiri,
dengan menerima dirinya apa adanya baik positif maupun negatif, kelebihan
maupun kelemahan, yang dibentuk dan dipelajari melalui proses belajar
dengan tujuan agar seseorang mampu menghadapi rintangan dan tantangan
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri.
2. Aspek-aspek Kepercayaan Diri
Menurut Lauster (1997), orang yang mempunyai kepercayaan diri
yang tinggi adalah :
a. Optimis, yaitu sikap positif seseorang yang selalu berpandangan baik
dalam menghadapi segala hal tentang diri, harapan dan kemampuan.
b. Obyektif, yaitu orang yang percaya diri memandang permasalahan atau
segala sesuatu sesuai dengan kebenaran yang semestinya bukan menurut
pribadi atau yang menurut dirinya sendiri benar.
c. Keyakinan akan kemampuan diri, yaitu sikap positif seseorang tentang
dirinya bahwa mengerti sesungguhnya akan apa yang dilakukannya.
d. Bertanggung jawab, yaitu kesediaan seseorang untuk menanggung segala
sesuatu yang telah menjadi konsekuensinya.
e. Rasional dan realistis, yaitu kemampuan menganalisa suatu masalah,
sesuatu hal atau suatu kejadian dengan menggunakan pemikiran yang
3. Proses Perkembangan Kepercayaan Diri
Menurut Lauster (1997) rasa percaya diri bukan merupakan sifat yang
diturunkan (bawaan) melainkan diperoleh dari pengalaman hidup dan proses
belajar di dalam interaksi seseorang dengan lingkungan.
Menurut Rini (2002) kepercayaan diri tidak diperoleh secara instan,
melainkan melalui proses yang berlangsung sejak usia dini, dalam kehidupan
bersama orangtua. Meskipun banyak faktor yang mempengaruhi kepercayaan
diri seseorang, namun faktor pola asuh dan interaksi di usia dini, merupakan
faktor yang amat mendasar bagi pembentukan rasa percaya diri.
Misiak dan Sexton (dalam Walgito, 1993) menyatakan bahwa
kepercayaan diri berkembang melalui interaksi individu dengan
lingkungannya, khususnya lingkungan sosial. Lingkungan yang kondusif
dapat memberikan kesempatan bagi individu untuk mengkespresikan ide-ide
dan perasaannya, menerima dan memberikan dukungan dan bantuan untuk
orang lain, serta menerima dan memberikan umpan balik akan menumbuhkan
rasa berarti bagi dirinya sehingga individu tersebut memiliki konsep diri yang
positif. Individu yang memiliki konsep diri yang positif akan dapat
menghargai dirinya, atau dengan kata lain memiliki harga diri yang tinggi.
Jika individu memiliki harga diri yang tinggi, maka kepercayaan dirinya akan
tinggi pula.
Menurut Angelis (1997) rasa percaya diri lahir dari kesadaran pada diri
sendiri dan tekad untuk melakukan segala sesuatu sampai tujuan yang
dari keyakinan diri sendiri. Untuk mendapatkan rasa percaya diri seseorang
memerlukan proses dan kepercayaan diri tidak dapat muncul dengan tiba-tiba.
Dari pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan rasa percaya diri
bukan merupakan sifat bawaan yang diturunkan, proses terbentuknya
kepercayaan diri lahir dari kesadaran pada diri sendiri yang bersumber dari
hati nurani yang terbentuk melalui proses belajar dan interaksi dengan
lingkungannya.
4. Faktor-faktor Kepercayaan Diri
Myers (dalam Christiyanto, 2008) mengemukakan bahwa pada
dasarnya kepercayaan diri dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal
dan eksternal.
a. Faktor internal, meliputi :
1) Konsep diri
Terbentuknya kepercayaan diri pada seseorang diawali dengan
perkembangan konsep diri yang diperoleh dalam pergaulan kelompok.
Menurut Centi (1995), konsep diri merupakan gagasan tentang dirinya
sendiri. Individu yang memiliki konsep diri positif akan mengembangkan
sikap yang realistik dan objektif dalam memandang kehidupannya
sehingga akan meningkatkan kepercayaan dirinya. Sebaliknya, individu
dengan konsep diri negatif akan merasa cemas ketika menilai dirinya
sehingga menimbulkan tekanan emosional yang dapat mengurangi
2) Harga Diri
Coopersmith (1967) mendefinisikan harga diri sebagai evaluasi yang
dibuat oleh individu mengenai dirinya sendiri. Evaluasi ini menyatakan
sikap setuju atau tidak setuju dan menunjukkan sejauh mana individu
percaya bahwa dirinya mampu, berarti, berhasil dan berharga.
Menurut Corsini (1994), rasa percaya diri merefleksikan ukuran seseorang
terhadap harga dirinya. Orang yang memiliki harga diri tinggi akan
menilai pribadi secara rasional dan benar bagi dirinya serta mudah
mengadakan hubungan dengan individu lain.
Orang yang mempunyai harga diri tinggi cenderung melihat dirinya
sebagai individu yang berhasil dan mudah menerima orang lain
sebagaimana menerima dirinya sendiri. Akan tetapi orang yang memiliki
harga diri rendah bersifat tergantung, kurang percaya diri dan biasanya
terbentur pada kesulitan sosial serta pesimis dalam pergaulan.
3) Kondisi fisik
Seseorang yang merasa puas dengan dengan kondisi fisiknya, biasanya
cenderung memiliki kepercayaan diri yang tinggi. Sebaliknya orang yang
memiliki kondisi fisik kurang menarik akan merasa rendah diri yang
kemudian akan berkembang menjadi tidak percaya diri.
Anthony (1992) mengatakan penampilan fisik merupakan penyebab utama
rendahnya harga diri dan percaya diri seseorang. Menurut Hakim (2005)
cacat atau kelainan fisik tertentu merupakan kekurangan yang jelas terlihat
dirinya dibandingkan orang lain. Jika seseorang tidak dapat bereaksi
secara positif, akan timbul rasa rendah diri (minder) yang akan
berkembang menjadi rasa tidak percaya diri.
4) Pengalaman hidup
Pandangan seseorang tentang dirinya juga dipengaruhi oleh pengalaman
hidup yang berkaitan dengan keberhasilan dan kegagalan. Pengalaman
tentang kesuksesan cenderung akan meningkatkan kepercayaan diri
seseorang. Hakim (2005) mengatakan bahwa kegagalan yang terlalu sering
dialami dalam bidang apapun akan menimbulkan kecemasan pada
seseorang ketika mencoba memperoleh kesuksesan di bidang yang sama.
Kecemasan tersebut akan menimbulkan rasa tidak percaya diri dalam
bentuk keraguan apakah masih mempunyai harapan untuk mengatasi
kegagalan. Rasa tidak percaya diri yang disebabkan karena kegagalan
yang terjadi berulang kali merupakan salah satu bentuk rasa tidak percaya
diri yang sangat berat untuk diatasi.
b. Faktor eksternal, meliputi :
1) Pendidikan
Menurut Hakim (2005) tingkat pendidikan formal dapat menjadi salah satu
alat utama yang bisa menentukan tinggi rendahnya status sosial seseorang.
Lebih lanjut Anthony (1992) mengungkapkan bahwa tingkat pendidikan
yang rendah cenderung membuat individu merasa dibawah kekuasaan
orang yang lebih pandai, sebaliknya individu yang pendidikannya lebih
orang lain. Individu tersebut akan mampu memenuhi keperluan hidup
dengan rasa percaya diri dan kekuatannya dengan memperhatikan situasi
dari sudut kenyataan.
2) Lingkungan sosial
Lingkungan sosial adalah orang-orang yang berada di sekitar kehidupan
individu, seperti keluarga dan teman sebaya. Lingkungan sosial
mempunyai pengaruh yang besar terhadap perkembangan kepercayaan diri
individu. Penerimaan dari lingkungan sosial akan membentuk konsep diri
yang positif pada diri individu sehingga membentuk rasa percaya diri yang
kuat dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Sebaliknya, penolakan
dari lingkungan sosial akan membentuk konsep diri yang negatif dalam
diri individu sehingga timbul perasaan cemas dan tidak percaya diri.
Kepercayaan diri dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik faktor internal
maupun faktor eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi kepercayaan diri
yaitu konsep diri, harga diri, kondisi fisik, dan pengalaman hidup. Faktor
eksternal yang mempengaruhi kepercayaan diri yaitu pendidikan dan
lingkungan sosial.
B. Mahasiswa Pecandu NAPZA
1. Mahasiswa
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, mahasiswa didefinisikan
sebagai orang yang belajar di perguruan tinggi. Direktorat Kemahasiswaan
mendefinisikan mahasiswa sebagai golongan pemuda (usia 18 – 30 tahun)
yang secara resmi terdaftar pada salah satu Perguruan Tinggi dan aktif
didalamnya.
2. NAPZA
Secara umum, diketahui NAPZA merupakan akronim dari narkotika,
psikotropika, dan zat aditif lainnya. Akronim ini memberikan istilah terhadap
bahan atau zat yang dapat mempengaruhi kondisi kejiwaan atau psikologi
seseorang (pikiran, perasaan dan perilaku) serta dapat menimbulkan
ketergantungan fisik dan psikologi. Pengertian lain dari NAPZA adalah zat
kimia yang apabila dimasukkan dalam tubuh baik diminum, dihirup, dihisap,
disedot, maupun disuntikkan dapat mempengaruhi pikiran, suasana hati atau
perasaan dan perilaku seseorang (Buku pegangan Peer Helper, 2002).
Berdasarkan jenisnya NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat
Adiktif lainnya) dapat digolongkan sebagai berikut:
a. Narkotika
Menurut UU RI No 22 / 1997, Narkotika adalah: zat atau obat yang
berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semisintetis
yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya
rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat
menimbulkan ketergantungan. Narkotika terdiri dari 3 golongan:
1) Golongan I : Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi,
Contoh: Heroin, Kokain, Ganja.
2) Golongan II : Narkotika yang berkhasiat pengobatan, digunakan
sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau
untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai
potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh : Morfin,
Petidin.
3) Golongan III : Narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak
digunakan dalam terapi dan/atau tujuan pengebangan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan
ketergantungan. Contoh: Codein.
b. Psikotropika
Menurut UU RI No 5/1997, Psikotropika adalah: zat atau obat, baik
alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif
melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan
perubahan khas pada aktifitas mental dan perilaku. Psikotropika terdiri
dari 4 golongan :
1) Golongan I : Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan
ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai
potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh:
Ekstasi.
2) Golongan II : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat
digunakan dalan terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan.
3) Golongan III : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak
digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan.
Contoh: Phenobarbital.
4) Golongan IV : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat
luas digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan
serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma
ketergantungan. Contoh: Diazepam, Nitrazepam (BK, DUM).
c. Zat Adiktif lainnya
Yang termasuk Zat Adiktif lainnya adalah: bahan/zat yang berpengaruh
psikoaktif diluar Narkotika dan Psikotropika, meliputi:
1) Minuman alkohol : mengandung etanol etil alkohol, yang berpengaruh
menekan susunan saraf pusat, dan sering menjadi bagian dari
kehidupan manusia sehari-hari dalam kebudayaan tertentu. Jika
digunakan bersamaan dengan Narkotika atau Psikotropika akan
memperkuat pengaruh obat/zat itu dalam tubuh manusia. Ada 3
golongan minuman beralkohol :
a. Golongan A : kadar etanol 1 – 5 % (Bir).
b. Golongan B : kadar etanol 5 – 20 % (Berbagai minuman anggur)
c. Golongan C : kadar etanol 20 – 45 % (Whisky, Vodca, Manson
House, Johny Walker).
2) Inhalasi (gas yang dihirup) dan solven (zat pelarut) mudah menguap
keperluan rumah tangga, kantor, dan sebagai pelumas mesin. Yang
sering disalahgunakan adalah: Lem, Tiner, Penghapus Cat Kuku,
Bensin.
3) Tembakau : pemakaian tembakau yang mengandung nikotin sangat
luas di masyarakat.
Dalam upaya penanggulangan NAPZA di masyarakat, pemakaian rokok
dan alkohol terutama pada remaja, harus menjadi bagian dari upaya
pencegahan, karena rokok dan alkohol sering menjadi pintu masuk
penyalahgunaan NAPZA lain yang berbahaya.
Berdasarkan efeknya terhadap perilaku yang ditimbulkan dari NAPZA
dapat digolongkan menjadi 3 golongan :
1) Golongan Depresan (Downer). Adalah jenis NAPZA yang berfungsi
mengurangi aktifitas fungsional tubuh. Jenis ini membuat pemakainya
menjadi tenang dan bahkan membuat tertidur bahkan tak sadarkan diri.
Contohnya: Opioda (Morfin, Heroin, Codein), sedative (penenang),
Hipnotik (obat tidur) dan Tranquilizer (anti cemas).
2) Golongan Stimulan (Upper). Adalah jenis NAPZA yang merangsang
fungsi tubuh dan meningkatkan kegairahan kerja. Jenis ini membuat
pemakainya menjadi aktif, segar dan bersemangat. Contoh: Amphetamine
(Shabu, Ekstasi), Kokain.
3) Golongan Halusinogen. Adalah jenis NAPZA yang dapat menimbulkan
efek halusinasi yang bersifat merubah perasaan, pikiran dan seringkali
menciptakan daya pandang yang berbeda sehingga seluruh perasaan dapat
(dalam http://zenc.wordpress.com)
3. Pecandu NAPZA
Pecandu NAPZA atau drug addicted adalah orang-orang yang telah
benar-benar kecanduan (addicted) dan menjadi sangat tergantung pada
penggunaan NAPZA setiap saat tanpa mengenal situasi (Joewana, 1989).
Selain pola penggunaan NAPZA yang bersifat patologik, mereka mengalami
toleransi (peningkatan dosis) dan sindroma putus obat jika tidak menggunakan
NAPZA.
Secara sederhana, seorang pecandu adalah seorang pria atau wanita
yang kehidupannya dikendalikan olah NAPZA. Sebagai pecandu, mereka
adalah orang-orang yang menggunakan zat pengubah pikiran dan suasana hati,
dimana zat tersebut telah menyebabkan masalah di setiap segi kehidupan
mereka. Adiksi atau kecanduan merupakan suatu penyakit yang melibatkan
lebih dari sekedar penggunaan NAPZA sendiri, karena pecandu telah
mengisolasi dirinya dari orang-orang kecuali pada saat pecandu mendapatkan,
menggunakan dan mencari cara serta alat untuk mengkonsumsi NAPZA
tersebut. Salah satu aspek dari kecanduan adalah ketidakmampuan pecandu
untuk menghadapi kehidupan sebagaimana kehidupan adanya. Pecandu
memiliki penyakit yang tidak dapat disembuhkan yaitu adiksi atau kecanduan.
Penyakit ini kronis, progresif dan mematikan (Narcotics, Anonymous, 1999).
Berdasarkan Narcotics Educational Foundation of America
(www.cnoa.org), komponen-komponen yang terdapat pada perilaku
a. Kompulsi/paksaan
1) Kehilangan kendali
2) Dipaksa menggunakan narkoba
3) Kompulsi yang tidak rasional
4) Tidak merencanakan untuk menjadi kompulsi
b. Melanjutkan penggunaan narkoba meskipun dengan konsekuensi yang
buruk. Pecandu adalah orang yang tahu bahwa menggunakan narkoba
akan menyebabkan masalah, tetapi tetap saja mengkonsumsi narkoba
tersebut tanpa mempedulikan akibat dari pemakaian narkoba tersebut.
c. Keinginan-keinginan kembali untuk memakai narkoba (craving)
1) Gejala sehari-hari dari penyakit (kecanduan) ini adalah pengalaman
yang sering dialami pecandu tentang kebingungannya untuk dapat
mendapatkan dan menggunakan narkoba.
2) Keinginan-keinginan untuk menggunakan narkoba kembali adalah
dysphoric, hasutan dan hal-hal seperti ini sangat tidak menyenangkan.
d. Penolakan
1) Penyimpangan persepsi yang disebabkan oleh keinginan-keinginan
untuk menggunakan narkoba kembali (craving)
2) Penggunaan narkoba yang sering berada di bawah tekanan craving,
secara bertahap dibutakan pada resiko dan konsekuensi penggunaan.
C. Kepercayaan Diri pada Mahasiswa Pecandu NAPZA
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, mahasiswa didefinisikan
Ditjen Perguruan Tinggi dan Departemen P & K (dalam Sarwono, dkk, 1991)
mendefinisikan mahasiswa sebagai golongan pemuda (usia 18 – 30 tahun)
yang secara resmi terdaftar pada salah satu Perguruan Tinggi dan aktif
didalamnya.
Menurut Lauster (1997) rasa percaya diri bukan merupakan sifat yang
diturunkan (bawaan) melainkan diperoleh dari pengalaman hidup dan proses
belajar di dalam interaksi seseorang dengan lingkungan. Dalam penelitian ini
lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan kampus, sebagai seorang yang
belajar di sebuah perguruan tinggi, diharapkan mahasiswa memiliki
kepercayaan diri yang tinggi. Hal ini disebabkan karena sebagai mahasiswa,
seseorang sudah melewati tahap-tahap pendidikan mulai dari paling awal yaitu
TK (Taman Kanak-kanak) sampai SMU (Sekolah Menengah Umum),
sehingga dapat dikatakan tingkat pendidikannya sudah cukup tinggi. Dalam
lingkungan kampus, para mahasiswa akan saling berinteraksi dan belajar
dengan lingkungan sosial yang sama dengan dirinya. Apalagi latar belakang
berdirinya sebuah perguruan tinggi adalah bidang pendidikan, sehingga
aktivitas kegiatan di dalamnya adalah kegiatan-kegiatan yang positif.
Myers (dalam Christiyanto, 2008) mengemukakan bahwa pada
dasarnya kepercayaan diri dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal
dan eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi kepercayaan diri yaitu
konsep diri, harga diri, kondisi fisik, dan pengalaman hidup. Sedangkan faktor
eksternal yang mempengaruhi kepercayaan diri yaitu pendidikan dan
Secara umum, diketahui NAPZA merupakan akronim dari narkotika,
psikotropika, dan zat aditif lainnya. Akronim ini memberikan istilah terhadap
bahan atau zat yang dapat mempengaruhi kondisi kejiwaan atau psikologi
seseorang (pikiran, perasaan dan perilaku) serta dapat menimbulkan
ketergantungan fisik dan psikologi. Pengertian lain dari NAPZA adalah zat
kimia yang apabila dimasukkan dalam tubuh baik diminum, dihirup, dihisap,
disedot, maupun disuntikkan dapat mempengaruhi pikiran, suasana hati atau
perasaan dan perilaku seseorang (Buku pegangan Peer Helper, 2002).
Amriel (2008) berpendapat bahwa banyak individu terjerumus
mengonsumsi NAPZA karena adanya efek penenang (mood-altering) yang
dirasakannya, dan ini secara semu membantu individu dalam menghadapi
dinamika kehidupan sehari-hari. Walaupun terkesan positif, sangat penting
untuk digarisbawahi bahwa efek penenang semacam ini hanya dirasakan
untuk jangka waktu yang sangat singkat. Untuk jangka panjang, seiring
dengan masalah emosional yang tak kunjung teratasi, pengaruh negatif
NAPZA terhadap penggunanya justru lebih dahsyat.
Menurut Amriel (2008) ada beberapa perasaan yang dialami pecandu
NAPZA sebagai manifestasi efek jangka panjang mengkonsumsi NAPZA :
1. Kecemasan, mulai dari perasaan takut hingga paranoia (kecurigaan
berlebihan terhadap orang lain).
2. Hilangnya percaya diri.
3. Amarah, mulai dari perasaan terlalu sensitif hingga mudah mengamuk
4. Depresi, perasaan tertekan dan ketidakberdayaan yang mendalam hingga
keinginan untuk bunuh diri.
5. Rendah diri, cenderung merendahkan diri hingga perasaan malu dan
bersalah.
6. Boredom, pola kecanduan yang tidak pernah berakhir, berputar-putar
dengan alur adiksi yang sama.
Menurut Lauster (1997), orang yang memiliki kepercayaan diri yang
tinggi adalah orang yang optimis, obyektif, memiliki keyakinan akan
kemampuan dirinya sendiri, bertanggung jawab, serta rasional dan realistis.
Seorang individu yang mempunyai kepercayaan diri tinggi akan mampu
mengekspresikan potensi-potensi yang dimiliki dan lebih mudah dalam
berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya, sehingga mereka tidak butuh
NAPZA untuk membuatnya lebih mudah percaya diri.
Saat ini banyak mahasiswa yang telah menjadi pecandu NAPZA.
Pecandu NAPZA yang menjadi subjek penelitian menuturkan bahwa salah
satu alasan mereka menggunakan NAPZA adalah untuk meningkatkan
kepercayaan dirinya. Hal ini sesuai dengan penelitian Rossenberg dan Kaplan
(1982) yang menyatakan bahwa penggunaan NAPZA dapat meningkatkan self
esteem dan self confidence seseorang. Namun perasaan ini sifatnya sementara,
yaitu hanya pada saat pengaruh obat itu masih aktif dalam dirinya. Pada saat
pengaruh obat tidak aktif, individu cenderung semakin parah untuk mengulang
pemakaian obat ini untuk mendapatkan kembali perasaan senang, penting dan
NAPZA pada jangka waktu lama dapat mengakibatkan hilangnya rasa percaya
diri.
D. Pertanyaan Penelitian
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang melakukan
analisis hanya sampai pada taraf deskripsi, yaitu menganalisis dan menyajikan
fakta secara sistematik sehingga dapat lebih mudah untuk dipahami dan
disimpulkan (Azwar, 2001). Penelitian deskriptif bertujuan menggambarkan
secara sistematik dan akurat fakta dan karakteristik mengenai populasi atau
mengenai bidang tertentu (Azwar, 2001). Penelitian ini berusaha
menggambarkan situasi dan kejadian. Data yang dikumpulkan semata-mata
bersifat deskriptif sehingga tidak bermaksud mencari penjelasan, menguji
hipotesis, atau membuat prediksi, maupun mempelajari implikasi.
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian
Kepercayaan diri adalah suatu sikap atau perasaan yakin atas kemampuan
diri sendiri, dengan menerima dirinya apa adanya baik positif maupun negatif,
kelebihan maupun kelemahan, yang dibentuk dan dipelajari melalui proses belajar
dengan tujuan agar seseorang mampu menghadapi rintangan dan tantangan untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri.
Kepercayaan diri diungkap dengan skala kepercayaan diri yang diadaptasi
dari aspek-aspek yang dikembangkan oleh Lauster (1997), yaitu : optimis,
obyektif, keyakinan akan kemampuan dirinya sendiri, bertanggung jawab, serta
rasional dan realistis. Semakin tinggi skor yang diperoleh dari jawaban terhadap
skala kepercayaan diri tersebut maka semakin tinggi kepercayaan diri mahasiswa,
demikian juga sebaliknya.
C. Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah mahasiswa pecandu NAPZA. Mahasiswa
pecandu NAPZA adalah orang-orang yang belajar di sebuah perguruan tinggi
yang telah benar-benar kecanduan (addicted) dan menjadi sangat tergantung pada
penggunaan NAPZA setiap saat tanpa mengenal situasi.
Subjek dalam penelitian ini sebanyak 50 orang, dengan rincian 39 laki-laki
dan 11 perempuan. Subjek memang masih berstatus sebagai pecandu NAPZA
sehingga frekuensi menggunakan NAPZA masih cukup tinggi, tetapi dalam
proses pengambilan data peneliti berusaha melakukan kontrol dengan
mengingatkan dan menyarankan agar pada saat mengisi skala subjek tidak dalam
kondisi dibawah pengaruh NAPZA.
D. Metode dan Alat Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan skala psikologi.
Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala kepercayaan diri. Skala
ini bertujuan untuk mengungkap kepercayaan diri mahasiswa pecandu NAPZA.
Skala ini disusun oleh peneliti berdasarkan aspek-aspek kepercayaan dari Lauster
a. Optimis, yaitu sikap positif seseorang yang selalu berpandangan baik
dalam menghadapi segala hal tentang diri, harapan dan kemampuan.
b. Obyektif, yaitu orang yang percaya diri memandang permasalahan atau
segala sesuatu sesuai dengan kebenaran yang semestinya bukan menurut
pribadi atau yang menurut dirinya sendiri benar.
c. Keyakinan akan kemampuan diri, yaitu sikap positif seseorang tentang
dirinya bahwa mengerti sesungguhnya akan apa yang dilakukannya.
d. Bertanggung jawab, yaitu kesediaan seseorang untuk menanggung segala
sesuatu yang telah menjadi konsekuensinya.
e. Rasional dan realistis, yaitu kemampuan menganalisa suatu masalah,
sesuatu hal atau suatu kejadian dengan menggunakan pemikiran yang
dapat diterima oleh akal dan sesuai dengan kenyataan.
Reliabilitas akan dihitung dengan menggunakan koefisien alpha, yang
diharapkan nilai alphanya mendekati 1,00 dan koefisien validitas diharapkan
mencapai angka 0,30. Berikut ini secara rinci disajikan blue print aspek dan
sebaran item skala kepercayaan diri yang tampak pada tabel 1 :
Tabel 1
Blue Print Skala Kepercayaan Diri
No Aspek Favourable Unfavourable Jumlah (%)
1 Optimis 6 (10,32%) 6 (10,32%) 12 (20,64%)
2 Objektif 5 (8,6%) 5 (8,6%) 10 (17,2%)
3 Keyakinan akan
kemampuan
9 (15,48%) 5 (8,6%) 14 (24,08%)
4 Bertanggung jawab 6 (10,32%) 5 (8,6%) 11 (18,92%)
5 Rasional dan realistis 6 (10,32%) 5 (8,6%) 11 (18,92%)
Dalam skala kepercayaan diri ini digunakan skala Likert, dimana subyek
diminta untuk menyatakan tingkat kesesuaian dirinya terhadap isi pernyataan
dengan memilih empat kategori jawaban yang sudah disediakan, yang terdiri dari
Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai
(STS). Dalam penelitian ini, skala yang digunakan tidak menyediakan jawaban
tengah atau netral. Keempat penilaian tersebut diberikan bobot sebagai berikut:
Pernyataan yang mendukung (favourable)
Perolehan skor untuk pilihan jawaban adalah:
Sangat Sesuai (SS) : memperoleh skor 4
Sesuai (S) : memperoleh skor 3
Tidak Sesuai (TS) : memperoleh skor 2
Sangat Tidak Sesuai (STS) : memperoleh skor 1
Pernyataan yang tidak mendukung (unfavourable)
Perolehan skor untuk pilihan jawaban adalah:
Sangat Sesuai (SS) : memperoleh skor 1
Sesuai (S) : memperoleh skor 2
Tidak Sesuai (TS) : memperoleh skor 3
Sangat Tidak Sesuai (STS) : memperoleh skor 4
Tabel 2
Skor Berdasarkan Sifat Item
Skor Jawaban
Favourable Unfavourable
Sangat Sesuai (SS) 4 1
Sesuai (S) 3 2
Tidak Sesuai (TS) 2 3
Setelah membuat blue print, dilakukan pembuatan rancangan penyebaran
item. Di bawah ini adalah tabel blue print pembuatan skala beserta distribusi item
uji coba
Tabel 3
Distribusi Item Uji Coba Skala Kepercayaan Diri
Favourable Unfavourable No Aspek
No Jml No Jml
Total (%)
1 Optimis 1, 7, 8, 24, 25, 26 6 6, 11, 12,
16, 17, 18
6 12 (21%)
2 Objektif 2, 9, 10, 48, 49 5 22, 23, 56,
57, 58
5 10 (17%)
3 Keyakinan akan
kemampuan
3, 13, 14, 15, 38, 39, 45, 46, 47
9 27, 28, 29,
43, 44
5 14 (24%)
4 Bertanggung jawab
4, 19, 20, 21, 33, 34 6 35, 36, 37,
40, 41
5 11 (19%)
5 Rasional dan realistis
5, 51, 52, 53, 54, 55 6 30, 31, 32,
42, 50
5 11 (19%)
Total 32 26 58 (100%)
E. Kredibilitas Alat Pengumpulan Data
1. Validitas
Validitas berarti sejauhmana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur
dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu alat ukur dapat dikatakan mempunyai
validitas tinggi apabila dapat memberikan hasil ukur yang sesuai dengan tujuan
dilakukannya pengukuran tersebut, sebaliknya bila menghasilkan data yang tidak
relevan dengan tujuan pengukuran dikatakan sebagai alat yang memiliki validitas
rendah. Hal yang sangat penting dalam konsep validitas adalah kecermatan
pengukuran. Kecermatan pengukuran berarti bahwa pengukuran tersebut mampu
mendeteksi perbedaan-perbedaan kecil diantara subjek yang satu dengan lainnya
Uji validitas alat ukur dalam penelitian ini dengan menggunakan validitas
isi, yaitu validitas yang diestimasi lewat pengujian terhadap isi alat ukur dengan
analisis rasional atau lewat professional judgement. Salah satu cara untuk melihat
apakah validitas isi sudah terpenuhi adalah dengan menyesuaikan item-item
dalam skala yang telah ditulis dengan blue print (Azwar, 2001).
Dalam penelitian ini item yang ditulis sudah sesuai dengan blue print dan
indikator perilaku yang hendak diungkap, item yang ditulis juga telah disesuaikan
dengan kaidah penulisan yang benar, dan diperbaiki agar tidak mengandung
social desirability yang tinggi.
2. Seleksi Item
Kualitas item diukur dengan cara menganalisis tiap butir item dengan
menggunakan parameter daya beda item. Daya beda item bertujuan untuk
mengetahui sejauh mana item mampu membedakan antara individu atau
kelompok individu yang mempunyai dan yang tidak mempunyai atribut yang
diukur (Azwar, 1999).
Parameter daya beda item yang diestimasikan berdasarkan koefisien korelasi
item total (rix) memperlihatkan kesesuaian fungsi item dengan fungsi skala yang
digunakan dalam mengungkap perbedaan individu yang akan berguna untuk
mengoptimalkan fungsi skala. Pengujian daya beda item dilakukan dengan
komputasi koefisien korelasi antara distribusi skor item dengan distribusi skor
skala yang akan menghasilkan koefisien korelasi item total (rix). Menurut Azwar
menggunakan batasan rix > 0,30. Namun, penelitian ini menggunakan batasan
kriteria rix > 0,25 supaya jumlah item lolos yang diinginkan dapat tercapai.
Seleksi item dilaksanakan sebanyak dua kali, dengan menggunakan bantuan
SPSS 15 for windows. Pada proses seleksi item yang pertama didapatkan hasil 10
item yang gugur karena rix > 0,25. Kemudian dilanjutkan seleksi item yang kedua,
dan didapatkan hasil 2 item yang gugur karena rix > 0,25. Setelah seleksi item
yang kedua tidak ada lagi item yang gugur karena rix > 0,25. Sehingga akhirnya
didapatkan hasil 46 item yang sahih dan 12 item yang gugur. Item yang lolos telah
mewakili semua aspek yang mengindikasikan seseorang memiliki kepercayaan
diri yang tinggi, dengan tingkat perwakilan yang berbeda-beda. Untuk lebih jelas
tentang distribusi item yang sahih dan gugur dapat dilihat pada tabel 4 berikut :
Tabel 4
Distribusi Item Skala Kepercayaan Diri setelah Uji Coba
Sahih Gugur No Aspek
F UF Jml F UF Jml
1 Optimis 7, 8, 24,
25, 26
6,11, 12, 16, 17,
18
11 1 1
2 Objektif 2, 48, 49 22, 23,
56, 57, 58
8 9, 10 2
3 Keyakinan akan
kemampuan 3, 13, 14, 15, 39, 46, 47 27, 28, 29, 43, 44
12 38, 45 2
4 Bertanggung Jawab 4, 19,
21, 33, 34
35, 37, 40
8 20 36, 41 3
5 Rasional dan Realistis 5, 53 30, 31,
32, 42, 50
7 51, 52,
54, 55
4
3. Reliabilitas
Reliabilitas mempunyai berbagai nama lain seperti keterpercayaan,
keterandalan, kestabilan, konsistensi dan sebagainya. Namun, ide pokok yang
terkandung dalam konsep reliabilitas adalah sejauh mana hasil pengukuran
tersebut relatif konsisten. Suatu hasil penelitian hanya dapat dipercaya bila dalam
beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap suatu kelompok subjek yang
sama diperoleh hasil yang relatif sama, selama aspek yang diukur dalam diri
subjek belum berubah (Azwar,1999).
Dalam penelitian ini, reliabilitas skala diukur dengan pendekatan
konsistensi internal, yaitu koefisien Alpha yang didasarkan pada bentuk final
masing-masing skala. Pendekatan ini dianggap memiliki nilai praktis dan efisiensi
tinggi (Azwar, 1999). Reliabilitas ini dianggap memiliki nilai praktis dan efisiensi
yang tinggi (Azwar, 1999). Reliabilitas dinyatakan oleh koefisien yang angkanya
berada dalam rentang dari 0 sampai 1,00. Semakin tinggi koefisien reliabilitas
mendekati 1,00 berarti semakin tinggi reliabilitasnya, sebaliknya koefisien yang
semakin rendah mendekati angka 0 berarti semakin rendah reliabilitasnya.
Uji reliabilitas dilakukan pada skala skala kepercayaan diri yaitu untuk
melihat keajegan alat ukur yang digunakan dalam mengungkap kepercayaan diri.
Perhitungan reliabilitas alat ukur penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
teknik reliabilitas Alpha dari Cronbach dalam SPSS 15 for windows.
Tabel 5
Tingkat Reliabilitas berdasarkan Nilai Alpha
Alpha Tingkat Reliabilitas
0,00 s/d 0,20 Kurang reliabel
> 0,40 s/d 0,60 Cukup reliabel
> 0,60 s/d 0,80 Reliabel
> 0,80 s/d 1.00 Sangat reliabel
Uji reliabilitas skala penelitian ini dilakukan dengan teknik Alpha Cronbach
dengan bantuan SPSS 15 for windows.
Tabel 6
Hasil Uji Reliabilitas Skala Kepercayaan Diri
Variabel α Keterangan Kategori
Kepercayaan diri pada mahasiswa pecandu NAPZA
0,910 > 0,80 s/d 1,00 Sangat Reliabel
Berdasarkan hasil uji teknik Alpha Cronbach, dapat diketahui bahwa skala
Kepercayaan Diri dalam penelitian ini adalah sangat reliabel dan dapat dipercaya.
F. Analisis Data
Untuk menjawab rumusan masalah dalam penelitian ini digunakan statistik
mean aritmatik yaitu suatu cara untuk mengukur tingkat kepercayaan diri yang
bersumber dari konsep diri, harga diri, kondisi fisik, lingkungan dan pengalaman
hidup. Data yang diperoleh dalam penelitian ini akan dianalisis dengan
menggunakan program statistik SPSS 15 for windows.
Untuk mengetahui data teoritik maka dilakukan perhitungan sebagai berikut:
a. Skor maksimum : 46 x 4 = 184
b. Skor minimum : 46 x 1 = 46
c. Range : 184 – 46 = 138
d. SD : 138 = 23
e. Mean teoritik : 184 + 46 = 115
2
Data Teoritik di atas dapat di jelaskan sebagai berikut :
a. Skor maksimum : Skor paling tinggi yang mungkin didapat subjek
pada skala, yaitu 4.
b. Skor minimun : Skor paling rendah yang mungkin didapat subjek
pada skala, yaitu 1.
c. Range : Luas jarak sebaran antara nilai maksimum dan
nilai minimum.
d. Standar deviasi ( σ ) : Luas jarak sebaran yang dibagi kedalam enam
satuan deviasi standar.
e. Mean ( µ ) : Mean teoretis, yaitu rata-rata teoretis dari skor
maksimum dan minimum.
Hasil penelitian ditentukan berdasarkan penggolongan yang akan dibagi
menjadi 3 yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Maka ditetapkan luas interval yang
mencakup setiap kategori sebagai berikut :
Tabel 7 Norma Kategorisasi
Norma Kategori
( µ + 1,0 σ ) ≤ x 138 ≤ x Tinggi
( µ - 1,0 σ ) ≤ x < ( µ + 1,0 σ ) 92 ≤ x < 138 Sedang
A. Orientasi Kancah
Penelitian tentang kepercayaan diri pada mahasiswa pecandu NAPZA
dilaksanakan di Yogyakarta. Jumlah subjek yang digunakan sebanyak 50 orang,
dengan rincian 39 laki-laki dan 11 perempuan. Berikut ini adalah deskripsi subjek
penelitian :
Tabel 8
Deskripsi Subjek Penelitian
Karakteristik Subjek Frekuensi (%)
Jenis Kelamin Laki-laki
Perempuan
39 (78%) 11 (22%)
Kategori Usia 18 – 21
22 – 30
35 (70%) 15 (30%) Tingkat Pendidikan Diploma
Perguruan Tinggi
10 (20%) 40 (80%) Lama menjadi
Pecandu
1 – 3 tahun 4 – 6 tahun 6 tahun keatas
24 (48%) 24 (48%) 2 (4%)
B. Pelaksanaan Penelitian
Penelitian tentang kepercayaan diri pada mahasiswa pecandu NAPZA
dilaksanakan pada tanggal 22 Juni – 19 Juli 2009. Penelitian ini dilaksanakan
dengan menyebarkan skala sebanyak 50 eksemplar. Penyebaran dilakukan dengan
berbagai cara, yaitu dengan mendatangi langsung ke rumah atau kost subjek, dan
menitipkan kepada teman yang bisa dipercaya. Skala yang disajikan langsung
oleh peneliti kepada subjek sebanyak 37 eksemplar, sedangkan yang dititipkan
sebanyak 13 eksemplar.
Subjek dikatakan berstatus sebagai seorang pecandu NAPZA dapat dilihat
dari beberapa hal seperti : frekuensi menggunakan NAPZA yang cukup sering
sekitar 2 kali seminggu, mempunyai stok simpanan NAPZA untuk dipakai sendiri,
pernah menggunakan lebih dari 1 macam jenis NAPZA, dan masih dalam kondisi
rehabilitasi ke dokter.
C. Hasil Penelitian
1. Uji Normalitas
Sebelum data diuji dengan uji statistik deskriptif, terlebih dahulu
dilakukan uji asumsi normalitas. Uji normalitas dimaksudkan untuk mengetahui
apakah distribusi frekuensi dari gejala yang diselidiki tidak menyimpang secara
signifikan dari frekuensi harapan distribusi normal teoritiknya. Normalitas berarti
bentuk distribusi variabel dalam populasi berbentuk distribusi normal atau kurve
normal (Hadi, 2001). Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah
sampel yang diambil berasal dari sebuah distribusi normal, dengan mengetahui
apakah sebaran skor memenuhi asumsi distribusi normal. Uji normalitas ini
dilakukan dengan menggunakan rumus one sample Kolmogorov–Smirnov Test,
dengan bantuan SPSS 15 for windows.
Tabel 9 Uji Normalitas
Total N
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed)
50 .731 .659 a Test distribution is Normal.
Uji normalitas menyatakan bahwa jika nilai signifikansi lebih besar dari
0,05 (p > 0,05) maka sebarannya normal, tetapi bila nilai signifikansi lebih kecil
dari 0,05 (p < 0,05) maka sebaran skornya tidak normal.
Hasil analisis data dalam penelitian dengan menggunakan teknik
Kolmogorov–Smirnov pada SPSS versi 15, diperoleh signifikansi sebesar 0,731.
Angka ini menunjukkan bahwa distribusi data subjek adalah normal, dengan nilai
p yang dihasilkan lebih besar dari 0,05.
2. Deskripsi Data Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, sehingga perlu penyajian
data melalui tabel, penghitungan nilai maksimum dan minimum, mean teoritik,
mean empirik dan standar deviasi. Berikut tabel yang berisi data penilaian
berdasarkan penghitungan komputerisasi dengan menggunakan SPSS versi 15.
Tabel 10
Deskripsi Data Penelitian
N 50
Skor Minimum Teoritik 46
Skor Maksimum Teoritik 184
Skor Minimum Empirik 101
Skor Maksimum Empirik 162
Mean Teoritik 115
Mean Empirik 137,50
Median 139 Modus 151
Standar Deviasi Teoritik 23
Standar Deviasi Empirik 14,189
Varians 201,316
Standar Deviasi (SD) teoritik yang diperoleh dari penghitungan rentang
antara nilai maksimum teoritik dan nilai minimal teoritik dibagi 6 ( )
Hal ini berarti Standar Deviasi empirik (14,189) lebih kecil dari pada Standar
Deviasi teoritik (23), dimana kondisi ini menunjukkan bahwa tingkat variasi
jawaban pada kelompok data lebih rendah daripada tingkat variasi jawaban
teoritik. Sehingga dapat dikatakan subjek penelitian secara umum adalah
kelompok yang homogen, yaitu kelompok mahasiswa pecandu NAPZA.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa mean empirik 137,50 lebih
besar daripada mean teoritik 115, di uji lagi dengan uji statistik one sample test
dengan bantuan SPSS for windows versi 15 dengan tujuan untuk membuktikan
bahwa mean empirik secara signifikan lebih besar dari mean teoritik. Berikut ini
hasil perhitungan uji one sample test :
Tabel 11
Uji t Mean Empirik dan Mean Teoritik One-Sample Statistics
N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Total 50 137.50 14.189 2.007
One-Sample Test
Test Value = 115
95% Confidence Interval of the Difference
t df
Sig (2-tailed)
Mean
Difference Lower Upper
TOTAL 11.213 49 .000 22.500 18.47 26.53
Hasil uji t membuktikan bahwa secara signifikan mean empirik lebih besar
dari mean teoritik, sehingga dapat dikatakan bahwa kepercayaan diri yang
dimiliki oleh mahasiswa pecandu NAPZA tergolong tinggi. Berdasarkan hasil
0,000 lebih kecil dari 0,01 (p = 0,000 < 0,01) yang berarti secara signifikan ada
perbedaan antara mean empirik dan mean teoritik.
3. Kategorisasi Kepercayaan Diri
Berdasarkan pada norma kategorisasi skala pada bab sebelumnya, maka
dapat dikategorisasikan skor total subyek berdasarkan tinggi-rendahnya. Berikut
ini deskripsi skor total yang telah dikategorisasikan.
Tabel 12
Data Jumlah Subjek per Kategori
Kategori Laki-laki Perempuan Jumlah (%)
Tinggi 20 8 28 (56%)
Sedang 19 3 22 (44%)
Rendah 0 0 0 (0%)
Total 39 11 50 (100%)
Hasil pengkategorisasian dari tabel diatas menunjukkan bahwa dari 50
orang subjek terdapat 28 orang subjek yang tergolong dalam kategori tinggi (56
%), 22 orang tergolong dalam kategori sedang (44 %), dan tidak 1 orang pun
tergolong kategori rendah (0 %). Sehingga subjek penelitian terbanyak masuk
dalam kategori tinggi.
4. Perbandingan Mean tiap Aspek Kepercayaan Diri
Tabel 13 Aspek yang Dominan
No Aspek M Teoritik M Empirik
1 Optimis 27,5 32,86
2 Objektif 20 23,42
3 Keyakinan akan Kemampuan 30 35,10
4 Tanggung Jawab 20 24,64
5 Rasional dan Realistis 17,5 21,48
Dari tabel 13 dapat dilihat bahwa secara umum subjek penelitian
memiliki kepercayaan diri yang tinggi, hal ini dapat dilihat dari tiap aspeknya
dimana mean empiriknya yang lebih besar dari mean teoritik.
D. Pembahasan
Berdasarkan hasil analisis data deskriptif diperoleh hasil bahwa mean
empirik (137,50) lebih besar daripada mean teoritik (115). Hal ini menunjukkan
bahwa subjek penelitian ini, yaitu mahasiswa pecandu NAPZA secara umum
memiliki kepercayaan diri yang tinggi.
Setelah diteliti lebih lanjut menggunakan kategorisasi skor subjek. Pada
kategori tinggi terdapat sebanyak 28 subjek (56%), kategori sedang sebanyak 22
subjek (44%), dan tidak ada 1 pun subjek yang masuk kategori rendah (0%).
Berdasarkan data tersebut tampak bahwa subjek penelitian terbanyak ada pada
kategori tinggi, sehingga dapat disimpulkan bahwa secara umum mahasiswa
pecandu NAPZA memiliki kepercayaan diri yang tinggi.
Menurut Lauster (1997) ada lima aspek yang dimiliki oleh individu
dengan kepercayaan diri tinggi, yaitu optimis, objektif, keyakinan akan
kemampuan, bertanggung jawab, serta rasional dan realistis. Dalam penelitian
yang dilakukan didapatkan hasil mean empirik dari setiap aspek kepercayaan diri
lebih besar dari mean teoritiknya, sehingga dapat dikatakan subjek memiliki
optimisme, objektivitas, keyakinan akan kemampuan, rasa tanggung jawab, serta
Santrock (2003) berpendapat bahwa rasa percaya diri dapat meningkat
ketika seseorang menghadapi masalah dan berusaha untuk mengatasinya, bukan
hanya menghindarinya. Menurut Hakim (2005) perilaku menghindar merupakan
salah satu gejala rasa tidak percaya diri, dan akan menjadi masalah yang serius
jika terlalu sering dilakukan. Seseorang yang kurang percaya diri akan menjadi
pesimis dalam menghadapi setiap kesukaran, karena sudah terbayang kegagalan
sebelum mencoba untuk menghadapi setiap kesukaran atau persoalan tersebut.
Dalam penelitian ini, subjek penelitian memiliki kepercayaan diri yang tinggi.
Seharusnya dengan kepercayaan diri yang tinggi tersebut subjek mulai
menghadapi masalah-masalah yang mendorong mereka menggunakan NAPZA,
dan tidak selalu lari dan menghindari masalah dengan menggunakan NAPZA.
Seseorang yang mempunyai kepercayaan diri tinggi akan mampu
mengekspresikan potensi-potensi yang dimiliki dan lebih mudah berinteraksi
dengan lingkungan sekitarnya, sehingga mereka tidak butuh NAPZA untuk
membuatnya lebih percaya diri, terutama dalam menghadapi hal-hal yang
membutuhkan kepercayaan diri. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
mahasiswa pecandu NAPZA memiliki kepercayaan diri yang tinggi, hal ini
mungkin dapat terjadi karena efek dari penggunaan NAPZA.
Dalam penelitian ini ada kesulitan untuk memasuki komunitas pecandu
NAPZA, karena ada kecurigaan yang sangat besar terhadap orang asing yang
tiba-tiba memasuki komunitas mereka. Hal ini menyebabkan dalam proses penyebaran
skala, beberapa skala dititipkan kepada orang yang sudah menjadi anggota
subjek dalam mengisi skala dan tidak dapat mengontrol apakah ketika mengisi
skala subjek dalam kondisi dibawah pengaruh NAPZA atau tidak.
Berdasarkan observasi dan wawancara, jenis NAPZA yang paling sering
digunakan oleh subjek penelitian adalah : ganja, minuman keras, shabu-shabu,
putaw, dan bermacam jenis pil seperti : pil koplo, inex, ekstasi dan pil-pil yang
digunakan dalam proses rehabilitasi.
Menurut Amriel (2008), efek penggunaan NAPZA dapat mempengaruhi
perilaku pecandunya. Perilaku yang timbul seperti : perilaku menghindar, dimana
subjek cenderung mengisolasi diri sendiri dan menolak tanggung jawab;
mengendalikan pihak lain, termasuk perilaku manipulatif bahkan kekerasan;
menyakiti diri, mulai dari melukai hingga usaha bunuh diri; mengorbankan pihak
lain, yang dilakukan sebagai usaha memenuhi kebutuhan akan NAPZA; menipu,
ditujukan untuk terus mendapatkan NAPZA dan menyelubungi perilaku
kecanduan; sulit beradaptasi dengan lingkungan, termanifestasi ke dalam
perilaku-perilaku beresiko, misalnya kinerja yang buruk di sekolah
Menurut Rosenberg dan Kaplan (1982), penyalahgunaan obat memang
dapat memberikan rasa senang dan penting, yang dapat menaikkan self esteem dan
self confidence seseorang. Namun perasaan ini sifatnya sementara, yaitu hanya
pada saat pengaruh obat itu masih aktif dalam dirinya. Pada saat pengaruh obat
tidak aktif, individu cenderung semakin parah untuk mengulang pemakaian obat
ini untuk mendapatkan kembali perasaan senang, penting dan berharga. Hasil
penelitian menyatakan bahwa subjek penelitian memiliki kepercayaan diri yang
dalam pengaruh NAPZA atau mengkondisikan dirinya ketika masih dalam
pengaruh NAPZA.
Menurut Myers (dalam Christiyanto, 2008) kepercayaan diri dipengaruhi
oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu konsep diri, harga
diri, kondisi fisik, dan pengalaman hidup. Sedangkan faktor eksternal yaitu
pendidikan, pekerjaan, dan lingkungan sosial.
Coopersmith (1967) mendefinisikan harga diri sebagai evaluasi yang
dibuat oleh individu mengenai dirinya sendiri. Evaluasi ini menyatakan sikap
setuju atau tidak setuju dan menunjukkan sejauh mana individu percaya bahwa
dirinya mampu, berarti, berhasil dan berharga. Sheaford dan Horejski (2003)
mengatakan bahwa seseorang yang tidak menghargai atau menghormati dirinya
sendiri akan merasa kurang percaya diri dan banyak berjuang dengan segala
keterbatasan dirinya, sehingga mereka sering terlibat dalam tingkah laku yang
salah atau rentan dieksploitasi dan disalahgunakan oleh orang lain. Subjek menilai
bahwa perilakunya menggunakan NAPZA adalah benar menurut pandangan
pribadinya, karena dengan menggunakan NAPZA dapat membantu subjek
mengatasi kesulitan dalam pergaulan sosial dan keterbatasan-keterbatasan dirinya.
Seseorang yang merasa puas dengan dengan kondisi fisiknya, biasanya
cenderung memiliki kepercayaan diri yang tinggi. Sebaliknya orang yang
memiliki kondisi fisik kurang menarik akan merasa rendah diri yang kemudian
akan berkembang menjadi tidak percaya diri. Menurut Hakim (2005) cacat atau
kelainan fisik tertentu merupakan kekurangan yang jelas terlihat oleh orang lain,
lain. Ji