EFEK APLIKASI TOPIKAL EKSTRAK TOMAT
(Lycopersicon lycopersicum L.) TERHADAP INFLAMASI PADA KULIT PASCA PAPARAN ULTRAVIOLET B
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Chandy Hapsari Riestaningtyas NIM : 048114146
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
Puji syukur kehadirat Allah swt.
Skripsi ini kupersembahkan sebagai
tanda bakti dan terima kasihku
Kepada Bapak dan Ibuku atas doa yang terucap,
atas bimbingan dan kasih sayang yang tak pernah berhenti untukku
Teruntuk Mas Anggri, Mbak Reni, Amjad, Mas Inung, Mbak Dely
atas dukungan spiritual maupun finansial yang diberikan selama ini
Kepada rekan-rekan seperjuangan yang telah mendedikasikan
tenaga dan pikiran kalian untuk menyadarkanku
arti pentingnya persahabatan
Kepada almamaterku tercinta
PRAKATA
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul : ”Efek Aplikasi Topikal Ekstrak Tomat (Lycopersicon lycopersicum L.) Terhadap Inflamasi Pada Kulit Pasca Paparan Ultraviolet B”.
Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Data-data penyusunan skripsi ini didapatkan dari hasil penelitian di laboratorium sejak bulan Februari hingga April.
Pada kesempatan ini tidak lupa penulis ucapkan terima kasih atas segala bantuan fasilitas, sarana, bimbingan, dukungan serta saran-saran yang diberikan kepada penulis, ucapan terima kasih ini penulis sampaikan kepada :
1. Rita Suhadi, M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Christine Patramurti, M.Si., Apt., selaku Ketua Program Studi Farmasi Universitas Sanata Dharma.
3. Prof. Dr. Sri Noegrohati, Apt., selaku dosen pembimbing pertama atas bimbingan dan perhatian yang diberikan selama penyusunan skripsi ini.
4. drh. Sitarina Widyarini, MP, Ph.D, selaku dosen pembimbing kedua yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.
5. Drs. Mulyono, Apt. dan Jeffry Julianus, M.Si., selaku dosen penguji atas bimbingan, pengarahan dan dukungan yang diberikan dalam penyusunan skripsi ini.
6. Bapak dan Ibu tercinta atas doa dan kasih sayangnya.
7. Saudara-saudaraku, Mas Anggri, Mbak Reni, Amjad, Mas Inung, Mbak Dely dan seluruh keluargaku atas dukungan dan doanya.
8. Segenap dosen dan karyawan Fakultas Farmasi yang selalu mengingatkanku untuk cepat lulus. Terima kasih atas bantuan dan pengalaman yang berharga agar selalu kuingat hingga aku menjadi alumni nanti.
9. Segenap Staf Laboratorium: Mas Yuwono, Pak Musrifin, Mas Sigit, Mas Wagiran, Mas Agung, Mas Iswandi, Mas Otto, Mas Heru, Mas Sarwanto, Mas Parlan, Mas Kunto dan Mas Andri atas bantuan dan kerjasamanya.
10.Teman-teman UKF Dolanz-Dolanz : Adit, Ayu, Blangkon, Boris, Chika, Coco, Cawas, Lian, Probo, Robert, Rudi, Sisil, Sogonk, Tintus, Yoyo atas segala canda, tawa dan kenangan indah bersama.
11.Teman-teman angkatan 2004 : Rinta, Ella, Fhery, Andri dan teman-teman lain yang telah memberikan tenaga dan pikiran kalian untuk membantuku menyelesaikan skripsi ini.
12.Teman-teman Hamasah : Mbak Lia, Ayu, Mbak Desi, Hany, Icha USD, Icha UGM, I’im, Khoti, Tammy, Zahra, Nur, Fara yang mau mendengar keluh kesahku selama ini.
13.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu untuk semua dukungan dan bantuan dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa meskipun sudah berusaha semaksimal mungkin tetapi pasti masih ada kekurangannya, untuk itu saran dan kritik yang sifatnya membangun demi perbaikan skripsi ini sangat penulis harapkan.
Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para mahsiswa fakultas farmasi pada umumnya, dan diri penulis pada khususnya.
Yogyakarta, Januari 2009 Penulis
Chandy Hapsari R.
EFEK APLIKASI TOPIKAL EKSTRAK TOMAT
(Lycopersicon lycopersicum L.) TERHADAP INFLAMASI PADA KULIT PASCA PAPARAN ULTRAVIOLET B
Intisari
Tomat (Lycopersicon lycopersicum L.) diketahui memiliki banyak khasiat. Masyarakat telah banyak menggunakan tomat antara lain untuk mengatasi radang kulit, infeksi jamur, jerawat, dan luka bakar. Namun hingga saat ini belum banyak penelitian yang dilakukan untuk membuktikan adanya efek ekstrak tomat jika diaplikasikan secara topikal. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai efek ekstrak tomat yang diaplikasikan secara topikal untuk menghambat inflamasi akibat paparan sinar ultraviolet (UV) B.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni acak lengkap pola searah. Ekstraksi kandungan tomat dilakukan dengan menambahkan pelarut aseton dan petroleum eter menggunakan corong pisah. Ekstraksi tersebut dilakukan hingga didapatkan ekstrak kering. Ekstrak tomat kemudian dilarutkan dalam parafin cair dan dicampurkan pada media pembawa berupa krim. Uji inflamasi dilakukan dengan memaparkan sinar UV B dengan panjang gelombang 280-320 nm, energi 360 mJ/cm2 pada punggung mencit betina galur Balb/c. Krim ekstrak tomat dioleskan setelah pemaparan sinar UV B. Pengamatan dilakukan dengan membandingkan tebal lipatan kulit (skin-fold thickness) kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan. Tiap kelompok uji menggunakan 5 mencit. Pemeriksaan histopatologik kulit (meliputi bagian epidermis dan dermis) diukur menggunakan mikroskop.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari hasil pengukuran tebal kulit terbukti bahwa ekstrak tomat dengan kadar 0,14 % dapat memberikan efek topikal yang ditandai dengan penurunan skin-fold thickness sebesar 48 % pada uji inflamasi pasca paparan UV B. Pada pemeriksaan histopatologik daerah uji terjadi perubahan dengan adanya pemberian ekstrak tomat secara topikal dari pengukuran tebal epidermis dan dermis histologik kulit.
Kata kunci : ekstrak tomat, topikal, inflamasi, histopatologik, ultraviolet B.
EFFICATION OF TOPICALLY APPLIED TOMATO EXTRACT (Lycopersicon lycopersicum L.) AGAINST INFLAMMATION
FOLLOWING ULTRAVIOLET B RADIATION Abstract
Tomato (Lycopersicon lycopersicum L.) has been known to have a lot of benefit. Most people has been used tomato to heal skin inflammation, acnes and sunburn. However not many study proves the effication of tomato extract by topical application. This study has been purposed to observe the effect of tomato extract by topical aplication to reduce inflammation after ultraviolet B radiation.
This study is a true experimental which use Balb/c mice as an object study. Tomato extraction has been done with adding acetone and petroleum ether. The extract then evaporized until dry. Then the tomato extract solubilized in liquid paraffin and mixtured in a basis of biocream. Inflammation-associated edema has been done at middorsal skin Balb/c mouse with UV B radiation which energy is 360 mJ/cm2. The cream applied after UV B exposure. Measurement of skin-fold thickness compared between non-irradiated group and irradiated group. Every group used 5 mouse. The histopathological analysis of skin (epidermal and dermal area) was measured using microscope.
The result showed that 0,14 % tomato extract cream effective to reduce 48% inflammation-associated edema which known from the reducement of skin-fold thickness. Beside that, from the histopathologic measurement, there was difference of epidermis and dermis thickness before and after UV B exposure.
Keyword : Tomato extract, topical application, inflammation-associated edema, ultraviolet B exposure.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………...……….. i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING……….. ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v
PRAKATA... vi
INTISARI ... viii
ABSTRACT ... ix
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN... xv
BAB I. PENGANTAR ... 1
A. Latar Belakang ... 1
1. Permasalahan ... 4
2. Keaslian penelitian ... 4
3. Manfaat penelitian ... 5
a. Manfaat teoritis ... 5
b. Manfaat praktis ... 5
B. Tujuan Penelitian ... 5
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ... 6
A. Tomat ... 6
1. Taksonomi tanaman ... 6
2. Morfologi tanaman ... 6
3. Kandungan kimia ... 7
4. Sifat fisika kimia ... 7
5. Kegunaan ... 8
B. Kulit ... 9
C. Inflamasi ... 10
D. Radiasi ultraviolet ... 15
E. Landasan Teori ... 17
F. Hipotesis... 18
G. Rancangan penelitian ... 18
BAB III. METODE PENELITIAN ... 19
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 19
B. Variabel Penelitian ... 19
C. Definisi Operasional ... 19
D. Bahan Penelitian... 20
E. Alat Penelitian... 20
F. Tata Cara Penelitian ... 21
1. Ekstraksi kandungan tomat ... 21
2. Identifikasi ekstrak tomat menggunakan HPLC ... 21
3. Pembuatan sediaan krim ekstrak tomat ... 22
4. Penentuan tipe krim ekstrak tomat ... 23
5. Uji inflamasi (inflammation-associated edema) ... 23
6. Pembuatan preparat histologi kulit ... 24
7. Pemeriksaan histopatologik ... 25
G. Analisis Hasil ... 25
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26
A. Ekstraksi kandungan tomat ... 26
B. Identifikasi ekstrak tomat ... 27
C. Pembuatan sediaan krim ekstrak tomat ... 30
D. Penentuan tipe krim ekstrak tomat ... 30
E. Uji inflamasi ... 31
F. Pemeriksaan histopatologik ... 35
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN... 46
A. Kesimpulan ... 46
B. Saran... 46
DAFTAR PUSTAKA ... 47
LAMPIRAN... 51
BIOGRAFI PENULIS ... 79
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Hasil pengukuran skin-fold thickness... 32 Tabel 2. Hasil perhitungan Least Square Analysis... 34
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Struktur molekul likopen, beta-karoten dan vitamin E ... 8
Gambar 2. Struktur kulit ... 10
Gambar 3. Patogenesis dan gejala suatu peradangan ... 11
Gambar 4. Sumber dan efek nitrit oksida (NO•) pada inflamasi... 13
Gambar 5. Spektrum elektromagnetik ... 16
Gambar 6. Kromatogram likopen ... 22
Gambar 7. Hasil scanning panjang gelombang maksimum ekstrak tomat ... 28
Gambar 8. Kromatogram ekstrak tomat ... 29
Gambar 9. Hasil penentuan tipe krim ekstrak tomat ... 31
Gambar 10. Kurva mean selisih skin-fold thickness vs waktu ... 33
Gambar 11. Struktur histologik kulit mencit ... 36
Gambar 12. Grafik pengukuran mean ± SD tebal epidermis dan dermis ... 37
Gambar 13. Mekanisme terjadinya kerusakan di kulit akibat paparan UV B... 39
Gambar 14. Mekanisme terjadinya inflamasi ... 44
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Perhitungan kadar ekstrak tomat dalam krim ... 52
Lampiran 2. Hasil penentuan 1 MEdD ... 53
Lampiran 3. Hasil penentuan 1 MedD (lanjutan)... 54
Lampiran 4. Hasil pengukuran skin-fold thickness hari pertama ... 55
Lampiran 5. Hasil pengukuran skin-fold thickness hari kedua ... 56
Lampiran 6. Hasil pengukuran skin-fold thickness hari ketiga ... 57
Lampiran 7. Hasil perhitungan Least Square Analysis... 58
Lampiran 8. Analisis uji F ragam populasi ... 63
Lampiran 9. Analisis uji t mean slope ... 64
Lampiran 10. Perhitungan efek ekstrak tomat ... 66
Lampiran 11. Hasil pengukuran tebal epidermis ... 68
Lampiran 12. Hasil uji statistik tebal epidermis... 69
Lampiran 13. Hasil pengukuran tebal dermis ... 71
Lampiran 14. Hasil uji statistik tebal dermis ... 72
Lampiran 15. Dokumentasi... 74
BAB I PENGANTAR
A. Latar Belakang
Sinar matahari merupakan bagian dari kehidupan manusia dan banyak orang merasakan manfaatnya untuk kesehatan. Dengan bertambahnya ilmu pengetahuan kita mengenai dampak radiasi sinar matahari terhadap kulit manusia, muncul fakta baru bahwa sinar matahari juga menjadi penyebab utama timbulnya kerusakan kulit seperti, erythema, edema, blistering, hyperplasia dan nonmelanoma skin cancer (Afag dan Mukhtar, 2001). Kerusakan tersebut diakibatkan oleh radiasi ultraviolet (UV), terutama radiasi UV B (280-320 nm). Radiasi UV A (320-400 nm) juga dapat menyebabkan kerusakan kulit seperti rusaknya DNA dan membran seluler, dan timbulnya efek karsinogenesis akibat terbentuknya Reactive Oxygen Species (ROS) atau radikal bebas (Tedesco, 1997).
Radiasi UV B memiliki energi yang lebih besar dibandingkan dengan radiasi UV A. Meskipun energinya hanya 5% dari total energi ultraviolet yang mencapai permukaan bumi, UV B merupakan sumber kerusakan kulit yang utama bagi manusia. Hal tersebut dikarenakan UV B mampu berinteraksi dengan senyawa makromolekul sehingga dapat menyebabkan efek jangka pendek maupun jangka panjang (Naylor dan Farmer, 2000).
Edema merupakan salah satu reaksi yang terjadi pada peristiwa inflamasi. Radiasi UV B dapat menyebabkan inflamasi yang salah satunya dapat dilihat dari edema terbentuk. Inflamasi dapat terjadi melalui pembentukan radikal
bebas ataupun produksi sitokin proinflamasi (Suschek, et al., 2004; Anonim, 2008).
Saat ini banyak dikembangkan produk-produk obat maupun kosmetik yang digunakan untuk mencegah timbulnya kerusakan kulit akibat radiasi ultraviolet yang berlebihan. Bahan alam menjadi pilihan bahan baku dalam pembuatan produk-produk tersebut. Selain karena mudah didapatkan, bahan alam juga relatif aman digunakan.
senyawa-senyawa nonpolar tersebut dengan senyawa polar lain yang terkandung dalam tomat.
Seperti telah diungkapkan bahwa radiasi UV B dapat menimbulkan edema melalui mekanisme inflamasi. Penulis berasumsi jika terdapat senyawa yang dapat memutus jalur proses terjadinya inflamasi, maka edema yang terjadi dapat dikurangi atau dihambat. Kandungan senyawa dalam tomat seperti likopen, beta-karoten dan vitamin E diketahui memiliki khasiat sebagai antioksidan dan anti-inflamasi (Buhler dan Miranda, 2000; Rafi, et al. 2007).
1. Permasalahan
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dimunculkan permasalahan sebagai berikut :
Apakah aplikasi topikal ekstrak tomat (Lycopersicon lycopersicum L.) mempunyai efek menghambat atau mengurangi inflamasi pasca paparan UV B yang ditandai dengan penurunan skin-fold thickness dan perubahan histopatologik kulit berupa penurunan tebal epidermis dan dermis?
2. Keaslian penelitian
Sejauh penelusuran penulis, penelitian mengenai efek tanaman tomat terhadap inflamasi pernah dilakukan dengan teknik dan bahan yang berbeda. Penelitian mengenai daya antiinflamasi tanaman tomat yang pernah dilakukan yaitu menggunakan karagenin sebagai inducer inflamasi (Nugroho, 2007). Bobot udema kaki mencit menunjukkan perbedaan antara kelompok kontrol yang hanya diberi induksi karagenin 1% dengan kelompok perlakuan yang diberi induksi karagenin 1% dan jus tomat secara oral pada 4 peringkat dosis. Jus tomat dengan dosis 1,875 g/kgBB; 3,75 g/kgBB; 7,5 g/kgBB; dan 15 g/kgBB mempunyai daya antiinflamasi berturut-turut 11,81%; 22,25%; 33,89%; dan 40,98%.
3. Manfaat penelitian a. Manfaat teoritis
b. Manfaat praktis
Memberikan informasi ilmiah dan kebenaran kepada masyarakat mengenai efek topikal ekstrak tomat dalam mengurangi atau menghambat inflamasi pasca paparan UV B.
B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum
Penelitian dapat memberikan informasi mengenai alternatif penggunaan tomat, dalam hal ini kandungan senyawa yang bersifat nonpolar seperti likopen, beta-karoten dan vitamin E sebagai sediaan anti-inflamasi topikal pasca paparan UV B.
2. Tujuan khusus
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Tomat 1. Taksonomi tanaman
Dalam taksonomi tanaman, kedudukan tanaman tomat diklasifikasikan
menurut sistematika sebagai berikut.
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dycotyledonae
Bangsa : Solanes
Keluarga : Solanaceae
Marga : Lycopersicon
Jenis : Lycopersicon lycopersicum L.
(Backer dan Backhuizen van den Brink, 1965)
2. Morfologi Tanaman
Perdu semusim, batang massif, berbuku-buku, berbulu, warna hijau
keputihan. Daun tunggal, bulat telur, ujung runcing dengan pangkal berlekuk, tepi
bergerigi warna hijau. Perbungaan keluar dari ketiak daun, tangkai berbulu,
mahkota bertaju runcing, berwarna putih, putik berwarna kuning, buah buni, buah
muda berwarna hijau dan setelah tua berwarna merah. (Soedibyo, 1998).
3. Kandungan Kimia
Kandungan kimia tomat yang penting adalah likopen. Selain itu di dalam
buah tomat juga mengandung beta-karoten, asam folat, asam malat, asam sitrat,
adenine, koline, tomatin, vitamin C, kalium, vitamin E, fruktosa, flavonoid dan
fitosterol (Dalimartha dan Soedibyo, 1999; Beecher, 1998).
4. Sifat Fisika Kimia
Di antara kandungan kimia tomat terdapat senyawa-senyawa yang bersifat
polar maupun nonpolar. Asam folat, asam malat, asam sitrat, adenin, koline,
tomatin, vitamin C, fruktosa, kalium dan flavonoid merupakan kandungan
senyawa yang bersifat polar. Likopen dan beta-karoten merupakan anggota dari
karotenoid yang mempunyai rumus molekul C40H56. Gugus ikatan hidrokarbon
yang panjang dari likopen dan beta-karoten membuat keduanya memiliki sifat
sangat lipofil. Masing-masing memiliki 11 ikatan rangkap terkonjugasi. Likopen
dan beta-karoten tidak larut dalam air dan dapat larut hanya dalam pelarut organik
atau minyak. Vitamin E atau sering juga disebut alfa-tokoferol merupakan vitamin
A
B
C
Gambar 1. Struktur molekul likopen (A), beta-karoten (B) dan vitamin E (C) (Anonim, 2007c)
5. Kegunaan
Likopen, beta-karoten, flavonoid, vitamin C dan vitamin E memiliki
kemampuan menangkal radikal bebas sebagai antioksidan (Buhler dan Miranda,
2000). Young dan Lowe (2001) melaporkan bahwa karotenoid (termasuk di
dalamnya likopen dan beta-karoten) mampu bertindak sebagai antioksidan dengan
mengikat radikal bebas melalui tiga cara yaitu transfer elektron (1), abstraksi
hidrogen (2) dan penambahan spesi radikal (3).
ROO• + CAR → ROO - + CAR •+ (1)
ROO• + CAR → ROOH + CAR • (2)
ROO• + CAR → (ROO − CAR) • (3)
diinduksi oleh lipopolisakarida dalam sel makrofag mencit. Selain itu likopen juga
dapat menghambat pelepasan TNF-α dan IL-1β melalui mekanisme
penghambatan extracellular signal-regulated kinase (ERK1/2) (Shyu, et al., 2008). Beta-karoten juga diketahui memilki khasiat anti-inflamasi dengan
menekan aktivasi NF-κB melalui reaksi redoks (Bai, et al., 2005). Vitamin E
diketahui mampu menurunkan produksi TNF-α melalui penghambatan
5-lipoxygenase; dan diketahui dapat menurunkan produksi sitokin proinflamasi yang menginduksi pembentukam nitrogen oksida (NO•) (Devaraj dan Jialal, 2005;
Khanduja, et al., 2005). Selain itu beta-karoten dan vitamin E juga memiliki khasiat sebagai anti-inflamasi dengan menghambat oksidasi dari asam arakidonat
sehingga jalur pembentukan lipoxygenase dan cyclooxygenase akan terhambat (Halevy dan Sklan, 1987).
B. Kulit
Kulit merupakan organ tubuh yang penting yang merupakan permukaan
luar organisme dan membatasi lingkungan dalam tubuh dengan lingkungan luar.
Kulit berfungsi untuk :
1. melindungi jaringan dari kerusakan kimia dan fisika, terutama kerusakan
mekanik dan terhadap masuknya mikroorganisme,
2. mencegah terjadinya pengeringan berlebihan, akan tetapi penguapan air
secukupnya tetap terjadi (perspiratio insensibilis),
3. bertindak sebagai pengatur panas dengan melakukan konstriksi dan dilatasi
4. bertindak sebagai alat pengindera dengan reseptor yang dimilikinya yaitu
reseptor tekan, suhu, dan nyeri (Mutschler, 1991).
Gambar 2. Struktur kulit (Anonim, 2007a)
Kulit terdiri dari tiga lapisan yaitu epidermis, dermis, dan jaringan
subkutis. Epidermis, lapisan terluar kulit, terdiri dari empat jenis sel: keratinosit,
yang merupakan sel terbanyak yang menghasilkan keratin; sel melanosit, yang
menghasilkan pigmen; sel Langerhans, sel fagositik berperan dalam pengambilan
dan pengolahan antigen; dan sel Merkel, sel neuoroendokrin yang fungsinya
belum diketahui (Sander, 2003).
C. Inflamasi
Pada fase awal inflamasi, vasodilatasi dan peningkatan aliran darah akan
meningkatkan tekanan hidrostatik intravaskular, menghasilkan peningkatan
filtrasi cairan dari kapiler. Cairan itu disebut juga transudat, merupakan ultrafiltrat
dari plasma darah dan mengandung beberapa protein. Transudasi kemudian
meningkat, namun demikian dengan meningkatnya permeabilitas vaskular, yang
menyebabkan aliran cairan kaya protein dan bahkan sel (disebut eksudat) menuju
osmotik intravaskular, pada saat yang sama meningkatkan tekanan osmotik dari
cairan interstitial. Hasil akhirnya berupa pengeluaran air dan ion pada jaringan
ekstravaskular, yang terakumulasi disebut edema (Mitchell dan Cotran, 1997).
Gejala reaksi radang yang dapat diamati adalah pemerahan (rubor), panas meningkat (calor), pembengkakan (tumor), nyeri (dolor), dan gangguan fungsi (fungsio laesa). Gejala tersebut merupakan akibat dari gangguan aliran darah yang terjadi akibat kerusakan jaringan dalam pembuluh pengalir terminal,
gangguan keluarnya plasma darah (eksudasi) ke ruangan ekstrasel akibat
meningkatnya ketebalan kapiler dan perangsangan reseptor nyeri (Mutschler,
1986). Penyebab inflamasi banyak dan beraneka ragam. Pengaruh yang sifatnya
merusak sel sering disebut noksi. Noksius penyebab inflamasi dapat berupa kimia
(obat–obatan), fisika (panas atau dingin berlebihan, radiasi, benturan), serta
infeksi mikroorganisme atau parasit atau kombinasi ketiga agen tersebut
(Mutschler, 1991).
Noksius
Kerusakan sel
Pembebasan bahan mediator
Emigrasi leukosit
Proliferasi
Eksudasi Perangsangan reseptor nyeri Gangguan
sirkulasi lokal
Pemerahan Panas Pembengkakan Gangguan Nyeri fungsi
Nitrogen oksida (NO•) merupakan mediator kimiawi penyebab inflamasi.
Peran NO• dalam terjadinya inflamasi antara lain : (1) relaksasi otot halus
pembuluh darah (vasodilatasi), (2) peran antagonis dari semua tingkat aktivasi
platelet (adhesi, agregasi, dan degranulasi), dan (3) bersifat sebagai agen mikrobia
(dengan atau tanpa radikal superoksida) pada makrofag teraktivasi. Oleh karena
waktu paro NO• yang hanya beberapa detik saja, maka efeknya hanya pada sel
yang berada di dekat sumber penghasil NO•. Wakto paro NO• yang singkat juga
menunjukkan bahwa efeknya dipengaruhi terutama oleh tingkat sintesisnya. NO•
disintesis secara de novo dari L-arginine, oksigen molekular, dan NADPH oleh
enzim nitric oxide synthase (NOS). Terdapat tiga bentuk NOS, dengan distribusi jaringan yang berbeda, dipengaruhi konsentrasi Ca2+, dan bentuk konstitutif
dibanding inducible. Tipe 1 (ncNOS) neuronal constitutive NOS, yang aktivitas
enzimnya tergantung peningkatan konsentrasi Ca2+ intrasel. Tipe 2 (iNOS)
merupakan enzim yang dapat diinduksi. Terdapat pada banyak tipe sel, termasuk
hepatosit, mikosit kardiak, dan epitel saluran pernafasan; aktivitasnya tidak
dipengaruhi konsentrasi Ca2+ intrasel. Pada inflamasi, iNOS juga terdapat pada
endotelium, sel otot halus, dan makrofag; diinduksi oleh sejumlah mediator dan
sitokin proinflamasi, sebagian besar oleh IL-1, TNF-α, dan IFN-γ, dan oleh
lipopolisakarida yang terdapat pada dinding sel bakteri gram negatif. Tipe 3
(ecNOS) merupakan hasil sintesis NOS secara konstitutif, terutama terdapat pada
Gambar 4. Sumber dan efek nitrit oksida (NO•) pada inflamasi. Sintesis NO• oleh sel endotelial (sebagian besar oleh ecNOS, kiri) dan oleh makrofag (sebagian besar oleh iNOS, kanan). NO• menyebabkan vasodilatasi, dan radikal bebas NO• sitotoksik terhadap mikrobia maupun sel mamalia. (Mitchell dan Cotran, 1997)
Menurut Suschek, et al. (2004) radiasi UV B dapat meningkatkan produksi
TNF-α yang dapat menginduksi pembentukan enzim iNOS pada sel endotelium kulit
manusia.
Inflamasi juga dapat disebabkan oleh peristiwa lipid peroksidasi. Lipid
peroksidasi melibatkan Reactive Oxygen Spesies (ROS). Target dari ROS adalah ikatan karbon-karbon pada poly-unsaturated fatty acid (PUFA) yang merupakan penyusun dari membran sel. Ikatan rangkap karbon-karbon melemahkan ikatan
hidrogen-karbon yang menyebabkan disosiasi hidrogen terjadi dengan mudah oleh
adanya radikal bebas. Radikal bebas akan mengambil elektron tunggal dari
hidrogen yang berikatan dengan karbon pada ikatan rangkap. Lalu akan
meninggalkan karbon dengan elektron tidak berpasangan dan kemudian akan
untuk mendapatkan bentuk yang stabil sehingga membentuk ikatan rangkap
terkonjugasi. Ikatan rangkap terkonjugasi tersebut sangat mudah bereaksi dengan
oksigen untuk membentuk radikal peroksi (reaksi 2). Radikal peroksi lebih lanjut
akan menyerang asam lemak menghasilkan hidroperoksida dan radikal asam
lemak baru (reaksi 3). Proses tersebut kemudian berlanjut dalam reaksi berantai
(Helwig, 2000).
Inisiasi : PUFA−H + X•→ PUFA• + X−H (1)
Propagasi : PUFA• + O2 → PUFA−OO• (2)
Terminasi : PUFA−OO• + PUFA−H → PUFA−OOH + PUFA• (3)
Selanjutnya membran sel yang mengalami kerusakan akan mengaktifkan enzim
fosfolipase untuk mengubah fosfolipida menjadi asam arakidonat. Asam lemak
tak jenuh tersebut sebagian akan diubah oleh enzim cyclooxygenase menjadi asam endoperoksida dan seterusnya menjadi zat-zat prostaglandin. Bagian lain dari
arakidonat diubah oleh enzim lipoxygenase menjadi zat-zat leukotrien. Baik
prostaglandin maupun leukotrien bertanggungjawab bagi sebagian besar
terjadinya gejala peradangan. Radikal bebas oksigen yang dilepaskan peroksida
juga memegang peranan pada timbulnya rasa nyeri (Tjay dan Rahardja, 2002).
Inflamasi juga dapat terjadi melalui pelepasan histamin oleh sel mast pada
dermis. Mekanisme yang mungkin pada peningkatan awal jumlah prostaglandin
pada paparan UV B yang menyebabkan eritema dikarenakan adanya laporan
bahwa sel mast pada dermis juga terkativasi 3-6 jam setelah paparan,
menghasilkan degranulasi dan pelepasan histamin diperkirakan bahwa histamin
peningkatan respon histamin setelah paparan UV akan menghasilkan peningkatan
prostaglandin (Pentland, 1990).
D. Radiasi Ultraviolet
Sinar ultraviolet (UV) secara fisik mirip dengan cahaya tampak, hanya
saja sinar UV tidak memungkinkan untuk dilihat. Cahaya yang memungkinkan
untuk dilihat dikenal sebagai cahaya tampak dan terdiri dari warna – warna
seperti dalam pelangi. Daerah ultraviolet dimulai setelah akhir warna ungu dalam
pelangi. Secara ilmiah, radiasi UV merupakan radiasi elektromagnetik seperti
halnya pada cahaya tampak, sinyal radar dan sinyal pemancar radio (Anonim,
2007b).
Radiasi UV mempunyai panjang gelombang lebih pendek (frekuensi
lebih tinggi) dibandingkan cahaya tampak dan lebih panjang (frekuensi lebih
rendah) dibandingkan Sinar-X. Radiasi UV berada pada kisaran panjang
gelombang 100 – 400 nm dan sering dibagi menjadi tiga berdasarkan daerah
panjang gelombang, yaitu:
1. UVA (315-400 nm), sering disebut gelombang panjang “black light” 2. UVB (280-315 nm), sering disebut gelombang medium “medium wave” 3. UVC (100-280 nm), sering disebut gelombang pendek “short wave”
Gambar 5. Spektrum elektromagnetik (Anonim, 2007b)
Panjang gelombang sinar ultraviolet yang lebih rendah dari 290 nm
diabsorpsi oleh molekul oksigen, ozon, uap air di atas atmosfer dan tidak
mencapai permukaan bumi dalam jumlah banyak. Sumber utama efek kerusakan
akibat sinar matahari disebabkan oleh bagian ultraviolet pada spektra antara 290
dan 400 nm (UV B dan UV A). Panjang gelombang ultraviolet yang berbeda
berpenetrasi ke kulit pada kedalaman yang berbeda dan efek biologi yang
ditimbulkan juga berbeda (Naylor dan Farmer, 2000).
Ultraviolet A (UVA, sering disebut black light) merupakan komponen terbanyak dari sinar ultraviolet yang mencapai permukaan bumi, kurang lebih
95% dari total sinar ultraviolet yang mencapai permukaan bumi. UV A juga
merupakan panjang gelombang sinar yang dapat menyebabkan kulit tampak
kecoklatan, dan untuk waktu yang lama memiliki reputasi sebagai spektrum sinar
ultraviolet yang aman. Beberapa penelitian sekarang ini membuktikan bahwa UV
A dapat menyebabkan resiko yang signifikan, meskipun kerusakan yang
ditimbulkan tidak separah UV B. Namun demikian, UV A berpenetrasi lebih
dalam ke dalam kulit dibandingkan panjang gelombang sinar ultraviolet yang lain,
menembus kulit yang lebih dalam, UV A menyebabkan efek kerusakan kronis
akibat paparan UV dan dapat menyebabkan efek imunologik. Meskipun hanya 5%
bagian sinar ultraviolet yang mencapai permukaan bumi, UV B merupakan
komponen yang paling penting dari sinar matahari bagi kulit manusia. Hal itu
disebabkan karena UV B dapat menyebabkan kanker baik pada kulit yang
mengandung banyak melanin maupun kulit dengan sedikit melanin. Penetrasi UV
B tidak sedalam UV A, namun UV B dapat berpenetrasi lebih dalam karena
bereaksi dengan makromolekul dengan berbagai mekanisme yang menyebabkan
UV B memberikan efek biologis jangka pendek maupun jangka panjang (Naylor
dan Farmer, 2000).
E. Landasan Teori
Radiasi UV B dapat menimbulkan inflamasi melalui beberapa cara,
antara lain disebabkan oleh radikal bebas ataupun produksi dari mediator
proinflamasi seperti histamin, leukotrien dan prostaglandin (Suschek, et al., 2004; Anonim, 2008).
Ekstrak tomat yang mengandung senyawa-senyawa nonpolar seperti
likopen, beta-karoten dan vitamin E memiliki kemampuan menangkal radikal
bebas sebagai antioksidan (Buhler dan Miranda, 2000). Likopen juga dapat
berperan sebagai anti-inflamasi dengan menghambat mediator proinflamasi
inducible Nitric Oxide Synthase (iNOS) yang diinduksi oleh lipopolisakarida
dalam sel makrofag mencit (Rafi et al., 2007). Beta-karoten juga diketahui
memilki khasiat anti-inflamasi dengan menekan aktivasi NF-κB melalui reaksi
TNF-α melalui penghambatan 5-lipoxygenase; dan diketahui dapat menurunkan produksi sitokin proinflamasi yang menginduksi pembentukam nitrogen oksida
(NO•) (Khanduja, et al., 2005).
F. Hipotesis
Hipotesis yang dapat diambil dari penelitian ini adalah ekstrak tomat
yang diaplikasikan secara topikal memiliki efek untuk mengurangi atau
menghambat inflamasi terhadap paparan sinar UV B.
G. Rancangan Penelitian
1. Ekstraksi kandungan tomat untuk menarik senyawa-senyawa nonpolar seperti
likopen, beta-karoten dan vitamin E yang diketahui memiliki efek
pengurangan atau penghambatan terhadap inflamasi pasca paparan UV B.
2. Pembuatan sediaan krim ekstrak tomat yang dapat digunakan untuk aplikasi
secara topikal.
3. Radiasi UV B untuk menginduksi pembentukan edema pada reaksi inflamasi.
4. Pengaruh sediaan krim ekstrak tomat terhadap inflamasi akibat paparan UV B.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian tentang efek topikal ekstrak tomat terhadap mencit betina merupakan penelitian ekperimental murni dengan rancangan variabel eksperimental acak lengkap pola searah.
B. Variabel Penelitian 1. Variabel utama
a. Variabel bebas : Kadar ekstrak tomat.
b. Variabel tergantung : Nilai skin-fold thickness yang terbentuk. 2. Variabel pengacau
a. Variabel pengacau terkendali 1. Jenis kelamin mencit : betina
2. Umur mencit : 8 – 10 minggu 3. Spesies : galur Balb/c
b. Variabel pengacau tak terkendali yaitu keadaan patologis mencit. C. Definisi Operasional
1. Minimum Edema Dose atau MEdD merupakan lama waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan peningkatan skin-fold thickness yang optimal (mendekati 1,5-2 kali lipat skin-fold thickness awal) akibat 1 kali paparan UV, yang diukur 24 jam setelah radiasi.
2. Skin-fold thickness merupakan ketebalan lipatan kulit mencit pada bagian punggung yang diukur menggunakan jangka sorong pasca paparan UV.
3. Mean selisih skin-fold thickness adalah skinfold thickness akhir (setelah paparan UV) dikurangi skin-fold thickness awal (sebelum paparan UV).
4. Lampu UV adalah lampu xenon UV B dengan panjang gelombang 280-320 nm (broadband UV B). Pada jarak 40 cm dari permukaan lampu, irradiance yang dihasilkan sebesar 1 x 10-3 W/cm2. Pemaparan sinar UV B dilakukan di Laboratorium Kesehatan Kulit dan Kelamin, Fakultas Kedokteran Umum, UGM Yogyakarta.
5. Krim ekstrak tomat adalah bentuk sediaan krim yang digunakan sebagai aplikasi topikal dengan tipe M/A, mengandung ekstrak tomat sebesar 0,14 %. 6. Basis adalah basis Biocream® yang merupakan krim pembawa (vehicle) dan
tidak mengandung zat aktif ekstrak tomat. D. Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan adalah mencit betina (umur 8 – 10 minggu, galur Balb/c); tomat (perkebunan daerah Turi, Sleman, Yogyakarta); basis krim (Biocream®); aseton (teknis, Brataco); natrium klorida (teknis, Brataco); methanol (p.a, Merck); petroleum eter (teknis, Brataco); alkohol 75%; formalin 10%; depilatoris (Veeth Hair Removal).
E. Alat Penelitian
Spektrofotometri UV/Vis (Perkin-Elmer Lambda 20); Juicer; pisau cukur dan gunting; mikroskop; Software Motic Image Plus 2.0.
F. Tata Cara Penelitian 1. Ekstraksi Kandungan Tomat
Tomat dihancurkan menggunakan juicer hingga halus. Kemudian ditimbang sebanyak 30 gram. Lalu ditambahkan aseton sebanyak 100 ml, digojog hingga semua aseton bereaksi. Selanjutnya ditambahkan aquades sebanyak 500 ml. Kemudian ditambahkan NaCl sebanyak 5 gram untuk membantu proses salting out. Selanjutnya diekstraksi menggunakan petroleum eter sebanyak 100 ml dengan cara bertingkat (50 ml, 25 ml, dan 25 ml) untuk menarik likopen dari aseton. Ekstraksi ini dilakukan menggunakan corong pisah. Ekstrak tomat tersebut kemudian diuapkan hingga didapatkan ekstrak kering (Alhammadi and Alkaabi, 2006).
2. Identifikasi Ekstrak Tomat Menggunakan HPLC (High Performance Liquid Chromatography)
Metode identifikasi ekstrak tomat dilakukan berdasarkan metode identifikasi likopen dengan asumsi bahwa kandungan yang terdapat di dalam ekstrak tomat merupakan senyawa-senyawa nonpolar seperti likopen, beta-karoten dan vitamin E. Sebanyak 1 mg ekstrak tomat dilarutkan dalam 10 ml fase gerak metanol 100%. Selanjutnya 20 μl larutan tersebut diinjeksikan ke dalam sistem
HPLC menggunakan fase diam oktadesilsilan (C18) dan fase gerak metanol 100%. Pengukuran dilakukan dengan flow rate 1 ml/menit dan pada suhu 15°C
sehingga kromatogram hasil pengukuran dibandingkan dengan kromatogram menurut penelitian Nassar, et al. (2007).
Gambar 6. Kromatogram likopen (Nassar, et al., 2007)
3. Pembuatan Sediaan Krim Ekstrak Tomat
4. Penentuan Tipe Krim Ekstrak Tomat
Sebanyak 0,5 g krim ekstrak tomat dimasukkan ke dalam beaker glass dan diencerkan dengan 2 ml aquades. Campuran diaduk kemudian ditambah 2 tetes metilen blue. Warna campuran diamati menggunakan mikroskop. Bagian yang berwarna biru menunjukkan fase air, sedangkan yang tidak berwarna menunjukkan fase minyak (Voigt, 1994).
5. Uji Inflamasi (Inflammation-associated edema)
dilakukan pengukuran skin-fold thickness (tidak dilakukan pengolesan basis ataupun krim ekstrak tomat) kemudian kulit punggung bagian spot penyinaran (2x2 cm) diambil untuk dibuat preparat histologi kulit.
6. Pembuatan Preparat Histologi Kulit
Daerah kulit yang diuji disayat tipis sepanjang 1 cm, dengan kedalaman mencakup epidermis dan dermis (biopsi), kemudian difiksasi dalam formalin 4%. Preparat dimasukkan kedalam larutan etanol secara bertingkat berturut–turut etanol 50% selama 30 menit, etanol 90% selama 30 menit, etanol mutlak selama 30 menit, masing–masing 2 kali perlakuan. Preparat kemudian direndam dalam xilol-parafin, dimasukkan ke dalam oven selama satu jam dalam suhu 60°C.
7. Pemeriksaan Histopatologik
Preparat sel kulit selanjutnya diukur ketebalan epidermis dan dermis yang terjadi serta dilakukan pengamatan terhadap perubahan strukturnya menggunakan mikroskop.
G. Analisis Hasil
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Ekstraksi Kandungan Tomat
Ekstraksi senyawa-senyawa nonpolar dalam tomat seperti likopen,
beta-karoten dan vitamin E dilakukan berdasarkan prosedur ekstraksi likopen menurut
Alhammadi dan Alkaabi (2006). Berdasarkan prosedur tersebut, ekstraksi
dilakukan menggunakan corong pisah dengan cara bertingkat. Ekstraksi dilakukan
dengan menghancurkan tomat menggunakan juicer selama ± 3 menit untuk
memudahkan penarikan senyawa-senyawa yang dimaksud. Selanjutnya ditimbang
sebanyak 30 g lalu ditambahkan aseton sebanyak 100 ml ke dalam corong pisah
dan digojog untuk mengoptimalkan reaksi. Kemudian ditambahkan 500 ml
aquades. Penggunaan aseton dan aquades bertujuan untuk melarutkan
senyawa-senyawa polar dalam jus tomat seperti air, vitamin C, tomatin, asam folat, asam
malat, asam sitrat, kalium dan flavonoid. Setelah itu ditambahkan NaCl sebanyak
5 g agar terjadi proses salting out. Salting out bertujuan untuk memisahkan
protein dan senyawa non polar lain dalam larutan sehingga proses ekstraksi akan
lebih mudah. Salting out terjadi karena dengan meningkatnya konsentrasi garam,
maka molekul air akan berikatan dengan ion-ion garam sehingga molekul air yang
berikatan dengan bagian polar protein akan semakin berkurang, akibatnya ikatan
protein-protein akan lebih kuat dibandingkan ikatan pelarut dengan solutnya dan
protein akan saling berikatan dengan adanya interaksi hidrofob. Langkah terakhir
yang dilakukan yaitu penarikan senyawa-senyawa nonpolar yang terkandung
dalam jus tomat menggunakan pelarut petroleum eter. Penggunaan petroleum eter
karena sifatnya yang non polar sehingga dapat menarik senyawa-senyawa yang
bersifat non polar juga. Ekstraksi dengan petroleum eter dilakukan secara
bertingkat (50 ml, 25 ml, 25 ml) agar hasil ekstrak yang didapatkan optimal.
Selanjutnya ekstrak diletakkan pada wadah dan diuapkan hingga didapatkan
ekstrak kering. Pada ekstraksi ini jumlah tomat yang digunakan adalah 330 g,
setelah dikeringkan didapatkan ekstrak tomat sebanyak 2,48 g.
B. Identifikasi Ekstrak Tomat
Pada tahap ini yang pertama kali dilakukan adalah scanning panjang
gelombang dimana ekstrak tomat menghasilkan absorbansi maksimum (λmax)
menggunakan spektrofotometri UV-Vis. Menurut Day dan Underwood (1996)
kebanyakan penerapan spektrofotometri UV dan tampak pada senyawa organik
didasarkan pada transisi n-π* ataupun π-π* dan karenanya memerlukan gugus
kromofor dalam molekul itu. Transisi tersebut terjadi dalam daerah spektrum
(sekitar 200 ke 700 nm) yang dapat digunakan dalam eksperimen. Kandungan
ekstrak tomat berupa senyawa nonpolar seperti likopen, β-karoten dan vitamin E.
Jika dilihat dari strukturnya, senyawa-senyawa tersebut memiliki ikatan rangkap
terkonjugasi (kromofor). Berdasarkan hal tersebut maka ekstrak tomat dapat
diukur menggunakan spektrofotometri UV-Vis.
Scanning dilakukan pada range panjang gelombang 300-500 nm. Pada
Selanjutnya panjang gelombang tersebut digunakan untuk uji kualitatif
menggunakan HPLC.
Gambar 7. Hasil scanning panjang gelombang maksimum ekstrak tomat
Identifikasi ekstrak tomat yang didapatkan dilakukan berdasarkan uji
kualitatif senyawa likopen menggunakan HPLC fase terbalik menurut Nassar, et
al. (2007). Identifikasi dengan metode HPLC dilakukan menggunakan fase diam
C18 (oktadesilsilan) dan fase gerak methanol 100% pada flow rate 1 ml/menit dan
suhu 15°C. Oleh karena tidak didapatkan senyawa baku likopen sehingga
identifikasi ekstrak tomat dilakukan dengan membandingkan kromatogram hasil
pengukuran dengan kromatogram menurut penelitian Nassar, et al. (2007). Dari
A B
Gambar 8. Kromatogram ekstrak tomat hasil pengukuran (A) dan hasil penelitian Nassar, et al. (2007) (B).
Dari gambar tersebut tampak adanya perbedaan antara kromatogram hasil
percobaan dengan kromatogram menurut penelitian Nassar, et al. (2007). Pada
kromatogram hasil penelitian tampak bahwa waktu retensi terjadi sebelum menit
ke-5, sedangkan pada kromatogram menurut literatur tampak bahwa waktu retensi
yang didapatkan sekitar menit ke-15. Hal tersebut dikarenakan kondisi yang
berbeda dari segi peralatan maupun operator yang melakukan. Selain itu juga
tampak bahwa kromatogram hasil pengukuran terdapat lebih dari satu peak,
sedangkan pada kromatogram menurut Nassar, et al. (2007) hanya terdapat satu
peak. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada ekstrak tomat terdapat beberapa
campuran senyawa, tidak hanya likopen melainkan juga senyawa yang bisa larut
C. Pembuatan Sediaan Krim Ekstrak Tomat
Sediaan krim ekstrak tomat dibuat dengan melarutkan 2,48 gram ekstrak
kering ke dalam 2 ml pelarut parafin cair kemudian dicampurkan ke dalam basis
Biocream®. Biocream® merupakan produk dari Perusahaan Merck yang berbentuk
krim. Penggunaan basis Biocream® dikarenakan tidak adanya formula standar
yang dapat digunakan oleh peneliti untuk aplikasi secara topikal pada kulit. Selain
itu tidak terdapat kandungan zat aktif di dalam Biocream® dan sifatnya yang
ambifilik sehingga relatif mudah bercampur dengan bahan aktif yang bersifat
hidrofilik maupun hidrofobik, dalam hal ini ekstrak tomat bersifat hidrofobik.
Krim ekstrak tomat yang dibuat pada penelitian ini adalah 10 gram sehingga kadar
ekstrak tomat di dalam krim sebesar 0,14 %.
D. Penentuan Tipe Krim Ekstrak Tomat
Penentuan tipe krim ekstrak tomat dilakukan dengan metode warna
menggunakan metilen blue. Metilen blue merupakan pewarna yang larut air.
Penambahan metilen blue pada krim tipe M/A menyebabkan fase air (medium
dispersi) berwarna biru dan fase minyak (fase terdispersi) tidak berwarna. Pada
krim tipe A/M, penambahan metilen blue menyebabkan fase minyak (medium
Fase air
Fase minyak
Gambar 9. Hasil penentuan tipe krim ekstrak tomat
Hasil penentuan tipe krim ekstrak tomat menunjukkan fase kontinyu
berwarna biru dan fase terdispersi tidak berwarna. Dengan demikian krim ekstrak
tomat merupakan krim tipe M/A.
E. Uji Inflamasi
Penelitian ini dilakukan untuk membuktikan efek topikal ekstrak tomat
dengan mekanisme penghambatan inflammation-associated edema yang ditandai
dengan penurunan skin-fold thickness pasca paparan UV B. Metode yang
digunakan adalah metode pengukuran tebal lipatan kulit (Widyarini, et al., 2001).
Alasan penggunaan metode ini karena merupakan metode yang sederhana dari
segi perlakuan, pengamatan, pengukuran, pengolahan data serta metode ini sangat
relevan terhadap bahan uji krim ekstrak tomat yang diaplikasikan secara topikal.
Induksi edema dilakukan menggunakan paparan sinar UV B (broadband UV B)
dengan panjang gelombang 280-320 nm. Pada jarak pemaparan 40 cm dari
permukaan lampu UV B, irradiance yang dihasilkan sebesar 1 x 10-3 W/cm2. Pada
penelitian ini lama penyinaran yang digunakan adalah 6 menit. Waktu tersebut
MEdD), yaitu lama penyinaran yang dapat menghasilkan skin-fold thickness
hingga 1,5-2 kali skin-fold thickness awal (sebelum penyinaran), seperti
ditampilkan pada lampiran 3 halaman 54. Apabila dikonversikan dalam besaran
energi, maka energi yang digunakan pada jarak 40 cm dari permukaan lampu UV
B yaitu 0,360 J/cm2. Paparan sinar UV B dilakukan selama 3 hari berturut-turut.
Inflamasi terbentuk melalui beberapa proses sehingga membutuhkan waktu untuk
mencapai inflamasi yang maksimal. Edema intraseluler dapat dilihat 16-18 jam
setelah radiasi, diikuti 30-48 jam untuk edema interseluler yang menyebabkan
kerusakan keratinosit di sekitarnya (Svobodova, et al., 2003). Berdasarkan hal
tersebut untuk mendapatkan pembentukan inflamasi yang maksimal, pengamatan
perubahan skin-fold thickness dilakukan selama 72 jam dengan 3 kali radiasi.
Edema diukur menggunakan jangka sorong pada kulit bagian punggung
(middorsal) mencit, sebelum dan pada interval 24 jam setelah paparan UV B.
Pengolesan krim ekstrak tomat maupun basis krim dilakukan sebanyak 0,2 gram
setelah pemaparan UV B, karena efek yang diharapkan dari senyawa ini adalah
efek pengurangan atau penghambatan edema yang terjadi. Hasil pengukuran
skin-fold thickness yang diperoleh tampak pada tabel 1.
Tabel 1. Hasil pengukuran skin-fold thickness Mean skin-fold thickness (mm ± SD)
Sebelum paparan UV
Setelah paparan UV (hari)
Kelompok
0 1 2 3
Kontrol tanpa UV 0,75 ± 0,05 0,74 ± 0,04 0,74 ± 0,03 0,75 ± 0,05
Kontrol UV 0,71 ± 0,07 1,36 ± 0,1 1,63 ± 0,14 1,61 ± 0,2
Basis 0,73 ± 0,06 1,07 ± 0,15 1,55 ± 0,09 1,42 ± 0,33
Krim ekstrak tomat
Dikarenakan adanya perlakuan selama 3 hari berturut-turut, sehingga
terjadi efek akumulasi dari perlakuan yang diberikan. Berdasarkan hal tersebut
maka perhitungan dilakukan menggunakan Least Square Analysis. Least Square
Analysis merupakan metode analisis regresi untuk memilih suatu garis regresi
yang membuat jumlah kuadrat jarak vertikal dari titik-titik pengamatan ke garis
regresi tersebut sekecil mungkin (Walpole, 1995). Pada penelitian ini perlu
ditentukan persamaan garis dari kelompok kontrol UV, kelompok basis dan
kelompok krim ekstrak tomat. Perhitungan dilakukan pada hari ke-0 hingga hari
ke-2 dikarenakan data pada hari ke-3 sudah terjadi penurunan. Data tersebut dapat
dibuat kurva seperti tampak pada gambar 10.
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8
0 1 2 3
hari
s
k
in-fol
d t
hi
c
k
nes
s
(
m
m
)
kontrol tnp UV
kontrol UV
basis
krim ekstrak tomat
Gambar 10. Kurva mean skin-fold thickness vs waktu pada hari ke-0 hingga hari ke-2
Apabila dilihat dari kurva mean skin-fold thickness masing-masing kelompok
perlakuan tampak bahwa pemaparan sinar UV B dapat menyebabkan peningkatan
Pada kurva tersebut juga dapat dilihat bahwa pemberian basis dan ekstrak tomat
dapat mempengaruhi penurunan skin-fold thickness. Berdasarkan perhitungan
menggunakan Least Square Analysis didapatkan hasil seperti terlihat pada tabel 2.
Tabel 2. Hasil perhitungan Least Square Analysis pada kurva mean skin-fold thickness vs waktu hari ke-0 hingga hari ke-2
Kontrol UV Basis Krim Ekstrak
Tomat
Persamaan garis (y = mx + b)
y = 0,46x + 0,773 y = 0,41x + 0,707 y = 0,205x + 0,752
m ± Sm 0,46 ± 0,110 0,41 ± 0,045 0,205 ± 0,014
mean 0,46 0,41 0,205
Hasil mean slope dari perhitungan Least Square Analysis yang didapatkan,
tampak bahwa pada kelompok krim ekstrak tomat (perlakuan UV + basis +
ekstrak tomat) memiliki mean yang lebih kecil bila dibandingkan dengan mean
slope kelompok kontrol UV (perlakuan UV saja) dan kelompok basis (perlakuan
UV + basis). Hal tersebut menunjukkan bahwa ekstrak tomat mampu memberikan
efek proteksi terhadap UV B yang ditunjukkan dengan penurunan skin-fold
thickness pada peristiwa inflammation-associated edema. Efek proteksi ekstrak
tomat di dalam krim yang memiliki kadar 0,14% mampu menurunkan skin-fold
thickness sebesar 48% terhadap paparan sinar UV B. Nilai mean slope pada
kelompok kontrol UV dan kelompok basis memberikan nilai yang hampir sama
sehingga perlu dilakukan uji signifikansi menggunakan uji t. Berdasarkan
perhitungan menggunakan uji t didapatkan hasil yang menunjukkan bahwa mean
slope kelompok perlakuan kontrol UV memiliki perbedaan yang tidak bermakna
(p>0,05) dibandingkan mean slope kelompok basis. Hal tersebut menunjukkan
penghambatan terhadap inflammation-associated edema yang terjadi. Namun
demikian adanya perbedaan profil grafik basis yang lebih rendah dibandingkan
dengan kontrol UV menunjukkan bahwa basis memiliki kemampuan mengurangi
timbulnya edema meskipun efeknya sangat kecil. Hal tersebut dimungkinkan
karena adanya kandungan propilenglikol yang memiliki fungsi sebagai humektan
sehingga dapat memberikan efek hydrasi pada stratum korneum (Wotton, et al.,
1985).
F. Pemeriksaan Histopatologik
Pemeriksaan histopatologik ini bertujuan untuk mengetahui perubahan
histopatologik daerah uji kulit punggung mencit pada masing-masing kelompok
uji. Pada pemeriksaan ini dilakukan pengukuran tebal epidermis dan dermis.
Menurut Tedesco (1997) terdapat perubahan histopatologik pada lapisan
epidermis setelah diradiasi UV seiring dengan munculnya eritema. Perubahan
tersebut diantaranya yaitu terjadinya hiperkeratosis (penebalan stratum korneum),
spongiosis (udem yang berisi cairan pada jaringan interseluler), vesikula, dan
yang paling parah adalah kerusakan sel bahkan sampai nekrosis. Suschek, et al.
(2004) membuktikan bahwa radiasi UV B selain menjadi mediator timbulnya
aktivitas iNOS, juga dapat meningkatkan peran TNF-α pada sel endotelial dermis
manusia. Hal tersebut erat kaitannya dengan adanya peningkatan produksi sistem
transport arginin CAT-2 (cationic amino acid transporters-2) oleh TNF-α yang
penting bagi aktivitas persediaan substrat demikian juga iNOS. Selain itu juga
(malondialdehyde), produk dari lipid peroksidasi, secara simultan terjadi pada
72-96, 48 atau 24 jam setelah paparan UV B dengan energi 300, 500 dan 800 mJ/cm2
(Chang dan Zheng, 2003). Menurut Pentland, et al. (1990) setelah radiasi UV B
terjadi peningkatan prostaglandin yang diakibatkan aktivasi dari sel mast 3-6 jam
setelah paparan sehingga menghasilkan pelepasan histamin. Selanjutnya dapat
disimpulkan bahwa adanya penebalan pada lapisan epidermis dan dermis
diakibatkan terjadinya reaksi inflamasi diantaranya melalui pembentukan radikal
bebas NO• dan pelepasan mediator proinflamasi seperti histamin, leukotrien dan
prostaglandin.
Data yang diperoleh dari hasil pemeriksaan histopatologik ini berupa
pengukuran tebal epidermis dan dermis menggunakan program software Motic
Image Plus 2.0. Dari pengamatan menggunakan mikroskop didapatkan struktur
histologik kulit bagian punggung mencit seperti tampak pada gambar 11.
A
B
Penebalan yang terjadi pada epidermis setelah paparan UV B dikarenakan
terjadinya spongiosis, produksi sel sunburn, reduksi sel Langerhans dan
peningkatan lapisan keratin (Tedesco, 1997). Penetrasi sinar UV B pada kulit
hanya mencapai lapisan epidermis (Naylor dan Farmer, 2000), namun demikian
terjadinya penebalan pada lapisan dermis diakibatkan renggangnya jarak antar sel
karena adanya pengiriman cairan, zat-zat terlarut, dan sel-sel darah yang
bersirkulasi ke dalam jaringan-jaringan interstitial menuju daerah cedera pada
peristiwa inflamasi. Selain itu juga disebabkan adanya pelepasan histamin oleh sel
mast pada lapisan dermis (Pentland, 1990). Hasil pengukuran tebal epidermis dan
dermis menggunakan mikroskop yang dilengkapi dengan program software Motic
Image Plus 2.0 dapat dapat dibuat grafik seperti tampak pada gambar 12.
0 10 20 30 40 50 60 70 80 T e bal epi der mi s ( um ) kontrol
tnp UV kontrol basis
krim ekstrak 0 50 100 150 200 250 300 350 400 T ebal D er m is ( um ) kontrol
tnp UV kontrol basis
krim ekstrak tomat
A B
Gambar 12. Grafik pengukuran mean ± SD tebal epidermis (A) dan tebal dermis (B)
Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara statistik menggunakan
uji ANOVA. Pada pengukuran tebal epidermis hasil uji ANOVA menunjukkan
dilakukan analisis statistik menggunakan metode Tukey untuk mengetahui
signifikansi dari perbedaan antar kelompok. Dari uji Tukey diperoleh hasil bahwa
kelompok kontrol UV menunjukkan perbedaan yang bermakna (p < 0,05) dengan
kelompok kontrol tanpa UV. Hal tersebut membuktikan bahwa sinar UV B dapat
menyebabkan penebalan epidermis. Pada kelompok basis terdapat adanya
perbedaan yang tidak bermakna (p > 0,05) dengan kelompok kontrol UV, hal
tersebut menunjukkan bahwa basis Biocream® yang digunakan tidak memberikan
efek penurunan tebal epidermis. Kelompok krim ekstrak tomat menunjukkan
adanya perbedaan yang bermakna (p < 0,05) dengan kelompok kontrol UV, hal
tersebut membuktikan bahwa ekstrak tomat di dalam krim dengan kadar 0,14 %
dapat memberikan efek penurunan tebal epidermis. Efek penurunan tebal
epidermis yang terjadi sebesar 27,37%.
Uji analisis statistik juga dilakukan pada data tebal dermis. Hasil uji
yang didapatkan yaitu terdapat adanya perbedaan (p < 0,05) dari masing-masing
kelompok perlakuan setelah dilakukan uji ANOVA. Selanjutnya pada hasil uji
Tukey diketahui adanya perbedaan yang bermakna (p < 0,05) antara kelompok
kontrol UV dengan kelompok kontrol tanpa UV. Hal tersebut menunjukkan
bahwa paparan sinar UV B mampu menimbulkan penebalan pada dermis. Pada
kelompok basis terdapat adanya perbedaan yang tidak bermakna (p > 0,05)
dengan kelompok kontrol UV, hal tersebut menunjukkan bahwa basis Biocream®
yang digunakan tidak dapat mengurangi penebalan dermis akibat paparan sinar
UV B. Kelompok krim ekstrak tomat menunjukkan adanya perbedaan yang
bahwa ekstrak tomat di dalam krim dengan kadar 0,14 % dapat menurunkan tebal
dermis akibat paparan sinar UV B. Penurunan tebal dermis yang terjadi sebesar
29,34%.
Sinar UV B memiliki panjang gelombang 280-320 nm dan memiliki
energi yang lebih besar dibandingkan sinar UV A (320-400 nm). Radiasi UV B
yang terpapar pada manusia dapat menyebabkan kerusakan-kerusakan yang dapat
dilihat pada gambar 13.
UV B
Inflamasi
trans UCA Sel DNA
fotoisomerisasi
cis UCA inisiasi
Menghasilkan sel T suppressor
promosi
menekan
progresi
Karsinogenesis
Sistem imun (sel Langerhans)
Imunosupresi
Gambar 13. Mekanisme terjadinya kerusakan-kerusakan di kulit akibat paparan sinar UV B (Widyarini, et al., 2001; Farombi, 2004)
Sinar UV B dapat menimbulkan inflamasi melalui beberapa mekanisme
diantaranya melalui peristiwa pembentukan gas radikal bebas nitrogen oksida
(NO•), lipid peroksidasi dan pelepasan histamin oleh sel mast (Suschek, et al.,
Radiasi UV B merupakan faktor penyebab timbulnya inflamasi secara
fisika karena melibatkan energi (Mutschler, 1991). Dalam proses inflamasi radiasi
UV B dapat mengaktivasi makrofag untuk menghasilkan beberapa sitokin
proinflamasi termasuk Tumour Necrosis Factor-α (TNF-α) (Mitchell dan Cotran,
1997). Menurut Suschek, et al. (2004) radiasi UV B dapat memperantarai
produksi dari enzim inducible Nitric Oxide Synthase (iNOS) dan juga dapat
menginduksi produksi TNF-α pada sel endotelial kulit manusia. Tumour Necrosis
Factor-α diketahui merupakan salah satu sitokin proinflamasi yang menghasilkan
enzim iNOS, aktivitasnya dapat meningkat dengan adanya sistem transpor arginin
(CAT-2). Enzim iNOS berperan dalam proses inflamasi dengan menghasilkan gas
radikal bebas nitrogen oksida (NO•). Nitrogen oksida di dalam tubuh dapat
menyebabkan relaksasi otot halus pembuluh darah (vasodilatasi). Pada proses
selanjutnya dengan meningkatnya aliran darah dapat menyebabkan peningkatan
tekanan hidrostatik intravaskular, menghasilkan peningkatan filtrasi cairan dari
kapiler. Kemudian dengan adanya peningkatan permeabilitas vaskular,
menyebabkan tekanan osmotik cairan interstitial juga akan meningkat sehingga
menyebabkan aliran air dan ion menuju jaringan ekstravaskular berupa edema
(Mitchell dan Cotran, 1997). Pada mekanisme inflamasi yang diakibatkan oleh
pembentukan radikal bebas NO•, ekstrak tomat yang mengandung
senyawa-senyawa nonpolar seperti likopen, beta-karoten dan vitamin E dimungkinkan
berperan sebagai anti-inflamasi ataupun sebagai antioksidan. Likopen dilaporkan
memiliki daya anti-inflamasi dengan menghambat enzim iNOS (Rafi, et al.,1997).
reseptor enzim iNOS sehingga terjadi kompetisi antara likopen dengan reseptor
enzim iNOS. Beta-karoten dan vitamin E diperkirakan memberikan efek proteksi
dengan bertindak sebagai antioksidan. Beta-karoten diketahui memiliki efek
penghambatan terhadap sitokin proinflamasi seperti TNF-α dan IL-1 dengan
mekanisme reaksi redoks terhadap aktivasi NF-κB (Bai, et al., 2005). Vitamin E
juga diketahui dapat menghambat sitokin proinflamasi penghasil radikal bebas
NO• (Khanduja, et al., 2005). Saat terjadinya penghambatan enzim iNOS atau
sitokin proinflamasi penghasil radikal bebas NO• menyebabkan gas radikal bebas
NO• tidak terbentuk, sehingga tidak terjadi proses vasodilatasi, peningkatan
permeabilitas vaskular tidak terjadi dan edema akan berkurang.
Mekanisme inflamasi akibat UV B juga dapat diawali terjadinya proses
lipid peroksidasi yang melibatkan radikal derivat oksigen atau sering disebut
Reactive Oxygen Species (ROS). Target ROS yaitu ikatan rangkap karbon-karbon
pada poly-unsaturated fatty acid (PUFA). Membran sel kaya akan sumber PUFA,
yang mudah dirusak oleh bahan-bahan pengoksidasi. Produk dari lipid peroksidasi
berupa malondialdehyde (MDA) yang secara simultan dihasilkan pada 72-96, 48
atau 24 jam setelah paparan UV B dengan energi 300, 500 dan 800 mJ/cm2
(Chang dan Zheng, 2003). Mekanisme lipid peroksidasi meliputi 3 cara yaitu
inisiasi, propagasi dan terminasi (Helwig, 2000). Pada tahap terminasi akan
menghasilkan hidroperoksid dan radikal asam lemak baru yang dapat
menyebabkan reaksi berkelanjutan. Hal tersebut yang menyebabkan terjadinya
Ekstrak tomat dapat berperan dalam mengurangi inflamasi yang terjadi
akibat peristiwa lipid peroksidasi yaitu dengan cara mengikat radikal asam lemak
dan penghambatan jalur pembentukan enzim lipoxygenase dan cyclooxygenase.
Likopen dan beta-karoten merupakan karotenoid. Menurut Young dan Lowe
(2001) karotenoid mampu bertindak sebagai antioksidan dengan mengikat radikal
bebas melalui tiga cara yaitu transfer elektron, abstraksi hidrogen dan
penambahan spesi radikal. Saat radikal bebas berinteraksi dengan karotenoid,
maka radikal bebas tidak akan menyerang sel dan reaksi oksidasi berantai akan
rusak. Selanjutnya karotenoid juga akan menjadi radikal bebas namun dalam
keadaan tersebut radikal bebas karotenoid tidak berbahaya karena mempunyai
ikatan rangkap terkonjugasi yang panjang sehingga mampu untuk menjadi stabil
dengan beresonansi. Telah dilaporkan juga bahwa beta-karoten bersama dengan
vitamin E dapat berperan sebagai anti-inflamasi dengan menghambat oksidasi dari
asam arakidonat sehingga jalur pembentukan lipoxygenase dan cyclooxygenase
akan terhambat (Halevy dan Sklan, 1987).
Selain melalui mekanisme pembentukan radikal bebas NO• dan lipid
peroksidasi, inflamasi akibat UV B dapat disebabkan pelepasan histamin oleh sel
mast pada lapisan dermis. Sel mast pada dermis teraktivasi 3-6 jam setelah radiasi
UV B yang menyebabkan degranulasi dan pelepasan histamin. Histamin
kemudian menstimulasi metabolisme asam arakidonat pada kulit, dan pada tahap
selanjutnya dapat meningkatkan produksi dari prostaglandin (Pentland, 1990).
Peran ekstrak tomat pada peristiwa inflamasi yang disebabkan pembentukan
melalui mekanisme reduksi fosforilasi protein kinase B sehingga aktivitasnya
berkurang (Kempna, et al., 2004). Selain itu juga telah dilaporkan bahwa
beta-karoten dan vitamin E memiliki khasiat sebagai anti-inflamasi dengan
menghambat oksidasi dari asam arakidonat menyebabkan jalur pembentukan
cyclooxygenase akan terhambat sehingga produksi dari prostaglandin akan
berkurang (Halevy dan Sklan, 1987).
Mekanisme penghambatan ekstrak tomat terhadap inflamasi akibat
paparan UV B belum diketahui secara pasti sehingga kemungkinan penghambatan
melalui mekanisme yang sama dengan mekanisme yang telah disebutkan
sebelumnya. Beberapa kemungkinan mekanisme inflamasi yang terjadi akibat
Fosfolipase
O2
-lipooxygenase cyclooxygenase
COX-2 COX-1
UV B
Aktivasi makrofag
TNF-α CAT-2
Enzim iNOS
NO•
vasodilatasi
PUFA
(poly-unsaturated fatty acid)
Lipid Peroksidasi
Fosfolipida (membran sel)
asam arakidonat
endoperoksida asam hidroperoksida
Oksigen radikal
tromboxan prostacyclin prostaglandin LTB
4 LTC4– LTD4– LTE4 leukotrien LTA
Sel mast
Pelepasan histamin
prostaglandin ?
INFLAMASI
Gambar 14. Mekanisme terjadinya inflamasi melalui pembentukan radikal bebas NO•, lipid peroksidasi dan produksi sel mast (Suschek, et al., 2004; Helwig, 2000; Pentland, 1990; Tjay dan Rahardja, 2002)
Apabila dilihat dari komposisi basis Biocream® yang digunakan terdapat
penetration enhancer yaitu air dan propilenglikol. Penetration enhancer
merupakan senyawa kimia yang dapat meningkatkan absorpsi perkutan pada
sediaan topikal (Ghafourian, et al., 2004). Kerja dari penetration enhancer ini
adalah dengan cara membasahi stratum korneum yang bersifat occlusive,
menyebabkan peningkatan penetrasi dermal. Cara lain adalah mengubah integritas
stratum korneum melalui interaksi dengan membran lipid (Wotton, et al., 1985).
Propilenglikol merupakan senyawa yang mudah menembus kulit yang telah diuji
secara in vitro sehingga dapat meningkatkan senyawa yang terlarut yang disebut
dengan efek “carrier-solvent” (Hoelgaard dan Møllgaard, 2002). Hal tersebut
yang menyebabkan krim ekstrak tomat dapat menembus hingga bagian dermis.
Inflamasi merupakan reaksi awal kulit ketika terkena radiasi UV. Radiasi
UV akut juga dapat menyebabkan kerusakan fungsi imun yang diperantarai sel T
(limfosit T supressor). Imunosupresi tersebut selain dipengaruhi adanya radiasi
UV, juga karena adanya keterlibatan dari photoreceptor cis-Urocanic Acid
(cis-UCA) (Widyarini, et al., 2001). Dalam proses tersebut juga akan muncul produksi
sitokin proinflamasi secara berlebihan sebagai mekanisme pertahanan tubuh.
Telah dilaporkan sebelumnya bahwa ekstrak tomat yang mengandung likopen,
beta-karoten dan vitamin E mampu menghambat produksi beberapa sitokin
proinflamasi seperti TNF-α dan IL-1, sehingga dapat diperkirakan bahwa ekstrak
tomat juga dapat menghambat proses imunosupresi. Namun demikian penelitian
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan yaitu:
1. Dari hasil pengukuran skin-fold thickness terbukti bahwa krim dengan kadar ekstrak tomat 0,14 % dapat menurunkan inflammation-associated edema pasca paparan UV B dengan menurunkan skin-fold thickness sebesar 48 %. 2. Pemberian ekstrak tomat secara topikal dapat menurunkan tebal epidermis dan
dermis pasca paparan UV B.
B. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka perlu dilanjutkan dengan penelitian tentang :
1. Pengujian efek topikal ekstrak tomat dengan kadar yang berbeda untuk mengetahui dose response pada uji inflamasi pasca paparan UV B.
2. Pengujian efek topikal ekstrak tomat terhadap imunosupresi yang terjadi akibat paparan sinar UV B.
DAFTAR PUSTAKA
Alhammadi, S.I., and Alkaabi A.S., 2006, A Study on lycopene content of fresh tomatoes in UAE : The First Annual Student Research Symposium, 12-13.
Afag, F., Mukhtar H., 2001, Effect of solar radiation on cutaneous detoxification pathways. J Photochem Photobiol B, 63 : 61–69
Anonim, 2007a, About The Skin and How To Look After It,
http://www.naturalrussia.com.nr.images.skin_structure_gif_files/imgr es, diakses tanggal 27 November 2007.
Anonim, 2007b, Ultraviolet Waves, http://imagers.gsfc.nasa.gov/ems/uv.html,
diakses pada tanggal 2 Februari 2007.
Anonim, 2007c, Lycopene, Beta-carotene, Vitamin E, http://www.wikipedia.com., diakses tanggal 10 Oktober 2008
Anonim, 2008, Inflammation, http://www.answers.com/library, diakses tanggal 15 November 2008
Backer, C.A., & Bakhuizen Van Den Brink, R.C., 1965, Flora of Java, volume II, 171 – 172, 178, N.V.P, Noordhoff, Gronigen, The Netherlands.
Bai, S.K., Lee S.J., Na H.J., Ha K.S., Han J.A., Lee H., Kwon Y.G., Cheng C.K., Kim Y.M., 2005, β-Carotene inhibits inflammatory gene expression in lipopolysaccharide-stimulated macrophages by suppressing redox-based NF-κB activation, Experimental and Molecular Medicine, 37 (4) : 323-334
Beecher, G.R., 1998, Nutrient Content of Tomatoes and Tomato Products,
Proceedings of the Society for Experimental Biology and Medicine,
volume 218, 98-100, http://www.ebmonline.org/cgi/content/abstract/218/2/98, diakses
tanggal 31 Juli 2008.
Buhler, D.R., dan Miranda, C., 2000, Antioxidant Activities, Department of
Environmental and Molecular Toxicology Oregon State University, The Linus Pauling Institute
Chang, H.R., Tsao D.A., Wang S.R., Yu H.S., 2004, Expression of Nitric Oxide
Synthases in Keratinocytes after UV B Irradiation, Archives of
Dermatological Research, 295 (7) : 293-296
Chang, C., dan Zheng, R., 2003, Effects of ultraviolet B on epidermal morphology, shedding, lipid peroxide, and antioxidant enzymes in Cope's rat snake (Elaphe taeniura), Journal of Photochemistry and Photobiology, 72 (1-3) : 79-85
Dalimartha, S, 2000, Atlas Tumbuhan Obat Indonesia, Jilid II, 197 – 201, Trubus Agri Widya, Jakarta.
Dalimartha, S., dan Soedibyo M., 1999, Awet Muda Dengan Tumbuhan Obat dan
Diet Suplemen, 10, 49-50, Trubus Agri Widya, Jakarta.
Farombi, E. Olatunde, 2004, Diet-related cancer and prevention using anticarcinogens, African Journal of Biotechnology, 3(12) : 651-661. Ghafourian, T., Zandasrar, P., Hamishekar, H., and Nokhodchi, A., 2005, The Effect
of Penetration Enhancers on Drug Delivery Through Skin : a QSAR
Study, European Journal of Pharmaceutics and Biopharmaceutics,
61(1-2) : 50-55.
Halevy, O., dan Sklan, D., 1987, Inhibition of arachidonic acid oxidation by beta-carotene, retinol and alpha-tocopherol, International Bibliographic Information on Dietary Supplements, 918(3): 304-7
Helwig, Bryan, 2000, Free Radical Introduction,
http://www.exrx.net/Nutrition/Antioxidants/Antioxidants.html,diakses tanggal 23 Juni 2008
Hoelgaard, A., and Møllgaard, B., 2002, Dermal drug delive