• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) dalam Pembentukan Karakter Anak Tunagrahita di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB) Wantuwirawan Salatiga 2016/2017 - Test Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Strategi Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) dalam Pembentukan Karakter Anak Tunagrahita di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB) Wantuwirawan Salatiga 2016/2017 - Test Repository"

Copied!
129
0
0

Teks penuh

(1)

i

Strategi Guru Pendidikan Agama Islam (PAI)

dalam Pembentukan Karakter Anak Tunagrahita di

Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB)

Wantuwirawan Salatiga 2016/2017

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan

Disusun Oleh :

Anggih Ratna Sari

NIM 11112173

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)

v

MOTTO





































“ Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu

(yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat

(6)

vi

PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan kepada:

1. Teruntuk kedua orang tua saya, Ibu Tumiyati dan Bapak Hadi Sukirman yang

senantiasa mendoakan, memotivasi dan membimbing saya

2. Adik saya Oska Mahendra yang senantiasa menghibur dan memberi warna

dalam kehidupan ini

3. Saudara-saudaraku, terimakasih atas do’a, dukungan serta semangat, yang

diberikan selama ini

4. Sahabat-sahabat tercinta khusunya Taufikul Mujib, Istianah Lis Hikmawati,

Ririn Agus Triani, Rose Arianti Abbas, Pawitri, Ratna Sri Wardani, Visi Sofia

yang sudah banyak mendukung saya dalam penyelesaian skripsi ini

5. IMMawan dan IMMawati Pimpinan Cabang Ikatan Mahasiswa

Muhammadiyah Kota Salatiga

6. Adik-adik Formapak IAIN Salatiga yang selalu ada dalam keadaan apapun

7. Dosen dan Para Pengajarku, terimakasih atas ilmu yang di sampaikan semoga

bisa bermanfaat bagi kehidupan saya

8. Almamater tercinta Jurusan Pendidikan Agama Islam FTIK IAIN SALATIGA

(7)
(8)
(9)
(10)

x

ABSTRAK

Sari, Anggih Ratna. 2017. Strategi Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) Dalam Pembentukan Karakter Anak Tunagrahita di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB) Wantuwirawan Salatiga Tahun Ajaran 2016/2017. Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Jurusan Pendidikan Agama Islam, Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Achmad Maimun, M.Ag

Kata Kunci: Strategi Guru PAI, Pembentukan Karakter, siswa Tunagrahita

Siswa Tunagrahita merupakan anak yang memiliki kecerdasan dibawah rata-rata anak pada umumnya atau sering disebut dengan retradasi mental. Dengan keadaan seperti itu anak-anak tunagrahita memerlukan pelayannan dan pendidikan yang khusus. Tujuan dari dipilihnya objek, topik dan judul dalam skripsi ini yaitu: 1. Untuk mengetahui karakter siswa tunagrahita SMPLB Wantuwirawan Salatiga, 2. Untuk mengetahuistrategi guru PAI dalam membentuk karakter siswa tunagrahita SMPLB Wantuwirawan Salatiga.

Penelitian atas skripsi ini bersifat kualitatif dengan menggunakan metode observasi, wawancara dan dokumentasi dari sumber data. Pihak yang di wawancarai antara lain: guru PAI dan guru kelas SMPLB-C Wantuwirawan Salatiga, kepala sekolah C Wantuwirawan Salatiga, siswa-siswi SMPLB-C Wantuwirawan Salatiga.

(11)

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN ... ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN PENULISAN ... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vii

ABSTRAK ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

DAFTAR TABEL ... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Kajian Pustaka ... 6

F. Penjelasan Judul ... 9

G. Metode Penelitian ... 12

(12)

xii

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Gambaran Umum Guru PAI ... 17

B. Karakter Dan Pembentukannya ... 27

C. Tunagrahita ... 32

D. Strategi Guru PAI dalam Pembentukan Karakter Anak Tunagrahita ... 42

BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN A. Gambaran Umum SLB Wantuwirawan Salatiga 1. Sejarah dan Profil SMPLB Wantuwirawan Salatiga ... 46

2. Identitas Sekolah ... 47

3. Visi, Misi, Tujuan SMPLB Wantuwirawan Salatiga ... 47

4. Struktur Organisasi yayasan ... 49

5. Struktur Organisasi SMPLB-C Wantuwirawan Salatiga ... 50

6. Jumlah Guru dan Karyawan ... 51

7. Peserta didik ... 52

8. Sarana dan Prasarana Sekolah ... 53

B. Pembelajaran di SMPLB-C Wantuwirawan Salatiga 1. Kurukulum SMPLB-C ... 55

2. Metode Pembelajaran ... 61

3. Problematika ... 64

BAB IV ANALISI DATA A. Karakter Siswa Tunagrahita ... 68

(13)

xiii

C. Faktor Pendukung Dan Penghambat Dalam Pembentukan Karakter 1. Faktor Pendukung ... 77 2. Faktor Penghambat ... 79 BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 81 B. Saran ... 82 DAFTAR PUSTAKA

(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

1. NOTA PEMBIMBING SKRIPSI

2. SURAT PERMOHONAN IZIN PENELITIAN

3. SURAT KETERANGAN PENELITIAN

4. PEDOMAN WAWANCARA

5. TRANSKIP WAWANCARA

6. DOKUMENTASI

7. LEMBAR KONSULTASI SKRIPSI

8. KETERANGAN SKK

(15)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel I Struktur Organisasi Yayasan

Tabel II Struktur Organisasi SMPLB-C Wantuwirawan

Tabel III Struktur Guru dan Karyawan

Tabel IV Peserta didik

(16)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dunia pendidikan adalah dunia yang sangat penting bagi kehidupan

manusia. Pendidikan diharapkan dapat membentuk generasi muda yang

kreatif, inovatif, memiliki pengetahuan dan budi pekerti luhur sehingga

mereka mampu bersaing dalam kehidupan. Pendidikan di Indonesia ada

berbagai mancam tingkat dan jenis yang diperuntukkan bagi anak, dengan

berbagai macam karakteristik dan kemampuan serta kebutuhan yang berbeda.

Begitu juga dengan anak yang berkebutuhan khusus. Anak ini mempunyai

hak untuk memperoleh pendidikan dan memiliki kebutuhan yang berbeda

dengan anak normal lainnya. .

Setiap anak memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan seperti yang

tercantum dalam UUD’45 pasal 31 ayat 1 yang berbunyi, “Tiap-tiap warga

negara berhak mendapatkan pembelajaran.”. negara sudah memberi jaminan

kepada semua warga negaranya untuk mendapatkan pendidikan tanpa

terkecuali. Anak berkebutuhan khusus juga memiliki hak untuk memperoleh

pendidikan sebagaimana tercantum dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun

2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 5 ayat (1) disebutkan bahwa,

“setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh

pendidikan yang bermutu”. Sedangkan lanyanan pendidikan bagi warga

(17)

2

tersebut menyatakan bahwa warga negara yang memiliki kelainan fisik,

emosional, mental, intelektual, dan atau sosial berhak memperoleh

pendidikan layanan khusus. Kelainan yang disandang oleh warga negara

tersebut membutuhkan layanan pendidikan yang disesuaikan dengan jenis dan

karakteristik masing-masing. Sarana dan prasarana juga harus sesuai dengan

apa yang dibutuhkan oleh anak berkebutuhan khusus serta mengikuti

perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan.

Anak adalah anugerah paling berharga dari Allah Swt yang

merupakan titipan atau amanah, orang tua mempunyai kewajiban untuk

menjaga, mendidik dan mengarahkan mereka sehingga mereka dapat

berkembang secara optimal sekalipun anak tersebut berkebutuhan khusus.

Anak berkebutuhan khusus merupakan sebutan bagi mereka yang memiliki

kekurangan atau mengalami berbagai kelainan dan penyimpangan yang tidak

dialami oleh anak normal pada umumnya. Awalnya bagi orang tua yang

dianugrahi anak berkebutuhan khusus pasti merasakan kekecewaan, rasa malu

dan keputusasaan. Perasaan seperti itu tidak akan merubah keadaan dan tidak

akan membantu anak itu memiliki kemandirian dan mampu mengoptimalkan

kemampuan lainnya. Di sini peran orang tua dituntut sebagai orang pertama

yang memahami keadaan anaknya serta memikirkan masa depan mereka.

Pendidikan karakter merupakan suatu pondasi bangsa yang sangat

penting dan perlu ditanamkan sejak dini kepada anak-anak (Masnur Muslich,

(18)

3

anak disekolah. Faktor-faktor resiko tersebut ternyata bukan terletak pada

kecerdasan otak, tetapi pada karakter, yaitu rasa percaya diri, kemampuan

bekerja sama, kemampuan bergaul, kemampuan berkonsentrasi, rasa empati

dan kemampuan berkomunikasi (Agus Wibowo, 2012:19-20).

Karakter itu bisa diubah dan dibentuk sedini mungkin, sehingga

strategi guru sangat menentukan dalam proses pembentukan karakter tersebut

selain keluarga dan masyarakat. Anak dengan kelainan/tuna yang secara

jumlah merupakan kaum minoritas juga berhak untuk memperoleh ilmu

pengetahuan dan pendidikan yang bisa menciptakan karakter yang lebih kuat

seperti anak normal lainnya.

Seperti firman Allah swt dalam surat Ar-Ra’d ayat 11:



Artinya: “Baginya manusia ada malaikat-malaikat yang selalu menjaganya bergiliran, dare depan dan belakangnya. Mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan pada suatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya dan tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia.”

Sekolah Luar Biasa (SLB) adalah sebuah lembaga pendidikan yang

(19)

4

lembaga tersebut ada berbagai macam kekurangan atau tuna diantaranya

adalah tunanetra, tunarungu, tunadaksa, tunalaras, tunawicara, dan

tunagrahita. Adapun pengelompokannya pada sekolah luar biasa ini

berdasarkan dengan jenis ketunaannya yaitu: tunanetra (SLB-A), tunarungu

(SLB-B), tunagrahita (SLB-C), tunadaksa (SLB-D), tunalaras (SLB-E),

tunaganda (SLB-G) dan untuk pengelompokan tunawicara dijadikan satu

dengan tunarungu karena biasanya antara gangguan bicara dan pendengaran

terjadi dalam satu keadaan.

Sekolah Luar Biasa (SLB) Wantuwirawan yang berada di kota

Salatiga merupakan contoh lembaga pendidikan formal yang di dalamnya

terdapat pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. Di Sekolah Luar Biasa

(SLB) Wantuwirawan terdapat pendidikan untuk anak tunagrahita dari taman

kanak-kanak hingga sekolah menengah atas. Anak tunagrahita memiliki

kemampuan intelektual di bawah rata-rata atau bisa juga disebut retardasi

mental. Tunagrahita ditandai dengan keterbatasan inteligensi dan

ketidakcakapan dalam interaksi sosial (Aqila Smart, 2010:49).

Mengngat pentingnya pendidikan karakter ditanamkan kepada anak

dan tidak ada kata terlambat untuk mendidik karakter seorang anak. Tidak

ada alasan apapun untuk tidak membentuk karakter anak sekalimpun anak

tersebut memiliki keterbatasan fisik atau kelainan lain. Mendidik anak

berkebutuhan khusus tidak semudah mendidik anak yang normal terutama

(20)

5

karakter yang baik pada anak berkebutuhan khusus, salah satu upayanya

adalah pendidikan agama.

Seorang guru Pendidikan Agama Islam (PAI) harus mampu

memberikan pemahaman kepada peserta didiknya. Keberhasilan pendidik

dalam memahamkan siswa-siswinya tidak terlepas dari pemilihan strategi

dalam pembelajaran. Penulis merasa tertarik untuk mengetahui strategi guru

pendidikan agama Islam dalam menbentuk karakter anak tunagrahita di

SMP-LB-C Wantuwirawan karena pada masa inilah anak-anak mulai labil dalam

bertindak.

Dari uraian di atas kiranya perlu dilakukan penelitian mengenai

pembentukan karakter anak berkebutuhan khusus terutama anak tunagrahita,

sehingga penulis memilih judul skripsi “Strategi Guru Pendidikan Agama

Islam (PAI) dalam Pembentukan Karakter Anak Tunagrahita di

Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB) Wantuwirawan

Salatiga Tahun Ajaran 2016/2017”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dirumuskan masalah

sebagai berikut:

1. Bagaimanakah karakter siswa tunagrahita Sekolah Menengah Pertama

Luar Biasa (SMPLB) Wantuwirawan Salatiga?

2. Bagaimana strategi guru Pendidikan Agama Islam dalam membentuk

karakter siswa tunagrahita Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa

(21)

6

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan diadakannya penelitian

ini adalah:

1. Untuk mengetahui karakter siswa tunagrahita Sekolah Menengah

Pertama (SMPLB) Wantuwirawan Salatiga.

2. Untuk mengetahui strategi guru Pendidikan Agama Islam dalam

membentuk karakter siswa tunagrahita Sekolah Menengah Pertama Luar

Biasa (SMPLB) Wantuwirawan Salatiga.

D. Manfaat Penelitian

Hasil peneitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara

teoritis maupun secara praktis. Adapun manfaat penelitian tersebut yaitu:

1. Secara Teoritis

Untuk pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang

pembentukan karakter pada anak tuna grahita, serta strategi guru

Pendidikan Agama Islam (PAI) dalam membentuk karakter anak

berkebutuhan khusus (ABK)

2. Secara Praktis

a. Sekolah: Dapat menjadi sumbangan alternatif pemikiran atau acuan

mengenai pembentukan karakter pada anak berkebutuhan khusus

(ABK).

b. Guru PAI: Dapat mengetahui strategi yang dapat dilakukan guru PAI

dalam pembentukan karakter siswa tuna grahita di Sekolah

(22)

7

E. Kajian Pustaka

Berdasarkan pada penelusuran tentang kajian pustaka yang pernah

diteliti oleh peneliti sebelumnya adalah sebagai berikut:

1. Skripsi Septine Dwi Ningsih Maryani jurusan Pendidikan Agama Islam,

Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Salatiga yang berjudul

“Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Pada Anak Berkebutuhan

Khusus Tunagrahita Ringan di SMPLB Negeri Salatiga Tahun Ajaran

2015/2016”. Penelitian ini meneliti tentang bagaimana pembelajaran

PAI yang diterapkan pada kelas tunagrahita ringan di SMPLB Negeri

Salatiga, faktor apa saja yang mendukung dan menghambat pelaksanaan

pembelajaran PAI pada kelas Tunagrahita ringan di SMPLB Negeri

Salatiga, dan bagaimana solusi yang diberikan dari SMPLB Negeri

Salatiga untuk menghadapi hambatan dalam implementasi pembelajaran

PAI kelas Tunagrahita ringan.

Hasil dari penelitian ini adalah (1) Pembelajaran Pendidikan Agama

Islam pada Kelas Tunagrahita Ringan di SMPLB Negeri Salatiga

menggunakan berbagai metode yang digunakan antaranya metode

ceramah, tanya jawab, drill, demonstrasi, serta pemberian tugas.

Metode-metode tersebut disesuaikan kondisi peserta didik yang mempunyai

ketunaan. Sebagian besar penyampaian materi dengan bantuan berbagai

media pendukung seperti gambar, video, dan suara. Yang dapat

mempermudah dalam menerima pelajaran. Selain itu dengan cara

(23)

8

yang telah diajarkan gurunya. (2) faktorpendukung ialah alat-alat peraga

yang telah tersedia sehingga dapat mendukung pelaksanaan

pembelajaran, sekolah dan guru yang selalu sabar dan telaten serta

senantiasa menambah wawasan sehingga dapat memberikan pelayannan

yang jauh lebih baik untuk siswa-siswanya. Sedangkan faktor

penghambat pelaksanaan pembelajaran PAI pada anak tunagrahita ringan

di SMPLB Negeri Salatiga ialah keterbatasan intelektual siswa dalam

mengikuti pembelajaran. Banyak juga yang jarang masuk sekolah

sehingga akan sangat menghambat perkembangan dirinya, jumlah guru

yang kurang memadai juga menjadi tantangan tersendiri dalam

pelaksanaan pembelajaran PAI. (3) Solusi yang dilakukan untuk

menghadapi hambatan tersebut adalah dengan segera mencari guru

tambahan sehingga untuk pelaksanaan pembelajaran PAI akan lebih baik

lagi. Mengulang-ulang penyampaian materi juga membantu siswa

menghadapi kesulitan dalam belajar. Penggunaan metode yang

disesuaikan dengan kondisi siswa juga menjadi solusi yang baik,

sehingga siswa akan menerima pelajaran dengan hati lapang karena

sesuai dengan keinginan dan kemampuan.

2. Skripsi Siti Mu’asyaroh jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas

Tarbiyah dan Ilamu Keguruan IAIN Salatiga yang berjudul “ Penanaman

Nilai-Nilai Pendidikan Islam oleh Orang Tua Pada Siswa Tunagrahita

SMPLB Negeri Salatiga”. Penelitian ini meneliti tentang nilai-nilai

(24)

9

SMPLB Negeri Salatiga, bagaimana metode penanaman nilai-nilai

pendidikan Islam oleh orang tua pada siswa Tunagrahita SMPLB Negeri

Salatiga dan faktor penghambat dan pendukung dalam penanaman

nilai-nilai pendidikan Islam oleh orang tua pada siswa tunagrahita SMPLB

Negeri Salatiga.

Hasil penelitian ini adalah (1) Nilai-nilai pendidikan Islam yang

ditanamkan orang tua pada siswa tunagrahita SMPLB Negeri Salatiga

sudah berdasarkan ajaran pokok nilai-nilai pendidikan Islam yang

meliputi nilai pendidikan akidah, ibadah, akhlak dan kemasyarakatan. (2)

Metode yang digunakan oleh orang tua siswa tunagrahita SMPLB Negeri

Salatiga adalah metode keteladanan, pembiasaan, nasehat, pengawasan

dan hukuman. (3) dalam proses penanaman nilai-nilai pendidikan Islam

oleh orang tua pada siswa tunagrahita SMPLB Negeri Salatiga

dipengaruhi beberapa faktor penghambat dan pendukung. Ketidak

sabaran orangtua yang belum mengerti sepenuhnya dengan keterbatasan

anak, keterbatasan intelegensi anak, kepribadian anak yang susah diatur

dan sifat malas anak dalam menanamkan nilai-nilai pendidikan Islam.

Sedangkan faktor pendukungnya adalah motivasi yang kuat dari orang

tua siswa , kesabaran dan ketelatenan dalam mendidik, perhatian dan kasi

sayang yang besar dari keluarga dan orang tua, kepribadian anak yang

sudah tumbuh sifat kemandirian dan mudah diatur, lingkungan

masyarakat yang masih menjunjung tinggi tradisi Islam, lingkungan

(25)

10

masyarakat, dan lingkungan sekolah yang masih terdapat kegiatan

keagamaan.

Dari hasil penelusuran kajian pustaka di atas, peneliti belum

menemukan kasus yang sama dengan kasus yang peneliti tulis ini, baik dari

judul maupun isinya. Untuk itu peneliti merasa tertarik untuk meneliti tentang

strategi guru pendidikan agama Islam dalam peembentukan karakter anak

tunagrahita di SMPLB-C Wantuwirawan Salatiga.

F. Penjelasan Judul

Sebagai langkah untuk menghindari kesalahan penafsiran dalam

memahami judul yang penulis bahas, dan memberikan pengertian dalam

ruang lingkup penenlitian, adapun penjelasan judul dalam penelitian ini

sebagai berikut:

1. Strategi

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, strategi adalah rencana

yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus (KBBI,

2005: 1092).

Dihubungkan dengan belajar mengajar, strategi bisa diartikan

sebagai pola umum kegiatan guru dan murid dalam perwujudan kegiatan

belajar mengajar untuk mencapai tujuab yang telah digariskan (Abu

Ahmadi, 2005: 11)

2. Guru Pendidikan Agama Islam (PAI)

Guru dalam arti jawa adalah seseorang yang harus digugu dan

(26)

11

disampaikan olehnya senantiasa dipercaya dan diyakini sebagai

kebenaran. Ditiru artinyaseorang guru menjadi suri tauladan bagi semua

muridnya baik dari cara berpikir, bicara hingga cara berperilaku

sehari-hari (Dariyanto, 2013: 8).

Pendidikan Agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam

menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati

sampai mengimani ajaran agama Islam dibarengi dengan tuntunan untuk

menghormati penganut agama lain dalam hubungannya dengan

kerukunan antar umat beragama sampai terwujud kesatuan dan persatuan

bangsa (Majid, 2005:130).

Guru pendidikan agama Islam adalah seorang yang profesional

yang harus memiliki pengetahuan yang luas, sikap yang baik, bisa

dijadikan suri tauladan bagi muridnya dan bertanggung jawab untuk

membimbing dan menbina akhlak anak didik.

3. Karakter

Menurut Thomas Lickona (1992:22), karakter merupakan sifat

alami seseorang dalam merespon situasi secara bermoral. Sifat alami itu

dimanifestasikan dalam tindakan nyata melalui tingkah laku yang baik,

jujur, bertanggung jawab, menghormati orang lain, dan karakter mulia

lainnya (Agus Wibowo, 2012:32).

4. Siswa Tuna Grahita

Siswa menurut UU RI No. 20 tahun 2013 pasal 1 ayat 4 adalah

(27)

12

proses pendidikan pada jalur dan jenjang jenis pendidikan tertentu.

Sedangkan, Tunagrahita merupakan istilah yang digunakan untuk

menyebut anak atau orang yang memiliki kemampuan intelektual di

bawah rata-rata atau bisa juga disebut dengan retardasi mental (Aqila

Smart, 2010:49).

Jadi siswa tunagrahita adalah anak yang memiliki kemampuan di

bawah rata-rata (retradasi mental) yang sedang mengikuti proses

pendidikan untuk bisa mengembangkan diri mereka pada jenjang

pendidikan tertentu.

G. Metode Penelitian

Pada bagian ini akan diuraikan hal-hal yang mendasari pada penelitian

ini yaitu: jenis penelitian, subjek dan tempat penelitian, sumber data, teknik

pengumpulan data, metode analisis, tahap penelitian.

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif, yaitu penelitian

yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami

oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll.,

secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan

bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan

memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Moleong, 2011: 6).

Pada bagian ini peneliti mengumpulkan data yang telah didapat di

(28)

13

Luar Biasa (SMPLB) Wantuwirawan Salatiga kemudian ditelaah satu

demi satu.

2. Subjek dan tempat penelitian

Subjek penelitian yang dimaksud adalah sumber data di mana

peneliti dapat mendapatkan data yang diperlukan. Dalam hal ini yang

menjadi subjek penelitian adalah guru Pendidikan Agama Islam (PAI) di

Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB)-C Wantuwirawan

Salatiga.

Tempat penelitian adalah Sekolah Menengah Pertama (SMPLB)-C

Wantuwirawan Salatiga.

3. Teknik pengumpulan data

Dalam rangka untuk memperoleh data serta membantu

mempermudah jalanya penelitian, penulis menggunakan metode

pengumpulan data. Pengumpulan data penelitian dilakukan dengan metode

wawancara, observasi, dan dokumentasi.

a. Metode wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.

Percaakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara

(interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara

(interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu

(Moleong,2011: 186). Metode ini digunakan untuk memperoleh

informasi secara langsung dari informan yang dikehendaki dengan cara

(29)

14

Dalam penelitian ini yang diwawancarai adalah kepala sekolah,

siswa, guru pendidikan agama Islam dan guru kelas di SMPLB-C

Wantuwirawan Salatiga.

b. Metode observasi

Observasi atau pengamatan adalah suatu teknik atau cara

mengumpulkan data dengan jalan mengadakan pengamatan terhadap

kegiatan yang sedang berlangsung (Sukmadinata, 2006: 220).

Metode ini digunakan untuk mengamati secara langsung

karakter siswa tuna grahita SMPLB Wantuwirawan dan strategi guru

PAI dalam membentuk karakter siswa tuna grahita SMPLB

Wantuwirawan.

c. Metode dokumentasi

Metode dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau

variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, dan

sebagainya (Arikunto, 2006: 67).

Dalam penelitian ini, metode dokumentasi digunkan untuk

mengumpulkan data tentang sekolah luar biasa secara historis, letak

geografis, struktur organisasi dan daftar nama anak-anak SMPLB

Wantuwirawan Salatiga.

4. Analisis data

Analisis data kualitatif (Bodgan & Biklen, 1982) adalah upaya

(30)

15

memisahkannya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskanya,

mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang

dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain

(Moleong, 2011: 248).

Rumusan tersebut dapat ditarik garis bawah atau dapat

disimpulkan, bahwa analisis data bermaksud mengorganisasikan data.

Data yang terkumpul terdiri dari catatan lapangan, arsip Sekolah

Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Salatiga.

5. Tahap penelitian

a. Kegiatan yang meliputi, izin observasi dari IAIN Salatiga kepada

Kepala Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan

Salatiga.

b. Kegiatan lapangan yaitu penulis melakukan penelitian secara langsung

di lokasi penelitian dengan mewawancarai responden dan melihat

secara seksama lebih detail berbagai hal yang berkaitan dengan

penelitian.

c. Verifikasi data untuk membuat kesimpulan-kesimpulan sebagai

deskriptif penemuan dalam penelitian dan menyusun laporan ahir.

H. Sistematika Penulisan Skripsi

Secara garis besar, penulisan skripsi ini terbagi menjadi lima pokok

pikiran yang masing-masing termuat dalam bab yang berbeda-beda. Berikut

(31)

16

BAB I. Pendahuluan, berisi tentang latar belakang, rumusan masalah,

tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penjelasan judul, metode penelitian

dan sistematika penulisan skripsi.

BAB II. Kajian pustaka, berisi tentang gambaran umum guru PAI

meliputi pengertian guru Pendidikan Agama Islam (PAI), peran dan tugas

guru Pendidikan Agama Islam (PAI), syarat dan tanggung jawab guru PAI.

Pengertian karakter dan pembentukannya. Kemudian dijelaskan tentang

pengertian anak tunagrahita, klasifikasi tunagrahita, karakteristik tunagrahita,

faktor penyebab tnagrahita.

BAB III. Laporan hasil penelitian. Bab ini akan menjelaskan tentang

hasil penelitian yang meliputi gambaran umum tentang SMPLB-C

Wantuwirawan Salatiga. Pembelajaran di SMPLB-C Wantuwirawan Salatiga

meliputi kurikulum yang di gunakan, metode guru dan problematika yang

dihadapi di SMPLB-C Wantuwirawan Salatiga.

BAB IV. Analisis data. Pembahasan dalam bab ini adalah analisis

data tentang karakter siswa tunagrahita, strategi guru Pendidikan Agama

Islam ( PAI) dalam membentuk karakter siswa tunagrahita SMPLB-C

Wantuwirawan Salatiga, faktor pendukung dan penghambat pembentukan

karakter siswa SMPLB-C Wantuwirawan Salatiga.

BAB V. Penutup. Meliputi kesimpulan dari penelitian, saran dan kata

(32)

17

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Gambaran Umum guru PAI

Guru memegang peran penting dalam upaya membentuk karakter

siswa melalui pengembangan kepribadian dan nilai-nilai yang diinginkan.

Kinerja guru pada dasarnya menyangkut seluruh aktifitas yang dilakukan

dalam mengemban amanat dan tanggung jawabnya dalam mendidik,

mengajar, membimbing dan mengarahkan siswa-siswi dalam mencapai

tingkat kedewasaan masing-masing. Profesional seorang guru tentunya

dituntut oleh beberapa pihak yang selalu mendukung keberadaan guru.

Seorang pendidik atau guru agama yang profesional adalah pendidik yang

memiliki suatu kemampuan dan keahlian dalam bidang kependidikan

keagamaan sehingga mampu untuk melakukan tugas, peran dan fungsinya

sebagai pendidik dengan kemampuan maksimal (Mukhtar, 2003:85-86).

Berarti dalam praktiknya seorang pendidik dituntut untuk

melaksanakan tugasnya secara maksimal sehingga profesionalitas seorang

pendidik dapat tercapai. Tidak lain figur guru PAI yang senantiasa

menanamkan kepribadian peserta didik menuju kepribadian jiwa Islami,

haruslah menjadi guru yang profesional baik dalam rangka pembelajaran

(33)

18

1. Pengertian guru PAI

Guru merupakan elmen penting dalam sebuah sistem pendidikan.

Ia merupakan ujung tombak, proses belajar siswa sangat dipegaruhi oleh

bagaimana siswa memandang guru mereka (Jamaludin, 2002:36) guru

yang ideal dan bermutulah yang menjadi berhasil atau tidaknya proses

belajar. Menurut UU RI No.14 Th. 2005, guru adalah pendidik

profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,

mengarahkan, menilai dan mengevaluasi pesrta didik pada pendidikan

anak usia dini jalur pendidikan formal, dasar dan menengah.

Pendidikan agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam

menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami dan menghayati

hingga mengimani, bertakwa dan berakhlak mulia dalam mengamalkan

ajaran agama Islam dari sumber utamanya kitab suci Qur’an dan

Al-Hadits, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan serta

penggunaan pengalaman. Disertai dengan tuntunan untuk menghormati

penganut agama laindalam hubungannya dengan kerukunan antar umat

beragama dalam masyarakat hingga terwujud kesatuan dan persatuan

bangsa (Kurikulum PAI).

Menurut Zakiyah Darajat (1987:87), Pendidikan agama Islam

adalah suatu usaha membina dan mengasuh peserta didik agar senantiasa

dapat memahami kandungan ajaran Islam secara menyeluruh,

menghayati makna tujuan yang pada akhirnya dapat mengamalkan serta

(34)

19

Tayar Yusuf (1986:35) mengartikan Pendidikan Agama Islam

sebagai usaha sadar generasi tua untuk mengalihkan pengalaman,

pengetahuan, kecakapan dan ketrampilan kepada generasi muda agar

kelak menjadi manusia muslim, bertakwa kepada Allah Swt, berbudi

pekerti luhur dan berkepribadian yang memahami, menghayati dan

mengamalkan ajaran agama Islam dalam kehidupannya. Sedangkan

menurut A. Tafsir, Pendidikan Agama Islam adalah bimbingan yang

diberikan seseorangagar ia berkembangsecara maksimal sesuai dengan

ajaran Islam (Abdul Majid, 2012:12)

Azizy (2002) mengemukakan bahwa esensi pendidikan yaitu

adanya proses transfer nilai, pengetahuan dan ketrampilan dari generasi

tua kepada generasi muda agar generasi muda mampu hidup. Oleh karena

itu, ketika kita menyebut pendidikan Islam, maka akan mencangkup dua

hal yaitu : pertama, mendidik siswa untuk berperilaku sesuai dengan

nilai-nilai akhlak Islam. Kedua, mendidik siswa-siswi untuk mempelajari

materi ajaran Islam.

Mata pelajaran Pendidikan Agama Islam itu secara

keseluruhannya terliput dalam lingkup Al-Qur’an dan Al-Hadits,

keimanan, akhlak, fiqih/ibadah dan sejarah sekaligus menggambarkan

bahwa ruang lingkup Pendidikan Agama Islam mencangkup keserasian,

keselarasan dan keseimbangan hubungan manusia dengan Allah Swt, diri

(35)

20

Pendidikan Agama Islam merupakan usaha sadar yang dilakukan

pendidik dalam mempersiapkan peserta didik untuk meyakini,

memahami dan mengamalkan ajaran Islam melalui kegiatan bimbingan,

pengajaran atau pelatihan yang telah direncanakan untuk mencapai

tujuan yang telah ditetapkan. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa

pengertian guru PAI adalah orang yang mengajar mata pelajaran

Pendidikan Agama Islam di sekolah dan mengupayakan perkembangan

potensi siswa agar sesuai dengan nilai-nilai Islam.

2. Peran dan Tugas Guru Pendidikan Agama Islam

Unsur inti yang sangat esensial dalam pendidikan adalah pendidik

(guru) dan peserta didik (murid). Tanpa adanya kedua unsur tersebut

maka tidak ada yang namanya kegiatan belajar mengajar. Guru yang

berperilaku mengajar secara profesional dan efektif akan menghasilkan

perilaku belajar yang efektif dan pada gilirannya akan menghasilkan

keluaran (hasil belajar) yang bermutu (Mohamad Surya, 2006:23)

Untuk menghasilkan peserta didik yang bermutu peran guru

dalam penanaman, pemahaman dan pelaksanaan ilmu pengetahuan

sangatlah dibutuhkan. Dalam hal ini guru mata pelajaran PAI juga

mempunyai beberapa peran yang signifikan tentunya dalam lingkup

sekolah maupun luar sekaolah. Pembentukan karakter siswa salah

satunya adalah guru dan peran guru didalamnya turut membangun agar

tujuan dari pendidikan dapat tercapai dengan kualitas pendidikan

(36)

21

Secara umum peran serta guru dalam kaitannya dengan mutu

pendidikan sekurang-kurangnya dapat dilihat dari empat dimensi yaitu

guru sebagai pribadi, guru sebagai unsur keluarga, guru sebagai unsur

pendidikan, guru sebagai unsur masyarakat (Mohamad Surya, 2006:45).

1) Guru sebagai pribadi, kinerja peran guru dalam kaitan dengan mutu

pendidikan tentunya harus dimulai dari dirinya sendiri. Sebagai

pribadi, guru mempunyai perwujudan diri dengan seluruh

karakteristik yang dimiliki oleh guru sebagai pendidik. Karena

kepribadian merupakan landasan utama bagi guru. Hal ini

mengandung makna bahwa seorang guru harus mampu mewujudkan

pribadi yang efektif untuk dapat melaksanakan fungsi dan tanggung

jawabnya sebagai guru. Dan guru PAI dalam praktiknya harus bisa

menjadi suri tauladan yang baik, apalagi dalam kehidupan

kesehariannya guru PAI harus berfungsi sebagai pribadi yang bisa

memberikan keteladanan khususnya interaksi dalam sekolah.

Karena, perkataan dan ucapan akan tidak ada artinya jika tidak

diaplikasikan dalam bentuk tingkah laku (Khoiron Rosyadi,

2004:187).

2) Peran guru dikeluarga , dalam kaitannya dengan keluarga guru

merupakan unsur keluarga sebagai pengelola (suami atau istri),

sebagai anak dan sebagai pendidik dalam keluarga. Hal ini

(37)

22

keluarga yang kokoh sehingga menjadi fondasi bagi kinerjanya

dalam melaksanakan fungsi guru sebagai unsur pendidikan.

3) Peran guru di sekolah, peran guru dalam sekolah menjadi acuan

penentu keberhasilan pendidikan. Sebagaimana mestinya dalam

pendidikan guru memiliki peran sebagai sumber belajar, fasilitator,

pengelola, pembimbing dan motivator.

4) Peran guru di masyarakat, dalam kehidupan bermasyarakat,

berbangsa dan bernegara secara keseluruhan, guru merupakan unsur

strategis sebagai anggota, agen dan pendidik masyarakat. Sebagai

anggota masyarakat guru berperan sebagai teladan bagi masyarakat

disekitarnya baik dikehidupan pribadi maupun keluarganya

(Mohamad Surya, 2006:46-47). Melihat fenomena tersebut guru PAI

dalam kehidupan masyarakat kan lebih berperan karena pribadi yang

mengarah pada jiwa beragama dituntut menjadi guru pribadi dan

kelompoknya, peran serta penanaman keberagamaan Islami akan

menjadi hal yang konkrit sebagai kewajiban guru PAI dalam

interaksi kehidupan di masyarakat.

Selain mempunyai peran seorang guru PAI juga mempunyai tugas

yang harus dilakukan untuk pengembangan mutu pendidikan peserta

didik. Guru memiliki banyak tugas yang apabila kita kelompokan

terdapat tiga jenis tugas guru yakni tugas dalam bidang profesi, tugas

dalam bidang kemanusiaan dan tugas dalam bidang kemasyarakatan

(38)

23

Menurut Koestiyah N.K bahwa guru dalam mendidik anak didik

bertugas untuk :

a. Menyerahkan kebudayaan kepada peserta didik berupa kepandaian,

kecakapan dan pengalaman-pengalaman

b. Membentuk kepribadian anak yang harmonis sesuai etika dan dasar

negara kita

c. Menyiapkan anak menjadi warga negara yang baik

d. Sebagai perantara dalam belajar. Didalam proses belajar guru

hanya menjadi perantara, anak harus berusaha sendiri mendapatkan

suatu pengertian sehingga timbul perubahan dalam pengetahuan,

tingkah laku dan sikap

e. Guru sebagai penghubung antara sekolah dan masyarakat

f. Guru sebagai penegak disiplin, guru menjadi contoh dalam segala

hal, tata tertib dapat berjalan bila guru dapat menjalaninya dahulu

g. Guru sebagai administrator dan manajer

h. Pekerjaan guru sebagai profesi

i. Guru sebagai perencana kurikulum

j. Guru sebagai pemimpin, guru mempunyai kesempatan dan

tanggung jawab dalam banyak situasi untuk membimbing anak

kearah pemecahan soal, membentuk keputusan dan menghadapkan

anak-anak pada problem

k. Guru sebagai sponsor dalam kegiatan anak-anak (Siti Asdiqoh,

(39)

24

Selain tugas-tugas guru yang telah dijelaskan di atas, tugas utama

seorang guru PAI adalah menyempurnakan, membersihkan, membawa

hati manusia untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah Swt. Jika

seorang guru PAI belum mampu membawa anak didiknya mencapai

keterbiasaan dalam melakukan ibadah, meski prestasi akademis dapat

mencapai nilai luar biasa, hal itu belum bisa dikatakan berhasil

sepenuhnya. Karena keberhasilan tingkat pemahaman keagamaan tidak

berhenti hanya sampai pada perolehan nilai akademis saja. Lebih dari itu

haruslah mampu mencapaitingkat kebiasaan dimana seseorang siswa

menganggap melakukan ibadah itu kebutuhan yang tanpa keterpaksaan.

Salah satu ayat al-Qur’an yang mengingatkan tentang tugas dan

tanggung jawab sebagai pendidik antara lain adalah Q.S an-Nisa/4 : 9







Artinya: “dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan Perkataan yang benar.” (QS. An-Nisa/4: 9)

Dalam ayat di atas diungkapkan bahwa salah satu tugas dan

tanggung jawab pendidik adalah mempersiapkan para peserta didik agar

(40)

25

3. Syarat dan Tanggung Jawab Guru Pendidikan Agama Islam Soejono (1982) menyatakan bahwa syarat guru adalah sebagai berikut:

a. Dewasa, tugas mendidik adalah tugas yang amat penting karena

menyangkut nasib seseorang. Oleh karena itu tugas itu harus

dilakukan secara bertanggung jawab. Itu hanya dapat dilakukan oleh

orang yang sudah dewasa, anak-anak tidak dapat dimintai

pertanggung jawaban. Di negara kita, seseorang dianggap dewasa

sejak ia berusia 18 tahun atau sudah kawin. Menurut ilmu

pendidikan adalah 21 tahun bagi laki-laki dan 18 tahun bagi

perempuan

b. Sehat Jasmani dan Rohani, jasmani yang tidak sehat akan

menghambat pelaksanaan pendidikan, bahkan dapat membahayakan

anak didik bila mempunyai penyakit menular. Dari segi rohani,

orang gila berbahaya juga bila ia mendidik.

c. Tenaga Ahli, hal ini penting sekali bagi pendidik, termasuk guru.

Orang tua di rumah sebenarnya perlu sekali mempelajari teoro-teori

ilmu pendidikan. Dengan pengetahuan itu diharapkan akan lebih

berkemampuan menyelenggarakan pendidikan bagi anak-anaknya di

rumah.

d. Berkesusilaan dan Berdedikasi tinggi.

Syarat guru di atas merupakan syarat umum seorang guru.

Seorang guru agama haruslah memiliki syarat yang harus dipenuhi yang

(41)

26

adalah memiliki pribadi mukmin, muslim dan muhsin. Kedua, taat untuk

menjalankan agama (menjalankan syari’at islam, dapat memberikan

contoh tauladan yang baik pada anak didiknya). Ketiga, memiliki jiwa

pendidik dan rasa kasih sayang kepada anak didiknya dan ikhlas jiwanya.

Keempat, mengetahui dasar-dasar ilmu pengetahuan tentang keguruan

terutama digdagtik dan metodik. Kelima, mengetahui ilmu pengetahuan

agama. Keenam, tidak mempunyai cacat jasmani dan rohani (Zuhairini,

1983:36)

Selain syarat yang harus dipenuhi, seorang guru juga harus

memiliki tanggung jawab. Guru adalah orang yang bertanggung jawab

dalam mencerdaskan kehidupan anak didik, sosial guru adalah orang

yang memiliki tugas dan tanggung jawab membentuk karakter generasi

bangsa. Ditangan para gurulah tunas bangsa ini terbentuk sikap dan

moralitas sehingga mampu memberikan yang terbaik untuk anak negeri

ini. Menjadi tanggung jawab guru untuk memberikan sejumlah norma

kepada anak didik agar tahu mana perbuatan yang susila dan asusila,

mana berbuat yang bermoral dan amoral. Semua norma itu tidak mesti

harus guru berikan di kelas, di luar kelaspun sebaiknya guru contohkan

sikap, tingkah laku dan perbuatan (Siti Asdiqoh, 2013:17)

B. Karakter dan Pembentukannya 1. Pengertian Karakter

Pengertian karakter menurut pusat bahasa Depdiknas adalah

(42)

27

tabiat, temperamen, watak. Griek mengemukakan bahwa karakter dapat

didefinisikan sebagai panduan daripada segala tabiat manusia yang

bersifat tetap, sehingga menjadi tanda yang khusus untuk membedakan

orang yang satu dengan yang lain. Kemudian Leonardo A. Sjiamsuri

dalam bukunya Kharisma Versus Karakter yang dikutip Damanik mengemukakan bahwa karakter merupakan siapa anda sesungguhnya.

Batasan ini menujukkan bahwa karakter sebagai identitas yang dimiliki

seseorang yang bersifat menetap sehingga seseorang atau sesuatu itu

berbeda dari yang lain (Zubaedi, 2011:9).

Sebagai aspek kepribadian karakter merupakan cerminan dari

kepribadian secara utuh dari seseorang mentalitas, sikap, dan perilaku.

Karakter selalu berkaitan dengan dimensi fisik dan psikis individu.

Karakter bersifat kontekstual dan kultural. Karakter bangsa merupakan

jati diri bangsa yang merupakan kumulasi dari karakter-karakter warga

masyarakat suatu bangsa. Hal ini sesuai dengan pendapat Endang

Ekowarni (2010) bahwa karakter merupakan nilai dasar perilaku yang

menjadi acuan tata nilai interaksi antar manusia (Zubaedi, 2011:10).

Karakter mengacu pada serangkaian sikap, perilaku, motivasi, dan

ketrampilan. Karakter meliputi sikap seperti keinginan untuk melakukan

hal yang terbaik, kapasitas intelektual seperti kritis dan alasan moral,

perilaku seperti jujur dan bertanggung jawab, mempertahankan

prinsip-prinsip moral dalam situasi penuh ketidakadilan, kecakapan interpersonal

(43)

28

efektif dalam berbagai keadaan. Karakter merupakan nilai-nilai perilaku

manusia yang berhubungan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama

manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran,

sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma

agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat (Zubaedi, 2011:10).

Dalam tulisan bertajuk Urgensi Pendidikan Karakter, Prof. Suyanto, Ph.D menjelaskan bahwa karakter adalah cara berpikir

danberperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan

bekerja sama, baik dalam lingkungan keluarga, masyarakat, bangsa dan

negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa

membuat keputusan dan siap mempertanggung jawabkan keputusannya.

Berbeda dengan Suyatno, Tadkiroatun Musfiroh (2008), memandang

karakter mengacu kepada serangkaian sikap (attitudes), perilaku

(behaviour), motivasi (motivations), dan ketrampilan (skills). Karakter sebenarnya berasal dari bahasa Yunani yang berarti “to mark” atau

menandai, dan menfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan

itu dalam bentuk tindakan atau tingkah laku. Itulah sebabnya orang yang

tidak jujur, rakus, kejam, dan perilaku jelek lainnya dikatakan orang yang

berkarakter jelek. Sebaliknya orang yang perilakunya sesuai dengan

kaidah moral disebut sebagai orang yang berkarakter mulia (Agus

(44)

29

2. Proses Pembentukan Karakter

Pengembangan karakter merupakan proses seumur hidup.

Pengembangan karakter anak merupakan upaya yang perlu melibatkan

semua pihak, baik keluarga inti, kakaek-nenek, sekolah, masyarakat dan

pemerintah. Oleh karena itu, ke empat koridor ini harus berjalan secara

integrasi (Zubaedi, 2011:143-144).

1. Lingkungan Keluarga

Keluarga sebagai basis pendidikan karakter, maka tidak salah kalau

krisis karakter yang terjadi di Indonesia sekarang ini dapat dilihat

sebagai salah satu cerminan gagalnya pendidikan karakter di keluarga.

Keluarga adalah komunitas pertama dimana manusia sejak usia dini,

belajar konsep baik dan buruk, pantas dan tidak pantas, benar dan

salah. Dengan kata lain dikeluargalah seseorang dapat mempelajari

tentang tata nilai atau moral. Pendidikan di keluarga ini akan

menentukan seberapa jauh seorang anak dalam prosesnya menjadi

orang yang lebih dewasa, memiliki komitmen terhadap nilai moral

tertentu seperti: kejujuran, kedermawanan, kesederhanaan, dan

menentukan bagaimana mereka melihat dunia sekitarnya (Zubaedi,

2011:144). Pola asuh atau parenting style adalah salah satu faktor yang secara signifikan terut membentuk karakter anak. Pendidikan

dalam keluarga adalah pendidikan utama dan pertama bagi anak, yang

tidak bisa digantikan oleh lembaga pendidikan manapun. Oleh karena

(45)

30

sebuah comunity of learner tentang pendidikan anak, serta sangat

diperlukan menjadi sebuah kebijakan pendidikan dalam membentuk

karakter bangsa secara berkelanjutan (Agus Wibowo, 2012: 106).

Beberapa hal yang mempengaruhi karakter anak dari lingkungan

keluarga antara lain:

a. Sikap orang tua terhadap anak

b. Iklim emosi dalam keluarga

c. Nilai-nilai kultural

d. Status sosial ekonomi keluarga

e. Status keluarga dalam kelompok, sebagai minoritas atau

mayoritas

f. Jumlah anggota keluarga

g. Kedudukan anak dalam keluarga

2. Kakek dan nenek

Peranan kakek dan nenek. Kakek nenek memiliki peranan vital dalam

kehidupan cucu. Mereka memiliki tugas spesifik yang vital bagi

kehidupan cucu. Menurut Ruth Wertheimer, peran vital kakek nenek

terhadap kehidupan cucu dilaksanakan dengan menjalankan

tugas-tugas instrumental dan simbolik. Tugas instrumental mencakup semua

bantuan praktis dari para kakek nenek kepada anak cucu, seperti:

pemeliharaan anak, dukungan finansial, dll. Menurut Dr. Ruth

Wertheimer, kakek nenek sekurang-kurangnya berperan dalam empat

(46)

31

Para kakek nenek menjadi sumber pengetahuan sejarah bagi keluarga,

yang dapat membuat masa lalu hidup kembali. Hal itu dilakukan lewat

dokumentasi, catatan harian, cerita dan kenangan masa lalu seperti

foto atau lagu lagu kenangan. Kedua, sebagai mode. Satu dari hadiah terbesar yang dapat diberikan para kakek nenek kepada cucu adalah

suatu model yang dapat dipelajari dan ditiru. Suatu model vital yang

dapat diberikan oleh para kakek nenek adalah mengenai kebanggaan

kita terhadap warisan agama dan etnik kita sendiri. Ketiga, sebagai

teacher (guru). Peran paling kuno para kakek nenek yang meneruskan pengetahuan dan pengalaman yang telah diperoleh di hidupnya.

Keempat, sebagai confinant (orang kepercayaan). Kepercayaan angat vital untuk setiap hubungan. Kadang-kadang seorang anak ingin

mencurahkan sesuatu kepada orang kepercayaannya selain orang tua.

Dalam hal ini kakek nenek bisa berperan sebagai confinant (Zubaedi,

2011: 151-152).

3. Lingkungan Sekolah

Lingkungan Sekolah mempunyai peran yang sangat strategis dalam

membentuk manusia yang berkarakter. Agar pendidikan karakter

berjalan baik memerlukan pemahaman yang cukup dan konsisten oleh

seluruh personalia pendidikan. Di sekolah, kepala sekolah, pengawas,

guru dan kariyawan harus memiliki persamaan persepsi tentang

pendidikan karakter bagi pesrta didik. Di sekolah, pendidik

(47)

32

berkarakter, berbudaya, dan bermoral. Merujuk Undang-Undang

Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003 Pasal 1, semua tenaga

kependidikan baik yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor,

pamong belajar, widyaswara, tutor, instrukter, fasilitator, dan sebutan

lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam

menyelenggarakan pendidikan mempunyai tugas dalam mendidik

karakter.

4. Lingkungan Masyarakat

C. Tunagrahita

1. Pengertian

Anak-anak dalam kelompok di bawah normal dan atau lebih

lamban dari pada anak normal, baik perkembangan sosial maupun

kecerdasannya disebut anak terbelakang mental, istilah resminya di

Indonesia disebut anak tunagrahita (PP No.72 Tahun 1991). Dalam

kamus besar bahasa Indonesia kata “tuna” diartikan sebagai luka, rusak,

kurang, atau tidak memiliki. Tunagrahita adalah sebutan bagi anak-anak

yang memiliki kecerdasan di bawah rata-rata anak normal pada

umumnya.

Tunagrahita adalah anak yang secara signifikan memiliki

kecerdasan di bawah rata-rata anak pada umumnya dengan disertai

hambatan dalam penyesuaian diri dengan lingkungan sekitarnya. Mereka

mengalami keterlambatan dalam segala bidang dan itu bersifat permanen.

(48)

33

dengan akademik, kurang dapat berpikir abstrak dan pelik (Nunung

Aprianto, 2012:21).

Tunagrahita adalah istilah yang digunakan untuk menyebut anak

yang mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata-rata. Dalam

kepustakaan asing digunakan istilah-istilah mental retasdation, mentally retarded, mental deficiency, mental defective, dan lain sebagainya. Istilah tersebut sesungguhnya mempunyai arti yang sama yang menjelaskan

kondisi anak yang kecerdasannya jauh dibawah rata-rata dan ditandai

oleh keterbatasan intelegensi dan ketidak cakapan dalam interaksi sosial.

Anak tunagrahita atau dikenal juga dengan istilah keterbelakangan

mental karena keterbatasan kecerdasannya mengakibatkan dirinya sukar

untuk mengikuti program pendidikan disekolah umum, oleh karena itu

anak-anak tunagrahita membutuhkan layanan pendidikan secara khusus

yakni disesuaikan dengan kemampuan anak tersebut (Sutjihati Somantri,

2006:103).

Tunagrahita merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut

anak atau orang yang memiliki kemampuan intelektual di bawah rata-rata

atau bisa juga disebut dengan retardasi mental. Tunagrahita ditandai

dengan keterbatasan inteligensi dan ketidakcakapan dalam interaksi

sosial (Aqila Smart, 2010:49)

Manusia yang terlahir dalam keadaan normal pada umumnya

dapat bermanfaat bagi orang lain, namun tidak menutup kesempatan bagi

(49)

34

mental, intelektual, sesungguhnya masih ada potensi yang dapat digali

dan dikembangkan melalui pendidikan. Karena sesungguhnya status

tunagrahita merupakan takdir dari Allah SWT. Seperti ayat Allah di surat

At-tiin ayat 4:

Artinya: “Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” (QS. At-tiin : 4)

2. Klasifikasi anak tunagrahita

Klasifikasi anak tunagrahita penting dilakukan karena anak

tunagrahita memiliki perbedaan individual yang sanagat bervariasi.

Klasifikasi untuk anak tunagrahita sangat bermacam-macam sesuai

dengan disiplin ilmu maupun perubahan pandangan terhadap keberadaan

anak tunagrahita. Pengklasifikasian yang telah lama dikenal dalah debil

untuk anak tunagrahita ringan, imbesil untuk anak tunagrahita sedang,

dan idiot untuk anak tunagrahita berat dan sangat berat (Nunung

Aprianto, 2012:30). Klasifikasi tersebut sekarang telah jarang digunakan

karena terlalu mempertimbangkan kemampuan akademik seseorang.

Klasifikasi yang digunakan sekarang adalah klasifikasi yang

dikemukakan oleh AAMD (American Association on Mentally Deficiency) sebagai berikut:

(50)

35

d. Profound Mental Retardation (tunagrahita sangat berat) IQ nya 25 kebawah (Hallahan dalam Wardani, dkk, 2002:6.4).

Klasifikasi yang digunakan di Indonesia saat ini sesuai dengan PP

No 72 Tahun 1991 adalah:

a. Tunagrahita Ringan (IQ 50-70)

Mereka yang termasuk dalam kelompok ini meskipun kecerdasannya

dan adaptasi sosialnya terhambat, namun mereka mempunyai

kemampuan untuk berkembang dalam bidang pelajaran akademik,

penyesuainan sosial dan bekerja.

b. Tunagrahita Sedang (IQ 30-50)

Mereka yang termasuk dalam kelompok tunagrahita sedang memiliki

kemampuan intelektual umum dan adaptasi perilaku di bawah

tunagrahita ringan. Mereka dapat belajar ketrampilan sekolah untuk

tujuan-tujuan fungsional, dan dapat sebagai pekerja dengan bantuan.

c. Tunagrahita Berat dan Sangat Berat (IQ Kurang dari 30)

Anak ynag tergolong dalam kelompok ini pada umumnya hampir

tidak memiliki kemampuan untuk dilatih mengurus diri sendiri,

melakukan sosialisasi dan bekerja.

Pengklasifikasian anak tunagrahita untuk keperluan pembelajaran

sebagai berikut: (Nunung Aprianto, 2012:31-32)

a. Educable merupakan anak pada kelompok ini masih mempunyai

kemampuan dalam akademik setara dengan anak regular pada kelas

(51)

36

b. Trainable merupakan anak yang mempunyai kemampuan dalam

mengurus diri sendiri, pertahanan diri dan penyesuaian sosial, sangat

terbatas kemampuanya untuk mendapat pendidikan secara akademis.

c. Custodia merupakan anak yang mendapatkan pelatihan-pelatihan

khusus dan terus menerus untuk dapat melatih dasar-dasar menolong

diri sendiri dan kemampuan yang bersifat komunikatif.

Pengklasifikasian bagi anak yang menyandang tunagrahita,

dengan tujuan memudahkan guru dalam menggunakan strategi

pembelajaran didalam kelas, sehingga mempermudah jalannya proses

belajar mengajar.

3. Karakteristik anak tunagrahita a. Karakteristik Umum

Depdiknas (2003) mengemukakan bahwa karakteristik anak

tunagrahita yaitu penampilan fisik tidak seimbang, tidak dapat

mengurus diri sendiri sesuai dengan usianya, perkembangan

bicara/bahasanyaterhambat, kurang perhatian pada lingkungan,

koordinasi geraknya kurang dan sering mengeluarkan ludah tanpa

sadar.

James D Page yang dikutip oleh Suhaeri H.N (Amin: 1995)

menguraikan karakteristik anak tunagrahita sebagai berikut:

(52)

37

Kapasitas belajarnya sangat terbatas terutama untuk hal-hal yang

abstrak. Mereka lebih banyak belajar dengan cara membeo

(rote-learning) bukan dengan pengertian.

b) Sosial.

Dalam pergaulan mereka tidak dapat mengurus, memelihara, dan

memimpin diri. Ketika masih kanak-kanak mereka harus dibantu

terus menerus, disingkirkan dari bahaya dan diawasi waktu

bermain dengan anak lain.

c) Fungsi-fungsi mental lain.

Mengalami kesukaran dalam memusatkan perhatian, pelupa dan

sukar mengungkapkan kembali suatu ingatan. Mereka mnghindari

berpikir, kurang mampu membuat asosiasi dan sukar membuat

kreasi baru.

d) Dorongan dan emosi.

Perkembangan dan dorongan emosi anak tunagrahita

berbeda-beda sesuai dengan tingkat ketunagrahitaan masing-masing.

Kehidupan emosinya lemah, mereka jarang menghayati perasaan

bangga, tanggung jawab dan hak sosial

e) Organisme.

Struktur dan fungsi organisme pada anak tunagrahita umumnya

kurang dari anak normal. Dapat berjalan dan berbicara lebih tua

dari pada anak normal. Sikap dan gerakannya kurang indah,

(53)

38

b. Karakteristik Khusus

Wardani, dkk (2002) mengemukakan karakteristik anak

tunagrahita menurut tingkat ketunagrahitaannya sebagai berikut:

a) Karakteristik Tunagrahita Ringan

Meskipun tidak dapat menyamai anak normal yang seusia

dengannya, mereka masih dapat belajar membaca, menulis dan

berhitung sederhana. Kecerdasannya berkembang dengan

kecepatan antara setengah dan tigaperempat kecepatan anak

normal dan berhenti pada usia meda. Mereka dapat bergaul dan

mempelajari pekerjaan yang hanya memerlukan semi skilled.

Pada usia dewasa kecerdasannya mencapai tingkat usia anak

normal 9 dan 12 tahun.

b) Karakteristik Tunagrahita Sedang

Anak tunagrahita sedang hampir tidak bis mempelajari

pelajaran-pelajaran akademik. Namun mereka masih memiliki potensi

untuk mengurus diri sendiri dan dilatih untuk mengerjakan

sesuatu secara rutin, dapat dilatih berkawan, mengikuti kegiatan

dan menghargai hak orang lain. Sampai batas tertentu mereka

selalu membutuhkan pengawasan, pemeliharaan dan bantuan

orang lain. Setelah dewasa kecerdasan mereka tidak lebih dari

anak normal usia 6 tahun.

(54)

39

Anak tunagrahita berat dan sangat berat sepanjang hidupnya akan

selalu tergantung pada pertolongan dan bantuan orang lain.

Mereka tidak dapat memelihara diri sendiri dan tidak dapat

membedakan bahaya dan bukan bahaya. Mereka juga tidak dapat

bicara, kalaupun bicara hanya mampu mengucapkan kata-kata

atau tanda sederhana saja. Kecerdasan walaupun sampai usia

dewasa berkisar seperti anak usia paling tinggi 4 tahun.

c. Karakteristik pada Masa Perkembangan

Pengenalan ciri-ciri pada perkembangan ini penting karena

segera dapat diketahui tanpa mendatangkan ahli terlebih dahulu.

Beberapa ciri yang dapatdijadikan indikator adanya kecurigaan

berbeda dengan anak pada umumnya menurut Triman Prasadio

(Wardani,dkk, 2002) adalah sebagai berikut:

a) Masa bayi

Walaupun saat ini sulit untuk segera membedakannya tetapi para

ahlimengemukakan bahwa ciri-ciri bayi tunagrahita adalah:

tampak mengantuk saja, apatis, tidak pernah sadar, jarang

menangis, kalau menangis terus menerus, terlambat duduk, bicara

dan berjalan.

b) Masa kanak-kanak

Pada masa ini tunagrahita sedang mudah dikenali daripada

tunagrahita ringan. Karena anak tunagrahita sedang mulai

(55)

40

kepala kecil dan lain-lain. Tetapi anak tunagrahita ringan (yang

lamban) memperlihatkan ciri-ciri: mereaksi cepet tapi tidak tepat,

tampak aktif sehingga memberi kesan pintar, pemusatan perhatian

sedikit, hiperaktif, bermain dengan tangannya sendiri, cepat

bergerak tanpa berpikir dahulu.

c) Masa sekolah

Masa ini merupakan masa yang penting untuk diperhatikan

karena biasanya anak tunagrahita langsung masuk sekolah dan

ada di kelas-kelas sd biasa. Ciri-ciri yang mereka munculkan

adalah sebagai berikut: adanya kesulitan belajar hampir pada

semua mata pelajaran (membaca, menulis, dan berhitung),

prestasi yang kurang, kebiasaan kerja tidak baik, perhatian yang

mudah beralih, kemampuan motorik yang kurang, perkembangan

bahasa yang jelek,kesulitan menyesuaikan diri.

d) Masa puber

Perubahan yang dimiliki remaja tunagrahita sama halnya dengan

remaja biasanya. Pertumbuhan fisik berkembang normal, tetapi

perkembangan berpikir dan kepribadiannya berada dibawah

usianya. Akibatnya ia mengalami kesulitan dalam pergaulan dan

mengendalikan diri.

4. Faktor penyebab tunagrahita

Terdapat berbagai faktor yang menyebabkan seseorang menjadi

(56)

41

penyebab menjadi beberapa kelompok yaitu endogen dan eksogen.

Faktor endogen merupakan faktor yang letaknya pada sel keturunan,

sedangkan faktor eksogen merupakan faktor dari luar keturunan seperti

infeksi dan virus yang menyerang otak, benturan, radiasi dan lain

sebagainya (Nunung Aprianto, 2012:38). Faktor-faktor yang lain adalah:

a. Faktor keturunan

b. Gangguan metabolisme gizi

c. Infeksi dan keracunantrauma dan zat radioaktif

d. Masalah pada kelahiran

e. Faktor lingkungan (sosial budaya)

Penyebab tuna grahita (Aqila Smart, 2010:52-53) adalah sebagai

berikut:

a. Anomali genetic atau kromosom:

 Down syndrome,tristomi pada kromosom 2

 Fragile X syndrome, malformasi kromosom X, yaitu ketika kromosom X terbelah dua. Mayoritas laki-laki dan sepertiga dari

populasi penderita mengalami RM sedang.

 Recessive gene disease, salah mengarahkan pembentukan enzime sehingga mengganggu proses metabolisme.

b. Penyakit infeksi, terutama pada trimester pertama karena janin belum

memiliki sistem kekebalan dan merupakan saat kritis bagi

perkembangan otak.

(57)

42

d. Prematuritas merupakan bayi yang lahir sebelum waktunya (kurang

dari 9 bulan)

e. Bahan kimia yang berbahaya, keracunan pada ibu berdampak pada

janin, atau polutan lain yang terhirup oleh anak.

D. Strategi Guru Dalam Pembentukan Karakter Anak Tunagrahita

Kata strategi berasal dari bahasa Yunani, “strategos” yang berasal dari kata Stratos yang berarti militer dan Ag yang artinya memimpin (Purnomo, 1996:8). Secara bahasa, strategi bisa diartikan sebagai siasat, kiat,

trik, atau cara. Sedang secara umum strategi adalah suatu garis besar haluan

dalam bertindak untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.

Anak penyandang tunagrahita memang sedikit berbeda dengan anak

yang memiliki kebutuhan khusus lainnya. Pada anak tunagrahita mereka lebih

membutuhkan perhatian yang lebih dalam pengenalan dan pemahaman akan

sesuatu. Oleh karena itu, bagi anak penyandang tunagrahita dibutuhkan

pendekatan yang berbeda antara lain:

1. Occuppasional Therapy (Terapi Gerak)

Terapi ini diberikan untuk mereka para penyandang anak tunagrahita

agar dapat melatih secara utuh fungsi gerak tubuh mereka (gerak kasar

dan gerak halus) karena kebanyakan dari mereka masih merasa kesulitan

untuk menggerakan dengan baik seluruh anggota tubuh mereka.

Keterbatasan kemampuan otak membuat mereka menjadi sulit untuk

(58)

43

Terapi ini akan sangat membantu mereka untuk berlatih menggerakan

tubuhnya.

2. Play Therapy (Terapi Bermain)

Terapi yang diberikan bagi anak-anak penyandang tunagrahita adalah

dengan cara bermain karena hal tersebut dapat membantu anak

penyandang tunagrahita menangkap dengan mudah sesuatu benda yang

menjadi metode mereka belajar.

3. Activity Daily Living (ADL) atau Kemampuan Merawat Diri

Untuk memandirikan anak-anak penyandang tunagrahita, tentu bukan

merupakan persoalan yang simpel. Akan tetapi, hal yang perlu untuk

diperhatikan adalah dengan memberikan kesempatan anak tersebut

melakukan segala sesuatu (yang tidak bahaya) sendiri. Anak belajar

untuk dapat mandiri. Belajar dapat mengembangkan potensi yang ada

dalam dirinya masing-masing. Dengan demikian, anak anak tersebut juga

dapat belajar cara mempertahankan dirinya dari segala kemungkinan

yang akan datang.

4. Life Skill (Ketrampilan Hidup)

Keterampilan bagi anak yang memiliki kebutuhan khusus termasuk juga

pada anak penyandang tunagrahita merupakan bekal yang cukup penting

bagi mereka karena dengan adanya bekal ketrampilan tersebut, membuat

(59)

44

5. Vocational Therapy (Terapi Bekerja)

Selain diberikan sebuah keterampilan, anak penyandang tunagrahita juga

diberikan bekal latihan bekerja. Dengan adanya bekal tersebut

diharapkan anak-anak penyandang tunagrahita juga dapat bekerja dan

hidup mandiri (Aqila Smart, 2010: 100-101)

Selain dengan pendekatan diatas, seorang guru juga perlu untuk

memahami karakter spesifik mereka supaya dapat menyusun program

pembelajaran sesuai dengan kebutuhan mereka karena salah satu strategi

pembentukan karakter salah satunya juga dengan strategi pembelajaran.

Siswa tunagrahita pada umumnya kurang cerdas, mudah lupa, kurang mampu

untuk mengikuti alur yang logis, sulit menguasai konsep-konsep, mempunyai

hambatan yang diakibatkan oleh faktor genetika serta lingkungan, kegiatan

fisik dan mental tidak mencapai kapasitas maksimal (Bandi Delphie,

2006:65).

Sehubungan dengan kesulitan yang dialami oleh anak penyandang

tunagrahita, maka sasaran pembelajaran harus selaras dengan keterampilan

berikut ini (Bandi Delphie, 2006:66) :

1. Berbahasa, baik dalam mengekspresikan maupun memahami ucapan

sederhana, bagi beberapa siswa terdapat kemunduran atau gangguan

berbahasa seperti terbatasnya kosa kata, hilang beberapa kata, dan lain

(60)

45

2. Gerakan, pembelajaran dapat dilakukan melalui pola gerak dalam

permainan sederhana yang bersifat terapeutik (penyembuhan perilaku

non adaptif).

3. Kegiatan hidup sehari-hari, seperti berpakaian, merawat diri, menjaga

diri, dan kepandaian rumah tangga.

4. Keterampilan dasar kegiatan akademik, misalnyacara menggunakan

pensil, crayon, pulpen, gunting, dan sejenisnya.

5. Ketrampilan untuk dapat hidup bermasyarakat, misalnya dapat bekerja

sama dalam kelompok.

Dalam pembentukan karakter anak tunagrahita yang paling ditekankan

adalah pendekatan kepada anak. Sebagai pendidik harus bisa mengetahui

karakter anak terlebih dahulu supaya bisa masuk untuk membentuk karakter

Gambar

Tabel 1: Srtuktur Organisasi Yayasan
Tabel 2: Struktur Organisasi SMPLB C Wantuwirawan
Tabel 4: Peserta Didik
Tabel 5: Sarana dan Prasarana
+2

Referensi

Dokumen terkait

Alhamdulillahirobbil’alamin, Puji dan Syukur ke hadirat Allah SWT atas segala kemudahan, kelancaran, limpahan rahmad, hidayah, dan inayah-Nya kepada penulis, sehingga

 Karya komposisi musik Shantika mengolah unsur bunyi dari instrumen suling, kendang, gender wayang yang diolah menjadi berbagai melodi, ditata dengan. unsur musik lainnya

1) Fobia : penolakan terhadap benda-benda dan situasi yang dihadapi. Contohnya takut dengan sesuatu yang dianggap merupakan ancaman yang berbahaya. 2) Agrofobia : ketakutan

The different grammatical structure in both source and target languages causes many problems and it becomes errors if this occurs some times in the process of

pelan, agar tidak ada percikan air yang dikhawatirkan menyebabkan najis pada anggota tubunya. Kebiasaan ini menyebabkan aktivitas sehari-hari klien terganggu. Klien

4. Dan pada segmentasi perilaku adalah masyarakat yang memberi apresiasi positif karena buket bunga ini tidak akan pernah layu.. Luna Buket Bunga menargetkan produknya

Angka konversi ransum yang baik dimana konsumsi ransum yang rendah dapat meningkatkan pertambahan bobot badan yang tinggi dengan konversi ransum yang rendah pada