• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI. dalam kondisi sehat. Tingkat kesehatan BPR Hasa Mitra periode 2006 sampai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI. dalam kondisi sehat. Tingkat kesehatan BPR Hasa Mitra periode 2006 sampai"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

8 A. Tinjauan Pustaka

Penelitian A.Dharnaeny (2012) dengan tajuk kajian analisis penilaian tingkat kesehatan BPR HASA MITRA dengan metode CAMEL tahun 2006-2010. Hasil kajian ini menunjukan tingkat kesehatan BPR HASA MITRA dalam kondisi sehat. Tingkat kesehatan BPR Hasa Mitra periode 2006 sampai dengan 2010 seluruhnya mendapat predikat SEHAT karena nilai kredit CAMEL yang diperoleh berada diatas 81 (batas minimum sehat) yaitu sebesar 98,98 di tahun 2006, sebesar 99,40 ditahun 2007, sebesar 98,68 di tahun 2008, sebesar 99,40 di tahun 2009, dan sebesar 99,40 di tahun 2010

Penelitian yang dilakukan oleh Lucky (2012) mengambil judul Analisis tingkat kesehatan lembaga keuangan syariah (Studi kasus BMT Bina Ihsanul Fikri) hasil dari penelitian tersebut yaitu Penilaian Tingkat Kesehatan BMT Bina Ihsanul Fikri Berdasarkan Standar Pedoman Penilaian Tingkat Kesehatan BMT dari PINBUK. Penilaian tingkat kesehatan BMT Bina Ihsanul Fikri aspek jasadiyah dari segi kinerja keuangannya menurut standar pedoman penilaian kesehatan BMT dari PINBUK tahun 2000-2011 mendapatkan predikat kurang sehat. Apabila dinilai dari segi indikator kelembagaan BMT Bina Ihsanul Fikritahun 2000 sampai 2002 mendapatkan predikat cukup sehat, sedangkan pada tahun 2003 sampai 2011 mendapatkan predikat sehat dan dari

(2)

segi indikator manajemen pada tahun 2000 sampai 2011 BMT Bina Ihsanul Fikri mendapatkan predikat sehat, bahkan pada tahun 2007 sampai 2011 BMT Bina Ihsanul Fikri telah memenuhi standar pedoman penilaian kesehatan BMT dari pihak PINBUK.

Berdasarkan paparan beberapa tulisan ilmiah diatas maka penelitian penulis yang berjudul Analisis Penilaian Tingkat Kesehatan Pada Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah (Studi Kasus Pada BMT Surya Asa Artha Tahun 2015-2016 dengan menggunakan Metode CAMEL) belum pernah dibuat dan ada perbedaan antara tulisan penulis dengan karya ilmiah yang lain yaitu dalam hal tempat waktu dan pelaksanaan. Perbedaan tempat/lokasi penelitian tentunya membuat adanya perbedaan mengenai hasil analisis tingkat kesehatan dan predikat kesehatan masing-masing BMT karena masing-masing BMT memiliki aset yang berbeda-beda, kebijakan, serta prosedur yang berbeda satu sama lainnya.

B. Lembaga Keuangan Syariah

Lembaga Keuangan Syariah didefinisikan sebagai badan usaha yang kekayaan utamanya berbentuk aset keuangan, memberikan kredit dan menanamkan dananya dalam surat berharga. Serta menawarkan jasa keuangan lain seperti: simpanan, asuransi, investasi, pembiayaan, dan lain-lain. Berdasarkan prinsip syariah dan tidak menyalahi dewan syariah nasional (Pahlawan et al, 2009). Satu hal yang membedakan antara lembaga keuangan syariah dengan lembaga keuangan konvensional adalah penerapan sistem

(3)

bagi hasil yang menggantikan sistem bunga (Antonio, 2001 : 34). Perbedaan dan perbandingan antara Lembaga Keuangan Syariah dan Lembaga Keuangan Konvensional dapat dilihat yang disajikan berikut:

Tabel 2.1

Perbandingan Lembaga Keuangan Syariah dengan Lembaga Keuangan Konvensional

No Lembaga Keuangan Syariah Lembaga Keuangan Konvensional 1 Melakukan investasi-investasi yang

halal saja.

Investasi yang halal dan haram.

2 Berdasarkan prinsip bagi hasil, jual beli atau sewa.

Memakai perangkat bunga

3 Profit dan falah oriented Profit oriented. 4 Hubungan dengan nasabah dalam

bentuk kemitraan.

Hubungan dengan nasabah dalam bentuk hubungan debitor-kreditor. 5 Penghimpunan dan penyaluran dana

harus sesuai dengan fatwa Dewan Pengawas Syariah

Tidak terdapat Dewan sejenis

Sumber : Antonio (2001)

C. Pihak-pihak yang berkepentingan terhadap kesehatan Bank

Kesehatan bank merupakan kepentingan semua pihak yang terkait, karena kegagalan perbankan akan berakibat buruk terhadap perekonomian. Pihak-pihak yang berkepentingan dalam laporan keuangan terdiri dari pihak eksternal dan pihak internal.

(4)

a. Pihak manajemen, berkepentingan langsung dan sangat membutuhkan informasi keuangan untuk tujuan pengendalian (controlling), pengoordinasian (coordinating) dan perencanaan (planning) suatu perusahaan.

b. Pemilik perusahaan, dengan menganalisis laporan keuangannya pemilik dapat menilai berhasil atau tidaknya manajemen dalam memimpin perusahaan.

Pihak eksternal terdiri dari:

a. Investor, memerlukan analisis laporan keuangan dalam rangka penentuan kebijakan penanaman modalnya. Bagi investor yang penting adalah tingkat imbalan hasil (return) dari modal yang telah atau akan ditanam dalam suatu perusahaan tersebut.

b. Kreditur, merasa berkepentingan terhadap pengembalian/pembayaran kredit yang telah diberikan kepada perusahaan, mereka perlu mengetahui kinerja keuangan jangka pendek (likuiditas) dan profitabilitas dari perusahaan.

c. Pemerintah, informasi ini sangat berguna untuk tujuan pajak dan juga oleh lembaga yang lain seperti Statistik.

d. Karyawan, berkepentingan dengan laporan keuangan dari perusahaan tempat mereka bekerja karena sumber penghasilan mereka bergantung pada perusahaan yang bersangkutan.

(5)

D. Pengertian BMT

Baitul Maal wat Tamwil (BMT) adalah sebuah lembaga keuangan yang berbadan hukum Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah yang dulunya bernama Koperasi Jasa Keuangan Syariah. KJKS adalah lembaga koperasi yang melakukan kegiatan usaha pembiayaan, investasi, dan simpanan berdasarkan pola syariah yang perlu dikelola secara profesional sesuai dengan prinsip kehati-hatian dan kesehatan, sehingga dapat meningkatkan kepercayaan dan memberikan manfaat sebesar-besarnya kepada anggota dan masyarakat di sekitarnya (Kementerian Koperasi, 2007).

Di Indonesia lembaga ini belakangan populer seiring dengan semangat umat Islam untuk mencari model ekonomi alternatif pasca krisis ekonomi tahun 1997. Kemunculan BMT merupakan usaha untuk memberdayakan ekonomi masyarakat. BMT memiliki perbedaan dengan lembaga keuangan seperti halnya perbankan. BMT tidak tunduk kedalam aturan perbankan yang ketat, hal ini disebabkan karena BMT tidak berada di bawah naungan Bank Indonesia tetapi di bawah pembinaan Kementerian Negara Koperasi dan UKM, sehingga bersifat fleksibel disesuaikan dengan kondisi di dalam masyarakat.

Selain itu karyawan ataupun staf diharuskan mampu berperan aktif, dinamis, kreatif, proaktif, dan tidak menunggu melainkan menjemput pelanggan atau nasabah maupun anggota (Felayaty &Chadhiq, 2014).

(6)

E. Tingkat Kesehatan BMT

Kesehatan merupakan hal yang penting di dalam berbagai bidang kehidupan, baik bagi manusia maupun perusahaan. Kondisi yang sehat akan meningkatkan gairah kerja dan kemampuan kerja serta kemampuan lainnya. Dengan pesatnya perkembangan perbankan di Indonesia yang antara lain ditandai dengan banyaknya bank-bank yang bermunculan, maka sangat diperlukan suatu pengawasan terhadap bank-bank tersebut. Dalam hal ini Bank Indonesia sebagai bank sentral memerlukan suatu kontrol terhadap bank-bank untuk mengetahui bagaimana keadaan keuangan serta kegiatan usaha masing-masing bank. Oleh karena itu secara berkala Bank Indonesia mengadakan suatu standar pengawasan dengan melakukan penilaian terhadap tingkat kesehatan suatu bank berdasarkan informasi antara lain dari laporan-laporan seperti neraca beserta rekening administratif, daftar rincian surat berharga yang dimiliki dan diterbitkan, daftar rincian kredit yang diberikan, daftar rincian penyertaan, daftar rincian laba/rugi dan lain-lain yang secara rutin harus dilaporkan kepada Bank Indonesia.

Penilaian tingkat kesehatan merupakan kegiatan penting bagi perusahaan, karena dengan penilaian tingkat kesehatan tersebut akan dapat diketahui sejauh mana perusahaan (berdasarkan kriteria dan ukuran tertentu) dapat dipandang berhasil atau kurang berhasil dalam menjalankan usahanya. Hasil penilaian tingkat kesehatan tersebut dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan dan bahkan pedoman guna membenahi, memperbaiki,

(7)

mengubah, atau menghentikan suatu kebijakan manajemen perusahaan (Sugiyarso, 2011).

Sama halnya juga koperasi yang juga salah satu pelaku dalam perekonomian, bahkan mempunyai peranan besar dalam perekonomian rakyat. Oleh karena itu, koperasi agar dapat bersaing dengan perusahaan lain harus dalam kondisi sehat. Untuk kepentingan tersebut, penilaian kesehatan koperasi harus dilakukan secara periodik (Sugiyarso, 2011). Tingkat kesehatan Koperasi Syariah adalah suatu kondisi sebuah yang dinyatakan dalam kategori Sehat, Cukup Sehat, Kurang Sehat, dan Tidak Sehat (Buchori, 2012).

Aspek kesehatan BMT secara garis besar dapat dilihat dari dua aspek, yaitu aspek kinerja keuangan, serta kelembagaan dan manajemen:

a) Kinerja Keuangan: BMT mampu melakukan penggalangan, pengaturan, penyaluran, dan penempatan dana dengan baik, teliti, hati-hati, dan benar, sehingga berlangsung kelancaran arus pendanaan dalam pengelolaan kegiatan usaha.

b) Kelembagaan dan Manajemen: BMT memiliki kesiapan untuk melakukan operasinya dilihat dari sisi kelengkapan legalitas, aturan-aturan, dan mekanisme organisasi dalam perencanaan, pelaksanaan, pendampingan dan pengawasan, SDM, permodalan, sarana, dan prasarana kerja.

Tingkat kesehatan bank juga merupakan kemampuan suatu bank untuk melakukan kegiatan operasional perbankan secara normal dan mampu

(8)

memenuhi semua kewajibannya dengan cara-cara yang sesuai dengan peraturan perbankan yang berlaku. Kesehatan bank mencakup seluruh kegiatan yang dilakukan oleh bank.

F. Penetapan Kesehatan

Berdasarkan hasil penilaian terhadap aspek sebagaimana dimaksud di atas maka diperoleh skor secara keseluruhan. Penetapan predikat kesehatan serupa secara parsial berdasarkan aspek yang dinilai juga dapat dilihat pada masing-masing penilaian aspek yang sudah dijelaskan di atas. Tingkat kesehatan bank merupakan hasil penilaian kualitatif atas berbagai aspek yang berpengaruh terhadap kondisi atau kinerja suatu bank melalui penilaian faktor permodalan, kualitas asset, manajemen, rentabilitas, dan likuiditas.

Menurut Peraturan Bank Indonesia No. 6/10/PBI tanggal 12 April 2004 mengenai Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum, kriteria penetapan peringkat komposit dapat digolongkan menjadi 5 peringkat komposit yaitu sebagai berikut :

1. Mencerminkan bahwa bank tergolong sangat baik dan mampu mengatasi pengaruh negatif kondisi perekonomian dan industri keuangan

2. Mencerminkan bahwa bank tergolong baik dan mampu mengatasi pengaruh negatif namun bank masih memiliki kelemahan-kelemahan minor yang dapat segera diatasi oleh tindakan rutin

(9)

3. Mencerminkan bahwa bank tergolong cukup baik namun terdapat beberapa kelemahan yang dapat menyebabkan peringkat kompositnya memburuk apabila bank tidak segera melakukan tindakan korektif

4. Mencerminkan bahwa bank tergolong kurang baik dan sensitif terhadap negatif kondisi perekonomian dan industri keuangan atau bank memiliki kelemahan keuangan yang serius atau kombinasi dari kondisi beberapa faktor yang tidak memuaskan, yang apabila tidak dilakukan tindakan koraktif yang efektif berpotensi mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya.

5. Mencerminkan bahwa bank tergolong tidak baik dan sangat sensitif terhadap pengaruh negatif kondisi perekonomian dan industri keuangan serta mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya.

Dalam rangka penerapan ketentuan yang memerlukan persyaratan tingkat kesehatan bank maka predikat Tingkat Kesehatan Bank disesuaikan dengan ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia No 6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004 sebagai berikut:

a. Untuk predikat Tingkat Kesehatan “Sehat” dipersamakan dengan peringkat komposit 1 (PK-1) atau peringkat komposit 2 (PK-2)

b. Untuk predikat Tingkat Kesehatan “Cukup Sehat” dipersamakan dengan peringkat komposit 3 (PK-3)

c. Untuk predikat Tingkat Kesehatan “Kurang Sehat” dipersamakan dengan peringkat komposit 4 (PK-4)

(10)

d. Untuk predikat Tingkat Kesehatan “Tidak Sehat” dipersamakan dengan peringkat komposit 5 (PK-5)

Terhadap masing-masing komponen tersebut maka diberikan bobot yang sesuai dengan besarnya pengaruh tingkat kesehatan bank. Pada tabel berikut diperlihatkan ketentuan pembobotan berdasarkan ketetapan Bank Indonesia. Berdasarkan nilai CAMEL secara keseluruhan maka dapat ditetapkan 4 (empat) golongan tingkat kesehatan bank sebagai berikut:

Tabel 2.2

Prediksi Bank Sesuai Dengan Nilai Kredit Kriteria Tingkat Kesehatan Predikat Peringkat SEHAT 81-100 1 dan 2 CUKUP SEHAT 66 - <81 3 KURANG SEHAT 51 - <66 4 TIDAK SEHAT 0 - <51 5

Sumber: Bank Indonesia 2004

G. Pengertian CAMEL (Capital, Asset, Management, Earning, Liquidity) Penilaian tingkat kesehatan bank dimaksudkan untuk menilai keberhasilan perbankan dalam perekonomian Indonesia dan industri perbankan serta dalam menjaga fungsi intermediasi. Pada krisis ekonomi global, bank-bank menengah dan kecil yang tidak menerima bantuan likuiditas dari pemerintah mengalami penurunan dana simpanan masyarakat.

(11)

Menurunnya dana simpanan masyarakat membuat industri perbankan berusaha mempertahankan dana-dana yang mereka miliki untuk menjaga likuiditas bank dengan cara memberikan tingkat suku bunga yang tinggi.

Bank Indonesia menilai tingkat kesehatan bank dengan menggunakan pendekatan kualitatif atas berbagai aspek yang berpengaruh terhadap kondisi suatu bank. Metode atau cara penilaian tersebut kemudian dikenal dengan metode CAMEL yaitu Capital, Asset Quality, Management, Earning, dan Liquidity.

TABEL 2.3

Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Menurut CAMEL Faktor Yang dinilai Komponen Bobot

Capital CAR 25% Asset KAP 25% PPAP/PPAPWD 5% Management NPM 25% Earning ROA 5% BOPO 5% Liquidity LDR 10% Jumlah 100%

Sumber: Bank indonesia 2004

Analisis CAMEL digunakan untuk menganalisis dan mengevaluasi kinerja keuangan bank umum di Indonesia. Analisis CAMEL diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/10/PBI/2004 perihal sistem penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum. Berdasarkan uraian diatas berikut ini penjelasannya:

(12)

1. Capital

Kekurangan modal merupakan gejala umum yang dialami bank-bank di negara-negara berkembang. Kekurangan modal tersebut dapat bersumber dari dua hal, yang pertama adalah karena modal yang jumlahnya kecil, yang kedua adalah kualitas modalnya yang buruk. Dengan demikian, pengawas bank harus yakin bahwa bank harus mempunyai modal yang cukup, baik jumlah maupun kualitasnya. Selain itu, para pemegang saham maupun pengurus bank harus benar-benar bertanggungjawab atas modal yang sudah ditetapkan. Pada saat ini persyaratan untuk mendirikan bank baru memerlukan modal disetor sebesar Rp. 3 trilyun. Namun bank-bank yang saat ketentuan tersebut diberlakukan sudah berdiri jumlah modalnya mungkin kurang dari jumlah tersebut. Pengertian kecukupan modal tersebut tidak hanya dihitung dari jumlah nominalnya, tetapi juga dari rasio kecukupan modal, atau yang sering disebut sebagai Capital Adequency Ratio (CAR). Rasio tersebut merupakan perbandingan antara jumlah modal dengan aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR). Pada saat ini sesuai dengan ketentuan yang berlaku, CAR suatu bank sekurang-kurangnya sebesar 8%.

2. Asset quality

Dalam kondisi normal sebagian besar aktiva suatu bank terdiri dari kredit dan aktiva lain yang dapat menghasilkan atau menjadi sumber pendapatan bagi bank, sehingga jenis aktiva tersebut sebagai aktiva produktif. Dengan kata lain, aktiva produktif adalah penanaman dana Bank baik dalam rupiah

(13)

maupun valuta asing dalam bentuk pembiayaan, piutang, surat berharga, penempatan, penyertaan modal, penyertaan modal sementara, komitmen dan kontijensi pada transaksi rekening administratif. Di dalam menganalisis suatu bank pada umumnya perhatian difokuskan pada kecukupan modal bank karena masalah solvensi memang penting. Namun demikian, menganalisis kualitas aktiva produktif secara cermat tidaklah kalah pentingnya. Kualitas aktiva produktif bank yang sangat jelek secara implisit akan menghapus modal bank. Walaupun secara riil bank memiliki modal yang cukup besar, apabila kualitas aktiva produktifnya sangat buruk dapat saja kondisi modalnya menjadi buruk pula. Hal ini antara lain terkait dengan berbagai permasalahan seperti pembentukan cadangan, penilaian aset, pemberian pinjaman kepada pihak terkait, dan sebagainya. Penilaian terhadap kualitas aktiva produktif di dalam ketentuan perbankan di indonesia didasarkan pada dua rasio yaitu:

a. Rasio Aktiva Produktif diklasifikasikan terhadap Aktiva Produktif (KAP). Aktiva produktif diklasifikasikan menjadi Lancar, kurang lancar, Diragukan dan Macet. Rumusnya adalah:

Penilaian rasio KAP dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Untuk rasio sebesar 22,5% atau lebih diberi nilai kredit 0

2) Untuk setiap penurunan 0,15% mulai dari 22,5% nilai kredit ditambah 1 dengan maksimum 100.

b. Rasio Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) terhadap Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif yang Wajib Dibentuk

(14)

(PPAPWD). Rumusnya adalah: Penilaian rasio untuk perhitungan PPAP dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut untuk rasio 0% diberi nilai kredit 0 dan untuk setiap kenaikan 1% dari 0% nilai kredit ditambah 1 dengan maksimum 100.

3. Management

Manajemen atau pengelolaan suatu bank akan menentukan sehat tidaknya suatu bank. Mengingat hal tersebut, maka pengelolaan suatu manajemen sebuah bank mendapatkan perhatian yang besar dalam penelitian tingkat kesehatan suatu bank diharapkan dapat menciptakan dan memelihara kesehatannya. Penilaian faktor manajemen dalam penilaian tingkat kesehatan bank umum dilakukan dengan melakukan evaluasi terhadap pengelolaan terhadap bank yang bersangkutan.

Penilaian tersebut dilakukan dengan mempergunakan sekitar seratus kuesioner yang dikelompokkan dalam dua kelompok besar yaitu kelompok manajemen umum dan kuesioner manajemen resiko. Kuesioner kelompok manajemen umum selanjutnya dibagi ke dalam sub kelompok pertanyaan yang berkaitan dengan strategi, struktur, sistem, sumber daya manusia, kepemimpinan, budaya kerja. Sementara itu, untuk kuesioner manajemen risiko dibagi dalam sub kelompok yang berkaitan dengan risiko likuiditas, risiko pasar, risiko kredit, risiko operasional, risiko hukum dan risiko pemilik dan pengurus.

(15)

4. Earning

Salah satu parameter untuk mengukur tingkat kesehatan suatu bank adalah kemampuan bank untuk memperoleh keuntungan. Perlu diketahui bahwa apabila bank selalu mengalami kerugian dalam kegiatan operasinya maka tentu saja lama kelamaan kerugian tersebut akan memakan modalnya. Bank yang dalam kondisi demikian tentu saja tidak dapat dikatakan sehat.

Penilaian didasarkan kepada rentabilitas atau earning suatu bank yaitu melihat kemampuan suatu bank dalam menciptakan laba. Penilaian dalam unsur ini didasarkan pada dua macam, yaitu :

a. Rasio Laba terhadap Total Assets (ROA). Rumusnya adalah: Penilaian rasio Return On Assets dapat dilakukan sebagai berikut untuk rasio 0 % atau negatif diberi nilai kredit 0, dan untuk setiap kenaikan 0,015% mulai dari 0% nilai kredit ditambah dengan nilai maksimum 100.

b. Rasio Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO). Rumusnya adalah: BOPO dapat dilakukan sebagai berikut untuk rasio sebesar 100% atau lebih diberi nilai kredit 0 dan setiap penerunan sebesar 0,08% nilai kredit ditambah 1 dengan maksimum 100.

(16)

5. Liquidity

Penilaian terhadap likuiditas dilakukan dengan menilai rasio kredit terhadap dana yang diterima oleh bank yang dimaksud Kewajiban Bersih Antar Bank adalah selisih antara kewajiban bank dengan tagihan kepada bank lain. Sementara itu yang termasuk Dana yang Diterima adalah Kredit, Likuiditas Bank Indonesia, Giro, Deposito, dan Tabungan Masyarakat, Pinjaman bukan dari bank yang berjangka waktu lebih dari tiga bulan (tidak termasuk pinjaman subordina), Deposito dan Pinjaman dari bank lain yang berjangka waktu lebih dari tiga bulan, dan surat berharga yang diterbitkan oleh bank yang berjangka waktu lebih dari tiga bulan.

Liquidity yaitu rasio untuk menilai likuiditas bank. Penilaian likuiditas bank didasarkan atas rasio, yaitu:

a. Rasio antara Kredit terhadap dana yang diterima oleh bank. Rumusnya adalah: Penilaian likuiditas dapat dilakukan sebagai berikut untuk rasio 115 atau lebih diberi nilai kredit 0 dan untuk setiap penurunan 1% mulai dari rasio 115% nilai kredit ditambah 4 dengan nilai maksimum 100.

H. Metode CAMEL

Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomer: 6/10/PBI/2004 tanggal 12 April 2004 perihal Sistem Penilaian Tingkat Bank Umum, berikut ini adalah

(17)

penjelasan dari setiap variabel yang akan dianalisis dalam analisis CAMEL, yaitu:

1. Capital.

Penilaian faktor kecukupan modal menggunakan rasio kecukupan modal Capital Adequacy Ratio (CAR) yang merupakan perbandingan antara jumlah modal bank terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR). ATMR adalah merupakan modal minimum yang wajib dimiliki oleh bank. Besarnya CAR suatu bank dapat dihitung menggunakan rumus:

CAR =

Nilai Kredit =

a. Total Modal= modal inti + modal pelengkap

b. Total ATMR= Aktiva – PPAP – Akumulasi Penyusutan Gedung - Akumulasi Penyusutan inventaris – Akumulasi Penyusutan Pra Operasional.

c. Aktiva Tertimbang Menurut Resiko adalah aktiva dalam neraca perbankan yang diperhitungkan dengan bobot prosentase tertentu sebagai faktor resiko.

d. Aktiva adalah sumber daya dalam bentuk harta benda atau hak yang dikuasai perusahaan.

(18)

f. Akumulasi Penyusutan adalah= jumlah penyusutan gedung pada beberapa waktu/periode.

Tabel 2.4

Kriteria Penilaian Capital Adequancy Ratio Bobot Rasio CAR Peringkat

25% CAR ≥ 12% 1 9% ≤ CAR < 12% 2 8% ≤ CAR < 9% 3 6% < CAR < 8% 4 CAR ≤ 6% 5

Sumber: SE BI No. 6/23/DPNP tahun 2004

2. Asset Quality

Penilaian terhadap kualitas aktiva produktif (KAP) yang dikuantifikasikan didasarkan pada rasio, yaitu:

KAP = Nilai Kredit =

a. Aktiva Produktif Yang Diklasifikasi (APYD)= pembiayaan kurang lancar + pembiayaan diragukan + pembiayaan macet

b. Pembiayaan kurang lancar adalah apabila terjadi tunggakan lebih dari 90 hari, mutasi rekening cukup rendah, dokumen pinjaman lemah.

(19)

c. Pembiayaan diragukan adalah apabila terdapat tunggakan melampaui 180 hari dan dokumentasi hukum yang lemah bauk untuk perjanjian kredit maupun peningkatan jaminan.

d. Pembiayaan macet adalah apabila terdapat tunggakan lebih dari 270 hari, kerugian operasional ditutup dengan pinjaman baru, dan jaminan tidak dapat dicairkan pada nilai wajar baik secara hukum maupun kondisi pasar.

e. Yang diperhitungkan sebagai aktiva produktif yang diklasifikasikan adalah:

 50% dari aktiva produktif yang digolongkan kurang lancar  75% dari aktiva produktif yang digolongkan diragukan  100% dari aktiva produktif yang digolongkan macet

f. Total aktiva produktif adalah Total Antar Bank Aktiva + Penyertaan.

Tabel 2.5

Kriteria Penilaian Kualitas Aktiva Produktif Bobot Rasio KAP Peringkat

25% KAP≤ 2% 1 2% < KAP ≤ 3% 2 3% < KAP≤ 6% 3 6% < KAP≤ 9% 4 KAP> 9% 5

(20)

PPAP =

Nilai Kredit =

a. PPAP = Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif

b. PPAPWD= Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif Wajib Dibentuk

c. PPAP adalah cadangan yang wajib dibentuk membebani perhitungan laba rugi tahun berjalan, gunanya untuk menampung kerugian yang mungkin timbul sebagai akibat dan tidak diterimanya sebagian atau seluruh aktiva produktif.

d. PPAPWD adalah penyisihan dari aktiva produktif suatu bank yang telah ditetapkan besarnya oleh Bank Indonesia.

Tabel 2.6

Kriteria Penilaian Penyisihan Penghapusan Aktiva produktif Bobot Rasio PPAP Peringkat

5% PPAP ≥ 110% 1 105% ≤ PPAP < 110% 2 100% ≤ PPAP < 105% 3 95% ≤ PPAP < 100% 4 PPAP < 95% 5

(21)

3. Management

Machfoez (1998) menyatakan penilaian didasarkan pada manajemen permodalan, manajemen aktiva, manajemen umum, manajemen rentabilitas, dan manajemen likuiditas. Dalam hal ini faktor penilaian manajemen dilakukan menggunakan rasio Net Profit Margin (NPM) yang menggambarkan tingkat keuntungan bank dibandingkan dengan pendapatan yang diterima dari kegiatan operasionalnya. Rasio NPM ini dapat digunakan untuk menilai kesehatan manajemen suatu bank, karena seluruh kegiatan manajemen bank pada akhirnya akan mempengaruhi dan bermuara pada perolehan laba. Berikut ini adalah rumus yang digunakan untuk menentukan NPM:

NPM = Nilai Kredit = Nilai Rasio NPM

a. Laba bersih adalah laba yang didapatkan bank setelah dikurangi pajak. b. Pendapatan operasional adalah pendapatan dari penyaluran dana investasi yang dibenarkan syariah yaitu pendapatan penyaluran dana prinsip jual beli, bagi hasil dan prinsip ijaroh.

Tabel 2.7

Kriteria Penilaian Net Profit Margin Bobot Rasio NPM Peringkat

25%

NPM ≥ 100% 1

(22)

66% ≤ NPM < 81% 3 51% ≤ NPM < 66% 4

NPM < 51% 5

Sumber: SE BI No. 6/23/DPNP tahun 2004

4. Earning

Penilaian kuantitatif faktor rentabilitas dilakukan dengan melakukan penilaian terhadap 2 komponen yaitu ROA dan BOPO. ROA digunakan untuk mengukur kemampuan bank untuk menghasilkan laba secara keseluruhan dari total aktiva yang dimiliki. Kemudian BOPO digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasinya. Rumus ROA dan BOPO sebagai berikut:

RETURN ON ASSET ( ROA ) = Nilai Kredit =

a. Laba sebelum pajak adalah laba yang didapatkan oleh bank sebelum dikurangi dengan kewajiban pajak.

b. Total aktiva adalah penjumlahan dari aktiva lancar dan aktiva tidak lancar yang merupakan harta bank secara keseluruhan.

c. Aktiva lancar adalah aktiva yang mempunyai masa manfaat kurang dari satu tahun, terdiri dari kas, surat berharga, deposito jangka pendek, piutang usaha, persediaan dan pendapatan yang diterima.

(23)

d. Aktiva tidak lancar adalah aktiva yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun. Aktiva tidak tetap terdiri dari aktiva tetap, investasi jangka panjang dan aktiva tidak berwujud.

e. Aktiva tetap adalah aktiva berwujud yang diperoleh dalam bentuk siap pakai atau dibangun lebih dahulu dan digunakan dalam kegiatan operasi perusahaan, berupa tanah, mesin, kendaraan, gedung, dan peralatan.

f. Investasi jangka panjang adalah bentuk penyertaan jangka panjang di luar kegiatan pokok perusahaan.

g. Aktiva tidak berwujud adalah hak istimewa yang dimiliki dan memberikan masa manfaat ekonomi kepada perusahaan, berupa hak paten, merek dagang, goodwill, dan franchise.

Tabel 2.8

Kriteria Penilaian Return On Asset Bobot Rasio ROA Peringkat

5% ROA > 1,5% 1 1,25% < ROA ≤ 1,5% 2 0,5% < ROA ≤ 1,25% 3 0% < ROA ≤ 0,5% 4 ROA ≤ 0% 5

Sumber: SE BI No. 6/23/DPNP tahun 2004

BOPO =

Nilai Kredit =

(24)

a. Beban operasional adalah semua biaya yang berhubungan langsung dengan kegiatan usaha bank yang terperinci.

b. Beban operasional terdiri dari beban penghapusan aktiva produktif, beban estimasi kerugian, beban administrasi dan umum, beban personalia, beban penurunan nilai surat berharga, serta beban transaksi valas.

c. Beban penghapusan aktiva produktif berisi penyusutan/amortisasi yang dilakukan bank terhadap aktiva produktif bank.

d. Beban estimasi kerugian berisi penghapusan/amortisasi atas transaksi rekening administratif.

e. Beban administrasi dan umum terdiri dari premi asuransi lainnya, penelitian dan pengembangan, sewa dan promosi, pajak (tidak termasuk pajak penghasilan), barang dan jasa.

f. Beban personalia terdiri dari gaji pegawai, honorarium komisaris/dewan pengawas, pendidikan dan pengawasan.

g. Pendapatan Operasional adalah semua pendapatan yang merupakan hasil langsung dari kegiatan usaha bank dan pendapatan tersebut benar-benar telah diterima.

(25)

Tabel 2.9

Kriteria Penilaiam BOPO

Bobot Rasio BOPO Peringkat

5% BOPO ≤ 94% 1 94% < BOPO ≤ 95% 2 95% < BOPO ≤ 96% 3 96% < BOPO ≤ 97% 4 BOPO > 97% 5

Sumber: SE BI No. 6/23/DPNP tahun 2004

5. Liquidity

Perhitungan likuiditas digunakan untuk mengetahui apakah mempunyai kemampuan untuk memenuhi kewajiban-kewajiban yang segera ditagih (jangka pendek). Perhitungan ini menggunakan rasio LDR (Loan to Deposit Ratio):

LDR = Nilai Kredit =

Kredit yang diberikan di sini adalah kredit yang sifatnya jangka pendek. Jangka waktu pengembalian pinjamannya kurang dari satu tahun. Biasanya pinjaman diberikan kepada usaha kecil.

a. Kredit yang diberikan didefinisikan sebagai penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan berdasarkan kesepakatan pinjam-meminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga imbalan atau pembagian hasil keuntungan.

(26)

b. Dana pihak ketiga adalah dana yang diperoleh dari masyarakat. Dana pihak ketiga ini berbentuk titipan (wadiah), partisipasi modal berbagi hasil dan berbagi risiko, serta investasi khusus.

Tabel 2.10

Kriteria Penilaian Loan to Deposit Ratio Bobot Rasio ROA Peringkat

10% LDR ≤ 75% 1 75% < LDR ≤ 85% 2 85% < LDR ≤ 100% 3 100% < LDR ≤ 120% 4 LDR > 120% 5

Referensi

Dokumen terkait

Dari permasalahan diatas, peneliti melakukan penelitian untuk membandingkan efektifitas senam lansia dan senam aerobik low impact terhadap penurunan tekanan darah

Adapun Perangkat lunak yang digunakan pada penyusunan Tugas Akhir kali ini adalah Microsoft Visual Studio yang merupakan suatu program yang dirancang untuk menangkap posisi

Abstrak. Tahu merupakan makanan yang sering dikonsumsi oleh masyarakat. Sebagaimana kita ketahui bersama, bahwa tahu ini mengandung protein yang tinggi. Bagi sebagian besar

8 248 2-Amino-4-hydroxy- ethylaminoanisole (INCI) CAS No 83763-47-7 dan garam sulphatenya 2-Amino-4-hydroxy- ethylaminoanisole sulphate (INCI) CAS No 83763-48-8

Kaolin atau yang bisa disebut dengan Ball Clay oleh masyarakat sekitar disebut dengan lempung putih di Kabupaten Banyumas terletak di Desa Jatisaba Kecamatan Cilongok, Desa

Temuan hipotesis ketiga memberikan kesimpulan bahwa: Terdapat perbedaan kemampuan berpikir kreatif dan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajar

dengan menggunakan lembar observasi pada aspek kedisiplinan, ketelitian dan tanggung jawab. Lembar observasi dosen dan mahasiswa digunakan pada saat proses pembelajaran

Variabel bebas pada penelitian ini adalah sport drink yang merupakan produk minuman dengan merek “X” mengandung 5% karbohidrat, 125 mg natrium, 67 mg kalium, dan 98 mg klorida