• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP PERAWAT TENTANG PERAWATAN DOWER CATHETER

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP PERAWAT TENTANG PERAWATAN DOWER CATHETER"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

i

PADA PASIEN STROKE DI RSUD DR SOEHADI

PRIJONEGORO SRAGEN

Skripsi

Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan

Oleh :

Agnes Triwijaya Kusumawati NIM. ST 14002

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN

STIKES KUSUMA HUSADA

SURAKARTA

2016

(2)

ii

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP PERAWAT TENTANG KUALITAS PERAWATAN DOWER CATHETER DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL SALURAN KEMIH

PADA PASIEN STROKE DI RUANG INAP RSUD DR SOEHADI PRIJONEGORO SRAGEN

Oleh:

Agnes Triwijaya Kusumawati NIM. ST 14002

Telah dipertahankan didepan penguji pada tanggal 09 Februari 2016 dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk mendapatkan gelar Sarjan Keperawatan

Pembimbing Utama, Pembimbing Pendamping,

Atiek Murhayati, S.Kep.,Ns.,M.Kep Galih Priambodo, S.Kep.,Ns.,M.Kep

NIK. 200680023 NIK. 2015587142

Penguji,

Wahyu Rima Agustin, S.Kep.,Ns., M.Kep NIK. 201279102

Surakarta, 09 Februari 2016 Ketua Program Studi S-1 Keperawatan,

Atiek Murhayati, S.Kep.,Ns., M.Kep NIK. 200680023

(3)

iii NIM : ST 14002

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1) Karya tulis saya, skripsi ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik (sarjana), baik di STIKES Kusuma Husada Surakarta maupun di perguruan tinggi lain.

2) Karya tulis ini adalah murni gagasan, rumusan, dan penelitian saya sendiri, tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing dan masukan Tim Penguji.

3) Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka.

4) Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh karena karya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku diperguruan tinggi ini.

Surakarta, Januari 2016 Yang membuat pernyataan,

Agnes Tri Wijaya Kusumawati NIM ST 14002

(4)

iv

hidayahNya sehingga peneliti dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang

berjudul “Hubungan antara pengetahuan dan sikap perawat tentang kualitas

perawatan dower catheter dengan perilaku pencegahan infeksi nosokomial saluran kemih pada pasien stroke di ruang inap RSUD Dr Soehadi Prijonegoro Sragen”.

Hasil penelitian ini disusun dalam rangka memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Keperawatan pada Program Studi S1 Keperawatan Stikes Kusuma Husada Surakarta. Proses penyusunan skripsi ini, peneliti banyak menghadapi berbagai macam kesulitan dan hambatan. Namun berkat bantuan dari beberapa pihak, hal tersebut akhirnya dapat teratasi. Untuk itu pada kesempatan ini perkenankanlah peneliti mengucapkan banyak terima kasih dan memberikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat:

1. Ns. Wahyu Rima Agustin, M.Kep selaku Ketua STIKES Kusuma Husada Surakarta yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Studi S1 Keperawatan .

2. Ns. Atiek Murhayati, M.Kep selaku Kaprodi S1 Keperawatan STIKES Kusuma Husada Surakarta dan juga selaku dosen pembimbing utama yang telah memberikan kesempatan, bimbingan dan arahan untuk mengikuti pendidikan Program Studi S1 Keperawatan.

(5)

v

peneliti sehingga penelitian ini dapat terlaksana dengan lancar.

5. Segenap responden penelitian di RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen yang telah bersedia menjadi responden penelitian sehingga penelitian dapat selesai dengan cukup lancar

6. Orang tua dan Suami tercinta yang selalu memberikan doa dan dukungannya kepada peneliti sehingga proposal skripsi ini dapat selesai.

7. Teman-teman dari Prodi S1 Transfer STIKes Kusuma Husada Angkatan 2014 yang senantiasa memberikan semangat dan motivasi kepada peneliti.

8. Untuk semua pihak yang telah banyak membantu dalam penyelesaian tugas ini peneliti ucapkan banyak terima kasih atas doa dan dukungannya.

Semoga segala bantuan yang telah diberikan kepada kami mendapat pahala dan balasan dari Allah SWT.

Peneliti menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih terdapat banyak sekali kekurangan, maka dari itu peneliti sangat mengharapkan saran dan kritik untuk perbaikan selanjutnya. Akhir kata peneliti berharap semoga skripsi ini akan bermanfaat bagi peneliti pada khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Surakarta, Januari 2016 Peneliti

(6)

vi

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN SURAT PERNYATAAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR BAGAN ... ix DAFTAR LAMPIRAN ... x ABSTRAK ... xi ABSTRACT ... xii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Rumusan Masalah ... 4 1.3 Tujuan Penelitian ... 5 1.4 Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teori ... 8

2.2 Keaslian Penelitian ... 51

2.3 Kerangka Teori ... 53

2.4 Kerangka Konsep ... 54

(7)

vii

3.3 Tempat dan Waktu Penelitian ... 57

3.4 Variabel, Definisi Operasional dan Skala Pengukuran ... 57

3.5 Alat penelitian dan Cara Mengumpulkan Data ... 58

3.6 Teknik pengolahan dan Analisa Data ... 59

3.7 Etika Penelitian ... 65

BAB IV HASIL PENELITIAN Karakteristik Responden ... 67 Uji Univariat ... 69 Uji Bivariat ... 71 BAB V PEMBAHASAN Karakteristik Responden ... 73 Uji Univariat ... 77 Uji Bivariat ... 81 BAB VI PENUTUP Simpulan ... 87 Saran ... 89 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(8)

viii

Tabel 2.2 Keaslian Penelitian ... 51

Tabel 3.1 Variabel,Definisi Operasional, dan skala pengukuran ... 56

Tabel 4.1 Data distribusi frekuensi responden berdasarkan umur .... 67

Tabel 4.2 Data distribusi frekuensi berdasarkan jenis kelamin ... 68

Tabel 4.3 Data distribusi frekuensi berdasarkan tingkat pendidikan 68

Tabel 4.4 Data distribusi frekuensi berdasarkan masa kerja ... 69

Tabel 4.5 Data distribusi frekuensi tingkat pengetahuan ... 69

Tabel 4.6 Data distribusi frekuensi sikap ... 70

Tabel 4.7 Data distribusi frekuensi perilaku ... 70

Tabel 4.8 Hubungan pengetahuan dengan perilaku ... 71

(9)

ix

(10)

x

Lampiran 2. Kuesioner Hubungan pengetahuan dan sikap perawat tentang kualitas perawatan DC dengan perilaku pencegahan infeksi nosokomial saluran kemih pada pasien stroke di ruang inap RSUD Dr Soehadi Prijonegoro Sragen

Lampiran 3. Lembar Persetujuan Responden

Lampiran 4. Surat Pernyataan/ Persetujuan (Informed Consent) Lampiran 5. Pengajuan Ijin Pendahuluan studi (F.04)

Lampiran 6. Pernyataan Pengajuan Judul Skripsi (F.02) Lampiran 7. Lembar Konsultasi Dosen Pembimbing Lampiran 8. Surat Ijin Pendahuluan Penelitian Lampiran 9 Surat ijin Uji Validitas & Reliabilitas Lampiran 10 Surat Ijin Penelitian

(11)

xi

Agnes Triwijaya Kusumawati

Hubungan pengetahuan dan sikap perawat tentang kualitas perawatan dower catheter dengan perilaku pencegahan infeksi nosokomial saluran kemih pada

pasien stroke di ruang inap RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen

Abstrak

Penyakit Stroke memerlukan perawatan yang cukup serius, salah satunya pemasangan DC.Tindakan ini perlu perawatan rutin dan perlu pengetahuan dan sikap yang baik sehingga akan berpengaruh pada perilaku pencegahan ISK. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap perawat tentang kualitas perawatan DC dengan perilaku pencegahan infeksi nosokomial saluran kemih pada pasien stroke di ruang inap RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen.

Desain penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif dengan pendekatan cross sectional. Sampel berjumlah 50 orang perawat diruang inap penyakit syaraf. Uji analisa data yang dipakai adalah uji Chi Square. Instrument penelitian menggunakan kuesioner.

Hasil penelitian menunjukkan variabel pengetahuan ditemukan nilai hitung > x² tabel (7,890 > 3,841) dan nilai p= 0,005, maka H0 ditolak yang artinya ada hubungan pengetahuan perawat tentang kualitas perawatan DC terhadap perilaku pencegahan infeksi nosokomial saluran kemih. Sedangkan variabel sikap ditemukan nilai x² hitung > x² tabel (4,608 > 3,841) dan nilai p= 0,032 sehingga H0 ditolak. Yang artinya ada hubungan sikap perawat tentang kualitas perawatan DC dengan perilaku pencegahan infeksi nosokomial saluran kemih.

Kesimpulan penelitian ini adalah terdapat hubungan pengetahuan dan sikap perawat tentang kualitas perawatan DC dengan perilaku pencegahan infeksi nosokomial saluran kemih pada pasien Stroke diruang inap RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen.

Kata kunci: pengetahuan, sikap, perilaku, perawatan DC, infeksi nosokomial saluran kemih stroke

(12)

xii

Agnes Triwijaya Kusumawati

The Relationship between Nurses’ Knowledge and Attitude on the Quality of

Dower Catheter Treatment and Preventive Behavior for Nosocomial Urinary Tract Infections (UTI) of Patients with Stroke in Inpatient Wards at dr.

Soehadi Prijonegoro Regional Public Hospital of Sragen

Abstract

Stroke is a disease requiring serious treatments, one of which is the placement of Dower Catheter (DC). This medical therapy needs regular treatment and good knowledge and attitude which influence the prevention of Urinary Tract Infections (UTI). This research aims at investigating the relationship between nurses’ knowledge and attitude on the quality of Dower Catheter treatment and preventive behavior for nosocomial urinary tract infections of patients with stroke in inpatient wards at dr. Soehadi Prijonegoro Regional Public Hospital of Sragen.

This is a descriptive quantitative research with cross sectional approach. The reseach samples comprising 50 nurses in neurology inpatient wards. Chi Square test was applied for data analysis. Questionnaires were used as the research instrumenst.

The results demonstrate that the knowledge variable is characterized with the value of x² count > x² table (7.890 > 3.841) and p-value = 0.005, and therefore, H0 is rejected, meaning that there is a relationship between nurses’ knowledge on the quality of Dower Catheter treatment and preventive behavior for nosocomial urinary tract infections. Meanwhile, the result on attitude variable shows x² count > x² table (4.608 > 3.841) and p-value = 0.032; and hence, H0 is rejected. This indicates that there is a relationship between nurses’ attitude on the quality of Dower Catheter treatment and preventive behavior for nosocomial urinary tract infections.

It can be concluded that there is a relationship between nurses’ knowledge and attitude on the quality of Dower Catheter treatment and preventive behavior for nosocomial urinary tract infections of patients with stroke in inpatient wards at dr. Soehadi Prijonegoro Regional Public Hospital of Sragen.

Keywords : knowledge, attitude, behavior, DC treatment, nosocomial urinary tract infection, stroke

(13)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar belakang masalah

Stroke merupakan salah satu masalah kesehatan yang cukup serius didalam beberapa tahun terakhir ini. Perawatan dan penyembuhan penyakit ini membutuhkan waktu yang cukup lama, sehingga menyebabkan timbulnya berbagai masalah seperti beban keluarga dan dapat menyebabkan kecacatan jangka panjang atau bahkan kematian pada penderita dengan penyakit stroke (Fatmawati, 2010 ).

Berdasarkan data WHO (2010), setiap tahunnya terdapat 15 juta orang diseluruh dunia menderita stroke dengan jumlah kematian sebanyak lima juta orang dan lima juta orang lainnya mengalami kecacatan yang permanen. Penyakit stroke telah menjadi masalah kesehatan yang menjadi penyebab utama kecacatan pada usia dewasa dan merupakan salah satu penyebab terbanyak di dunia (Xu, et al, 2010). Prevalensi kejadian stroke di Amerika diperkirakan sekitar dua juta penderita pasca stroke di tahun 2008. Insiden stroke di India diperkirakan sekitar 203 pasien per 100.000 penduduk, dan di China insiden stroke sekitar 219 per 100.000 penduduk. Di Indonesia stroke merupakan pembunuh nomor tiga. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 pada usia 45-54 tahun angka kematian akibat stroke sebesar 15,9% (di daerah perkotaan) dan 11,5% (di daerah pedesaan) (Sjahrir, 2009). Jumlah total penderita stroke di Indonesia, sekitar 2,5 persen atau 250

(14)

ribu orang meninggal dunia dan sisanya cacat ringan maupun berat (Menkes RI, 2009).

Kasus stroke di rumah sakit sebagian besar membutuhkan perawatan yang cukup lama.Kelemahan atau kelumpuhan juga seringkali masih dialami pasien sewaktu keluar dari rumah sakit. Keluarga perlu mempertimbangkan tingkat kemandirian atau tingkat ketergantungan pasien terhadap orang lain dalam melakukan aktifitas kehidupan sehari-hari (AKS) Mulyatsih (2008). Aktivitas kehidupan sehari-hari / ADL (activity daily living) adalah fungsi dan aktivitas individu yang normalnya dilakukan tanpa bantuan orang lain (Wallace dalam Triswandari, 2008). Penelitian Haqhqoo et al, (2013) menemukan sekitar 65,5% penderita stroke ketergantungan dan membutuhkan bantuan orang lain dalam memenuhi kebutuhan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS).

Penderita stroke biasa memerlukan pemasangan alat bantu BAK yang biasa di kenal dengan selang kencing (dower catheter). Pemasangan DC bertujuan untuk memberikan kenyamanan bagi pasien, disamping itu juga memudahkan perawat / dokter untuk memantau output cairan penderita. Terdapat sisi keuntungan dan kegunaan pemasangan DC, tetapi ada segi resikonya juga yaitu resiko terjadinya infeksi nosokomial khususnya di saluran kemih. Resiko infeksi nosokomial ini terjadi dikarenakan kurangnya perhatian dan perawatan dari perawat dalam memasang DC. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Afsah (2008) di RS PKU Muhammadiyah

(15)

Yogyakarta didapatkan angka kejadian ISK pada pasien yang dipasang kateter urin sebanyak 20 % dari 30 pasien.

Indikator perawatan DC yang berkualitas adalah berdasarkan pengetahuan dan sikap perawat terhadap standar operasional prosedur (SOP) rumah sakit tentang perawatan DC. Penelitian yang dilakukan oleh Widya Sepalanita (2012) dengan judul pengaruh perawatan kateter urin indwelling model AACN (American association of critical care nurses) terhadap bakteriuria di RSU Raden Mattaher Jambi yang menunjukkan hasil uji bivariat menunjukkan bahwa perawatan kateter urin indwelling model AACN signifikan menurunkan bakteriuria dibandingkan kelompok kontrol.

Tingkat pengetahuan dan pemahaman masing masing perawat berbeda beda, begitu pula dengan sikap dan perilaku perawat yang tidak sama menjadi salah satu faktor penyebab kualitas perawatan DC. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Tri Kesuma Dewi, 2009 tentang Tingkat pengetahuan perawat tentang perawatan kateter urin di RS PKU Muhamadiyah Yogyakarta menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan perawat tentang SOP perawatan DC secara keseluruhan dalam kriteria baik 20% dan dalam kriteria cukup sebanyak 80%. Penelitian oleh Kasmad, 2007 tentang hubungan antara kualitas perawatan kateter dengan kejadian infeksi nosokomial saluran kemih” menjelaskan bahwa terdapat hubungan antara kualitas perawatan kateter dengan kejadian infeksi nosokomial saluran kemih.

Hasil studi pendahuluan di RSUD Dr Soehadi Prijonegoro Sragen yaitu didapatkan jumlah pasien stroke di RSUD Dr Soehadi Prijonegoro

(16)

Sragen dari bulan Januari sampai bulan April 2015 berjumlah 180 pasien. Berdasarkan data dari Tim PPI RSUD Dr Soehadi Prijonegoro Sragen, rata rata pasien stroke tersebut terpasang DC yaitu sekitar 65% dari total penderita stroke yang dirawat di rumah sakit tersebut. Hasil wawancara dari 10 orang perawat di rumah sakit tersebut, enam orang perawat tersebut mengatakan tidak pernah melakukan perawatan DC pada pasien yang terpasang DC dan empat orang perawat mengatakan rutin melakukan perawatan DC meskipun belum begitu menguasai bagaimana SOP perawatan DC yang benar. Di ruang syaraf kelas tiga sebagian besar perawat yang jaga mengatakan tidak paham bagaimana SOP perawatan DC yang benar dan tidak pernah melakukan perawatan DC tersebut. Angka kejadian INOS di RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen menurut Tim PPI sebanyak 0,6 %. Kejadian INOS yang sering terjadi adalah decubitus dan plebitis. Sedangkan untuk kasus pemasangan DC belum menjadi perhatian oleh Tim PPI dirumah sakit tersebut.

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul hubungan pengetahuan dan sikap perawat tentang kualitas perawatan dower catheter dengan perilaku pencegahan infeksi nosokomial saluran kemih pada pasien stroke di ruang Inap RSUD Dr Soehadi Prijonegoro Sragen.

1.2Rumusan masalah

Kasus stroke memerlukan beberapa perawatan yang berkelanjutan sebagai contoh adalah pemasangan alat bantu BAK yaitu pemasangan DC.

(17)

Tindakan ini membutuhkan perawatan yang tepat agar terhindar dari infeksi khususnya pada saluran kemih. Bagi perawat yang merawat pasien tersebut jelas membutuhkan pengetahuan dan sikap yang baik tentang tindakan tersebut sehingga diharapkan perilaku mereka pun dapat mengurangi resiko terjadinya inos pada saluran kemih.

Berdasarkan ringkasan latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang: Bagaimanakah hubungan antara pengetahuan dan sikap perawat tentang kualitas perawatan dower catheter dengan perilaku pencegahan infeksi nosokomial saluran kemih pada pasien stroke di ruang inap RSUD Dr Soehadi Prijonegoro Sragen ?.

1.3 Tujuan penelitian 1.3.1 Tujuan umum

Mengetahui hubungan antara pengetahuan dan sikap perawat tentang kualitas perawatan DC dengan perilaku pencegahan infeksi nosokomial saluran pada pasien stroke kemih di ruang inap RSUD Dr Soehadi Prijonegoro Sragen.

1.3.2 Tujuan khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk:

a. Mengidentifikasi karakteristik demografi perawat di ruang inap RSUD Dr Soehadi Prijonegoro Sragen.

b. Mengidentifikasi pengetahuan perawat tentang kualitas perawatan DC. c. Mengidentifikasi sikap perawat tentang kualitas perawatan DC.

(18)

d. Mengidentifikasi perilaku perawat tentang pencegahan infeksi nosokomial saluran kemih.

e. Mengidentifikasi hubungan antara pengetahuan perawat tentang kualitas perawatan DC dengan perilaku pencegahan infeksi nosokomial saluran kemih pada pasien stroke di ruang inap RSUD Dr Soehadi Prijonegoro Sragen.

f. Mengidentifikasi hubungan antara sikap perawat tentang kualitas perawatan DC dengan perilaku pencegahan infeksi nosokomial saluran kemih pada pasien stroke di ruang inap RSUD Dr Soehadi Prijonegoro Sragen.

1.4Manfaat penelitian

1.4.1 Bagi rumah sakit / masyarakat. a. Bagi rumah sakit

Penelitian ini diharapkan mampu menjadi dasar dalam pembuatan SOP perawatan DC yang benar dan berkualitas dan dapat merubah pola perilaku perawat / tenaga medis lain dalam mengurangi kejadian infeksi nosokomial saluran kemih.

b.Bagi masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat mengurangi kejadian infeksi nosokomial saluran kemih pada masyarakat.

1.4.2 Bagi penelitian lain.

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber acuan dalam pembuatan penelitian lain berikutnya.

(19)

1.4.3 Bagi institusi pendidikan.

Penelitian ini diharapkan dapat menambah materi tentang pembuatan SOP perawatan DC dan juga menambah referensi tentang infeksi nosokomial saluran kemih.

1.4.4 Bagi peneliti.

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai pengalaman dan wawasan serta menambah pengetahuan bagi peneliti dalam membuat sebuah penelitian.

(20)

8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1Tinjauan teori 2.1.1 Pengetahuan 2.1.1.1Pengertian pengetahuan

Pengetahuan adalah sesuatu yang diketahui setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan diperoleh dari usaha seseorang mencari tahu terlebih dahulu terhadap rangsangan berupa objek dari luar melalui proses sensori dan interaksi antara dirinya dengan lingkungan sosial sehingga memperoleh pengetahuan baru tentang suatu objek (Notoadmodjo, 2010).

Pengetahuan (knowledge) adalah hasil tahu dari manusia yang sekedar menjawab pertanyaan “what”. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan, penciuman, rasa dan raba. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behaviour) (Notoadmodjo, 2010).

Menurut Bloom & Skinner pengetahuan adalah kemampuan seseorang untuk mengungkapkan kembali apa yang diketahuinya dalam bentuk bukti jawaban baik lisan dan tulisan, bukti atau tulisan tersebut merupakan reaksi dari suatu stimulasi yang berupa pertanyaan baik lisan maupun tulisan (Notoadmodjo, 2010).

(21)

2.1.1.2Tingkat pengetahuan

Tingkat pengetahuan yang cukup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan yaitu ( Bloom, 1956 dalam Notoadmodjo, 2010):

1. Tahu (know)

Tahu artinya sebagai kemampuan mengingat materi yang telah dipelajari sebelumnya, yang termasuk pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang diterima. Tahu merupakan tingkatan pengetahuan yang pakling rendah, kata kerja untuk mengukurnya antara lain: menyebutkan, menguraikan, mengidentifikasi, menyatakan dan sebagainya.

2. Memahami (comprehension)

Memahami berarti kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui serta dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya.

3. Aplikasi (application)

Aplikasi merupakan suatu kemampuan untuk menggunakan materi yng telah dipelajari pada situasi dan kondisi yang sebenarnya pada kenyataannya.

(22)

4. Analisa (analysis)

Aplikasi dituntut untuk bisa menganalisa suatu hubungan atau situasi. a) Sintesa (synthesis)

Sintesa menunjukan pada kemampuan untuk menjelaskan atau menghubungkan bagian-bagian dalam satu bentuk keseluruhan yang baru.

b) Evaluasi (evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek atau materi. Penilaian ini berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan seendiri atau menggunakan kriteri-kriteria yang telah ada.

2.1.1.3Sumber-sumber pengetahuan

Sumber-sumber pengetahuan antara lain (Salam, 2003): 1. Empirisme

Pengetahuan diperoleh melalui pengalaman dengan jalan observasi atau dengan penginderaan.

2. Rasionalisme

Pengetahuan diperoleh dari pikiran manusia, sehingga mampu mengetahui kebenaran.

3. Intuisionisme

Secara etiomologi istilah intuisi berarti langsung melihat. Intuisi dapat dipergunakan sehingga kita mengetahui diri kita, karakter, perasaan, dan motif orang lain serta kita mengetahui, mengalami hakekat

(23)

sebenarnya tentang aktu, gerak dan aspek yang mendasar dalam jagad raya.

4. Wahyu Allah

Pengetahuan disampaikan oleh Allah S.W.T kepada manusia lewat para nabi yang diutusnya.

2.1.1.4Faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan

Tingkat pengetahuan adalah suatu keadaan yang merupakan hasil dari suatu sistem pendidikan yang akanmendapatkan pengalaman dimana suatu saat akan memberikan pengetahuan dan kemampuan tertentu. Pengetahuan dalam masyarakat dipengaruhi beberapa faktor antara lain (Notoadmodjo, 2010).

1. Umur

Umur adalah lamanya hidup yang dihitung sejak lahir sampai saat ini. Umur merupakan periode terhadap pola-pola kehidupan yang baru. Semakin bertambah umur pengetahuan semakin meningkat, semakin tua (umur) pengetahuan akan mengalami degenerasi.

2. Tempat tinggal

Tempat tinggal adalah tempat menetap responden sehari-hari. Pengetahuan seseorang akan lebih baik jika berada diperkotaan dari pada di pedesaan karena diperkotaan perkembangan teknologi sangat maju sehingga mudah dan luas kesempatan untuk mendapatkan informasi.

(24)

3. Sosial ekonomi

Lingkungan sosial akan mendukung tingginya pengetahuan seseorang sedang ekonomi dikaitkan dengan pendidikan. Ekonomi baik, tingkat pendidikan akan tinggi sehingga tingkat pengetahuan akan tinggi pula. 4. Kultur (budaya dan agama)

Budaya sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan seseorang. Karena informasi yang baru akan disaring kira-kira sesuai tidak dengan budaya yang ada dan agama yang dianut.

5. Pendididkan

Semakin tinggi pendidikan maka ia akan mudah menerima hal-hal baru dan mudah menyesuaikan diri dengan hal yang baru tersebut. 6. Pengalaman

Pengalaman disini dikaitkan dengan umur dan pendidikan individu, maksudnya adalah pendidikan yang semakin tinggi maka pengalaman akan semakin luas, sedangkan semakin tua umur seseorang, maka pengalaman semakin banyak.

7. Sumber informasi

Informasi yang diperoleh dari berbagai sumber akan mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang. Bila seseorang banyak memperoleh informasi maka ia akan cenderung mempunyai pengetahuan yang lebih luas. Pengetahuan dapat diukur dengan menggunakan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang akan diukur dari subjek peneliti atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin

(25)

kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkat-tingkat tersebut diatas (Notoadmodjo, 2010).

2.1.2 Sikap

2.1.2.1Pengertian sikap

Sikap adalah keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi), dan predisposisi tindakan (konasi) terhadap suatu aspek dilingkungan sekitarnya (Secord & Backman dalam Saifuddin Azwar, 2012).

Sikap adalah kesiapan atau kecendrungan seseorang untuk bertindak berkenaan dengan objek tertentu (Harlen dalam Djali, 2006). Definisi-definisi sikap yang telah dijelaskan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan sikap merupakan keadaan sikap, bertingkah laku, atau respon yang diberikan atas apa yang terjadi, serta bereaksi dengan cara tertentu yang dipengaruhi oleh keadaan emosional terhadap objek, baik berupa orang, lembaga atau persoalan tertentu yang didalamnya terdapat tiga komponen, yaitu komponen kognitif, komponen afektif, serta komponen tingkah laku. Sikap juga dapat mempengaruhi keadaan seseorang untuk memilih sesuatu yang dianggapnya benar, disaat ia dihadapkan di pilihan yang benar dan salah, karena sikap merupakan keadaan emosional seseorang.

(26)

2.1.2.2Unsur-unsur sikap

Sikap mengandung unsur-unsur, yaitu:

1. Adanya objek: tanpa adanya objek sikap tidak akan terbentuk.

2. Bentuk sikap berupa pandangan, perasaan, kecenderungan untuk bertindak (respon terhadap objek).

3. Tanpa adanya individu suatu sikap tidak akan terjadi walau adanya objek, begitu pula sebaliknya.

Berdasarkan uraian di atas, unsur yang terdapat dalam sikap ini merupakan hal yang mempengaruhi sikap itu sendiri. Karena unsur merupakan hal terpenting dalam pembentuk sikap, baik itu sikap positif atau negatif.

2.1.2.3Struktur sikap

Menurut Saifuddin Azwar (2012) struktur sikap terdiri dari tiga komponen yang saling menunjang yaitu :

1. Komponen Kognitif

Komponen kognitif berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap.

2. Komponen Afektif

Komponen afektif menyangkut masalah emosional subjektif seseorang terhadap suatu objek sikap.

(27)

3. Komponen perilaku/konatif

Komponen perilaku atau konatif dalam struktur sikap menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya.

Sikap yang dimiliki seseorang adalah suatu jalinan atau suatu kesatuan dari berbagai komponen yang bersifat evaluasi. Langkah pertama adalah keyakinan, pengetahuan, dan pengamatan. Kedua, perasaan atau feeling. Ketiga, kecenderungan individu untuk melakukan atau bertindak. Ketiga komponen tersebut saling berkaitan yang sangat erat dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Ketiganya merupakan suatu sistem yang menetap pada diri individu yang dapat menjelmakan suatu penilaian positif atau negatif. Penilaian tersebut disertai dengan perasaan tertentu yang mengarah pada kecenderungan yang setuju (pro) dan tidak setuju (kontra).

Ketiga komponen sikap ini saling terkait erat pada kognisi atau perasaan seseorang terhadap suatu objek sikap tertentu, maka dapat diketahui pula kecenderungan perilakunya. Kenyataannya tidak selalu suatu sikap tertentu berakhir dengan perilaku yang sesuai dengan sikap. Ketiga komponen dari sikap menyangkut kecenderungan berperilaku. Pada mulanya secara sederhana diasumsikan bahwa sikap seseorang menentukan perilakunya. Tetapi, lambat laun disadari banyak kejadian dimana perilaku tidak didasarkan pada sikap.

(28)

2.1.2.4Bentuk sikap

Selanjutnya sikap dapat dibedakan atas bentuknya dalam sikap positif dan sikap negatif (Azwar, 2012), yaitu:

1. Sikap positif

Merupakan perwujudan nyata dari intensitas perasaan yang memperhatikan hal-hal yang positif. Suasana jiwa yang lebih mengutamakan kegiatan kreatif daripada kegiatan yang menjemukan, kegembiraan daripada kesedihan, harapan daripada keputusasaan. Sesuatu yang indah dan membawa seseorang untuk selalu dikenang, dihargai, dihormati oleh orang lain. Sikap yang positif dinyatakan oleh seseorang tidak hanya dengan mengekspresikannya hanya melalui wajah, tetapi juga dapat melalui bagaimana cara ia berbicara, berjumpa dengan orang lain, dan cara menghadapi masalah.

2. Sikap negatif

Sikap negatif harus dihindari, karena hal ini mengarahkan seseorang pada kesulitan diri dan kegagalan. Sikap ini tercermin pada muka yang muram, sedih, suara parau, penampilan diri yang tidak bersahabat. Sesuatu yang menunjukkan ketidakramahan, ketidak mentenangkan, dan tidak memiliki kepercayaan diri.

2.1.2.5Ciri-ciri sikap

Sikap merupakan keadaan sikap, bertingkah laku, atau respon yang diberikan atas apa yang terjadi, serta bereaksi dengan cara tertentu yang dipengaruhi oleh keadaan emosional terhadap objek, baik berupa orang,

(29)

lembaga atau persoalan tertentu. Perbedaan antara attitude, motif kebiasaan dan lain-lain, faktor psikis yang turut menyusun pribadi orang, maka telah dirumuskan lima buah sifat khas dari pada attitude. (W. A. Gerungan, 2009).

Adapun ciri-ciri sikap itu adalah:

1. Attitude ini bukan dibawa orang sejak lahir melainkan dibentuk atau dipelajari sepanjang perkembangan orang lain dalam hubungan dengan objeknya.

2. Attitude itu dapat berubah-ubah.

3. Attitude itu tidak berdiri sendiri melainkan senantiasa mengandung relasi tertentu terhadap objek.

4. Objek attitude kumpulan dari hal-hal tertentu.

5. Attitude tidak mempunyai segi-segi motivasi dan segi perasaan, sifat inilah yang membedakan attitude dari pada kecakapan-kecakapan atau pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki orang.

2.1.2.6Fungsi sikap

Menurut Katz dalam Zaim Elmubarok (2008) ada empat fungsi sikap yaitu:

1) Fungsi penyesuaian atau fungsi manfaat yang menunjukkan bahwa individu dengan sikapnya berusaha untuk memaksimalkan hal-hal yang diinginkannya dan menghindari hal-hal yang tidak diinginkannya, maka individu akan membentuk sikap positif terhadap

(30)

hal-hal yang dirasakan akan mendatangkan keuntungan dan membentuk sikap negatif terhadap hal-hal yang merugikannya.

2) Fungsi pertahanan ego yang menunjukkan keinginan individu untuk menghindarkan diri serta melindungi dari hal-hal yang mengancam egonya atau apabila ia mengetahui fakta yang tidak mengenakkan, maka sikap dapat berfungsi sebagai mekanisme pertahanan ego yang akan melindunginya dari kepahitan kenyataan tersebut.

3) Fungsi pernyataan nilai, menunjukkan keinginan individu untuk memperoleh kepuasan dalam menyatakan sesuatu nilai yang dianutnya sesuai dengan penilaian pribadi dan konsep dirinya.

4) Fungsi pengetahuan, menunjukkan keinginan individu untuk mengekspresikan rasa ingin tahunya, mencari pebalaran dan untuk mengorganisasikan pengalamannya.

Sikap memiliki fungsi penting dalam hidup. Bagi individu agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan di tempat tinggalnya. Agar sesuai dengan tata cara kebiasaan setempat serta dapat merubah sikap individu untuk terus berubah ke kebaikan.

Menurut Walgito (2010) terdapat empat fungsi sikap, antara lain: a. Sikap berfungsi sebagai alat untuk menyesuaikan diri.

Sikap adalah sesuatu yang bersifat communicable, artinya sesuatu yang mudah menjalar, sehingga mudah pula menjadi milik bersama. Sikap berfungsi sebagai alat pengukur pengalaman-pengalaman.

(31)

c. Sikap berfungsi sebagai alat pengukur pengalaman-pengalaman.

Manusia di dalam menerima pengalaman-pengalaman dari dunia luar sikapnya tidak pasif, tetapi diterima secara aktif, artinya pengalaman yang berasal dari dunia luar itu tidak semuanya dilayani oleh manusia, tetapi manusia memilih mana-mana yang perlu dan mana yang tidak perlu dilayani.

d. Sikap berfungsi sebagai pernyataan kepribadian. Sikap sering mencerminkan pribadi seseorang, karena sikap tidak pernah terpisah dari pribadi yang mendukungnya.

Berdasarkan pendapat di atas, fungsi sikap merupakan alat yang digunakan untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan, dan sikap merupakan hasil dari cerminan sikap seseorang, baik itu baik ataupun buruk, serta merupakan alat pengatur tingkah laku dan perekam pengalaman-pengalaman yang terjadi di dalam diri pribadi seseorang. 2.1.2.7Perubahan sikap

Menurut Davidoff dalam Zaim Elmubarok (2008) Sikap dapat berubah dan berkembang karena hasil dari proses belajar, proses sosialisasi, arus informasi, pengaruh kebudayaan dan adanya pengalaman-pengalaman baru yang dialami oleh individu. Menurut Sarlito W. Sarwono (2009), sikap dapat terbentuk atau berubah melalui empat cara yaitu : 1) Adopsi

Adopsi yaitu kejadian-kejadian dan peristiwa-peristiwa yang terjadi berulang-ulang dan terus menerus, lama kelamaan secara bertahap

(32)

diserap kedalam diri individu dan mempengaruhi terbentuknya suatu sikap.

2) Diferensiasi

Berkembangnya intelegensi dan bertambahnya pengalaman, sejalan dengan bertambahnya usia, maka ada hal-hal yang sebelumnya dianggap sejenis, sekarang dipandang tersendiri lepas dari jenisnya. Terhadap objek tersebut dapat terbentuk sikap tersendiri pula.

3) Integrasi

Pembentukan sikap disini terjadi secara bertahap, dimulai dengan berbagai pengalaman yang berhubungan dengan suatu hal tertentu sehingga akhirnya terbentuk sikap mengenai hal tersebut.

4) Trauma

Trauma adalah pengalaman yang terjadi secara tiba-tiba dan menegangkan yang meninggalkan kesan mendalam pada jiwa orang yang bersangkutan. Pengalaman-pengalaman yang traumatis juga menyebabkan perubahan sikap.

Menurut Kelman dalam Azwar S (2012) ada tiga proses yang berperan dalam proses perubahan sikap yaitu :

1. Kesediaan (compliance)

Terjadinya proses yang disebut kesediaan adalah ketika individu bersedia menerima pengaruh dari orang lain atau kelompok lain dikarenakan ia berharap untuk memperoleh reaksi positif, seperti pujian, dukungan, simpati, dan semacamnya sambil menghindari

(33)

hal-hal yang dianggap negatif. Perubahan perilaku yang terjadi dengan cara seperti itu tidak akan dapat bertahan lama dan biasanya hanya tampak selama pihaklain diperkirakan masih menyadari akan perubahan sikap yang ditunjukkan.

2. Identifikasi (identification)

Proses identifikasi terjadi apabila individu meniru perilaku atau sikap seseorang atau sikap sekelompok orang dikarenakan sikap tersebut sesuai dengan apa yang dianggapnya sebagai bentuk hubungan menyenangkan antara lain dengan pihak yang dimaksud. Pada dasarnya proses identifikasi merupakan sarana atau cara untuk memelihara hubungan yang diinginkan dengan orang atau kelompok lain dan cara menopang pengertiannya sendiri mengenai hubungan tersebut.

3. Internalisasi (internalization)

Internalisasi terjadi apabila individu menerima pengaruh dan bersedia menuruti pengaruh itu dikarenakan sikap tersebut sesuai dengan apa yang ia percaya dan sesuai dengan sistem nilai yang dianutnya. Isi dan hakekat sikap yang diterima itu sendiri dianggap memuaskan oleh individu. Sikap demikian itulah yang biasanya merupakan sikap yang dipertahankan oleh individu dan biasanya tidak mudah untuk berubah selama sistem nilai yang ada dalam diri individu yang bersangkutan masih bertahan.

(34)

2.1.2.8Jenis-jenis skala sikap

Menurut Arikunto (1993) ada beberapa bentuk skala yang dapat digunakan untuk mengukur sikap, antara lain:

1) Skala Likert

Skala ini disusun dalam bentuk suatu pernyataan dan diikuti oleh lima respons yang menunjukkan tingkatan. Misalnya seperti yang telah dikutip, yaitu:

SS = Sangat setuju S = Setuju

TB = Tidak berpendapat TS = Tidak setuju

STS = Sangat tidak setuju 2) Skala Jhon West

Skala ini penyederhana dari skala Likert yang mana disusun dalam bentuk suatu pernyataan dan diikuti oleh tiga respons yang menunjukkan tingkatan. Misalnya:

S = Setuju R = Ragu-ragu TS = Tidak setuju 3) Skala pilihan ganda

Skala ini bentuknya seperti soal pilihan ganda yaitu suatu pernyatan yang diikuti oleh sejumlah alternative pendapat.

(35)

4) Skala Thurstone

Skala Thurstone merupakan skala mirip skala Likert karena merupakan suatu instrumen yang jawabannya menunjukkan tingkatan.

5) Skala Guttman

Skala ini dengan yang disusun oleh Bergadus, yaitu berupa tiga atau empat buah pernyataan yang masing-masing harus dijawab “ya” atau

“tidak”. Pernyataan-pernyataan tersebut menunjukkan tingkatan yang

berurutan sehingga bila respoden setuju pernyataan nomor 2, diasumsikan setuju nomor 1. Selanjutnya jika responden setuju dengan nomor 3, berarti setuju pernyataan nomor 1 dan 2.

6) Semantic Differential

Instrumen yang disusun oleh Osgood dan kawan-kawan ini mengukur konsep-konsep untuk tiga dimensi. Dimensi-dimensi yang ada diukur dalam tiga kategori. Baik-tidak baik, kuat-lemah, cepat-lambat dan aktif–pasif, atau dapat juga berguna–tidak berguna.

2.1.3 Perawat

2.1.3.1Pengertian perawat

Perawat (nurse) berasal dari bahasa latin yaitu kata nutrix yang berarti merawat atau memelihara. Menurut Kusnanto (2003), perawat adalah seseorang (seorang profesional) yang mempunyai kemampuan, tanggung jawab dan kewenangan melaksanakan pelayanan/asuhan keperawatan pada berbagai jenjang pelayanan keperawatan.

(36)

Wardhono (1998) mendefinisikan perawat adalah orang yang telah menyelesaikan pendidikan professional keperawatan, dan diberi kewenangan untuk melaksanakan peran serta fungsinya.

Perawat adalah suatu profesi yang mempunyai fungsi autonomi yang didefinisikan sebagai fungsi profesional keperawatan. Fungsi profesional yaitu membantu mengenali dan menemukan kebutuhan pasien yang bersifat segera. Itu merupakan tanggung jawab perawat untuk mengetahui kebutuhan pasien dan membantu memenuhinya. Dalam teorinya tentang disiplin proses keperawatan mengandung elemen dasar, yaitu perilaku pasien, reaksi perawat dan tindakan perawatan yang dirancang untuk kebaikan pasien (Suwignyo, 2007)

2.1.4 Perilaku

2.1.4.1Pengertian

Perilaku adalah tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau lingkungan (Depdiknas, 2005). Perilaku juga diartikan sebagai suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan (Notoatmodjo, 2007). Pengertian lain tentang perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan, yang dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung (Sunaryo, 2004).

Skinner (1938) seorang ahli psikologi merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar), oleh karena perilaku itu terjadi melalui proses adanya stimulus

(37)

terhadap organisme dan kemudian organisme tersebut merespons. Respons dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

a. Respondent respons atau reflexive, yaitu respons yang timbulkan oleh rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu. Misalnya cahaya terang menyebabkan mata tertutup. Respons ini mencakup perilaku emosional, misalnya mendengar berita musibah menjadi sedih.

b. Operant respons atau instrumental respons, yaitu respons yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu. Misalnya apabila petugas kesehatan melaksanakan tugasnya dengan baik kemudian memperoleh penghargaan dari atasannya, maka petugas kesehatan tersebut akan lebih baik dalam melaksanakan tugasnya.

2.1.4.2Ciri-ciri perilaku

Ciri-ciri perilaku antara lain (Notoadmodjo, 2003): 1. Kepekaan sosial

Kepekaan sosial merupakan kemampuan manusia untuk dapat menyesuaikan perilaku sesuai pandangan dan harapan orang lain. Manusia adalah makhluk sosial yang dalam hidupnya perlu kawan dan bekerja sama dengan orang lain.

2. Kelangsungan perilaku

Kelangsungan perilaku merupakan antara perilaku yang satu ada kaitannya dengan perilaku yang lain, perilaku sekarang adalah kelanjutan perilaku yang baru lalu, dan seterusnya. Secara sigkat,

(38)

perilaku perilaku manusia terjadi secara berkesinambungan bukan serta merta.

3. Orientasi tugas

Orientasi tugas meupakan setiap perilaku selalu memiliki orientasi pada tugas tertentu.

4. Usaha dan perjuangan

Usaha dan perjuangan pada manusia telah dipilih dan ditentukan sendiri serta tidak akan memperjuangkan sesuatu yang memang tidak ingin diperjuangkan.

2.1.4.3Jenis perilaku

Jenis perilaku dibagi menjadi dua, antara lain (Notoadmodjo, 2003): 1. Perilaku tertutup (cover behaviour)

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (cover). Respon atau reaksi stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan atau kesadaran dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.

2. Perilaku terbuka (overt behaviour)

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktik (practice), yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat orang lain.

(39)

2.1.4.4Determinan perilaku

Faktor penentu atau determinan perilaku manusia sulit untuk dibatasi karena perilaku merupakan resultansi dari berbagai faktor, baik internal maupun eksternal (lingkungan). Secara lebih terinci perilaku manusia sebenarnya merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan, seperti pengetahuan keinginan, kehendak, minat, motivasi, persepsi, sikap dan sebagainya. Namun demikian pada realitasnya sulit dibedakan atau dideteksi gejala kejiwaan yang menentukan perilaku seseorang. Apabila ditelusuri lebih lanjut, gejala kejiwaan tersebut ditentukan atau dipengaruhi oleh berbagai faktor lain, diantaranya adalah faktor pengalaman, keyakinan, sarana fisik, sosio-budaya masyarakat dan sebagainya (Notoatmodjo, 2003).

2.1.4.5Faktor yang mempengaruhi perilaku

Menurut teori Lawrance Green dan kawan-kawan (1980) menyatakan bahwa perilaku manusia dipengaruhi oleh dua faktor pokok, yaitu faktor perilaku (behaviour causes) dan faktor diluar perilaku (non behaviour causes). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor yaitu:

a. Faktor predisposisi (predisposing factors), yang mencakup pengetahuan, sikap, kepercayaan, norma sosial dan unsur lain yang terdapat pada diri individu atau masyarakat.

b. Faktor pemungkin (enabling factor), yang mencakup umur, status sosial ekonomi, pendidikan dan lingkungan fisik,

(40)

c. Faktor penguat (reinforcement factor), faktor yang menguatkan perubahan perilaku seseorang yang dipengaruhi oleh sikap suami, orang tua, tokoh masyarakat dan petugas kesehatan (Notoatmodjo, 2003).

2.1.4.6Domain perilaku

Perilaku manusia dibagi menjadi tiga domain ( Bloom, 1990 dikutip oleh Notoadmodjo, 1997):

1. Cognitive domain (ranah kognitif)

Cognitif domain dapat diukur dari knowledge (pengetahuan). Pengetahuan adalah hasil dari tahu terjadi melalui proses sensori khususnya mata dan telinga terhadap objek tertentu. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku terbuka (overt behaviour). Perilaku yang didasari pengetahuan umumnya bersifat langsung (Sunaryo,2004).

2. Affective domain diukur dari attitude( sikap)

Sikap merupakan suatu bentuk reaksi atau reaksi perasaan (Azwar, 2007). Sikap mempunyai tingkat berdasarkan intensitas yaitu terdiri dari: menerima, menanggapi, menghargai, nbertanggung jawab (Notoadmodjo, 2005). Sikap juga dapat dibentuk melalui pengalaman pribadi, pengaruh orang lain yang dianggap penting, pengaruh kebudayaan, media massa, lembaga pendidikan dan agama, dan pengaruh faktor emosional.

(41)

3. Psychomotor domain atau practice atau ketrampilan

Merupakan suatu sikap belum belum otomatis terwujud dalam suatui tindakan (overt behaviour). Ketrampilan atau tindakan ini dapat dibedakan menjadi tiga tingkatan menurut kualitasnya adalah sebagai berikut:

a) Praktik terpimpin

Apabila subjek atau seseorang telah melakukan sessuatu tetapi masih tergantung pada tuntutan atau menggunakan panduan. b) Praktik secara mekanis

Apabila subjek atau seseorang telah melakukan atau mempraktikkan sesuatu hal secara otomatis maka disebut praktis atau tindakan mekanis.

c) Adopsi

Suatu tindakan atau praktis yang sudah berkembang. Artinya apa yang dilakukan tidak sekedar rutinitas atau mekanisme saja, tetapi sudah dilakukan modifikasi, atau tindakan atau perilaku yang berkualitas.

2.1.5 Kualitas perawatan dower catheter 2.1.5.1Pengertian Dower Catheter

K a t e t e r (dower catheter) a d a l a h p i p a u n t u k m e m a s u k k a n a t a u m e n g e l u a r k a n c a i r a n . K a t e t e r terutama terbuat dari bahan karet atau plastik, metal, woven silk dan silicon.

(42)

Kateterisasi kandung kemih adalah dimasukkannya kateter melalui urethra (saluran kemih) ke dalam kandung kemih untuk mengeluarkan air seni atau urine. Kateterisasi urine adalah tindakan memasukan selanng kateter kedalam kandung kemih melalu i s a l u r a n k e m i h d e n g a n t u j u a n m e n g e l u a r k a n u r i n ( B r u n n e r & S u d d a r t , 2 0 0 0 ) . 2 . 1 . 5 . 2 P e n g e r t i a n p e r a w a t a n dower catheter P e r a w a t a n k a t e t e r ( D C ) a d a l a h s u a t u t i n d a k a n k e p e r a w a t a n d a l a m m e m e l i h a r a k a t e t e r d e n g a n a n t i s e p t i k u n t u k m e m b e r s i h k a n u j u n g u r e t r a d a n s e l a n g k a t e t e r b a g i a n l u a r s e r t a m e m p e r t a h a n k a n k e p a t e n a n p o s i s i k a t e t e r . 2 . 1 . 5 . 3 T u j u a n p e r a w a t a n k a t e t e r 1 . M e n j a g a k e b e r s i h a n s a l u r a n k e n c i n g 2 . M e m p e r t a h a n k a n k e p a t e n a n (fixasi) k a t e t e r 3 . M e n c e g a h t e r j a d i n y a i n f e k s i 4 . M e n g e n d a l i k a n i n f e k s i 2 . 1 . 5 . 4 K u a l i t a s p e r a w a t a n k a t e t e r ( D C )

(43)

Kualitas perawatan kateter didasarkan pada pemberian perawatan kateter yang dilakukan Kualitas perawatan kateter merupakan tingkat pemberian pelayanan keperawatan berupa perawatan kateter sesuai standar operasional perawatan kateter dengan mengacu pada standar pelayanan profesi keperawatan. Perawatan kateter pada pasien-pasien terpasang kateter dower mutlak dilakukan untuk meminimalkan dampak yang tidak diinginkan berupa terjadinya infeksi nosokomial saluran kemih.

2.1.5.5Jenis tindakan perawatan kateter / DC (Brunner & Suddart, 2000):

1. Tindakan mencuci tangan mutlak harus dilakukan ketika beralih dari pasien yang satu dengan yang lainnya saat memberikan perawatan dan saat sebelum serta sesudah menangani setiap bagian dari kateter atau sistem drainase untuk mengurangi penularan infeksi.

2. Perawatan perineum harus sering dilakukan yaitu mencuci daerh perineum dengan sabun dan air dua kali sehari atau sesuai kebutuhan kliendan setelah defekasi. Sabun dan air efektif mengurangi jumlah mikroorganisme sehingga dapat mencegah kontaminasi terhadap uretra.

3. Kateter urin harus dicuci dengan sabun dan air paling sedikit dua kali sehari, gerakan yang membuat kateter bergeser maju mundur harus dihindari untuk mencegah iritasi pada kandung kemih ataupun orifisium internal uretra yang dapat menimbulkan jalur masuknya kuman kedalam kandung kemih.

(44)

4. Cegah pengumpulan urin dalam selang dengan menghindari berlipat atau tertekuknya selang, terbentang di atas tempat tidur. Hindarkan memposisikan klien diatas selang. Monitoradanya bekuan darah atau sedimen yang dapat menyumbat selang penampung. Urin didalam kantong drainase merupakan tempat yang sangat baik untuk pertumbuhan bakteri.

5. Cegah refluks urin kedalam kandung kemih dengan mempertahankan kantung drainase lebih rendah dari pada ketinggian kandung kemih klien.

6. Kantung penampung tidak boleh menyentuh lantai. Kantung dan selang drainase harus segera diganti jika terjadi kontaminasi, aliran rin tersumbat atau tempat persambungan selang dengan kateter mulai bocor hal ini untuk mencegah berkembangnya bakteri.

7. Kantong urin harus dikosongkan sekurang-kurangnya setiap delapan jam melalui katup (klem) drainase.

8. Mengosongkan kantung penampung kedalam takaran urin untuk klien tersebut, takaran harus dibersihkan dengan teratur agar tidak terjadi kontaminasi pada sistem drainase.

9. Jangan melepaskan sambungan selang kateter, kecuali bila akan dibilas untuk mencegh masuknya bakteri.

10.Kateter urin tidak boleh dilepas dari selang untuk mengambil sampel urin, mengirigasi kateter, memindahkan atau mengubah posisi pasien untuk mencegah kontaminasi bakteri dari luar.

(45)

11.Mengambil urin untuk pemeriksaan harus menggunakan teknik aseptik yaitu ditusuk dengan jarum suntik, bagian yang akan ditusuk harus dibesihkan dulu dengan alkohol atau bethadin.

12.Kateter tidak boleh terpasang lebih lama dari yang diperlukan.

2.1.5.6Standar operasional prosedur (SOP) perawatan kateter (DC) A. Alat dan bahan

a) Sarung tangan steril b) Pengalas

c) Bengkok

d) Lidi waten steril e) Kapas steril f) Kassa steril

g) Antiseptic (bethadin) h) Aquadest / air hangat i) Korentang

j) Plester

k) Kapas alkohol l) Pinset

m) Kantong sampah

B. Prosedur pelaksanaan (Brunner & Suddart, 2002). Tabel 2.1 prosedur pelaksanaan perawatan DC

(46)

No Prosedur pelaksanaan Evaluasi Ttd

A. Tahap Pra Interaksi

1. Mengecek program terapi 2. Mencuci tangan

3. Menyiapkan alat

B. Tahap Orientasi

1. Beri salam & tanya nama pasien

2. Jelaskan tujuan dan prosedur 3. Tanyakan kesiapan pasien

C. Tahap kerja

1. Pasang sampiran & jaga privasi

2. Posisikan pasien pada pria : supinasi, dan pada wanita: dorsal recumbent

3. Pasang perlak & pengalas 4. Pakai sarung tangan

5. Bersihkan genetalia dengan air hangat

6. Pastikan posisi kateter terpasang dengan benar 7. Bersihkan ujung penis( pria)

atau ujung pemasangan kateter.

8. Lepas sarung tangan dan pengalas

9. Rapikan pasien

D. Tahap terminasi

1. Evaluasi tindakan

2. Rapikan pasien dan

lingkungan

3. Berpamitan dengan klien 4. Bereskan dan kembalikan

alat

5. Cuci tangan 6. Dokumentasi

2.1.6 InfeksiNosokomial

(47)

Infeksi adalah peristiwa masuk dan penggandaan mikroorganisme di dalam tubuh pejamu yang mampu menyebabkan sakit (Perry & Potter, 2005; Linda Tietjen, 2004). Infeksi nosokomial dapat didefinisikan sebagai infeksi yang didapatkan saat pasien dirawat dirumah sakit. Pasien dikatakan mengalami infeksi nosokomial apabila memenuhi beberapa kriteria atau batasan sebagai berikut : pada saat pasien mulai dirawat dirumah sakit tidak didapatkan tandatanda klinik dari infeksi, pada saat pasien mulai dirawat dirumah sakit, tidak sedang dalam masa inkubasi dari infeksi (Kozier, 2010).

Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat seseorang dalam waktu 3x24 jam sejak mereka masuk rumah sakit (Depkes RI, 2003). Infeksi nosokomial diakibatkan oleh pemberian layanan kesehatan dalam fasilitas perawatan kesehatan. Rumah sakit merupakan satu tempat yang paling mungkin mendapat infeksi karena mengandung populasi mikroorganisme yang tinggi dengan jenis virulen yang mungkin resisten terhadap antibiotik (Perry & Potter, 2005). Interaksi antara pejamu (pasien,perawat, dokter, dan lain-lain), agen (mikroorganisme pathogen) dan lingkungan (lingkungan rumah sakit, prosedur pengobatan) menentukan seseorang dapat terinfeksi atau tidak. Infeksi nosokomial tidak hanya melibatkan pasien, tetapi juga orang lain yang kontak dengan pasien, termasuk perawat dan petugas kesehatan serta lingkungan rumah sakit (Kozier, 2010).

(48)

Kriteria infeksi nosokomial (Depkes RI, 2003), antara lain:

1. Waktu mulai dirawat tidak didapat tanda-tanda klinik infeksi dan tidak sedang dalam masa inkubasi infeksi tersebut.

2. Infeksi terjadi sekurang-kurangnya 3x24 jam (72 jam) sejak pasien mulai dirawat.

3. Infeksi terjadi pada pasien dengan masa perawatan yang lebih lama dari waktu inkubasi infeksi tersebut.

4. Infeksi terjadi pada neonatus yang diperoleh dari ibunya pada saat persalinan atau selama dirawat di rumah sakit.

Tanda-tanda infeksi jika sudah ada dan terbukti infeksi tersebut didapat penderita ketika dirawat di rumah sakit yang sama pada waktu yang lalu, serta belum pernah dilaporkan sebagai infeksi nosokomial. Infeksi rumah sakit sering terjadi pada pasien berisiko tinggi yaitu pasien dengan karakteristik usia tua, berbaring lama, menggunakan obat imunosupresan dan/atau steroid, imunitas turun misal pada pasien yang menderita luka bakar atau pasien yang mendapatkan tindakan invasif, pemasangan infus yang lama, atau pemasangan kateter urin yang lama dan infeksi nosokomial pada luka operasi (Depkes RI, 2001). Infeksi nosokomial dapat mengenai setiap organ tubuh, tetapi yang paling banyak adalah infeksi nafas bagian bawah, infeksi saluran kemih, infeksi luka operasi, dan infeksi aliran darah primer atau phlebitis (Depkes RI, 2003). 2.1.6.3Cara penularan infeksi nosokomial

(49)

1. Penularan secara kontak

Penularan ini dapat terjadi baik secara kontak langsung, kontak tidak langsung dan droplet. Kontak langsung terjadi bila sumber infeksi berhubungan langsung dengan penjamu, misalnya person to person pada penularan infeksi hepatitis A virus secara fekal oral. Kontak tidak langsung terjadi apabila penularan membutuhkan objek perantara (biasanya benda mati). Hal ini terjadi karena benda mati tersebut telah terkontaminasi oleh sumber infeksi, misalnya kontaminasi peralatan medis oleh mikroorganisme (Uliyah dkk, 2006; Yohanes, 2010). 2. Penularan melalui common vehicle

Penularan ini melalui benda mati yang telah terkontaminasi oleh kuman dan dapat menyebabkan penyakit pada lebih dari satu pejamu. Adapun jenis-jenis common vehicle adalah darah/produk darah, cairan intra vena, obat-obatan, cairan antiseptik, dan sebagainya (Uliyah dkk, 2006; Yohanes, 2010).

3. Penularan melalui udara dan inhalasi

Penularan ini terjadi bila mikroorganisme mempunyai ukuran yang sangat kecil sehingga dapat mengenai penjamu dalam jarak yang cukup jauh dan melalui saluran pernafasan. Misalnya mikroorganisme yang terdapat dalam sel-sel kulit yang terlepas akan membentuk debu yang dapat menyebar jauh (Staphylococcus) dan tuberkulosis (Uliyah dkk, 2006; Yohanes, 2010).

(50)

Penularan ini dapat terjadi secara eksternal maupun internal. Penularan secara eksternal bila hanya terjadi pemindahan secara mekanis dari mikroorganime yang menempel pada tubuh vektor, misalnya shigella dan salmonella oleh lalat. Penularan secara internal bila mikroorganisme masuk kedalam tubuh vektor dan dapat terjadi perubahan biologik, misalnya parasit malaria dalam nyamuk atau tidak mengalami perubahan biologik, misalnya Yersenia pestis pada ginjal (flea) (Uliyah dkk, 2006; Yohanes, 2010).

5. Penularan melalui makanan dan minuman

Penyebaran mikroba patogen dapat melalui makanan atau minuman yang disajikan untuk penderita. Mikroba patogen dapat ikut menyertainya sehingga menimbulkan gejala baik ringan maupun berat (Uliyah dkk, 2006).

2.1.6.4Mata rantai infeksi

Ada enam mata rantai yang membentuk rantai infeksi yaitu :

1. Infectious agent, yaitu penyebab pertama dari infeksi. Mikroorganisme dapat menyebabkan infeksi pada host virulensi kuman atau cenderung meningkatkan proses terjadinya infeksi (Potter and Perry, 2007). 2. Reservoir (sumber mikroorganisme)

Contohnya manusia, hewan, tumbuhan tumbuhan, lingkungan umum (Kozier, 2008).

(51)

reservoir ke host. Perpindahan ini tidak akan terjadi bila tidak terjadi infeksi, misalnya kontak kulit dengan infeksi (Smith and Duell, 2008). Cara penyebaran:

Setelah meninggalkan sumber mikroorganisme, mikroorganisme membutuhkan cara penyebaran yang terdiri dari penyebaran langsung contohnya melalui droplet nuclei yang berasal dari petugas, pengunjung, dan pasien lainnya atau dari darah saat transfusi darah, penyebaran tidak langsung dapat berupa:

a) Penyebaran lewat perantara

Contohnya penularan mikroba pathogen melalui benda-benda mati contohnya peralatan medis, penularan mikroba pathogen melalui makanan dan minuman, penularan mikroba pathogen melalui air. b) Penyebaran lewat vektor

Yaitu hewan atau serangga terbang yang bertindak sebagai media transportasi agen infeksi dan penularan terjadi secara eksternal melalui pemindahan secara mekanis dari mikroorganisme yang menempel pada tubuh vektor contohnya salmonella oleh lalat dan penularan secara internal terjadi pada mikroorganisme masuk ke dalam tubuh vektor sehingga dapat terjadi perubahan biologis, contohnya parasit malaria dalam nyamuk (Tietjen, 2004),

c) Penyebaran lewat udara

Contohnya droplet atau debu, penularan terjadi apabila mikroorganisme mempunyai ukuran sangat kecil dan dapat

(52)

mengenai penderita dalam jarak yang jauh dan melalui pernafasan, contohnya staphylococcus dan tuberculosis (Kozier, 2010).

4. Portal of entry , yaitu barier yang efektif terhadap transmisi mikroorganisme. Sebelum menginfeksi individu, mikroorganisme harus masuk ke tubuh individu, kulit adalah barier terhadap agen infeksi tetapi apabila ada kerusakan pada kulit maka mudah menjadi pintu masuk mikroorganisme (Potter and Perry, 2007).

5. Inang yang rentan yaitu individu yang berisiko mengalami infeksi, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kerentanan individu terhadap infeksi, contohnya usia (individu yang sangat muda dan individu yang sangat tua), klien yang menerima pengobatan kanker yang menekan sistem imun (Kozier, 2010). Transmisi mikroorganisme di rumah sakit dapat terjadi sebagai berikut: contact, droplet, airborne, common vehicles, dan vector borne (Potter and Perry, 2007).

2.1.6.5Contoh mikroorganisme penyebab infeksi nosokomial

Mikroorganisme penyebab infeksi nosokomial (WHO, 2002): 1. Conventional pathogens

Menyebabkan penyakit pada orang sehat, karena tidak adanya kekebalan terhadap kuman tersebut: Staphylococcus aureus, streptococcus, salmonella, shigella, virus influenza, virus hepatitis. 2. Conditional pathogens

(53)

Penyebab penyakit pada orang dengan penurunan daya tahan tubuh terhadap kuman langsung masuk dalam jaringan tubuh yang tidak steril: pseudomonas, proteus, klebsiella, serratia, dan enterobacter. 3. Opportunistic pathogens

Menyebabkan penyakit menyeluruh pada penderita dengan daya tahan tubuh sangat menurun: mycobacteria, nocardia, pneumocytis.

2.1.6.6Jenis jenis infeksi nosokomial

Jenis jenis infeksi nosokomial diantaranya (Muhlis, 2006): 1. Infeksi saluran kemih

Infeksi saluran kemih adalah merupakan infeksi nosokomial yang paling sering,sekitar 40% dari kejadian infeksi nosokomial. 80% nya adalah infeksi dari penggunaan kateter urin, dimana bakteri yang sering menyerang adalah E. Colli.

2. Infeksi pada saluran operasi

Infeksi pada saluran operasi sekitar 25-30 % infeksi nosokomial tetap berperan sekitar 57 % hari perawatan tambahan dirumah sakit dan 42 % biaya tambahan.

3. Bakterimia

Infeksi ini hanya sekitar 5% dari ineksi nosokomial yang terjadi, tetapi angka kematiannya sangat tinggi terutama disebabkan oleh bakteri staphylococus dan candida.

(54)

Pneumonia menyebabkan sekitar 15% sampai dengan 20% infeksi nosokomial tetapi menyebabkan 24% hari-hari tambahan dirawat dirumah sakit dan 39% biaya tambahan.

2.1.6.7Jenis pencegahan infeksi nosokomial a. Pengertian Pencegahan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007), pencegahan adalah proses, cara, tindakan mencegah atau tindakan menahan agar sesuatu tidak terjadi. Dengan demikian, pencegahan merupakan tindakan. Pencegahan identik dengan perilaku.

b. Jenis-jenis pencegahan infeksi nosokomial sebagai berikut : 1. Penerapan standar precaution

meliputi : Mencuci tangan, Menggunakan alat pelindung diri, contohnya sarung tangan, masker wajah, baju pelindung dan pelindung mata

2. Kewaspadaan isolasi,

3. Pembersih, desinfeksi dan sterilisasi, 4. Antiseptik dan aseptik

2.1.7 Pasien

2.1.7.1 Pengertian pasien.

Istilah pasien berasal dari kata kerja bahasa latin yang artinya “

menderita”, secara tradisional telah digunakan untuk menggambarkan

orang yang menerima perawatan. Konotasi yang melekat pada kata itu adalah ketergantungan. Karena alasan inilah banyak perawat memilih kata

(55)

pasien, yang berasal dari kata kerja bahasa latin yang artinya “bersandar” dan berkonotasi bekerja sama dan independen.

Figur sentral dalam pelayanan perawatan kesehatan adalah pasien. Pasien yang datang ke rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan dengan masalah kesehatan juga datang sebagai individu, anggota keluarga atau anggota dari komunitas. Tergantung pada masalahnya, keadaan yang berhubungan, dan pengalaman masa lalu, kebutuhan pasien akan beragam.

2.1.8 Stroke

2.1.8.1 Pengertian stroke

Stroke adalah suatu penyakit gangguan fungsi anatomi otak yang terjadi secara tiba-tiba dan cepat, dsebabkan karena gangguan perdarahan otak (Tobing, 2002). Stroke atau cerebro vascular accident (CVA) adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentiny suplay darah ke bagian otak (Brunner & Suddart, 2002).

WHO dalam Jenny (2005) mendefinisikan bahwa stroke adalah gejala-gejala defisit fungsi susunan syaraf yang diakibatkan oleh penyakit pembuluh darah otak dan bukan oleh lain dari itu. Stroke dbagi menjadi dua jenis, yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik.

Stroke iskemik yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah keotak sebagian atau keseluruhan terhenti. 80 % kejadian stroke adalah stroke iskemik. Stroke iskemik dibagi menjadi tiga jenis, yaitu ( Tobing,2002):

(56)

1. Stroke trombotic diakibatkan proses terbentuknya trombus yang membuat penggumpalan.

2. Stroke embolic diakibatkan tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah.

3. Hipoperfusion sistemic diakibatkan berkurangnya aliran darah keseluruh bagian tubuh karena adanya gangguan denyut jantung. Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak, hampir 70% kasus stroke hemoragik terjadi penderita hipertensi. Stroke hemoragik dibagi menjadi dua macam, yaitu: a) Intracerebral hemoragic yaitu disebabkan oleh perdarahan yang terjadi

didalam jaringan otak.

b) Subarachnoid hemoragic disebabkan perdarahan yang terjadi pada ruang sub arachnoid (ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi otak). (Tobing, 2002).

2.1.8.2Tanda dan gejala stroke

Berdasarkan letak lokasi nya ditubuh, tanda dan gejala stroke diantaranya (Tobing, 2002):

1. Bagian sistem syaraf pusat: kelemahan otot (hemiplegia), kaku, menurunnya fungsi sensorik.

2. Batang otak, dimana terdapat 12 syaraf kranial: menurunnya kemampuan membau, mengecap, mendengar, dan melihat parsial atau keseluruhan, refleks menurun, ekspresi wajah terganggu, pernafasan dan detak jantung terganggu, lidah lemah.

(57)

3. Cerebral cortex: afasia, daya ingat menurun, hemineglect, kebingungan.

Tanda dan gejala tersebut apabila hilang dalam waktu 24 jam, maka dinyatakan sebagai TIA (transient ischemic attact) dimana merupakan serangan kecil atau serangan awal stroke.

2.1.8.3Letak kelumpuhan akibat stroke (Harsono, 2003): a) Kelumpuhan sebelah kiri (hemiparesis sinistra)

Kerusakan pada sisi sebelah kanan otak menyebabkan kelemahan tubuh bagian kiri. Pasien dengan kelemahan sebelah kiri sering memperlihatkan ketidakmampuan visuo motor (ketidakmampuan tangan dan jari-jari serta koordinasi mata-tangan untuk memanipulasi lingkungan), kehilangan mmori visual dan mengabaikan sisi kiri. Penderita memberikan perhatian hanya kepada sesuatu yang berada dalam lapang pandang yang dapat dilihat.

b) Kelumpuhan sebelah kanan (hemiparesis dextra)

kerusakan pada sisi sebelah kiri otak menyebabkan kelemahan atau kelumpuhan tubuh sebelah kanan. Penderita ini biasanya mempunyai kekurangan dalam kemampuan komunikasi verbal. Pesepsi dan memori visuomotor masih sangat baik, sehingga dalam melatih perilaku tertentu harus dengan cermat diperhatikan tahap demi tahap secara visual. Body language (bahasa tubuh) lebih banyak kita gunakan dalam berkomunikasi.

(58)

c) Kelumpuhan kedua sisi (paraparese).

Adanya sclerosis pada banyak tempat, penyumbatan dapat terjadi pada dua sisi yang mengakibatkan kelumpuhan satu sisi dan diikuti satu sisi lainnya. Timbul gangguan pseudobulber (biasanya hanya pada vaskuler) dengan tanda-tanda hemiplegic dopleks, sukar menelan, sukar berbicara, dan juga menyebabkan kedua kaki sulit untuk digerakkan dan mengalami hiperaduksi.

2.1.8.4Faktor penyebab stroke

Faktor penyebab stroke ada dua macam (Tobing, 2002) yaitu: 1. Faktor yang tidak dapat dikontrol.

a) Usia

Setiap manusia akan bertambah umurnya, dengan demikian kemungkinan terjadinya stroke semakin besar. Resiko terjadinya stroke mulai usia 35 tahun dan akan meningkat dua kali pada tahun berikutnya.

b) Jenis kelamin

Pria memiliki kecenderungan lebih besar terkena serangan stroke dibandingkan dengan wanita, dengan perbandingan 2:1 (Noer, 2000). c) Faktor keturunan

Seseorang yang mempunyai riwayat stroke dalam keluarganya, menjadi seseorang yang beresiko tinggi terkena serangan stroke. 2. Faktor yang dapat dikontrol.

Gambar

Tabel 2.2 Tabel keaslian penelitian
Tabel 3.1 variabel, definisi operasional dan skala pengukuran  Variabel   Definisi

Referensi

Dokumen terkait

Untuk meningkatkan scheduling convenience dalam kesesuaian waktu karyawan dalam hal ketika akan membuat pertemuan dengan tamu, Crowne Plaza Bandung sebaiknya mengutus

Komunikasi Rektor dengan semua pihak terkait akreditasi khususnya dengan LPM sudah dilakukan dengan memberitahu jauh-jauh hari mengenai persiapan pengisian borang

materi standar kompetensi kompetensi dasar bab 8 kebersihan berbicara membaca mendengarkan menulis mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi secara lisan dengan gambar,

Adapun fokus penelitian ini adalah menentukan perbandingan eceng gondok dan air (1:2, 1:3, 1:4, dan 1:5) yang optimum untuk mengkaji banyaknya jumlah biohidrogen

Studi karakteristik aliran air Sungai Serang di bagian hilir yang dipengaruhi oleh pasang surut permukaan air laut telah dilaksanakan dengan melakukan pengukuran tinggi muka

Murid mampu menjelaskan peran kimia dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan hakikat ilmu kimia serta dapat menggunakan metode ilmiah dalam melakukan penelitian

Menurut data real time dari The GISAID (Global Initiative on Sharing All Influenza Data), setidaknya saat ini 69 negara terus berjuang melawan ancaman virus corona