• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI. Definisi pajak menurut Rochmat Soemitro (2009:1) Definisi pajak menurut Djajadiningrat (2009:1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI. Definisi pajak menurut Rochmat Soemitro (2009:1) Definisi pajak menurut Djajadiningrat (2009:1)"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

8

A. Pajak

1. Pengertian Pajak

Definisi pajak menurut Rochmat Soemitro (2009:1)

Pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan, digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

Definisi pajak menurut Djajadiningrat (2009:1)

Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagaian dari kekayaan ke kas negara yang disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara langsung, untuk memelihara kesehjateraan secara umum.

Definisi tersebut dikembangkan menjadi :

Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan “surplus”-nya digunakan untuk

public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public

(2)

2. Ketentuan Umum Perpajakan

Sesuai dengan pasal 1 Undang-undang No. 28 tahun 2007, terdapat beberapa pengertian yang terkait dengan ketentuan umum pajak yang diatur dalam KUP antara lain sebagai berikut :

a. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

b. Badan adalah suatu bentuk badan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, persekutuan, perkumpulan, firma, kongsi, koperasi, yayasan, lembaga dana pensiun, bentuk usaha tetap, serta bentuk badan usaha lainnya.

c. Masa Pajak adalah jangka waktu yang lamanya sama dengan satu bulan takwin kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan. Masa Pajak adalah jangka waktu satu tahun takwin atau tahun kalender kecuali bila wajib pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun takwim d. Pajak yang terhutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat,

dalam masa pajak , dalam tahun pajak, atau dalam bagian tahun pajak menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

(3)

B. Penghasilan dan Beban Menurut Standar Akuntansi Keuangan

1. Penghasilan Menurut Standar Akuntansi Keuangan

Penghasilan didefinisikan dalam kerangka dasar penyusunan dan penyajian Laporan Keuangan paragraf 74 (IAI,2009) sebagai berikut :

Penghasilan (Income) adalah kenaikan manfaat ekonomis selama suatu periode akuntansi dalam bentuk pemasukan atau penambahan aktiva atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanaman modal.

Penghasilan (Income) meliputi baik pendapatan (revenue) maupun keuntungan (Gains). Pendapatan timbul dalam aktivitas perusahaan seperti penjualan, penghasilan jasa, bunga, deviden, royalty, dan sewa.

Sedangkan pendapatan dapat didefinisikan menurut PSAK No. 23 pendapatan adalah arus kas masuk bruto dari manfaat ekonomi yang timbul dari aktivitas normal perusahaan selama suatu periode bila arus masuk ini mengakibatkan kenaikan ekuitas, yang tidak berasal dari penanaman modal.

Pendapatan dapat diakui sebagai penghasilan pada periode kapan kegiatan utama yang perlu menciptakan dan menjual barang dan jasa itu telah selesai, jadi pengakuan pendapatan mengacu pada periode selesainya penyediaan barang atau jasa yang diserahkan. Pendapatan harus diukur dengan nilai wajar imbalan yang diterima atau yang dapat diterima.

(4)

2. Beban Menurut Standar Akuntansi Keuangan

Biaya adalah semua pengurangan terhadap penghasilan. Sehubungan dengan periode akuntansi pemanfaatan pengeluaran dipisahkan antara pengeluaran kapital (capital expenditure) yaitu pengeluaran yang memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi dan dicatat sebagai aktiva, sedangkan pengeluaran penghasilan (Revenue Expenditure) yaitu pengeluaran yang hanya memberi manfaat untuk satu periode akuntansi yang bersangkutan yang dicatat sebagai beban.

Menurut kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan paragraph 78 (IAI,2009), beban didefinisikan :

Beban (Expense) penurunan manfaat ekonomis selama satu periode akuntansi dalam bentuk arus kas keluar atau berkurangnya aktiva atau terjadinya kewajiban yang mnyebabkan penurunan ekuitas yang tidak mnyangkut bagian kepada penanaman modal.

Beban juga mnyengkup kerugian yang belum direalisasi, misalnya kerugian yang timbul dari pengaruh selisih kurs mata uang asing. Beban diakui dalam laporan laba rugi atas dasar hubungan langsung antara biaya yang timbul dan penghasilan tertentu yang diperoleh.

Manfaat ekonomi yang timbul lebih dari satu periode akuntansi dan hubungannya dengan penghasilan hanya dapat ditentukan secara luas atau tidak langsung maka beban diakui berdasarkan alokasi yang rasional dan sistematis. Misalnya, pengakuan beban yang berkaitan dengan penggunaan

(5)

aktiva tetap, goodwill, paten dan merek dagang. Beban ini dikenal dengan istilah penyusutan (Amortisasi)

Beban usaha pada dasarnya dapat diperhitungkan dalam laporan keuangan secara penuh hanya apabila manfaat ekonomis yang timbul dari suatu pengeluaran baik kas maupun pengorbanan ekonomi lainnya tidak melebihi satu periode akuntansi dan terdapat hubungan upaya mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan usaha dalam periode yang sama.

C. Penghasilan dan Beban Menurut Undang-Undang Perpajakan

1. Penghasilan menurut Undang-Undang Perpajakan

Penghasilan (income) menurut PSAK 23 didefinisikan sebagai peningkatan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi tertentu dalam bentuk pemasukan atau penambahan aktiva atau penurunan kewajiban yang menyebabkan kenaikan ekuitas, yang tidak berasal dari kontribusi penanam modal.

Penghasilan meliputi pendapatan (revenues) dan keuntungan (gains).

Pendapatan terjadi karena pelaksanaan aktivitas perusahaan yang biasa dan dikenal dengan sebutan yang berbeda, seperti penjualan (barang), imbalan atas jasa, bunga, deviden, royalty dan sewa.

Keuntungan merupakan kenaikan manfaat ekonomis (selain pendapatan) yang timbul dari pelaksanaan aktivitas perusahaan. Keuntungan, misalnya dapat berasal dari pengalihan aktiva perusahaan.

(6)

Pengertian penghasilan dapat menjangkau keuntungan yang belum direalisasi, misalnya selisih lebih revaluasi aktiva tetap. Penghasilan dapat menambah atau menimbulkan berbagai jenis aktiva, atau mengurangi dan menyelesaikan kewajiban.

Konsep penghasilan untuk tujuan pajak penghasilan dapat berbeda dari konsep penghasilan pada akuntansi komersial, karena perpajakan umumnya berkaitan dengan ketersediaan uang untuk membayar pajak

(wherewithal to pay), kemudahan, penagihan pajak, kepastian, keadilan vertikal dan horizontal serta dapat dipakai sebagai suatu instrumen kebijakan ekonomi dan social dengan nama dan dalam bentuk apa pun.

Penghasilan ekonomis meliputi semua penerimaan dari segala sumber termasuk pemberian seperti hadiah, warisan dan hibah karena dapat dikonsumsi atau menambah kekayaan wajib pajak. Penghasilan secara akuntansi (accounting income) dirumuskan menurut Standar Akuntansi Keuangan.

Untuk keperluan perpajakan, terdapat dua pendekatan pendefinisian penghasilan, yaitu pendekatan sumber (source concept of income) dan pendekatan pertambahan (accretion concept of income).

Dalam Pasal 4 ayat (1) UU PPh, secara abstrak konsepsional menyatakan bahwa penghasilan meliputi tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan.

(7)

Untuk tujuan perpajakan “pengakuan” menunjukkan kapan penghasilan (pendapatan dan keuntungan) dilaporkan (dalam SPT) sebagai penghasilan kena pajak. Dalam Statement of Financial Accounting Concept No. 5 FASB menyatakan bahwa pengakuan meliputi pertimbangan 2 (dua) elemen yaitu :

1. direalisir (pada saat ditukar dengan kas) dan dapat direalisir (pada saat produk, jasa barang dan harta lain ditukar dengan kas atau klaim atas kas)

2. diperoleh, mana yang lebih diutamakan

secara umum penghasilan diakui pada saat realisasi transaksi, yaitu :

a. penghasilan dari transaksi penjualan produk diakui pada tanggal penjualan (tanggal penyerahan produk kepada pembeli);

b. penghasilan dari pemberian jasa diakui pada saat jasa dilakukan dan dibuatkan fakturnya;

c. imbalan atas penggunaan aktiva atau sumber ekonomis perusahaan, seperti bunga, sewa dan royalti, diakui sejalan dengan berlalunya waktu (accruals) atau pada saat penggunaan aktiva;

d. penghasilan dari penjualan aktiva selain barang dagangan diakui pada tanggal penjualan.

(8)

Pengertian penghasilan menurut UU No. 36 tahun 2008 tentang perubahan atas UU No. 7 tahun 2000 pasal 4 ayat 1, UU No. 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana yang telah diubah dengan UU No. 7 tahun 1991 dan UU No. 10 tahun 1994 menjelaskan bahwa :

“Penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari Luar Indonesia, yang dapat diapakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun “, termasuk :

Penghasilan yang menjadi Objek Pajak

Berdasarkan Pasal 4 ayat 1 Undang – Undang Pajak Penghasilan, yang menjadi Objek Pajak adalah Penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari Luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk :

a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pension, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang – Undang Pajak Penghasilan;

(9)

c. laba usaha;

d. keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk: 1) keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan,

persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;

2) keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya;

3) keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa pun;

4) keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan; dan

5) keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan;

(10)

e. penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak;

f. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang;

g. dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;

h. royalti atau imbalan atas penggunaan hak;

i. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; j. penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;

k. keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;

l. keuntungan selisih kurs mata uang asing; m. selisih lebih karena penilaian kembali aktiva; n. premi asuransi;

o. iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas; p. tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum

dikenakan pajak;

q. penghasilan dari usaha berbasis syariah;

r. imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan s. surplus Bank Indonesia.

(11)

Sedangkan Penghasilan Final ( Penghasilan yang merupakan objek

pajak, tetapi bersifat Final ) adalah pasal 4 ayat 2 yaitu :

a. Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi;

b. Penghasilan berupa hadiah undian

c. Penghasilan dari transaksi saham dan skuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura

d. Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah, dan/atau bangunan, usaha jasa kontruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan dan

e. Penghasilan tertentu lainnya, yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah

Sedangkan yang tidak termasuk penghasilan ( Objek PPh yang

dikecualikan ) adalah pasal 4 ayat 3 yaitu :

a) 1. Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang

(12)

dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah; dan

2. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan;

b) warisan;

c) harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal;

d) penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak.

e) pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa;

f) dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha

(13)

milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:

1) dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan

2) bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor;

g) iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai;

h) penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana dimaksud pada huruf g, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan;

i) bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif;

j) dihapus;

k) penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:

(14)

l) Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan peraturan menteri keuangan; dan

m) sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan

n) bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

2. Beban Menurut Undang-Undang Perpajakan

1. Beban atau Biaya yang dapat dikurangkan (Deductible Expenses)

Biaya yang dapat dikurangkan dalam menghitung penghasilan kena pajak berdasarkan Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang pajak penghasilan Pasal 6 ayat (1), (2) dan (3) yaitu :

(15)

1) Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk :

a. biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha, antara lain:

1) biaya pembelian bahan;

2) biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang;

3) bunga, sewa, dan royalti; 4) biaya perjalanan;

5) biaya pengolahan limbah; 6) premi asuransi;

7) biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;

8) biaya administrasi; dan

9) pajak kecuali Pajak Penghasilan;

b. penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 11A;

(16)

c. iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan;

d. kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan;

e. kerugian selisih kurs mata uang asing;

f. biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia;

g. biaya beasiswa, magang, dan pelatihan;

h. piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat:

1. telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial; 2. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat

ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak; dan

3. telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara; atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan; atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu;

4. syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku untuk penghapusan piutang tak tertagih debitur kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf k;

(17)

yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;

i. sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;

j. sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;

k. biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;

l. sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; dan

m.sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.

2) Apabila penghasilan bruto setelah pengurangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didapat kerugian, kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan mulai tahun pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan 5 (lima) tahun.

3) Kepada Orang Pribadi sebagai Wajib Pajak dalam negeri diberikan pengurangan berupa Penghasilan Tidak Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7.

(18)

2. Beban atau biaya yang tidak dapat dikurangkan (Non Deductible

Expenses)

Biaya yang tidak boleh dikurangkan dalam menghitung penghasilan kena pajak berdasarkan Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang pajak penghasilan Pasal 9 ayat (1) dan (2), yaitu :

1) Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan:

a. pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen, termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;

b. biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota;

c. pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali:

1. cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang; 2. cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial

yang dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial; 3. cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan; 4. cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan;

5. cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan; dan 6. cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan

(19)

ketentuan dan syarat-syaratnya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;

d. premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan; e. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang

diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;

f. jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan;

g. harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, kecuali sumbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf i sampai dengan huruf m serta zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang

(20)

dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah;

h. Pajak Penghasilan;

i. biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya;

j. gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham;

k. sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan.

2) Pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun tidak dibolehkan untuk dibebankan sekaligus, melainkan dibebankan melalui penyusutan atau amortisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 atau Pasal 11A.

Menurut PP 138 tahun 2000 pengeluaran dan biaya yang tidak boleh dikurangkan dalam menghitung besarnya penghasilan kena pajak wajib pajak negeri dan bentuk usaha tetap termasuk :

a. Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang bukan merupakan objek pajak

b. Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memeliharea penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final

(21)

c. Biaya yang mendapatkan, menagih dan memelihara penghaislan yang dikenakan pajak berdasarkan norma penghitungan penghasilan sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 15 undang-undang pajak penghasilan

d. Pajak penghasilan yang ditanggung oleh pemberi penghasilan, kecuali pajak atau penghaislan yang dimaksud dalam pasal 26 ayat 1 undang-undang pajak penghaislan tetapi tidak termasuk deviden sepanjang pajak penghasilan tersebut ditambahkan dalam perhitungan dasar untuk pemotongan pajak dan

e. Kerugian dari harta atau utang yang tidak dimiliki dan tidak dipergunakan dalam usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak.

Menurut KEP-220/PJ/2002 pengeluaran dan biaya yang tidak boleh dikurangkan dalam menghitung besarnya penghasilan kena pajak wajib pajak negeri dan bentuk usaha tetap termasuk :

1. Telpon seluler dan kendaraan perusahaan bagi pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjannya dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan sebesar 50% dari total biaya

2. Atas biaya perolehan ataupun pembelian/perbaikan besar kendaraan bus, minibus, atau yang sejenis yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk antar jemput para pegawai, dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan seluruhnya melalui penyusutan kelompok II. Demikian juga

(22)

atas biaya pemeliharaan atau perbaikan rutinnya dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan seluruhnya dalam tahun pajak yang bersangkutan.

3. Atas biaya perolehan atau pembelian atau perbaikan besar kendaraan sedan atau yang sejenis termasuk juga kendaraan jenis minibus yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjaannya dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan sebesar 50% melalui penyusutan kelompok II. Demikian juga atas biaya pemeliharaan atau perbaikan rutinnya termasuk untuk bahan bakar dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan sebesar 50% dalam tahun pajak yang bersangkutan.

Menurut SE 27/PJ 22/1986 Biaya entertain tidak boleh dicatat sebagai biaya apabila tidak digunakan untuk kegiatan 3M (Mendapat, menagih dan memelihara) dan tidak ada daftar norminatif sesuai dengan ketentuan.

Menurut SE 46/PJ 4/1995 pengeluaran dan biaya yang tidak boleh dikurangkan dalam menghitung besarnya penghasilan kena pajak wajib pajak negeri dan bentuk usaha tetap termasuk :

a. Bunga pinjaman seluruhnya tidak diakui sebagai biaya, apabila rata-rata pinjaman sama besar/lebih kecil dari pada rata-rata deposito/tabungan b. Bunga pinjaman sebagian diakui sebagai biaya apabila rata-rata pinjaman

lebih besar dibanding rata-rata deposito/tabungan yaitu sebesar selisih yang dibebankan.

(23)

Menurut KEP 213 Biaya makan dan minum karyawan yang tidak dinikmati oleh seluruh karyawan tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.

D. Rekonsiliasi Fiskal (Koreksi Fiskal)

Pembukuan berdasarkan SAK berlaku umum dan menghasilkan “Laporan Keuangan Komersial (LKK)”, dan untuk tujuan menghitung Penghasilan Kena Pajak Laporan Kuangan Komersial tersebut harus dilakukan koreksi fiskal, sehingga menjadi Laporan Keuangan Fiskal (LKF) atau dikenal Rekonsiliasi Laporan Keuangan Fiskal.

Laporan kuangan fiskal adalah Laporan Keuangan yang disusun khusus untuk kepentingan perpajakan dengan menghindakan semua peraturan perpajakan.

Koreksi fiskal merupakan hal dari suatu mekanisme penyesuaian pelaporan penghasilan Wajib Pajak secara komersial menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang akhirnya dihasilkan laba / rugi fiskal.

Rekonsiliasi (koreksi) fiskal adalah proses penyesuaian atas laba komersial yang berbeda dengan ketentuan fiskal untuk menghasilkan penghasilan neto/laba yang sesuai dengan ketentuan pajak. Perbedaan-perbedaan antara akuntansi dengan fiskal tersebut dapat dikelompokkan menjadi beda tetap/permanen (Permanent Diference) dan beda waktu (Timming Diference)

(24)

Adanya perbedaan pengakuan penghasilan dan biaya antara akuntansi komersial dan fiskal menimbulkan perbedaan penghasilan kena pajak sehingga perlu rekonsiliasi fiskal.

1. Jenis-jenis koreksi fiskal

Jenis koreksi fiskal merupakan jenis-jenis perbedaan antara akuntansi komersial dengan ketentuan fiskal, yaitu terdiri dari:

1) Perbedaan Permanen / Tetap (Permanent Difference)

Perbedaan Tetap adalah perbedaan pengakuan suatu penghasilan atau biaya berdasarkan ketentuan peraturan peundang-undangan perpajakan dengan prinsip akuntansi yang bersifat permanen.

Beda tetap terjadi karena adanya perbedaan pengakuan penghasilan dan beban menurut akuntansi dengan pajak, yaitu adanya penghasilan dan beban yang diakui menurut akuntansi komersial namun tidak diakui menurut fiskal, atau sebaliknya.

Beda tetap mengakibatkan laba/rugi menurut akuntansi (pre tax income) berbeda secara tetap dengan laba kena pajak menurut fiskal (taxable income).

Beda tetap biasanya timbul karena peraturan perpajakan mngharuskan hal-hal berikut dikeluarkan dari perhitungan Penghasilan Kena Pajak : a. Penghasilan yang telah dikenakan PPh bersifat final (Pasal 4 ayat (2)

UU PPh).

(25)

c. Pengeluaran yang tak berhubungan langsung dengan kegiatan usaha, yaitu mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan serta pengeluaran yang sifatnya pemakaian penghasilan atau yang jumlahnya melebihi kewajaran (Pasal 9 (1) UU PPh).

2) Perbedaan Waktu Pengakuan (Time Difference)

Perbedaan waktu adalah perbedaan yang bersifat sementara karena adanya perbedaan waktu pengakuan atau pembebanan penghasilan atau biaya untuk menghitung pajak dan akuntansi.

Perbedaan waktu dapat dibagi menjadi perbedaan waktu positif dan perbedaan waktu negatif. Perbedaan waktu positif terjadi apabila pengakuan beban untuk akuntansi lebih lambat dari pengakuan beban untuk pajak atau pengakuan penghasilan untuk tujuan akuntansi. Perbedaan waktu dari pengakuan penghasilan menurut ketentuan pajak. Perbedaan waktu yang terjadi dalam satu periode dapat mengakibatkan laba menurut pajak yang lebih besar atau lebih kecil dari laba akuntansi.

Perbedaan terhadap jumlah yang dilaporkan dalam laporan keuangan komersial dengan laporan keuangan fiskal dapat terjadi akibat perbedaan waktu pengakuan pendapatan dan beban. Hal ini berakibat adanya penundaan pengakuan. Sebagai contoh, penyusutan aset tetap dengan masa / umur ekonomis 10 tahun, tetapi menurut aturan perpajakan hanya terbatas 4 (empat) tahun karena masuk dalam kelompok I, sehingga alokasi beban penyusutan dalam kurun waktu yang berbeda pula

(26)

Ada empat macam jenis transaksi yang dapat menimbulkan perbedaan waktu, transaksi-transaksi tersebut adalah :

a. Pendapatan diakui lebih dahulu akuntansi dari pada menurut pajak Contohnya : laba bruto penjualan cicilan

b. Biaya atau beban diakui lebih dahulu menurut pajak dari pada menurut akuntansi

Contoh : penyusutan aktiva tetap menggunakan taksiran umur yang lebih pendek dari pada taksiran ekonomis yang digunakan untuk tujuan akuntansi

c. Pendapatan diakui lebih menurut pajak dari pada menurut akuntansi Contoh : sewa yang diterima dimuka

d. Biaya atau beban diakui lebih dahulu menurut akuntansi dari pada menurut pajak

Contoh : Biaya asuransi atau penjualan produk dengan system garansi.

2. Koreksi Positif dan Negatif dari Rekonsiliasi Fiskal

Rekonsiliasi fiskal dilakukan oleh wajib pajak yang pembukuannya menggunakan pendekatan akuntansi komersial, yang bertujuan mempermudah mengisi SPT tahunan PPh dan menyusun laporan keuangan fiskal yang harus dilampirkan pada saat penyampaian SPT Tahunan.

(27)

Koreksi fiskal dapat berupa koreksi positif dan koreksi negatif

Koreksi positif terjadi apabila pendapatan menurut fiskal bertambah sebagai berikut adanya :

a. Beban yang tidak diakui oleh pajak (Non Deductible expense) b. Penyusutan komersial lebih besar dari penyusutan fiskal c. Amortisasi komersial lebih besar dari amortisasi fiskal d. Penyesuaian positif lainnya

Koreksi negatif terjadi apabila pemdapatan fiskal berkurang sebagai akibat adanya :

a. Penghasilan yang tidak termasuk objek pajak b. Penghasilan yang digunakan PPh Final

c. Penyusutan komersial lebih kecil dari pada penyusutan fiskal d. Amortisasi komersial lebih kecil dari pada amortisasi fiskal e. Penghasilan yang ditangguhkan pengakuannya

(28)

E. Contoh Hitungan Laporan Keuangan Fiskal

Berikut adalah contoh laporan laba rugi fiskal menurut Siti Resmi (2009 : 401 )

PT. PERDANA dengan NPWP 01.444.555.1.541.000 Jl. Kenari No.49 Condong Catur Depok, bergerak dibidang usaha dagang. Wajib Pajak mempunyai kerugian fiskal yang dapat dikompensasikan sebesar Rp. 100.000.000,00

(29)

Keterangan :

Rincian harga pokok penjualan

 Persediaan barang dagangan, 1 januari 2009 Rp. 5.000.000.000  Pembelian neto Tahun 2009 Rp. 13.000.000.000  Persediaan barang dagangan, 31 Desember 2009 ( Rp. 3.345.121.000 )

Harga pokok penjualan Rp. 14.654.879.000

A. Informasi yang digunakan sebagai dasar penyesuaian penghitungan

laba (rugi) fiskal :

1. Dalam penjualan tidak memasukkan penjualan kepada karyawan sebesar Rp. 20.000.000 yang penagihannya melalui pemotongan gaji setiap bulan

2. Didalam gaji, upah, tunjangan hari raya (THR) dan tunjangan lain terdapat pengeluaran untuk pembelian beras yang dibagikan kepada karyawan senilai Rp. 20.365.000 dan biaya pengobatan karyawan senilai Rp. 5.100.000

3. Dalam biaya perjalanan dinas terdapat bukti-bukti pendukung atas nama keluaraga pemegang saham sebesar Rp. 596.000

4. Dalam biaya promosi terdapat sumbangan yang tidak ada hubungannya dengan kegiatan utama perusahaan sebesar Rp. 12.754.000

5. Pajak sebesar Rp. 60.000.000 merupakan angsuran PPh bulanan selama tahun 2009 ( angsuran PPh Pasal 25 )

(30)

6. Pengeluaran berupa biaya representasi tidak didukung dengan bukti pengeluaran dari pihak eksternal

7. Biaya royalty sebesar Rp. 237.465.000 yang ada bukti pendukungnya dari pihak eksternal sebesar Rp. 225.353.000

8. Piutang yang benar-benar tidak tertagih dan telah memenuhi syarat untuk diakui sebagai piutang tak tertagih menurut perpajakan dalam tahun 2009 sebesar Rp. 60.500.000

9. Perusahaan mempunyai asset tetap sebagai berikut :

a. Mesin produksi dibeli pada tanggal 1 januari 2003 sebagai Rp. 500.000.000 taksiran umur ekonomis 10 tahun

b. Kendaraan dibeli pada tanggal 31 desember 2003 seharga Rp. 400.000.000 taksiran umur ekonomis 10 tahun

c. Komputer dibeli pada tanggal 6 mei 2005 seharga Rp. 300.000.000 taksiran umur ekonomis 5 tahun

d. Inventaris dibeli pada tanggal 1 januari 2003 seharga Rp. 200.000.000 taksiran umur ekonomis 8 tahun

e. Bangunan permanen selesai dibangun dan siap digunakan pada tanggal 31 desember 2002 senilai Rp. 600.000.000 taksiran umur ekonomis 20 tahun

Berdasarkan kebijakan manajemen perusahaan mesin produksi mempunyai nilai residu 10% dari harga perolehan, sedangkan asset

(31)

tetap yang lain ditaksir mempunyai nilai residu 20% dari harga perolehan.

Metode perhitungan penyusutan yang digunakan adalah garis lurus. Menurut fiskal (ketentuan perpajakan), mesin produksi, kendaraan, komputer dan investaris merupakan asset berwujud kelompok II. Perusahaan memilih metode Garis lurus dalam menghitung penyususnan fiskal.

10.Dalam biaya lain-lain terdapat biaya rekreasi karyawan Rp. 2.652.000 11.Penghasilan sewa (dalam penghasilan luar usaha) sebesar Rp.

25.000.000 terdiri atas sewa bangunan senilai Rp. 5.000.000, sewa atas peralatan pabrik senilai Rp. 12.000.000 dan sewa atas kendaraan senilai Rp. 8.000.000.

12.Deviden sebesar Rp. 40.000.000 terdiri atas deviden kas dari penyertaan saham (20%) pada PT. Adinda sebesar Rp. 15.000.000 dan deviden kas atas penyertaan saham (30%) pada PT. Kapuas Raya sebesar Rp. 25.000.000

B. Informasi lain :

1. Total angsuran PPh Pasal 25 dalam tahun 2009 sebesar Rp. 60.000.000, dibayarkan setiap bulan dengan angsuran yang sama dari bulan Maret sampai dengan bulan Desember 2009

2. Laba (rugi) fiskal tiga tahun terakhir adalah :  Rugi fiskal tahun 2006 sebesar Rp. 350.000.000

(32)

 Laba fiskal tahun 2007 sebesar Rp. 150.000.000  Laba fiskal tahun 2008 sebesar Rp. 100.000.000

Diminta :

Susunlah rekonsiliasi fiskal untuk menyiapkan menyusun laporan laba rugi fiskal dan mengisi SPT Tahunan PPh

(33)

Tabel 2.1

Laporan Rugi Laba Rekonsiliasi Fiskal PT. PERDANA

Per 31 Desember 2009

Keterangan Lap. Keuangan Koreksi Koreksi Lap. Keuangan

Komersial Positif Negatif Fiskal

Penjualan 20.005.654.000,00 20.000.000,00 20.025.654.000,00

Retur Penjualan (954.852.000,00) (954.852.000,00)

Potongan Penjualan (545.987.000,00) (545.987.000,00)

penjualan Netto 18.504.815.000,00 20.000.000,00 0,00 18.524.815.000,00

Harga Pokok Penjualan (14.654.879.000,00) (14.654.879.000,00)

Laba bruto 3.849.936.000,00 20.000.000,00 0,00 3.869.936.000,00

Biaya Usaha :

Gaji, upah, THR, tunjangan lain 1.551.900.000,00 25.465.000,00 1.526.435.000,00

Alat Tulis dan biaya Kantor 23.958.000,00 23.958.000,00

Biaya Perjalanan Dinas 53.465.000,00 596.000,00 52.869.000,00

Biaya Listrik dan telepon 16.825.000,00 16.825.000,00

Biaya Makan karyawan 36.783.000,00 36.783.000,00

Biaya Promosi 297.285.000,00 12.754.000,00 284.531.000,00

PBB dan Bea Materai 53.726.000,00 53.726.000,00

Pajak 60.000.000,00 60.000.000,00 0,00

Biaya Representasi 65.798.000,00 65.798.000,00 0,00

Biaya Royalty 237.465.000,00 12.112.000,00 225.353.000,00

Biaya Konsumsi/perjamuan 12.132.000,00 12.132.000,00

Biaya Sewa 197.958.000,00 197.958.000,00

Biaya Kerugian piutang 105.654.000,00 45.154.000,00 60.500.000,00

Biaya Penyusutan 169.000.000,00 36.000.000,00 205.000.000,00

Biaya lain-lain 293.873.000,00 2.652.000,00 291.221.000,00

Total Biaya Usaha 3.175.822.000,00 224.531.000,00 36.000.000,00 2.987.291.000,00

Laba Usaha 674.114.000,00 882.645.000,00

Penghasilan diluar Usaha :

Deviden 40.000.000,00 25.000.000,00 15.000.000,00

Sewa 25.000.000,00 5.000.000,00 20.000.000,00

Total Penghasilan Luara Usaha 65.000.000,00 0,00 30.000.000,00 35.000.000,00

Laba bersih (penghasilan neto) 739.114.000,00 244.531.000,00 66.000.000,00 917.645.000,00

Penghasilan dari Luar Negeri :

Laba usaha dari Canada 200.000.000,00 200.000.000,00

Bunga Obligasi dari Singapura 50.000.000,00 50.000.000,00

Total Penghasilan dari Luar Negeri 250.000.000,00 250.000.000,00

Laba ( Penghaislan neto ) 989.114.000,00 244.531.000,00 66.000.000,00 1.167.645.000,00 Kompensasi Kerugian tahun

sebelumnya 100.000.000,00 100.000.000,00

(34)

Penjelasan informasi A11 s/d A12, dan B1 sampai dengan B4 untuk menghitung kredit pajak dan mengisi formulir 1771-III dan 1771-IV

Tahun Pajak 2009

Sumber

Inf Penjelasan

Form yang diisi

A 11) PPh Pasal 23 atas sewa peralatan pabrik : 1771 - III

= 2% x Rp. 12.000.000

= Rp. 240.000

PPh Pasal 23 atas sewa kendaraan : 1771 - III

= 2% x Rp. 8.000.000

= Rp. 160.000

PPh atas sewa tanah dan bangunan ( Final ) :

1771 - IV Bag. A

= 10% x Rp. 5.000.000 = Rp. 500.000

PPh Pasal 23 atas deviden dari PT. Adinda : 1771 - III

= 15% x Rp. 15.000.000

= Rp. 2.250.000

PPh Pasal 23 atas deviden dari PT. KAPUAS sebesar Rp. 25.000.000 bukan objek Pajak

1771 - IV Bag. B Total PPh Pasal 23 = Rp. 240.000 + Rp. 160.000 + Rp. 2.250.000 = Rp. 2.650.000

B 1) PPh Pasal 22 atas penyerahan kepada pemungut : 1771 - III

Dasar Pengenaan Pajak = 100/110 x Rp. 11.000.000.000

= Rp. 10.000.000.000

PPh Pasal 22 = 1,5% x Rp. 10.000.000.000

= Rp. 150.000.000

B 2) PPh Pasal 22 atas impor barang : 1771 - III

Nilai Impor = CIF + Bea masuk & bea masuk tambahan

= ($40.000 + $3.000 + $7.000) + (25% x CIF) = $50.000 + (25% x $50.000) = $62.500 x Rp. 10.000 = Rp. 625.000.000 PPh Pasal 22 = 2,5% x Rp. 625.000.000 = Rp. 15.625.000 Total PPh Pasal 22 = Rp. 150.000.000 + Rp. 15.625.000 = Rp. 165.625.000 Lap. L/R

& inf B 3) PPh Pasal 24 untuk Negara Kanada :

Lamp Khusus 7A

I. PPh yang terutang Rp. 298.940.600

II. (Penghasilan di Kanada/total PKP) x PPh Terutang

(Rp. 200 juta/Rp. 1.067.645.000) x Rp. 298.940.600

= Rp. 56.000.000

III. PPh Terutang/dibayar di Kanada

= 40% x Rp. 200juta = Rp. 80 juta

Kredit Pajak LN (PPh Pasal 24) Kanada = Rp. 56.000.000

Lap. L/R & kasus B

4) PPh Pasal 24 untuk Negara Singapura :

Lamp Khusus 7A

I. PPh yang terutang Rp. 298.940.600

II. (Penghasilan di Singapura/total PKP) x PPh Terutang

= (Rp. 50juta/Rp. 1.067.645.000) x Rp. 298.940.600

= Rp. 14.000.000

III. PPh terutang/dibayar di Singapura

= 25% x Rp. 50juta = Rp. 12.500.000

(35)

Menghitung PPh yang Terutang Tahun Pajak 2009

Penghasilan neto fiskal Rp. 1.167.645.000 (L/R fiskal) Kompensasi rugi tahun sebelumnya (Rp. 100.000.000) ( kasus B6) Penghasilan Kena Pajak Rp. 1.067.645.000

PPh Terutang :

28% x Rp. 1.067.645.000 Rp. 298.940.600

Menghitung PPh Kurang atau Lebih dibayar Tahun Pajak 2009

Total PPh terutang Rp. 298.940.600 Kredit Pajak : PPh Pasal 22 Rp. 165.625.000 PPh Pasal 23 Rp. 2.650.000 *) PPh Pasal 24 Rp. 68.500.000 PPh Pasal 25 (kasus B5) Rp. 60.000.000

Total Kredit Pajak Rp. 296.775.000

PPh kurang bayar tahun 2009 Rp. 2.165.000

Total Kredit Pajak LN (PPh Pasal 24) :

1771 B no. 8 b

= Rp. 56.000.000 + Rp. 12.500.000 = Rp. 68.500.000

B 5) Angsuran PPh Pasal 25 tidak merupakan biaya/pengeluaran/pengurang

1771 C no. 10 a

penghasilan bruto (telah dibahas pada penjelasan A 5) tetapi sebagai

pengurang PPh yang terutang, yaitu dimasukkan sebagai PPh dibayar

sendiri

B 6) Rugi Fiskal tahun 2006 Rp. 350.000.000

1771 A no. 2 dan Lamp

Dikompensasikan pada laba fiskal tahun 2007 (Rp. 150.000.000) Khusus 2A

Sisa rugi fiskal tahun 2006 Rp. 200.000.000

Dikompensasikan pada laba fiskal tahun 2007 (Rp. 100.000.000)

sisa rugi fiskal tahun 2006 Rp. 100.000.000

sisa rugi fiskal tahun 2006 seluruhnya dikompensasikan pada laba fiskal

(36)

Tabel 2.3

Tabel Penyusutan Aset/Harta Berwujud dan Penghitungan Nilai Residu Tahun 2009

Jenis Harga Nilai Umur Ekonomis Penyusutan Setahun Selisih Akum. Peny Nilai Buku Aktiva Perolehan Residu Komersial Fiskal Komersial Fiskal Penyusutan s/d awal 2009 s/d awal 2009

(a) (b) ( c ) (d) (e) = (a-b)/( c ) (f) = (a) / (d) (g) = (e) - (f) (h) (i) = (a) - (h)

Mesin Produksi 500,000,000 50,000,000 10 8 45,000,000 62,500,000 (17,500,000) 375,000,000 125,000,000 Kendaraan 400,000,000 80,000,000 10 8 32,000,000 50,000,000 (18,000,000) 250,000,000 150,000,000 Peralatan Pabrik 300,000,000 60,000,000 5 8 48,000,000 37,500,000 10,500,000 143,750,000 156,250,000 Inventaris 200,000,000 40,000,000 8 8 20,000,000 25,000,000 (5,000,000) 150,000,000 50,000,000 Bangunan 600,000,000 120,000,000 20 20 24,000,000 30,000,000 (6,000,000) 180,000,000 420,000,000 169,000,000 205,000,000 (36,000,000) Catatan :

Akumulasi penyusutan mesin (Jan 2003 s/d Des 2008) : 6 tahun, per tahun Rp. 62.500.000 Akumulasi penyusutan kendaraan (Des 2003 s/d Des 2008) : 5 tahun, per tahun Rp. 50.000.000 Akumulasi penyusutan peralatan pabrik (Maret 2005 s/d Des 2008) : 3 tahun 10 bln, per tahun Rp. 37.500.000 Akumulasi penyusutan mesin (Jan 2003 s/d Des 2008) : 6 tahun, per tahun Rp. 25.000.000 Akumulasi penyusutan mesin (31 Des 2002 s/d Des 2008) : 6 tahun, per tahun Rp. 30.000.000

Referensi

Dokumen terkait

Sebelum masuknya agama di Dairi, orang Pakpak sebagai penduduk asli saat itu masih memeluk agama suku atau animisme (Purba, 1998; 36-37).. Secara historis, penduduk Desa

Merujuk pada segmentasi target market JOIN di atas, corporate identity JOIN yang telah ada kurang mampu untuk dapat memposisikan JOIN sebagai suatu lembaga pendidikan anak usia

Di dalam tubuh kita terdapat sel- sel yang jumlahnya triliunan dan mereka bertawaf di dalam tubuh, dan jika diberikan makanan (cara dan dzatnya haram) maka tawafnya

Menjalani profesi sebagai guru selama pelaksanaan PPL, telah memberikan gambaran yang cukup jelas bahwa untuk menjadi seorang guru tidak hanya cukup dalam hal

Hal tersebut sesuai perjanjian perdagangan (sale’s contract) yang telah disepakati antara eksportir dengan importir. Sedangkan PT Mekar Cargo akan mendapatkan fee atau

Dengan ini diharapkan minyak kepayang yang dihasilkan oleh masyarakat desa di sekitar wilayah KPHP dapat dipasarkan ke masyarakat luas.. PENGELOLAAN BIJI KEPAYANG

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan kebijakan moneter yang dilakukan oleh The Federal Reserve AS terhadap pergerakan suku bunga Bank Indonesia (BI 7 Days Repo),

Jadi menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan pasal 4 ayat (1) pendapatan adalah setiap tambahan ekonomis yang diterima atau diperoleh baik untuk konsumsi maupun untuk