• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kejahatan narkoba merupakan kejahatan yang bersifat lintas negara (transnational crime), kejahatan terorganisir (organized crime), dan kejahatan serius (serious crime) yang menimpa segenap lapisan masyarakat, menimbulkan kerugian yang sangat besar terutama dari segi kesehatan, sosial-ekonomi, dan keamanan mengakibatkan hilangnya suatu generasi bangsa (lost generation) di masa depan.

Hasil penelitian Badan Narkotika Nasional (BNN) bekerjasama dengan Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia (Puslitkes UI) pada tahun 2008 angka prevalensi (penyalahguna narkoba) nasional adalah 1,99 % dari penduduk Indonesia (3,6 juta orang) dan pada tahun 2015 akan mengalami kenaikan menjadi 2,8 % (5,1 juta orang).

Hal tersebut menjadi salah satu penyebab Indonesia tidak lagi menjadi negara transit tetapi sudah menjadi pasar narkoba yang besar, apalagi dengan harga yang tinggi (“great market, great price” )sehingga Indonesia semakin rawan menjadi surga bagi para sindikat narkoba.

Pada tingkat dunia, perputaran atau perkiraan global nilai uang dalam peredaran gelap narkoba menduduki rangking pertama, sebesar US$ 399 milyar, 80 % dari jumlah keseluruhan uang yang beredar.

Di Indonesia, pada tahun 2010 perkiraan kerugian ekonomi yang ditimbulkan akibat penyalahgunaan narkoba + Rp 41,2 triliun yang terdiri dari komponen biaya private dan biaya sosial.

Secara global penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba akan mempengaruhi segenap sendi kehidupan masyarakat, bangsa, dan Negara Indonesia.

Oleh karena itu, perlu wujud nyata komitmen bersama seluruh komponen masyarakat, bangsa, dan Negara Indonesia untuk bersatu menciptakan

(2)

B. DASAR HUKUM

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 77, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3614)

3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 10, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671)

4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1997 tentang Pengesahan Konvensi PBB tentang Pemberantasan Peredaran Gelap Narkotika dan Psikotropika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 17, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3673)

5. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3886)

6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235)

7. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301)

8. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 nomor 125, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia nomor 4437) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 (Lembaran Kebijakan dan Strategi Nasional Bidang Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (Jakstranas P4GN) ini merupakan tahap Tahun 2011 – 2015 yang diharapkan menjadi pedoman bagi seluruh komponen masyarakat, bangsa, dan Negara Indonesia mewujudkan “Indonesia Negeri Bebas Narkoba”.

(3)

Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844)

9. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 12, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4967)

10. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2009 Nomor 143, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5062)

11. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063).

12. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 118, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725)

13. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 13, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072)

14. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 122, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5164)

C. MAKSUD DAN TUJUAN

2. Tujuan 1. Maksud

Kebijakan dan Strategi Nasional ini dimaksudkan sebagai pedoman seluruh komponen masyarakat, bangsa dan Negara Indonesia tahap Tahun 2011 - 2015 menuju “Indonesia Negeri Bebas Narkoba”.

Tujuan penyusunan Kebijakan dan Strategi Nasional ini untuk menyatukan pola pikir, sikap, dan tindak seluruh komponen masyarakat, bangsa dan Negara Indonesia tahap Tahun 2011 – 2015 menuju “Indonesia Negeri

(4)

D. SISTEMATIKA

Bab I : Pendahuluan

Bab II : Perkembangan Lingkungan Strategis Bab III : Analisis Ancaman Narkoba

Bab IV : Kebijakan dan Strategi Nasional di Bidang P4GN Bab V : Koordinasi dan Kerjasama

Bab VI : Evaluasi dan Pelaporan Bab VII : Penutup

(5)

BAB II

PERKEMBANGAN LINGKUNGAN STRATEGIS

A. INTERNASIONAL

1. Penyalahgunaan Narkoba

Laporan Tahunan United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) 2010 menyebutkan bahwa pada tahun 2008, diperkirakan antara 155 sampai dengan 250 juta orang (3,5 s/d 5,7% dari penduduk yang berumur 15 - 64 tahun) menggunakan narkoba minimal sekali dalam setahun.

Secara global, narkoba jenis Ganja paling banyak digunakan. Prevalensi penyalahgunaan ganja berkisar 2,9 dan 4,3 % per tahun dari penduduk yang berumur 15 - 64 tahun. Tertinggi di Oceania (9,3 - 14,8 %) dan Amerika (6,3 - 6,6%).

Diperkirakan penyalahgunaan Kokain berkisar 15 - 19,3 % per tahun (prevalensi 0,3 - 0,4 % per tahun) di dunia. Amerika Utara (2%), Oceania (1,4 - 1,7 %), dan Eropa Barat (1,5 %) adalah wilayah dengan prevalensi tertinggi.

Diperkirakan antara 13,7 s/d 52,9 juta orang berumur 15 – 64 tahun telah menyalahgunakan Amphetamine-Type Stimulants pada tahun terakhir (0,3 – 1,2 % penduduk dunia), termasuk 10,5 – 25,8 juta pengguna Ekstasi (0,2 – 0,6 % penduduk dunia). Oceania, Asia Timur dan Tenggara, Amerika Utara, dan Eropa Barat dan Tengah merupakan wilayah dengan prevalensi tertinggi pengguna ATS.

(6)

Penyalahgunaan narkoba menempati ranking ke 20 dunia sebagai penyebab terganggunya kesehatan, dan menempati rangking ke 10 di negara-negara berkembang. Penyalahguna narkoba sangat rentan terkena HIV, Hepatitis, dan TBC yang mudah menyebar ke seluruh lapisan masyarakat.

UNODC memandang ketergantungan narkoba sebagai masalah kesehatan. Penyalahguna dan pecandu narkoba dapat dibantu, adiksi mereka dapat dirawat, dan orang-orang ini dapat dipulihkan, dan dapat memberikan kontribusi kepada masyarakat lingkungannya. Menjadikan penyalahguna dan pecandu narkoba sebagai pelaku kejahatan dipandang sebagai cara yang tidak efektif dalam mengatasi permasalahan narkoba.

UNODC mengajak penanganan penyalahguna dan pecandu narkoba secara terintegrasi kedalam sistem kesehatan dan kesejahteraan masyarakat dan menjamin program rehabilitasi dapat diakses oleh semua orang yang membutuhkan.

Investasi di bidang pencegahan dan perawatan penyalahgunaan narkoba akan mengurangi biaya pemeliharaan kesehatan, meningkatkan keamanan dan memberikan kontribusi terhadap pembangunan masyarakat.

2. Peredaran Gelap Narkoba a. Opium/Heroin

Secara global, tanaman poppy mengalami penurunan menjadi 181, 400 ha (2009) atau 23 % sejak tahun 2007. Seiring dengan turunnya tanaman poppy, maka produksi opium juga menurun dari 8.890 mt (2007) menjadi

(7)

7.754 mt (2009), dan potensi produksi heroin menurun dari 757 mt (2007 menjadi 657 mt (2009).

Afghanistan dikenal sebagai sumber peredaran gelap opium, diperkirakan 93 % tanaman poppy dunia berada di Afghanistan. Kira-kira 80 % opium dari Afghanistan diselundupkan melalui Iran dan Pakistan serta Negara Asia Tengah. Peredaran gelap melalui daerah-daerah tersebut mengancam keamanan dan pembangunan masyarakat dunia dikarenakan semakin meningkatnya dan kuatnya kelompok kejahatan terorganisir yang akan menciptakan ketidakstabilan dan menyebabkan terjadinya tindak pidana korupsi.

Nilai pemasaran narkoba dari Afghanistan setiap tahun sebesar US$ 65 milyar, memasok + 15 juta penyalahguna narkoba dan menyebabkan 100.000 orang meninggal setiap tahunnya. Selain itu berdampak terjadinya penyebaran HIV yang tidak dapat diperkirakan jumlahnya dan sebagai sumber dana bagi kelompok kejahatan, pelaku kerusuhan dan teroris.

United Nations General Assembly Special Session (UNGASS)

mencurahkan perhatiannya ke permasalahan narkoba, secara global terjadi kenaikan produksi opium sebesar 78% dari 4.346 mt menjadi 7.754 mt di

Setiap tahun kira-kira ada 900 ton opium dan 375 ton heroin keluar dari Afghanistan melewati Balkan dan Eurasian, termasuk Cina, India, dan Rusia.

(8)

peningkatan penggunanya, nampaknya terjadi penyimpanan dalam jumlah besar di beberapa tahun terakhir. Hal ini dapat diartikan, seandainya produksi benar-benar diberhentikan pada tahun-tahun ini, maka simpanan yang ada masih dapat memasok pengguna untuk selama 2 (dua) tahun.

b. Kokain

Secara global arena tanaman coca mengalami penurunan menjadi 158.800 ha (2009) sekitar 13 % sejak tahun 2007 atau 28 % sejak tahun 2000. Secara global pula produksi kokain mengalami penurunan dari 1.024 mt (2007) menjadi 865 mt tahun 2008 (-16%). Produksi daun coca yang segar mengalami penurunan 4 % di tahun 2009 (14% antara 2007 dan 2009). Kolombia dikenal sebagai produsen 50 % kokain dunia, tanaman coca mengalami penurunan 18 % dan produksi Kokain turun 28 % dibanding tahun 2007. Selain Kolombia, negara lain yang dikenal sebagai sumber tanaman dan produsen Kokain adalah Bolivia dan Peru.

Pengguna kokain terbesar ada di Negara Amerika Utara dan sebagian Eropa Barat.

(9)

c. Ganja

Ada 172 negara dikenal sebagai produsen ganja. Negara pemasok ganja terbesar ke daratan Eropa berasal dari Maroko, namun pada akhir-akhir ini produsen ganja terbesar justru berasal dari Afghanistan. Sehingga Afghanistan tidak hanya dikenal sebagai produsen Heroin terbesar tetapi juga produsen ganja.

Produksi ganja Afghanistan berkisar 1.500 – 3.500 mt di tahun 2009 (dengan perkiraan luas tanaman ganja berkisar antara 10.000 – 24.000 ha). Penangkapan getah ganja di Timur Tengah/Asia Barat-Selatan dua kali lipat setelah tahun 2006. Satu-satunya penangkapan ganja terbesar dalam sejarah, terjadi di tahun 2008, yaitu penangkapan 236,8 mt getah ganja oleh pihak berwenang Afghanistan di Provinsi Kandahar.

Pada akhir-akhir ini ditemukan adanya penanaman ganja indoor, khususnya di daratan Eropa, Australia, dan Amerika Utara. Penanaman indoor merupakan bisnis yang menjanjikan dan secara signifikan meningkatkan

bagi organisasi lokal.

Ganja banyak dipakai meskipun jumlah penggunanya kurang bisa diperkirakan dengan tepat. Data menunjukkan bahwa ganja lebih merusak berbeda dengan pandangan umum selama ini. Pasar ganja paling besar adalah Amerika Utara, Oceania dan Eropa Barat.

d. Amphetamine-Type Stimulants (ATS)

Produksi ATS (amphetamine, methamphetamine, methcathinone, dan zat-zat lainnya) untuk memenuhi kebutuhan pasar berada di antara 161 dan 588 mt di tahun 2008 dan produksi ekstasi berada di antara 55 sampai dengan 133 mt.

(10)

Berbeda dengan Poppy, Coca, dan Ganja, sumber ATS sangat sulit dipetakan karena diproduksi tidak lagi dengan menggunakan mega laboratory tetapi sudah produksi rumahan atau lebih dikenal dengan sebutan kitchen laboratory.

B. REGIONAL

1. Penyalahgunaan Narkoba.

Data penyalahgunaan narkoba di ASEAN kurang dapat termonitor secara rinci, namun secara umum dapat tergambar bahwa penyahgunaan narkoba jenis ATS semakin meningkat, hal ini dapat dilihat dari hasil pengungkapan kasus ATS dan dimungkinkan meningkatnya peredaran ATS sesuai dengan meningkatnya permintaan pasar.

2. Peredaran Gelap Narkoba.

Peredaran gelap narkoba di wilayah negara ASEAN dan sekitarnya menunjukkan perkembangan yang signifikan, hal ini ditandai dengan terungkapnya sejumlah kasus narkoba di masing-masing negara tersebut: a. Penangkapan WN Iran di Indonesia, Thailand, dan Philipina yang

memasukkan narkoba jenis Metamphetamine atau dikenal dengan Shabu dalam jumlah besar.

b. Terungkap perkembangan baru cara melakukan penanaman Ganja di Jepang dengan sistem indoor (dalam rumah) dengan menggunakan pot dalam jumlah besar.

c. Terungkap pula di kelompok kriminal Vietnam yang melakukan metode cloning untuk menghasilkan tanaman Ganja dengan kualitas yang sama, dan cara ini belajar dari kelompok kriminal Vietnam yang berada di Australia.

d. Masih berkembangnya sindikat Nigeria yang menggunakan kurir kebanyakan wanita setempat, meskipun jaringan sindikat ini sudah banyak terungkap, namun semakin berubah-ubah dalam melakukan modus operandinya dan bahkan dapat mengarah timbulnya tindak pidana korupsi pada aparat penegak hukum setempat.

(11)

e. India sebagai sumber produksi Ketamine banyak mengirim selain ke negara-negara di daratan Amerika dan Eropa juga ke Asia termasuk negara-negara di ASEAN.

f. Penyelundupan tablet cold (obat flu dalam bentuk tablet) dalam jumlah besar ke Thailand dari Korea Selatan, karena 100.000 tablet dapat diekstrak menjadi 6 (enam) Kg Pseudo-ephedrine berubah fungsinya sebagai bahan kimia untuk membuat Narkoba jenis Shabu.

g. Pada tahun 2009 di Myanmar telah berhasil disita sebanyak 29,3 tablet Metamphetamine yang siap diedarkan ke negara tetangga.

C. NASIONAL

1. Penyalahgunaan Narkoba

Sumber Data : BNN & Puslitkes UI, 2008

Prevalensi penyalahguna narkoba di Indonesia pada tahun 2008 sebesar 1,99 % dari penduduk Indonesia berumur 10 – 59 tahun. Pada tahun 2010 prevalensi tersebut diproyeksikan naik menjadi 2,21 % dan tahun 2015 naik menjadi 2,8 % atau setara dengan 5,1 – 5,6 juta orang.

(12)

Berdasarkan hasil penelitian BNN dengan Puslitkes UI tahun 2008, bahwa asumsi prevalensi menurut jenis narkoba yang digunakan tahun 2015 adalah :

JENIS PREVALENSI PERKIRAAN TENGAH

Ganja 0,71 % 3.640.105 Shabu 0,38 % 1.948.225 Ekstasi 0,30 % 1.538.072 Heroin 0,18 % 922.843 Hashish 0,01 % 51.269 Kokain 0,01 % 51.269

Selanjutnya, berdasarkan penelitian BNN dan Puslitkes UI tahun 2008, proyeksi kerawanan penyalahgunaan narkoba pada tahun 2010 ditunjukkan pada tabel berikut.

DATA KERAWANAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA

TAHUN 2010

NO. PROVINSI JUMLAH POPULASI USIA 10-59 JUMLAH PEMAKAI NARKOBA KONSUMSI NARKOBA % KERAWANAN

1 DKI JAKARTA 7.011.100 334.019 4,76 2 DIY 2.576.600 78.081 3,03 3 MALUKU 1.013.600 29.167 2,91 4 MALUT 717..400 17.823 2,48 5 GORONTALO 675.800 16.469 2,44 6 JAMBI 2.185.000 50.420 2,31 7 SULTENG 1.998.400 45.163 2,26 8 JATIM 27.172.100 608.520 2,24 9 SUMUT 9.736.700 216.976 2,23 10 LAMPUNG 5.844.200 129.513 2,22 11 SULTRA 1.750.600 38.429 2,19 12 JABAR 31.673.300 684.562 2,16 13 BENGKULU 1.349.500 28.963 2,15 14 SULUT 1.714.400 36.737 2,14 15 PAPUA BARAT 573.544 12.269 2,14 16 JATENG 23.351.700 493.533 2,11 17 KEPRI 1.003.494 21.071 2,10 18 BANTEN 8.008.400 166.553 2,08 19 KALTIM 2.452.800 50.300 2,05 20 SULSEL 5.968.421 121.756 2,04 21 SUMBAR 3.296.900 63.873 1,94

(13)

NO. PROVINSI JUMLAH POPULASI USIA 10-59 JUMLAH PEMAKAI NARKOBA KONSUMSI NARKOBA % KERAWANAN 22 RIAU 4.596.806 88.258 1,92 23 NTT 3.198.200 60.766 1,90 24 BALI 2.676.000 50.576 1,89 25 KALSEL 2.648.300 49.258 1,86 26 SUMSEL 5.450.600 100.439 1,84 27 NAD 3.015.800 55.491 1,84 28 PAPUA 1.555.456 25.856 1,66 29 SULBAR 610.579 9.955 1,63 30 NTB 3.441.700 53.453 1,55 31 KALBAR 3.544.200 54.240 1,53 32 BABEL 783.300 11.929 1,52 33 KALTENG 1.867.700 25.576 1,37 Sumber Data : BNN & Puslitkes UI, 2008

Proyeksi tahun 2010 tersebut menunjukkan bahwa prevalensi di 10 provinsi berada di atas prevalensi nasional (2,21 %), yaitu :

- DKI Jakarta - DI Yogyakarta - Maluku - Maluku Utara - Gorontalo - Jambi - Sulawesi Tengah - Jawa Timur - Sumatera Utara - Lampung.

Sejumlah 4 (empat) dari kesepuluh provinsi tersebut berasal dari Indonesia Wilayah Timur.

(14)

Berdasarkan hasil penegakan hukum, jumlah tersangka penyalahguna narkoba terbesar berada di Provinsi DKI Jakarta. Data selengkapnya adalah sebagai berikut .

DATA TERSANGKA PENYALAHGUNA NARKOBA HASIL PENEGAKAN HUKUM

TAHUN 2008 - 2010

NO PROVINSI 2008 2009 2010

JMLH RANK JMLH RANK JMLH RANK

1. Aceh 390 X 350 IX 347 XI

2. Sumut 2.031 II 1.953 II 2.066 II

3. Sumbar 328 XIII 391 VIII 416 X

4. Riau 140 XVII 34 XXI 190 XV

5. Kepri 165 XVI 172 XV 183 XVI

6. Jambi 209 XV 39 XX 102 XX

7. Sumsel 421 VIII 286 XI 524 VII

8. Bengkulu 121 XX 140 XVII 107 XIX

9. Lampung 547 V 613 V 560 V

10. Babel 79 XXI 53 XIX 77 XXI

11. Banten 131 XVIII 167 XVI 220 XIV

12. DKI Jakarta 5.183 I 4.571 I 3.671 I

13. Jawa Barat 1.280 III 1.197 IV 947 III

14. Jawa Tengah 397 IX 597 VI 519 VIII

15. DI Yogyakarta 347 XI 278 XII 271 XII

16. Jawa Timur 1.259 IV 1.346 III 606 IV

17. Kalbar 48 XXIII 53 XIX 57 XXIII

18. Kalsel 483 VI 336 X 179 XVII

19. Kaltim 436 VII 416 VII 500 IX

20. Kalteng 129 XIX 94 XVIII 150 XVIII

21. Bali 226 XIV 223 XIV 221 XIII

22. NTB 70 XXII 28 XXIII 59 XXII

23. NTT 9 XXX 1 XVIII - -

24. Sulsel 344 XII 247 XIII 541 VI

25. Sulbar - - - -

26. Sultra 33 XXV 21 XXV 57 XXIII

27. Sulteng 36 XXIV 34 XXI 53 XXIV

28. Sulut 18 XXVII 15 XXVI 25 XXV

29. Gorontalo 12 XXVIII 30 XXII 12 XXVII

30. Maluku 27 XXVI 8 XXVII 19 XXVI

(15)

NO PROVINSI 2008 2009 2010

JMLH RANK JMLH RANK JMLH RANK

32. Papua 9 XXX 23 XXIV 25 XXV

33. Papua Barat - - - -

JUMLAH 14.918 - 13.739 - 12.729 -

Sumber Data : Direktorat TP Narkoba Bareskrim Polri & BNN, Januari 2011

Berdasarkan hasil penegakan hukum tahun 2008 sampai dengan 2010 diketahui bahwa pekerja swasta merupakan jumlah terbesar sebagai tersangka penyalahguna narkoba.

DATA TERSANGKA PENYALAHGUNA NARKOBA BERDASARKAN MATA PENCAHARIAN

HASIL PENEGAKAN HUKUM TAHUN 2008 - 2010

Sumber Data : Direktorat TP Narkoba Bareskrim Polri & BNN, Januari 2011

Sumber Data : Direktorat TP Narkoba Bareskrim Polri & BNN, Januari 2011

Berdasarkan hasil penegakan hukum tahun 2008 sampai dengan 2010 diketahui bahwa usia lebih dari 30 tahun merupakan jumlah terbesar sebagai tersangka penyalahguna narkoba.

(16)

DATA TERSANGKA PENYALAHGUNA NARKOBA BERDASARKAN USIA

HASIL PENEGAKAN HUKUM TAHUN 2008 - 2010

Sumber Data : Direktorat TP Narkoba Bareskrim Polri & BNN, Januari 2011

Berdasarkan hasil penegakan hukum tahun 2008 sampai dengan 2010 diketahui bahwa pendidikan SLTA merupakan jumlah terbesar sebagai tersangka penyalahguna narkoba.

DATA TERSANGKA PENYALAHGUNA NARKOBA BERDASARKAN PENDIDIKAN TERAKHIR

HASIL PENEGAKAN HUKUM TAHUN 2008 - 2010

(17)

2. Peredaran Gelap Narkoba

Berdasarkan hasil penegakan hukum pada Tahun 2008 - 2010, kasus peredaran gelap ganja menduduki rangking tertinggi dibandingkan dengan heroin, hashish, ekstasi, dan shabu.

DATA KASUS NARKOBA HASIL PENEGAKAN HUKUM

TAHUN 2008 - 2010

Sumber Data : Direktorat TP Narkoba Bareskrim Polri & BNN, Januari 2011

Sumber Data : Direktorat TP Narkoba Bareskrim Polri & BNN, Januari 2011

Berdasarkan hasil penegakan hukum pada Tahun 2008 - 2010, DKI Jakarta menduduki ranking pertama dalam jumlah tersangka peredaran gelap narkoba.

DATA TERSANGKA PEREDARAN GELAP NARKOBA HASIL PENEGAKAN HUKUM

TAHUN 2008 - 2010

NO PROVINSI 2008 2009 2010

JMLH RANK JMLH RANK JMLH RANK

1. Aceh 397 VI 459 IX 432 VIII

2. Sumut 1.585 III 1.779 III 1.642 III

3. Sumbar 121 XVI 39 XXVII 63 XXII

4. Riau 467 V 806 V 487 VII

5. Kepri 194 XIII 274 X 181 XVI

6. Jambi 128 XV 241 XIII 245 XII

7. Sumsel 396 VII 822 IV 579 VI

8. Bengkulu 58 XXIII 64 XXII 55 XXIII

9. Lampung 381 VIII 258 XI 220 XIV

(18)

NO PROVINSI 2008 2009 2010

JMLH RANK JMLH RANK JMLH RANK

12. DKI Jakarta 3.189 I 3.226 I 2.721 I

13. Jawa Barat 655 IV 494 VII 896 IV

14. Jawa Tengah 263 X 252 XII 368 IX

15. DI Yogyakarta 44 XXV 73 XX 32 XXVI

16. Jawa Timur 1.658 II 2.014 II 2.503 II

17. Kalbar 232 XII 203 XIV 233 XIII

18. Kalsel 328 IX 654 VI 634 V

19. Kaltim 238 XI 465 VIII 362 X

20. Kalteng 138 XIV 149 XV 279 XI

21. Bali 103 XVIII 63 XXIII 116 XVII

22. NTB 119 XVII 88 XIX 96 XVIII

23. NTT 21 XXVIII 27 XXVIII 9 XXX

24. Sulsel 90 XX 91 XVIII 78 XXI

25. Sulbar - - - -

26. Sultra 46 XXIV 22 XXIX 25 XXVII

27. Sulteng 77 XXI 113 XVII 119 XVI

28. Sulut 38 XXVII 42 XXVI 17 XXIX

29. Gorontalo 17 XXIX 2 XXX 7 XXXI

30. Maluku 61 XXII 65 XXI 45 XXV

31. Maluku Utara 17 XXIX 27 XXVIII 22 XXVIII

32. Papua 41 XXVI 52 XXV 48 XXIV

33. Papua Barat - - - -

JUMLAH 11.283 - 13.050 - 12.685 -

Sumber Data : Direktorat TP Narkoba Bareskrim Polri & BNN, Januari 2011 a. Heroin/Putaw

Hasil penegakan hukum tahun 2008 - 2010 menunjukkan bahwa barang bukti heroin/putaw diperoleh di Provinsi DKI Jakarta.

BARANG BUKTI HEROIN/PUTAW HASIL PENEGAKAN HUKUM

TAHUN 2008 - 2010

NO PROVINSI 2008 2009 2010

JMLH RANK JMLH RANK JUMLAH RANK

1. Aceh 3.339,34 II - . - -

2. Sumut 5,43 XII 6,62 XI 0,48 XV

3. Sumbar 4,80 XIII 16,90 VII 4,80 XI

4. Riau - . 0,40 XIX 3.221,20 IV

5. Kepri 4,20 XV 17,00 VI 3.751,30 III

(19)

NO PROVINSI 2008 2009 2010

JMLH RANK JMLH RANK JUMLAH RANK

7. Sumsel 0,32 XIX - - 18,20 IX

8. Bengkulu 0,09 XXII - - - -

9. Lampung 4,44 XIV 0,60 XVIII 0,25 XVII

10. Babel 2,00 XVII 0,16 XXI 1,02 XIV

11. Banten - - - - 6.952,20 II

12. DKI Jakarta 16.907,39 I 15.202,00 I 18.481,35 I

13. Jabar 20,00 VI 6,68 X 2.231,29 VII

14. Jateng 17,10 VII 68,06 II 1,68 XII

15. DI Y 59,80 IV 49,00 IV 2.613,30 VI

16. Jawa Timur 21,67 V 20,85 V 5,42 X

17. Kalbar 10,16 X 3,00 XIII 1,31 XIII

18. Kalsel 3,20 XVI 1,24 XVI - -

19. Kaltim 13,10 IX 7,43 IX 144,13 VIII

20. Bali 119,09 III 3,87 XII 2.635,14 V

21. NTB 0,15 XX 0,22 XX - -

22. Sulsel 14,72 VIII 10,88 VIII - -

23. Sulut 0,10 XXI 0,90 XVII 0,30 XVI

24. Gorontalo 0,42 XVIII 3,00 XIII 0,08 XVIII

25. Maluku 5,70 XI 50,12 III - -

26. Maluku Utara 0,08 XXIII 1,96 XV 0,05 XIX

JUMLAH 20.553,30 - 15.473,73 - 33.111,34 -

Sumber Data : Direktorat TP Narkoba Bareskrim Polri & BNN, Januari 2011

Pada Tahun 2009 hasil tertinggi penyitaan barang bukti heroin di bandar udara adalah di Jawa Timur, sedangkan pada tahun 2010 di Banten.

BARANG BUKTI HEROIN HASIL PENYITAAN DI BANDAR UDARA

TAHUN 2008 - 2010

NO KASUS 2008 2009 2010 KET

JMLH RANK JMLH RANK JMLH RANK

1. Banten - - 60,00 II 5.001,00 I Gram

2. Jawa Timur - - 2.600,00 I - - Gram

3. Bali - - - - 2.555,78 II Gram

JUMLAH - - 2.660,00 - 7.556,78 - Gram

(20)

Pada Tahun 2010 telah dilakukan penyitaan barang bukti heroin di Pelabuhan Laut Dumai dan Batam Centre.

BARANG BUKTI HEROIN

HASIL PENYITAAN DI PELABUHAN LAUT TAHUN 2008 - 2010

NO PROVINSI PELABUHAN TAHUN KET

2008 2009 2010

1. Riau Dumai - - 3.230,00 Gram

2. Kepri Batam Centre - - 1.465,90 Gram

JUMLAH - - 4.695,90 Gram

Sumber Data : Ditjen B b. Kokain

Pada Tahun 2008, barang bukti kokain tertinggi diperoleh di Provinsi Banten, Tahun 2009 di Provinsi Bali, sedangkan Tahun 2010 di Provinsi Banten.

BARANG BUKTI KOKAIN HASIL PENEGAKAN HUKUM

TAHUN 2008 - 2010

NO PROVINSI 2008 2009 2010

JMLH RANK JMLH RANK JMLH RANK

1. Banten 629,59 I 55,00 II 365,00 I

2. DKI Jakarta 503,60 II - - - -

3. Bali 20,30 III 265,70 I 6,00 III

4. NTB - - - - 48,00 II

JUMLAH 1.153,49 320,70 419,00

Sumber Data : Direktorat TP Narkoba Bareskrim Polri & BNN, Januari 2011

Hasil penyitaan barang bukti kokain di bandar udara pada Tahun 2008 - 2010 sebagai berikut.

BARANG BUKTI KOKAIN HASIL PENYITAAN DI BANDAR UDARA

TAHUN 2008 - 2010

LOKASI 2008 2009 2010

Banten 629,59 55,00 203,00

(21)

c. Ganja/Hashish

Pada Tahun 2008 dan 2009 barang bukti daun ganja yang tertinggi diperoleh di Provinsi Aceh, sedangkan pada Tahun 2010 diperoleh di Provinsi DKI Jakarta.

BARANG BUKTI DAUN GANJA HASIL PENEGAKAN HUKUM

TAHUN 2008 - 2010 (KG)

NO PROVINSI 2008 2009 2010

JMLH RANK JMLH RANK JMLH RANK

1. Aceh 102.192,79 I 83.049,27 I 2.062,06 V

2. Sumut 3.627,27 IV 501,96 V 2.242,06 IV

3. Sumbar 146,17 VII 330,35 VI 244,13 VIII

4. Riau 67,54 X 69,16 IX 1.751,03 VI

5. Kepri 51,26 XII 25,27 XIV 98,65 IX

6. Jambi 18,47 XIII 215,53 VII 95,62 X

7. Sumsel 242,48 VI 133,79 VIII 3.357,33 III

8. Bengkulu 12,06 XVII 30,62 XI 11,92 XVII

9. Lampung 3.756,36 III 534,59 IV 595,56 VII

10. Babel 57,17 XI 12,78 XVII 16,90 XV

11. Banten 94,24 IX 45,43 X 13,75 XVI

12. DKI Jakarta 1.252,75 V 8.990,83 III 8.403,10 I

13. Jawa Barat 28.747,02 II 16.707,32 II 3.686,05 II

14. Jawa Tengah 10,55 XIX 15,96 XVI 25,46 XI

15. DI Yogyakarta 10,67 XVIII 19,39 XV 22,93 XII

16. Jawa Timur 133,74 VIII 26,87 XIII 20,73 XIII

17. Kalbar 14,20 XV 2,88 XXII 1,74 XXII

18. Kalsel 0,00 XXX 0,15 XXVII 0,07 XXX

19. Kaltim 1,36 XXIV 29,78 XII 18,41 XIV

20. Kalteng 0,09 XXVIII 0,00 XXXI 1,05 XXIV

21. Bali 9,70 XX 3,97 XIX 6,30 XIX

22. NTB 8,88 XXII 9,73 XVIII 1,43 XXIII

23. NTT 0,80 XXV 0,26 XXV 0,13 XXVII

24. Sulsel 9,33 XXI 0,28 XXIV 0,47 XXV

25. Sulbar - - - -

26. Sultra 0,11 XXVII 0,16 XXVI 0,36 XXVI

27. Sulteng 0,22 XXVI 0,03 XXIX 0,03 XXXI

28. Sulut 0,04 XXIX 3,53 XX 0,10 XXVIII

29. Gorontalo - - 0,00 XXX 0,08 XXIX

30. Maluku 3,34 XXIII 0,98 XXIII 9,64 XVIII

(22)

NO PROVINSI 2008 2009 2010

JMLH RANK JMLH RANK JMLH RANK

I

32. Papua 12,11 XVI 3,18 XXI 3,03 XX

33. Papua Barat - - - - - -

JUMLAH 140.496,25 - 110.764,25 - 22.692,28 -

Sumber Data : Direktorat TP Narkoba Bareskrim Polri & BNN, Januari 2011

Pada Tahun 2008 hasil penyitaan atas barang bukti daun ganja di bandar udara yang tertinggi diperoleh di Provinsi Bali Tahun 2009 yang tertinggi di Provinsi Sumatera Utara, sedangkan Tahun 2010 yang tertinggi di Provinsi Banten.

BARANG BUKTI DAUN GANJA HASIL PENYITAAN DI BANDAR UDARA

TAHUN 2008 - 2010 (GRAM)

NO PROVINSI 2008 2009 2010

JMLH RANK JMLH RANK JMLH RANK

1. Sumut - - 61.500,00 I - - 2. Banten - - - - 3.300,90 I 3. DKI Jakarta - - 26,50 II - - 4. Jawa Timur 29,50 II - - - - 5. Bali 100,00 I - - 15,16 II JUMLAH 129,50 - 61.526,50 - 3.316,06 -

Sumber Data : Ditjen Bea dan Cukai, Januari 2011

Hasil penegakan hukum atas barang bukti pohon ganja, jumlah barang bukti yang tertinggi pada Tahun 2008 - 2010 adalah Provinsi Aceh.

BARANG BUKTI POHON GANJA HASIL PENEGAKAN HUKUM TAHUN 2008- 2010 (BATANG)

NO PROVINSI 2008 2009 2010

JMLH RANK JMLH RANK JMLH RANK

1. Aceh 584.544 I 526.555 I 438.621 I

2. Sumut 13.434 II 14.358 II 24.701 II

3. Sumbar - - 29 III 76 VI

4. Riau 2 VII 6 VIII 199 V

5. Sumsel 51 III 11 VI 381 IV

(23)

7. Jawa Barat - - 9 VII 5 VII 8. Jawa Timur - - 2 IX - - 9. Kalbar - - 26 IV 3 VIII 10. Kalsel - - 23 V - - 11. Bali 5 V - - - - 12. Maluku Utara 4 VI - - - - 13. Papua 2 VII - - - - JUMLAH 598.049 - 541.019 - 465.033 -

Sumber Data : Direktorat TP Narkoba Bareskrim Polri & BNN, Januari 2011

Hasil penegakan hukum atas barang bukti biji ganja, jumlah barang bukti yang tertinggi pada Tahun 2008 adalah di Provinsi Aceh, Tahun 2009 di Provinsi Sumatera Utara, dan Tahun 2010 di Provinsi Lampung.

BARANG BUKTI BIJI GANJA HASIL PENEGAKAN HUKUM TAHUN 2008-2010 (GRAM)

NO PROVINSI 2008 2009 2010

JMLH RANK JMLH RANK JMLH RANK 1. Aceh 305,50 I - - - - 2. Sumut 270,40 II 443,00 I 150,00 II 3. Kepri - - 75,00 II - - 4. Lampung - - - - 600,00 I

JUMLAH 575,90 - 518,00 - 750,00 -

Sumber Data : Direktorat TP Narkoba Bareskrim Polri & BNN, Januari 2011

BARANG BUKTI LAHAN GANJA HASIL PENEGAKAN HUKUM TAHUN 2008 - 2010 (HEKTAR)

NO PROVINSI 2008 2009 2010

JMLH RANK JMLH RANK JMLH RANK

1. Aceh 122,00 I 236,35 I 171,65 I

2. Sumut 6,20 II 5,50 II 6,50 II

3. Sumsel - - - - 0,25 III

JUMLAH 128,20 - 241,85 - 178,40 -

Sumber Data : Direktorat TP Narkoba Bareskrim Polri & BNN, Januari 2011

Hasil penegakan hukum atas barang bukti lahan ganja, jumlah barang bukti yang tertinggi pada Tahun 2008 – 2010 adalah Provinsi Aceh.

(24)

Pada Tahun 2010 berhasil disita barang bukti ganja di Pelabuhan Laut Bengkalis Provinsi Riau seberat 375 gram (Ditjen Bea dan Cukai, Januari 2011).

Selama Tahun 2008 - 2010 telah berhasil disita barang bukti hashish di bandar udara, yaitu di Provinsi Banten dan Bali.

BARANG BUKTI HASHISH HASIL PENYITAAN DI BANDAR UDARA

TAHUN 2008 - 2010

NO PROVINSI 2008 2009 2010 KET

JMLH RANK JMLH RANK JMLH RANK

1. Banten 5 I - - 65 II Gram

2. Bali - - - - 5.922 I Gram

JUMLAH 5 - - - 5.987 - Gram

Sumber Data : Ditjen Bea dan Cukai, Januari 2011

d. Amphetamine-Type Stimulants (ATS)

1) Ekstasi

Hasil penegakan hukum atas barang bukti ekstasi, jumlah barang bukti yang tertinggi pada Tahun 2008 - 2010 adalah di Provinsi DKI Jakarta.

BARANG BUKTI EKSTASI HASIL PENEGAKAN HUKUM TAHUN 2008 - 2010 (BUTIR)

NO PROVINSI 2008 2009 2010

JMLH RANK JMLH RANK JUMLAH RANK

1. Aceh 34,00 XXII - - - -

2. Sumut 39.485,00 III 14.463,00 V 14.330,00 IV

3. Sumbar 116,00 XVIII 22,00 XXV 43,00 XX

4. Riau 24.390,00 VI 3.123,00 XII 7.808,00 VIII

5. Kepri 53.500,00 II 21.811,00 II 44.926,00 III

6. Jambi 4.346,00 XII 1.046,00 XVI 2.244,50 XII

7. Sumsel 6.801,00 X 13.733,00 VI 45.990,00 II

8. Bengkulu 352,00 XVII 625,25 XVIII - -

9. Lampung 15.334,00 VII 2.282,25 XIII 1.173,75 XIV

10. Babel 870,00 XVI 766,00 XVII 141,00 XVIII

11. Banten 28.106,00 IV 9.696,00 VII 10.396,00 V

(25)

NO PROVINSI 2008 2009 2010

JMLH RANK JMLH RANK JUMLAH RANK

13. Jawa Barat 2.961,00 XIII 418,00 X 56,00 XIX

14. Jawa Tengah 38,00 XXI 1.052,00 XV 170,00 XVII

15. DI Yogyakarta 97,00 XIX 503,00 XIX 10.169,00 VI

16. Jawa Timur 8.445,00 IX 15.341,00 IV 3.602,00 XI

17. Kalbar 6.580,00 XI 6.896,00 VII 4.769,00 X

18. Kalsel 24.646,00 V 15.366,00 III 931,00 XV

19. Kaltim 12.821,00 VIII 3.599,00 X 5.529,00 IX

20. Kalteng 27,00 XXIV 1.844,00 XIV 389,00 XVI

21. Bali 2.175,00 XIV 3.321,00 XI 8.352,00 VII

22. NTB 38,00 XXI 26,00 XXIV 11,00 XXII

23. NTT - - 11,00 XXVI - -

24. Sulsel 1.050,00 XV 4.683,00 IX 1.191,00 XIII

25. Sultra 30,00 XXIII 54,00 XXIII - -

26. Sulteng 10,00 XXV 251,00 XXI 20,00 XXI

27. Sulut 2,00 XXVI 6,00 XXVII - -

28. Maluku 92,00 XX 11,00 XXVI - -

29. Papua 10,00 XXV 69,00 XXII - -

JUMLAH 1.091.204,00 - 318.934,50 - 434.660,25 -

Sumber Data : Direktorat TP Narkoba Bareskrim Polri & BNN, Januari 2011

Adapun hasil penegakan hukum di bandar udara atas barang bukti ekstasi dapat diketahui sebagai berikut.

BARANG BUKTI EKSTASI HASIL PENYITAAN DI BANDAR UDARA

TAHUN 2008 - 2010

NO PROVINSI TAHUN KET

2008 2009 2010

1. Banten 29.637,00 105.325,00 99,00 Butir

2. Jawa Timur - 8.800,00 99,00 Butir

3. Bali - - 402,48 Gram

4. Kepri 5.935,00 - - Butir

JUMLAH 35.572,00 114.125,00 198,00 402,48 Gram Butir

(26)

Hasil penyitaan di pelabuhan laut atas barang bukti ekstasi dapat diketahui sebagai berikut.

BARANG BUKTI EKSTASI

HASIL PENYITAAN DI PELABUHAN LAUT TAHUN 2008 - 2010

NO PROVINSI PELABUHAN TAHUN KET

2008 2009 2010

1. Sumut 1. Teluk Nibung - 992.905,08 6.426 Gram

2. Belawan - 1.565,54 - Gram

3. Tanjung Tiram - 286,00 - Gram

2. Riau 1. Dumai - 2.101,00 19.781,00 Gram

2.100 Butir

2. Bagan Siapi-Api - - 1.993,00 Gram

3. Bengkalis - - 2.976,00 Gram

3. Kepri 1. Tanjung Balai Karimun - - 2.000,00 Gram

10.112 Butir

2. Batam Centre - 1.708,00 15.632,10 Gram

13.490 Butir

JUMLAH - 998.565,62 48.808,10 Gram

25.702 Butir

Sumber Data : Ditjen Bea dan Cukai, Januari 2011

2) Shabu

Hasil penegakan hukum atas barang bukti shabu , jumlah barang bukti yang tertinggi pada Tahun 2008 - 2010 adalah di Provinsi DKI Jakarta.

BARANG BUKTI SHABU HASIL PENEGAKAN HUKUM

TAHUN 2008 - 2010 (KG)

NO PROVINSI 2008 2009 2010

JMLH RANK JMLH RANK JUMLAH RANK

1. Aceh 0,42 XII 1,37 XII 2,88 XIII

2. Sumut 5,037 III 16,76 III 18,49 V

3. Sumbar 0,20 XVI 0,15 XIX 0,26 XXIII

4. Riau 1,276 V 2,10 IX 2,05 XVI

5. Kepri 1,04 VII 2,71 VI 23,79 IV

6. Jambi 0,18 XVII 6,18 IV 2,25 XV

7. Sumsel 1,32 IV 1,48 XII 4,15 X

(27)

NO PROVINSI 2008 2009 2010

JMLH RANK JMLH RANK JUMLAH RANK

9. Lampung 0,30 XIII 0,31 XVI 5,32 IX

10. Babel 0,72 IX 0,12 XXI 0,27 XXI

11. Banten 0,02 XXIV 1,67 XI 107,68 II

12. DKI Jakarta 684,18 I 176,40 I 393,83 I

13. Jawa Barat 0,22 XIV 0,30 XVII 1,21 XVIII

14. Jawa Tengah 0,47 XI 0,56 XV 38,05 III

15. DI Yogyakarta 0,03 XXIII 0,14 XX 3,82 XI

16. Jawa Timur 9,90 II 16,78 II 15,72 VI

17. Kalbar 0,13 XVIII 0,58 XIV 8,50 VIII

18. Kalsel 1,19 VI 2,41 VIII 1,62 XVII

19. Kaltim 0,99 VIII 2,06 X 2,83 XIV

20. Kalteng 0,21 XV 0,26 XVIII 0,61 XIX

21. Bali 0,11 XIX 4,32 V 10,48 VII

22. NTB 0,02 XXV 0,03 XXV 0,05 XXIII

23. NTT 0,02 XXV 0,03 XXV 0,05 XXIV

24. Sulsel 1,19 VI 2,47 VII 1,62 XVII

25. Sultra 0,01 XXVIII 0,01 XXVI 0,05 XXV

26. Sulteng 0,48 X 0,11 XXII 0,39 XX

27. Sulut 0,01 XXVII 0,01 XXVIII 0,01 XXIX

28. Gorontalo 13,00 XXVII 13,00 XXVI 12,00 XXX

29. Maluku 0,1 XX 0,01 XXVII 3,029 XII

30. Maluku Utara 0,00 XXIX 0,00 XXIX 0,03 XXVII

31. Papua 0,04 XXII 0,1 XXIII 0,04 XXVI

709,85 - 239,45 - 649,12 -

(28)

Hasil penyitaan di bandar udara pada Tahun 2008 - 2010 atas barang bukti shabu diperoleh di Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Banten, Jawa Timur, dan Bali.

BARANG BUKTI SHABU

HASIL PENYITAAN DI BANDAR UDARA TAHUN 2008 - 2010

NO PROVINSI TAHUN KET

2008 2009 2010

1. Aceh - 500,00 158,58 Gram 2. Sumut 525,00 5.396,00 - GramÊ 3. Banten 32.961,00 58.936,77 159.206,50 GramÊ 4. Jawa Timur 7.228,00 - 9.913,10 GramÊ 5. Bali - 508,90 11.695,11 GramÊ

JUMLAH 40.714,00 65.341,67 180.973,29 Gram

Sumber Data : Ditjen Bea dan Cukai, Januari 2011

Hasil penyitaan di perbatasan pada Tahun 2008 - 2010 atas barang bukti shabu diperoleh di Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat.

BARANG BUKTI SHABU HASIL PENYITAAN DI PERBATASAN

TAHUN 2008 - 2010

NO PROVINSI PELABUHAN TAHUN KET

2008 2009 2010

1. Kaltim Nunukan - 0,80 - Gram

2. Kalbar Entikong - - 8.000 Gram

JUMLAH - 0,80 8.000 Gram

(29)

Hasil penyitaan di bandar udara pada Tahun 2008 - 2010 atas barang bukti shabu cair diperoleh di Provinsi Banten dan Jawa Timur.

BARANG BUKTI SHABU CAIR HASIL PENYITAAN DI BANDAR UDARA

TAHUN 2008 - 2010

NO PROVINSI TAHUN KET

2008 2009 2010

1. Banten - 1.100 1.030 Mili Liter 2. Jawa Timur - 5.000 - Mili Liter JUMLAH - 46.1000 1.030 Mili Liter

Sumber Data : Ditjen Bea dan Cukai, Januari 2011

e. Jaringan Sindikat Narkoba

Jaringan sindikat narkoba internasional yang beroperasi di Indonesia meliputi : Nigeria, Nepal, India, Pakistan, Cina, Taiwan, Malaysia, dan Iran.

Data hasil pengungkapan jaringan sindikat Internasional oleh BNN sebagai berikut.

NO ASAL NEGARA

JUMLAH

TERSANGKA JENIS NARKOTIKA KET

2009 2010 2009 2010

1 Pakistan - 1 - 4 Heroin

2 India - 1 2 10 Shabu 1 DPO

3 Nigeria - 3 6 10 Shabu Heroin Ganja 6 DPO 4 Malaysia - 5 16 35 Shabu Heroin 5 Iran 1 2 41 34 Shabu Heroin Ganja 2 DPO

6 China - 1 12 10 Shabu 2 DPO

7 Nepal - 1 - 2 Shabu

Jumlah 1 14 77 105 11 DPO

(30)

Demi kelancaran operasional, jaringan sindikat merekrut kurir yang mayoritas adalah perempuan. Perekrutan dilakukan dengan terus terang dan sembunyi-sembunyi, melalui berbagai tipu muslihat seperti menjadikan sebagai istri, diajak keliling ke luar negeri, membangun kerjasama bisnis, dan peminjaman alamat tempat tinggal sebagai tempat transit.

Strategi pendistribusian narkoba dilakukan secara berjenjang-terputus dari pemasok hingga tingkat pemakai. Demikian pula dengan pihak penarik uang hasil penjualan narkoba, juga dilakukan secara berjenjang-terputus sampai ke tingkat pengumpul. Antara pemasok narkoba dengan penarik uang hasil penjualan narkoba tidak saling mengenal.

Modus operandi pendistribusian yang dilakukan oleh para sindikat narkoba adalah dengan menggunakan berbagai cara, diantaranya body packing, swallowed (ditelan), dan disamarkan/ disembunyikan pada barang-barang tertentu

seperti kaki palsu pipa, mainan anak-anak, kemasan makanan, lukisan, laptop, dan lapisan koper.

Dalam hal transaksi keuangan hasil kejahatan narkoba, modus operandi menggunakan pihak-pihak tertentu untuk membuka rekening perbankan dan memanfaatkan jasa layanan money changer baik legal maupun illegal. Untuk praktik money laundering, jaringan internasional menggunakan jasa Hawala Banking System, di mana sistem ini tidak mudah terdeteksi aliran/pergerakan dananya antar negara.

(31)

Selama periode Tahun 2003 - 2010 telah berhasil diungkap laboratorium gelap narkoba, sebagai berikut.

DATA PENGUNGKAPAN LABORATORIUM GELAP NARKOBA

TAHUN 2003 - 2010 NO TAHUN JUMLAH 1 2003 6 2 2004 10 3 2005 12 4 2006 12 5 2007 15 6 2008 21 7 2009 37 8 2010 29 TOTAL 142

(32)

BAB III

ANALISIS ANCAMAN NARKOBA A.

1. Hasil penelitian menunjukan bahwa jumlah penyalahguna narkoba pada tahun 2008 sebanyak 1,99 % atau sekitar 3,3 juta orang, tahun 2010 bertambah menjadi 3,8 juta orang (2,21%), dan tahun 2015 bertambah lagi menjadi 5,1 juta orang (2,8 %). Makin meningkatnya jumlah konsumen di Indonesia tersebut akan makin mengundang beroperasinya jaringan sindikat narkoba di Indonesia, terlebih lagi dengan harga yang tinggi (great market - great price).

2. Jenis penyalahguna narkoba

Berbagai jenis penyalahguna narkoba meliputi coba pakai, teratur pakai, pecandu, pecandu bukan suntik, dan pecandu suntik.

JENIS PENYALAHGUNA 2004 2008 2013 JMLH % JMLH % JMLH % Coba Pakai 662.104 0,24 872.929 0,26 1.274.483 0,28 Teratur Pakai 746.074 0,27 894.490 0,27 1.218.470 0,27 Pecandu 1.939.901 0,50 1.595.107 0,47 2.090.737 0,46 Pecandu bukan Suntik 1.190.112 0,42 1.358.936 0,40 1.777.828 0,39 Pecandu Suntik 203.789 0,07 236.172 0,07 312.909 0,07 Total 2.802.079 3.362.527 4.583.690 % Terhadap Populasi Berisiko 1,75 1,99 2,56

Sumber: Hasil Survey BNN – Puslitkes UI 2008

Jumlah penyalahguna narkoba coba pakai akan meningkat dari tahun ke tahun. Ini menunjukkan kerawanan bagi ‘orang yang IMUN’ akan menjadi

‘COBA PAKAI’. Dengan demikian timbul pelanggan baru, dan setelah meningkat menjadi “TERATUR PAKAI maka akan menjadi PELANGGAN TETAP”.

(33)

3. Kondisi Lembaga Perawatan/Rehabilitasi Tahun 2010. NO JENIS FASILITAS TERAPI DAN REHABILITASI

FASI-LITAS KAPA-SITAS PENGELOLA KET

1. OSC 123 16 250 2.178 7.812 2.419 RSJ/RSKO/UPT T&R BNN Lapas Komponen Masyarakat 12.409/tahun 2. ORC 65 2.600 Puskesmas Komp Masyarakat UPTD/RSUD @ 40 klien/ tahun

3. CBU 26 1.040 Komponen Masyarakat

(LSM,Ponpes,tempat ibadah) @ 40 klien/ tahun

4. Aftercare 42

Lokasi 1.050 Komponen masyarakat (LSM) Pemerintah (RSJ,Bapas,Mensos) @ 25 eks pecandu/ tahun

5. PTRM 33

Faskes 1.650 Pemerintah (Puskesmas/RSUD) @ 50 pecandu/ tahun

JUMLAH 18.749

Sumber: Hasil Puldata Deputi Bidang Rehabilitasi BNN 2010

Kapasitas tempat perawatan (rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial) yang ada selama ini sangat terbatas bila dibandingkan dengan jumlah penyalahguna narkoba yang harus memperoleh perawatan.

Dari 3,8 juta penyalahguna narkoba yang ada pada tahun 2010 hanya sekitar 18.000 orang yang menjalani perawatan atau sebesar 0,47%.

Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar penyalahguna narkoba (99,53%) belum mendapat perawatan. Para penyalahguna narkoba yang masih ada di luar atau tidak dalam perawatan tersebut rawan menjadi pasar terbuka jaringan sindikat peredaran gelap narkoba.

(34)

4. Penyebaran tempat perawatan penyalahguna narkoba per provinsi tahun 2010 sebagai berikut.

NO PROVINSI PENYALAHGUNA JUMLAH REHABILITASI FASILITAS REHABILITASI KAPASITAS %

1 DKI JAKARTA 334.019 48 1.690 0,51 2 JAWA BARAT 684.562 71 2.760 0,40 3 BANTEN 166.553 16 370 0,22 4 JAWA TENGAH 493.533 46 1.002 0,20 5 DI YOGYAKARTA 78.081 13 373 0,48 6 JAWA TIMUR 608.520 47 2.257 0,37 7 ACEH 55.549 2 25 0,05 8 SUMATERA UTARA 216.976 28 1.045 0,48 9 SUMATERA BARAT 63.873 3 10 0,02 10 RIAU 87.699 4 162 0,18 11 KEP. RIAU 21.104 3 - 0,00 12 JAMBI 50.420 4 34 0,07 13 SUMATERA SELATAN 100.439 9 359 0,36 14 BANGKA BELITUNG 11.929 1 - 0,00 15 BENGKULU 28.963 4 60 0,21 16 LAMPUNG 129.513 8 733 0,57 17 KALIMANTAN BARAT 54.240 10 41 0,08 18 KALIMANTAN TENGAH 25.576 4 70 0,27 19 KALIMANTAN SELATAN 46.196 8 1.422 3,08 20 KALIMANTAN TIMUR 50.300 3 69 0,14 21 SULAWESI UTARA 36.737 4 10 0,03 22 GORONTALO 16.469 4 - 0,00 23 SULAWESI TENGAH 45.263 3 4 0,01 24 SULAWESI SELATAN 121.773 16 418 0,34 25 SULAWESI BARAT 9.955 0 - 0,00 26 SULAWESI TENGGARA 38.429 2 10 0,03 27 MALUKU 29.169 4 10 0,03 28 MALUKU UTARA 17.823 0 - 0,00 29 BALI 50.802 13 163 0,32 30 NTB 53.453 7 58 0,11 31 NTT 60.922 2 20 0,03 32 PAPUA 25.865 2 20 0,08 33 PAPUA BARAT 12.269 0 - 0,00

Berdasarkan data di atas dapat diketahui bahwa ada 3 (tiga) provinsi yang belum memiliki tempat perawatan penyalahguna narkoba, padahal di ketiga provinsi tersebut terdapat penyalahguna narkoba. Kondisi seperti ini akan

(35)

memberikan peluang bagi berkembangnya sindikat narkoba di provinsi tersebut.

5. Perkiraan Jumlah Penyalahguna Narkoba dan perkiraan kebutuhan serta prevalensi masing-masing jenis narkoba di tahun 2015 :

GANJA HEROIN KOKAIN EKSTASI SHABU HASHISH

PENYALAHGUNA 3.640.105 922.843 51.269 1.538.072 1.948.225 51.269

PERKIRAAAN

KEBUTUHAN 389.490.039 7.771.259 82.012 8.988.587 30.021.070 31.990

PREVALENSI 0,71 % 0,18 % 0,01 % 0,30 % 0,38 % 0,01 %

Data di atas menunjukkan bahwa 4 (empat) jenis narkoba yang banyak dikonsumsi adalah Ganja, Shabu, Ekstasi, dan Heroin. Jumlah kebutuhan yang besar akan semakin menarik masuknya jaringan sindikat narkoba beroperasi di Indonesia. Hal ini seiring dengan prinsip ekonomi, kebutuhan (demand) yang besar akan mengundang pasokan (supply) yang besar pula.

6. Berdasarkan jenis pekerjaan, para tersangka penyalahguna narkoba yang berhasil ditangkap pada umumnya adalah pekerja swasta, wiraswasta, dan buruh berusia di atas 30 tahun.

7. Pendidikan terakhir para tersangka penyalahguna narkoba paling banyak berpendidikan SLTA. Hal ini yang harus menjadi perhatian semua pihak karena ancaman terbesar ada pada kalangan siswa/pelajar SLTA.

B. PEREDARAN GELAP NARKOBA

1. Pengungkapan kasus Narkotika 3 (tiga) tahun terakhir : menunjukkan jenis Shabu mengalami kenaikan, sedangkan Ganja terlihat menurun, begitu pula dengan pengungkapan Narkotika jenis Ekstasi mengalami penurunan. 2. Dengan telah berhasilnya pengungkapan narkoba jenis Heroin dan Kokain,

maka hal ini menunjukkan telah masuknya narkoba dari luar negeri, mengingat bahwa Indonesia bukan produsen kedua jenis narkoba tersebut. Perkiraan kebutuhan kedua jenis narkoba tersebut di Indonesia sangat tinggi, sehingga dimungkinkan masih banyak yang berhasil lolos masuk ke Indonesia. Berhasil masuknya kedua jenis narkoba tersebut di

(36)

Indonesia merupakan suatu keberhasilan jaringan sindikat narkoba Ganja

yang tadinya tumbuh hanya di Provinsi Aceh, ternyata ditemukan di daerah lain di luar Provinsi Aceh, bahkan ada yang masuk ke Indonesia dari luar negeri.

3. Barang bukti yang selama ini berhasil disita masih dalam jumlah kecil bila dibandingkan dengan jumlah kebutuhan di Indonesia. Barang bukti tersebut sebagian kecil disita di wilayah pelabuhan laut. Indonesia sangat rawan dari penyelundupan narkoba melalui laut. Diperkirakan penyelundupan narkoba banyak dilakukan melalui laut dengan memanfaatkan kelemahan pengamanan di laut atau perairan, serta pelabuhan laut. 4. Pada akhir-akhir ini jaringan yang beroperasi di Indonesia banyak yang

berasal dari IRAN. Hal ini selain dipicu oleh harga pasar di Indonesia, khususnya Shabu, sangat tinggi, juga oleh karena jumlah konsumen yang tinggi pula.

5. Timbulnya laboratorium gelap narkoba di dalam negeri menunjukkan terjadinya penyimpangan bahan kimia prekursor, disamping adanya penyelundupan prekursor dari luar negeri.

6. Wilayah Indonesia Timur nampak sangat rawan baik terhadap penyalahgunaan narkoba maupun peredaran gelap narkoba. Hal ini ditunjukkan oleh angka prevalensi 4 (empat) provinsi Indonesia Timur berada di atas prevalensi nasional, serta masih terdapatnya ada 3 (tiga) provinsi yang tidak memiliki tempat perawatan penyalahguna/pecandu narkoba.

(37)

BAB IV

KEBIJAKAN DAN STRATEGI NASIONAL

A. VISI

Bersama Mewujudkan “Indonesia Bebas Narkoba Tahun 2015”.

B. MISI

Melakukan pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba secara komprehensif dan sinergis.

C. TUJUAN

Terwujudnya “Indonesia Bebas Narkoba Tahun 2015”.

D. SASARAN

Meningkatnya jumlah masyarakat yang imun, menurunnya angka prevalensi penyalahguna narkoba di bawah 2,8 % dari jumlah penduduk Indonesia, dan meningkatnya pengungkapan jaringan peredaran gelap narkoba pada akhir Tahun 2015.

E. ARAH KEBIJAKAN DI BIDANG P4GN

1. Menjadikan 97,2 % penduduk Indonesia imun terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba melalui partisipasi aktif seluruh komponen masyarakat, bangsa, dan Negara Indonesia dengan menumbuhkan sikap menolak narkoba dan menciptakan lingkungan bebas narkoba.

2. Menjadikan 2,8 % penduduk Indonesia (penyalahguna narkoba) secara bertahap mendapat layanan rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial

melalui rawat inap atau rawat jalan serta mencegah kekambuhan dengan program after care (rawat lanjut).

3. Menumpas jaringan sindikat narkoba hingga ke akar-akarnya melalui pemutusan jaringan sindikat narkoba dalam dan/atau luar negeri dan

penghancuran kekuatan ekonomi jaringan sindikat narkoba dengan cara penyitaan aset yang berasal dari tindak pidana narkotika melalui

(38)

F. STRATEGI NASIONAL

1. Strategi di Bidang Pencegahan.

2. Strategi di Bidang Pemberdayaan Masyarakat

3. Strategi di Bidang Rehabilitasi.

a. Upaya menjadikan siswa/pelajar pendidikan menengah dan mahasiswa memiliki pola pikir, sikap, dan terampil menolak penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba.

b. Upaya menjadikan para pekerja memiliki pola pikir, sikap, dan terampil menolak penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba.

a. Upaya menciptakan lingkungan pendidikan menengah dan kampus bebas dari penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba terutama ganja, shabu, ekstasi, dan heroin.

b. Upaya menciptakan lingkungan kerja bebas dari penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba terutama ganja, shabu, ekstasi, dan heroin. c. Upaya penyadaran dengan pemberdayaan masyarakat di daerah-daerah

yang secara sosiologis dan ekonomis melakukan penanaman ganja. d. Upaya penyadaran dengan pemberdayaan masyarakat terhadap

masyarakat yang belum terkena narkoba, penyalahguna narkoba, dan pelaku peredaran gelap narkoba di Kampung Permata, Jakarta Barat, DKI Jakarta dan pengembangan program di tempat rawan kota lainnya.

a. Upaya mengintensifkan pelaksanaan wajib lapor pecandu narkotika. b. Upaya memberikan pelayanan rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial

kepada penyalahguna, korban penyalahgunaan, dan pecandu narkoba. c. Upaya pembangunan kapasitas lembaga rehabilitasi medis dan

rehabilitasi sosial secara prioritas berdasarkan kerawanan daerah penyalahgunaan narkoba.

d. Upaya pembinaan lanjut kepada mantan penyalahguna, korban penyalahgunaan, dan pecandu narkoba untuk mencegah terjadinya

(39)

4. Strategi di Bidang Pemberantasan.

a. Upaya pengawasan yang ketat terhadap impor, produksi, distribusi,

penggunaan (end user), ekspor, dan re-ekspor bahan kimia prekursor, dan

penegakan hukum terhadap jaringan tersangka yang melakukan penyimpangan.

b. Upaya pengungkapan pabrikan gelap narkoba dan/atau laboratorium rumahan dan jaringan sindikat yang terlibat.

c. Upaya pengungkapan tindak pidana pencucian uang yang berkaitan dengan tindak pidana narkotika secara tegas dan keras sesuai peraturan perundang-undangan.

d. Upaya penyelidikan dan penyidikan, penuntutan, dan peradilan jaringan sindikat narkoba baik dalam maupun luar negeri secara sinergi.

e. Upaya penindakan yang tegas dan keras terhadap aparat penegak hukum dan aparat pemerintah lainnya yang terlibat jaringan sindikat narkoba.

f. Upaya peningkatan kerjasama antar aparat penegak hukum untuk menghindari kesenjangan di lapangan.

g. Upaya peningkatan kerjasama dengan aparat penegak hukum tingkat internasional guna pengungkapan jaringan sindikat luar negeri.

(40)

BAB V

KOORDINASI DAN KERJASAMA

A. KOORDINASI

1. Setiap pimpinan kementerian/lembaga menerapkan prinsip koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan simplifikasi guna mencegah terjadinya tumpang tindih sasaran kegiatan.

2. Setiap pimpinan kementerian/lembaga bertanggungjawab atas pencapaian target Rencana Aksi Nasional sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing.

3. Pelaksanaan koordinasi dilaksanakan oleh pelaksana program/kegiatan dengan mengutamakan asas transparansi.

B. KERJASAMA

1. Setiap pimpinan kementerian/lembaga dapat melakukan kerja sama yang dituangkan dalam bentuk nota kesepahaman dan/atau perjanjian kerjasama.

2. Kerjasama dilaksanakan untuk optimalisasi pencapaian target Rencana Aksi Nasional.

(41)

BAB VI

EVALUASI DAN PELAPORAN

A. EVALUASI

1. Evaluasi pencapaian target Rencana Aksi Nasional dilaksanakan setiap 6 bulan sekali.

2. Pelaksanaan evaluasi dikoordinir oleh Badan Narkotika Nasional.

3. Masing-masing pimpinan kementerian/lembaga menugaskan pejabat yang membidangi perencanaan sebagai penghubung.

4. Penyusunan laporan evaluasi menggunakan format yang telah ditentukan. 5. Reviu Kebijakan dan Strategi Nasional di Bidang P4GN dilaksanakan

setiap setahun sekali sesuai dengan perkembangan ancaman narkoba.

B. PELAPORAN

1. Badan Narkotika Nasional mengkompilasi laporan dari masing-masing kementerian/lembaga untuk disampaikan kepada Presiden.

2. Pejabat yang telah ditugaskan oleh pimpinan kementerian/lembaga sebagai penghubung mengirimkan laporan pencapaian target Rencana Aksi Nasional kepada Badan Narkotika Nasional dengan menggunakan format yang telah ditentukan.

(42)

BAB VII PENUTUP

Penyusunan Kebijakan dan Strategi Nasional di Bidang P4GN Tahun 2011-2015 merupakan komitmen bersama seluruh komponen masyarakat, bangsa, dan Negara Indonesia dalam mewujudkan “Indonesia Negeri Bebas Narkoba”.

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT RI (DPR RI) DEWAN PERWAKILAN DAERAH RI (DPR RI) MAHKAMAH KONSTITUSI RI (MK RI) MAHKAMAH AGUNG RI (MA RI) BADAN PEMERIKSA KEUANGAN RI KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG POLITIK, HUKUM,

DAN KEAMANAN KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT

(43)

TNI - AL TNI - AU KEMENTERIAN DALAM NEGERI

KEJAKSAAN AGUNG RI POLISI NEGARA

REPUBLIK INDONESIA NASIONAL INDONESIATENTARA (TNI)

TNI - AD

KEMENTERIAN LUAR NEGERI

KEMENTERIAN

PERTAHANAN HUKUM DAN HAMKEMENTERIAN KEMENTERIAN KEUANGAN KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA

(44)

KEMENTERIAN PERTANIAN KEMENTERIAN KEHUTANAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN KEMENTERIAN PERDAGANGAN KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN KEMENTERIAN TENAGA KERJA DAN

TRANSMIGRASI KEMENTERIAN KESEHATAN KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL KEMENTERIAN

(45)

KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/BAPPENAS KEMENTERIAN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN

MENENGAH KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK KEMENTERIAN PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI KEMENTERIAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL KEMENTERIAN BADAN USAHA MILIK

NEGARA

KEMENTERIAN PERUMAHAN RAKYAT

(46)

BADAN INTELIJEN NEGARA (BIN) BADAN NARKOTIKA NASIONAL (BNN) BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL (BKKBN) BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA (BKN) BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL (BKPM) KEMENTERIAN PEMUDA DAN OLAH RAGA

ARSIP NASIONAL (ANRI)

BADAN KOORDINASI SURVEI DAN PEMETAAN

NASIONAL/ BAKOSURTANAL BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA (BMKG) BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA (BNPB) BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN TERORISME (BNPT) BADAN NASIONAL PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA (BNP2TKI)

(47)

BADAN SAR NASIONAL

(BASARNAS) STANDARDISASI BADAN NASIONAL (BSN) BADAN PENGAWAS

TENAGA NUKLIR (BAPETEN) BADAN PENGAWAS

OBAT DAN MAKANAN (BPOM) BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN (BPKP) BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI (BPPT) BADAN PERTANAHAN NASIONAL (BPN) BADAN PUSAT STATISTIK (BPS) BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL (BATAN) LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA (LAN) LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA (LIPI) LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL (LEMHANNAS)

(48)

LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL (LAPAN) LEMBAGA SANDI NEGARA (LEMSANEG) LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PERPUSTAKAAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA (PERPUSNAS) BADAN

PELAKSANA APEC KEGIATAN USAHA HULU BADAN PELAKSANA MINYAK DAN GAS BUMI

(BP MIGAS) BADAN PENANGGULANGAN LUMPUR SIDOARJO BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN

BADAN PENGATUR HILIR MINYAK DAN GAS BUMI

(BPH MIGAS) BADAN PENGEMBANGAN EKSPOR NASIONAL BADAN PENGKAJIAN EKONOMI, KEUANGAN DAN KERJASAMA INTERNASIONAL BADAN PERTIMBANGAN JABATAN NASIONAL (BAPERJANAS)

(49)

BADAN PERTIMBANGAN KEPEGAWAIAN (BAPEK) BADAN PERTIMBANGAN PERFILMAN NASIONAL BADAN REINTEGRASI ACEH (BRA) DEWAN EKONOMI NASIONAL BADAN KOORDINASI KEAMANAN LAUT (BAKORKAMLA) DEWAN KELAUTAN

INDONESIA DEWAN KETAHANANPANGAN

DEWAN TIK NASIONAL (DETIKNAS) DEWAN PERTIMBANGAN OTONOMI DAERAH (DPOD) DEWAN PERTIMBANGAN PRESIDEN (WANTIMPRES) KOMISI INDEPENDEN PENGUSUTAN TINDAK KEKERASAN DI ACEH KOMISI KEBENARAN DAN PERSAHABATAN (KKP)

(50)

KOMISI KEJAKSAAN

REPUBLIK INDONESIA KOMISI KEPOLISIAN NASIONAL

-KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI (KNKT) KOMITE OLAHRAGA NASIONAL INDONESIA (KONI) LEMBAGA PEMBIAYAAN EKSPOR INDONESIA (LPEI) LEMBAGA SENSOR FILM (LSF) TIM BAKORLAK INPRES 6 TIM PENGEMBANGAN INDUSTRI HANKAM UNIT KERJA PRESIDEN BIDANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN PEMBANGUNAN (UKP4) BADAN ARBITRASE NASIONAL INDONESIA (BANI)

BAPMI

BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA BADAN NASIONAL SERTIFIKASI PROFESI (BNSP)

(51)

DEWAN PERS KOMNAS

PEREMPUAN KOMNAS HAM PEMILIHAN UMUM KOMISI (KPU) KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK) KOMISI PENANGGULANGAN AIDS NASIONAL (KPAN) KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU) KOMISI PENYIARAN INDONESIA (KPI) KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA (KPAI) KOMISI YUDISIAL

(KY) LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN (LPS) LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (LPSK) OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA (ORI) PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN (PPATK)

(52)
(53)
(54)
(55)
(56)
(57)
(58)
(59)
(60)
(61)
(62)
(63)
(64)
(65)
(66)
(67)
(68)
(69)
(70)
(71)
(72)
(73)
(74)
(75)
(76)
(77)
(78)
(79)
(80)
(81)
(82)
(83)
(84)

Referensi

Dokumen terkait

Maka ideologi negara dalam arti cita-cita negara atau cita-cita yang menjadi basis bagi suatu teori atau sistem kenegaraan untuk seluruh rakyat dan bangsa yang bersangkutan

Pada plot penelitian di bawah tajuk pohon yang jumlah pohonnya lebih banyak, suhu udara menjadi lebih dingin dan kelembaban udara relatif menjadi lebih tinggi,

Pada tahapan ini, dilakukan pengembangan produk melalui program kegiatan baru (dilakukan dengan uji coba terbatas dan uji coba lebih luas). Dalam uji coba terbatas,

Berdasarkan hasil analisa diperoleh erosi aktual yang tejadi pada Sub DAS Laeya adalah erosi rendah, sekitar 21,155 ton/ha/tahun sedangkan erosi potensial yang terjadi pada

Dana alokasi umum adalah semua pengeluaran Negara yang dialokasikan kepada daerah dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antardaerah, sebagaimana dimaksud dalam

Menimba Isnpirasi dan Gagasan dari Ajaran Iman Kita untuk Mengatasi Ketidakadilan yang Menyebabkan Masyarakat Kita Tidak Dapat Menikmati Situasi yang Damai

Penularan kontak serumah yang ditunjukkan dengan hasil pemeriksaan dahak pada keluarga penderita sangat dipengaruhi oleh faktor kepadatan anggota keluarga atau banyaknya

Fadjroel Rachman President Commissioner Bobby Achirul Awal Nazief Commissioner Wicipto Setiadi Commissioner Rildo Ananda Anwar Commissioner Muchlis Rantoni Luddin