• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Festival film merupakan salah satu bentuk apresiasi terhadap karya film.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Festival film merupakan salah satu bentuk apresiasi terhadap karya film."

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Festival film merupakan salah satu bentuk apresiasi terhadap karya film. Apresiasi tersebut sebagai wujud penghargaan kerja keras untuk seluruh awak pembuat film dan pemerannya (Kurnia, 2004). Pemutaran film merupakan kegiatan utama dalam sebuah festival film. Kegiatan pemutaran film tersebut dikolaborasikan dengan kegiatan-kegiatan pendukung yang berupa pameran teknik produksi film, seminar, workshop dan malam penghargaan untuk film-film terbaik. Kegiatan-kegiatan ini didesain menarik untuk meningkatkan karir para awak pembuat film dalam industri film (Zate, 2005).

Festival film sering dilihat sebagai tempat bertemunya para pembuat film, distributor film dan para penonton film (Zate, 2005). Bagi pembuat film, festival film merupakan tempat untuk menunjukkan hasil kerja kerasnya, melalui pemutaran film yang dirangkai dengan acara diskusi dan tanya jawab dengan penonton. Dalam forum ini pembuat film dapat berkomunikasi langsung dengan penontonnya tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan film yang sebelumnya diputar, seperti: alasan pembuatan film, bagaimana cerita ditulis hingga proses produksi film tersebut. Festival film juga menjadi ajang bagi para pembuat film untuk mendapatkan akses pada distributor film yang juga menjadikan suatu festival film sebagai tempat untuk mendapatkan film-film berkualitas untuk disebarkan di jaringan distribusinya (Festival Management, 2006).

(2)

Bagi penonton film, festival film merupakan suatu ajang dimana mereka dapat menonton film-film berkualitas sekaligus bertemu langsung dengan para pembuat film dan pemerannya. Acara diskusi dan tanya jawab di akhir pemutaran film, menjadi suatu pembeda yang sangat menarik bagi penonton daripada hanya sekedar menonton film di pemutaran reguler bioskop (Grudwell dan Ha, 2008).

Dari sejarahnya, perkembangan festival film diawali dengan kemunculannya pertama kali di Eropa lebih dari 70 tahun yang lalu di Venice, Italia (Rulling dan Pedersen, 2010). Kemunculan festival film di Venice ini diikuti oleh festival-festival besar lainnya seperti Festival Film Cannes, Berlin International Film Festival dan International Film Festival Rotterdam di Eropa, dilanjutkan festival film di Telluride, Toronto dan Film Festival Sundance sebagai festival besar di Benua Amerika (Tabel 1.1).

Tabel 1.1

(3)

Sebagai festival film tertua di dunia, di awal penyelenggaraannya, Festival Film Internasional Venice, telah memainkan perannya menjadi forum pertemuan antar pelaku industri film, terutama mempertemukan pembuat film dengan pasarnya. Pada pelaksanaannya yang ke-18, festival ini telah menarik perhatian lebih dari 25.000 pengunjung dari berbagai belahan dunia. Walau sempat terhenti pelaksanaannya beberapa kali karena perang dunia, sejak tahun 1979, festival ini telah rutin dilaksanakan setiap tahun, hingga 71 kali di tahun 2014 (www.wikipedia.org).

Festival Film Internasional Cannes, yang pertama kali diadakan tahun 1939, saat ini menjadi festival yang diperhitungkan di industri film dunia. Hal ini dikarenakan film-film terbaik di festival ini menjadi tren baru di industri perfilman dunia. Selain Cannes, Festival Film Internasional Berlin merupakan salah satu festival terkenal di dunia. Festival ini tergolong unik karena menggabungkan pembuatan film, fashion dan tren terbaru di dunia film.

Festival film di Rotterdam pertama kali diselenggarakan tahun 1972 oleh Pemerintah kota Rotterdam untuk menarik perhatian wisatawan. Festival film ini berhasil menarik perhatian wisatawan sekaligus para penggemar film di seluruh dunia. Pengunjungnya meningkat hingga mencapai 350.000 orang di tahun 2012. Festival ini dianggap unik karena selain film, turut dilombakan iklan dan trailer film terbaik (Republika Online, 2012).

Festival-festival besar ini dianggap sukses terutama karena mampu menjadi ajang untuk membuat tren dan acuan baru di perfilman dunia perfilman serta membawa muatan lokal yang dapat diperkenalkan (Republika Online, 2012).

(4)

Peran inilah yang membuat festival film di Sundance, Guadalajara, Toronto termasuk dalam deretan festival besar dan diperhitungkan dari Benua Amerika. Untuk kawasan Asia, festival film di Hong Kong, Shanghai dan Busan, memegang peran ini.

Di Indonesia, kemunculan festival film dengan ruang lingkup nasional diawali dengan diselenggarakannya Festival Film Indonesia (FFI) pada tahun 1953 dan Festival Film Bandung (FFB) pada tahun 1988. Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF) pada tahun 2006 muncul dengan ruang lingkup regional Asia. Jakarta International Film Festival (JiFFest) yang diselenggarakan pertama kali tahun 1999 dan Balinale International Film Festival (Balinale) pada tahun 2007 menjadi dua festival besar di Indonesia untuk ruang lingkup internasional. Festival Film Dokumenter (FFD) menjadi festival dengan jaringan internasional untuk kategori film dokumenter diselenggarakan pertama kali pada tahun 1999.

Tabel 1.2

(5)

Menurut literatur, festival film dapat dilihat dari tiga perspektif (Rulling dan Pedersen, 2010). Perpektif tersebut yaitu: 1) festival film sebagai tempat bertemunya para pelaku film (Harbord, 2009); 2) festival film sebagai bagian dari industri film global (Rulling, 2009); dan 3) festival film sebagai sebuah organisasi temporer (Lampel, et. al, 2013).

Dari perspektif pertama, festival film dipandang sebagai tempat dilaksanakannya berbagai kegiatan terkait dengan perfilman, seperti pemutaran film, kompetisi film, bertukar pikiran dengan para ahli (masterclasses), pameran, seminar dan workshop, serta pertemuan antara distributor, produser dengan para pembuat film. Dengan demikian, dalam sebuah festival film terjadi proses pembelajaran (Levitt dan March, 1998).

Dari perspektif kedua, festival film sebagai ajang global yang membuka peluang pertemuan antar profesional film dari berbagai negara. Peluang tersebut berupa kerjasama dalam pembuatan proyek film ataupun sekedar membuka peluang korespondensi antara perusahaan-perusahaan film (Rulling, 2009).

Perspektif yang terakhir, dari perspektif organisasi, festival film merupakan organisasi temporer (Lampel, et. al, 2013). Sama seperti organisasi fungsional, organisasi temporer pun perlu untuk mengatur beberapa pemangku kepentingan, yang meliputi: pembuat film dan produser, wartawan, ahli hukum, distributor, studio, wisatawan, pembuat kebijakan, pemberi dana dan manajer festival (Harbord, 2002; Rhyne, 2009). Masih dari perspektif organisasi, festival film dapat dilihat sebagai suatu proyek (Mathieu dan Strandvard, 2009; Wyatt, 1994). Proyek dapat didefinisikan sebagai pekerjaan yang terorganisir untuk

(6)

mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan dan membutuhkan sumberdaya dan usaha dalam mencapainya, usaha yang unik (berisiko) yang memiliki anggaran dan jadwal (Field dan Keller, 1998). Proyek juga merupakan suatu kegiatan operasional untuk menghasilkan produk dan jasa dimana kegiatan itu memiliki satu titik awal dan akhir (Heizer dan Render, 2011).

Seiring dengan meningkatnya jumlah festival film, persaingan antar festival film semakin meningkat. Meskipun jumlah festival film begitu besar (sekitar 3.500 lebih festival film pada tahun 2010, lihat Rulling dan Pedersen, 2010), tetapi tidak banyak festival film yang sukses menjadi sorotan, unik dan menjadi tren baru dunia perfilman global. Oleh karena itu, diperlukan strategi agar sebuah festival film lebih menarik dibandingkan festival film yang lain (Caves, 2000). Kesuksesan festival film besar yang dirangkum di Tabel 1.1 (halaman 1), berdasarkan penelitian dari Grundwell dan Ha (2008) dan Barney (1991), terdapat beberapa faktor yang menjadi kunci sukses penyelenggaraan festival film. Menurut pendekatan teori berbasis sumberdaya, kinerja terbaik perusahaan -dalam hal ini kesuksesan sebuah festival film- tidak hanya ditentukan oleh lingkunhgan eksternal saja, akan tetapi juga faktor internal dalam hal ini, kapabilitas perusahaan (Barney, 1991). Kapabilitas perusahaan dalam teori pendekatan sumberdaya merupakan salah satu faktor internal yang penting dalam mengelola kemampuan sumberdaya yang telah dimiliki suatu perusahaan agar meraih keunggulan bersaing (Mulyono, 2013). Kapabilitas perusahaan dipahami merupakan sumber utama untuk mencapai kinerja perusahaan terbaik dan penerapan baik tidaknya kapabilitas tergantung kepada sumberdaya yang tersedia

(7)

(Grant, 1991). Kapabilitas sebuah festival film untuk mampu mengelola sumberdaya-sumberdayanya menentukan kemampuan suatu festival film untuk dapat memperoleh keunggulan bersaing/sukses (Lampel, et al, 2013).

Dari sisi internal, faktor-faktor tersebut meliputi: 1) reputasi festival, e.g. juri dan sutradara kompetisi di festival film (Lampel, et. al, 2013); 2) strategi festival, e.g. pemilihan film, pemilihan tamu artis (Iordanova, 2009); 3) penyusunan acara (programming) festival, e.g. pemilihan film berbasis komunitas atau keagamaan (Segal, 2009); 4) manajemen sumberdaya manusia, e.g. antisipasi terhadap tingginya tingkat keluar masuk sumberdaya manusia dan keterlibatannya yang bersifat sementara (Rulling dan Pedersen, 2010); dan 5) manajemen pengetahuan organisasi, e.g. perbedaan kemampuan sumberdaya manusia dan knowledge prevention (Rulling dan Pedersen, 2010).

Lebih lanjut menurut Caves (2000), industri film merupakan industri yang tinggi ketidakpastiannya, sehingga untuk bertahan, festival film harus memiliki strategi yang tepat dalam pemilihan sumberdaya di industri film yang cukup langka, seperti pemilihan film yang berkualitas, strategi menarik minat penonton, media dan penyandang dana. Segal (2009) menganggap penyusunan acara festival merupakan faktor penting dalam kesuksesan suatu festival film karena penyusunan acara festival akan menunjukkan identitas suatu festival, misalnya festival yang mengangkat isu budaya lokal, gender atau isu-isu lain yang berangkat dari komunitas film dimana festival film itu berada. Ruling dan Pedersen (2010) menambahkan faktor manajemen sumberdaya manusia dan pengetahuan organisasi sebagai faktor yang harus diperhatikan agar suatu festival

(8)

film sukses terselenggara. Organisasi festival film dicirikan memiliki keanggotaan yang fluktuatif, kerjasama yang bersifat sementara dan angka turnover yang tinggi. Oleh karena itu, pengelolaan sumberdaya manusia dan pengetahuan organisasi menjadi hal yang mendasar agar festival film dapat bertahan.

Reputasi festival merupakan sumberdaya tak berwujud yang paling bernilai bagi sebuah festival film. Reputasi sebuah festival film antara lain tercermin dari profil juri dan sutradara yang filmnya masuk di acara kompetisi pada penyelenggaraan festival (Lampel et al, 2013). Reputasi merupakan faktor kompetitif kunci yang di industri kultural, sehingga sebuah festival film harus mampu mengembangkan reputasinya baik sebelum, selama penyelenggaraan maupun setelah penyelenggaran festival (Lampel et al, 2000). Dari sisi eksternal, faktor-faktor kesuksesan dapat faktor kesuksesan dapat meliputi akreditasi dan manajemen pemangku kepentingan e.g. pembuat film dan produser, wartawan, ahli hukum, distributor, studio, wisatawan, pembuat kebijakan, pemberi dana dan manajer festival. Akreditasi akan memberikan kepastian kepada produser, distributor atau agen penjualan bahwa mereka akan mendapatkan festival sesuai standarnya, dengan struktur organisasi festival yang kuat dan profesional. Lembaga yang berwenang mengakreditasi festival film adalah Asosiasi Produser Film Internasional (Mezias et al., 2008).

Lebih lanjut, memuaskan kepentingan pemangku kepentingan merupakan faktor penting agar sebuah festival film sukses terselenggara (Grudwell dan Ha, 2010; Harbord, 2002). Hal ini disebabkan karena masing-masing pihak mempunyai motivasi dan ketertarikan yang berbeda terhadap suatu festival film.

(9)

Perbedaan kepentingan itu yang terjadi biasanya dari lembaga pemberi dana dalam sebuah festival. Lembaga ini tentu saja ingin mendesain festival seperti identitas lembaganya. Padahal festival tetap harus mengacu pada suatu tema besar yang tetap harus dijaga supaya semua lembaga dana mendapat ruang yang adil dalam festival. Perbedaan kepentingan inilah yang membuat penyelenggara festival menentukan strategi yang tepat agar tujuan festival dapat tercapai tanpa terjadi benturan kepentingan antara pemangku kepentingan ini.

Penelitian ini mengkaji festival film dari sisi sebuah proyek. Agar tujuan suatu proyek tercapai, manajer secara implisit harus mengidentifikasikan dan mempertimbangkan faktor-faktor kunci dalam menetapkan tujuan dan mengarahkan kegiatan operasional serta tugas-tugas yang penting untuk mencapai tujuan (Caralli, et al., 2004). Penelitian empiris terdahulu tentang penentu kesuksesan dalam sebuah festival film adalah mengkaji festival film dari sisi pengaruhnya terhadap ekonomi, yaitu jumlah pengeluaran pengunjung festival pada pembelian makanan, belanja konsumtif, pengeluaran untuk kegiatan festival dan pertunjukan (Grudwell dan Ha, 2008).

Dari pemaparan di atas, penelitian ini mengidentifikasi faktor-faktor yang menentukan kesuksesan sebuah festival film untuk konteks Indonesia. Penelitian ini mengeksplorasi faktor-faktor yang dianggap penting dalam penyelenggaraan festival yang disarikan dari penelitian-penelitian sebelumnya tentang festival film yaitu meliputi reputasi festival, strategi festival, program acara, manajemen sumberdaya manuasia dan manajemen pengetahuan organisasi, akreditasi dan

(10)

pemangku kepentingan dalam kerangka perspektif kapabilitas perusahaan dalam teori pendekatan berbasis sumberdaya.

1.2 Rumusan Masalah

Penelitian tentang festival film baik untuk konteks internasional (Rulling dan Pedersen, 2010; Grunwell dan Ha, 2008) maupun konteks Indonesia (Habibi, 2012) masih terbatas. Tinjauan tentang penelitian terdahulu mengenai faktor penentu kesuksesan yang dilakukan Grunwell dan Ha (2008) masih berfokus terhadap faktor-faktor ekonomi (jumlah pengeluaran pengunjung festival pada pembelian makanan, belanja konsumtif, pengeluaran untuk kegiatan festival dan pertunjukan) yang menentukan kesuksesan festival dari sisi pemasaran dan pariwisata. Masih sedikit penelitian yang membahas festival film dari sisi penelitian organisasi (Rulling dan Pedersen, 2010). Penelitian sebelumnya tentang festival film juga masih terbatas pada festival film di negara maju. Untuk konteks di negara berkembang belum banyak dilakukan (Irawanto, 2004)

Penelitian ini mengidentifikasikan faktor-faktor yang menentukan kesuksesan proyek pada pelaksanaan sebuah festival film untuk konteks Indonesia dan faktor-faktor sukses mana yang berpengaruh paling dominan dalam penyelenggaraan festival film di Indonesia. Penelitian ini akan menggunakan perspektif teori pandangan berbasis sumberdaya, lebih spesifik pada pendekatan kapabilitas organisasi.

(11)

1.3 Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah, maka pertanyaan yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah:

1. Faktor-faktor apa sajakah yang menentukan kesuksesan proyek pada pelaksanaan festival film di Indonesia?

2. Faktor-faktor sukses mana yang paling penting dalam penyelenggaraan sebuah festival film di Indonesia?

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi faktor-faktor penentu kesuksesan proyek pelaksanaan festival film di Indonesia.

2. Menentukan faktor sukses yang paling penting dalam penyelenggaraan sebuah festival film di Indonesia.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Penelitian diharapkan menambah referensi penelitian di bidang festival film yang saaat ini masih terbatas, yaitu memberikan kontribusi empiris mengenai faktor-faktor apa sajakah yang menjadi penentu kesuksesan proyek pelaksanaan festival film di Indonesia.

(12)

2. Hasil penelitian ini secara praktikal bisa menjadi pedoman mengenai faktor-faktor apa sajakah yang harus diperhatikan untuk kesuksesan proyek pelaksanaan festival film di Indonesia.

1.6 Sistematika Penulisan

Penulisan tesis ini terdiri dari lima bab. Bab pertama menyajikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian. Bab dua menjelaskan tentang teori yang menjadi dasar penelitian, definisi, klasifikasi dan faktor penentu kesuksesan festival film. Bab tiga memaparkan desain penelitian, metode pengambilan sampel dan analisis data yang digunakan pada penelitian. Bab empat membahas hasil, analisis data serta diskusi temuan penelitian. Bab lima memberikan simpulan, keterbatasan penelitian dan saran untuk penelitian selanjutnya.

Referensi

Dokumen terkait

2. Kongres Pemuda Kedua adalah kongres pergerakan pemuda Indonesia yang melahirkan keputusan yang memuat ikrar untuk mewujudkan cita-cita berdirinya negara Indonesia, yang

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data nilai porositas, kekuatan tarik, kekerasan, dan struktur mikro sehingga dapat dibandingkan sifat mekanis antara produk chassis

Segmentasi demografi membagi pasar menjadi kelompok berdasarkan pada variabel seperti umur, jenis kelamin, ukuran keluarga, daur kehidupan keluarga, pendapatan,

Personalisasi reward dalam penelitian ini masih terbatas karena menggunakan Finite State Machine yang perilakunya terbatas, sehingga jika dimainkan berulangkali maka

Dengan mempertimbangkan pilihan-pilihan adaptasi yang dikembangkan PDAM dan pemangku kepentingan, IUWASH juga merekomendasikan untuk mempertimbangkan aksi-aksi adaptasi

5) Perkara ini tidaklah mengurangkan peruntukan Perkara 136... 6) Jika menurut undang-undang persekutuan yang sedia ada suatu permit atau lesen dikehendaki bagi

5.1.4 Mengkombinasikan beragam pendekatan/ strategi/ metode/ teknik pembelajaran IPA untuk mencapai tujuan pembelajaran (produk, proses, dan sikap ilmiah). Pada kompetensi

(3) bukti memilikiilmu pengetahuan dinilai dari keterampilannya, bukan dari sert ifikatnya, (4) biasanya tidak terlalu terikat dengan ketentuan yang ketat, (5) isi, staf