• Tidak ada hasil yang ditemukan

INDIKATOR PENDIDIKAN KABUPATEN WAROPEN 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "INDIKATOR PENDIDIKAN KABUPATEN WAROPEN 2016"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

INDIKATOR PENDIDIKAN

KABUPATEN WAROPEN 2016

(2)

INDIKATOR PENDIDIKAN

KABUPATEN WAROPEN 2016

Berdasarkan Hasil Susenas Kor 2016

No. Katalog/ Catalog Number : No. ISBN :

No.Publikasi/ Publication Number :

Ukuran Buku/ Book Size: Jumlah Halaman/ Total Pages:

Naskah/ Manuscript :

Bidang Statistik Sosial/ Social Statistics Division :

Boleh dikutip dengan menyebutkan sumbernya :

(3)

PENULIS

Penulis dan Pengolah Data : Muhammad Fajar, SST, M.Stat.

(4)

KATA PENGANTAR

Publikasi Indikator Pendidikan Waropen adalah hasil pengolahan data primer yang dikumpulkan BPS Kabupaten Waropen melalui Survei Sosial Ekonomi Nasional. Menyadari adanya berbagai keterbatasan yang ada, BPS Kab.Waropen terus berusaha menyediakan data, menerbitkan publikasi serta memberikan ulasan berbagai data hasil survey/sensus, supaya data yang disajikan lebih mudah dipergunakan bagi para pengguna.

Selanjutnya Indikator Pendidikan Waropen ini, diharapkan dapat dipergunakan untuk penyusunan perencanaan program dan kebijakan pembangunan daerah di bidang pendidikan yang lebih mengantarkan kepada peningkatan pendidikan dan kesejahteraan masyarakat.

Kami menyadari bahwa publikasi ini masih banyak kekurangannya, untuk itu diharapkan kritik dan saran dalam penyempurnaan penerbitan publikasi di masa yang akan datang. Akhirnya kepada semua pihak yang telah ikut membantu dalam penerbitan publikasi ini dihaturkan terima kasih.

Waropen, Maret 2017

Kepala BPS Kabupaten Waropen

Wempi Howay, SE NIP. 196611041996101001

(5)

DAFTAR ISI

Hal

KATA PENGANTAR iii

DAFTAR ISI iv

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vii

BAB I PENDAHULUAN 8 1.1. Latar Belakang 8 1.2. Tujuan 9 1.3. Ruang Lingkup 9 1.4 Sistematika Penulisan 10 BAB II METODOLOGI 11 2.1. Sumber Data 11

2.2. Metode Pengumpulan Data 11

2.3. Metode Analisis 11

2.4. Konsep Definisi 12

2.5. Indikator Pendidikan 15

BAB III PEMBAHASAN 22

3.1. Persentase Penduduk Usia 10 Tahun Ke Atas Menurut Status Pendidikan

22

3.2 Persentase Penduduk Berusia Usia 10 Tahun Ke Atas Berdasarkan Pendidikan Tertinggi Ditamatkan

22

3.3 Persentase Penduduk Berusia 5 Tahun Ke Atas Yang Masih Sekolah

23

3.4 Angka Partisipasi Pra Sekolah 24

3.5 Angka Partisipasi Sekolah (APS) 25

(6)

3.7 Angka Partisipasi Murni (APM) 28

3.8 Angka Melek dan Buta Huruf Penduduk 30

3.9 Angka Putus Sekolah (APTS) 31

3.10 Rata – rata dan Harapan Lama Sekolah 32

3.11 Kualitas Manusia 33

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 34

4.1 Kesimpulan 34

4.2. Saran 35

(7)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Angka Partisipasi Pra Sekolah (PAUD) Untuk Anak Usia 0

– 6 Tahun

25

Tabel 2. Angka Partisipasi Sekolah (APS) Menurut Kelompok Usia Sekolah dan Jenis Kelamin Kabupaten Waropen Tahun 2016

26

Tabel 3. Angka Partisipasi Kasar (APK) Menurut Jenjang Pendidikan dan Jenis Kelamin Di Kabupaten Waropen Tahun 2016

27

Tabel 4. Angka Partisipasi Murni (APM) Menurut Jenjang Pendidikan dan Jenis Kelamin Di Kabupaten Waropen Tahun 2016

29

Tabel 5. Angka Melek dan Buta Huruf (AMH) Penduduk Kabupaten Waropen Tahun 2016

30

Tabel 6. Angka Putus Sekolah Menurut Kelompok Usia dan Jenis Kelamin Di Kabupaten Waropen Tahun 2016

(8)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Persentase Penduduk Usia 10 Tahun Ke Atas Menurut

Status Pendidikan, Kabupaten Waropen Tahun 2016

22

Gambar 2. Persentase Penduduk Usia 10 Tahun Ke Atas Menurut Ijazah Tertinggi Yang Dimiliki Di Kabupaten Waropen Tahun 2016

23

Gambar 3. Persentase Penduduk Usia 5 Tahun Ke Atas yang Masih Sekolah Menurut Tingkat Pendidikan Di Kabupaten Waropen Tahun 2016

24

Gambar 4. Perkembangan RLS dan HLS Di Kabupaten Waropen Tahun 2010 - 2015

32

Gambar 5. Perkembangan IPM Di Kabupaten Waropen Tahun 2010 - 2015

(9)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pendidikan adalah hak asasi manusia dan hak setiap warga Negara untuk mengembangkan dirinya melalui pembelajaran dan pengajaran. Setiap warga Negara Indonesia berhak memperoleh pendidikan yang bermutu, hal ini harus sesuai dengan amanah UUD 1945 Pasal 31 bahwa setiap warga Negara berhak mendapat pengajaran. Semua warga Negara berhak mendapat pendidikan yang layak tanpa memandang status sosial, suku, budaya, gender, agama dan lokasi geografis.

Pendidikan secara Nasional berdasarkan Pancasila dengan tujuan meningkatkan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan dan keterampilan, mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan dan cita-cita leluhur agar dapat menumbuhkan manusia pembangunan yang dapat membangun diri sendiri serta bersama-sama bertangung jawab terhadap pembangunan bangsa terutama pembangunan pendidikan di Kabupaten Waropen.

Pendidikan merupakan salah satu faktor yang mencerminkan suatu kualitas sumber daya manusia. Di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah maupun Jangka Panjang dijelaskan bahwa pendidikan memegang peranan penting. Pendidikan juga merupakan salah satu sektor yang selalu diupayakan untuk terus ditingkatkan, mengingat pendidikan merupakan modal dasar untuk mencapai cita-cita pembangunan nasional. Dengan pendidikan yang baik diharapkan tercapai kesejahteraan yang lebih baik lagi.

Sejalan dengan RPJM/RPJP, pembangunan sektor pendidikan diarahkan dan dititik beratkan pada mutu dan perluasan kesempatan belajar. Upaya peningkatan mutu pendidikan dimaksudkan untuk peningkatan manusia yang berkualitas, sedangkan usaha perluasan kesempatan belajar dimaksudkan supaya penduduk usia sekolah dapat memperoleh kesempatan pendidikan.

(10)

Oleh karena itu, untuk mendukung upaya tersebut, maka diperlukan suatu analisis deskriptif pada indicator pendidikan yang dihasilkan dari susenas sehingga angka-angka tersebut agar terlihat lebih menarik dan mudah dibaca oleh banyak orang serta sebagai bahan perencanaan dan pertimbangan oleh para pengambil keputusan.

1.2. Tujuan

Secara umum penulisan publikasi Indikator Pendidikan Waropen ini untuk memberikan gambaran keadaan serta kondisi pendidikan yang telah dan sedang dicapai masyarakat Kabupaten Waropen secara keseluruhan. Untuk selanjutnya agar lebih dipahami dan lebih mudah dimengerti oleh para pemakai data dan akhirnya ditindaklanjuti oleh yang berwenang dengan didasarkan data yang ada dalam rangka menyongsong program pemerintah di bidang pendidikan menuju

Gerakan Pendidikan Untuk Semua (PUS) dan Program Wajib Belajar (Wajar).

1.3. Ruang Lingkup

Dalam indikator pendidikan ini diklasifikasikan menurut bentuk pendidikan yaitu pendidikan umum, pendidikan masyarakat dan pendidikan kedinasan, pendidikan umum maknanya kurang lebih sama dengan pendidikan formal maka indifikasi indikator ini berlaku untuk semua jenjang pendidikan, meliputi:

1. Pendidikan anak usia dini: 3-5 tahun (UNESCO) dan 3-6 tahun (Renstra Kemendikbud).

2. Pendidikan dasar dimulai dari pendidikan Sekolah Dasar usia 7 – 12 tahun.

3. Pendidikan menengah yang meliputi pendidikan menegah pertama usia 13 – 15 tahun baik umum maupun kejuruan dan menengah lanjutan 16 – 18 tahun baik umum maupun kejuruan.

4. Pendidikan tinggi yang meliputi Universitas, Institut, Sekolah tinggi maupun Akademi dengan usia 19 – 24 tahun.

(11)

Data indikator pendidikan yang disajikan pada publikasi ini bersifat umum, sesuai dengan yang tercakup pada tabel hasil pengolahan Susenas Kor 2011. Data yang disajikan meliputi partisipasi sekolah, indikator partisipasi sekolah (APS, APK, dan APM), angka melek dan buta huruf, rata-rata lama sekolah dan indeks pembangunan manusia.

1.4. Sistematika Penulisan

Sesuai dengan jenis data dan ruang lingkup data pendidikan yang tersedia, maka analisis sederhana dikelompokkan menurut urutan proses dan dampak program pendidikan yang dilaksanakan oleh pemerintah.

Bab I, menjelaskan tentang latar belakang dilakukannya analisis ini dan tujuan yang diharapkan. Sedangkan Bab II, memberikan penjelasan tentang metodologi dari pengumpulan data serta konsep yang dipergunakan. Setelah secara umum diketahui maksud dan tujuan publikasi ini maka besaran angkanya dianalisis secara sederhana yang tertuang di dalam Bab III. Bab ini membahas tentang situasi pendidikan masyarakat Kabupaten Waropen yang berkaitan dengan Program Pendidikan Untuk Semua (PUS) secara umum. Dan akhirnya Bab IV menyajikan kesimpulan dari pembahasan dan saran yang diharapkan.

(12)

BAB II

METODOLOGI

2.1. Sumber Data

Sumber data utama dari penulisan Indikator Pendidikan Kabupaten Waropen ini, adalah hasil pengolahan data Susenas Kor yang dilaksanakan pada bulan Maret 2016

2.2. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data Susenas dilakukan dengan mendatangi langsung semua rumah tangga yang berada di wilayah Kabupaten Waropen dan melakukan tatap muka antara petugas pencacah dengan responden. Untuk pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner yang ditunjukan kepada individu, maka yang menjadi responden untuk mendapatkan keterangan ini adalah individu yang bersangkutan.

Berbeda dengan keterangan individu, maka data tentang rumah tangga dapat dikumpulkan melalui wawancara dengan kepala rumah tangga, suami/istri kepala rumah tangga, atau anggota rumah tangga lain yang mengetahui tentang karakteristik rumah tangga yang ditanyakan.

2.3. Metode Analisis

Data yang dibahas dalam publikasi Indikator Pendidikan Kabupaten Waropen ini meliputi data pendidikan yang bersifat umum dan berkaitan langsung dengan perkembangan pendidikan masyarakat. Analisis yang dilakukan mencoba memberikan gambaran umum tentang keadaan pendidikan penduduk di Kabupaten Waropen pada tahun 2016. Analisis bersifat sederhana dan deskriptif terhadap tabel-tabel yang tersedia dan disajikan dalam publikasi ini.

(13)

2.4. Konsep Definisi

Dalam berbagai pembahasan, seringkali kita memandang sesuatu dengan cara yang berbeda, untuk itu di dalam publikasi ini guna menghindari persepsi dan anggapan yang berbeda telah disepakati konsep dan definisi yang digunakan dalam buku ini, konsep yang dimaksud antara lain :

2.4.1. Status Sekolah

Partisipasi sekolah yaitu menunjukkan keadaan status pendidikan seseorang saat ini. Status sekolah terbagi menjadi tiga yaitu:

1. Tidak/belum pernah bersekolah adalah tidak pernah atau belum pernah terdaftar dan tidak/belum pernah aktif mengikuti pendidikan di suatu jenjang pendidikan formal, termasuk juga yang tamat/belum tamat taman kanak-kanak tetapi tidak melanjutkan ke sekolah dasar.

2. Masih bersekolah adalah status sekolah bagi mereka yang terdaftar dan aktif mengikuti pendidikan di suatu jenjang pendidikan formal.

Catatan:

1. Bagi mahasiswa yang sedang cuti dinyatakan masih bersekolah. 2. Bagi siswa yang sudah diterima namun belum mulai sekolah dinyatakan

masih bersekolah.

3. Bagi siswa SD, SMP dan SMA yang baru dinyatakan lulus pada saat pencacahan dianggap masih bersekolah.

4. Program Diploma I yang masuk kriteria bersekolah hanya program diploma pada pendidikan formal yang dikelola oleh suatu perguruan tinggi.

3. Tidak bersekolah lagi adalah status sekolah bagi mereka yang pernah terdaftar dan aktif mengikuti pendidikan di suatu jenjang pendidikan formal, tetapi pada saat pencacahan tidak lagi terdaftar dan tidak lagi aktif.

Catatan:

1. Mereka yang sedang mengikuti program paket A/B/C setara dikategorikan sebagai tidak bersekolah

(14)

2.4.2 Ijazah/STTB tertinggi yang dimiliki

1) Tidak/belum tamat SD/sederajat adalah mereka yang tidak memiliki ijazah SD/MI/sederajat. Mereka pernah bersekolah di Sekolah Dasar 5/6/7 tahun atau yang sederajat (antara lain Sekolah Luar Biasa tingkat dasar, Madrasah Ibtidaiyah, Sekolah Dasar Pamong, Sekolah Dasar Kecil, paket A1-A100, Paket A Setara) tetapi tidak/belum tamat. Termasuk juga mereka yang tamat sekolah dasar 3 tahun atau yang sederajat;

2) Tamat SD/MI/sederajat adalah tamat Sekolah Dasar/ Madrasah Ibtidaiyah atau sekolah yang setara, misalnya: Sekolah Luar Biasa Tingkat Dasar. Sekolah Dasar Kecil, Sekolah Dasar Pamong, Paket A dan memperoleh ijazah persamaan SD, SD Proyek Perintis Sekolah Pembangunan dan SD Indonesia (di Luar Negeri).

3) Tamat SMP/MTs/sederajat adalah tamat Sekolah Menengah

Pertama/Madrasah Tsanawiyah atau sekolah yang setara, misalnya: Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama, MULO, HBS 3 tahun, Sekolah Luar Biasa Lanjutan Tingkat Pertama, SLTP Proyek Perintis Sekolah Pembangunan, SLTP Indonesia (di Luar Negeri), SLTP Olahraga, Sekolah Kepandaian Putri, Sekolah Menengah Ekonomi Pertama, Sekolah Teknik, Sekolah Kesejahteraan Keluarga Pertama, Sekolah Keterampilan Kejuruan 4 tahun, Sekolah Usaha Tani, Sekolah Pertanian Menengah Pertama, Sekolah Guru Bantu.

4) Tamat SMA/MA/sederajat adalah tamat Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliayah, atau yang sederajat misalnya HBS 5 tahun, AMS, Sekolah Lanjutan Persiapan Pembangunan, SLTA Proyek Perintis Sekolah Pembangunan, SLTA Indonesia (di Luar Negeri), dan SLTA para atlet.

5) Tamat SM Kejuruan adalah tamat Sekolah Menengah Kejuruan setingkat SMA misalnya Sekolah Menengah Pekerjaan Sosial, Sekolah Menengah Industri Kerajinan, Sekolah Menengah Seni Rupa, Sekolah Menengah Karawitan Indonesia, Sekolah Menengah Musik, Sekolah Teknologi Menengah Pembangunan, Sekolah Menengah Ekonomi Atas, Sekolah Teknologi Menengah, Sekolah Menengah Teknologi Pertanian, Sekolah Menengah Teknologi Perkapalan, Sekolah Menengah Teknologi Pertambangan, Sekolah Menengah Teknologi Grafika, Sekolah Menengah Ekonomi Atas, Sekolah Guru Olahraga, Sekolah Guru Pendidikan Luar Biasa, Pendidikan Guru Agama 6

(15)

tahun, Sekolah Guru Taman Kanak-Kanak, Kursus Pendidikan Guru, Sekolah Menengah Analis Kimia, Sekolah Asisten Apoteker, Sekolah Bidan, Sekolah Pengatur Rontgen, dan Kursus Pegawai Administrasi Atas.

6) Tamat Diploma I/II adalah tamat program DI/DII pada suatu perguruan tinggi yang menyelenggarakan program diploma I/II pada pendidikan formal. Program Akta I dan II termasuk dalam jenjang pendidikan program DI/DII.

7) Tamat Diploma III/Akademi adalah tamat program DIII atau mendapat gelar Sarjana Muda pada suatu akademi atau perguruan tinggi yang menyelenggarakan program diploma atau mengeluarkan gelar Sarjana Muda, misalnya Akademi Seni Musik Indonesia, Akademi Seni Tari Indonesia, Akademi Bahasa Asing, Akademi Pimpinan Perusahaan, Akademi Kimia Analis, Akademi Meteorologi dan Geofisika.

8) Tamat Diploma IV/S1 adalah tamat program pendidikan diploma IV atau Sarjana pada suatu Universitas/Institut/Sekolah Tinggi, sedangkan Program Akat IV sejajar dengan jenjang Diploma IV.

9) Tamat S2/S3 adalah tamat program pendidikan pasca sarjana, doktor, spesialis 1 dan 2 pada suatu universitas/institut atau perguruan tinggi.

Catatan:

Bagi siswa SD, SMP dan SMA yang baru dinyatakan lulus dari suatu jenjang pendidikan tertentu pada saat pencacahan dianggap sudah memiliki ijazah sesuai jenjangnya.

2.4.3 Kemampuan membaca dan menulis huruf latin dan/atau huruf lainnya

Seseorang dikatakan dapat membaca dan menulis huruf latin jika ia dapat membaca dan menulis kata-kata/kalimat sederhana dalam huruf latin. Huruf latin adalah huruf yang biasanya digunakan sehari-hari seperti huruf yang digunakan dalam bahasa Indonesia, bahasa Inggris, dan sebagainya. Seseorang dikatakan dapat membaca dan menulis huruf lainnya jika ia dapat membaca dan menulis kata-kata/kalimat sederhana dalam huruf lainnya, seperti Arab, Jawa (Hanacaraka), aksara Batak, aksara Lampung, China/Mandarin, Kanji (Jepang), Korea dan India.

(16)

Seseorang yang hanya dapat membaca tetapi tidak dapat menulis atau sebaliknya dikategorikan tidak dapat membaca dan menulis.

Catatan:

1. Orang buta yang dapat membaca dan menulis huruf braille digolongkan dapat membaca dan menulis huruf latin.

2. Orang cacat yang sebelumnya dapat membaca dan menulis, kemudian karena cacatnya tidak dapat membaca dan menulis digolongkan dapat membaca dan menulis.

3. Orang yang hanya dapat membaca saja tetapi tidak dapat menulis atau sebaliknya, dianggap tidak dapat membaca dan menulis.

2.5 Indikator Pendidikan

Angka Partisipasi Sekolah (APS), adalah indikator yang digunakan untuk mengetahui besarnya penduduk usia sekolah (PUS) yang bersekolah dibandingkan dengan penduduk usia sekolah pada jenjang tertentu dan dapat menunjukkan akses pendidikan.

Keunggulan APS adalah sebagai berikut:

 Mencerminkan partisipasi/akses pendidikan sesuai kelompok usia sekolah.

 Mengukur seberapa besar penduduk yang sedang menikmati pendidikan .

Kelemahan APS adalah sebagai berikut:

 Tidak dapat melihat di jenjang apa seseorang tersebut bersekolah/menikmati pendidikan. 𝐴𝑃𝑆 =𝐽𝑃𝑀𝑆𝑘𝑒𝑙𝑜𝑚𝑝𝑜𝑘 𝑢𝑠𝑖𝑎 𝑠𝑒𝑘𝑜𝑙𝑎ℎ 𝐽𝑃𝑘𝑒𝑙𝑜𝑚𝑝𝑜𝑘 𝑢𝑠𝑖𝑎 𝑠𝑒𝑘𝑜𝑙𝑎ℎ 𝑥 100% dengan: 𝐽𝑃𝑀𝑆𝑘𝑒𝑙𝑜𝑚𝑝𝑜𝑘 𝑢𝑠𝑖𝑎 𝑠𝑒𝑘𝑜𝑙𝑎ℎ = 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑎𝑠𝑖ℎ 𝑠𝑒𝑘𝑜𝑙𝑎ℎ 𝐽𝑃𝑘𝑒𝑙𝑜𝑚𝑝𝑜𝑘 𝑢𝑠𝑖𝑎 𝑠𝑒𝑘𝑜𝑙𝑎ℎ = 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘

Kelompok usia sekolah, yaitu kelompok usia 7 - 12 tahun, 13 – 15 tahun, 16 – 18 tahun, dan 19 – 24 tahun.

(17)

Untuk anak usia 0 – 6 tahun, dapat dihitung angka partisipasi prasekolah, yang dirumuskan sebagai berikut:

𝐴𝑃𝑆 =𝐽𝑃𝑀𝑃0−6

𝐽𝑃0−6 𝑥 100% dengan:

𝐽𝑃𝑀𝑃0−6 = 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘 0 − 6 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑎𝑠𝑖ℎ/ 𝑝𝑒𝑟𝑛𝑎ℎ 𝑃𝐴𝑈𝐷 𝐽𝑃0−6 = 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘

Angka Partisipasi Murni (APM), adalah indikator yang digunakan untuk mengetahui besarnya penduduk usia sekolah (PUS) yang bersekolah tepat waktu.

Keunggulan APM adalah sebagai berikut:

 Mencerminkan partisipasi dan akses penduduk bersekolah di jenjang tertentu sesuai kelompok usia pada jenjang tersebut (bersekolah tepat waktu).

Kelemahan APS adalah sebagai berikut:

 Tidak dapat menggambarkan anak yang sekolah di luar kelompok usia di suatu jenjang seperti anak usia 5-6 tahun dan anak usia kurang dari 12 tahun yang masih bersekolah di SD/sederajat.

Rumus: 𝐴𝑃𝑀 𝑃𝐴𝑈𝐷 (3 − 5 𝑡ℎ) =𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑠𝑒𝑑𝑎𝑛𝑔 𝑃𝐴𝑈𝐷 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘 𝑢𝑚𝑢𝑟 3 − 5 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 𝑥100% 𝐴𝑃𝑀 𝑃𝐴𝑈𝐷 (3 − 6 𝑡ℎ) =𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑠𝑒𝑑𝑎𝑛𝑔 𝑃𝐴𝑈𝐷 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘 𝑢𝑚𝑢𝑟 3 − 6 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 𝑥100 𝐴𝑃𝑀 𝑆𝐷 =𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘 𝑢𝑚𝑢𝑟 7 − 12 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑒𝑟𝑠𝑒𝑘𝑜𝑙𝑎ℎ 𝑑𝑖 𝑆𝐷 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘 𝑢𝑚𝑢𝑟 7 − 12 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 𝑥100% 𝐴𝑃𝑀 𝑆𝑀𝑃 =𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘 𝑢𝑚𝑢𝑟 13 − 15 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑒𝑟𝑠𝑒𝑘𝑜𝑙𝑎ℎ 𝑑𝑖 𝑆𝑀𝑃 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘 𝑢𝑚𝑢𝑟 13 − 15 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 𝑥100%

(18)

𝐴𝑃𝑀 𝑆𝑀𝐴 =𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘 𝑢𝑚𝑢𝑟 16 − 18 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑒𝑟𝑠𝑒𝑘𝑜𝑙𝑎ℎ 𝑑𝑖 𝑆𝑀𝐴 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘 𝑢𝑚𝑢𝑟 16 − 18 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 𝑥100% 𝐴𝑃𝑀 𝑃𝑇1 =𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘 𝑢𝑚𝑢𝑟 19 − 24 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑒𝑟𝑠𝑒𝑘𝑜𝑙𝑎ℎ 𝑑𝑖 𝑃𝑇 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘 𝑢𝑚𝑢𝑟 19 − 24 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 𝑥100%

Angka Partisipasi Kasar (APK), adalah indikator yang menunjukkan partisipasi penduduk yang sedang mengenyam pendidikan sesuai dengan jenjang pendidikannya tanpa memperhatikan usia.

Keunggulan APK adalah sebagai berikut:

 Mencerminkan partisipasi dan akses penduduk bersekolah di jenjang tertentu tanpa memperhatikan usia.

Kelemahan APK adalah sebagai berikut:

 Tidak dapat melihat di usia berapa seseorang bersekolah/menikmati pendidikan di suatu jenjang tertentu.

Rumus: 𝐴𝑃𝐾 𝑃𝐴𝑈𝐷 (3 − 5 𝑡ℎ) =𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑝𝑒𝑟𝑛𝑎ℎ/𝑚𝑎𝑠𝑖ℎ 𝑃𝐴𝑈𝐷 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘 𝑢𝑚𝑢𝑟 3 − 5 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 𝑥100% 𝐴𝑃𝐾 𝑃𝐴𝑈𝐷 (3 − 6 𝑡ℎ) =𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑝𝑒𝑟𝑛𝑎ℎ/𝑚𝑎𝑠𝑖ℎ 𝑃𝐴𝑈𝐷 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘 𝑢𝑚𝑢𝑟 3 − 6 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 𝑥100% 𝐴𝑃𝐾 𝑆𝐷 =𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑒𝑟𝑠𝑒𝑘𝑜𝑙𝑎ℎ 𝑑𝑖 𝑆𝐷 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘 𝑢𝑚𝑢𝑟 7 − 12 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 𝑥100% 𝐴𝑃𝐾 𝑆𝑀𝑃 =𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑒𝑟𝑠𝑒𝑘𝑜𝑙𝑎ℎ 𝑑𝑖 𝑆𝑀𝑃 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘 𝑢𝑚𝑢𝑟 13 − 15 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 𝑥100% 𝐴𝑃𝐾 𝑆𝑀𝐴 =𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑒𝑟𝑠𝑒𝑘𝑜𝑙𝑎ℎ 𝑑𝑖 𝑆𝑀𝐴 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘 𝑢𝑚𝑢𝑟 16 − 18 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 𝑥100% 𝐴𝑃𝐾 𝑃𝑇 =𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑒𝑟𝑠𝑒𝑘𝑜𝑙𝑎ℎ 𝑑𝑖 𝑃𝑒𝑟𝑔𝑢𝑟𝑢𝑎𝑛 𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘 𝑢𝑚𝑢𝑟 19 − 24 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 𝑥100% Selisih antara APK dan APM menunjukkan proporsi siswa yang terlambat atau terlalu cepat bersekolah.

(19)

Angka Melek Huruf, adalah proporsi penduduk pada kelompok usia2

dapat membaca dan menulis dalam huruf latin atau lainnya. Indikator Angka Melek Huruf (AMH) dapat digunakan untuk:

 Mengukur keberhasilan program-program pemberantasan buta huruf, terutama di daerah pedesaan di Indonesia dimana jumlah penduduk yang tidak pernah sekolah atau tidak tamat SD masih tinggi.

 Menunjukkan kemampuan penduduk di suatu wilayah dalam menyerap informasi dari berbagai media.

 Menunjukkan kemampuan untuk berkomunikasi secara lisan dan tulisan sehingga AMH dapat berdasarkan kabupaten mencerminkan potensi perkembangan intelektual sekaligus kontribusi terhadap pembangunan daerah.

𝐴𝑀𝐻

= 𝐽𝑚𝑙ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘 𝑝𝑑 𝑘𝑒𝑙𝑜𝑚𝑝𝑜𝑘 𝑢𝑚𝑢𝑟 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑒𝑛𝑡𝑢 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑖𝑠𝑎 𝑏𝑎𝑐𝑎 𝑑𝑎𝑛 𝑡𝑢𝑙𝑖𝑠

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑘𝑒𝑙𝑜𝑚𝑝𝑜𝑘 𝑢𝑚𝑢𝑟 𝑡𝑒𝑟𝑠𝑒𝑏𝑢𝑡 𝑥100%

Angka Buta Huruf, adalah proporsi penduduk pada kelompok usia3 yang

tidak dapat dapat membaca dan menulis dalam huruf latin atau lainnya. Indikator Angka Buta Huruf (ABH) menunjukkan ketertinggalan sekelompok penduduk tertentu dalam mencapai pendidikan pada suatu waktu dan wilayah tertentu.

𝐴𝐵𝐻 = 100% − 𝐴𝑀𝐻

Angka Putus Sekolah (APTS), adalah proporsi penduduk menurut kelompok usia sekolah yang sudah tidak bersekolah lagi atau yang tidak menamatkan suatu jenjang pendidikan tertentu terhadap jumlah penduduk yang sedang bersekolah menurut kelompok usia sekolah. Semakin tinggi angka putus sekolah menggambarkan kondisi pendidikan yang tidak baik dan tidak merata. Angka putus sekolah dirumuskan sebagai berikut:

2 Kelompok usia tertentu disini yang dimaksud pada indikator melek huruf dan buta huruf adalah kelompok usia 15 tahun ke atas, kelompok usia 15 – 24 tahun, kelompok usia 15 – 45 tahun, dan kelompok usia 45 tahun ke atas.

(20)

𝐴𝑃𝑇𝑆 = 𝐽𝑃𝑇𝑆𝑘𝑒𝑙𝑜𝑚𝑝𝑜𝑘 𝑢𝑠𝑖𝑎 𝑠𝑒𝑘𝑜𝑙𝑎ℎ 𝐽𝑃𝑀𝑆𝑘𝑒𝑙𝑜𝑚𝑝𝑜𝑘 𝑢𝑠𝑖𝑎 𝑠𝑒𝑘𝑜𝑙𝑎ℎ 𝑥 100% dengan: 𝐽𝑃𝑇𝑆𝑘𝑒𝑙𝑜𝑚𝑝𝑜𝑘 𝑢𝑠𝑖𝑎 𝑠𝑒𝑘𝑜𝑙𝑎ℎ = 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑖𝑑𝑎𝑘 𝑏𝑒𝑟𝑠𝑒𝑘𝑜𝑙𝑎ℎ 𝐽𝑃𝑀𝑆𝑘𝑒𝑙𝑜𝑚𝑝𝑜𝑘 𝑢𝑠𝑖𝑎 𝑠𝑒𝑘𝑜𝑙𝑎ℎ = 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑠𝑒𝑑𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑒𝑟𝑠𝑒𝑘𝑜𝑙𝑎ℎ

Rata-rata lama sekolah (RLS) menggambarkan jumlah tahun yang digunakan oleh penduduk usia 25 tahun ke atas dalam menjalani pendidikan formal. Asumsi yang digunakan dalam penghitungan RLS adalah kondisi normal rata-rata lama sekolah suatu wilayah tidak akan turun. Cakupan penduduk yang dihitung RLS adalah penduduk usia 25 tahun ke atas dengan asumsi pada usia 25 tahun proses pendidikan sudah berakhir. Penghitungan RLS pada pada penduduk usia 25 tahun ke atas mengikuti standar UNDP. Berikut penghitungan RLS

𝑅𝐿𝑆 = 1

𝑛∑ 𝐿𝑎𝑚𝑎 𝑆𝑒𝑘𝑜𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘𝑖 𝑛

𝑖=1

dengan: n menyatakan jumlah penduduk (i = 1, 2, … , n).

Harapan lama sekolah (HLS) adalah lamanya sekolah yang diharapkan akan dirasakan penduduk pada usia tertentu di masa depan dengan asumsi kemungkinan anak tersebut akan teberikutnya sama dengan rasio penduduk yang bersekolah per jumlah penduduk pada usia yang sama. HLS dapat digunakan sebagai gambaran kondisi pembangunan sistem pendidikan di berbagai jenjang yang ditunjukkan dalam bentuk lamnya pendidikan yang diharapkan dapat dicapai penduduk. Berikut penghitungan HLS

𝐻𝐿𝑆∝,𝑡 = ∑𝐽𝑃𝑀𝑆𝑖,𝑡 𝐽𝑃𝑖,𝑡 𝑛

𝑖=𝛼 dengan:

𝐻𝐿𝑆∝,𝑡: harapan lama sekolah pada usia ∝ di tahun t

𝐽𝑃𝑀𝑆𝑖,𝑡: Jumlah penduduk usia i yang masih bersekolah di tahun t 𝐽𝑃𝑖,𝑡: Jumlah penduduk usia i di tahun t

(21)

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) adalah suatu indikator diperkenalkan oleh UNDP pada tahun 1990 dan dipublikasikan secara berkala dalam laporan tahunan Human Development Report (HDR). IPM dapat menjelaskan bagaimana penduduk dapat mengakses hasil pembangunan dalam memperoleh pendapatan, kesehatan, pendidikan, dan sebagainya. IPM merupakan indikator komposit yang dibentuk dari:

a. Indeks Kesehatan

𝐼𝑘𝑒𝑠𝑒ℎ𝑎𝑡𝑎𝑛 = 𝐴𝐻𝐻 − 𝐴𝐻𝐻𝑚𝑖𝑛

𝐴𝐻𝐻𝑚𝑎𝑘𝑠− 𝐴𝐻𝐻𝑚𝑖𝑛 dengan:

𝐼𝑘𝑒𝑠𝑒ℎ𝑎𝑡𝑎𝑛 : Indeks kesehatan

𝐴𝐻𝐻 : Angka Harapan Hidup (dalam tahun)

𝐴𝐻𝐻𝑚𝑖𝑛 : Angka Harapan Hidup Minimum, 20 (BPS), dan 20 (UNDP) 𝐴𝐻𝐻𝑚𝑎𝑘𝑠 : Angka Harapan Hidup Maksimum, 85 (BPS) dan 85 (UNDP)

b. Indeks Pengetahuan - Indeks HLS 𝐼𝐻𝐿𝑆 = 𝐻𝐿𝑆 − 𝐻𝐿𝑆𝑚𝑖𝑛 𝐻𝐿𝑆𝑚𝑎𝑘𝑠− 𝐻𝐿𝑆𝑚𝑖𝑛 dengan: 𝐼𝐻𝐿𝑆 : Indeks HLS

𝐻𝐿𝑆 : Harapan Lama Sekolah (dalam tahun)

𝐻𝐿𝑆𝑚𝑖𝑛 : Harapan Lama Sekolah Minimum, 0 (BPS), dan 0 (UNDP) 𝐻𝐿𝑆𝑚𝑎𝑘𝑠 : Harapan Lama Sekolah Maksimum, 18 (BPS) dan 18 (UNDP)

- Indeks RLS 𝐼𝑅𝐿𝑆= 𝑅𝐿𝑆 − 𝑅𝐿𝑆𝑚𝑖𝑛 𝑅𝐿𝑆𝑚𝑎𝑘𝑠− 𝑅𝐿𝑆𝑚𝑖𝑛 dengan: 𝐼𝑅𝐿𝑆 : Indeks RLS

𝑅𝐿𝑆 : Rata-rata Lama Sekolah (dalam tahun)

(22)

Maka indeks pengetahuan dirumuskan: 𝐼𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑡𝑎ℎ𝑢𝑎𝑛= 𝐼𝐻𝐿𝑆+ 𝐼𝑅𝐿𝑆 2 c. Indeks Pengeluaran 𝐼𝐸 = ln(𝐸) − ln(𝐸𝑚𝑖𝑛) ln(𝐸𝑚𝑎𝑘𝑠) − ln(𝐸𝑚𝑖𝑛) dengan: 𝐼𝐸 : Indeks Pengeluaran

𝐸 : Pengeluaran per kapita disesuaikan

𝐸𝑚𝑖𝑛 : Pengeluaran per kapita disesuaikan pada batas minimum, Rp 1,007,436 (BPS), dan 100 PPP US $ (UNDP)

𝐸𝑚𝑎𝑘𝑠 : Pengeluaran per kapita disesuaikan pada batas maksimum, Rp 26,572,352 (BPS), dan 107.721 PPP US $ (UNDP)

Maka IPM dihitung merupakan rata-rata geometris dari ketiga indeks tersebut:

𝐼𝑃𝑀 = √𝐼𝑘𝑒𝑠𝑒ℎ𝑎𝑡𝑎𝑛 . 𝐼𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑡𝑎ℎ𝑢𝑎𝑛. 𝐼𝐸 3

(23)

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Persentase Penduduk Usia 10 tahun ke atas Menurut Status Pendidikan

Gambar 1. Persentase Penduduk Usia 10 Tahun Ke Atas Menurut Status Pendidikan, Kabupaten Waropen, 2016

Sumber: Susenas Kor, diolah.

Hasil pendataan Susenas Kor 2016, menunjukkan bahwa persentase penduduk usia 10 tahun ke atas yang tidak/ belum bersekolah mencapai 1.18 persen, yang masih bersekolah mencapai 24.11 persen dan tidak bersekolah lagi sebesar 74.71 persen. Hal tersebut menunjukkan bahwa dominan penduduk usia 10 tahun ke atas tidak bersekolah lagi.

3.2 Persentase Penduduk Usia 10 Tahun Ke Atas Berdasarkan Pendidikan Tertinggi Ditamatkan

Berdasarkan hasil Susenas 2016, menunjukkan bahwa di Kabupaten Waropen, persentase penduduk 10 tahun ke atas yang berpendidikan tertinggi SD ke bawah masih besar yaitu 53.40 persen, yang terdiri dari tidak punya ijazah

1.18%

24.11%

74.71%

(24)

SD 19.30 persen dan tamat SD/MI/sederajat sebesar 34.10 persen. Sedangkan tamatan SMP/sederajat sebesar 10.66 persen, tamatan SMA/SMK sederajat sebesar 25.69 persen, dan tamatan PT sebesar 10.25 persen, dimana tamatan diploma sebesar 1.30 persen dan tamatan DIV/ S1 ke atas sebesar 8.95 persen. Hal tersebut menunjukkan bahwa kualitas pendidikan dari penduduk Kabupaten Waropen masih cukup rendah karena sekitar separuh penduduk usia 10 tahun ke atas adalah tidak punya ijazah dan tamatan SD.

Gambar 2. Persentase Penduduk Usia 10 Tahun Ke Atas Menurut Ijazah Tertinggi yang Dimiliki, Kabupaten Waropen, 2016

Sumber: Susenas Kor, diolah.

3.3 Persentase Penduduk Berusia 5 Tahun Ke Atas Yang Masih Sekolah

Penduduk usia 5 tahun ke atas masih bersekolah sebanyak 53.93 persen bersekolah pada jenjang pendidikan SD sederajat, 20.33 persen bersekolah di tingkat SMP sederajat, sebanyak 20.82 persen bersekolah di tingkat SMA/ SMK sederajat dan sisanya 4.92 persen masih duduk di bangku perguruan tinggi.

Tidak Punya Ijazah SD 19.30% SD sederajat 34.10% SMP sederajat 10.66% SMA sederajat 25.69%

Diploma (DI - DIII) 1.30%

S1/DIV ke atas 8.95%

Tidak Punya Ijazah SD SD sederajat SMP sederajat SMA sederajat Diploma (DI - DIII) S1/DIV ke atas

(25)

Gambar 3. Persentase Penduduk Usia 5 Tahun Ke Atas Yang Masih Sekolah Menurut Tingkat Pendidikan, Kabupaten Waropen, 2016

Sumber: Susenas Kor, diolah.

3.4 Angka Partisipasi Pra Sekolah

Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut, yang diselenggarakan pada jalur formal, nonformal, dan informal.

Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan 5 perkembangan, yaitu : perkembangan moral dan agama, perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan/kognitif (daya pikir, daya cipta), sosio emosional (sikap dan emosi) bahasa dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan sesuai kelompok usia yang dilalui oleh anak usia dini seperti yang tercantum dalam Permendiknas no 58 tahun 2009.

53.93%

20.33% 20.82%

4.92%

(26)

Ada dua tujuan diselenggarakannya pendidikan anak usia dini yaitu:

 Tujuan utama: untuk membentuk anak Indonesia yang berkualitas, yaitu anak yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan tingkat perkembangannya sehingga memiliki kesiapan yang optimal di dalam memasuki pendidikan dasar serta mengarungi kehidupan pada masa dewasa.

 Tujuan penyerta: untuk membantu menyiapkan anak mencapai kesiapan belajar (akademik) di sekolah, sehingga dapat mengurangi usia putus sekolah dan mampu bersaing secara sehat di jenjang pendidikan berikutnya.

Angka partisipasi prasekolah dapat menggambarkan berapa banyak anak usia dini yang sedang mengikuti pendidikan prasekolah. Pendidikan pra sekolah atau disebut PAUD dapat diselenggarakan secara formal, bukan formal, dan informal. PAUD formal seperti Taman Kanak-kanak (TK), Raudhatul Athfal, dan yang sederajat, lalu PAUD bukan formal seperti Kelompok Bermain (Play Group), Tempat Penitipan Anak (TPA), dan yang sederajat, dan PAUD informal diperoleh melalui orang tua, keluarga, dan lingkungan. Berikut angka pratisipasi pra sekolah (PAUD),

Tabel 1. Angka Partisipasi Pra Sekolah (PAUD) Untuk Anak Usia 0 – 6 Tahun

APPaud Laki-laki Perempuan L+P Waropen 21.21% 47.66% 33.06%

Sumber: susenas kor, diolah.

Berdasarkan tabel 1 diatas menunjukkan bahwa anak perempuan usia 0-6 tahun lebih banyak yang mengikuti PAUD dibandingkan anak laki-laki, tetapi secara keseluruhan angka partisipasi pra sekolah mencapai 33.06 persen, sedangkan sisanya 67.94 persen anak usia 0 – 6 tahun belum atau tidak mengikuti PAUD.

3.5 Angka Partisipasi Sekolah (APS)

Angka partisipasi sekolah dapat menggambarkan berapa banyak penduduk usia pendidikan yang sedang bersekolah, sehingga terkait dengan pengentasan program wajib belajar. Indikator inilah yang digunakan sebagai

(27)

Tabel 2. Angka Partisipasi Sekolah (APS) Menurut Kelompok Usia Dan Jenis Kelamin, Kabupaten Waropen, Tahun 2016

APS Kelompok Usia

7 - 12 13 - 15 16 - 18 19 - 24

Laki-Laki 97.99 100.00 75.54 42.10

Perempuan 95.03 100.00 98.06 6.62

L+P 96.41 100.00 87.37 22.75

Sumber: Susenas Kor, diolah.

Berdasarkan tabel 1, menunjukkan Angka Partisipasi Sekolah Kabupaten Waropen tahun 2016, untuk kelompok usia sekolah:

a. 7 – 12 tahun

Ternyata APS penduduk usia 7–12 tahun mencapai 96.41 persen, ini berarti masih terdapat 3.59 persen penduduk usia 7-12 tahun yang belum sekolah atau tidak sekolah lagi. Dari 96.41 persen penduduk usia 7-12 tahun yang bersekolah ada yang masih sekolah di SD adapula yang sudah duduk di bangku SMP. b. 13 – 15 tahun

Kemudian APS penduduk usia 13-15 tahun sebesar 100.00 persen, artinya seluruh penduduk berusia 13-15 tahun masih aktif bersekolah pada tingkat SD/sederajat, SLTP/sederajat atau sudah di bangku SLTA/sederajat.

c. 16 – 18 tahun

APS penduduk usia 16 – 18 tahun mencapai 87.37 persen, berarti masih ada 12.63 persen penduduk usia 16 – 18 tahun yang belum bersekolah atau tidak bersekolah lagi dan 89.18 persen penduduk usia 16 – 18 tahun masih aktif bersekolah pada tingkat SMP, SMA atau sudah kuliah di Perguruan Tinggi. d. 19 – 24 tahun

APS penduduk usia 19 – 24 tahun mencapai 22.75 persen, berarti masih ada 77.25 persen penduduk usia 19 – 24 tahun yang belum bersekolah atau tidak bersekolah lagi dan 12.46 persen penduduk usia 19 – 24 tahun masih aktif bersekolah pada tingkat SMA atau sudah kuliah di Perguruan Tinggi.

Sebagai standar program Wajib Belajar dikatakan apabila nilai APS SD (usia 7-12 tahun) dan APS SMP (13-15 tahun) sebesar 100 persen, sehingga dapat disimpulkan bahwa Pemda Waropen masih harus berupaya keras agar target

(28)

3.6 Angka Partisipasi Kasar (APK)

Angka partisipasi kasar (APK), indikator ini mengukur proporsi anak sekolah pada suatu jenjang pendidikan tertentu dalam kelompok usia yang sesuai dengan jenjang pendidikan tersebut. APK juga mengukur daya serap penduduk usia sekolah di masing- masing jenjang pendidikan.

Tabel 3. Angka Partisipasi Kasar (APK) Menurut Jenjang Pendidikan dan Jenis Kelamin Di Kabupaten Waropen Tahun 2016

APK Jenjang Pendidikan PAUD (3-5 th) PAUD (3-6 th) SD SMP SMA PT Laki-laki 2.92 3.84 108.39 81.09 180.71 14.31 Perempuan 4.71 6.55 99.75 120.83 79.84 10.06 L+P 3.79 5.16 104.66 99.26 127.71 12.13

Sumber: Susenas Kor, diolah.

Berdasarkan tabel 3, dapat diketahui bahwa APK PAUD untuk anak usia 3 – 5 dan 3 – 6 tahun masing-masing mencapai 3. 79 dan 5.16 persen, artinya jumlah murid yang sedang atau pernah mengikuti PAUD APK (baik laki – laki maupun perempuan) lebih rendah jika dibandingkan jumlah anak usia 5 dan 3-6 tahun. Hal itu masih jauh dibawah target pada sasaran strategis Kemendikbud yang mematok APK PAUD mencapai 78.70 persen.

Untuk APK tingkat SD/sederajat mencapai 104.66 persen (di atas 100 persen). Hal ini menunjukkan jumlah murid yang sedang sekolah di jenjang SD/sederajat lebih tinggi jika dibandingkan dengan penduduk berusia 7 - 12 tahun, artinya bukan hanya penduduk dari usia 7 – 12 tahun sedang bersekolah di tingkat SD tetapi ada usia 5 – 6 tahun yang sudah duduk di bangku SD dan penduduk lebih dari usia 12 tahun yang masih menduduki bangku SD. Capaian APK tersebut sudah melebihi target pada sasaran strategis Kemendikbud yang mematok APK SD/ sederajat mencapai 100.55 persen.

APK untuk jenjang sekolah SMP/sederajat nilai APK mencapai 99.26 persen. Hal ini menunjukkan jumlah murid yang sedang sekolah di jenjang SMP/sederajat lebih rendah jika dibandingkan dengan penduduk berusia 13 - 15 tahun, artinya tidak semuanya penduduk usia 13 - 15 tahun sedang bersekolah di tingkat SMP tetapi ada yang masih di tingkat SD dan atau sudah menduduki

(29)

jenjang SMA dan atau tidak bersekolah. Capaian APK tersebut sudah melebihi target pada sasaran strategis Kemendikbud yang mematok APK SMP/ sederajat mencapai 83.77 persen.

APK untuk jenjang sekolah SMA/sederajat nilai APK mencapai 127.71 persen. Hal ini menunjukkan jumlah murid yang sedang sekolah di jenjang SMP/sederajat lebih besar jika dibandingkan dengan penduduk berusia 16 - 18 tahun, artinya tidak semuanya penduduk usia 16 - 18 tahun sedang bersekolah di tingkat SMA tetapi persen ada yang masih di tingkat SMP dan atau sudah menduduki jenjang Universitas dan atau tidak bersekolah. Capaian APK tersebut sudah melebihi target pada sasaran strategis Kemendikbud yang mematok APK SMP/ sederajat mencapai 85.71 persen.

APK untuk jenjang perguruan tinggi mencapai 12.13 persen. Hal ini menunjukkan jumlah siswa yang sedang sekolah di jenjang perguruan tinggi lebih rendah jika dibandingkan dengan penduduk berusia 19 – 24 tahun, artinya tidak semua dari penduduk usia 19 – 24 tahun sedang bersekolah di perguruan tinggi tetapi 97.87 persen yang masih di tingkat SMA dan atau sudah tidak bersekolah.

APK untuk jenjang sekolah SMP/sederajat dan Perguruan Tinggi nilainya dibawah seratus. Hal ini mengindikasikan bahwa hanya beberapa dari penduduk berusia 13-15 tahun dan 19 – 24 tahun yang sedang bersekolah pada jenjang tersebut dan kemungkinan sisanya sedang sekolah pada jenjang pendidikan di bawahnya/di atasnya atau bahkan mereka tidak sekolah lagi. Oleh karena itu, untuk memperjelas lagi arti APK diperlukan indikator APM (Angka Partisipasi Murni).

3.7 Angka Partisipasi Murni (APM)

Angka partisipasi murni (APM) dapat menunjukkan proporsi anak sekolah pada satu kelompok usia tertentu yang bersekolah tepat pada tingkat yang sesuai dengan kelompok usianya. Menurut definisi, besarnya APM akan selalu lebih kecil daripada APK. Nilai APM yang lebih kecil daripada nilai APK-nya dapat menunjukkan komposisi usia penduduk yang sedang bersekolah pada suatu

(30)

Tabel 4. Angka Partisipasi Murni (APM) Menurut Jenjang Pendidikan dan Jenis Kelamin Di Kabupaten Waropen Tahun 2016

APM Jenjang Pendidikan PAUD (3-5 th) PAUD (3-6 th) SD SMP SMA PT Laki-laki 2.43 2.86 94.65 66.92 67.68 9.29 Perempuan 4.52 5.80 88.55 73.71 62.58 3.25 L+P 3.45 4.30 91.39 70.02 65.00 5.99

Sumber: Susenas Kor, diolah.

Berdasarkan susenas, APM Kabupaten Waropen tahun 2016 untuk jenjang PAUD, SD sederajat, SMP/ sederajat, SMA/ sederajat, dan perguruan tinggi cenderung semakin menurun sejalan dengan meningkatnya jenjang pendidikan. Sedangkan untuk APM SD mencapai 91.39 persen cukup tinggi dibandingkan APM untuk jenjang SMP dan SMA.

APM PAUD untuk anak usia 3 – 5 tahun mencapai 3.45 persen, artinya 3.45 persen anak usia 3 – 5 tahun sedang mengikuti PAUD pada tahun ajaran 2015/2016, sedangkan untuk anak usia 3 – 6 tahun, APM PAUD mencapai 4.30 persen. Dilihat dari sisi gender, anak perempuan usia 3 – 5 tahun dan 3 – 6 tahun lebih banyak mengikuti PAUD dibandingkan anak laki-laki.

APM SD sebesar 91.39 persen, berarti dari 100 murid SD/ sederajat ada 91 sampai 92 murid saja yang bersekolah tepat waktu di usia 7 – 12 tahun, sedangkan 9 sampai 8 murid lainnya adalah yang mengalami tinggal kelas, terlambat masuk SD/ sederajat atau terlalu cepat bersekolah di SD/ sederajat. Capaian APM tersebut sudah melebihi target pada sasaran strategis Kemendikbud yang mematok APK SD/ sederajat mencapai 85.20 persen.

APM SMP sebesar 70.02 persen, berarti dari 100 murid SMP/ sederajat ada 70 sampai 71 murid saja yang bersekolah tepat waktu di usia 13 – 15 tahun, sedangkan 29 – 30 murid lainnya adalah yang mengalami tinggal kelas, terlambat masuk SMP atau terlalu cepat bersekolah di SMP. Capaian APK tersebut masih di bawah target pada sasaran strategis Kemendikbud yang mematok APK SMP/ sederajat mencapai 73.72 persen.

APM SMA sebesar 65.00 persen, berarti dari 100 murid SMA/sederajat sekitar 65 murid saja yang bersekolah tepat waktu di usia 16 – 18 tahun, sedangkan 35 murid lainnya adalah yang mengalami tinggal kelas, terlambat

(31)

masuk SMP atau terlalu cepat bersekolah di SMA. Capaian APK tersebut masih di bawah target pada sasaran strategis Kemendikbud yang mematok APK SMA/ sederajat mencapai 67.50 persen.

APM perguruan tinggi sebesar 5.99 persen, berarti dari 100 murid SMA/sederajat sekitar 5 - 6 murid saja yang bersekolah tepat waktu di usia 16 – 18 tahun, sedangkan 94 - 95 murid lainnya adalah yang mengalami tinggal kelas, terlambat masuk SMA atau terlalu cepat bersekolah di perguruan tinggi.

Ditinjau dari sudut gender, terdapat perbedaan APM antara laki-laki dan perempuan. Pada jenjang SD dan SMP nilai APM laki-laki lebih rendah dari APM perempuan, yang berarti pada kedua jenjang tersebut perempuan cenderung memiliki kesempatan sekolah yang lebih besar dibanding perempuan.

Pada jenjang SMA dan perguruan tinggi, dapat dikatakan APM untuk laki-laki lebih tinggi dibandingkan APM perempuan, artinya pada jenjang SMA dan perguruan tinggi, laki-laki cenderung memiliki kesempatan sekolah yang lebih besar dibanding perempuan.

3.8 Angka Melek Dan Buta Huruf Penduduk

Ukuran yang sangat mendasar dari tingkat pendidikan adalah kemampuan membaca dan menulis penduduk. Kemampuan ini dipandang sebagai kemampuan dasar minimal yang harus dimiliki oleh setiap individu, agar paling tidak memiliki peluang untuk terlibat dan berpartisipasi dalam pembangunan. Tinggi rendahnya angka buta huruf suatu masyarakat mencerminkan kualitas masyarakat tersebut. AMH adalah tolak ukur penting dalam mempertimbangkan kualitas sumber daya manusia di suatu daerah.

Tabel 5. Angka Melek dan Buta Huruf Penduduk Di Kabupaten Waropen Tahun 2016

Kategori Kelompok Usia

7-12 13-15 16-18 19-24 15+ 15-45 Melek Huruf Laki-laki 93.33% 100.00% 100.00% 100.00% 96.25% 96.39% Perempuan 83.33% 100.00% 100.00% 100.00% 93.28% 97.48% L+P 88.04% 100.00% 100.00% 100.00% 94.81% 96.92% Buta Huruf Laki-laki 6.67% 0.00% 0.00% 0.00% 3.75% 3.61% Perempuan 16.57% 0.00% 0.00% 0.00% 6.72% 2.52%

(32)

Berdasarkan tabel 5, Angka Melek Huruf (AMH) Kabupaten Waropen cenderung tinggi pada setiap jenjang usia sekolah. AMH untuk usia 15 tahun ke atas mencapai 94.81 persen, yang berarti dari 100 penduduk usia 15 tahun ke atas sekitar 95 penduduk yang bisa membaca dan menulis, dan sisanya sekitar 5 orang yang tidak bisa membaca dan tidak bisa menulis. Capaian AMH untuk usia 15 tahun ke atas masih di bawah target pada sasaran strategis Kemendikbud yang mematok AMH sekurang-kurangnya 96.10 persen.

3.9 Angka Putus Sekolah (APTS)

Berdasarkan tabel 6, menunjukkan angka putus sekolah pada kelompok usia 7 – 12 dan 13 – 15 tahun cukup rendah, sedangkan angka putus sekolah pada kelompok usia 16 – 18 tahun mencapai 25. 64 persen, artinya putus sekolah pada jenjang pendidikan SMA masih cukup besar, sehingga hal tersebut harus menjadi perhatian serius. Dilihat dari sisi gender, pada kelompok usia 16 – 18 tahun, APTS laki-laki lebih besar dibandingkan APTS perempuan, hal ini diduga karena adanya penduduk laki-laki pada kelompok usia tersebut yang langsung bekerja dibandingkan sekolah.

Tabel 6. Angka Putus Sekolah Menurut Kelompok Usia dan Jenis Kelamin Di Kabupaten Waropen Tahun 2016

APTS Kelompok Usia

7-12 13-15 16-18

Laki-laki 0.98 0.00 48.94

Perempuan 0.00 5.45 10.11

L+P 0.49 2.42 25.64

(33)

3.10 Rata-rata dan Harapan Lama Sekolah

Gambar 4. Perkembangan Rata-rata Lama Sekolah (RLS) dan Harapan Lama Sekolah (HLS) Di Kabupaten Waropen Tahun 2010-2015

Sumber: Susenas Kor, diolah.

Rata-rata lama sekolah adalah lamanya pendidikan yang telah ditempuh oleh seseorang. Rata-rata lama sekolah merupakan suatu indikator yang digunakan untuk mengidentifikasi jenjang kelulusan pendidikan penduduk suatu daerah. Sebagai deskripsi, murid yang telah menamatkan pendidikan sampai tingkat SD/ sederajat, maka ia telah memiliki lama sekolah 6 enam tahun.

Rata-rata lama sekolah dapat juga digunakan untuk monitoring pelaksanaan Program Wajib Belajar 9 tahun yang dicanangkan. Artinya, untuk melewati target program tersebut, maka rata-rata lama sekolah harus sudah mencapai 9 tahun.

Berdasarkan gambar 3, ternyata selama kurun waktu 2010 – 2015, rata-rata lama sekolah di Kabupaten Waropen hanya berada di kisaran 8 – 8.55 tahun, artinya rata-rata penduduk Kabupaten Waropen telah dapat menamatkan pendidikan SD tetapi belum sepenuhnya Program Wajar 9 tahun tercapai. Sementara itu, HLS perlahan bergerak meningkat sepanjang 2010 – 2015 tahun, artinya rata-rata lama waktu yang akan dijalani penduduk usia 7 tahun ke atas meningkat tiap tahunnya.

8 8.31 8.4 8.5 8.53 8.55

11.16 11.39 11.63 11.87

12.12 12.34

2010 2011 2012 2013 2014 2015 RLS HLS

(34)

3.11 Kualitas Manusia

Untuk mengukur kualitas manusia dapat diproksi dengan indeks pembangunan manusia (IPM), IPM merupakan indeks komposit yang terdiri dari tiga komponen, yakni Kesehatan, Pendidikan, dan Kualitas Hidup Layak. Konsep Pembangunan Manusia yang dikembangkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), menetapkan peringkat kinerja pembangunan manusia pada skala 0.0 – 100.0 dengan kategori sebagai berikut :

 Sangat Tinggi : IPM ≥ 80

 Tinggi : 70 ≤ IPM < 80

 Sedang : 60 ≤ IPM < 70

 Rendah : IPM < 60

IPM merupakan gambaran komprehensif mengenai tingkat pencapaian pembangunan manusia di suatu daerah, sebagai dampak dari kegiatan pembangunan yang dilakukan di daerah tersebut. Perkembangan IPM memberikan indikasi peningkatan atau penurunan kinerja pembangunan manusia pada suatu daerah.

Gambar 5. Perkembangan IPM Kabupaten Waropen 2010 – 2015

Sumber: Susenas Kor, diolah.

Terlihat pada gambar di atas, kecenderungan pergerakan IPM Kabupaten Waropen menaik, tetapi kisaran IPM yang terjadi berada di interval 63 - 64. Hal ini menunjukkan kinerja pembangunan manusia ke arah perbaikan walaupun masih dalam kategori sedang.

59.98 60.94 61.32 62.49 62.73 63.43 58 59 60 61 62 63 64 2010 2011 2012 2013 2014 2015

(35)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan

Dari berbagai uraian tentang Indikator Pendidikan Kabupaten Waropen, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :

1. Bahwa kualitas pendidikan dari penduduk Kabupaten Waropen masih cukup rendah karena sekitar separuh penduduk usia 10 tahun ke atas adalah tidak punya ijazah dan tamatan SD.

2. Capaian APK pada jenjang PAUD masih jauh di bawah target Kemendikbud.

3. Sebagai standar program Wajib Belajar dikatakan apabila nilai APS SD (usia 7-12 tahun) dan APS SMP (13-15 tahun) sebesar 100 persen, sehingga dapat disimpulkan bahwa Pemda Waropen masih harus berupaya keras agar target program pendidikan tercapai.

4. Pada beberapa indikator APK, APM, AMH pada setiap jenjang pendidikan dan kelompok usia ada sudah melebihi dan masih di bawah target Kemendikbud. Hal tersebut menunjukkan masih perlu ada perbaikan secara konsisten bidang pendidikan.

5. Angka putus sekolah pada kelompok usia 16 – 18 tahun mencapai 25. 64 persen, artinya putus sekolah pada jenjang pendidikan SMA masih cukup besar.

6. Rata-rata penduduk Kabupaten Waropen telah dapat menamatkan pendidikan SD tetapi belum sepenuhnya Program Wajar 9 tahun tercapai.. 7. Kinerja pembangunan manusia ke arah perbaikan walaupun masih dalam

(36)

4.2. Saran

Pemerintah selayaknya terus mengembangkan sistem pelayanan umum, terutama di bidang pendidikan, sehingga benar-benar menyentuh masyarakat yang paling bawah, karena yang tak terlayani itu umumnya adalah kalangan dari mereka yang tergolong berada di wilayah pedalaman yang notabene belum memiliki fasilitas pendidikan yang memadai. Juga diperlukan political will secara serius guna memperhatikan pemerataan pembangunan pendidikan.

Disamping itu selain jalur pendidikan formal, perlu dimaksimalkan program pendidikan informal seperti pemberantasan buta aksara, PAUD dan lainnya guna mensukseskan program Pendidikan Untuk Semua (PUS) yang dicanangkan pemerintah dan mencapai target capaian pembangunan milenium yang tercermin dalam MDG’s.

(37)

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. (2010). Modul 9 Perumahan dan Sosial Lainnya. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

Badan Pusat Statistik. (2015). Indikator Pendidikan Provinsi Papua 2015. Jayapura: BPS Provinsi Papua.

Gambar

Gambar 1. Persentase Penduduk Usia 10 Tahun Ke Atas Menurut Status Pendidikan,  Kabupaten Waropen, 2016
Gambar 2. Persentase Penduduk Usia 10 Tahun Ke Atas Menurut Ijazah Tertinggi yang  Dimiliki, Kabupaten Waropen, 2016
Gambar 3. Persentase Penduduk Usia 5 Tahun Ke Atas Yang Masih Sekolah  Menurut Tingkat  Pendidikan, Kabupaten Waropen, 2016
Tabel 2. Angka Partisipasi Sekolah (APS) Menurut Kelompok Usia Dan Jenis Kelamin,  Kabupaten Waropen, Tahun 2016
+7

Referensi

Dokumen terkait

Survei pada Tingkat Air Tinggi (TAT) mencakup sungai utama antara Muara Kaman (+. 180 km dari muara) hingga Melak (+ 350 km dari muara), termasuk anak sungai Kedang Rantau,

Dyah Setyaningrum dan Febriyani Syafitri (2012) dalam penelitianya yang berjudul “Analisis Pengaruh Karakteristik Pemerintah Daerah Terhadap Tingkat Pengungkapan

Manfaat Manfaat yang didapatkan adalah memberi pengetahuan tentang pengaruh paparan limbah batik terhadap perubahan ram jet ventilation dan perubahan struktur anatomi insang pada

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan objek kajian Pesta Baratan di Kecamatan Kalinyamatan Kabupaten Jepara. Pesta Baratan dengan lampion sebagai

Wahyunia Likhayati M.Biomed Penyebab Penyakit yang Disebabkan oleh Parasit pada Sistem Integumen (Mikologi) dr. Luh Sesotyaning Nareswari, M.Biomed. Endang Rahmawati,

JADWAL UJIAN (UTS) PKK E-LEARNING SEMESTER GANJIL TAHUN AKADEMIK 2009/2010 KAMPUS MERUYA. KODE KLS MATAKULIAH SKS PRODI HARI

Disisi lain yang untuk meningkatkan dan mengembangkan kemampuan yang menggambarkan peningkatan kinerja guru yaitu, setiap guru perlu mempunyai persepsi positif terhadap

Bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 5 Ayat (2) Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 159 Tahun 2000 tentang Pedoman Pembentukan Badan Kepegawaian