KAJIAN MODEL ARRHENIUS LAJU RESPIRASI DAN
TEKNIK PENGEMASAN BUAH JAMBU KRISTAL
(Psidium guajav L.)
YUSUP HARTONO
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kajian Model Arrhenius Laju Respirasi dan Teknik Pengemasan Buah Jambu Kristal (Psidium guajava L.) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2016 Yusup Hartono NIM F14120072
ABSTRAK
YUSUP HARTONO. Kajian Model Arrhenius Laju Respirasi dan Teknik Pengemasan Buah Jambu Kristal (Psidium guajav L.). Dibimbing oleh ROKHANI HASBULLAH.
Jambu kristal merupakan produk yang mudah rusak karena memiliki tingkat respirasi yang relatif tinggi setelah dipanen. Umur simpan jambu kristal dapat diperpanjang dengan menekan laju respirasi melalui pengemasan secara atmosfir termodifikasi di penyimpanan dingin. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji pengaruh suhu terhadap laju respirasi dan menganalisis hubungan laju respirasi dengan suhu penyimpanan berdasarkan model Arrhenius, menganalisis perubahan parameter mutu produk selama penyimpanan, dan menentukan jenis kemasan dan suhu penyimpanan yang sesuai untuk mengurangi penurunan mutu jambu kristal. Hasil penelitian menunjukkan laju respirasi buah dipengaruhi oleh suhu penyimpanan, dimana laju respirasi semakin tinggi dengan semakin tingginya suhu penyimpanan. Dilihat dari pola respirasinya, buah jambu kristal termasuk golongan nonklimakterik. Model Arrhenius dapat menggambarkan hubungan laju respirasi terhadap suhu dengan nilai R2 untuk laju konsumsi O2 sebesar 0.9777 dan R2 untuk laju produksi CO2 sebesar 0.9433. Berdasarkan dari hasil simulasi yang telah dilakukan terhadap dua jenis kemasan yang berbeda untuk mendapatkan konsentrasi gas yang optimum, untuk stretch film diperoleh berat, tebal plastik, dan luas area kemasan berturut-turut adalah 0.447 kg. 0.57 mm, 0.02535 m2. Sedangkan kemasan LLDPE adalah 0.362 kg, 0.99 mm, 0.02535 m2. Kemasan yang terbaik untuk penyimpanan jambu kristal adalah kemasan stretch film yang disimpan pada suhu 5oC.
Kata kunci: Jambu kristal, Laju respirasi, Kemasan plastik, Suhu penyimpanan
ABSTRACT
YUSUP HARTONO. Study of Respiration Rate Arrhenius Model and Packaging Method on guava fruit (Psidium guajav L.). Supervised by ROKHANI HASBULLAH.
Guava is a perishable product because it has a relatively high rate of respiration after harvest. The shelf life of the guava can be extended by depress respiration rate through the modified atmosphere packaging in cold storage. The aim of this research are to assess the effect of temperature on respiration rate and to describe its correlation based on model of Arrhenius, to analyze the changes of quality parameter product of during storage, and to determine the appropriate type of package and storage temperature to reduce the quality deterioration of product the guava during storage. It was resulted that the respiration rate was increased at high storage temperature. Based on the respiration pattern indicated that guava as non-climacteric fruit. Models Arrhenius can describe correlation between respiration rate and temperature with value R2 for the consumption rate O2 as big as 0.9777
and R2 for the production rate CO
2 as big as 0.9433. Based on the results of simulations that
have been conducted on two different types of packaging to get optimum gas, to the value stretch film weight, thickness of plastic films, and area continued is 0.415 kg. 0.57 mm, 0.02535 m2. Where as LLDPE packaging is 0.457 kg, 0.99 mm, 0.02535 m2. The best packaging for storage of guava is packaging stretch film stored at a temperature 5oC.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik
pada
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem
KAJIAN MODEL ARRHENIUS LAJU RESPIRASI DAN
TEKNIK PENGEMASAN BUAH JAMBU KRISTAL
(Psidium guajava L.)
YUSUP HARTONO
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Judul : Kajian Model Arrhenius Laju Respirasi dan Teknik Pengemasan Buah Jambu Kristal (Psidium guajav L.)
Nama : Yusup Hartono NIM : F14120072
Disetujui oleh
Dr. Ir. Rokhani Hasbullah, M.Si Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir. Desrial, M.Eng Ketua Departemen
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2016 ini ialah teknik pengemasan buah, dengan judul Kajian Model Arrhenius Laju Respirasi dan Teknik Pengemasan Buah Jambu Kristal (Psidium guajava L).
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mendapat banyak bantuan, bimbingan, dan arahan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tulus kepada:
1. Ayahanda Sujadi Ibunda Wagirah, serta semua keluarga besar atas do’a dan dukungan untuk penulis selama pembuatan karya ilmiah ini.
2. Dr. Ir. Rokhani Hasbullah, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis sampai menyelesaikan skripsi ini.
3. Seluruh staf pengajar Teknik Mesin dan Biosistem Institut Pertanian Bogor atas semua pengetahuan yang telah diberikan.
4. Bapak Ahmad, Bapak Sulyaden, Mas Abbas, dan Mas Firman selaku penanggung jawab Laboraturium tempat penulis melaksanakan penelitian.
5. Teman bimbingan, Nurul Dwi, Hendri Taufik, Fikri, dan Muhmmad Faturrohman terima kasih atas bantuan selama penelitian berlangsung.
6. Teman-teman di Departemen Teknik Mesin dan Biosistem angkatan 49 (G.U.T.S.T.Y.R), terima kasih atas kebersamaannya, bantuan dan semangat untuk penulis.
7. Terima kasih kepada penulis lain yang telah memberikan referensi dalam penulisan karya tulis ini.
8. Terima kasih kepada seluruh pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan kepada penulis.
Penulis berharap, semoga karya ilmiah ini bermanfaat dalam kehidupan nyata dan dapat menambah pengetahuan kita serta menjadi acuan untuk melakukan penelitian selanjutnya.
Bogor, Agustus 2016 Yusup Hartono F14120072
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI vii
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR GAMBAR viii
DAFTAR LAMPIRAN viii
PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2 TINJAUAN PUSTAKA 3 Jambu Kristal 3 Laju Respirasi 5 Pengemasan Buah-buahan 6
Film Plastik Pengemasan 10
Pengaruh Suhu 12
METODOLOGI 12
Waktu dan Tempat 12
Alat dan Bahan 12
Metode Penelitian 13
Prosedur Analisis Data 18
Rancangan Percobaan 19
HASIL DAN PEMBAHASAN 20
Pengaruh Suhu Terhadap Laju Respirasi Jambu Kristal 20
Model Arrhenius Laju Respirasi Jambu Kristal 24
Pengaruh Plastik Kemasan Terhadap Komposisi Gas 26
Pengaruh Kemasan Terhadap Mutu Buah Jambu Kristal 30
SIMPULAN DAN SARAN 36
Simpulan 36 Saran 37 DAFTAR PUSTAKA 37 LAMPIRAN 40 RIWAYAT HIDUP 46
DAFTAR TABEL
1 Data Produksi Jambu Biji di Indonesia 1
2 Komposisi Kimia Jambu Biji 4
3 Laju Respirasi Beberapa Produk Hortikultura pada Berbagai Suhu 6
4 Komposisi Gas Optimum Buah-buahan atau Sayuran 9
5 Nilai Permeabilitas Gas dan Energi Aktivasi beberapa Film Plastik
Pada suhu 25 oC 11
6 Transmisi Uap Air Beberapa Jenis Film Kemasan 11
7 Laju Respirasi dan Nilai RQ Jambu Kristal pada Berbagai Suhu Penyimpanan 23 8 Nilai ln RCO2, ln RO2, dan 1/T Berbagai Suhu Penyimpanan 24
DAFTAR GAMBAR
1 Gambar Kristal 3
2 Gambar Pertumbuhan dan Pola Respirasi Buah Selama Perkembangan 6
3 Gambar Skema Proses di dalam Kemasan 8
4 Gambar Diagram Alir Tahap Penelitian 13
5 Gambar Skematik Pengukuran Respirasi Metode Close System 14 6 Gambar Diagram Alir Pengukuran Laju Respirasi 15 7 Gambar Diagram Alir Pembuatan Model Arrhenius Laju Respirasi 16
8 Gambar Diagram Alir Pengemasan Jambu Kristal 18
9 Gambar Laju Produksi CO2 pada Berbagai Suhu Penyimpanan 21 10 Gambar Laju Konsumsi O2 pada Berbagai Suhu Penyimpanan 21
11 Gambar Hubungan ln R1 dengan 1/T 24
12 Gambar Hubungan ln R2 dengan 1/T 25
13 Gambar Perubahan Nilai Laju Respirasi dari Prediksi (O2 dan CO2) dan
Observasi (O2 dan CO2) Terhadap Berbagai Suhu Penyimpanan 26 14 Gambar Hasil Simulasi Kemasan Stretch Film Suhu 5 oC 27
15 Gambar Hasil Simulasi Kemasan LDPE Suhu 5 oC 27
16 Gambar Perubahan Konsentrasi O2 dan CO2 pada Kemasan SF
dan LDPE suhu 5 oC 28
17 Gambar Perubahan Konsentrasi O2 dan CO2 pada Kemasan SF
dan LDPE suhu 10 oC 29
18 Gambar Perubahan Persentase Susut Bobot pada Dua Jenis
Kemasan Selama Peyimpanan 30
19 Gambar Perubahan Kadar Air pada Dua Jenis Kemasan Selama Peyimpanan 32 20 Gambar Perubahan Kekerasan pada Dua Jenis Kemasan Selama Peyimpanan 33 21 Gambar Perubahan Persentase Total Padatan Terlarut Jambu Kristal pada
Dua Jenis Kemasan Selama Peyimpanan 34
22 Gambar Pengemasan Jambu Kristal Menggunakan Plastik LDPE dan
Stretch Film 35
DAFTAR LAMPIRAN
1 Lampiran Hasil Produksi O2 Buah Jambu Kristal pada Berbagai Suhu 41 2 Lampiran Hasil Konsumsi CO2 Buah Jambu Kristal pada Berbagai Suhu 41
3 Lampiran Hasil Simulasi Kemasan Stretch Film 42
4 Lampiran Hasil Simulasi Kemasan LLDPE 43
5 Lampiran Hasil Analisis Sidik Ragam (Anova) Laju Produksi O2 44 6 LampiranHasil Analisis Sidik Ragam (Anova) Laju Konsumsi CO2 44 7 Lampiran Analisis Sidik Ragam (Anova) Susut Bobot pada Mutu Jambu Kristal 44 8 Lampiran Analisis Sidik Ragam (Anova) Kadar Air pada Mutu Jambu Kristal 44 9 Lampiran Analisis Sidik Ragam (Anova) Kekerasan pada Mutu Jambu Kristal 45 10 Lampiran Analisis Sidik Sagam (Anova) TPT pada Mutu 45
DAFTAR SIMBOL
W Berat produk hortikultura (kg)
R1 Laju konsumsi O2 produk (ml/kg.jam)
R2 Laju produksi CO2 produk (ml/kg.jam)
x1 Konsentrasi O2 di dalam kemasan (desimal) x2 Konsentrasi CO2 di dalam kemasan (desimal) y1 Konsentrasi O2 udara lingkungan (desimal) y2 Konsentrasi CO2 udara lingkungan (desimal) P1 Permeabilitas O2 film kemasn (ml.mm/m2 .hari.atm) P2 Permeabilitas CO2 film kemasn (ml.mm/m2 .hari.atm) b Tebal film kemasan (mm)
V Volume dalam kemasan (ml)
A Luas permukaan plastik (m2)
P Koefisien permeabilitas gas (ml.mm/m2.hari.atm) Po Faktor preeksponensial (ml.mm/m2.hari.atm)
E Energi aktivasi (J/mol)
R Konstanta gas (8.314 J/mol.K)
T Suhu (K)
Ri Laju respirasi (ml/kg.jam)
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara penghasil berbagai jenis buah yang sangat beragam, termasuk komoditi buah jambu biji (Psidium guajava L.). Jambu biji (Psidium guajava L.) merupakan salah satu produk holtikultura yang termasuk komoditas internasional. Lebih dari 150 negara telah membudidayakan jambu biji, diantaranya Jepang, Malaysia, India, Taiwan, Malaysia, Brazil, dan Indonesia. Data produksi jambu biji di Indonesia disajikan pada Tabel 1 Jambu biji mengandung antioksidan primer yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan jeruk, nanas, pisang, buah naga, belimbing, sarikaya, dan jambu air (Yan et al. 2006). Sari buah jambu biji dapat meningkatkan hemoglobin, trombosit, dan eritrosit pada tubuh manusia. Peningkatan hemoglobin dapat terjadi karena sari buah jambu biji mengandung asam amino glisin dan vitamin B6 (Azizahwati 2000).
Tabel 1 Data produksi jambu biji di Indonesia
No Tahun Produksi (Ton)
1 2010 204,105
2 2011 205,456
3 2012 206,507
4 2013 170,804
5 2014 187,406
Sumber : Kementerian Pertanian (2016)
Beberapa varietas baru dari buah jambu biji banyak dibudidayakan. Salah satunya adalah jambu kristal. Jambu biji varietas kristal termasuk golongan buah klimaterik mempunyai biji yang sangat sedikit (seed less), presentase berbuah lebih tinggi dibandingkan buah tanpa biji lainnya, warna daging buah putih dengan tekstur renyah saat hampir matang dan empuk saat di puncak kematangan, kadar kemanisan mencapai 11 – 12o brix dan kadar air cukup tinggi (menyegarkan), dan tanaman berbuah sepanjang tahun secara terus-menerus (Hidayat 2012). Seiring berkembangnya sektor pertanian, hasil produk pertanian harus memiliki kualitas yang tinggi dan sesuai dengan standar yang berlaku. Menurut Suyanti et al. (1999), penanganan pascapanen yang tidak tepat dapat menyebabkan kehilangan hasil panen dan penurunan mutu pada buah.
Karakteristik penting hasil pertanian salah satunya masih melakukan aktivitas respirasi atau produk pascapanen tersebut masih hidup dan masih melanjutkan fungsi metabolisme, akan tetapi metabolismenya tidak sama dengan tanaman induknya. Aktivitas metabolismenya dicirikan dengan antara lain proses respirasi. Kerusakan produk pascapanen umumnya proporsional mengikuti laju respirasi. Semakin tinggi laju respirasi, biasanya semakin pendek umur simpan hasil pertanian (Hasbullah 2008). Laju respirasi produk hortikultura selain dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban, juga dipengaruhi oleh komposisi gas, terutama O2 dan CO2 di sekitar produk. Komposisi gas di sekitar produk tersebut
dikendalikan melalui pencampuran dari dua atau lebih gas-gas seperti udara, N2, O2, dan CO2 (Hasbullah 2007).
Pemakaian kemasan plastik dan penyimpanan pada suhu rendah, menjadi solusi yang dapat dipilih untuk mempertahankan mutu produk (Johansyah et al. 2014). Kemasan plastik dapat menyebabkan adanya perubahan kondisi udara lingkungan atau modifikasi atmosfer. Konsentrasi O2 akan menurun dan CO2 meningkat akibat interaksi dari respirasi komoditi yang dikemas dan permeabilitas bahan kemasan terhadap kedua gas tersebut. Penggunaaan film plastik sebagai bahan kemasan buahan yang mudah rusak, akan dapat memperpanjang daya simpannya, menghambat penurunan susut bobot, meningkatkan citra produk, menghindari kerusakan saat pengangkutan, dan sebagai alat promosi (BPPHP 2002).
Metode pengemasan di iklim tropis seperti Indonesia harus dikombinasikan dengan penyimpanan dingin. Hal ini disebabkan kerusakan akan berlangsung lebih cepat karena penimbunan panas dan CO2. Suhu rendah mempunyai pengaruh besar terhadap atmosfer di dalam kemasan. Suhu rendah dapat mengendalikan pertumbuhan bakteri dan jamur dan memperlambat metabolisme komoditi yang dikemas. Menurut Kirwan dan Strawbridge (2011), dengan menyimpan produk pada suhu rendah akan mengurangi laju pertumbuhan mikrobiologi dan perubahan kimia pada produk.
Berdasarkan latar belakang diatas, untuk mengetahui kondisi optimum yang diperlukan dalam penyimpanan jambu kristal sehingga dengan ini dapat mempertahankan mutu dan meningkatkan daya simpannya, maka perlu dilakukan penelitian tentang Kajian Model Arrhenius Laju Respirasi dan Teknik Pengemasan Buah Jambu Kristal (Psidium guajava L.).
Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menganalisis laju respirasi dan teknik pengemasan pada jambu kristal.
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah :
1. Mengkaji pengaruh suhu terhadap laju respirasi dan menganalisis hubungan laju respirasi dengan suhu penyimpanan berdasarkan model Arrhenius.
2. Menganalisis perubahan parameter mutu produk jambu kristal selama penyimpanan.
3. Menentukan jenis kemasan dan suhu penyimpanan yang sesuai untuk mengurangi penurunan mutu jambu kristal selama penyimpanan.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memberikan metode alternatif dalam memprediksi laju respirasi jambu kristal pada berbagai suhu penyimpanan yang selanjutnya dapat digunakan untuk merancang sebuah pengemasan. Manfaat lainnya yaitu dapat memberikan suatu paket teknologi dalam penanganan pascapanen jambu kristal untuk mempertahankan mutu dan
kesegarannya selama penyimpanan dengan teknik pengemasan dan suhu yang tepat.
TINJAUAN PUSTAKA
Jambu Kristal
Tanaman jambu kristal secara botanis diklasifikaskan dalam divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Dicotyledonae, ordo Myrtales, famili Myrtaceae, genus Psidium, dan spesies Psidium guajava L. (Gambar 1). Budidaya jambu kristal ini dikenalkan oleh ICDF (International Cooperation and Development Fund) yang bekerjasama dengan IPB. Jambu biji varietas kristal (Psidium guajava L.) merupakan mutasi dari residu Muangthai Pak, yang ditemukan pada tahun 1991 di district Kao Shiung. Diperkenalkan di Indonesia oleh Misi teknik Taiwan pada tahun 2001, di lokasi proyek Mojokerto dilakukan percontohan budidaya jambu ini (Surya 2010). Jambu biji varietas kristal mempunyai biji yang sangat sedikit (seed less), prosentase berbuah lebih tinggi dibandingkan buah tanpa biji lainnya. Bentuk buahnya bulat agak gepeng, dan pada permukaan buah ada tonjolan yang tidak merata dan daging buah renyah.
Jambu kristal memiliki nutrisi yang sangat luar biasa dengan kandungan vitamin A dan C, asam lemak tak jenuh serta serat pangan, dan kandungan omega 3 dan 6. Setiap 100 g buah jambu biji mengandung 83.3 g air, 1 g protein, 0.4 g lemak, 6.8 g karbohidrat, 3.8 g serat, 337 mg vitamin C. Jumlah energi yang disajikan setiap 100 g buah jambu biji adalah 150-210 kJ (Verheij dan Coronel 1992).
Gambar 1 Jambu kristal
Parameter kandungan kimia pada jambu kristal yang dapat digunakan sebagai acuan pada penentuan mutu produk jambu kristal adalah susut bobot, kadar air, total padatan terlarut dan kekerasan. Kadar air terdiri atas ikatan O-H, total padatan terlarut yang diindikasikan dengan mengukur kandungan glukosa dan sukrosa dari jambu kristal, dan total pektin yang terdiri atas ikatan kimia
CO2H yang dapat mempengaruhi kekerasan jambu kristal. Komposisi kimia jambu biji disajikan pada Tabel 2.
Jambu kristal memang sangat menarik,berikut ini adalah gambaran tentang jambu dan struktur jambu secara umum (Tiara 2011) :
a) Tanaman berbuah sepanjang tahun secara terus-menerus.
b) Produksi buah dalam sekali berbuah menghasilkan 15 – 30 buah, dalam usia tanam 2 tahun per tanaman bisa menghasilkan 70 – 80 kg selama 6 bulan. c) Bobot rata – rata buah 500 gram bahkan ada yg mencapai 900 gram. d) Bentuk buah simetris sempurna.
e) Kulit hijau mulus yang dilapisi lilin yang cukup tebal. Lapisan lilin membuat buah sulit ditembus hama.
f) Warna daging buah putih dengan tekstur renyah saat hampir matang dan empuk saat di puncak kematangan.
g) Kadar kemanisan mencapai 11 – 12o brix dan kadar air cukup tinggi (menyegarkan).
h) Sosok tanaman dan daun relatif lebih besar dibandingkan jambu biji lain. i) Tekstur daun lebih kaku sehingga jambu kristal lebih tahan gangguan
kekeringan dan hama penyakit. j) Adaptif dengan lingkungan.
Tabel 2 Komposisi kimia jambu biji (Mitra 1997)
Komposisi Kandungan Kadar air (%) 83.3 Kadar abu (%) 16.6 Kadar lemak (%) 0.36 Kadar protein (%) 1.06 Serat kasar (%) 3.8 Pulp (%) 86.5 Gula pereduksi (%) 4.0 Gula nonpereduksi (%) 2.9 Total gula (%) 6.8
Total padatan terlarut (%) 12.0
Rasio gula-asam 10.1 pH 4.7 Asam pektat (%) 0.51 Total pektin (%) 0.99 Calsium (mg %) 17.0 Fosfor (mg %) 28.4 Klorofil (mg %) 0.67 Vitamin A (IU) 250 Karoten (mg %) 0.69 Xantofil (mg %) 0.13 Asam askorbat (mg %) 336.8 Tiamin (mg %) 0.05 Riboflavin (mg %) 0.03 Niasin (mg %) 1.18
Klimakterik merupakan suatu pola respirasi yang mendadak yang khas pada buah-buahan tertentu, dimana selama proses tersebut terjadi serangkaian perubahan biologis yang diawali dengan proses pembentukan etilen, yang ditandai dengan terjadinya proses pematangan. Menurut Ahmad (2013), berdasarkan laju dan sifat respirasinya, buah-buahan dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu buah klimakterik dan non-klimakterik. Buah-buahan klimakterik mengalami perubahan laju respirasi meningkat yang mendadak sebelum mengalami proses pematangan. Buah-buahan klimakterik mengalami beberapa perubahan yang terjadi selama proses pematangan yaitu perubahan laju respirasi dan produksi etilen dan perubahan warna kulit buah dari hijau menjadi kuning serta penurunan kekerasan yang terjadi karena adanya perombakan pati menjadi gula. Sementara buah non-klimakterik mengalami laju respirasi yang terus menurun. Buah non klimakterik harus dipanen tepat saat buah matang karena buah pada kelompok ini cenderung tidak bisa dilakukan pemeraman. Jambu kristal adalah contoh dari buah klimakterik sehingga diperlukan waktu panen yang tepat agar proses pemasakannya dapat lebih sempurna. Buah jambu kristal termasuk tanaman klimakterik karena tanaman yang setelah dipanen dapat menjadi matang hingga terjadi pembusukan.
Umur petik buah sejak berbunga hingga masak kurang lebih 110 hari. Pemanenan buah jambu biji yang masak dilakukan dalam 2 sampai 3 bulan. Buah jambu biji pada waktu muda kulitnya berwarna hijau pekat dan bila mendekati tahap masak buahnya berwarna kekuningan. Kulit buah jambu biji ada yang licin dan ada pula yang berbintik kasar dengan sedikit berlapis lilin. Panen sebaiknya dilakukan di pagi hari, dan hindari panen sore hari. Hal ini disebabkan karena pada pagi hari dapat melihat dengan jelas warna buah, apabila matahari terlalu panas, maka dapat mempengaruhi penilaian warna buah. Buah yang dipetik jangan sampai terbentur, terluka, tertindih atau langsung kena sinar matahari (Surya 2010).
Laju Respirasi
Buah dan sayuran tetap melakukan respirasi setelah pemanenan, dan sebagai akibatnya pengemasan harus masuk dalam perhitungan aktivitas respirasi. Produk yang dikeluarkan dari respirasi aerobik adalah CO2 dan uap air, sedangkan produk fermentasi yaitu etanol, acetaldehyde dan asam organik juga dihasilkan selama respirasi anaerobik. Laju respirasi merupakan petunjuk yang baik untuk daya simpan buah sesudah panen. Laju respirasi yang tinggi biasanya disertai oleh umur simpan yang pendek. Hal itu juga merupakan petunjuk laju kemunduran mutu dan nilainya sebagai bahan makanan. Karakteristik buah-buahan yang paling penting adalah bahan tersebut masih melakukan kegiatan metabolisme, yaitu dengan melanjutkan proses respirasi. Kelompok buah dibagi dua yaitu buah klimakterik dan nonklimakterik. Buah klimakterik mengalami peningkatan laju respirasi diikuti dengan pematangan buah setelah dipanen. Gambar 2 memperlihatkan laju respirasi buah nonklimakterik cenderung tetap, sehingga lebih baik dipanen ketika siap dikonsumsi. Sebaliknya, buah klimakterik lebih
baik segera dipanen sebelum masak penuh. Respirasi adalah proses oksidasi glukosa menggunakan oksigen (O2) dari udara sehingga menghasilkan karbondioksida (CO2), air (H2O) dan sejumlah energi, seperti digambarkan pada persamaan berikut (Sivertsvik 2002).
C6H12O6 + 6O2 → 6CO2 + 6H2O + 673 Kcal (energi)
Menurut Pantastico (1986) beberapa jenis buah-buahan memiliki sifat laju respirasi yang cenderung meningkat setelah dipanen, dan beberapa ada juga yang laju respirasinya cenderung menurun setelah dipanen. Laju respirasi dibagi tiga tingkatan yakni (a) pemecahan polisakarida menjadi guka sederhana, (b) oksidasi gula menjadi piruvat, (c) transformasi piruvat dan asam organik secara aerobik menjadi CO2, air dan energi, dimana protein dan lemak berperan sebagai substrat dalam proses pemecahan polisakarida.
Gambar 2 Pertumbuhan dan pola respirasi buah selama perkembangan Laju respirasi dipengaruhi beberapa hal seperti faktor internal meliputi sifat dan jenis komoditas sedangkan faktor eksternal meliputi suhu, etilen, dan komposisi udara (O2 dan CO2). Adanya kerusakan fisik akan meningkatkan laju respirasi produk hortikultura karena kerusakan lapisan dermal akibat luka fisik dapat melancarkan masuknya oksigen yang berakibat meningkatnya respirasi sehingga meningkatkan laju pembentukan etilen yang selanjutnya memicu proses pematangan dan penuaan. Diantara faktor luar, suhu mempunyai pengaruh yang sangat besar bagi produk hortikultura yang telah dipanen. Respirasi yang merupakan serangkaian reaksi enzimatis diketahui lajunya dapat meningkat dua sampai tiga kali setiap setinggi 10 oC, selama suhu masih berada dalam kisaran yang tidak mematikan jaringan sel. Selain itu, ketersediaan oksigen juga merupakan faktor yang penting dalam proses repirasi. Penurunan konsentrasi oksigen dalam udara akan menurunkan laju respirasi, demikian pula terjadi sebaliknya. Konsentrasi karbondioksida yang sesuai dapat memperpanjang masa simpan buah-buahan dan sayur-sayuran karena konsentrasi karbondioksida menimbulkan gangguan respirasi pada produk tersebut. Proses respirasi mengakibatkan perubahan pada buah baik perubahan fisik, kimia maupun biologi. Pematangan, pembusukan, berkurangnya bobot buah, melunaknya daging buah, pembentukan aroma dan kemanisan merupakan perubahan yang terjadi pada buah selama proses respirasi. Perubahan karakteristik karena proses respirasi juga
mengakibatkan menurunnya nilai gizi dari buah-buahan. Laju respirasi beberapa produk hortikultura pada berbagi suhu ditunjukkan pada Tabel 3.
Tabel 3 Laju respirasi beberapa produk hortikultura pada berbagai suhu Komoditas Laju respirasi (mg/kg-jam)
0oC 4-5 oC 10 oC 15-16 oC Apel 3-6 5-11 14-20 18-31 Asparagus 27-80 55-136 90-304 160-327 Brokoli 19-21 32-37 75-87 161-186 Kubis 4-6 9-2 17-19 20-32 Wortel 10-20 13-26 20-42 26-54 Kembang kol 16-19 19-22 32-36 30-37 Jagung manis 30-51 43-83 104-120 151-175 Sumber : Hasbullah (2007) Pengemasan Buah-buahan
Secara umum tujuan dari pengemasan buah dan sayuran adalah untuk melindungi komoditi dari kerusakan mekanik, tidak menghambat lolosnya panas bahan dan panas pernapasan dari produk, serta mempunyai kekuatan konstruksi yang cukup untuk mengatasi penanganan dan pengangkutan yang wajar. Selain itu untuk kemasan eceran diharapkan menggunakan bahan yang dapat menarik konsumen.
Salah satu pengemasan yang sudah sering dilakukan adalah dengan plastik film. Penggunaan film plastik sebagai bahan kemasan buah-buahan dan sayuran yang mudah rusak, akan dapat memperpanjang daya simpannya. Film kemasan ini akan memberikan lingkungan yang berbeda pada buah dan sayuran yang disimpan. Hal ini disebabkan laju perembesan O2 ke dalam kemasan dan CO2 ke luar kemasan sebagai akibat kegiatan respirasi bahan. Plastik film ini juga akan memberikan perlindungan terhadap kehilangan air sehingga produk yang dikemas masih terlihat segar. Teknik pengemasan buah-buahan dan sayuran di dalam kemasan biasanya yang sering digunakan adalah teknik CAS (controlled atmosphere storage) ataupun MAP (modified atmosphere packaging). Penyimpanan dengan teknik CAS atau MAP berarti menyimpan komoditi tersebut dengan lingkungan udara yang mempunyai komposisi gas berbeda dengan udara normal.
CAS (controlled atmosphere storage) maupun MAP (modified atmosphere packaging) merupakan teknik penyimpanan untuk memperpanjang masa simpan produk dengan mengubah secara proporsional gas-gas atmosfir disekitar produk. Umumnya komposisi gas yang digunakan mengandung O2 dibawah tingkat konsentrasi atmosfir (kurang dari 21%) dan CO2 di atas tingkat konsentrasi atmosfir (lebih dari 0.03%). Nitrogen digunakan sebagai gas pengisi inert untuk mencapai sisa volume. Ada beberapa perbedaan mendasar antara penyimpanan sistem CAS dan MAP.
Pada sistem CAS komposisi gas dalam ruangan penyimpanan diukur secara terus menerus dan perlu menginjeksikan gas atau campuran gas tertentu
untuk mempertahankan komposisi gas yang diinginkan. Dalam prakteknya sistem CAS memerlukan gas-gas pengendali seperti O2, CO2 dan N2 serta sejumlah peralatan untuk pengaturan dan pengendalian komposisi gas yang secara praktis diterapkan untuk penyimpanan dalam bentuk curah. Sedangkan sistem MAP merupakan sistem statis tanpa melakukan monitoring komposisi gas selama penyimpanan (penyimpanan dalam bentuk kemasan). Komposisi gas pada penyimpanan sistem MAP ditentukan dari komposisi gas awal yang terdapat di dalam kemasan, laju konsumsi O2 dan laju produksi CO2 oleh produk, Sifat permeabilitas dari kemasan dan suhu penyimpanan (Hasbullah 2007).
Komposisi udara di ruang penyimpanan mempunyai pengaruh yang besar terhadap sifat-sifat hortikultura segar yang disimpan. Agar tujuan penyimpanan tercapai, modifikasi komposisi udara disekitar komoditi tersebut perlu dilakukan seperti Tabel 4. Modifikasi komposisi udara dilakukan dengan menurunkan kandungan O2 dan meningkatkan kandungan CO2. Penyimpanan dengan memodifikasi lingkungan atmosfir disekitar produk dengan pengemasan atmosfir termodifikasi (modified atmosphere packaging, MAP). Penyimpanan dengan teknik MAP berarti menyimpan komoditi tersebut dengan lingkungan udara yang mempunyai komposisi gas berbeda dengan udara normal.
Tahapan perancangan pengemasan sistem MAP adalah sebagai berikut: 1. Menentukan komposisi gas optimum dari produk yang akan dikemas. Pada
komposisi gas yang optimum mutu produk dapat dipertahankan sehingga masa simpannya menjadi lebih lama. Konsentrasi O2 (x1) dan CO2 (x2) yang optimum berbeda-beda untuk setiap jenis komoditas.
2. Mengukur laju respirasi produk pada komposisi gas optimum tersebut, meliputi laju konsumsi O2 (R1) dan laju produksi CO2 (R2).
3. Memilih jenis plastik film kemasan yang sesuai nilai permeabilitasnya, baik permeabilitas terhadap O2 (P1) maupun terhadap CO2 (P2).
4. Menetapkan ketebalan (b) dan luas permukaan (A) dari plastik film kemasan serta berat produk yang akan dikemas (W), sedemikian rupa sehingga memenuhi persamaan model matematika sistem pengemasan MAP pada kondisi kesetimbangan.
5. Apabila data respirasi tidak tersedia maka dilakukan simulasi dengan mengubah-ubah nilai W, b dan A sehingga menghasilkan komposisi gas di dalam kemasan mendekati komposisi optimum yang direkomendasikan.
Keterangan :
W = Berat produk hortikultura (kg)
R1 = Laju konsumsi O2 produk (ml/kg.jam) R2 = Laju produksi CO2 produk (ml/kg.jam) x1 = Konsentrasi O2 di dalam kemasan (desimal) x2 = Konsentrasi CO2 di dalam kemasan (desimal) y1 = Konsentrasi O2 udara lingkungan (desimal) y2 = Konsentrasi CO2 udara lingkungan (desimal) P1 = Permeabilitas O2 film kemasn (ml.mm/m2.hari.atm) P2 = Permeabilitas CO2 film kemasn (ml.mm/m2.hari.atm) b = Tebal film kemasan (mm)
V = Volume dalam kemasan (ml) A = Luas permukaan plastik (m2)
Gambar 3 menunjukkan proses selama di dalam kemasan. Dari Gambar tersebut dapat disusun menjadi model matematika untuk pengemasan menggunakan simulasi model matematik dengan sistem atmosfir termodifikasi dalam persamaan berikut (Hasbullah 2008):
Oksigen : (1)
Karbondioksida : (2)
Pada kondisi kesetimbangan , maka persamaan (1) dan (2) menjadi :
Oksigen : (3)
Karbondioksida : (4)
Persamaan (3) dan (4) dapat diintegralkan menjadi sebuah persamaan untuk mendapatkan konsentrasi gas O2 dan CO2 optimum dalam kemasan yang digunakan dalam simulasi MAP, dengan persamaan yang mempunyai fungsi hubungan dari waktu, sebagai berikut (Fonseca 2000):
(5)
(6) (7)
Dimana :
x(t) = Konsentrasi gas pada waktu tertentu (desimal) = Konsentrasi gas pada steady state (desimal) T = Waktu (jam)
V = Volume bebas (ml)
P = Permeabilitas O2 film kemasn (ml.mm/m2.hari.atm) A = Luas permukaan plastik (m2)
b = Tebal film kemasan (mm)
Pada semua persamaan subskrip 1 dan 2 masing-masing menyatakan oksigen dan karbondioksida. Konsentrasi oksigen dan karbondioksida dalam keadaan steady state, yaitu konsentrasi tidak berubah terhadap waktu atau mencapai kesetimbangan.
Film Plastik Pengemas
Pengemas merupakan suatu wadah (pembungkus) untuk melindungi produk yang dikemas, baik dari penyebab kerusakan fisik, kimia maupun mikrobiologi. Selain itu, pengemasan juga menghasilkan nilai estetika bagi konsumen, sehingga perlu dirancang sedemikian rupa agar terihat menarik. Kemasan berbahan plastik saat ini masih mendominasi, menggeser bahan lainya seperti kemasan logam dan gelas. Penggunaan plastik sebagai bahan pengemas mempunyai keunggulan dibanding bahan pengemas lain karena sifatnya yang ringan, transparan, kuat, termoplatis dan selektif dalam permeabilitasnya terhadap uap air, O2, CO2. Sifat permeabilitas plastik terhadap uap air dan udara menyebabkan plastik mampu berperan memodifikasi ruang kemas selama penyimpanan menurut Rossalina (2010). Kelemahan dari plastik karena adanya zat monomer dan molekul kecil dari plastik yang mungkin bermigrasi ke dalam bahan pangan yang dikemas (Rubbi 2014).
Sifat kemasan yang berbeda dan proses respirasi dari suatu produk akan memberikan lingkungan yang berbeda pada produk yang disimpan, karena adanya laju perembesan O2 ke dalam kemasan dan CO2 keluar kemasan. Film plastik yang ideal untuk pengemasan buah dan sayuran segar yaitu film plastik yang mempunyai permeabilitas CO2 lebih besar dibandingkan dengan permeabilitas O2. Jenis kemasan yang mempunyai permeabilitas rendah, cocok digunakan untuk produk segar dengan laju respirasi rendah. Film kemasan yang telah diteliti penggunaannya untuk mengemas buah segar dalam sistem MAP adalah PE, Stretch film, PP dan LDPE. Bahan pengemas dari jenis Polyethylene (PE) baik digunakan untuk penyimpanan produk segar dengan udara terkendali, karena
memiliki permeabilitas terhadap CO2 lebih besar dari O2 sehingga akumulasi CO2 disekitar bahan lebih kecil dari penyerapan O2. Polyethylene merupakan film yang lunak, transparan, harga murah dan fleksibel, mempunyai kekuatan benturan serta kekuatan sobek yang baik (Rossalina 2010).
Polyethylene merupakan jenis plastik yang paling banyak digunakan dalam industri karena sifat-sifatnya yang mudah dibentuk, tahan terhadap berbagai bahan kimia, penampakannya jernih dan mudah digunakan sebagai pelapis. Berdasarkan densitasnya, PE dapat dibagi atas : (a) Polietilen densitas rendah (LDPE: Low Density Polyethylene), (b) Polietilen densitas menengah (MDPE : Medium Density Polyethylene), (c) Polietilen densitas tinggi (HDPE : High Density Polyethylene). Menurut Sacharow dan Griffins (1980) LDPE merupakan jenis film yang murah dengan kejernihan serta daya regang yang sedang. LDPE mempunyai ketahanan terhadap kelembaban tinggi tetap bukan barrier O2 yang baik. Keuntungan utamanya adalah mempunyai kemampuan sealing yang baik.
Plastik Polyethylene dengan ketebalan 0,04 mm baik digunakan untuk sistem penyimpanan dengan udara terkendali karena permeabilitas Polyethylene CO2 lebih besar dari pada O2 sehingga laju akumulasi CO2 di sekitar lebih kecil dari pada absorpsi oksigen. Polyethylene relatif lebih permeabel terhadap uap air. Pantastico (1986) mengemukakan bahwa perpanjangan umur simpan buah alpukat dalam kantung-kantung Polyethylene mungkin disebabkan oleh turunnya kandungan O2 dan naiknya kandungan CO2 di dalam kantung. Konsentrasi O2 yang rendah mempunyai pengaruh (1) menurunkan laju respirasi dan oksidasi substrat, (2) menunda kemasakan yang berakibat umur komoditas menjadi lebih panjang, (3) menunda perombakan klorofil, (4) memperlambat produksi etilen, (5) laju pembentukan asam askorbat berkurang, (6) perbandingan asam-asam lemak tak jenuh berubah dan (7) laju degradasi senyawa pektin tidak secepat seperti dalam udara.
Tabel 5 Nilai permaebilitas gas dan energi aktivasi beberapa film plastik pada suhu 25 oC
Jenis film plastik
Selang suhu (OC) Permaebilitas CO2 (ml.mm/m2.d.atm) Energi aktivasi (kJ/mol) O2 CO2 O2 CO2 Polipropilen 8-26 86 173 14 29.4
Polietilen, stretch film 8-26 205 828 20.7 25.2 Polietilen, densitas
rendah 0-25 207 903 42.6 38.9
Polivinil klorida 0-22 67 39 38.4 39.3
Sumber : Hasbullah, et al. 2000
Nilai permeabilitas film plastik pada berbagai tingkat suhu dapat ditemukan melalui persamaan Arrhenius dari persamaan yaitu :
Dimana :
P = Koefisien permeabilitas gas (ml.mm/m2.hari.atm) Po = Faktor preeksponensial (ml.mm/m2.hari.atm) E = Energi aktivasi (J/mol)
R = Konstanta gas (8.314 J/mol.oK) T = Suhu (oK)
Tabel 6 Transmisi uap air beberapa jenis film kemasan
Jenis film Transmisi uap air
(g/m/hari pada 37.8oC dan RH 90%)
Cellulose acetate 2480
Polycarbonate 148 - 341
Polyester 15.5 - 20.2
LLDPE (Linier low density polyethylene) 16 - 31
LDPE (Low density polyethylene) 21.7
HDPE 4.6
Polypropylene (cast) 10.8
(coated-oriented) 3.8
Polyvinyl chloride-acetate 77.5 - 124
Polyvinylidene choride-vinyl chloride 3.1 - 9.3
Stretch film 21
Sumber : Sacharow (1980)
Selain sifat permeabilitas gas, untuk memberikan perlindungan terhadap kehilangan air produk, sifat transmisi uap air dari kemasan juga perlu diperhatikan. Pada Tabel 6 merupakan nilai transmisi uap air beberapa jenis plastik. Jika nilai laju transmisi uap air terlalu besar, produk akan mengalami banyak kehilangan air sehingga mempercepat proses pelayuan. Sebaliknya, jika nilainya terlalu rendah maka akan terjadi pengembunan di dalam kemasan yang akan memicu pertumbuhan mikroorganisme dan menyebabkan penampilan produk menjadi kurang menarik.
Pengaruh Suhu
Pengaturan suhu merupakan faktor yang sangat penting untuk memperpanjang umur simpan dan mempertahankan kesegaran sayuran. Penyimpanan pada suhu rendah dapat menekan aktivitas respirasi dan metabolisme, menunda proses penuaan, pematangan, pelunakan, perubahan warna dan tekstur, menekan kehilangan air dan pelayuan, serta mencegah kerusakan akibat aktivitas mikroba (Hasbullah 2009). Nicola et al. (2009), penyimpanan dingin (< 7oC) dapat mempertahankan kualitas produk sayuran dan buah terolah minimal dengan memperlambat laju respirasi, proses enzimatik dan aktivitas mikroba.
METODOLOGI
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan dari bulan Maret sampai Juni 2016. Pengambilan data sampel dan pengolahan data dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah Continuous Gas Analyzer IRA-107 Shimadzu untuk mengukur gas CO2, Portable Oxygen Tester POT-101 Shimadzu untuk mengukur gas O2, timbangan mettler DJ-A2000 untuk mengukur bobot bahan, oven Isuzu tipe 2-2120 dan desikator untuk mengukur kadar air, alat uji kekerasa (rheometer), alat total padatan terlarut (Refraktometer) , stoples kaca (volume 3300 ml) sebagai respiration chamber, refrigerator. Bahan yang akan digunakan adalah buah jambu kristal (Psidium guajava L.) yang diperoleh dari Agribusiness Development Station (ADS) IPB, Cikarawang, Bogor. Buah dipanen pada umur bunga 81 hari, berat buah berkisar antara 115-120 gram. Bahan lainnya seperti stoples, selang plastik, jenis film plastik Stretch film dan LLDPE (Linier low density polyethylene), gas oksigen, gas karbondioksida, gas nitrogen untuk pengaturan komposisi gas.
Metode Penelitian
Penelitian terdiri dari dua tahap yaitu pengukuran laju respirasi dan pengemasan jambu kristal yang disimpan pada suhu rendah. Setiap tahapan didahului dengan proses pemilihan buah jambu kristal. Tahapan penelitian akan diperlihatkan pada Gambar 4.
Gambar 4 Diagram alir penelitian
Tahap 1 Pengukuran laju respirasi
Jambu kristal yang telah dicuci bersih ditimbang, lalu dilakukan sortasi untuk memperoleh jambu kristal segar, baik dan seragam. Pada pengukuran laju respirasi dilakukan menggunakan metode close system (Hasbullah 2007). Buah jambu kristal ditempatkan pada toples kaca, kemudian konsentrasi O2 dan CO2 akan diukur menggunakan gas analyzer. Setiap toples akan diisi oleh 3 buah jambu kristal yang rata-rata mempunyai berat sebesar ±350 gram, lalu toples akan
Mulai
Pemilihan buah jambu kristal
Menentukan suhu penyimpanan terbaik jambu kristal
Pengukuran laju respirasi jambu kristal
Plot grafik Arrhenius
Analisis data
Pengemasan dan penyimpanan jambu kristal pada suhu terbaik
Nilai laju respirasi O2 dan CO2
Respirasi fungsi dari suhu Suhu penyimpanan terbaik jambu
kristal
Pengamatan konsentrasi O2 dan CO2 serta parameter mutu :
- Susut bobot - Kadar air - Kekerasan
- Total padatan terlarut
Menentukan jenis kemasan dan suhu penyimpanan yang dapat mempertahankan mutu
paling baik Selesai
disimpan pada suhu 5 oC, 10 oC, 15 oC, 20 OC dan suhu ruang. Gambar 4
memperlihatkan pengukuran laju respirasi menggunakan metode close system. Keterangan :
1. Selang gas masuk (Inlet) 2. Selang gas keluar (outlet) 3. Penutup toples
4. Toples kaca 5. Buah
Gambar 5 Skematik pengukuran respirasi metode close system
Penutup stoples dilubangi dengan diameter 1 cm sebanyak 2 buah. Pada lubang tersebut dimasukkan selang plastik sepanjang 30 cm. Stoples digunakan sebagai “respiration chamber”. Stoples ditutup rapat dengan vaselin (lilin malam) antara tutup dan ulir kaca untuk mencegah kebocoran, yakni mencegah masuknya O2 dan keluarnya CO2. Untuk mengukur konsentrasi gas dibuat dua lubang pada bagian tutup stoples yang dihubungkan dengan selang plastik yang terhubung dengan gas analyzer. Pengukuran akan dilakukan dengan sekali dalam sehari dengan interval waktu 4 jam. Pengukuran dilakukan setiap hari sampai buah jambu kristal busuk atau mengalami kerusakan terjadi bintik-bintik pada buah jambu kristal. Setelah dilakukan pengukuran, stoples dibuka untuk mengembalikkan udara ke kondisi normal dan disimpan selama satu hari. Nilai RQ (Respiratory quotient) pada laju respirasi dihitung untuk mengetahui sifat substrat yang digunakan dalam respirasi, sejauh mana respirasi telah berlangsung dan sejauh mana proses tersebut bersifat aerobik dan anaerobik. Data laju respirasi selanjutnya digunakan untuk pendugaan laju respirasi, metode akselerasi melalui pendekatan model Arrhenius digunakan untuk melihat konstanta laju respirasi terhadap suhu penyimpanan. Diagram alir laju respirasi dapat dilihat pada Gambar 6.
Laju respirasi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan yang dikembangkan oleh Mannaperumma dan Singh (1990):
R1 = (9)
R2 (10)
RQ = (11)
Dimana :
R = Laju respirasi (ml/kg.jam) x = Konsentrasi gas (desimal) t = Waktu (jam)
V = Volume bebas “respiration chamber “ (ml) W = Berat produk (kg)
RQ = Respiratory quotient
Gambar 6 Diagram alir pengukuran laju respirasi jambu Kristal
Model Arrhenius
Model matematika merupakan suatu model yang memuat konsep-konsep matematika seperti konstanta, variabel, fungsi, persamaan, dan lain-lain. Tujuannya yaitu untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai objek tanpa harus mengganggu keberadaan objek.
Nilai laju respirasi merupakan data yang digunakan untuk model Arrhenius. Tahapan pembuatan model Arrhenius laju respirasi jambu kristal ditampilkan pada Gambar 7.
Hasil dari penyusunan model (nilai prediksi) akan dibandingkan dengan hasil pengukuran respirasi (nilai observasi). Validitas model ditentukan dari besarnya nilai koefisien determinasi (R2). Dalam analisis regresi, koefisien determinasi adalah ukuran dari goodness-of-fit dan mempunyai nilai antara 0 dan 1, apabila nilai mendekati 1 menunjukkan ketepatan yang lebih baik. Adapun persamaan Arrhenius untuk laju respirasi dijelaskan oleh Persamaan 12.
Ri = Roi exp ( ) (12)
Dimana :
Ri = Laju respirasi (ml/kg.jam)
Roi = Faktor preeksponensial (ml/kg.jam) Eai = Energi aktivasi (kJ/mol)
T = Suhu mutlak (oC+273)
R = Konstanta gas (8.314 J/mol oK)
*subskrip i = 1 menyatakan konsumsi O2; i = 2 menyatakan produksi CO2 Laju respirasi adalah peubah tak bebas, sedangkan peubah bebasnya adalah suhu. Semakin tinggi suhu, maka akan semakin tinggi pula laju reaksi, dengan kata lain semakin tinggi suhu (T) maka akan semakin tinggi pula nilai laju respirasi (Ri). Hubungan ini berdasarkan pada teori aktivasi, bahwa suatu reaksi perubahan akan mulai berlangsung jika diberikan sejumlah energi minimum yang disebut sebagai energi aktivasi (Ea) (Hariyadi 2004) yang dinyatakan dalam persamaan Arrhenius. Persamaan 12 kemudian di lnkan menjadi Persamaan 13, agar dapat dicari hubungannya dengan menggunakan grafik.
ln Ri = ln Roi - ( ) (13)
Persamaan 13 identik dengan persamaan linier, yaitu : y = a + bx
dimana y = ln Ri, a = ln Roi, bx = - ( )
Dari grafik hubungan antara ln Ri vs 1/T, nilai energi aktivasi dihitung dari nilai intercept (b) dikalikan dengan nilai konstanta gas (R = 8.314 J/mol oK). Sedangkan nilai Roi merupakan anti ln dari nilai slope (a) yang diperoleh.
Tahap 2 Pengemasan jambu kristal
Tahap kedua adalah proses yang akan menentukan jenis kemasan dan suhu optimum untuk mempertahankan mutu jambu kristal. Diagram alir proses pengemasan jambu kristal disajikan pada Gambar 8.
Gambar 8 Diagram alir pengemasan jambu kristal
Prosedur Analisis Data Pengukuran konsentrasi gas
Pengukuran komposisi gas dilakukan dengan memodifikasi styrofoam dengan diberi selang untuk disalurkan ke alat pengukur konsentrasi O2 maupun CO2.
Susut bobot
Susut bobot dapat dicari dengan menimbang bahan-bahan yang telah diuji pada akhir pengamatan, kemudian dibandingkan dengan bobot awal sebelum penyimpanan. Alat yang digunakan adalah neraca digital. Persamaan untuk menghitung susut bobot adalah :
Dimana :
PB = Susut bobot (%)
W = Bobot bahan awal penyimpanan (g)
Wa = Bobot bahan pada hari ke-t penyimpanan (g) (AOAC 1990)
Kadar air
Pengukuran kadar air dilakukan dengan metode oven. Cawan yang akan digunakan dikeringkan terlebih dahulu selama 15 menit di dalam oven pada suhu 100-105 oC dan didinginkan dalam desikator selama 10 menit kemudian ditimbang (A). Contoh sebanyak ±5 g dimasukkan kedalam cawan dan ditimbang (B). Cawan yang berisi bahan kemudian dipanaskan dalam oven pada suhu 100-105 oC sampai beratnya konstan, kemudian bahan didinginkan dalam desikator dan ditimbang (C) (AOAC 2000).
Kadar air (%bb) = (15)
Dimana :
Ka = Kadar air (%) A = Berat cawan (g)
B = Berat cawan dan bahan sebelum dikeringkan (g) C = Berat cawan dan bahan setelah dikeringkan (g)
Uji kekerasan
Uji kekerasan diukur berdasarkan tingkat ketahanan buah terhadap jarum penusuk dari rheometer. Alat diset pada kedalaman 20 mm dengan beban maksimum 2 kg. Uji kekerasan dilakukan pada tiga titik yang berbeda dengan dua kali pengulangan tiap tiga hari sekali hingga buah dalam keadaan tidak optimal lalu diambil rataannya.
Total padatan terlarut
Pengukuran total padatan terlarut dilakukan dengan menggunakan refractometer. Buah jambu kristal dihancurkan kemudian dilakukan pengukuran kadar gula. Pengukuran dilakukan tiga titik yang berbeda dengan dua kali pengulangan tiap tiga hari sekali terhadap masing-masing sampel. Besarnya nilai total padatan terlarut dinyatakan dalam satuan % Brix.
Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan pada tahap 1 adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 2 kali ulangan. Faktor yang digunakan yaitu suhu penyimpanan dengan 5 taraf perlakuan. Model linear dari rancangan acak lengkap dapat dilihat pada Persamaan 16.
Yij μ + αi + εij (16)
Dimana :
Yij : parameter pengamatan pada suhu penyimpanan taraf ke-i ulangan ke-j μ : rataan umum
αi : pengaruh suhu penyimpanan taraf ke-i
εij : pengaruh acak (galat) pada suhu penyimpanan taraf ke-i ulangan ke-j
Pengaruh jenis pengemasan dan suhu diuji dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dengan 2 faktor dan 2 ulangan. Faktor pertama yaitu 2 jenis pengemasan yang berbeda dan faktor kedua yaitu 2 suhu penyimpanan. Model linear dari rancangan acak lengkap 2 faktor yang digunakan dalam penelitian disajikan pada Persamaan 17.
Yijk μ + αi + βj + (αβ)ijk + εijk (17)
i = 1,2,3,4; j = 1,2; k = 1,2 Dimana :
Yij : parameter pengamatan pada kombinasi jenis kemasan taraf ke-i, suhu penyimpanan taraf ke-j dan ulangan ke-k
αi : pengaruh jenis kemasan taraf ke-i βj : pengaruh suhu penyimpanan taraf ke-j
(αβ)ijk : pengaruh interaksi antara jenis plastik taraf ke-i dan suhu penyimpanan taraf ke-j
εijk : pengaruh acak (galat) pada kombinasi jenis kemasan taraf ke-i, suhu penyimpanan taraf ke-j dan ulangan ke-k
Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis sidik ragam pada tingkat kepercayaan 95%. Jika terdapat pengaruh perlakuan, maka akan dilakukan pengujian lanjut dengan menggunakan uji Duncan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Suhu Terhadap Laju Respirasi Jambu Kristal
Pengukuran hasil penelitian menunjukkan bahwa jambu kristal mempunyai laju respirasi yang lumayan tinggi. Namun, pada suhu yang rendah hasil pengamatan menunjukkan bahwa konsentrasi O2 yang dikonsumsi dan produksi CO2 semakin sedikit yang menunjukkan respirasi pada suhu rendah lebih lambat dibandingkan dengan suhu yang lebih tinggi (Lampiran 1 dan 2). Pengukuran laju respirasi jambu kristal dengan suhu yang berbeda dilakukan untuk mengetahui suhu optimal penyimpanan jambu kristal. Laju respirasi yang rendah biasanya diikuti dengan umur simpan yang panjang. Tetapi hal ini dibatasi oleh adanya suhu aman penyimpanan agar buah tidak mengalami chilling injury. Suhu di bawah 0 OC tidak cocok untuk penyimpanan buah karena pada suhu
tersebut air yang terkandung di dalam buah akan membeku. Ketika buah diletakkan di suhu ruang, air yang membeku akan mencair tetapi pori buah tetap membesar akibat pembekuan air sehingga menyebabkan kerusakan pada buah. Pengukuran laju respirasi dilakukan pada lima tingkatan suhu yang berbeda yaitu
5 oC, 10 oC, 15 oC, 20 oC dan suhu ruang (28-29 oC). Pengukuran dilakukan setiap hari dengan interval waktu 4 jam sampai buah jambu kristal busuk atau mengalami kerusakan terjadi bintik-bintik pada buah. Namun khusus untuk suhu 20 oC dan suhu ruang (28-30 oC) berturut-turut hanya dapat bertahan dua belas dan Sembilan hari selama 19 hari pengukuran. Hasil pengukuran perubahan laju respirasi dapat dilihat pada Gambar 9 dan 10.
Gambar 9 Laju produksi CO2 pada berbagai suhu penyimpanan
Gambar 10 Laju konsumsi O2 pada berbagai suhu penyimpanan
Berdasarkan Gambar 9 dan 10 di atas, terlihat bahwa laju respirasi jambu kristal secara signifikan dipengaruhi oleh suhu penyimpanan. Konsumsi O2 dan produksi CO2 yang lebih kecil terjadi pada penyimpanan suhu rendah dibandingkan dengan suhu yang lebih tinggi. Setelah dilakukan perhitungan laju konsumsi O2 dalam peyimpanan suhu 5 oC sebesar 6.40 ml/kg.jam dan laju produksi CO2 sebesar 2.90 ml/kg.jam pada hari pertama. Pada suhu yang lebih tinggi 28-30 oC (suhu ruang) terjadi hal sebaliknya, jambu kristal yang disimpan memiliki laju respirasi paling tinggi dengan laju konsumsi O2 sebesar 26.58 ml/kg.jam serta laju produksi CO2 sebesar 18.37 ml/kg.jam pada hari pertama penyimpanan. Peningkatan laju respirasi yang tajam disebabkan adanya kerusakan pada buah yang ditandai dengan pembusukan. Hal ini dapat disebabkan karena
terjadinya disorganisasi sel yang ditandai dengan meningkatnya permeabelitas sel membrane seluler dan meningkatnya keempukan daging buah sehingga merangsang aktivitas enzim respiratoris (Asofi 1986). Kondisi yang demikian menyebabkan terjadinya peningkatan proses metabolism dalam jaringan, sehingga produk dapat membusuk. Berdasarkan dari hasil analisis sidik ragam (Lampiran 5 dan 6) menunjukkan bahwa suhu penyimpanan berpengaruh nyata terhadap laju respirasi jambu kristal.
Pola respirasi dari setiap suhu penyimpanan di atas dapat digunakan untuk menduga tren atau pola respirasi jambu kristal dalam kondisi suhu penyimpanan yang tetap. Dapat dijelaskan dari pola tersebut bahwa untuk suhu penyimpanan 5 oC, 10 oC dan 15 oC menunjukkan laju respirasi yang terlihat konstan tidak terlihat kenaikan dan penurunan respirasi yang signifikan selama penyimpanan. Hal ini dapat dilihat dari pola grafik tersebut pada suhu 5 oC, 10 oC dan 15 oC yang cenderung terlihat konstan arah mendatar (searah sumbu x). Kecenderungan konstan ini dapat memberi petunjuk bahwa jambu kristal yang disimpan pada ketiga suhu tersebut menunjukkan laju respirasi yang seimbang antara konsumsi O2 dan produksi CO2. Jadi, suhu 5 oC, 10 oC dan 15 oC dapat dijadikan rekomendasi suhu optimum untuk penyimpanan jambu kristal untuk memperpanjang masa simpan produk karena laju respirasi yang rendah dan pola respirasi yang konstan.
Oleh karena itu, intensitas laju respirasi dapat dijadikan petunjuk yang baik untuk mengetahui daya simpan produk hortikultura setelah dipanen karena sebagai ukuran jalannya laju metabolisme. Komoditas dengan laju respirasi tinggi akan memiliki umur simpan lebih pendek dibandingkan yang memiliki laju respirasi rendah (Saltveit 1996). Semakin tinggi laju respirasi maka semakin cepat pula perombakan substrat menjadi energi yang mengarah pada kemunduran dari produk tersebut. Sebaliknya apabila laju respirasi semakin menurun dengan semakin rendahnya suhu penyimpanan dan penyimpanan dingin dapat menghambat aktivitasi respirasi sehingga dapat memperpanjang umur simpan produk (Rokhani 1995) dan (Pantastico 1986). Jambu kristal merupakan jenis buah-buahan yang memiliki tingkat laju respirasi yang lumayan tinggi.
Perubahan konsentrasi gas didalam stoples selama penyimpanan diakibatkan oleh aktivitas respirasi jambu kristal yang dipengaruhi oleh suhu. Rata-rata laju konsumsi O2 dan produksi CO2 selama penyimpanan secara umum terlihat naik. Hal ini diduga karena meningkatnya suhu akan mengakibatkan aktivitas enzim meningkat hingga reaksi kimia berlangsung lebih cepat. Tan et al. (2007) menyatakan bahwa pada reaksi biokimia yang banyak melibatkan kerja enzim, kecepatan reaksi dipengaruhi oleh suhu. Jika suhu ditingkatkan (dalam batas tertentu) maka kecepatan reaksi meningkat, sementara jika suhu diturunkan maka reaksi yang berlangsung akan berjalan semakin lambat.
Semua grafik laju respirasi buah jambu kristal tidak menunjukkan adanya puncak klimakterik pada saat pengujian. Hal ini menunjukkan bahwa pola respirasi buah jambu kristal termasuk buah non klimakterik. Karena penurunan laju konsumsi O2 dan produksi CO2 pada semua suhu yang diujikan terjadi secara perlahan-lahan. Menurut Pantastico (1986) buah klimakterik ditandai dengan perubahan pola respirasi sebelum terjadi kelayuan yaitu pada saat kelayuan tiba-tiba konsumsi O2 dan produksi CO2 meningkat dan kemudian turun kembali. Sedangkan buah non klimakterik memiliki pola respirasi kenaikan produksi CO2
yang mencolok. Pada pascapanennya, buah dengan pola laju respirasi non klimakterik setelah dipetik tidak dapat dilakukan pemeraman untuk mencapai masa kematangannya. Untuk itu diperlukan pemanenan pada tingkat kematangan optimum buah. Suhu 20 oC dan 28-30 oC umur simpan buah menjadi lebih pendek dikarenakan oleh tingginya nilai laju respirasi.
Berdasarkan Tabel 6 menunjukkan rata-rata nilai dari keseluruhan laju respirasi dan Respiratory Quotient (RQ) pada semua suhu penyimpanan. Respiratory Quotient (RQ) merupakan perbandingan antara konsumsi O2 dan produksi CO2. Nilai RQ dapat digunakan untuk mendeduksi sifat substrat yang digunakan dalam proses respirasi, sejauh mana respirasi telah berlangsung dan sejauh mana proses tersebut bersifat aerobik dan anaerobik. Nilai RQ jambu kristal yang diamati seluruhnya pada setiap suhu penyimpanan kurang dari satu dikarenakan proses laju respirasi tidak hanya melibatkan karbohidrat dan ketersediaan oksigen yang kurang mencukupi. Pantastico (1986) mengemukakan nilai RQ yang kurang dari satu menunjukkan ada beberapa kemungkinan yaitu substratnya mempunyai perbandingan O₂ terhadap CO₂ yang lebih kecil terhadap heksosa, oksidasi belum tuntas, atau CO₂ yang dihasilkan digunakan untuk proses sintesis lain seperti pembentukan asam malat dari piruvat dan CO₂.
Tabel 7 Laju respirasi dan nilai respiratory quotient (RQ) jambu kristal pada berbagai suhu penyimpanan
Suhu (oC) Laju respirasi (ml/kg.jam) RQ
O2 CO2 5 6.19±0.78a 2.89±0.31a 0.47 10 8.51±1.77a 5.69±0.88b 0.67 15 11.30±0.43b 8.19±0.42c 0.72 20 15.06±1.11c 11.05±0.37d 0.73 Ruang (28-30) 27.68±0.13d 22.41±1.84e 0.81
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 0.05
Berdasarkan hasil uji duncan menunjukkan bahwa laju konsumsi O2 pada suhu penyimpanan 5 oC dan 10 oC tidak berbeda nyata. Dapat disimpulkan bahwa laju konsumsi O2 pada suhu tersebut hampir sama. Laju konsumsi O2 pada suhu 15 OC, 20 oC dan suhu ruang berbeda nyata dengan tiga suhu lainnya. Sedangkan
hasil uji duncan laju produksi CO2 pada setiap suhu penyimpanan berbeda nyata. Hal ini menunjukkan laju produksi CO2 buah jambu kristal pada suhu penyimpanan 5 oC, 10 oC, 15 oC, 20 oC dan suhu ruang tidak sama. Sehingga dengan ini membuktikan bahwa suhu mempunyai pengaruh yang sangat signifikan terhadap laju produksi CO2 buah jambu kristal. Hasil ini membuktikan bahwa tingginya laju respirasi lebih disebabkan oleh suhu simpan yang tinggi. Pada suhu 5 oC dan 10 oC merupakan suhu penyimpanan yang baik untuk buah jambu kristal, karena memiliki laju respirasi yang paling rendah.
Model Arrhenius Laju Respirasi Jambu Kristal
Mahajan et al. 2001 menyatakan bahwa pengaruh suhu terhadap laju respirasi dicari dengan persamaan Arrhenius yaitu dengan cara melihat regresi hubungan antara suhu dan laju respirasi. Suhu merupakan salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi respirasi dan memiliki pengaruh sangat nyata. Semakin tinggi suhu penyimpanan maka laju reaksi berbagai senyawa kimia akan semakin cepat. Respirasi merupakan reaksi enzimatik dan setiap reaksi yang melibatkan enzim didalamnya tentu akan sangat berhubungan dengan sifat enzim yaitu akan sangat aktif pada suhu tinggi dan akan menurun keaktifannya pada suhu rendah.
Data laju respirasi yang diperoleh untuk penyusunan model Arrhenius dengan menggambarkan laju respirasi fungsi dari suhu menggunakan data rata-rata laju respirasi lima hari pertama pengukuran. Nilai ln Ri dan 1/T berbagai suhu penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 11 dan Gambar 12.
Tabel 8 Nilai ln R1, ln R2, dan 1/T berbagai suhu penyimpanan Suhu (K) 1/T (1/K) Laju respirasi (ml/kg.jam) ln R1 ln R2 R1 R2 278.15 0.0036 6.36 2.88 1.85 1.06 283.15 0.0035 8.92 6.07 2.19 1.80 288.15 0.0035 11.69 8.58 2.46 2.15 293.15 0.0034 13.26 9.17 2.58 2.22 302.15 0.0033 26.32 19.25 3.27 2.96
Keterangan: R1 : laju konsumsi O2
R2 : laju produksi CO2
Gambar 12 Hubungan parameter Arrhenius ln R2 dengan 1/T
Berdasarkan plot grafik Arrhenius menggunakan data laju respirasi pada kelima hari pertama, dapat di lihat pada Gambar 11 dan 12 dimana sumbu x adalah suhu peyimpanan inverse (1/K) dan sumbu y adalah hubungan respirasi dengan ln Ri. Gambar tersebut menunjukkan hubungan antara ln Ri dengan kebalikan suhu absolut, dimana hasil regresi linier ini digunakan untuk mencari nilai Eai dan nilai Roi (faktor preeksponensial). Grafik dari plot Arrhenius menunjukkan bahwa suhu berpengaruh terhadap laju respirasi buah jambu kristal untuk konsumsi O2 dan produksi CO2, dimana semakin tinggi suhu penyimpanan akan semakin tinggi juga laju respirasinya. Sebaliknya apabila suhu peyimpanan rendah maka laju respirasi juga semakin rendah. Garis linier yang diperoleh akan digunakan untuk menunjukkan koefisien laju respirasi konsumsi O2 dan produksi CO2. Hubungan antara ln Ri dengan 1/T memiliki tingkat korelasi yang tinggi ditunjukkan dengan nilai koefisien determinasi (R2), yaitu 0.9777 untuk O2 dan 0.9433 untuk CO2.
Slope dari persamaan linier (Gambar 11 dan 12) merupakan nilai Eai/R sehingga nilai Eai dapat ditentukan, sedangkan ln Roi diperoleh pada saat 1/T = 0. Hasil perhitungan nilai Eai, Roi dan R2 dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9 Nilai dari Eai, Roi, dan R2untuk O2dan CO2
Laju respirasi Eai(kJ/mol) Roi(ml/kg jam) R2
Konsumsi O2 39.49 1.65E+8 0.9777
Produksi CO2 50.65 1.11E+10 0.9433
Energi aktivasi (Eai) yang diperoleh dari kedua garis linear oksigen dan karbondioksida adalah 39.49 kJ/mol dan 50.65 kJ/mol, sedangkan untuk faktor preeksponensial (Roi) diperoleh nilai 1.65×108 ml/kg jam untuk O2 dan 1.11×1010 ml/kg jam untuk CO2. Nilai energi aktivasi (Eai) yang didapatkan ini masih dalam batas keadaan normal yang direkomendasikan untuk energi aktivasi buah-buahan. Exama et al. 1993 mengemukakan bahwa Ea normal untuk sayuran dan buah-buahan berkisar antara 29-93 kJ/mol. Semua nilai variabel yang diperoleh menggambarkan bahwa hubungan antara suhu dan respirasi dengan baik. Sehingga semakin tinggi suhu peyimpanan akan semakin tinggi laju respirasi ataupun sebaliknya.
Nilai Eai dan Roi yang didapat di dalam penelitian akan dibuat persamaan Arrhenius yang selanjutnya akan digunakan untuk memprediksi laju respirasi pada setiap suhu. Nilai laju respirasi hasil pendugaan dibandingkan dengan nilai laju respirasi hasil perhitungan digunakan untuk melihat signifikansi dari model yang telah dibuat. Grafik laju respirasi (konsumsi O2 dan produksi CO2) hasil pendugaan (prediksi) dibandingkan dengan nilai laju respirasi hasil perhitungan (observasi).
Gambar 13 Perubahan nilai laju respirasi buah jambu kristal dari prediksi (O2 dan CO2) dan observasi (O2 dan CO2) terhadap berbagai suhu penyimpanan
Berdasarkan dari grafik yang terdapat pada Gambar 13 menunjukkan bahwa hasil prediksi dari laju respirasi yang menggunakan model Arrhenius memiliki tingkat signifikansi yang tinggi. Hal tersebut dibuktikan dengan terlihatnya titik yang hampir berhimpitan antara nilai observasi dan prediksi. Titik yang berhimpitan ini menandakan bahwa nilai laju respirasi hasil prediksi tidak berbeda jauh dengan nilai yang dihasilkan pada pengukuran langsung (observasi) laju respirasi jambu kristal.
Pengaruh Plastik Kemasan Terhadap Komposisi Gas
Percobaan tahap kedua dimulai dengan jambu kristal diletakkan di atas styrofoam dan dikemas dengan menggunakan jenis plastik yang berbeda stretch film dan LLDPE (Linier low density polyethylene) . Untuk menghindari kebocoran udara antara styrofoam dengan jenis plastiknya maka digunakan isolasi sebagai perekat. Pengemasan yang kurang rapat dapat menyebabkan gas O2 dan CO2 dalam kemasan terpengaruh oleh komposisi gas ruangan. Untuk kemasan stretch film digunakan mesin wrapping sebagai alat bantu membungkus sehingga pengemasan lebih cepat dan rapat. Kemasan akan dimasukkan ke suhu penyimpanan yang berbeda (5 oC dan 10 oC ) meliputi perubahan konsentrasi O2
maupun CO2 selama dalam kemasan, susut bobot, kadar air, kekerasan, dan total padatan terlarut sebagai parameter mutu yang akan diamati.
Simulasi komposisi gas di dalam kemasan
Simulasi ini dilakukan untuk menentukan berat (W) komoditas jambu kristal di dalam kemasan, ketebalan film plastik, dan luas area kemasan (A) sehingga diperoleh komposisi gas O2 sebesar 3-5% dan komposisi gas CO2 sebesar 8-10% (Isti 1992). Setelah dilakukan perhitungan simulasi nilai konsentrasi gas dengan menggunakan persamaan 1 sampai dengan 6 untuk setiap jenis kemasan plastik. Sehingga diperoleh nilai W, b, A untuk kemasan stretch film sebesar 0.447 kg, 0.57 mm, dan 0.02535 m2. Sedangkan kemasan LLDPE diperoleh nilai W, b, A sebesar 0.362 kg, 0.99 mm, dan 0.02535 m2. Nilai tersebut telah mewakili untuk membantu penentuan komposisi gas optimum untuk O2 dan CO2.
Gambar 14 Hasil simulasi kemasan stretch film suhu 5 oC
Berdasarkan grafik pada Gambar 14 dan 15 hasil simulasi menunjukkan bahwa pada kedua kemesan tersebut terjadi kesetimbangan antara gas oksigen dengan gas karbondioksida. Kesetimbangan gas pada kemasan stretch film terjadi pada jam ke-18 dengan konsentrasi O2 dan CO2 sebesar 8.27% dan 7.94%, sedangkan kemasan LLDPE terjadi pada jam ke-30 dengan konsentrasi O2 dan CO2 sebesar 7.94% dan 7.98%.
Konsentrasi O2 dan CO2 dalam kemasan
Pengukuran konsentrasi O2 dan CO2 dalam kemasan dilakukan pada buah yang masih melakukan metabolisme, sehingga dalam proses pengemasan perlu memperhatikan beberapa hal yaitu kemasan tidak boleh kedap gas dan dapat memberikan efek atmosfer termodifikasi. Agar dapat mengetahui efek dari pengemasan terhadap konsentrasi O2 dan CO2 maka dilakukan pengukuran terhadap konsentarsi O2 dan CO2 didalam kemasan. Alat yang digunakan berupa continuous gas analyzer dan portable oxygen tester. Pengamatan perubahan konsentrasi gas didalam kemasan dilakukan setiap hari pada suhu 5 oC dan 10 oC. Grafik perubahan konsentrasi O2 dan CO2 dalam dua kemasan yang diujikan dapat dilihat pada Gambar 16 dan Gambar 17.
Gambar 16 Perubahan konsentrasi O2 dan CO2 pada kemasan SF dan LLDPE suhu 5 oC