LUARAN 1.
NASKAH PUBLIKASI JURNAL NASIONAL ISSN: (PKn Progresif ISSN: 1907-5332)
STRATEGI PEMENUHAN HAK WARGA MISKIN MELALUI PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN LOKAL DALAM RANGKA
KETAHANAN SOSIAL
(Studi di Desa Karangpatihan Kecamatan Balong Kabupaten Ponorogo Propinsi Jawa Timur)
Oleh :
Drs. Machmud Al Rasyid, SH., M.Si Dra. Ch Baroroh, M.Si
Wijanto, S.Pd., M.Sc
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
STRATEGI PEMENUHAN HAK WARGA MISKIN MELALUI PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN LOKAL DALAM RANGKA
KETAHANAN SOSIAL
(Studi di Desa Karangpatihan Kecamatan Balong Kabupaten Ponorogo Propinsi Jawa Timur) *
Oleh
Machmud Al Rasyid, dkk **)
ABSTRAK
Machmud Al Rasyid, dkk. 2012. STRATEGI PEMENUHAN HAK WARGA MISKIN MELALUI PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN LOKAL DALAM RANGKA KETAHANAN SOSIAL (Studi di Desa Karangpatihan Kecamatan Balong Kabupaten Ponorogo Propinsi Jawa Timur). Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret.
Penelitian bertujuan mengidentifikasi karakteristik masyarakat miskin, permasalahan kemiskinan, data kelembagaan lokal dan potensi pemberdayaannya.
Penelitian dilaksanakan di Desa Karangpatihan Kecamatan Balong Kabupaten Ponorogo Propinsi Jawa Timur menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif, pengambilan sampel secara purposive. Sumber datanya Informan,peristiwa, dokumen, dan kepustakaan yang relevan. Pengumpulan data melalui wawancara mendalam, FGD, observasi, dan studi dokumen. Validitas menggunakan trianggulasi sumber dan metode, analisis dilakukan dalam tiga tahapan, yaitu: reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau dianalisis dengan interaktif mengalir.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Wilayah Karangpatihan 30% nya adalah hutan kering, 20% tegalan dan 12 % sawah tadah hujan. Infra struktur masih kurang terutama sumur untuk pertanian dan peternakan,sarana kesehatan kurang sehingga akses masyarakat terhadap kesehatan belum memadai, transportasi umum susah. Sarana prasarana pendidikan umum, tempat ibadah memadai (4 SD Negeri, 27 Masjid dan mushola) ,tetapi akses warga yang berkebutuhan khusus tidak ada, sehingga mereka tidak bersekolah. Penduduk Karangpatihan berjumlah 5434 jiwa, Jumlah KK Miskin (kuning) 11 %, KK sangat miskin (merah) 12 %, dan jumlah KK sangat miskin dan mengalami keterbelakangan mental 2 % atau 110 jiwa, mereka tidak bermata pencaharian dan hanya bergantung pada pihak lain. Permasalahannya mata pencaharian penduduk sebagian besar buruh tani disusul petani. Sebagian besar warga merupakan SDM rendah, hanya bisa bercocok
tanam sekali satu tahun dengan penghasilan rendah, pagu raskin kurang memadai, dan terjadi penggundulan hutan karena kemiskinan. Terdapat kelembagaan lokal, yaitu: Pemerintah Desa, BPD, LPMD, Karang Taruna, PKK, tokoh masyarakat, kompak maju,kelompok pengajian, Karangpatihan Bangkit. Kendalanya SDM yang belum bagus, dukungan pemerintah daerah dan pusat kurang. Pada sisi lain Jumlah SDM memadai, lahan pertanian cukup untuk peternakan, potensi pemberdayakan melalui penguatan kapasitas kelembagaan lokal berupa pelatihan keterampilan beternak lele dan permodalan. Kondisi ketahanan sosial agak lemah ditandai dengan rendahnya kemampuan komunitas melindungi secara efektif anggotanya termasuk individu dan keluarga yang rentan dari gelombang perubahan sosial yang mempengauruhinya; kurang mampu melakukan investasi sosial dalam jaringan sosial yang menguntungkan.
Kata kata kunci:Strategi, hak, miskin, ketahanan social
*) Diringkas dari penelitian hibah sarjana DIPA BLU FKIP UNS tahun 2012
**) penelitian kelompok, Machmud Al Rasyid, Ch Baroroh, Wijianto
Pendahuluan
Masalah kesejahteraan terutama kemiskinan merupakan masalah konvensional yang terus mendera negeri ini. Guna memenuhi janji politik pada waktu kampanye Pemerintah dalam hal ini Departemen Sosial melalui program kerja 100 hari pasca terbentuknya kabinet Indonesia bersatu jilid II mencanangkan penyelenggaraan kesejahteraan sosial dalam
bentuk pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan dasar setiap warga Negara sebagai amanat konstitusi yang meliputi rehabilitasi sosial, jaminan sosial, dan perlindungan sosial. Salah satunya berupa meningkatkan aksesbilitas Rumah Tangga Sangat Miskin terhadap pelayanan sosial dasar mengingat di Indonesia terdapat 3.270.060 KK miskin (Depsos, 2009). Sejalan dengan maksud
tersebut Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Jawa Timur khusunya Kabupaten Ponorogo berupaya melakukan pengentasan kemiskinan dengan paradigma keterpaduan program antara pemerintah Pusat dan Daerah berupa pemberdayaan
masyarakat melalui kelembagaan sosial yang ada,
karena di Jawa Timur tercatat 341.095 KK miskin 400.274 diantaranya tinggal di rumah tak layak huni, dan pada sisi lain potensi sumber kesejahteraan sosial dipetakan sebanyak 4.472 Organisasi Sosial 8.431 Karang Taruna, dan 41.773 Wahana Kesejahteraan Sosial Berbasis Masyarakat (Depsos, 2009;www.provjatim.go.id).
Faktanya, kebutuhan warga miskin belum sepenuhnya terpenuhi dengan diabaikannya hak warga Negara yang tampak jelas dalam relasi antara warga Negara dengan Negara melalui variasi pola, yakni face to face
model, camouflage model, dan
partial model (Defny Holidin,
2009). Hal tersebut ditunjukkan
pada fenomena yang terjadi di Desa yang dikenal sebagai Desa Idiot yaitu, Desa Karangpatihan Kecamatan Balong Kabupaten Ponorogo Jawa Timur. Data resmi yang dikeluarkan pemerintah Desa setempat dan dilansir banyak media menyebutkan sedikitnya ada 225 KK sangat miskin dan sekitar 42 KK atau 110 jiwa yang saat ini mengalami keterbelakangan mental (idiot) akibat minimnya asupan gizi sejak kecil, bahkan beberapa diantaranya ada yang melakukan pernikahan dalam satu keluarga. Mereka tersebar di empat pedusunan dengan kondisi rumah tak layak huni yakni Tanggungrejo, Bibis, Krajan, dan Bendo dengan kondisi memprihatinkan (Data lapangan, 2012). Permasalahan 1. Bagaimana peta kemiskinan di Desa Karangpatihan Kecamatan Balong Kabupaten Ponorogo
2. Bagaimana permasalahan kemiskinan di Desa Karangpatihan 3. Bagaimana strategi penanggulangan kemiskinan dalam kerangka pemenuhan
hak-hak warga di pedesaan melalui pemberdayaan kelembagaan lokal guna mewujudkan ketahanan sosial
4. Apa saja hak-hak warga yang diabaikan
Tinjauan Pustaka
Hak warga, dijelaskan bahwa konstitusi menyatakan bahwa setiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan dengan baik dan bertanggungjawab (Sri Wuryan, 2008). Pengabaian hak-hak memiliki pola yang bervariasi antara pola berhadapan di muka
(face to face model), pola
kamuflase (camouflage model), serta pola parsial (partial model). Perbedaan pola ini secara
signifikan diidentifikasi berdasarkan corak perlakuan
pemberi layanan terhadap penerimanya. (Defny Holidin, 2009).
Kemiskinan, merupakan persoalan multidimensional yang tidak saja melibatkan faktor ekonomi tetapi juga sosial, budaya dan politik (Nugroho, 1995:29). Setidaknya ada dua kategori kemiskinan yakni kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. Lembaga sosial adalah organisasi sosial atau suatu perkumpulan sosial dibentuk oleh masyarakat yang berfungsi sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam
melaksanakan usaha kesejahteraan sosial. Garis
kemiskinan BPS menyebut indikator kemiskinan adalah: jumlah kalori per jiwa, pengeluaran kebutuhan minimum bukan makanan meliputi pengeluaran untuk perumahan sandang serta aneka barang dan jasa, akses warga yang mengalami terhadap kesehatan, harapan hidup, pendidikan dasar
(akses,persentase), Akses kesehatan dan air, anak-anak di
bawah lima tahun yang kekurangan berat badan
Ketahanan Sosial, diperoleh lewat partisipasi yang dilakukan masyarakat yang merupakan manifestasi dari sebuah tindakan sosial rasional yang mengandung tujuan tertentu (Parsons, 1951). Tujuan dimaksud adalah masalah ketahanan sosial yang dapat diatasi dan dicegah melalui kekuatan dan kemampuan untuk menolong orang lain yang memiliki masalah tertentu, karena partisipasi masyarakat lebih mengutamakan keberlanjutan.
Pemberdayaan
masyarakat, merupakan konsep mandiri, partisipasi, jaringan kerja, dan keadilan yang diletakkan pada kekuatan tingkat individu dan ocial (Harry, 2010; Soetomo, 2011). Sementara itu komunitas dapat terbentuk dari sekelompok orang yang saling berinterksi secara ocial diantara anggota kelompok berdasarkan
kesamaan kebutuhan dan tujuan (Hillery, 1995).
Penelitian terkait dilakukan Suyanto (2003) yang
menyimpulkan bahwa Lembaga/organisasi Sosial belum
berorientasi kepada permasalahan sosial yang ada.
Pendirian lembaga sosial hanya terbatas keinginan warga untuk mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan/ kebiasaan warga masyarakat yang sifatnya masih lokal. Sedikit berbeda temuan Muchtar (2004) menunjukkan meskipun lembaga lokal (masyarakat) telah menunjukkan kinerjannya (pada awal implementasi program), terindikasi telah mampu melakukan pembangunan sejumlah prasarana desa melalui
dana hibah program ditambah swadaya masyarakat setempat, menyalurkan dana kepada KSM, serta telah mampu menggulirkan beberapa kali, tetapi jika dicermati (setelah program menginjak tahun kedua), dapat dinyatakan belum/tidak terjadi
(khususnya) bagi warga miskin, karena: (a) tidak terjadi transfer daya kepada warga miskin, sebab program lebih dimanfaatkan oleh kelompok yang mampu; (b) proses belajar sosial tidak berlangsung, sebab program lebih bernuansa ekonomi; dan (c) lembaga lokal masyarakat lebih berperan sebagai penyalur kredit dari pada lembaga pemberdayaan. Pada sisi pandang yang berbeda Nurdin (2004) menyetujui bahwa organisasi lokal telah mengembangkan organisasi dan program/ kegiatannya yang mengakomodasi berbagai perbedaan dan kebutuhan masyarakat lokal. Keutamaan Penelitian dalam Sebuah Model Pemecahan Masalah yang dideskripsikan secara jelas.
Metode Penelitian
Penelitian menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dengan studi kasus. Lokasi di Desa Karangpatihan Kecamatan Balong Kabupaten Ponorogo Propinsi Jawa Timur. Sumber datanya Informan dengan
purposive sampling, dokumen,
peristiwa, dan kepustakaan yang relevan. Pengumpulan data melalui wawancara mendalam, FGD, observasi, dan studi dokumen. Validitas menggunakan trianggulasi sumber, analisis dilakukan dalam tiga tahapan, yaitu: reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan (Miles, Huberman & Yin dalam Suprayogo & Tobroni, 2001). Hasil Penelitian dan Pembahasan
Desa Karangpatihan Kecamatan Balong Kabupaten Ponorogo terletak pada ketinggian 109 m dari permukaan air laut dengan jarak 22 km dari kota kabupaten. Adapun batas-batasnya adalah, sebelah utara berbatasan dengan Desa Jonggol Kecamatan Jambon, sebelah timur berbatasan dengan Desa Sumburejo Kecamatan Balong, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Ngendut Kecamatan Balong Desa Taunan Kecamatan Tegalombo Pacitan Desa Watupatok Kecamatan Bandar Pacitan, dan sebelah barat berbatasan dengan Hutan
Krebet. Secara topografi luas wilayah Desa Karangpatihan 1336,6 Ha yang terdiri dari 34 RT 8 RW dan 4 Dukuh (Kamituwan). Wilayah Karangpatihan 30% nya adalah hutan kering, 20% tegalan dan 12 % sawah tadah hujan. Infra struktur masih kurang terutama sumur untuk pertanian
dan peternakan,sarana kesehatan kurang, transportasi
umum susah. Sarana prasarana pendidikan umum, tempat ibadah memadai (4 SD Negeri, 27 Masjid dan mushola) ,tetapi akses warga yang berkebutuhan khusus tidak ada, sehingga mereka tidak
bersekolah. Penduduk Karangpatihan berjumlah 5434
jiwa, Jumlah KK Miskin (kuning) 11 %, KK sangat miskin (merah) 12 %, dan jumlah KK sangat miskin dan mengalami keterbelakangan mental 2 % atau 110 jiwa, mereka tidak bermata pencaharian dan hanya bergantung pada pihak lain. Mata pencaharian penduduk sebagian besar buruh tani disusul petani.
Sebagian besar warga merupakan SDM rendah, hanya
bisa bercocok tanam sekali satu tahun dengan penghasilan rendah, pagu raskin kurang memadai, dan terjadi penggundulan hutan karena kemiskinan. Kesenjangan distribusi pendapatan tampak antara perangkat Desa dengan warga pada umumnya, kesenjangan interpersonal terjadi antara warga yang idiot dengan warga yang normal, berupa ketakutan jika kondisi idiot itu menular kepada keturunan mereka dan juga perilaku tidak sehat dari warga yang idiot yang membuat warga lain enggan bersosialisasi secara intensif.
Mata pencaharian sebagian besar penduduk (2150
orang) petani, dan 1400 orang petani. Penghasilan perhari hanya berkisar 5000 rupiah, jumlah kalori per jiwa yang dikonsumsi relatif minim karena hanya makan dua kali saja. Pengeluaran kebutuhan minimum bukan makanan meliputi pengeluaran untuk perumahan sandang serta aneka barang dan jasa masih kurang, mereka
membeli pakaian belum tentu satu kali dalam satu tahun. Akses warga yang mengalami keterbelakangan mental terhadap layanan kesehatan dan harapan hidup sangat kurang, karena warga sendiri tidak peduli terhadap kesehatan mereka, polindes yang ada hanya menempati rumah penduduk dengan sarana terbatas. Pendidikan dasar anak berkebutuhan khusus tidak ada sehingga mereka tidak bersekolah. Pada sisi lain akses kesehatan dan air bagi warga yang tidak idiot juga masih kurang, anak-anak di bawah lima tahun yang kekurangan berat badan masih banyak (sekitar 25 anak). Asal muasal idiot karena kekurangan gizi akibat paceklik dan juga terjadinya pernikahan sedarah. Pemberian nama warga idiot dilakukan oleh anggota keluarga lain yang masih sedikit normal, walaupun idiot mereka juga melanjutkan keturunan, namun oleh pendamping setempat diupayakan diputus karena untuk memutus idiot itu
sendiri. Karakteristik kemiskinan di Desa Karangpatihan merupakan kemiskinan yang dilator belakangi kondisi keterbelakangan mental, sumber daya manusia yang rendah, dan lahan pertanian yang terbatas. Penyebab kemiskinan adalah rendahnya sumber daya manusia, dan minimnya peran
pemerintah, kebijakan penuntasan kemiskinan yang ada
kurang maksimal dan peran pihak lain masih terbatas. Jenis lembaga local yang ada dan khas adalah Kelompok untuk maju, Karangpatihan Bangkit. Terdapat kelembagaan local lain , yaitu: Pemerintah Desa, BPD, LPMD, Karang Taruna, PKK, tokoh masyarakat, kelompok pengajian. Terkait dengan strategi pemberdayaan oleh lembaga lokal kendalanya SDM yang belum bagus, dukungan pemerintah daerah dan pusat kurang, yang bias dilakukan dalam mendukung ketahanan sosial adalah dengan melakukan pelatihan keterampilan terutama peternakan dan perikanan.
Potensi pemberdayaan Jumlah SDM memadai, lahan pertanian cukup peternakan, potensi pemberdayakan melalui
penguatan kapasitas kelembagaan lokal. Kondisi
ketahanan sosial agak lemah ditandai dengan rendahnya
kemampuan komunitas melindungi secara efektif anggotanya termasuk individu dan keluarga yang rentan dari gelombang perubahan sosial yang mempengauruhinya; kurang mampu melakukan investasi sosial dalam jaringan sosial yang menguntungkan. Untuk itu perlu pemberdayaan. Pemberdayaan yang dilakukan adalah dengan mengadakan peternakan lele dengan system pendampingan terhadap lembaga lokal yang ada yaitu kelompok maju dan Karangpatihan bangkit.
Kesimpulan dan Saran
Karakteristik masyarakat miskin di Karangpatihan merupakan kemiskinan yang disebabkan oleh rendahnya sumber daya manusia dan minimnya peran pemerintah
dan swasta. Penyebab kemiskinan adalah karena kondisi
keterbelakangan mental. Ditemukan kelembagaan lokal
yang khas, yaitu kelompok maju dan Karangpatihan bangkit yang potensi diberdayakan melalui penguatan kelembagaan dari sisi keterampilan dan permodalan, upaya pemberdayaan merupakan usaha menguatkan ketahanan sosial masyarakat. Saran baik kepada pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, hendaknya membuat rencana strategis yang dapat menuntaskan permasalahan kemiskinan di Karangpatihan.
Daftar Pustaka
Adi, Isbandi Rukminto. 2001. Pemberdayaan,
Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas: Pengantar pada Pemikiran
dan Pendekatan Praktis.
Lembaga Penerbit FE-UI. Jakarta.
Agnes Sunartiningsih, 2004, Strategi Pemberdayaan
Masyarakat, Yogyakarta,
Aditya Media.
Alif Basuki, Yanu Endar Prasetyo, 2007, Memuseumkan
Kemiskinan, Surakarta,
Baharsjah, Justika S. 1999. Menuju Masyarakat Yang
Berketahanan Sosial:
Pelajaran Dari Krisis. Departemen Sosial RI. Jakarta.
Harry.2010. Strategi
Pemberdayaan Masyarakat.
Bandung: Humaniora Heru Nugroho. “Kemiskinan,
Ketimpangan dan Pemberdayaan” dalam Awan Setya Dewantara (ed), Kemiskinan dan
Kesenjangan di Indonesia.
Yogyakarta: Aditya Media, 1995.
Lexy Moleong. 2005. Metode
Penelitian Kualitatif.
Rosdakarya: Bandung. Loekman Sutrisno. “ Substansi
Permasalahan Kemiskinan dan Kesenjangan” dalam Awan Setya Dewantara (ed), Kemiskinan dan
Kesenjangan di Indonesia.
Yogyakarta: Aditya Media, 1995. Moeljarto Tjokrowinoto, 2001, Pembangunan Dilema Dan Tantangan, Yogyakarta, Pustaka Pelajar.
Parsons, Talcott, (1951). The
Social System, Amerind
Publishing Co Lmd, New York. Soetomo. 2011. Pemberdayaan Masyarakat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Sunyoto Usman, 2004, Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat, Yogyakarta, Pustaka Pelajar Sunardi, 2005, Pembinaan Kebangsaan Indonesia, Jakarta: Kuaternita Adidarma Sutopo. H.B.2002.Metode Penelitian Kualitatif: Dasar Teori dan Terapannya Dalam
Penelitian. Surakarta:
Sebelas Maret University Press.
Sri Wuryan. 2009. Ilmu
Kewarganegaraan. Bandung: UPI Internet : www.netsain.com diakses 16 Nopember 2011 www.depsos.go.id diakses 16 Nopember 2011 www.ponorogokab.go.id diakses 27 Nopember 2011 www.indonesia.go.id diakses 25 Nopember 2011 www.provjatim.go.id diakses 29 Nopember 2011 ***