• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V KONSEP PERANCANGAN BANGUNAN PONDOK BUDAYA JAWA DI YOGYAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB V KONSEP PERANCANGAN BANGUNAN PONDOK BUDAYA JAWA DI YOGYAKARTA"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta 136 BAB V

KONSEP PERANCANGAN BANGUNAN PONDOK BUDAYA JAWA

DI YOGYAKARTA

Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta merupakan sebuah fasilitas publik yang esensi kegiatannya bergerak di bidang kebudayaan. Dari bangunan ini diharapkan dapat meningkatkan minat masyarakat untuk melestarikan kebudayaan Jawa. Pencapaian hal tersebut dapat diusahakan dengan pengolahan desain bangunan Pondok Budaya Jawa yang edukatif- rekreatif yang mengandung unsur dinamis, interaktif, dan inspiratif. Selain itu dengan adanya bangunan Pondok Budaya Jawa ini dapat lebih meningkatkan sifat keramahan dan rasa ingin berkumpul sebagai wujud nilai filosofi kemanusiaan orang Jawa.

Setelah melakukan proses analisis yang panjang, maka didapatkan konsep edukatif- rakreatif, keramahan, dan berkumpul di dalam perencanaan dan perancangan Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta. Konsep tersebut diantaranya adalah:

- Konsep Hubungan Ruang - Konsep Aksessibilitas - Konsep Zonasi Ruang

- Konsep Gubahan dan Tatanan Massa - Konsep Tata Ruang Luar

- Konsep Sirkulasi dalam Site - Konsep Dimensi Site

- Konsep Material (Struktur dan Warna) - Konsep Struktur

- Konsep Pencahayaan - Konsep Akustik - Konsep Penghawaan

(2)

Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta 137 5.1 Konsep Hubungan Ruang

Setelah mengetahui pola hubungan ruang pada masing- masing fasilitas dalam Pondok Budaya Jawa, maka pola hubungan ruang tersebut dapat diintegrasikan menjadi satu kesatuan dalam desain Pondok Budaya Jawa. Pola hubungan ruang secara keseluruhan dapat menjadi dasar untuk menata ruang luar dan ruang dalam Pondok Budaya Jawa di dalam area tapak. Pola Hubungan keseluruhan ruang dalam Pondok Budaya Jawa secara umum adalah sebagai berikut.

Panggung Pagelaran Lobby Rg. Pengelola Rg. Workshop Rg. latihan Museum Studio Batik Wisma Budaya Warung Budaya Toko Budaya Amphytheater Rg. latihan Parkir Rg.

Ibadah Perpus-takaan

IN IN IN IN OUT OUT OUT OUT

Gambar 5.1. Bagan Organisasi Bangunan Sumber: Analisis Pribadi, 2014

(3)

Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta 138 5.2 Konsep Aksesibilitas

Gambar 5.2. Konsep Aksessibilitas Sumber : Analisis Penulis, 2014

Dari gambar diatas dapat dijelaskan bahwa aksesibilitas bangunan Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta ini menonjolkan konsep keramahan dan berkumpul, sehingga sistem aksesibilitasnya dibuat agar mudah diakses oleh pengunjung maupun masyarakat yang ada di sekitarnya.

(4)

Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta 139 5.3 Konsep Zonasi Ruang

Gambar 5.3. Konsep Zonasi Ruang Sumber: Analisis Pribadi, 2014

Bangunan Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta ini dibagi menjadi 6 zona menurut fungsi bangunan. Zona fungsi bangunan tersebut diantaranya adalah zona Pertunjukkan, zona pengelola, zona museum, zona pelatihan, zona wisma, dan zona komersial.

(5)

Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta 140 5.4 Konsep Gubahan Massa dan Tatanan Massa

Bentuk bangunan Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta yang dapat mencitrakan kebudayaan Jawa dengan menggunakan pendekatan Neo-Vernakuler adalah sebagai berikut:

Tabel 5.1. Konsep Bentuk Bangunan

Aspek Wujud Konsep Bentuk Arsitektural

Citra kebudayaan Jawa

• Keramahan

• Berkumpul

Sifat keramahan pada bangunan ditunjukkan dengan bentuk fasade yang terbuka keluar yang mengesankan bangunan Pondok Budaya ini menerima pengunjung yang datang dengan ramah.

Neo- Vernakuler Bentuk bangunan modern yang incontext.

Bangunan yang berkembang di sekitar site adalah bangunan yang sebagian besar denahnya berbentuk persegi dan dengan atap miring dengan penutup atap genteng. Lalu didapatkan wujud baru dari penerapan arsitektur neo -vernakuler contoh bentuknya adalah sebagai berikut:

Gbr. 5.4. Tranformasi Bentuk Joglo Sumber: www.putumahendra.com

Edukatif- rekreatif Dinamis, inspiratif, interaksi

Sifat dinamis ditunjukkan dengan adanya bentuk lengkung pada dinding, inspiratif ditunjukan dengan banyaknya bukaan jendela sehingga pengguna bangunan yang berada di dalam ruang tetap dapat berinteraksi dengan pengguna yang berada di luar bangunan.

Berikut adalah contoh pengaplikasian sifat dinamis, inspiratif dan interaksi pada bangunan.

Gbr. 5.5. Tranformasi Bentuk Joglo Sumber: www.behance.net Sumber: Analisis Penulis, 2014

(6)

Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta 141 Gambar 5.6. Konsep Gubahan Massa

Sumber: Analisis Penulis, 2014

Dari gambar di atas dapat dijelaskan bahwa bangunan Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta ini terdiri dari 4 blok massa yang dipisahkan menurut fungsi dan kriteria kedekatan ruangnya. Keempat massa bangunan tersebut diantaranya adalah massa 1 digunakan sebagai gedung pertunjukkan dan pengelolaan, massa 2 digunakan sebagai fungsi edukatif yakni ruang museum, perpustakaan, massa 3 digunakan sebagai wisma tamu dengan kapasitas 12 orang per kamar, massa 4 digunakan sebagai wisma tamu dengan kapasitas 2 orang/ kamar, massa 5 digunakan sebagai bangunan latihan tari, Kerawitan dan wayang.

Jika ditinjau dari bentuk massanya, terdapat bangunan yang menggunakan bentuk lengkung. Bentuk lengkung ini diperoleh berdasarkan kata kunci dinamis yakni sifat yang diperoleh dari kata kunci edukatif- rekreatif.

(7)

Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta 142 5.5 Konsep Tata Ruang Luar

Gambar 5.7. Konsep Tata Ruang Luar Sumber: Analisis Penulis, 2014

Tata ruang luar bangunan dibuat sesuai konsep keramahan dan berkumpul yang diaplikasikan seperti gambar diatas. Keramahan diwujudkan dengan meletakkan amphytheter di tempat yang mudah diakses oleh masyarakat sekitar. Amphitheter ini di desain terbuka dengan alam dimana di sekelilingnya ditanami pohon- pohon tinggi yang rindang. Disekitar amphitheater juga diletakkan lahan terbuka yang dapat digunakan sebagai lahan bermain untuk anak- anak Fasilitas amphitheater dan ruang bermain inilah yang secara tidak langsung mengundang masyarakat sekitar untuk datang dan mengenal kebudayaan Jawa.

Selain taman yang menghiasi setiap sudut ruang luar bangunan, dapat dijumpai juga kolam ikan yang disertai air mancur. Kolam ikan ini difungsikan sebagai ruang penyegar atau pemecah kebosanan saat melewati ruang- ruang yang berada di sebelumnya.

(8)

Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta 143 5.6 Konsep Sirkulasi dalam Site

Gambar 5.8. Konsep Sirkulasi dalam Site Sumber: Analisis Penulis, 2014

Sirkulasi dalam site Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta ini menggunakan pola pergerakan linear. Pola ini digunakan untuk menuntun pengunjung melewati jalan pedestrian menuju tiap- tiap obyek yang ditawarkan di Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta.

Obyek yang ditawarkan pada kompleks bangunan Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta ini diantaranya adalah dimulai dari pengunjung datang, menuju ke taman, dapat menuju amphitheater atau langsung menuju gedung pagelaran budaya, masuk ke lobby, masuk ke zona koleksi museum Budaya Jawa, lalu menuju zona pelatihan pembuatan batik dan zona pelatihan pertunjukan, Karawitan, tari, Wayang, setelah itu bagi pengunjung yang menginap dapat menuju wisma budaya, untuk pengunjung yang tidak menginap dapat langsung menuju ke zona komersial yang diantaranya ditawarkan sebuah toko souvenir produk budaya Jawa dan terdapat juga warung Budaya Jawa yang menawarkan hidangan makanan khas Jawa.

(9)

Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta 144 Jalan pedestrian ini menggunakan material grass block, yang bertujuan agar mempermudah peresapan air hujan sehingga terhindar dari genangan air saat hujan.

5.7 Konsep Dimensi Ruang

Berikut ini adalah konsep dimensi ruang yang terdapat pada bangunan Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta.

Tabel 5.2. Konsep Dimensi Ruang

No. Unit/ Fungsi Ruang Besaran/ m2

1. Penerimaan Lobby 30

Resepsionis 6

Ruang Tunggu 5

Toilet 2.25

Total 43.25

2. Fungsi Pengelola Ruang Pimpinan 12

Ruang Sekretaris 11.52

Ruang staff Operasional 5.76

staff pemeliharaan peralatan seni

11.52 Ruang staff administrasi 11.52

Ruang Rapat 60 Ruang Pengajar 51.84 Ruang Arsip 18.9 Gudang 9 Toilet 4.5 Total 196.56 3. Fungsi Pagelaran Budaya Panggung Pagelaran 234.6 Ruang Rias 48

Ruang Ganti pemain pa/pi 6

Gudang Kostum 54

Ruang penyimpanan alat musik

20

Ruang Kontrol Suara 9

Ruang Kontrol Cahaya 9

Kamar mandi/ wc pemain 12

Toilet pengunjung 9

TOTAL 401.6

4. Fungsi Edukasi- Rekreasi

Ruang Latihan Tari, Karawitan, Wayang 140 Ruang Penyimpanan peralatan latihan. 20 Studio Batik 107 Perpustakaan 83.07 Museum Budaya 72

(10)

Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta 145 Sumber: Analisis Penulis, 2014

5.8 Konsep Material (Tekstur dan Warna)

Tabel 5.3. Material Atap

No. Jenis Material Gambar Pengaruh

1. genteng

Gambar 5.9. Genteng http://jualgentengberkualitas.

blogspot.com/

Genteng yang digunakan pada atap miring dapat membantu mendinginkan temperatur pada ruangan karena lubang kecil yang terbentuk dari sela- sela penataan genteng dapat menjadi jalan untuk keluar masuk udara.

2. Dak

Gambar 5.10. Atap Dak http://minimalisrumahdesain.com

Jenis atap datar ini sebenarnya bukanlah material yang cocok untuk digunakan di Negara yang beriklim tropis, karena sangat riskan terhadap air

hujan yang dapat

menimbulkan kebocoran. Oleh karena itu beton

Amphitheater 301

Rg. Serbaguna 98.1

TOTAL 818.37

5. Fungsi Komersial Toko Budaya 36

Warung Budaya 106.34

toilet 4.5

TOTAL 146.84

6. Wisma Budaya Kamar kapasitas @12

orang

432

Kamar kapasitas @2 orang 72

Rg. Bersama 37.44

TOTAL 1191.71

7. Fungsi Servis Bengkel Dekorasi 18

Rg. Loundry 18

Rg. Genset 4

Gudang 18

TOTAL 58

8. Parkir Parkir Mobil Karyawan 40.85

Parkir Motor Karyawan 48.6

Parkir Mobil Pengunjung 163.4

Parkir Motor Pengunjung 86.4

Parkir Bus 110.97

TOTAL 450.22

(11)

Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta 146 hanya sedikit digunakan

yakni hanya untuk

membentuk fungsi dinamis pada bangunan.

Sumber: Analisis Penulis, 2014

Tabel 5.4. Material Dinding

No. Jenis Material Gambar Pengaruh 1. Beton Gambar 5.11. Beton http://pixabay.com

Beton adalah material yang wajib digunakan karena material ini terkesan kokoh dan massif.

2. Kayu

Gambar 5.12. Kayu http://www.sari-jati.com

Kayu adalah elemen

arsitektur yang dapat

memberikan suasana

hangat.

3. Batu alam

Gambar 5.13. Batu Alam http://artstonedecoration.blogspot.

com/

Batu alam dapat

memberikan kesan berat dan detail dari dekat, dan massif dari kejauhan. Selain itu batu alam juga memberi kesan menyatu dengan alam. Batu alam yang akan digunakan adalah batu yang ada di sekitar site.

4. Kaca

Gambar 5.14. Kaca http://keramik2014.blogspot.com

Kaca dapat memasukkan cahaya dengan maksimal,

dan memperluas

pandangan.

(12)

Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta 147 Tabel 5.5. Material Lantai

No. Jenis Material Gambar Pengaruh Parquette Gambar 5.15. Parquette http://desainpropertirumah.com/

Jenis material ini dapat memberi kesan hangat pada ruangan. Jenis ini cocok

digunakan pada ruang

penginapan.

Keramik dove

Gambar 5.16. Keramik Dove http://modeliv.com

Jenis keramik ini digunakan pada ruang dengan tingkat penggunaan air tinggi seperti dapur dan storage karena jenis ini dapat mengurangi resiko terpeleset yang disebabkan oleh air.

Tegel batik

Gambar 5.17. Tegel Batik http://www.pinterest.com

Jenis tegel ini digunakan pada ruang studio batik, hal ini akan memberikan kesan inspiratif pada pengunjung dan pelajar yang sedang berlatih membuat batik.

Selain itu lantai ini juga cocok untuk digunakan pada lobby. Keramik

kasar

Gambar 5.18. Keramik Kasar http://desainkamarmandiminimal

is. blogspot.com

Jenis keramik memiliki tekstur yang lebih kasar ini digunakan pada kamar mandi, karena bersifat tidak licin.

Sumber: Analisis Penulis, 2014

5.9 Konsep Struktur

Struktur pada setiap bangunan Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta ini berbeda- beda. Dengan bentuk massa yang beragam, dan beban yang beragam pula, maka sistem struktur yang digunakan berbeda- beda dan tersendiri.

Sistem struktur yang akan digunkan adalah system rangka kaku dengan beton bertulang dan profil baja. Penataan pola kolom berdasarkan pola bentuk bangunan pada Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta,

(13)

Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta 148 misalnya bentuk- bentuk seperti radial memerlukan tatanan khusus dan bentuk bentuk persegi dengan penataan grid tertentu.

Gambar 5.19: Sistem Struktur Sumber : Analisis Penulis, 2014

5.10 Konsep Pencahayaan

Pencahayaan pada bangunan Pondok Budaya ini dimaksimalkan dengan menggunakan pencahayaan alami dimana setiap ruangan harus terdapat jendela. Pencahayaan alami dimaksimalkan pada pagi dan siang hari sedangkan pada malam hari menggunakan pencahayaan buatan yakni lampu. Setiap ruangan menggunakan jenis lampu yang berbeda tergantung fungsi ruangan.

Khusus pada ruang museum dan galeri menggunakan jenis lampu hologen. Lampu jenis ini berfungsi untuk memfokuskan pandangan pada obyek. Lampu jenis ini memiliki keunggulan tersendiri untuk obyek yang disorot, keunggulan itu ialah cahaya yang dihasilkan tampak lebih berkilau dan terkesan glossy yang menambah kesan dramatis dan keemasan pada obyek yang disorot.

(ii) (ii) (i) Gambar 5.20. Lampu Hologen

Sumber: http://archive.kaskus.co.id

(ii) Gambar 5.21. Pengaplikasian Lampu Hologen

Sumber:http://pakaianbatiktulismadura.wordpress.com/2012/07/26/pencahayaa n-seni-atau-photo-gallery/

(14)

Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta 149 Pada ruang pertunjukan budaya menggunakan pencahayaan buatan yakni jenis lampu LED spot light. Jenis lampu ini memiliki keunggulan untuk menciptakan suasana termasuk adanya perasaan atau efek kejiwaan yang diciptakan oleh pemeran dengan di dukung oleh cahaya ini. Selain itu lampu ini juga dapat membantu membuat komposisi dengan cahaya sebagai elemen rancangan. Hal ini terkait dengan kebutuhan sekenario, obyek mana yang harus disorot dengan intensitas yang rendah/ tinggi hingga berkomposisi bagus, pola- pola bayangan juga harus diperhatikan.

(i) (ii)

(i) Gambar 5.22. Lampu LED Alumunium Raja Par 36 Cahaya 7 CH http://indonesian.ledstagelightingfixtures.com

(ii) Gambar 5.23. Pengaplikasian Lampu Spot light http://imam-marjinalpredator.blogspot.com/

5.11 Konsep Akustik

Konsep akustika untuk kompleks bangunan Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta ini adalah ditekankan pada bangunan- bangunan yang mengharuskan suasana dengan konsentrasi yang tinggi, misalnya pada galeri seni, studio, perpustakaan, hunian, dan ruang workshop. Pencegahan kebisingan dilakukan dengan membuat barrier yang langsung berhadapan dengan sumber kebisingan (jalan raya).

Untuk mereduksi kebisingan yang masuk ke dalam ruangan, dinding harus dilapisi dengan material- material akustik. Perletakan bukaan yang dapat memasukkan gelombang suara ke dalam bangunan harus tidak berhadapan dengan sumber kebisingan.

(15)

Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta 150

Gambar 5.24. Glasswool pelapis dinding dan rongga penyerap untuk barier. Sumber: Hand out perkuliahan Akustika Ir. A. Djiko Istiadji, MSc.Bld. Sc

Sistem akustik lebih difokuskan pada fungsi ruang pertunjukan tari, gamelan, dan teater. Persyaratan tata akustik gedung pertunjukan yang baik dikemukakan oleh Doelle (1990:54) yang menyebutkan bahwa untuk menghasilkan kualitas suara yang baik, secara garis besar gedung pertunjukan harus memenuhi syarat : kekerasan (loudness) yang cukup, bentuk ruang yang tepat, distribusi energi bunyi merata dalam ruang, dan ruang harus bebas dari cacat- cacat akustik.

5.12 Konsep Penghawaan

Sistem penghawaan pada bangunan Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta adalah mengutamaan pengudaraan dengan sistem alami. Sistem ini dilakukan dengan melalui bukaan- bukaan secara maksimal. Untuk bangunan dengan kriteria khusus seperti galeri atau museum yang membutuhkan udara yang bersih dan bebas dari debu yang dapat mengakibatkan karya yang dipajang berjamur maka diperlukan Air Conditional (AC). Berikut adalah data ruang yang menggunakan AC dan yang hanya menggunakan pengudaraan alami.

Tabel 5.6. Penggunaan AC pada Ruang

No. Nama Ruang Kriteria Ruang Penggunaan AC

(Air Conditional)

1. Gedung pertunjukan terbuka -

2. museum tertutup

3. Ruang latihan tari, teater musik terbuka -

4. Studio membatik terbuka --

5. Ruang workshop tertutup

6. Ruang Diskusi tertutup

7. Ruang makan pengunjung inap dan cafe

terbuka -

(16)

Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta 151

9. Ruang pengelola terbuka -

10. Ruang Penginapan @ 8 orang terbuka -

11. Ruang Penginapan @ 2 orang terbuka -

Sumber : Analisis Penulis, 2014

Keterangan:

= ya

- = tidak

5.13.Konsep Pencegahan dan Penanggulangan Kondisi Darurat 5.13.1. Kontruksi Tahan Api

Kontruksi bangunan Pondok Budaya Jawa ini didesain agar mampu menahan bangunan agar saat terjadi kebakaran dapat menahan beban bangunan agar tidak menimpa pengguna yang berada di bawahnya. Definisi tersebut menyatakan beberapa ketentuan yang terkait pada kemampuan struktur untuk than terhadap api tanpa mengalami perubahan bentuk (deformasi) yang berarti, dan mencegah menjalarnya api ke seluruh bangunan. Dengan demikian, setiap komponen bangunan, dinding, lantai, kolom, dan balok harus dapat tetap bertahan dan dapat menyelamatkan isi bangunan, meskipun bangunan dalam keadaaan terbakar.

Pada bangunan Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta ini akan menggunakan struktur beton bertulang (kolom, balok, plat) yang mampu bertahan terhadap api. Kemudian sebagian struktur yang menggunakan baja, terlebih dahulu dilapisi oleh cat tahan api atau vermiculite.

5.13.2. Pintu Darurat

Syarat yang harus dipenuhi dalam penggunaan pintu darurat adalah sebagai berikut:

a. Pintu harus tahan terhadap api sekurang- kurangnya dua jam. b. Pintu harus dilngkapi dengan tiga engsel.

(17)

Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta 152 Gambar 5.25. Pintu Darurat

Sumber: http://d.yimg.com/kq/groups

c. Pintu juga harus dilengkapi dengan alat penutup pintu otomatis (door closer).

d. Pintu dilengkapi dengan tuas atau tngkai pembuka pintu yang berada di luar ruang tangga (kecuali tangga yang berada di lantai dasar, berada di dalam ruang tangga), dan sebaliknya menggunakan tuas pembuka yang memudahkan terutama dalam keadaan panic (panic bar).

e. Perlu dilengkapi tanda peringatan: “TANGGA DARURAT TUTUP KEMBALI”.

f. Pintu dapat dilengkapi dengan kaca tahan api dengan luas maksimal 1 m2 dan diletakkan di setengah bagian atas dari daun pintu.

g. Pintu harus dicat dengan warna merah.

5.13.3. Detektor Kebakaran

Pada Pondok Budaya ini memiliki ruang- ruang yang harus dijauhkan dari bahaya api karena nilai barang yang ada di dalamnya yang fantastis atau mungkin barang peninggalan sejarah yang harus dilindungi, ruang tersebut adalah museum dan galeri. Oleh sebab itu perlu adanya alat detektor kebakaran yang berfungsi untuk mendeteksi kebakaran agar barang- barang yang ada di dalamnya lebih cepat diselamatkan. Berikut adalah detektor kebakaran yang akan digunakan di bangunan Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta sebagai berikut:

(18)

Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta 153 Gambar 5.27. Fire Detector

Sumber: http://www.agenalatpemadamapi.com/smoke-detector/

5.13.4. Hidran

Hidran pada komplek bangunan Pondok budaya ini diletakkan pada tengah site, hal ini dimaksudkan agar mudah dijangkau oleh semua bangunan pada saat terjadi kebakaran.

Gambar 5.27. Hidran

(19)

Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta 154 DAFTAR PUSTAKA

-Daftar Buku-

Chiara, J.D. 2001. Time Saver Standars For Building Types – Fourth Edition. New

York: McGraw-Hill Book Company.

Chiara, J.D dan Lee E.Koppelman. 1989. Standar Perencanaan Tapak. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Ching, F.D.K. 2007. Architecture: Dorm, Space, and Order. Canada: John Wiley &

Sons, Inc.

Ernest, Neufert. 1980. Architect’s Data 2nd Edition. London: Crossby Lockwood Staples.

Koentjaraningrat, 1984, Kebudayaan Jawa, Jakarta, Balai Pustaka

Mangunwijaya, Y.B. 2009, Wastu Citra, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Hal 52

Susanto, Mikke. 2003. Membongkar Seni Rupa. Yogyakarta: Jendela. White, E.T. 2000. Analisis Tapak. Florida A&M University.

White, E.T. Concept Source Book – A Vocabulary of Architectural Forms. Arizona:

(20)

Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta 155 -Daftar Referensi-

Budijanto, Aloysius

1994 GEREJA POHSARANG SEBAGAI BANGUNAN IBADAT MENURUT BUDAYA JAWA, Tesis S 2 Sekolah Tinggi Filsafat Teologi Widya Sasana Malang.

Hadiwikarta, Johanes

1999 PUHSARANG, tempo Doeloe dan di tahun 2000 Mahatmanto

2001 REPRESENTASI DALAM HISTORIGRAFI ARSITEKTUR KOLONIAL DI INDONESIA. Tesis S 2 Program Magister Arsitektur Program Pascasarjana Institut Teknologi Bandung

Hidayatun, Maria I.

2005 BELAJAR ARSITEKTUR NUSANTARA DARI GEREJA PUHSARANG KEDIRI TINJAUAN KE-BHINEKA TUNGGAL IKA-AN. Laboratorium Sejarah dan Teori Arsitektur Jur. Arsitektur FTSP. UK Petra

Hidayatun, Maria I

1999 PENDHAPA DALAM ERA MODERNISASI: Bentuk, Fungsi, dan Makna Pendhapa pada Arsitektur Jawa dalam Perubahan Kebudayaan”. Dimensi Teknik Arsitektur, 27, hal. 37-46.

Santosa, R.B.

2000 OMAH: Membaca Makna Rumah JAwa. Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya.

Suhardi

1986 “KONSEP SANGKAN PARAN DAN UPACARA SELAMATAN” dalam Budaya Jawa. Beberapa Aspek Kebudayaan Jawa. (Soedarsono dkk., ed). Yogyakarta: Dep. P & K Dirjen Kebudayaan Proyek Penelitian dan Pengkajiann Kebudayaan Nusantara.

Jessup H.

1975 MACLAINE PONT’S ARCHITECTURE IN INDONESIA, Report January

Prijotomo, Josef

2002 GLOBALISASI DAN ARSItEKTUR NUSANTARA: NO ACTION TALK ONLY, Makalah Seminar Nasional Nasional “Kematian Arsitektur Tradisional, Atmajaya Yogyakarta.

Gambar

Gambar 5.1. Bagan Organisasi Bangunan  Sumber: Analisis Pribadi, 2014
Gambar 5.2. Konsep Aksessibilitas  Sumber : Analisis Penulis, 2014
Gambar 5.3. Konsep Zonasi Ruang  Sumber: Analisis Pribadi, 2014
Tabel 5.1. Konsep Bentuk Bangunan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk pendekatan konsep pada exhibition hall, rest area akan di integrasikan langsung dengan taman, sehingga akan pengunjung yang letih, dapat melanjutkan

Bangunan utama stasiun menggunakan material transparan pada beberapa bagiannya sehingga pengunjung yang sedang menikmati publik space dapat melihat aktifitas yang ada

Pencapaian dari area parkir menuju ke area lobby melalui waterfront park di tepi danau, kemudian khusus untuk pengunjung spa kelas menengah menggunakan

Merancang obyek yang tidak sekedar menyediakan sarana penginapan untuk pengunjung yang ingin berwisata di Agrowisata, tetapi bagaimana agar pengunjung memang pada awalnya

Area ini merupakan area publik yang menyediakan fasilitas fasilitas pendukung pada bangunan yang juga dapat digunakan pengunjung yang selesai berolahraga.. Konsep

Kekentalan konsep Futuristik ini dapat di lihat dari tampilan luar bangunan yang berkonsep dengan muka full kaca dan memiliki taman yang berkonsep melayang,dan terdapat

Air hujan yang jatuh di atap bangunan terutama pada bangunan fasilitas umum pengunjung ataupun bangunan untuk pengelola ditampung untuk kemudian digunakan kembali untuk

Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta 25 Visi dari Padepokan Seni Bagong ini adalah menjadi rumah budaya terdepan dalam memberikan kontribusi yang memperkaya dunia seni di