• Tidak ada hasil yang ditemukan

GEMA TEKNOLOGI MEDIA INFORMASI SAINS DAN TEKNOLOGI PENGANTAR REDAKSI. ISSN Vol. 14 N0.2 Periode Oktober - April Tahun 2005

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "GEMA TEKNOLOGI MEDIA INFORMASI SAINS DAN TEKNOLOGI PENGANTAR REDAKSI. ISSN Vol. 14 N0.2 Periode Oktober - April Tahun 2005"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

GEMA TEKNOLOGI

MEDIA INFORMASI SAINS DAN TEKNOLOGI

ISSN 0852 – 0232

Vol. 14 N0.2 Periode Oktober - April Tahun 2005

Pelindung

Ir. Hj. Sri Eko Wahyuni, MS Dekan Fakultas Teknik Undip

Pimpinan Redaksi Drs. Heru Winarno

Anggota

Prof. Ir. Eko Budihardjo, MSc Prof. Ir. Joetata Hadihardaja

Dr. Ir. Purwanto, DEA Dr. Ir. Hermawan Dr. Ir. Gagoek Hardiman

Ir. Syeh Qomar, MT Ir. Dwi Handayani, MT

Ir. Saiful Manan, MT Ir. Kiryanto, MT

Ir. Rahmat Ir. Holi Binawijaya, MUM

Ir. Taufik Mohamad, MT Redaksi Pelaksana

Sulaiman, SST Ign. Chistiawan, ST Seno Darmanto, ST Moh. Endi Yulianto, ST, MT

Drs. Eko Ariyanto Sekretariat Sri Susilowati, SH Arkhan Subari, ST Alamat Redaksi

Program Diploma III Fakultas Teknik Undip Jl. Prof. Sudarto, SH – Tembalang, Semarang

Telp/Fax. 024 – 7471379 E-mail : gemateknologi@plasa.com

PENGANTAR REDAKSI

P

uji syukur kehadirat Illahi yang telah melimpahkan rahmat-Nya, sehingga majalah ilmiah Gema Teknologi Edisi 14 No. 2 Periode Oktober - April 2005, telah dapat diterbitkan.

Majalah Gema Teknologi adalah Majalah Program Diploma Fakultas Teknik Universitas Diponegoro. Materi majalah ini berasal dari civitas akademika Program Diploma Fakultas Teknik Universitas Diponegoro yang melibatkan tenaga pengajar dan mahasiswa dari jurusan-jurusan di lingkungan Program Diploma.

Dalam terbitan periode ini, Gema Teknologi memuat 11 artikel, yang merupakan hasil seleksi yang telah memenuhi persyaratan ilmiah. Gema Teknologi sebagai wahana dan prasarana pengembangan sumber daya manusia, berusaha mampu berperan dengan baik, yaitu menampung dan menyampaikan setiap hasil karya ilmiah keluarga civitas akademika Program Diploma Fakultas Teknik, serta ingin meningkatkan status/peringkatnya menjadi suatu majalah yang terakreditasi.

Kami sadari sepenuhnya bahwa terbitnya Gema Teknologi ini merupakan partisipasi para penulis dan merupakan hasil kerja sama semua pihak terkait. Untuk itu staf redaksi mengucapkan terima kasih, sekaligus mohon maaf atas segala kekurangan. Semoga edisi dan nomor berikutnya dapat segera diterbitkan secara berkesinambungan.

(2)

DAFTAR ISI

Menentukan Power Motor Induk Kapal Kayu Penangkap Ikan Tradisional Mohd Ridwan

Pengaruh Penggunaan reactor Terhadap tegangan Lebih Transient Pada Operasi Pelepasan Beban Di Gardu Induk 500 KV Ungaran Pedan

Yuniarto

Pengaruh Bentuk Dan Ukuran Utama Kapal Terhadap Tahanan Kapal Solichin DS

Perbedaan Daya Untuk Start Maupun Kerja Normal Dengan Tenaga Yang Tercantum Dalam Name Plate Pompa Air

Murni

Optimalisasi Power Motor Penggerak Kapal Suharto

Kajian Pengolahan Limbah Industri Fatty Alcohol dengan Teknologi Photokatalitik Menggunakan Energi Surya

Mohamad Endy Yulianto, Dwi Handayani, Silviana

Implikasi Faktor Struktural Terhadap Bentuk Bangunan Taufik Mohamad

Optimasi Kapasitas Pengirisan yang Baik Pada Bawang Merah Besar dengan mesin pengiris Bawang Merah Vertikal

Sutomo, Rahmat

Pengaruh Tirosin, Asam Askorbat, Enzim Polifenol, Xidase (PPO) Terhadap Perubahan Warna Kentang

Wahyuningsih

Pemanfaatan Komputer Pada Sistem Kontrol dengan Mengatur Set-Off Saat Kondisi Tunak (Steady State)

Saiful Manan

Optimalisasi Kecepatan potong Mesin Bor Magnet Electric Type JCA 2-23 Terhadap Baja Karbon ST 60

(3)

MENENTUKAN POWER MOTOR INDUK KAPAL KAYU

PENANGKAP IKAN TRADISIONAL

Mohd Ridwan

Program Diploma III Teknik Perkapalan Fakultas Teknik Universitas Diponegoro

Abstracts

Mohd Ridwan, in paper to get the main engine power for the force required to tow the tradisional fishing vessel explain that it must be accurate calculated of the boat’s resistance, that will be reduce 20 % operasional cost and fuel oil for main engine, because more 30 % power required to tow the boat in tradisional way to selection of main engine .

Key words : main engine power, resistance

I. PENDAHULUAN

Kapal penangkap ikan tradisional yang terdapat di sepanjang pantai utara Jawa Tengah lebih dari 14.000, unit. Ini di bangun pada galangan kapal rakyat, dengan teknologi tradisional baik untuk konstruksi maupun untuk menentukan power untuk menggerakan kapal selama melaut. Sehingga sering ditemukan, terutama dalam masalah motor penggerak utamanya tidak sesuai dengan badan kapal yang mereka bangun. Hal ini jelas merupakan suatu pemborosan yang cukup signifikan jika kapal tersebut dioperasionalkan selama selang waktu yang cukup panjnag 5 s/d 10 tahun.

Oleh sebab itu galangan kapal rakyat tradisional perlu di kenalkan dengan teknik dan pengetahuan kapal modern dalam menentukan besarnya tahanan kapal yang sedang mereka bangun tersebut. Dari tahanan kapal ini nantinya akan diperoleh seberapa besar power yang akan disediakan untuk motor induk di kapal, agar kapal dapat mempertahankan kecepatannya selama melaut dan juga antisipasi terjadinya perubahan tahanan kapal akibat kondisi lingkungan pelayarannya.

II. TAHANAN KAPAL IKAN

Power yang dibutuhkan oleh kapal penangkap ikan sesuai dengan jenis dan daerah penangkapan (fishing ground), dengan pertimbangan kecepatan kapal saat melakukan manuver pada operasi penangkapan ikan. Power yang dibutuhkan untuk mendorong kapal tersebut diperoleh dari besarnya tahanan kapal (ship resistance) dari bagian badan kapal yang tercelup di air atau dikenal juga dengan bare hull resistance. Jenis alat tangkap yang digunakan seperti jaring, pancing dan lainnya akan memberikan tambahan tahanan kapal disamping kapal menerima tahanan dari fluida yang dilewatinya.

Dalam menghitung besar tahanan kapal perlu diperhatikan lebih kurang lima komponen tahanan,sebelum memilih motor induk yang akan

digunakan sebagai penggerak utama kapal (main engine), yaitu :

• Tahanan bentuk badan kapal /tahan gesek (friction losses)

• Tahanan gelombang (Wave making resistance)

• Tahanan udara dari bangunan atas (air friction)

• Tahanan dari alat tangkap yang digunakan (tahanan jaring)

• Tahanan tambahan peralatan yang menempel di badan kapal (appendges resistance)

Power efektif yang dibutuhkan oleh kapal tersebut di kalkulasi melalui formula berikut ini : Pe ( EHP ) = 75 .Vs R ( HP )

Untuk R atau tahanan kapal dalam satuan kg dan Vs atau kecepatan kapal dalam satuan m/sec., sedangkan untuk R atau tahanan kapal dalam satuan lbs dan Vs atau kecepatan kapal dalam satuan ft/sec, digunakan persamaan berikut :

Pe ( EHP ) = 550

.Vs R

( HP ) III. TAHANAN GESEK

Tahanan Gesek (friction resistance) timbul akibat kapal bergerak melalui fluida yang memiliki viskositas seperti air laut, fluida yang berhubungan langsung dengan permukaan badan kapal yang tercelup sewaktu bergerak akan menimbulkan gesekan sepanjang permukaan tersebut, inilah yang disebut sebagai tahanan gesek. Tahanan gesek ini dipengaruhi oleh beberapa hal, sebagai berikut :

• Angka Renold (Renold’s number, Rn) Rn =

v L V.

• Koefisien gesek (friction coefficient, Cf )

Cf =

(

2,0

)

2 75 , 0 − LogRn

(4)

Merupakan formula darri ITTC (International Twins Tank Comference), dapat dilihat pada grambarr 3.1.

• Rasio kecepatan dan panjang kapal (speed length ratio, Slr)

Slr = L Vs

Dimana L adalah panjang antara garis tegak kapal (length betwen perpendiculare).

IV. TAHANAN JARING

Tahanan jaring ( nets resistance, Rj ) merupakan tahanan yang timbul dari jaring atau alat penangkapan ikan yang digunakan oleh kapal ikan dalam beroperasi. Besar tahanan jaring ini tergantung pada jenis dan dimensi jaring yang dipakai, seperti, berikut ini :

Tahanan Jaring Trawl

Jaring Trawl atau pukat tarik merupakan jaring penangkap ikan berupa jaring seperti kantong dengan alat bantu bukaan gawang atau papan pembuka (otter board) dan cara pengaperasiannya dengan ditarik oleh kapal

Besar tahanan jaring trawl (pukat tarik) dapat diprediksi secara imperis sebagai berikut :

Rj = 2 1,45 . . 0 , 27 V a l d

(untuk type 2 panel) Rj = 2 1,70 . . 20 V a l

d (untuk type 4 - 8 panel)

Atau dapat, menggunakan rumus berikut : Rj = 2 2,0 . . 16 V a l d Keterangan : Rj : tahan jariing (kgf)

a : keliling bodi jaring teregang (m) d/l : ratio antara diameter dan ukuran

mesh jaring (mm) V : kecepatan tarik (m/sec)

b : panjang total jaring teregang (m) Tahanan Jaring Stren Trawl

Rj = 0,80 . RT ROB = 0,15 . RT

Tahanan Jaring Mini Beam Trawl Rj = 0,90 . RT

Tahanan Jaring Double Rig Trawl Rj = 0,60 . RT

ROB = 0,30 . RT

V. TAHANAN TAMBAHAN

Tahanan tambahan merupakan tahanan kapal yang disebabkan oleh penambahan pada bagian badan kapal yang tercelup di air. Besar koefisien tahanan tambahan (appendages coffecient, Capp) ini dapat di gambarkan :

Capp =

(

)

app app C S k . 1+ 2

Besar tambahan tahanan ini berdasarkan pada jenis dan dimensi bagian peralatan tambahan atau badan kapal yang tercelup di air, seperti tabel dalam Ref.3.

VI. PERHITUNGAN TAHANAN KAPAL Perhitungan tahanan kapal penangkap ikan dilakukan berdasarkan analisa statistik, dimana terdapat sembilan paramater utama dari bentuk badan kapal yang mempengaruhi perhitungan tahanan kapalnya, antara lain ;

Length / breadht ratio

Breadht / draught ratio

Midship area coefficient

Prismatic coefficient

Position of longitudinal centrre of buoyancy

Half angle of entrace of load waterline

Half angle of run

Buttuck slope

Trime

Merupakan hasil analisa statistik dari 130 buah kapal trawler pada National Physical Laboratory (National Maritime Institute), England. Hasil rumusan dikenal sebagai koefisien tahanan Tefler’s ( Tefler’s resistance coefficient )

CTL =

( )

.2 V L R Δ Keterangan : R : resistance (lbs) Vs : ship’s speed (knots)

L : length between perpendicular (Lpp, m)

Δ : displacement (Ton)

Hasil dari CTL merupakan asumsi dari fungsi enam komponen yang telah ditetapkan dalam tahap pembuatan rencan garis kapal ( Lines plans ) yaitu :

• L/B • B/T

• Cm • Cp

• LCB • ie (halt angle oof entrace of load waterline)

Dengan menggunakan transformasi matematis, maka diperoleh : CTL = F1 + F2 + F3 + F6 Keterangan : F1 : f1 {Cp, B/T} + k F2 : f2 {Cp, LCB} F3 : f3 {Cp, ie, L/B} F6 : f6 {Cm}

Fungsi terakhir merupakan persamaan linier yang dapat diperoleh melalui persamaan linier berikut :

F6 = 100a ( Cm – 0,875)

Hasil yang diperoleh seperti dalam tabel berikut :

V / L1/2 0,8 0,9 1,0 1,1

(5)

L/B : 4,40 s/d 5,80 B/T : 2,00 s/d 2,60 Cm : 0,60 s/d 0,70 LCB : 0 – 6 %, aft dari nidship section ie : 5o s/d 30o

Koefisien tahanan tefler pada kapal ukuran tertentu, misal 55 m (180 ft), adalah :

CTL = CTL (200) + δ1 Keterangan :

δ1 : (152,5 x SFC ) / Δ1/3

SFC adalah koreksi terhadap angka Froude (Froude’s skin friction correction).

SFC = S x L–0,175 { 0,0196 + (0,29 L .10-4) – (2,77 L2.10-6 )+ (1,22 L3.10-8) } S : wetted area of the immersed hull : 3 / 2 1 Δ S (ft2)

Δ1 : volume of immersed hull in (ft3) L : 1,05 Vs / L1/2

S, dapat dihitung menggunakan grafik 3.10, atau menggunakan pendekatan sebagai berikut :

S = { 3,4 x ∇1/3 + 0,5 L} x 1/3 (m2)

∇ = volume immersed hull (m3) L adalah Lpp

Setelah seluruh parameter yang dibutuhkan telah didapat , barulah ditentukan besar tahanan kapal penangkap ikan tersebut , menggunakan persamaan, sebagai berikut ini :

R = ( CTL x Δ x V2 ) / L

Sedangkan power yang dibutuhkannya adalah : Pe = ( CTL x Δ x V3 ) / 325,7 x L VII. PEMBAHASAN

DATA UTAMA KAPAL

• Nama : Kapal Kayu Penangkap Ikan

Tradisional

• Jenis : Mini Purseiner

• Galangan : Kecamatan Kragan - Kabupaten

Rembang.

• Panjang total (LOA) : 16,86 meter

• Panjang antar garis tegak (LPP) : 11,68 m

• Lebar kapal (B, moulded) : 4,00 meter

• Tinggi kapal (H, moulded) : 1,80 meter

• Sarat kapal (T, moulded) : 1.20 meter

• Kecepatan kapal (Vs) : 10,00 knots Data setegah lebar kapal :

No

Stations 0,0 m Base line 0,3 m WL 1 0,6 m WL 2 0,9 M WL 3 1,2 M WL 4 AP 1 2 3 4 5 6 7 8 9 FP 1.180 1.480 1.630 1.694 1.738 1.700 1.460 0.760 0.320 0.060 0.000 1.640 1.800 1.900 1.950 1.970 1.920 1.820 1.276 0.730 0.230 0.000 1.780 1.840 1.960 2.000 2.000 2.000 1.840 1.620 1.276 0.580 0.000 1.900 1.970 1.998 2.000 2.000 2.000 1.980 1.860 1.560 1.040 0.000 1.970 2.000 2.000 2.000 2.000 2.000 2.000 1.970 1.780 1.380 0.000 PERBANDINGAN UKURAN UTAMA KAPAL

L/B : 2,92 B/T : 3,33 Cm : 0,971 Cb : 0,789 Cp : 0,812 Cw : 0,916

LCB : 0.537 m dibelakang garis tengah kapal. ie : 20o WSA : 59,303 m2 WPA : 42,699 m2 MSA : 4,662 m2 O B : - 0,537 m KB : 0,602 m

Dengan menggunakan transformasi matematis, maka diperoleh : CTL = F1 + F2 + F3 + F6 Keterangan : F1 : f1 {Cp, B/T} + k F2 : f2 {Cp, LCB} F3 : f3 {Cp, ie, L/B} F6 : f6 {Cm}

Hasil dari fungsi : F1, F2, F3, dan F6, adalah sebagai berikut :

V/L0,5 0,8 0,9 1,0 1,1

F1 9,8 10,8 15,7 0,49

F2 -0,9 -1,4 -1,6 -1,8

(6)

Fungsi terakhir merupakan persamaan linier yang dapat diperoleh melalui persamaan linier berikut :

F6 = 100 a ( Cm – 0,875)

Hasil yang diperoleh seperti dalam tabel berikut :

V / L1/2 0,8 0,9 1,0 1,1 F6 -0,045 -0,053 -0,031 -0,035 Keterangan: a : 0,035 Cm : 0,971 F6 : 100 a ( Cm – 0,875) : -0,336

Koefisien Tahanan Tefler, menjadi : CTL = F1 + F2 + F3 + F6

= 6,164

Catatan :

• Untuk fungsi yang lain dapat dilihat pada grafik 3.5 –3.10, dengan parameternya

• Untuk fungsi sesuai pada grafik 3.5 –3.9 diatas, parameternya adalah

L/B : 4,40 s/d 5,80 B/T : 2,00 s/d 2,60 Cm : 0,60 s/d 0,70

LCB : 0 – 6 %, aft dari nidship section ie : 5o s/d 30o

grafik tersebut dibuat untuk kapal dengan ukuran 200 feet ( 61 meter ) sehingga CTL , koefisien tahanan tefler pada kapal ukuran tertentu, misal 55 m (180 ft), adalah :

CTL = CTL (200) + δ1 Keterangan :

δ1 : (152,5 x SFC ) / Δ1/3

SFC adalah koreksi terhadap angka Froude (Froude’s skin friction correction).

SFC = S x L–0,175 { 0,0196 + (0,29 L .10-4) – (2,77 L2.10-6 )+ (1,22 L3.10-8) } S : wetted area of the immersed hull : 2/3

1

Δ S

(ft2)

Δ1 : volume of immersed hull in (ft3) L : 1,051/.2

L Vs

S, dapat dihitung menggunakan grafik 3.10, atau menggunakan pendekatan sebagai berikut :

S = { 3,4 x ∇1/3 + 0,5 L} x 1/3 (m2 ) ∇ adalah volume immersed hull (m3), L adalah Lpp Besar Tahanan Kapal :

Setelah seluruh parameter yang dibutuhkan telah didapat , barulah ditentukan besar tahanan

kapal penangkap ikan tersebut , menggunakan persamaan, sebagai berikut ini :

R = ( CTL x Δ x V2 ) / L Keterangan : CTL : 6,164 V : 10 knots L : 11,64 m Δ : 45,015 Ton Sehingga : R = ( CTL x Δ x V2 ) / L

Sedangkan power yang dibutuhkan adalah : Pe = ( CTL x Δ x V3 ) / 325,7 x L = 73 HP

VIII. KESIMPULAN

Dari pembahasan diatas dapat diambil kesimpulan :

• Power yang dibutuhkan adalah 73 HP.

• Besarnya tahanan jaring diperkirakan sebesar 0.8 tahanan kapal, sehingga perlu tambahan daya sebesar 131,40 HP

• Untuk losses sepanjang transmisi dan engine marjine jika kapal mengalami penambahan tahanan kapal (25 %), sehingga power yang dibutuhkan adalah 164,25 HP

• Sehingga motor induk yang akan dipakai paling tidak harus memiliki power sebesar 164,25 HP (break horses power).

• Motor induk yang dipilih adalah sebagai berikut :

o Merk Motor Induk : Catterpillar o Jenis : I Line Engine 6 silinder. o BHP : 200 HP.

o Rpm : 1200 rpm

DAFTAR PUSTAKA

1. Harvald, 1983, Tahanan Dan Propulsi Kapal, Jhonwiley & Son, Inc.

2. Harington, 1992, Marine Engineering, Sname,.

3. H.E. Rossel, Principle Of Naval Architecture, Sname.

4. JE Engstrom and LO Engvall, Metode For Selection Of An Optimum Fishing Vessel for Infestment Purpose, FAO, Rome, Italy. 5. Jhon Fyson, Design Of Small Fishing Vessel,

FAO, Rome, Italy.

6. Jhon – Olof Traung, Fishing Boat Of The World, I, II, III, FAO, Italy.

(7)

PENGARUH PENGGUNAAN REAKTOR TERHADAP TEGANGAN LEBIH

TRANSIENT PADA OPERASI PELEPASAN BEBAN DI GARDU INDUK 500 KV

UNGARAN-PEDAN

Yuniarto

Program Diploma III Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Diponegoro

Abstract

Yuniarto, in paper studies about rejection load at 500 Kv substation explain that The use of high transmission line result in the transient over voltage in transmission-line will also increasingly higher, mainly for lightning surge and switching surge. Switching surge is a dominant factor to show up much transient over voltage in the transmission-line in the level of 230 kV or higher, if it is compared with lightning surge. Switching surge is caused by singly rejection load process. Using interconnection, the rejection load in Ungaran on 500 kV substation will increase the voltage on the extra high voltage line 500 kV in the Ungaran side. The research studies the problem of transient over voltage that occur as result of rejection load in extra high voltage line 500 kV Ungaran-Pedan. The simulation was conducted by varying the condition with reactor and which is not.

The result simulation shows that transient over voltage occurred in the transmission without reactor is higher than it with reactor.

Key word : rejection, load, reactor I. PENDAHULUAN

Kebutuhan akan tenaga listrik yang makin lama makin bertambah, mengakibatkan level tegangan saluran transmisi yang digunakan juga semakin tinggi. Hal ini dikarenakan, menstransmisikan daya listrik yang besar akan lebih memadai baik dari segi teknik maupun ekonomis, jika memakai tegangan yang tinggi. Dewasa ini peningkatan peningkatan level tegangan saluran transmisi telah mencapai tegangan ekstra tinggi yaitu 500 kV. Pemilihan level tegangan transmisi 500 kV didasarkan pada pertimbangan bahwa transmisi 500 kV memiliki kemampuan menyalurkan daya listrik kira-kira 11 kali kapasitas transmisi 150 kV, untuk jenis penghantar yang sama dan jaringan yang digunakan lebih sedikit serta mempunyai kemampuan menyalurkan daya listrik yang lebih jauh..

Pemakaian tegangan saluran transmisi yang tinggi, mengakibatkan tegangan lebih transien yang dialami oleh saluran transmisi tersebut akan semakin tinggi juga, terutama pada saat terjadi surja hubung atau surja petir. Tegangan lebih tersebut bisa merusak peralatan isolasi jika magnitude tegangannya melebihi BIL (Basic Insulation Level) peralatan isolasi yang dipakai. Tegangan lebih transien adalah tegangan yang mempuyai amplitudo sangat besar dan berlangsung sangat singkat. Surja hubung adalah gejala tegangan lebih transien yang disebabkan oleh operasi pensaklaran sedangkan surja petir adalah gejala tegangan lebih transien yang disebabkan oleh sambaran petir.

Operasi pensaklaran baik saat penutupan maupun pembukaan kontak suatu pemutus tenaga akan menimbulkan gejala transien kelistrikan dalam hal ini osilasi-osilasi tegangan akan muncul dalam komponen-komponen listrik yang terdapat dalam rangkaian yang terhubung dengan pemutus tenaga. Pada sistem transmisi tenaga listrik peristiwa surja hubung, khususnya pelepasan beban seringkali menyebabkan kenaikan tegangan pada sistem tersebut. Kenaikan tegangan yang terjadi harus diperhatikan jangan sampai menyebabkan kerusakan peralatan pada sistem. Tegangan lebih transient yang terjadi harus berada pada batas tegangan yang masih diperbolehkan yaitu tidak boleh lebih dari 105% dari tegangan nominal dan tidak boleh kurang dari 95% dari tegangan tegangan nominal sesuai dengan peraturan dari PLN.

Pada penelitian yang dilakukan penulis ini, membahas mengenai pengaruh penggunaan reaktor terhadap tegangan lebih transient pada operasi pelepasan beban dengan memakai program simulasi EMTP (Electromagnetic Transients Program). Untuk obyek penelitian ini diambil data dari gardu induk 500 kV Ungaran-Pedan.

II. DASAR TEORI

2.1. Analisis Transien : Gelombang Berjalan Gejala tegangan lebih transien pada saluran transmisi dapat diselesaikan dengan membuat rangkaian ekivalen satu fase, sehingga tiga fase saluran transmisi diasumsikan sebagai satu fasa tunggal. Studi tentang surja hubung pada saluran transmisi adalah sangat kompleks, sehingga pada

(8)

penelitian ini hanya mempelajari kasus suatu saluran yang tanpa rugi-rugi. Suatu saluran tanpa rugi-rugi adalah representasi yang baik dari saluran-saluran frekuensi tinggi di mana ωL dan ωC menjadi sangat besar dibandingkan dengan R dan G. Pendekatan yang dipilih untuk persoalan ini sama seperti yang telah digunakan untuk menurunkan hubungan-hubungan tegangan dan arus dalam keadaan steady state untuk yang saluran panjang dengan konstanta-konstanta yang tersebar merata.

Tegangan V dan I adalah fungsi-fungsi x dan t bersama-sama, sehingga kita perlu menggunakan turunan sebagian. Persamaan jatuh tegangan seri di sepanjang elemen saluran adalah

x

t

i

L

Ri

x

x

V

Δ

+

=

Δ

(1) demikian pula halnya :

x

t

V

C

Gv

x

x

V

Δ

+

=

Δ

(2) Persamaan dan tersebut di atas dapat dibagi dengan Δx, dan karena hanya membahas suatu saluran tanpa rugi-rugi, maka R dan G akan sama dengan nol sehingga didapatkan :

t

i

L

x

V

=

(3) dan

t

V

C

x

i

=

(4) Sekarang variabel i dapat dihilangkan dengan menghitung turunan sebagian kedua suku dalam persamaan (3) terhadap x dan turunan sebagian kedua suku dalam persamaan (4) terhadap t. Prosedur ini menghasilkan pada kedua persama-an yang dihasilkan, dan dengan mengeliminir turunan sebagian kedua dari variabel i dari kedua persamaan tersebut, didapatkan :

t

x

i

2

/

2 2 2 2

.

1

t

V

x

V

LC

=

(5) Persamaan (5) ini adalah yang dinamakan persamaan gelombang berjalan suatu saluran tanpa rugi-rugi. Penyelesaian persamaan ini adalah fungsi dari (x-vt), dan tegangannya dinyatakan dengan :

V = f1(x-vt) + f2(x+vt) (6) Yang merupakan suatu penyelesaian untuk terjadinya komponen-komponen ke depan dan ke belakang sebuah gelombang berjalan secara bersamaan pada sebuah saluran tanpa rugi-rugi. Variabel v yang menyatakan kecepatan gelombang berjalan dapat dinyatakan dengan :

LC

v

=

1

(7)

dengan :

v = kecepatan rambat gelombang (m/s) L = induktansi saluran (H/m)

C = kapasitansi saluran (F/m)

Jika gelombang yang berjalan ke depan, yang disebut juga dengan gelombang datang, dinyatakan dengan :

V+ = f

1(x-vt) (8)

Maka gelombang arus akan ditimbulkan oleh muatan-muatan yang bergerak dapat dinyatakan dengan :

i+ =

f

(

x

vt

)

(9)

LC

1

1

dari persamaan (8) dan persamaan (9) didapatkan bahwa :

C

L

i

V

=

+

+

(10) Perbandingan antara V dan i dinamakan impedansi karakteristik atau impedansi surja (ZC) dari saluran tanpa rugi-rugi.

Pada saat suatu tegangan v(t) diterapkan pada salah satu ujung saluran transmisi tanpa rugi-rugi, maka unit kapasitasi C pertama dimuati pada tegangan v(t). Kapasitansi ini kemudian meluah kedalam unit kapasitansi berikutnya melalui induktansi L. proses bermuatan-peluahan ( charge-discharge) ini berlanjut hingga ujung saluran dan energi gelombang dialihkan dari bentuk elektronik (dalam kapasitansi) ke bentuk magnetik (dalam induktansi). Jadi, gelombang teganan bergerak maju secara gradual ke ujung saluran dengan menimbulkan gelombang arus ekivalen juga. Propagasi gelombang tegangan dan arus ini disebut gelombang berjalan (travelling wave) dan gelombang ini kelihatan seolah-olah tegangan dan arus berjalan sepanjang saluran dengan kecepatan yang diberikan oleh persamaan (7).

Saat gelombang yang berjalan pada suatu saluran transmisi mencapai titik transisi, seperti suatu rangkaian terbuka, rangkaian hubungan singkat, suatu sambungan dengan saluran lain atau kabel, belitan mesin, dan lain-lain, maka pada titik itu terjadi perubahan parameter saluran. Akibatnya sebagaian dari gelombang berjalan bergerak melewati bagian lain dari rangkaian. Pada titik transisi, tegangan atau arus dapat berharga nol sampai dua kali harga semula tergantung pada karakteristik teminalnya. Gelombang berjalan asal (impinging wave) disebut gelombang datang (incident wave) dan dua macam gelombang lain yang muncul pada titik transmisi disebut dengan gelombang pantul (reflected wave) dan gelombang maju (transmitted wave).

2.2. Analisis Transien : Gelombang Pantul. Di sub bab ini akan dibahas tentang apa yang akan terjadi jika suatu tegangan dihubungkan

(9)

pada ujung pengirim suatu saluran transmisi yang ditutup dengan suatu impedansi ZR .

Pada saat saklar ditutup dan suatu tegangan terhubung pda suatu saluran, maka suatu gelombang tegangan V+ mulai berjalan sepanjang saluran dikikuti oleh suatu gelombang arus i+. Perbandingan antara VR dan iR di ujung saluran pada setiap saat harus sama dengan resistansi penutup ZR. Oleh karena itu kedatangan V+ dan i+ di ujung penerima di mana nilai-nilainya adalah VR+ dan iR+ harus menimbulkan gelombang-gelombang yang berjalan ke belakang atau gelombang-gelombang pantulan V- dan i- yang nilai-nilainya di ujung adalah VR- dan iR -sedemikian sehingga, R R R R R R

i

i

V

V

i

V

+

+

=

++ (11)

dengan VR- dan iR- adalah gelombang-gelombang V- dan i- yang diukur pada ujung penerima.

Jika dibuat ZC =

L

/

C

didapat dari persamaan (10) : c R R

Z

V

i

+

=

+

(12) dan c R R

Z

V

i

− −

=

(13)

Kemudian dengan memasukkan nilai iR+ dan iR- ke dalam persamaan (11) dihasilkan persamaan :

+ −

+

=

R R R R

V

c

Z

Z

c

Z

Z

V

.

(14)

Koefisien pantulan ρR untuk tegangan pada ujung penerima saluran didefnisikan sebagai VR -/VR+, jadi :

c

Z

Z

c

Z

Z

R R R

+

=

ρ

(15) dengan :

ρR = koefisien pantulan pada ujung penerima

ZR = impedansi ujung penerima

ZC = impedansi karakteristik (impedansi surja)

Pada saluran yang ditutup dengan impedansi karakteristik ZC, terlihat bahwa koefisien pantulan untuk sama dengan nol, sehingga tidak ada gelombang pantulan, dan saluran berlaku seakan-akan panjangnya tidak terhingga.

Pada saat ujung saluran yang merupakan suatu rangkaian terbuka ZR adalah tak terhingga akan didapatkan harga ρR sama dengan 1 (satu). Dengan demikan tegangan yang terjadi pada ujung penerima menjadi 2 kalinya tegangan pada sumber tegangan atau pada ujung pengirim.

Dari uraian di atas bisa disimpulkan bahwa besar tegangan lebih transien sangat tergantung pada impedansi karakteristik (ZC =

C

L

/

), dimana impedansi karakteristik tersebut sangat berpengaruh terhadap koefisien pantulan ρR.

Harus diperhatikan di sini bahwa gelombang-gelombang yang berjalan kembali ke arah ujung pengirim akan menyebabkan pantulan-pantulan baru yang ditentukan oleh koefisien pantulan pada ujung pengirim ρS dan imedansi ujung pengirim ZR.

c

Z

Z

c

Z

Z

S S S

+

=

ρ

(16) dengan :

ρS = koefisien pantulan pada ujung pengirim ZR = impedansi ujung pengirim

ZC = impedansi karakteristik III. PEMBAHASAN

Perhitungan matematis dari rumus-rumus tersebut di atas akan sulit dan rumit sekali, sehingga untuk mempermudah dalam menganalisa dipakai EMTP sebagai alat bantu, dengan cara membuat simulasi rangkaian berdasarkan data-data yang diperoleh di lapangan.

Data-data untuk simulasi diambil dari saluran transmisi 500 kV antara Ungaran-Pedan dengan asumsi sebagai berikut : saluran tersebut ideal, beban terpasang sebesar 400 MVA, pelepasan beban dilakukan pada sisi Ungaran-Pedan, dan pemutus tenaga membuka secara serentak

Berdasarkan data-data yang diperoleh maka didapatkan bentuk simulasi rangkaian sebagai berikut,

U

Gambar 1. Model Rangkaian untuk Simulasi

Simulasi dijalankan dengan beban yang terpasang sebesar 400 MVA kemudian beban dikurangi secara bertahap dari beban sebesar 100 MVA sampai 400 MVA dengan kenaikan beban tiap tahap sebesar 25 MVA, dan mencatat besar tegangan transien yang terjadi pada tiap tahap. Pengukuran tegangan hanya dilakukan pada ujung pengirim.

Simulasi dilakukan pada dua keadaan yaitu keadaan tanpa reaktor dan keadaan memakai reaktor. Dari hasil simulasi didapat data sebagaimana tercantum pada tabel sebagai berikut: Tabel 1. Besar Tegangan Lebih Transien pada Saat Pelepasan Beban di Gardu Induk 500 KV Ungaran-Pedan dengan Beban Terpasang 400 MVA pada Keadaan Tanpa Reaktor

(10)

Beban Tegangan Tegangan Prosentase yg dilepas awal lebih transien kenaikan

100 398,73 400,35 100,41% 125 398,73 402,03 100,83% 150 398,73 402,96 101,06% 175 398,73 404,27 101,39% 200 398,73 405,76 101,76% 225 398,73 407,05 102,09% 250 398,73 411,67 103,25% 275 398,73 415,34 104,17% 300 398,73 420,74 105,52% 325 398,73 424,67 106,51% 350 398,73 428,96 107,58% 375 398,73 447,84 112,32% 400 398,73 475,78 119,32%

Tabel 2. Besar Tegangan Lebih Transien pada Saat Pelepasan Beban di Gardu Induk 500 KV Ungaran-Pedan dengan Beban Terpasang 400 MVA pada Keadaan Memakai Reaktor

Beban Tegangan Tegangan Prosentase yg dilepas awal lebih transien kenaikan

100 398,73 400,04 100,33% 125 398,73 400,98 100,56% 150 398,73 402,01 100,82% 175 398,73 403,34 101,14% 200 398,73 403,96 101,29% 225 398,73 403,02 101,06% 250 398,73 405,67 101,71% 275 398,73 408,67 102,43% 300 398,73 409,54 102,64% 325 398,73 415,67 104,08% 350 398,73 418,47 104,72% 375 398,73 430,79 107,44% 400 398,73 442,89 109,97%

Dari tabel-1 terlihat bahwa besar beban yang boleh dilepas pada Gardu Induk 500 kV Ungaran-Pedan adalah lebih kecil dari 300 MVA, sesuai peraturan dari PLN yaitu tegangan transien yang terjadi tidak boleh lebih dari 105% dari tegangan nominal. Pelepasan beban lebih dari 300 MVA akan menghasilkan prosentase tegangan lebih transien yang lebih besar dari 105%. Operasi pelepasan ini dilakukan tanpa memakai reaktor.

Tapi hal ini berbeda dengan tabel-2 dimana besar beban yang boleh dilepas pada Gardu Induk 500 kV Ungaran-Pedan adalah lebih kecil dari 350

MVA. Pada operasi pelepasan ini dilakukan dengan memakai reaktor. Dari tabel-2 juga juga terlihat bahwa secara keseluruhan prosentase kenaikan tegangan lebih pada operasi pelepasan beban tanpa memakai reaktor lebih besar dibandingkan dengan operasi pelepasan beban dengan memakai reaktor. IV. KASIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan

Pemakaian reaktor pada operasi pelepasan beban dapat memperkecil besar tegangan lebih transient yang terjadi.

4.2. Saran

Pada saat pelepasan beban yang dilakukan oleh PLN sebaiknya dilakukan dengan memakai reaktor walaupun dengan begitu akan menambah biaya operasional pengadaan reaktor.

DAFTAR PUSTAKA

1. Arismunandar, A., 1984, Buku Pegangan Teknik Tenaga Listrik, Jilid III, Gardu Induk, Pradnya Paramita, Jakarta.

2. Arismunandar, A., 1994, Teknik Tegangan Tinggi, Pradnya Paramita, Jakarta.

3. Dommel, dan Herman, W., 1996. Electromagnetic Transients Program, Vancouver, Canada.

4. EMTP Development Coordination group, 1998, The Electromagnetic Transients Program, Version 3,0 Rule Book 1, Volume 1, EPRI Report.

5. EMTP Development Coordination group, 1998, The Electromagnetic Transients Program, Version 3,0 Rule Book 2, Volume 1, EPRI Report.

6. EMTP Development Coordination group, 1998, The Electromagnetic Transients Program, Version 3,0 Rule Book 3, Volume 1, EPRI Report.

7. Galvan, A., and Cooroy, V., 1997, Analysis of Lightning-Induced Voltages in a Network of Conductors using the ATP-EMTP Program, Conference Publication no. 445, IEEE.

8. Kundur, P., Morison, G.R., and Wang, L., 2000, Techniques for On-Line transient Stability Assessment and Control, Power Engineering Society Winter Meeting no.06, IEEE.

9. Lorenzo, T., 2000, Trend Insulation Coordination Toward, International Symposium on Modern Insulator Technologies.

10. Marti, L., 1998, Calculation of Voltage profile Along Transmission Lines, IEEE on Transaction on Power Delivery.

11. Naidu, MS., V., Kamaraju, 1995, High Voltage Engineering, Tata MCGraw-Hill Publishing Company Limited.

(11)

12. Shwedhi, M.H., and Bakhashwain, J.M., 1997, On the Analysis of Lightning Surges to Cable Terminated Transformer Using EMTP, IEEE Industry Application Society Annual Meeting.

13. T.S. Hutauruk, 1989, Gelombang Berjalan dan Proteksi Surja, Erlangga, Jakarta

14. Stevenson, W.D., Jr., 1996, Power System Analysis, International Edition Singapore.

(12)

PENGARUH BENTUK DAN UKURAN UTAMA KAPAL

TERHADAP TAHANAN KAPAL

Solichin DS.

Program Diploma III Teknik Perkapalan Fakultas Teknik Universitas Diponegoro

Abstract

Solichin DS., in paper dependencies of main shape and size ship to ship resistence explain that Each floating things on the surface water and to be movement will have resistance force. The resistance which is on the material can be caused by water and air. The size of resistance depends from the shape of material, the compare of material size and direction of the current from the water and air. The cubic material will get more big resistance than slim edge material.

Key words : ship shape, principal dimension, ship resistance I. PENDAHULUAN

Dalam merencanakan sebuah kapal, terlebih dahulu harus ditentukan ukuran utama dan gemuk kurusnya badan kapal yang lazim disebut koeffisien kelangsingan atau koeffisien bentuk yang dinyatakan dengan coefficien block (Cb). Walaupun besarnya ukuran panjang, lebar, sarat air dan coefficien block (Cb) sudah ditentukan, ternyata masih dapat dibuat berbagai bentuk kapal. Namun demikian, tidak semua kemungkinan akan membawa pengaruh baik, karena faktor umum yang memegang peranan penting adalah tahanan yang akan dialami oleh kapal pada waktu berlayar.

Seperti diketahui, bahwa setiap benda yang bergerak akan mengalami gaya lawan (resisting force) yang biasa disebut sebagai tahanan. Suatu bentuk kapal dengan tahanan yang kecil adalah menjadi tujuan perencana, sebab akan berarti pemakaian tenaga kuda menjadi hemat dengan akibat penghematan bahan bakar dan berat mesin penggerak lebih ringan, sehingga menambah daya muat kapal. Ditinjau dari segi macamnya tahanan yang akan dialami kapal dapat disebabkan perbedaan tempat bergeraknya, maka kapal dapat dibagi dalam 3 golongan :

• Kapal bergerak di permukaan air, dimana ada bagian badan kapal yang tercelup air dan ada bagian yang di atas air. Sebagian kapal, baik berukuran kecil, sedang maupun besar yang termasuk golongan ini disebut kapal-kapal biasa.

• Kapal bergerak keseluruhan di bawah air (kapal selam), tahanan yang bekerja pada kapal tersebut adalah tahanan yang disebabkan oleh air.

• Kapal bergerak di permukaan air, seperti kapal-kapal cepat hydro foil, jet foil, dan

lain-lainnya. Tahanan yang terjadi pada kapal-kapal jenis ini adalah tahanan udara dan gelombang.

Kapal-kapal yang termasuk pada golongan pertama, tahanan kapal sebagian besar disebabkan oleh air. Sedangkan tahanan yang disebabkan oleh udara pada keadaan biasa bagi kapal yang tidak berkecepatan tinggi relatif kecil.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Tahanan (resistance) kapal pada suatu kecepatan adalah gaya fluida yang bekerja pada kapal sedemikian rupa, sehingga melawan gerakan kapal. Resistance merupakan istilah pada hidrodinamika kapal, sedangkan istilah drag umumnya dipakai pada aerodinamika dan untuk benda benam.

Gambar 2.1. menunjukkan beberapa kurva tahanan untuk benda bergerak di permukaan atau jauh terbenam di dalam fluida yang sempurna dan fluida yang mempunyai viskositas, koordinat horisontalnya adalah angka froude.

gL v Fn =

sedangkan ordinatnya adalah koeffisien tahanan yang didefinisikan sebagai

s v ρ 1/2 R C= 2 Keterangan : v : kecepatan L : panjang kapal g : percepatan gravitasi ρ : massa jenis

(13)

Gambar 2.1. Kurva Koefisien Tahanan Persamaan tahanan pada umumnya dapat

dinyatakan sebagai berikut

⎭ ⎬ ⎫ ⎩ ⎨ ⎧ = ;Cm;Cp;Re;α T B ; B L ; CSA ; dl v f . C R dimana C = 1/2 ρ . s . v2 ⎪⎭ ⎪ ⎬ ⎫ ⎪⎩ ⎪ ⎨ ⎧ = ;Cm;Cp;Re;α T B ; CSA ; Δ L ; Fn f D R 1/3

Bila ditinjau pada kapal-kapal yang mempunyai panjang yang sama, dimana air mempunyai density/kerapatan yang tetap pula, maka Re (bilangan Renald) dihilangkan.

⎭ ⎬ ⎫ ⎩ ⎨ ⎧ = ;Cm;Cp;α T B ; CSA ; Δ L ; Fn f D R 1/3

Bila kapal yang ditinjau mempunyai displacement yang tetap, persamaan tahanan

⎪⎭ ⎪ ⎬ ⎫ ⎪⎩ ⎪ ⎨ ⎧ = ;Cm;Cp;α;Δ T B ; Δ L ; Δ g v f D R 1/3 3 Catatan : gL Vo Fn= umum dipakai 3Δ V

Fn= untuk kapal displacement berubah-ubah

gH Vo

Fn= untuk kapal perairan dangkal

III. PEMBAHASAN

Bentuk dan ukuran utama kapal memegang peranan penting untuk perencanaan kapal selanjutnya. Perencanaan tersebut antara lain meliputi perhitungan dan gambar Rencana Garis (lines plan), perhitungan dan gambar Rencana Umum (General Arrangement), perhitungan dan gambar Konstruksi Profil (Profil Construction) dan perhitungan yang lainnya. Karena bentuk dan ukuran utama kapal akan berpengaruh terhadap tahanan kapal yang direncanakan. Pengaruh bentuk dan ukuran utama terhadap tahanan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut

3.1. Length Displacement Ratio (L / Δ1/3)

Dalam bukunya, Morton Gertler membuat lengkungan-lengkungan dari tahanan sisa (RT) yang berfungsi terhadap koeffisien prismatic (Cp) dan Length Displacement Ratio.

Gambar 3.1. Lengkungan Tahanan Sisa yang berfungsi terhadap Cp dan L. Displ.

(14)

Dengan dasar teori saja sulit dapat diketahui pengaruh perubahan L / Δ1/3 pada tahanan gelombang kapal untuk setiap ton displacement. Kalau dibandingkan kapal-kapal dengan displacement yang sama, akan kelihatan bahwa tahanan gelombang demikian juga tahanan sisa (RT) kapal setiap ton displacement akan turun jika harga L / Δ1/3 bertambah besar. Untuk kapal-kapal samudra pengangkut barang harga L / Δ1/3 berkisar antara 5,5 – 6,5.

3.2. Length Breadth Ratio (L/B)

Pada perbandingan ukuran utama panjang dan lebar akan berpengaruh pada tahanan sisa (RT) pada displacement yang konstan.

T

Gambar 3.2. Ukuran Panjang, Lebar dan Sarat Untuk kapal-kapal penumpang berkecepatan tinggi, harga L/B = 7,0 - 8,5, sebaliknya kapal-kapal pantai, karena terbatasnya luas perairan harga L/B = 5,0 – 6,50.

3.3. Breadth Draught ratio (B/T)

Bertambah besarnya perbandingan ukuran lebar dan sarat akan berarti makin besar tahanan gelombang. Displacement akan dibawa ke permukaan air, sehingga gangguan di bawah air bertambah besar dan mengakibatkan tahanan gelombang bertambah besar.

Tahanan gelombang besarnya tergantung (berubah-ubah) terhadap kecepatan, dengan demikian pengaruh terhadap tahanan gelombang akibat perubahan B/T mempunyai karakter yang tidak tetap, tetapi rata-rata tahanan gelombang bertambah besar bila harga B/T semakin besar.

Percobaan sistimatis dari Taylor dan percobaan yang dibuat Nordstorm meyakinkan bahwa B/T pengaruhnya pada tahanan tidak sulit untuk diperkirakan, tetapi dapat diketahui dari diagram-diagram yang telah ditemukan pengaruh B/T pada tahanan akan berubah-ubah terhadap kecepatan. Untuk kapal-kapal barang samudra dan bentuk biasa, besarnya B/T antara 2,20 – 2,60. Sedangkan kapal-kapal berbaling-baling tunggal ±

2,40 dan kapal berbaling-baling ganda harga B/T = 2,40 – 2,80.

3.4. Mid Ship Coefficient

Besar kecilnya Mid ship section dipengaruhi oleh Cm ; radius of bilga dan raise of floor. Sarjana Taylor memeriksa pengaruh Cm pada tahanan sisa dengan mempergunakan 2 seri model kapal yang mempunyai CSA yang sama dan harga-harga L/B.

Cp, L dan Δ yang sama, sehingga L/ Δ1/3 akan sama pula. Dari hubungan

Φ = A . L Δ Cp akan diketahui bahwa dalam percobaan tersebut luas Mid ship section sama untuk setiap model.

Walaupun Mid ship coeffisient dirubah-rubah dari harga limit yang terrendah sampai harga teratas. Hasil percobaan tersebut didapatkan bahwa dari kedua seri model hanya mempunyai sedikit perubahan dalam tahanan sisa, sehingga pengaruh Cm pada tahanan sisa kecil sekali.

3.5. Longitudinal Centre of Buoyancy (LCB) Menurut teori, bentuk kapal yang terbaik dari segi tahanan gelombang adalah bentuk yang simetris, sehingga letak LCB antara AP dan FP pada posisi angka 0. Akibat dari perhitungan teoritis bahwa bagian muka dan belakang berbentuk sama akan menghasilkan tahanan gelombang yang sama jika viscositas dan efek saling mempengaruhinya diabaikan. Dari experimen wigley diketahui bahwa hasil dari pengaruh viscositas, maka wave making dari bagian belakang kapal yang simetris akan mempunyai tahanan gelombang yang lebih kecil dari bagian muka. Dengan menggeser Centre of Buoyancy ke arah belakang dengan parameter lain dibuat tetap, koeffisien prismatic (Cp) dari bagian muka berkurang, sedang Cp bagian belakang bertambah. Bagian belakang yang gemuk akan menyebabkan Eddy Making Resistance bertambah besar, sedangkan tahanan tekanan untuk bentuk yang langsing dapat diabaikan

3.6. Bentuk Sudut Masuk (Angle of Entrance) Dalam membuat rencana garis harus diperhatikan bentuk dari garis air muat di bagian depan karena hal ini akan mempengaruhi tahanan gelombang. Pada diagram menunjukkan hubungan antara koeffisien prismatic bagian depan dengan sudut masuk dari garis muat. Garis muat dan garis air di bawahnya harus dibuat sedemikian rupa, sehingga tidak ada perubahan yang mendadak. Sudut dari garis air pada stern kapal di depan baling-baling harus dibuat tidak melebihi 20o untuk mencegah Eddy making. Bila lengkungan CSA dan bentuk dari garis air muat sudah ditentukan yang berhubungan dengan Cp dan kecepatan kapal, ternyata masih dapat dengan bebas menentukan bentuk dari penampang melintang kapal, yaitu bentuk potongan U atau V. Sarjana Kent dan Cutland megadakan percobaan di perairan yang bergelombang dengan sebuah model kapal barang dengan Cb = 0,75 dan kecepatan v = 12 knot, mendapatkan kesimpulan bahwa untuk kapal tersebut bentuk garis air muat di bagian depan lurus dan cembung dengan bentuk potongan V adalah lebih baik dari segi kelayak lautannya dibandingkan dengan bentuk garis air cekung dengan potongan V. Pada bagian belakang bentuk-bentuk potongan U

(15)

ekstrim, U sedang, V ekstrim dan V sedang biasanya digunakan pada kapal-kapal berbaling-baling tunggal. Kapal dengan bentuk U di bagaian belakang sedikit lebih baik pada kecepatan rendah dan kurang baik pada kecepatan tinggi dari pada bentuk V sedang.

Pemilihan bentuk U dan V di bagian belakang berhubungan juga dengan rpm baling-baling. Pada rpm yang tinggi bentuk V lebih baik untuk memperoleh propulsi yang baik. Faktor yang lain yang menentukan adalah lebar dari pondasi mesin, bila mesin induk kapal terletak di bagian belakang kapal.

IV. KESIMPULAN

Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

• Untuk kapal barang dengan kecepatan rendah rpm mesin rendah dan mesin terletak dibelakang, bentuk V ekstrim dibagian belakang dapat dipakai, sedangkan untuk kapal-kapal dengan kecepatan tinggi dan rpm tinggi, bentuk V ekstrim dan V sedang dapat dipergunakan.

• Bentuk U di bagian belakang tidak layak digunakan untuk kapal-kapal twin screw (baling-baling ganda), hal ini disebabkan penambahan tahanan tidak dapat diimbangi dengan penambahan propulsive coeffisien, karena adanya distribusi dari wake yang lebih merata. Sedangkan bentuk potongan V lebih cocok untuk bagian belakang kapal twin screw.

• Dari pembahasan diatas dapatlah ditentukan bentuk apa yang akan dipakai. Para perencana dengan pengalamannya

dapat menentukan bentuk-bentuk tersebut disamping data lain yang memegang peranan penting, seperti stabilitas pada bermacam sarat trim, kelayak lautan pada kondisi ballast, lebar kapal pada double bottom, bentuk badan kapal diatas garis air, dan hal-hal lain yang berhubungan dengan ukuran kapal.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ferguson, J.M. and Meek, M 1954, The Effect On Resistance of Variations in Breadth – Draught Ratio and Length – Displacement ratio, Transaction of the Institution of Naval Architects, 96. 428.

2. Gertler, M., 1954, A Reanalysis of the Original Test Data for the Taylor Standard Series.

3. Navy Departement The David W Taylor Model Basin, report 806, Washington.

4. Guldhammer, H.E and Harvald, Sv,Aa, 1974, Ship Resistance Effect of Form and Principal Dimensions (Revised), Akademisk Forlag,Copenhagen.

5. Harvald, SV. AA, 1983, Resistance and Propulsion of ship, John Wiley & Sons, New York.

6. Lackenby, H. and Parker, M.N, 1960, The B.S.R.A. Methodical Series – An Over all Presentation, Varitation of Resistance With Breadth Ratio and Length Displacement Ratio, Transaction of the Royal Institution of Naval Architects,114 . 283.

(16)

PERBEDAAN DAYA UNTUK START MAUPUN KERJA NORMAL

DENGAN TENAGA YANG TERCANTUM DALAM NAME PLATE

POMPA AIR

Murni

Program Diploma III Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Diponegoro

Abstract

Murni, in paper handing out with title Difference of Energy for the Start of and also normal job with energy which is contained in water pump plate name explain sudden the sudden increasing of electrical current on starting time are the problems on home electrical system witch low electrical power.The problem is that there are a lot of electric shock experienced in starting time, even the power on name plate still lower than capacity of installation.From the research shows that, the increase of electric current at starting time, reaches 120 % aversely, while in normal operation condition, electric current consumption increase up to 60 % from name plate current.

Keyword: Pump, Power

I. PENDAHULUAN

Pada jaman modern dan pesatnya pertumbuhan ekonomi di negara kita mendorong setiap orang untuk bekerja atau menyelesaikan suatu pekerjaan secara cepat, praktis dan ekonomis termasuk dalam kebutuhan air bersih, setiap hari mereka menggunakan pompa air sebagai alat untuk mensupplay ke tempat yang mereka inginkan. Berbicara mengenai pompa listrik, pada umumnya masyarakat pengguna pompa air kurang memahami tentang tenaga yang dibutuhkan untuk menjalankan pompa air tersebut, baik pada waktu start maupun bekerja normal, sehingga seringkali setelah pompa dipakai daya listrik yang dimiliki di rumah tidak cukup, pada hal daya listrik yang tercantum dalam name plate pompa (spesifikasi pompa) masih di bawah daya listrik yang dimiliki di rumah tangga tersebut.

Untuk itu maka perlu kami informasikan hasil dari penelitian yang kami lakukan sejauh mana perbedaan tenaga yang dibutuhkan untuk start sebuah pompa dengan tenaga yang dibutuhkan pompa pada waktu pompa bekerja normal dibandingkan dengan tenaga yang tercantum dalam name plate pompa. Penelitian ini menggunakan metode praktis yaitu pengambilan data langsung di lapangan dengan sampel 10 unit pompa.

Dengan penulisan ini diharapkan pembaca dapat mengetahui gambaran sejauh mana perbedaan daya yang digunakan baik untuk start maupun kerja normal dengan tenaga yang tercantum dalam name plate pompa.

II. DASAR TEORI 2.1. Pengoperasian Pompa

Pompa sebelum dioperasikan harus diisi air terlebih dahulu / dipancing khususnya untuk dipompa yang baru dioperasikan atau pompa yang sudah lama tidak dijalankan. Bila pompa dijalankan

tanpa diisi air, maka akan terjadi kerusakan pada bagian poros yang berhubungan kotak pancking (gland packing) dan air tidak akan dapat keluar. Selanjutnya untuk mempermudah menjalankan pompa dan untuk membuang gelembung-gelembung udara pada saluran pemasukan (suction) diberi saluran (lubang) yang diberi katup, lubang ini fungsinya untuk mengeluarkan gelembung udara dan untuk memancing pompa bila satu pompa dipasang pertama kali atau bila kebocoran pada katup isap.

Apabila pompa sudah dihidupkan tetapi air belum dapat keluar, kemungkinan disebabkan :

• Adanya kebocoran pada saluran isap

• Katup kaki tidak mau membuka

• Putaran pompa terbalik

• Pemberian air untuk memancing kurang

2.2. Daya Penggerak Pompa 2.2.1. Daya Air

Energi yang secara efektif diterima oleh air dari pompa persatuan waktu

Pw = 0,163 . γ . Q . H Keterangan :

Pw = daya air

γ = berat air persatuan volume (kg/l)

Q = kapasitas (m3/menit) H = head total pompa (m) 2.2.2. Daya Poros

Daya yang diperlukan untuk menggerakkan sebuah pompa adalah sama dengan daya air ditambah kerugian daya air ditambah kerugian daya di dalam pompa.

P = Pw / η

Keterangan :

(17)

Pw : daya air (kw)

η : effesiensi pompa (%)

2.2.3. Daya Nominal

Meskipun daya poros pompa ditentukan menurut rumus di atas daya nominal penggerak mula yang dipakai untuk menggerakkan pompa harus diterapkan dari rumus :

Pm = P (1 + α) / η t Keterangan:

Pm : daya nominal (kw) P : daya poros (kw)

α : faktor cadangan (tabel 1)

η : effesiensi transmisi (tabel 2)

Jika titik kerja sebuah pompa bervariasi dalam sebuah suatu daerah tertentu, maka daya poros juga bervariasi.

Jadi daya nominal harus ditentukan untuk daya poros maksimum P dalam daerah kerja nominal.

Bila motor listrik penggerak pompa mempunyai cos @, tegangan dan arus yang mengalir pada motor listrik diketahui maka daya penggerak pompa dapat dihitung dengan rumus :

Watt = V . A . cos @ Tabel 1. Perbandingan Cadangan

Jenis penggerak mula α

Motor induksi 0,1 – 0,2 Motor bakar kecil

Motor bakar besar

0,15 – 0,25 0,1 – 0,2

Tabel 2. Effesiensi Pompa Transmisi Jenis transmisi

Sabuk rata

Sabuk V 0,9 – 0,93 0,95

Roda Gigi Roda gigi lurus satu tingkat Roda gigi miring satu tingkat Roda gigi kerucut satu tingkat Roda gigi planiter satu tingkat

0,92 – 0,95 0,95 – 0,98 0,92 – 0,96 0,95 – 0,98

Kopling hidrolik 0,95 – 0,97

Poros yang dikopel langsung 1,00 III. METODE PENELITIAN

3.1. Sampel

Sampel yang digunakan / diteliti sebanyak 10 (sepuluh) unit pompa berbagai merk dengan tinggi isap maksim meter di komplek perumahan korpri Pandean Lamper Semarang.

3.2. Peralatan Pengambilan Data

Peralatan yang digunakan untuk pengambilan data adalah sebagai berikut :

• Pompa air

Pompa air yang diteliti merupakan jenis sentrifugal dengan penggerak motor listrik induksi satu fase dengan kapasitor runing. Adapun jumlah yang diteliti 10 buah.

• Volt meter

Volt meter ini digunakan untuk mengukur tegangan listrik

• Ampere meter

Berfungsi untuk mengukur arus listrik yang dibutuhkan oleh pompa pada saat start maupun pada saat pompa bekerja normal, ampere meter ini mempunyai ketelitian 0,01 (seperseratus).

• Bak penampungan air

Untuk menampung air saat pompa dijalankan.

• Alat pencatat data

Ini berupa lajur-lajur untuk mempermudah dalam langkah pengambilan data.

Adapun isinya sebagai berikut :

No; spesifikasi pompa (merk, model, tenaga, frekwensi, Volt, Ampere debit, Head pompa).

3.3. Pelaksanaan

Pelaksanaan Pengambilan data dilaksanakan di rumah-rumah penduduk yang memiliki pompa air dengan tenaga penggerak motor listrik yang masih dalam kondisi baik ( di atas 90 %).

Langkah pengambilan data dimulai dengan melihat dan mengecek kondisi pompa air kemudian mencatat merk dan spesifikasi yang tercantum dalam plate pompa tersebut. Berikutnya merangkai alat ukur volt meter dan ampere meter sesuai dengan gambar. Setelah rangkaian alat ukur selesai kemudian dicoba bekerjanya dan setelah rangkaian alat ukur selesai kemudian dicoba bekerjanya dan dipastikan sudah dapat bekerja dengan baik dan benar, maka pengambilan data baru mulai. data dari tiap-tiap sampel pompa diambil sebanyak 10 (sepuluh) kali kemudian dicatat dalam tabel yang sudah disiapkan.

(18)

Skema pengambilan data

IV. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1. Kesimpulan

Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

• Tiap-tiap merk pompa air mempunyai kenaikan power atau daya listrik yang dibutuhkan untuk start dengan kerja normal tidak sama antara merk satu dengan yang lain yaitu kenaikan terbesar adalah = 47,4 % sedangkan kenaikan daya terkecil = 5,33 dari saat pompa kerja normal.

• Kebutuhan daya listrik untuk operasional pompa air sesungguhnya / di lapangan dibanding dengan daya listrik yang tertulis pada name plate atau spesifikasi pompa air terjadi kenaikan daya, yaitu rata-rata 120,92 % pada saat start dan rata-rata = 62,01 % saat pompa air bekerja normal. 4.2. Saran

• Pada saat membeli pompa air hendaknya dilihat dahulu name plate atau spesifikasi dari pompa air tersebut meliputi, debit air, total head, power atau daya listrik yang dibutuhkan dan juga kwalitas dari pompa air (merk) selanjutnya sesuaikan dengan

kebutuhan air dan jangan lupa besar daya listrik yang tersedia di rumah.

• Dalam pengoperasian pompa air diusahakan jangan terlalu sering menghidupkan pompa air karena akan menambah kenaikan pemakaian daya listrik (watt) dalam meter listrik di rumah. Hal ini dapat dilaksanakan dengan membuat tangki / bak tandon air.

DAFTAR PUSTAKA

1. Austion. H. Church, Zulkufli Harahap, 1986, Pompa Blower, Intrifugal, Erlangga, Jakarta. 2. AE, Fitegrol Charles Rengsley, Ir. Joko

Achyanti MSc, 1986, Mesin-mesin Listrik, set IV, Erlangga, Jakarta.

3. Abdul Kadir, Prof. Ir. 1985, Mesin Serampak, Erlangga, Jakarta.

4. Sofyan M Takio Morimura, 1991, Perancangan dan Pemeliharaan Sisitim Lambing, Pradya Paramita, Jakarta.

5. Sularso, Horno Takora, 1983, Pompa dan Kompresor, Pradaya Paramita, Jakarta.

6. Sutrisno Hadi, Prof. Dra. MA, 1988, Statistik 3, Andi offset, Yogyakarta.

7. Sudjana, Prof. Dr. MA. MSc, 1992, Metode Statistik “Tarsito”, Bandung.

(19)

OPTIMALISASI POWER MOTOR PENGGERAK KAPAL

Suharto

Program Diploma III Teknik Perkapalan Fakultas Teknik Universitas Diponegoro

Abstracts

Suharto, in paper optimize power of ship main engine explain that to use break horse power of main engine of merchandise vessels, at optimal point will be reduced specific fuel oil consumption (marine diesel oil) about 2 to 4 g/BHPh, It will minimal 15% the operational cost of ship.

Key words : optimal, specific fuel oil consumption

I. PENDAHULUAN

Dengan merebaknya isu krisis bahan bakar minyak yang ditandai, makin tingginya harga bahan bakar minyak dunia per barel, akan berdampak pada naiknya ongkos operasional alat transportasi. Terutama untuk transportasi laut yang menggunakan kapal-kapal berukuran besar dengan motor penggerak kapalnya menggunakan bahan bakan minyak ( marine diesel oil).

Salah satu langkah yang diambil oleh pemilik kapal (ship owners) adalah mengoptimalkan pemakaian power motor penggerak kapal selama kapal berlayar. Untuk kapal dengan motor induk yang memiliki power diatas 3000 Break horse power, penggurangan bahan bakar 2 – 4 g/BHPh akan terasa sekali penghematan yang terjadi, apalagi jika kapal beroperasi selama lebih 10 tahun.

II. DIAGRAM BEBAN MOTOR INDUK Sebagaimana yang terlihat di bawah ini, sebuah motor penggerak kapal (main engine) dengan power, rpm dan konsumsi bahan bakar sebagai berikut :

Type main engine : S26MC MAN B&W

Power : 3270 BHP

SFOC : 132 g/BHP h

Bore : 260 mm

Stroke : 980 mm

Gambar 2.1. Diagram layout power –speed main engine.(ref.4.)

Pada diagram gambar 2.1. memiliki distribusi power seperti pada tabel 2.1. Konsumsi bahan bakar spesifik motor penggerak kapal tersebut terlihat pada tabel 2.2.

Tabel.1.Distribusi power motor induk engine mean effetive speed Pressure Power Titik (r/min) (bar) (kW) (BHP) L1 250 18,5 2400 3270 L2 250 14,8 1920 2610 L3 212 18,5 2040 2790 L4 212 14,5 1650 2220

Tabel.2. Konsumsi bahan bakar spesifik Specific Fuel Oil Consumption

100% 80% Titik g/Kw h g/BHP h g/kW h g/BHP h L1 179 132 178 131 L2 174 128 173 127 L3 179 132 178 131 L4 174 128 173 127

Agar kapal dapat bergerak, dia dilengkapi dengan propeller, yang bekerja berdasarkan prinsip hydrodinamik, disini propeller akan digerakan oleh motor induk kapal (main engine) dengan menggunakan transmisi poros (shaft propeller). Sehingga motor induk /penggerak utama kapal tersebut di bebani oleh propeller pada suatu range power tertentu, sesuai dengan krakteristik pembebanan dari propeller tersebut, dengan hubungan sebagai berikut :

Pb = c x n3 Keterangan:

Pb : power engine n : propeller speed c : konstanta

(20)

Selain beban efektif diatas, juga motor induk dipersiapkan untuk menerima beban tambahan yang berasal dari penambahan tahanan kapal saat badan kapal dipenuhi oleh fouling (pengotoran oleh binatang yang menempel pada bagian badan kapal yang tercelup dalam air laut). Cuaca yang jelek saat kapal berlayar, seperti saat kapal menghadapi angin badai dengan arah yang berlawanan dengan arah gerak kapal, serta kondisi laut pada jalur pelayaran kapal seperti untuk daerah pelayaran Asia-Pasific akan terjadi penambahan beban + 10 s/d 15 % dari power saat mendesain propeller.

Apabila diagram beban propeller direcanakan berada pada daerah pembebanan motor diantara 70 – 90 % , dimana pada daerah beban tersebut akan mengkonsumsi bahan bakar lebih rendah dari yang terlihat dalam tabel diatas. Dampak Lainnya adalah makin melebarnya area perawatan mesin dengan demikin berarti mesin akan lebih awet.

III. MENENTUKAN TITIK OPTIMAL DALAM DIAGRAM MOTOR

Titik optimal untuk motor induk berada dalam batasan wilayah L1,L2,L3,L4 pada layout engine. Biasanya titik optomal(O)ini dipilih saat kapal berlayar (service speed) dimana telah terdapat pengotoran badan kapal oleh Fouling, dan merupakan perpotongan antara garis beban propeller (garis P’ pada gambar.1.) dengan kurva power konstan, melalui titik M (maximum continuous rating). Dalam hal ini titik Optimal (O) sama dengan titik 100% rpm motor (A).

Namum titik optimal ini akan selalu berubah sesuai dengan kondisi pembebanan, misalnya jika motor dikopel dengan poros generator, dan menggunakan propeller yang memiliki langkah tetap (fix pitch propeller).

Gambar.2. menentukan titik optimal (O) Keterangan :

P’ : Kurva propeller yang melalui titik O,

P’ : Kurva propeller fouled hull heavy running

P : Kurva propeller, clean hull, light running

Garis 1 : Batas Torque/speed

Garis 2 : Batas mean effetive pressure Garis 3 : Batas power for continuos

running

Garis 4 : Batas speed/rpm Garis 5 : Batas overload

O : Titik optimal

A : Titik referensi 100 % rpm

M : MCR spesifik

IV. MENENTUKAN KONSUMSI BAHAN BAKAR

Berdasarkan peta beban motor induk kapal diatas maka dapat dimasukan dalam diagram konsumsi bahan bakar spesifik (spesific fuel oil consumption) yang terdapat dalam panduan penggunaan motor induk (main engine), berisikan informasi mengenai spesifikasi dan karakteristik serta tuntunan perawatan motor penggerak kapal, seperti terlihat melalui gambar 2.3.

Gambar 2.3. Menentukan SFOC motor induk kapal (data primer)

Dalam gambar diagram diatas terlihat bahwa pada 100 % mep terdapat pengurangan bahan bakar sebanyak 3,6 g/BHP h dan pada 80% mep sebanyak 4,7 g/BHP h dan pada 50 % mep sebanyak 2,6 g/HP h.

V. KESIMPULAN

Penurunan bahan bakar cukup signifikan terjadi pada motor penggerak kapal apabila kita dapat mengoperasikannya pada titik optimum, dimana pada awalnya motor tersebut memiliki power nominal MCR ; 3.270,- BHP (100% power), rpm 250 r/min (100% speed) dengan konsumsi bahan bakar nominal 132 g/BHPh. Kondisi ini berubah menjadi power spesifik MCR ; 2.616 BHP (100% power), rpm 225 r/min (100% speed) dengan konsumsi bahan bakar 128,4 g/BHPh.

Pengoperasian motor penggerak kapal pada 80 % MCR, selama kapal berlayar akan terdapat penurunan bahan bakar sebanyak 4,7 g/BHPh, dengan power yang dihasilkan adalah sebesar 2.092,8 BHP dengan konsumsi bahan bakar sebesar 127,3 g/BHP h, ini setara dengan 266.413,44 gram/ jam (0,266 Ton/jam). Jika dikalkulasi dengan

(21)

perawatan yang terjadi sebesar 20%, maka dengan penghematan bahan bakar 4 % penurunan ongkos operasionalnya akan menjadi lebih dari 15 %. DAFTAR PUSTAKA

1. Engval LO, Methode For Selection Of Optimum Main Engine, Rome.

2. Harrington, 1992, Marine Engineering, Sname.

3. JE Engstrom, Methode For Selection Of Optimum Main Engine, Rome.

4. Man B&W, 1991, S26MC, Marine Diesel Engine.

5. Sulzer, , 1992, Performance Data AT25S, Marine Diesel Engine, Winterthur, Switzerland.

(22)

KAJIAN PENGOLAHAN LIMBAH INDUSTRI FATTY ALCOHOL DENGAN

TEKNOLOGI PHOTOKATALITIK MENGGUNAKAN ENERGI SURYA

Mohamad Endy Yulianto1, Dwi Handayani1, Silviana2 1Jurusan Teknik Kimia PSD III Teknik, UNDIP Semarang 2Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik, UNDIP Semarang

E-mail : endyy@plasa.com

Abstract

Mohamad Endy Yulianto, Dwi Handayani, and Silviana, in paper Study of Glycerin Pitch Waste Treatment from Fatty Alcohol Industry Based on Palm Oil with Photo Catalytic Technology Using Solar Energy. That the one of management environmental effect is water pollution controlling which is the one of industry activity. Glycerin pitch waste water handling in particular organic synthetic dye matter much needed is observed because of its dangerous impact. There are several dyes which have toxic, as azo dye that contains amino aromatic ring so need to remove before be introduced to sewage or to environment. Ultra violet ray solar energy with its photochemistry reaction and catalyst, TiO2 capable to degrade colored matter by oxidation become CO2

and H2O. Photo catalytic is the technology for state which has a lot of solar ray for pretreatment in fatty alcohol

waste water purification process.

Key word: photo catalytic, solar energy,TiO2, waste water

I. PENDAHULUAN

Salah satu segi pengelolaan lingkungan adalah pengendalian pencemaran air yang salah satunya adalah efek dari suatu kegiatan industri. Hal ini diatur dalam Undang-Undang No. 4 tahun 1982 yang memuat tentang ketentuan-ketentuan pokok pengelolaan lingkungan hidup, sedangkan untuk pelaksanaan pengendalian pencemaran air dijelaskan dalam pasal 15 Peraturan Pemerintah No. 20 tahun 1990. Penjabaran lebih lanjut tentang baku mutu air limbah bagi kegiatan industri diatur dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. Kep 51/Men LH/10/1997 .

Dengan adanya Undang-Undang, Peraturan Pemerintah dan Keputusan Menteri yang telah ditetapkan, maka industri diwajibkan mempunyai Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) atau dapat bekerjasama dengan perusahaan jasa di dalam menanggulangi limbah industrinya.

Limbah cair dan glycerin pitch merupakan limbah yang dihasilkan oleh industri fatty alcohol. Pembuatan fatty alcohol melalui proses transesterifikasi dan hidrogenasi akan menghasilkan produk berupa fatty alcohol, metil ester, gliserin dan limbah. Limbah cair industri ini dikeluarkan dari unit proses pretreatment, deasidifikasi, distilasi metil ester, destilasi fraksinasi fatty alcohol, glycerin water evaporation dan lain-lain, sedangkan glycerin pitch dihasilkan dari unit proses distilasi gliserin dan bleaching.

Glycerin pitch merupakan cairan kental menyerupai pasta yang berwarna gelap kecoklatan dengan kandungan COD sebesar 1,8 – 2 juta mg/l. Masalah pengolahan dan pengembangan glycerin pitch merupakan persoalan serius yang dihadapi Indonesia dan Malaysia dewasa ini. Seiring meningkatnya era pembuatan biodiesel dimasa

yang akan datang, maka diprediksi jumlah glycerin pitch yang dihasilkan proses pembuatan fatty alcohol dan metil ester dari CPO melalui jalur transesterifikasi akan semakin meningkat. Oleh sebab itu pengolahan glycerin pitch yang tepat perlu segera diupayakan solusinya.

Beberapa penelitian telah dilakukan, baik di Indonesia maupun Malaysia untuk mencari solusi penanganan limbah glycerin pitch yang tepat, tetapi hingga saat ini masih belum berhasil. Industri fatty alcohol di Indonesia telah melakukan beberapa upaya untuk mengolah glycerin pitch, seperti melakukan pembakaran glycerin pitch dalam rotary incenerator dan pembakaran glycerin pitch ditempat terbuka, yang keduanya tidak memberikan hasil yang memadai.

Pada dua dekade terakhir ini metode pengolahan air limbah dengan cara Advance Oxidation Processes (AOPs) menunjukkan perkembangan yang sangat menarik, dimana pengolahan limbah dengan AOPs mendapatkan tempat yang lebih penting dibandingkan dengan pengolahan limbah secara biologi yang sering tidak memadai untuk mengolah limbah dengan konsentrasi tinggi atau limbah beracun, salah satu metoda AOPs yang cukup efisien dan murah yaitu dengan menggunakan proses photokatalitik.

Photokatalitik merupakan suatu teknologi yang menjanjikan di negara yang kaya akan sinar matahari. Photokatalitik dapat digunakan sebagai pretreatmen pada proses pemurnian air limbah untuk dipergunakan kembali pada kegiatan suatu industri. Secara ekonomi sistem reaktor dengan proses ini sangat memungkinkan untuk digunakan. Pada proses photokatalitik, sinar ultraviolet secara umum digunakan sebagai sumber cahaya. Sinar ultraviolet bersama-sama dengan keberadaan katalis

Gambar

Tabel 2. Besar Tegangan Lebih Transien pada  Saat Pelepasan Beban di Gardu Induk 500 KV  Ungaran-Pedan dengan Beban Terpasang 400  MVA pada Keadaan Memakai Reaktor
Gambar 3.1. Lengkungan  Tahanan Sisa yang  berfungsi terhadap Cp dan L. Displ.
Gambar 3.2. Ukuran Panjang, Lebar dan Sarat  Untuk kapal-kapal penumpang berkecepatan  tinggi, harga L/B = 7,0  - 8,5, sebaliknya  kapal-kapal pantai, karena terbatasnya luas perairan harga  L/B = 5,0 – 6,50
Gambar 2.1. Diagram layout power –speed main  engine.(ref.4.)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Menurut peneliti, hal ini perlu diteliti lebih jauh dengan harapan agar kita sebagai makhluk sosial yang senantiasa melakukan interaksi dalam masyarakat, dapat mengetahui

Ketiga, Mengirimkan Surat Edaran ke daerah-derah Yayasan Perjuangan Wahidiyah dan Pondok Pesantren Kedunglo membuat edaran surat intruksi kedaerah-daerah yang dibuat

Persoalan cabai merah sebagai komoditas sayuran yang mudah rusak, dicirikan oleh produksinya yang fluktuatif, sementara konsumsinya relatif stabil. Kondisi ini menyebabkan

Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan maka efisiensi yang diperoleh adalah sebesar 72,70833% dan dengan kapasitas harddisk sebesar 500GB yang jika dengan konfigurasi yang

1) KUR melalui lembaga linkage dengan pola channeling berdasarkan dengan lampiran Permenko No. 8 Tahun 2015 Tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat:.. Lembaga

Ini adalah kesan yang bisa membawa perasaan kita dalam sebuah desain interior, seperti kenyamanan sebuah sofa ketika kita melihatnya lembut dan mengundang, atau

Tujuan dilakukannya penelitian adalah membangun sistem informasi konseling untuk mempermudah proses bisnis di Pik-M Aushaf UII yang digunakan mahasiswa maupun

Objek bunga kering merupakan metafor dari permasalahan yang ingin disampaikan penulis yaitu permasalahan personal mengenai kesulitan penulis untuk berdialog dengan dirinya