2.1. Defenisi dan Konsep Dasar Ergonomi
Ergonomi berasal dari bahasa Latin, yaitu : Ergon dan Nomos. Ergon
berarti kerja dan Nomos berarti hukum alam. Jadi, ergonomi dapat
didefinisikan sebagai studi tentang aspek-aspek manusia dalam lingkungan
kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi, engineering,
manajemen dan desain atau perancangan (Nurmianto, 1996). Ergonomi adalah
suatu cabang ilmu yang sistematis untuk memanfaatkan informasi-informasi
mengenai sifat, kemampuan, dan keterbatasan manusia untuk merancang
sistem kerja sehingga orang dapat bekerja dan hidup dalam sistem itu dengan
baik, yaitu mencapai tujuan yang diinginkan melalui pekerjaan itu dengan
efektif, aman, dan nyaman (Sutalaksana, 1979). Didalam ergonomi
dibutuhkan studi tentang sistem dimana manusia fasilitas dan lingkungannya
saling berinteraksi dengan tujuan utama yaitu menyesuaikan suasana kerja
dengan manusianya, sehingga ergonomi disebut juga “ Human Factors “.
Ergonomi dapat diterapkan dalam aktivitas desain ataupun rancang
ulang (re-desain) serta evaluasi desain, misalnya desain pekerjaan pada suatu
organisasi, seperti penentuan jumlah jam istirahat, pemilihan jadwal
lain-lain. Disamping itu ergonomi juga memberikan peranan penting dalam
meningkatkan faktor keselamatan dan kesehatan kerja, misalnya desain suatu
sistem kerja untuk mengurangi rasa nyeri dan ngilu pada sistem kerangka dan
otot manusia, desain stasiun kerja untuk alat peraga visual (visual display unit
stasion). Hal ini adalah untuk mengurangi ketidaknyamanan visual dan postur
kerja, desain suatu perkakas kerja (handtools) untuk mengurangi kekelahan
kerja, serta supaya didapatkan optimasi, efisiensi kerja dan hilangnya resiko
kesehatan akibat metode kerja yang kurang tepat. Ergonomi ditujukan untuk
memastikan bahwa kebutuhan manusia terhadap rasa aman dan efisien dalam
bekerja dapat dipenuhi oleh perancangan sistem kerjanya. (Bridger, 1995).
Tiga sasaran utama dari ergonomi adalah : (Alexander, 1985)
1. Kesehatan 2. Kenyamanan 3. Efisiensi E r g o n o m i K e n y a m a n a n K e s e h a t a n E f i s i e n s i a . P r o d u k s i b . P s i k o l o g i c . M e n t a l
Menurut Alexander dan Pulat (Alexander, 1985), akibat-akibat yang
dapat terjadi apabila ergonomi tidak diterapkan :
1. Berkurangnya output produksi
2. Meningkatnya waktu hilang.
3. Meningkatnya biaya kesehatan dan material.
4. Meningkatnya ketidakhadiran pekerja.
5. Rendahnya kualitas pekerjaan.
6. Timbul cedera dan ketegangan.
7. Meningkatnya kemungkinan terjadi kecelakaan kerja.
8. Meningkatnya turnover pekerja.
9. Berkurangnya kapasitas kerja dalam menghadapi hal darurat.
Sebagai disiplin ilmu yang bersifat multi disipliner dengan
menggabungkan elemen-elemen fisiologi, psikologi, anatomi, engineering,
higiene, sosial, dan ilmu-ilmu lainnya, maka ergonomi akan berkaitan dengan
aktifitas kerja yang mempunyai tujuan sebagai berikut (Prasetyowibowo,
2002) :
1. Meningkatkan kemampuan fisik dan mental, khususnya untuk keamanan
dan keselamatan, serta mengurangi atau menghilangkan beban fisik dan
mental yang berlebihan untuk kenyamanan atau keserasian operasional.
2. Pengintegrasian secara rasional aspek-aspek fungsonal, teknis, ekonomi,
sosial budaya, dan lingkungan pada suatu sistem untuk peningkatan
3. Mengorganisasikan suatu aktivitas kerja ke arah produktifitas untuk
peningkatan kepuasan kerja operator, konsumen pekerja dalam memenuhi
kesejahteraan sosial.
2.2. Deskripsi Tempat Kerja (ERGOWEB® JOB EVALUATOR TOOLBOX)
Karakteristik tempat kerja merupakan interaksi antara tiga parameter,
yaitu :
1. Pekerja, yang meliputi ukuran, kekuatan, batas dari gerakan, pendidikan,
harapan, dan kapasitas fisik atau mental.
2. Tempat kerja, yang meliputi bagian-bagian, peralatan, furniture, control /
display dan objek fisik lainnya.
3. Lingkungan kerja, yang meliputi iklim, penerangan, suara, getaran dan
kualitas atmosfer lainnya.
Ketiga parameter tersebut saling berhubungan antara satu dengan yang
lainnya.
2.3. Faktor Resiko Kerja
Beberapa karakteristik dari setting kerja telah diasosiasikan dengan
munculnya luka-luka (interaksi utama antara pekerja dengan tempat kerja),
diantaranya adalah :
1. Postur
Pada pegelangan tangan
a. Flexion (menekuk atau mengurangi sudut antara bagian tubuh) dan
extension (menegangkan atau menaikkan derajat antara bagian tubuh)
yang diasosiasikan dengan Carpal Tunnel Syndrome.
b. Penyimpangan unlar lebih dari 200 diasosiasikan dengan
meningkatnya sakit dan ditemukan penyakit.
Pada bahu
a. Abduksi ( menggerakkan menjauh dari tengah–tengah badan ) dan
flexion lebih dari 600 lebih dari 1 jam per hari yang diasosiasikan
dengan acute shoulder dan sakit pada leher.
b. Tangan atau ketinggian bahu bagian bawah diasosiasikan dengan
berbagai macam penyakit bahu.
Pada tulang tengkuk
a. Posisi flexion 300 dalam 300 menit dan juga 600 dalam 120 menit
mengakibatkan sakit.
b. Extension dengan elevasi lengan diasosiasikan dengan sakit pada leher
atau bahu, otot bahu, dan sakit dalam pergerakan leher.
Pada punggung
2. Tenaga
3. Kecepatan
4. Pengulangan
6. Waktu penyembuhan
7. Getaran
Karakteristik lingkungan ( interaksi primer antara pekerja dan
lingkungan kerja ):
1. Tekanan panas
2. Tekanan dingin
3. Getaran seluruh tubuh
4. Pencahayaan
5. Suara
2.4. Tubuh Manusia
2.4.1. Sistem Muskuloskeletal
Sistem muskuloskeletal yaitu sistem otot rangka atau otot yang
melekat pada tulang yang terdiri atas otot-otot serat lintang yang sifat
gerakannya dapat diatur yang secara umum berfungsi sebagai berikut :
1. Menyelenggarakan pergerakan yang meliputi pergerakan bagian-bagian
tubuh atau gerakan tubuh secara keseluruhan.
2. Mempertahankan sikap tertentu, karena adanya kontraksi otot secara lokal
yang memungkinkan orang melakukan sikap berdiri, jongkok dan sikap
lainnya.
3. Menghasilkan panas karena adanya proses kimia dalam otot yang dapat
Adanya ketidakharmonisan antara kemampuan kerja manusia dengan
kerja yang dilakukannya adalah gangguan sistem muskuloskeletal yang
biasanya juga disebut Repetitive Strain Injuries (RSI), Cumulative Trauma
Disorders (CTD), atau Activity-Work-Related Musculoskeletal Disorders
(WMSD).
Gangguan muskuloskeletal (Musculoskeletal Disorder / MSD)
menurut OSHA (Occupational Safety and Health Administration) adalah
gangguan pada otot, urat syaraf, tendon, ligamen, persendian, kartilago,
pembuluh darah dan tulang belakang. Gangguan ini juga didefinisikan sebagai
OCD (Occupational Cervicobrachial Disorder) oleh Komite Kesehatan pada
organisasi perindustrian di Jepang yaitu sebagai gangguan organik dan atau
fungsional yang dikarenakan kelelahan neuromuskuler akibat posisi tubuh
yang statis atau karena gerakan yang berulang-ulang dalam waktu lama dari
anggota badan bagian atas.
Benezech dan L’Epee (1983) menyatakan bahwa telah banyak para
ahli medis meneliti operator pada suatu kondisi kerja tertentu menggambarkan
kecenderungan untuk mengalami beberapa keluhan antara lain : (Nurmianto,
1996)
1. Algias : penyakit pada juru ketik, sekretaris atau pekerja lain yang postur
bekerjanya membungkuk ke depan.
2. Osteo articular deviations : skoliosis para pemain biola dan kifosis
3. Rasa nyeri pada otot dan tendon : rusaknya tendon achiles bagi para
penari.
4. Iritasi pada cabang saraf tepi : saraf ulnar bagi para pengemudi kendaraan,
tukang kunci, tukang pandai besi, reparasi arloji, penjilidan buku,
pemotong kaca dan pengendara sepeda.
MSD sendiri dipengaruhi oleh karakteristik dari pekerja itu sendiri
yang meliputi umur (contohnya tendon seseorang akan kehilangan
elastisitasnya seiring dengan peningkatan umur), kekuatan fisik pribadi dan
kebugaran pribadi. (Bridger, 1995) Ketegangan fisik digabung dengan
ketegangan psikologis akan lebih meningkatkan gejala MSD itu sendiri.
Ketegangan psikologis yang dimaksud misalnya rasa ketidakpuasan kerja atau
target kerja yang membebani pekerja. Sebagian besar dari gejala MSD tahap
awal akan hilang setelah istirahat. Gangguan kronis akan timbul apabila gejala
MSD tahap awal dibiarkan saja tanpa ada penanganan yang lebih serius untuk
mengurangi atau mengatasi gejala tersebut.
2.4.2. Pembebanan Otot
Ada dua jenis pembebanan otot yaitu : (Grandjean, 1985)
1. Pembebanan otot dinamis dikarakterisasikan sebagai alternatif ritmik dari
kontraksi dan ekstensi, peregangan dan relaksasi. Contoh : memutar roda.
2. Pembebanan otot statis dikarakteristikan sebagai keadaan statis dari
diimplikasikan sebagai sikap tubuh. Contoh : menahan beban dengan
tangan terentang horisontal.
Selama pembebanan otot statis, pembuluh darah tertekan oleh tekanan
dalam dari jaringan otot sehingga darah tidak dapat mengalir ke otot. Dalam
pembebanan otot dinamis, otot bekerja seolah-olah sebagai pompa dalam
sistem peredaran darah. Pompa ini mendorong darah keluar dari otot dan
memasukkan darah bersih ke dalam otot, sehingga suplai darah menjadi
beberapa kali lebih besar daripada keadaan normal. Dalam pembebanan otot
statis yang berat, otot tidak memperoleh gula darah atau oksigen dari darah
dan harus bergantung pada persediaannya sendiri. Asam laktat juga tidak
dapat dipecah kembali sehingga akan bertumpuk dan menghasilkan rasa sakit
atau kelelahan otot (Grandjean, 1985). Oleh karena itu pembebanan otot statis
yang lama akan menyebabkan rasa sakit dan pembebanan otot dinamis yang
lama tidak akan menyebabkan rasa sakit yang sama.
Beberapa contoh pembebanan otot statis yang sering terjadi adalah
sebagai berikut : (Grandjean, 1985)
1. Pekerjaan yang melibatkan penekukan (bending) di pinggang belakang
baik ke depan maupun ke samping.
2. Menahan benda dengan lengan.
3. Manipulasi dimana lengan harus menjangkau secara horisontal.
4. Berdiri dengan satu kaki ketika kaki lain harus menginjak pedal.
6. Mendorong atau menarik benda berat.
2.4.3. Alat Gerak Atas Tubuh
Alat gerak atas tubuh terdiri dari cervical spine, kepala, bahu, dan
lengan serta pergelangan tangan. Dari sudut pandang anatomikal, tiap-tiap
struktur ini dapat dipisahkan satu sama lain, akan tetapi dari sudut pandang
ergonomi, struktur-struktur tersebut sebaiknya dianggap sebagai satu
kesatuan. Tangan merupakan penggerak utama dari tubuh dan merupakan
fokus dari kebanyakan kerja fisik yang dilakukan dalam sebuah pekerjaan.
Stabilisasi postur dari tangan dan lengan sangat penting apabila ingin
melakukan pekerjaan dengan seluruh gerakan yang benar.
Banyak faktor-faktor yang berbeda yang dapat menyebabkan
seseorang mengalami sakit pada alat gerak atas pada saat bekerja. Menurut
Kroemer (1994), beberapa penyebab di luar pekerjaan adalah aktivitas santai,
umur, jenis kelamin, kehamilan, dan iklim yang dingin. Gaya, postur, dan
pengulangan merupakan tiga variabel ergonomi utama yang dihubungkan
dengan cedera muskuloskeletal pada saat kerja. Pekerjaan dengan resiko
tinggi merupakan pekerjaan yang memerlukan gerakan yang diulang-ulang,
bertenaga pada alat gerak yang bergerak di luar jangkauan kerjanya, seperti
bekerja dengan pergelangan tangan melakukan gerakan flexion, extension, dan
pronation. Solusinya adalah dengan mengurangi pengulangan yang dilakukan,
ulang peralatan untuk memperbaiki postur tubuh yang melakukan pekerjaan
atau untuk memberikan keuntungan mekanikal kepada pekerja.
2.4.4. Masalah Pada Otot dan Rangka Pada Posisi Duduk dan Berdiri
Sewaktu seorang pekerja bekerja pada posisi duduk atau berdiri,
bagian pergerakan tulang belakang, terutama daerah gerak pinggang, berada
dalam keadaan yang disebut extreme postures (keadaan posisi postur yang
ekstrim). Dalam keadaan ini maka resiko terkena sakit/ radang (bahkan yang
lebih buruk) pada sambungan sistem otot, menjadi meningkat jauh lebih besar
(Bridger, 1995).
Beberapa akan dibahas disini :
a. Extreme Posture dan Nyeri (Pain)
Hal ini diteliti oleh Genaidy dan Karwowski (1993). Untuk sambungan
bahu, ketidaknyamanan tingkat tinggi terjadi ketika tangan (dari bahu
kebawah) diangkat menjauh dari tubuh kearah mana saja. Untuk siku,
posisi terlentang statis adalah yang mengakibatkan stress otot paling
tinggi, diikuti oleh posisi telungkup statis, sedangkan meregang dan
melenturkan adalah posisi yang paling tidak membawa stress.
b. Nyeri Pinggul / Punggung Bawah
Nyeri Pinggul (daerah sekitar punggung bawah) adalah salah satu
ketidaknyamanan yang paling umum yang dihubungkan dengan
pekerjaan. Muncul pada sangat banyak aktifitas sehari-hari, seperti
tulang sudah cukup baik, tetapi menemukan penyebab nyeri
pinggul/punggung bawah sering membingungkan. Hal ini disebabkan
karena nyeri ini tidak saja diakibatkan oleh ruas-ruas tulang belakang
semata, karena cenderung tidak diakhiri oleh nyeri syaraf pada orang
dewasa. Sehingga pnyebabnya bisa dari berbagai tekanan dan stress otot
daerah tersebut, sampai kepada masalah yang berakar pada syaraf.
Kroemer (1994) menyatakan bahwa beban mekanik adalah faktor resiko
untuk nyeri ini.
c. Nyeri Punggung (Nyeri Belakang) dan Kelelahan Otot
Kesimpulan yang dicapai pada penyelidikan tentang nyeri ini adalah
bahwa resiko nyeri punggung tinggi pada tugas yang melakukan
pengulangan, mengangkat beban didepan tubuh, posisi kerja kedapan,
dengan posisi tubuh yang diusahakan memanjang (misalnya dalam
meraih sesuatu yang jauh). Jika pekerja memberikan keluhan nyeri
belakang, maka tugas penerapan ergonomi adalah untuk mencari
penyebabnya dilingkungan kerja. Diluar hal itu maka kita serahkan pada
pertolongan medis.
d. Masalah Tulang Belakang pada Posisi Berdiri
Nyeri pinggul/punggung bawah sangat umum pada pekerja-pekerja yang
berdiri. Adams dan Hutton (1983) yang mengadakan penelitian untuk
ini, menyatakan terdapat 2 sambungan intervertebal disk joints dan
tekanan beban dari atas, sedangkan sambungan facet menahan tekanan
beban dari sisi. Tekanan beban yang berlebihan pada bagian facet akan
menyebabkan osteoarthritis, yang biasa terjadi pada pekerja yang berdiri
terlalu lama. Karena itu sangat dianjurkan agar posisi berdiri digantikan
dengan posisi kerja duduk. Nyeri pinggul juga menyebabkan kelelahan
otot karena postur tubuh saat berdiri menyebabkan beban berlebihan
pada bagian pinggul dan dengan cepat menyebabkan kelelahan. Pada
posisi berdiri juga menyebabkan peredaran darah dan cairan tubuh lain
dengan mudah mengalir kebawah tetapi sangat sulit untuk kembali
keatas karena posisi berdiri menjadikan perjalanan cairan tubuh keatas
menjadi sangat melawan gaya gravitasi sehingga terjadi penumpukan
darah atau cairan tubuh pada bagian bawah tubuh. Hal ini dapat
menyebabkan kejang otot dan nyeri, serta kelelahan yang berlebihan.
2.5. ERGOWEB® JOB EVALUATOR TOOLBOX
Ergoweb® Job Evaluator Toolbox merupakan suatu software yang
dibuat oleh Ergoweb Inc dan University of Utah Research Foundation pada
tahun 1999. Software ini dapat digunakan sebagai tool ( alat bantu ) bagi
penelitian ergonomi. Secara garis besar, Ergoweb® Job Evaluator Toolbox
terdiri atas 3 fungsi utama, yaitu sebagai sumber dasar teori-teori ergonomi,
alat bantu untuk mengidentifikasikan masalah ergonomi dan sebagai alat
Ada empat bagian utama dari Ergoweb :
1. Identifying and Controlling Ergonomic Concerns in The Workplace
Bagian ini tentang dasar-dasar teotri ergonomi dan dasar teori ergoweb,
metode-metode untuk mengidentifikasikan permasalahan serta strategi
untuk mengurangi atau mengontrol permasalahan ergonomi tersebut.
2. Lifting/Manual Material Handling Job Review and Analysis Tools
Bagian ini mengidentifikasi, mengevaluasi, dan mempelajari strategi
pengendalian masalah ergonomi pada pekerjaan dengan aktivitas
lifting/lowering, pushing/pulling, dan carrying. Untuk
keperluan-keperluan tersebut disediakan checklist dan analysis tool.
3. Hand / Arm / Shoulder / Neck Intensive Job Review Tools
Bagian ini digunakan untuk mengidentifikasi, mengevaluasi, dan
mempelajari strategi pengendalian permasalahan ergonomi untuk
pekerjaan dengan menggunakan alat gerak tubuh bagian atas secara
berulang-ulang. Terdiri dua bagian utama, yaitu : RULA Survey dan
Strain Index.
4. Computer Workstation Review and Set-Up
Bagian ini berisi checklist dan panduan yang menganalis performansi
untuk perancangan dan pengaturan stasiun kerja komputer.
2.5.1 Ergoweb® Risk Factor Identification Survey
Checklist umum untuk faktor resiko yang dapat diaplikasikan pada
cedera. Setelah mendapatkan informasi mengenai faktor resiko pada
pekerjaan, penguji dapat memilih alat analisis yang paling cocok untuk
perhitungan resiko pekerjaan tersebut. Checklist ini digunakan untuk
membantu menentukan adanya faktor resiko pada pekerjaan dan analysis tool
Ergoweb® Job Evaluator Toolbox terbaik untuk digunakan pada analisis
pekerjaan yang lebih lanjut.
Checklist ini juga dapat digunakan untuk menghitung tingkatan resiko
yang berhubungan dengan suatu pekerjaan. Berikan nilai nol untuk "Tidak
Pernah", nilai satu untuk "Kadang-kadang", dan nilai dua untuk "Sering".
Jumlahkan nilai pada daftar tersebut. Pekerjaan dengan nilai yang tinggi dapat
dianggap sebagai pekerjaan dengan resiko tertinggi.
2.5.2. Walkthrough Checklist For Upper Extremity Cummulative Trauma Disorders
Checklist ini dapat digunakan untuk melihat pekerjaan yang
melibatkan tangan, lengan, bahu, dan/atau leher. Apabila checklist
menunjukkan adanya masalah ergonomi potensial, checklist tersebut dapat
menuntun ke RULA, sebuah tool untuk mensurvei kerja tubuh bagian atas
(tangan) secara lebih detail. Checklist ini juga digunakan untuk review yang
mendalam dari sebuah pekerjaan, dan untuk membantu anda
mengidentifikasikan apakah RULA dapat digunakan untuk menjelaskan
2.5.3. AAMA Metabolic Model
AAMA Metabolic Model merupakan sebuah metode yang
disederhanakan untuk memperkirakan kebutuhan energi untuk sebuah
pekerjaan. Rekomendasi konsepsual akan diberikan bila ditemukan adanya
masalah ergonomi potensial. Model ini memperkirakan kebutuhan
metabolisme untuk pergerakan kerja. Hasil perhitungan ini kemudian
dibandingkan dengan tingkat metabolisme maksimum dari seseorang atau
kelompok yang melakukan kerja untuk menguji resiko akibat kerja fisik yang
berlebihan. Mengikuti pertimbangan analisis ini akan mengurangi
kemungkinan kecelakaan kardiovaskuler dan penurunan produktivitas akibat
kelelahan fisik
2.5.3.1.Penggunaan AAMA Metabolic Model
Gunakan Model ini bila:
Sebuah desain memerlukan kerja fisik seperti berjalan, berlari,
jongkok, mengangkat, mendorong/menarik, atau gerakan yang berulang-ulang
(contohnya gerakan lengan yang berulang).
Gunakan Metode Estimasi Metabolisme Kerja lain bila :
1. Dibutuhkan kebutuhan metabolisme kerja yang pasti. Untuk masalah ini
dapat digunakan evaluasi konsumsi oksigen langsung.
2. Pekerjaan melibatkan pengulangan menekuk/lifting/berjongkok.
3. Pekerjaan memerlukan interaksi dengan peralatan/komponen/muatan yang
4. Terdapat lebih dari 15 siklus kerja lengkap per menit.
2.5.3.2.Asumsi dan Pembatasan pada AAMA Metabolic Model
Nilai dari model ini dipengaruhi oleh asumsi yang membatasi
ketergantungannya dan cakupan aplikasinya. Namun, tool ini merupakan tool
yang berguna ketika diaplikasikan dengan situasi yang tepat dengan
menggunakan keputusan yang tepat atas pembatasannya.
a. Asumsi dan Pembatasan pada AAMA Metabolic Model :
1. Tingkat metabolisme yang diestimasikan dari range parameter kerja
(pergerakan lengan, berjalan, lifting, push/pull) merupakan refleksi
yang akurat dari kebutuhan metabolisme dalam kerja.
2. Estimasi tingkat metabolisme akan menghasilkan refleksi yang akurat
dari kebutuhan metabolisme kerja tanpa pertimbangan spesifik dari
hal-hal berikut :
jenis kelamin dari pekerja yang melakukan pekerjaan
berat tubuh pekerja yang melakukan pekerjaan
teknik mengangkat / lifting
teknik membawa / carrying
teknik push / pulling
b. Asumsi Perhitungan Kapasitas Kerja Fisik (Physical Work Capacity)
1. Seorang pria rata-rata 35 tahun memiliki kapasitas aerobik 16
2. Seorang wanita rata-rata 35 tahun memiliki kapasitas aerobik sebesar
12 kkal/menit dan kapasitas aerobik selama 8 jam sebesar 4
kkal/menit.
3. Kapasitas aerobik, dengan mengabaikan kebugaran, adalah akurat dan
sesuai dengan usia pekerja.
c. Asumsi Perhitungan Waktu Maksimum
1. Kapasitas aerobik, dengan mengabaikan kebugaran, adalah akurat dan
sesuai dengan usia pekerja.
2. Asumsi yang sama terdapat juga pada Perhitungan Metabolisme Kerja
Total.
d. Asumsi Perhitungan Kerja/Istirahat
1. Pekerja Anda memiliki energi metabolik istirahat sebesar 2
kkal/menit.
2. Asumsi yang sama terdapat juga pada Perhitungan Metabolisme Kerja
Total.
3. Asumsi yang sama terdapat juga pada Perhitungan Kapasitas Kerja
Fisik (Physical Work Capacity).
2.5.3.3.Pengumpulan Data pada AAMA Metabolic Model
Penggunaan umum dari AAMA Metabolic Model memerlukan tujuh
langkah dalam pengumpulan data yang meliputi analisis gerakan kerja dan
pengamatan terhadap pekerja yang sedang melakukan pekerjaan. Beberapa
konsep umum dan kualitatif. Hal ini ditujukan untuk mencapai
penyederhanaan pengamatan dan pengamatan yang tidak memakan waktu.
a. Langkah Satu
Tempatkan gerakan kerja lengan dalam salah satu dari kategori berikut :
1. Sedikit pergerakan tangan atau lengan.
2. Kerja dengan gerakan tangan dalam jangkauan 20 inch (50 cm).
3. Gerakan lengan ekstensif tanpa menekuk atau tanpa keterlibatan
anggota tubuh lain.
4. Gerakan seluruh anggota tubuh.
Bernard menjelaskan kategorisasi ini sebagai refleksi dari
postur pekerja. Dengan mengamati secara garis besar pergerakan
tangan, maka bisa didapatkan suatu kejelasan atas posisi pekerja.
b. Langkah Dua
Ukur jarak rata-rata yang ditempuh selama berjalan/membawa
selama 1 menit. Jarak yang ditempuh ketika melakukan
pushing/pulling tidak perlu diikutsertakan.
c. Langkah Tiga
Tempatkan berat beban yang diangkat selama bekerja dalam
salah satu dari kategori berikut :
1. Kebanyakan komponen atau peralatan dengan berat kurang dari 4
2. Kebanyakan komponen atau peralatan dengan berat antara 4 lbs
(1.8 kg) dan 11 lbs (4.99 kg).
3. Kebanyakan komponen atau peralatan dengan berat lebih dari 11
lbs (4.99 kg).
d. Langkah Empat
Tempatkan frekuensi kerja ke dalam salah satu dari kategori berikut :
1. Siklus kerja kurang dari dua siklus per menit.
2. Siklus kerja antara dua sampai lima siklus per menit.
3. Siklus kerja lebih dari lima siklus per menit.
e. Langkah Lima
Ukur gaya rata-rata yang dilakukan pekerja selama melakukan
pushing dan/atau pulling.
f. Langkah Enam
Ukur jarak rata-rata yang ditempuh dalam satu menit ketika
melakukan pushing/pulling. Jarak yang ditempuh ketika
berjalan/membawa tidak termasuk dalam pengukuran ini. Dan juga,
dalam pengukuran ini tidak terdapat jarak yang ditempuh ketika
kembali ke stasiun kerja setelah melakukan pushing/pulling suatu
beban menuju ke tujuannya.
g. Langkah Tujuh
Umur, jenis kelamin, dan lamanya waktu kerja total merupakan
maksimal (physical work capacity) dari pekerja. Apabila model ini
diterapkan pada seorang pekerja, masukkan data deskriptif yang benar
pada lembar kerja Anda. Apabila model ini diterapkan pada pekerja
secara umum, kekuatan aerobik maksimum dalam populasi kerja Anda
perlu dijelaskan untuk menghindari resiko cedera fisik.
Kekuatan aerobik maksimum lebih kecil :
1. Bagi pekerja yang lebih tua bila dibandingkan dengan pekerja
yang lebih muda.
2. Bagi wanita bila dibandingkan dengan pria pada umur yang sama.
3. Bagi kerja dengan periode waktu yang lama bila dibandingkan
dengan kerja dengan periode waktu yang pendek.
Atau dengan contoh lain :
1. Seorang pria 50 tahun bekerja 510 menit memiliki kekuatan
aerobik maksimum yang lebih rendah daripada pria 30 tahun yang
bekerja selama 510 menit.
2. Seorang wanita 30 tahun bekerja 510 menit memiliki kekuatan
aerobik maksimum yang lebih rendah daripada pria 30 tahun yang
bekerja selama 510 menit.
3. Seorang wanita 45 tahun bekerja 510 menit memiliki kekuatan
aerobik maksimum yang lebih rendah daripada wanita 45 tahun
Terdapat variasi individual dari kekuatan aerobik maksimum
karena kebugaran seseorang. Namun, penduan-panduan ini merupakan
aturan umum yang baik. Ketika mempertimbangkan jumlah waktu
untuk melakukan pekerjaan, masukkan juga waktu yang diperlukan
untuk istirahat dan makan siang. Sebagai contoh, apabila waktu kerja
terdapat dua kali istirahat 15 menit, sebuah periode untuk makan siang
30 menit, dan waktu kerja aktual 7 jam, maka masukkan waktu kerja
selama 8 jam (480 menit).
2.5.4. Liberty Mutual Maximum Acceptable Lifting/Lowering Weight Tool
Model ini digunakan untuk memperkirakan berat maksimum yang
dapat diterima untuk pekerjaan mengangkat atau menurunkan yang
berulang-ulang (repetitif). Model ini mengidentifikasikan batasan psikofisikal pada
pekerjaan manual material handling. Metode ini didasarkan pada penerimaan
manusia terhadap penyakit atau ketidaknyamanan selama bekerja pada
kondisi normal. Model ini dirancang untuk menghitung toleransi subyektif
seseorang terhadap ketegangan pada pekerjaan manual material handling.
Berat beban maksimal yang dapat diterima untuk pekerjaan manual material
2.5.4.1.Penggunaan Liberty Mutual Maximum Acceptable Lifting / Lowering Weight Tool
Gunakan Model ini bila:
1. Diperlukan estimasi kasar untuk berat beban maksimum yang dapat
diterima
2. Tidak terdapat teknik khusus yang digunakan pada pekerjaan lifting
3. Frekuensi pekerjaan kurang dari atau sama dengan 4.3 angkatan per menit
4. Membuat standar untuk lifting dengan pendekatan epidemiological,
biomechanical, dan physiological.
2.5.4.2.Asumsi dan Pembatasan pada Liberty Mutual Maximum Acceptable
Lifting / Lowering Weight Tool
Nilai dari model ini dipengaruhi oleh asumsi yang membatasi
kegunaannya dan cakupan aplikasinya. Namun, tool ini merupakan tool yang
berguna ketika digunakan pada situasi yang cocok dengan pertimbangan pada
kelemahannya.
a. Asumsi Karakteristik Kerja
1. Berat maksimum yang dapat diterima dari lift/lower didasarkan pada
pegangan yang terletak di tengah-tengah dari dimensi lebar objek.
2. Lifting dan lowering dilakukan secara dinamis melalui jarak vertikal
yang diberikan.
3. Beberapa derajat perputaran tubuh terlibat dalam pekerjaan
4. Data yang terdapat di tabel memberikan berat maksimum yang dapat
diterima untuk pekerjaan manual lifting/lowering individual.
5. Frekuensi dari pekerjaan rendah (4.3 lift/lower per menit atau lebih
lambat).
6. Pekerjaan Lifting/lowering dilakukan oleh pekerja industri.
7. Pekerjaan Lifting/lowering didasarkan pada penanganan kotak
dengan pegangan.
8. Lebar objek (dimensi diluar tubuh) adalah 34, 49 atau 75 cm.
9. Jarak vertikal dari lift/lower adalah 25, 51, atau 76 cm.
10.Persentase dari populasi industri adalah 10, 25, 50, 75, atau 90
persen.
11.Frekuensi dari lifts/lowers adalah satu lift/lower setiap 5 detik, 9
detik, 14 detik, 1 menit, 2 menit, 5 menit, 30 menit, atau 8 jam.
12.Range pengangkatan dibagi atas:
• Lantai ke tinggi genggaman
• Tinggi genggaman ke tinggi bahu
• Tinggi bahu ke jangkauan lengan
13.Range yang lebih rendah dikategorikan sebagai berikut:
• Tinggi genggaman ke lantai
• Tinggi bahu ke tinggi genggaman
b. Asumsi Subyek
Subyek adalah pekerja industri
c. Asumsi Pakaian
Variasi pada temperatur tubuh yang disebabkan oleh jenis cara
berpakaian yang berbeda dikendalikan dengan memberikan seluruh
subyek pakaian dengan pakaian dari katun yang digunakan oleh dokter
operasi.
d. Asumsi Posisi Tubuh
Lifting dinamis bebas tanpa teknik khusus.
2.5.4.2.Pengumpulan Data pada Liberty Mutual Maximum Acceptable
Lifting/Lowering Weight Tool
Penggunaan umum dari Liberty Mutual Tables memerlukan 6 langkah.
Ukur dan tempatkan data-data berikut pada lembar kerja.
a. Langkah Satu
Mengidentifikasikan range lifting umum untuk pekerjaan anda.
Range pengangkatan dikategorikan sebagai berikut:
1. Lantai ke tinggi genggaman
2. Tinggi genggaman ke tinggi bahu
3. Tinggi bahu ke jangkauan lengan
Range yang lebih rendah dikategorikan sebagai berikut:
1. Tinggi genggaman ke lantai
3. Jangkauan lengan ke tinggi bahu
b. Langkah Dua
Identifikasikan frekuensi umum lifting/lowering untuk pekerjaan lifting
anda. Frekuensi lifting/lowering yang berbeda tersedia pada tabel yang
disediakan oleh Liberty Mutual yang meliputi satu lift/lower setiap 5
detik, 9 detik, 14 detik, 1 menit, 2 menit, 5 menit, 30 menit, dan 8 jam.
c. Langkah Tiga
Identifikasikan lebar kotak (dimensi selain tubuh): 34, 49, atau 75 cm.
d. Langkah Empat
Identifikasikan jarak vertikal dari lifting/lowering: 25, 51, atau 76 cm.
e. Langkah Lima
Tentukan persentil dari populasi industri yang akan melakukan
pekerjaan ini: 10, 25, 50, 75 dan 90 persen populasi.
f. Langkah Enam
Tentukan jenis kelamin.
Dengan mempertimbangkan data-data di atas, Anda dapat menentukan
maximum acceptable lift/lower from the Liberty Mutual Tables. Bila data
yang tersedia pada tabel tidak cocok dengan karakteristik kerja anda, maka
anda tidak perlu untuk menggunakan metode ini. Apabila anda memilih untuk
melajutkan, disarankan agar anda memilih data pekerjaan anda sebagai
berikut:
2. Untuk jarak, pilih jarak terdekat yang lebih panjang
3. Untuk persentase populasi, pilih persentile terdekat yang lebih kecil.
4. Untuk frekuensi, pilih frekuensi terdekat yang lebih tinggi.
Dengan menggunakan asumsi akan memberikan hasil pada estimasi
konservatif. Apabila model ini digunakan pada satu pekerja, masukkan data
yang cocok pada lembar kerja. Bila model ini digunakan untuk pekerja secara
umum, lowest maximum acceptable weight dalam populasi kerja anda perlu
untuk dipertimbangkan untuk menghindari physical overexertion. Terdapat
variasi individual dari maximum acceptable weight for lifting/lowering tasks
karena kemampuan fisik yang berbeda-beda.
2.5.5 Rapid Upper Limb Assesment (RULA) Survey
Model ini berfungsi untuk mengidentifikasi pekerjaan yang
menyebabkan resiko dari trauma/cedera yang kumulatif (cumulative trauma
disorder) melalui analisis postur, gaya, dan penggunaan otot. Model ini
merupakan tool yang lebih detail yang menguji hubungan pekerja dengan
faktor resiko kerja dari postur, gaya, penggunaan otot, dan pergerakan.
Analisis mengindikasikan derajat hubungan pekerja dengan resiko ini dan
menyediakan metode untuk memprioritaskan pekerjaan untuk memandu
investigasi pekerjaan lebih lanjut. Tool ini tidak memberikan rekomendasi
menjadi survey yang cepat dan mudah sehingga memudahkan untuk
mengetahui apakah diperlukan analisis yang lebih detail.
2.5.5.1.Penggunaan RULA Survey
Gunakan model ini bila:
1. Diperlukan sebuah analisis awal, yang merupakan screening tool untuk
memutuskan derajat keterkaitan pekerja dengan risiko pada alat gerak
tubuh bagian atas yaitu
a. postur
b. kontraksi otot statis
c. gerakan yang berulang
d. gaya
2. Diperlukan sebuah prioritas mengenai pekerjaan yang memerlukan
modifikasi. Urutan pekerjaan dengan faktor resiko alat gerak atas ini dapat
dibuat dengan membandingkan nilai dari berbagai pekerjaan yang
disurvey dengan menggunakan tool ini.
3. Diperlukan pendekatan untuk pengurangan resiko dengan pertimbangan
mendalam untuk pekerjaan dengan resiko pada alat gerak atas. Analis
dapat menentukan faktor mana yang berperan banyak pada resiko
pekerjaan dengan melihat penilaian dari setiap faktor.
4. Diperlukan analisis sebelum dan sesudah modifikasi tempat kerja. Dengan
kerja, nilai peningkatan kuantitatif relatif terhadap keempat faktor resiko
alat gerak atas dapat ditentukan.
2.5.5.2.Asumsi dan Pembatasan pada RULA Survey
Nilai dari model ini dipengaruhi oleh asumsi yang membatasi
ketergantungannya dan cakupan aplikasinya. Namun, tool ini merupakan tool
yang berguna ketika diaplikasikan dengan situasi yang tepat dengan
menggunakan keputusan yang tepat atas pembatasannya.
Asumsi dan pembatasannya adalah sebagai berikut :
1. Faktor risiko yang dipilih dievaluasi. Tool ini tidak mempertimbangkan
faktor resiko alat gerak atas seperti :
a. waktu tanpa istirahat.
b. variasi individual pekerja seperti umur, pengalaman, ukuran/kekuatan,
atau sejarah klinikal.
c. faktor lingkungan tempat kerja.
d. faktor psikofisikal.
2. Pengamatan postur pekerja tidak meliputi analisis terhadap posisi jari
(namun, gaya yang mungkin terjadi di sepanjang jari-jari tetap
diperhitungkan).
3. Waktu tidak diukur. Faktor ini penting ketika mempertimbangkan
kelelahan otot dan kerusakan jaringan lunak dari kontraksi dan gaya
isometrik.
5. Tidak dianjurkan adanya pengabaian kerja khusus.
2.5.5.3.Pengumpulan Data pada RULA Survey
Tool ini didisain untuk analisis terhadap pekerjaan yang ada dengan
cara seperti menggunakan checklist. Tool ini dapat digunakan oleh engineer
yang merancang sebuah proses kerja bila dapat dibayangkan posisi tubuh,
kontraksi otot statis, gerakan berulang, dan gaya.
Cara termudah untuk menggunakan tool ini adalah dengan menjawab
pertanyaan-pertanyaannya pada saat anda mereview pekerjaan anda. Lalu,
masukkan data yang Anda kumpulkan ke komputer untuk menganalisis
pekerjaannya.
Amati pekerja dalam beberapa siklus kerja untuk memilih pekerjaan
yang harus dievaluasi. Pilih :
1. posisi yang ditahan untuk sebagian besar waktu dari siklus kerja
2. posisi yang ditahan ketika terdapat muatan kerja terberat
3. posisi yang ditahan ketika posisi postur berada pada tingkat terburuk
(pembengkokan sendi yang besar)
Hanya salah satu sisi dari tubuh yang diuji. Apabila terdapat beberapa
posisi/aktivitas faktor resiko pekerjaan yang tinggi yang berhubungan dengan
Gambar 2.2 Gambaran posisi lengan atas untuk analisis RULA Survey.
Gambar 2.3 Gambaran posisi lengan bawah untuk analisis RULA Survey.
Gambar 2.5 Gambaran posisi leher untuk analisis RULA Survey.
Gambar 2.6 Gambar posisi tubuh untuk analisis RULA Survey.
2.5.6. Strain Index
Strain Index mengevaluasi tingkatan resiko dari sebuah pekerjaan
yang dapat menyebabkan cedera pada tangan, pergelangan tangan, lengan
analis dapat mengevaluasi enam variabel kerja (intensitas kerja, durasi kerja,
kerja per menit, postur tangan/pergelangan tangan, kecepatan kerja, dan durasi
kerja per hari). Variabel semi-kuatitatif pekerjaan diberikan sebuah nilai yang
dinamakan multiplier (pengali). Hasil dari pengalian keenam variabel kerja
merupakan angka yang disebut Strain Index score. Score ini dibandingkan
dengan gradien yang kemudian akan mengidentifikasikan tingkat resiko
pekerjaan.
2.5.6.1.Penggunaan Strain Index
Gunakan model ini bila ingin mengevaluasi resiko cedera untuk
pekerjaan yang dengan kerja tangan yang intensif.
2.5.6.2.Asumsi dan Pembatasan pada Strain Index
Telah ditetapkan batasan dari tool ini :
1. Strain Index tidak mengevaluasi vibrasi segmental (seperti getaran pada
peralatan tangan); sehingga, tool ini tidak akan memprediksikan risiko
dari sindrom vibrasi pada lengan-tangan (hand-arm vibration syndrome).
2. Strain Index tidak mengevaluasi contact trauma; sehingga; tool ini tidak
akan memprediksikan risiko hypothenar hammer syndrome.
3. Strain Index dibatasi untuk memprediksikan risiko neuromusculoskeletal
pada alat gerak atas.
5. Nilai pengali berdasar pada opini profesional penulis dengan bantuan dari
prinsip fisiologis, biomekanis, dan epidemiologis yang bertentangan
dengan hubungan matematis antara variable kerja.
6. Strain Index telah diuji hanya pada 25 jenis pekerjaan pada suatu industri.
2.5.6.3.Pengumpulan Data pada Strain Index
Proses penggunaan tool ini meliputi:
1. Mengumpulkan data
2. Pembobotan setiap variabel kerja
3. Menentukan pengali untuk setiap variabel
4. Mengalikan pengali untuk menghitung score Strain Index
5. Mengevaluasi score Strain Index
Secara otomatis progam komputer akan memilih pengali untuk
pekerjaan, menghitung score SI, dan menginterpretasikan signifikansinya
setelah variabel kerja tersebut diberi bobot dan dimasukkan ke dalam Data
Worksheet Form.
Dapat dilakukan secara manual untuk menentukan pengali untuk setiap
variabel, menghitung score SI dan menginterpretasikan signifikansinya
dengan melihat kembali informasi pada bagian Strain Index: Underlying
Concepts.
a. Langkah 1 : Mengamati Intensitas Exertion
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, intensitas exertion merupakan
diperlukan untuk melakukan pekerjaan pada suatu saat. Amati pekerjaan
tersebut beberapa kali dan beri bobot pada usaha yang dirasakan dengan
salah satu dari kelima pilihan:
Tabel 2.1 Tabel pengamatan intensitas exertion pada Strain Index
Usaha yang dirasakan Persentase dari kekuatan maksimal
Hampir tidak terasa atau usaha yang santai kurang dari 10%
Usaha yang nyata atau definit 10% to 29%
Usaha nyata tanpa pergantian ekspresi wajah 30% to 49%
Usaha yang besar dengan pergantian ekspresi wajah 50% to 79%
Menggunakan bahu atau tubuh untuk menghasilkan
gaya 80% atau lebih
b. Langkah 2 : Mengamati Durasi Exertion
Durasi exertion adalah persentase dari waktu suatu exertion berlangsung
selama suatu siklus kerja. Amati suatu pekerjaan untuk suatu periode
waktu untuk mendapatkan pengertian dari proses kerja. Kalikan durasi
dari periode pengamatan dalam detik (mulailah pengukuran waktu pada
awal siklus kerja; catat sampai beberapa siklus; hentikan pengukuran
waktu pada akhir dari siklus kerja). Hitung jumlah exertion yang
berlangsung selama periode pengamatan. Bagilah durasi pengamatan
dengan jumlah exertion untuk menentukan siklus waktu exertion
Kalikan durasi dari seluruh exertion dan hitung jumlah exertion.
Tentukan rata-rata durasi exertion per siklus dengan membagi durasi
dari seluruh exertion dengan jumlah exertion.
Penghitungan dengan beberapa percobaan akan menghilangkan
kemungkinan data yang cacat.
c. Langkah 3 : Mengamati Jumlah Usaha Per Menit
Kalikan durasi dari beberapa siklus dalam detik dan hitung jumlah
exertion yang berlangsung selama periode waktu tersebut. Form data
untuk pengukuran "Duration of Exertion" dapat digunakan. Hitung
usaha per menit dengan membagi jumlah exertion dengan total waktu
pengamatan (dalam menit).
d. Langkah 4 : Mengamati Postur Tangan/Pergelangan Tangan
Postur tangan / pergelangan tangan diamati dengan mengamati posisi
pergelangan tangan pada saat exertion dan menjelaskannya dengan salah
satu dari lima posisi yang dirasakan. Postur yang dirasakan dan posisi
postur aktual adalah :
Tabel 2.2 Tabel pengamatan postur tangan/pergelangan tangan pada Strain Index
Posisi Postur Aktual Postur yang
dirasakan
Wrist Extension Wrist Flexion Wrist Ulnar Deviation
Perfectly neutral 0 to 10 degrees 0 to 5 degrees 0 to 10 degrees
Non-neutral 26 to 40 degrees 16 to 30 degrees 16 to 20 degrees Marked
deviation 41 to 55 degrees 31 to 50 degrees 21 to 25 degrees
Near extreme greater than 55 degrees
greater than 50 degrees
greater than 25 degrees
e. Langkah 5 : Mengamati Kecepatan Kerja
Kecepatan kerja merupakan langkah yang dirasakan dalam pekerjaan
dan secara subyektif dipilih oleh analis sebagai salah satu dari kelima
deskripsi berikut ini:
Tabel 2.3 Tabel pengamatan kecepatan kerja pada Strain Index
Kecepatan yang sangat santai Menyita waktu pekerja Kecepatan gerak normal Terburu-buru, tapi dapat mengikuti Terburu-buru, dan hampir tak dapat
mengikuti
f. Langkah 6 : Mengamati Durasi dari Pekerjaan Per Hari
Durasi dari pekerjaan per hari merupakan waktu total dalam jam yang
digunakan per hari untuk melakukan pekerjaan yang sedang diamati.
Durasi ini dapat diukur atau digunakan oleh manajemen/pekerja. Pilih
satu dari kelima kategori yang merefleksikan waktu durasi pekerjaan
Tabel 2.4 Tabel pengamatan durasi dari pekerjaan per hari pada Strain Index
2.6. SYMPTOM SURVEY
Symptom Survey ini merupakan suatu survey yang berguna untuk
mengetahui bagian-bagian tubuh mana saja yang dirasakan mengalami
keluhan sakit dan juga terdapat lamanya mengalami gangguan sakit tersebut
dan juga penyebab masalahnya. Format pertanyaan dari Symptoms Survey ini
diambil dari Working Draft of OSHA’s Proposed Ergonomics Protection
Standard (1995).
Kemmlert (1995) membuat checklist gaya Symptom Survey dan
mengajukan beberapa hubungan antara area tubuh dengan kemungkinan resiko
ergonomi :
1. Punggung :
b. Permukaan jalanan yang tidak aman.
c. Celah yang terbatas untuk pergerakan kerja atau material kerja.
d. Desain peralatan yang salah.
e. Pengaturan ketinggian kursi yang salah.
f. Terlalu banyak berdiri tanpa istirahat.
g. Tekanan ketika membawa, mendorong atau menarik barang.
2. Leher / Bahu, Bagian Atas Tubuh
a. Celah yang terbatas untuk pergerakan kerja atau material kerja.
b. Desain peralatan yang salah.
c. Pengaturan ketinggian kursi yang salah.
3. Siku, Lengan dan Tangan
a. Celah yang terbatas untuk pergerakan kerja atau material kerja.
b. Desain peralatan yang salah.
c. Pergerakan kerja yang berulang-ulang.
4. Kaki dan Lutut
a. Permukaan jalanan yang tidak aman.
b. Terlalu banyak berdiri tanpa istirahat.
c. Terlalu banyak aktivitas kaki.
2.7. PENGUKURAN WAKTU BAKU (Sutalaksana, 1979)
Pengukuran waktu atau pengukuran kerja dalam hal ini ditujukan
untuk mendapatkan waktu baku penyelesaian pekerjaan yaitu waktu yang
dibutuhkan secara wajar oleh seorang pekerja normal untuk menyelesaikan
suatu pekerjaan yang dijalankan dalam sistem kerja yang terbaik. Maksud
kata-kata wajar, normal dan terbaik dalam pengertian waktu baku adalah untuk
menunjukkan bahwa waktu yang dicari bukanlah waktu penyelesaian yang
diselesaikan secara tidak wajar seperti terlampau cepat atau terlampau lambat,
bukan diselesaikan oleh seorang pekerja yang istimewa terampilnya atau
lamban dan pemalas, serta bukan pula yang mengerjakannya dalam sistem
kerja yang belum terbaik.
Secara garis besar teknik-teknik pengukuran waktu dibagi kedalam dua
1. Pengukuran waktu secara langsung
Disebut pengukuran waktu secara langsung karena pengukuran ini
dilakukan secara langsung yaitu dilaksanakan ditempat dimana pekerjaan
yang bersangkutan dijalankan. Yang termasuk dalam pengukuran waktu
secara langsung adalah cara jam henti (stopwatch) dan cara sampling
pekerjaan.
2. Pengukuran waktu secara tidak langsung
Yang dimaksud dengan pengukuran dengan cara tidak langsung adalah
pengukuran waktu dilaksanakan tanpa harus adanya pengukur ditempat
pekerjaan yang bersangkutan dijalankan, yaitu dengan cara membaca
tabel-tabel yang tersedia asalkan pengukur telah mengetahui jalannya
pekerjaan melalui elemen-elemen pekerjaan atau elemen-elemen gerakan.
Yang termasuk dalam pengukuran waktu secara tidak langsung adalah
data waktu baku dan data waktu gerakan.
Dengan salah satu dari cara-cara tersebut di atas, waktu pengerjaan
suatu pekerjaan yang dijalankan dengan suatu sisten kerja tertentu dapat
ditentukan. Sehingga jika pengukuran dilakukan terhadap beberapa alternatif
sistem kerja, yang terbaik diantaranya dilihat dari segi waktu yaitu sistem
kerja yang membutuhkan waktu penyelesaian tersingkat.
2.7.1. Pengukuran Waktu Jam Henti
Terdapat 3 metode dalam pengukuran waktu secara langsung dengan
1. Pengukuran yang berlanjut terus ( continuous timing)
Dalam pengukuran ini, jam henti dimulai pada saat awal elemen pekerjaan
pertama dilakukan dan tidak diberhentikan sampai elemen pekerjaan itu
selesai. Hubungan ini digerakkan hingga pada saat terakhir elemen
pekerjaan jam henti yang satu ini berhenti dibaca dan waktu elemen
diperoleh dengan mengurangi bacaan yang diganti.
2. Pengukuran yang berulang (repetitive / snapback timing)
Dalam pengukuran ini, jam henti dimulai pada saat elemen pekerjaan
pertama dilakukan dan berhenti pada saat akhir elemen ini, lalu
dikembalikan ke posisi awal (posisi nol), demikian seterusnya.
3. Pengukuran akumulatif (accumulative timing)
Pengukuran akumulatif adalah suatu metode yang melibatkan dua atau
tiga jam henti. Disini dua atau tiga jam henti disusun di suatu holder
dengan adanya suatu hubungan yang mekanik di antara jam henti.
Untuk mendapatkan hasil yang baik, yaitu yang dapat
dipertanggungjawabkan, maka tidaklah cukup sekedar melakukan beberapa
kali pengukuran dengan menggunakan jam henti. Banyak faktor yang harus
diperatikan agar akhirnya dapat diperoleh waktu yang pantas untuk pekerjaan
yang bersangkutan, seperti yang berhubungan dengan kondisi kerja, cara
pengukuran, jumlah pengukuran, dan lain-lain. Di bawah ini adalah sebagian
langkah-langkah yang perlu diikuti agar maksud tersebut dapat tercapai,
1. Menetapkan tujuan pengukuran
Dalam pengukuran waktu, hal penting yang harus diketahui dan
ditetapkan adalah untuk apa hasil pengukuran digunakan, berapa tingkat
ketelitian, dan tingkat keyakinan yang diinginkan dalam pengukuran
tersebut.
2. Melakukan penelitian pendahuluan
Dalam melakukan pengukuran waktu, yang dicari adalah waktu yang
pantas diberikan kepada pekerja untuk menyelesaikan suatu pekerjaan.
Hal ini harus sesuai dengan kondisi yang bersangkutan. Bila kondisi ini
cukup baik, pengukuran waktu ini bisa dicari. Akan tetapi, bila kondisi
tidak baik, hal ini harus diperbaiki lebih dahulu.
3. Memilih operator
Operator yang dipilih adalah operator yang berkemampuan normal dan
dapat diajak bekerja sama.
4. Melatih operator
Bila kondisi dan cara yang digunakan tidak sama dengan yang biasa
dijalankan operator, maka diperlukan pelatihan bagi operator tersebut. Hal
ini dilakukan agar operator terbiasa dengan kondisi dan cara kerja yang
ditetapkan. Karena pengukuran yang dicari adalah waktu penyelesaian
pekerjaan yang diperoleh dari suatu penyelesaian yang wajar.
Pekerjaan ini dipecah-pecah menjadi elemen pekerjaan (gerakan bagian
dari pekerjaan yang bersangkutan) dimana elemen-elemen inilah yang
diukur waktuya. Lalu diperoleh waktu siklus, yaitu waktu penyelesaian
satuan-satuan produk sejak bahan baku dimulai diproses.
6. Menyiapkan alat-alat pengukuran
Ini merupakan langkah terakhir sebelum melakukan pengukuran dimana
alat-alat pengukuran yang diperlukan harus disiapkan. Alat-alat tesebut :
• Jam henti (stopwatch)
• Lembar pengamatan
• Pena atau pensil
• Papan pengamatan
2.7.2. Pengujian Data Waktu
2.7.2.1.Uji Keseragaman Data (Sutalaksana, 1979 : 132)
Langkah-langkah menguji keseragaman data adalah sebagai berikut :
(Sutalaksana, 1979)
1. Masukkan data ke dalam masing-masing sub grup.
2. Hitung harga rata-rata dari harga rata-rata subgrup dengan :
x = k Xi Σ
Dimana : Xi = harga rata-rata dari sub grup ke-i
3. Hitung standar deviasi sebenarnya dari waktu penyelesaian dengan : σ = 1 ) ( 2 − − Σ N x Xj
Dimana : N = jumlah pengamatan yang telah dilakukan
Xj = waktu penyelesaian yang teramati
4. Hitung standar deviasi dari distribusi harga rata-rata sub grup dengan :
Dimana : n = besarnya subgrup
5. Tentukan batas kontrol atas dan batas kontrol bawah (BKA dan BKB)
dengan
Batas Kontrol Atas (BKA) = x + 2σx Batas Kontrol Atas (BKA) = x - 2σx
Batas kontrol yang didapat di atas merupakan batas apakah suatu subgrup
seragam atau tidak.
2.7.2.2.Uji Kecukupan Data (Sutalaksana, 1979 : 132)
Hitung berapa banyak pengukuran yang diperlukan dengan :
N' = 2 2 2 ) ( 40 Xj Xj Xj N Σ Σ − Σ
Dimana : N' = jumlah pengamatan yang diperlukan
N = jumlah pengamatan yang telah dilakukan
Rumus ini khusus untuk tingkat ketelitian 5% dan tingkat kepercayaan 95%. n
x σ σ =
2.7.2.3.Tingkat Ketelitian dan Tingkat Keyakinan
Yang dicari dari pengukuran-pengukuran ini adalah waktu sebenarnya
yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Karena waktu
penyelesaian ini tidak pernah diketahui sebelumnya maka harus diadakan
pengukuran-pengukuran yang sangat banyak, tetapi hal ini tidak mungkin
dilakukan karena keterbatasan waktu, biaya dan tenaga. Namun sebaliknya
jika dilakukan beberapa kali, dapat diduga hasilnya sangat kasar atau tidak
mempunyai validitas yang kuat. Sehingga yang diperlukan adalah jumlah
pengukuran yang tidak mebebankan waktu, tenaga dan biaya yang besar,
tetapi hasilnya dapat dipercaya. Jadi walaupun jumlah pengukuran tidak
banyak tetapi dapat dipercaya. Dengan tidak melakukan pengukuran yang
banyak sekali, maka pengukur kehilangan kepastian akan ketetapan atau
rata-rata waktu penyelesaian yang sebenarnya.
Tingkat Ketelitian dan Tingkat Keyakinan adalah pencerminan tingkat
kepastian yang diinginkan oleh pengukur setelah memutuskan tiadak akan
melakukan pengukuran yang sangat banyak.
Tingkat Ketelitian menunjukkan penyimpangan maksimum hasil
pengukuran dari waktu penyelesaian yang sebenarnya (biasanya dinyatakan
dalam %) dari waktu penyelesaian sebenarnya yang seharusnya dicari.
Tingkat Keyakinan menunjukkan seberapa besarnya keyakinan
dinyatakan dalam %). Semakin tinggi Tingkat Ketelitian dan semakin besar
Tingkat Keyakinan, semakin banyak pengukuran yang perlu dilakukan.
2.8 PERHITUNGAN WAKTU BAKU
Perhitungan waktu baku dilakukan untuk mendapatkan waktu
penyelesaian tiap-tiap elemen pekerjaan pada setiap stasiun kerja yang
dianalisa. Untuk mendapatkan waktu baku, maka data waktu siklus yang
diambil tersebut harus diolah terlebih dahulu dengan uji statistik, lalu dilakukan
penentuan tingkat penyesuaian dan kelonggaran bagi operator, sehingga dapat
dilakukan perhitungan waktu normal dan waktu baku.
Cara untuk mendapatkan waktu baku dari data yang terkumpul itu
adalah sebagai berikut :
1. Menghitung waktu siklus (Ws)
Ws =
N Xi Σ
Dimana Xi dan N menunjukkan arti yang sama dengan yang telah dibahas
sebelumnya.
2. Menghitung waktu normal (Wn)
Waktu normal (Wn) = Waktu siklus (Ws) x Penyesuaian (p)
Faktor ini diperhitungkan bila operator bekerja dengan tidak wajar, sehingga
hasil perhitungan waktu perlu disesuaikan untuk mendapatkan waktu
penyelesaian pekerjaan yang normal.
3. Menghitung waktu baku (Wb)
Waktu baku (Wb) = Waktu normal (Wn) x (1 + a)
Dimana a adalah kelonggaran (allowance) yang diberikan kepada operator
untuk menyelesaikan pekerjaannya. Kelonggaran ini diberikan untuk hal-hal
seperti kebutuhan pribadi, meghilangkan rasa fatique, dan gangguan yang
mungkin terjadi yang tidak dapat dihindarkan.
2.9 PENYESUAIAN DAN KELONGGARAN 2.9.1. Penyesuaian
Penyesuaian adalah suatu proses dimana pada saat melakukan
pengukuran, pengamat mengukur dan membandingkan performansi
(kecepatan) kerja operator terhadap konsep kecepatan kerja yang dimiliki
pengamat. Sifat dari pemberian faktor penyesuaian ini adalah “judgement”,
yang hanya benar-benar berdasarkan kemampuan pengamat. Sifat ini tidak
dapat dihindarkan dalam melakukan perhitungan waktu normal. Unsur
“subyektif” pengamat akan masuk ke dalam proses penentuan waktu normal
tersebut. Cara pemberian penyesuaian adalah dengan mengalikan waktu siklus
Penyesuaian cara Westinghouse mengarahkan penilaian pada 4 faktor
yang dianggap menentukan kewajaran atau ketidakwajaran dalam bekerja,
yaitu Keterampilan, Usaha, Kondisi Kerja, dan Konsistensi. Setiap faktor
terbagi ke dalam kelas-kelas dengan nilainya masing-masing.
Tabel 2.5 Tabel penyesuaian menurut Westinghouse (Sutalaksana, 1979)
KETERAMPILAN USAHA + 0.15 A1 Superskill + 0.13 A2 + 0.11 B1 Excellent + 0.08 B2 + 0.06 C1 Good + 0.03 C2 0.00 D Average - 0.05 E1 Fair - 0.10 E2 - 0.16 F1 Poor - 0.22 F2 + 0.13 A1 Superskill + 0.12 A2 + 0.10 B1 Excellent + 0.08 B2 + 0.05 C1 Good + 0.02 C2 0.00 D Average - 0.04 E1 Fair - 0.08 E2 - 0.12 F1 Poor - 0.17 F2
KONDISI KERJA KONSISTENSI
+ 0.06 A Ideal + 0.04 B Excellent + 0.02 C Good 0.00 D Average - 0.03 E Fair - 0.07 F Poor + 0.04 A Ideal + 0.03 B Excellent + 0.00 C Good 0.00 D Average - 0.02 E Fair - 0.04 F Poor
2.9.2. Kelonggaran
Kelonggaran pada dasarnya adalah suatu faktor koreksi yang harus
diberikan kepada waktu kerja operator, karena dalam melakukan pekerjaannya
operator terganggu oleh hal-hal yang tidak diinginkan, namun sifatnya
alamiah. Sifat alamiah ini menyebabkan waktu kerja menjadi cenderung
bertambah, karena gangguan kerja yang muncul dan tidak dapat dihindarkan.
Kelonggaran yang dimaksud terdiri atas tiga jenis, yaitu :
1. Kelonggaran untuk kebutuhan pribadi
Yang termasuk dalam kelonggaran untuk kebutuhan pribadi adalah hal-hal
seperti minum sekedar hanya untuk menghilangkan rasa haus, untuk
menghilangkan ketegangan atau kejemuan dalam bekerja. Kebutuhan
seperti ini adalah hal yang alamiah dan mutlak, bila dilarang akan
mengakibatkan pekerja stress dan tidak dapat bekerja dengan baik
sehingga produktivitas menurun.
2. Kelonggaran untuk menghilangkan rasa fatique / kelelahan
Rasa fatique tercermin bila menurunnya hasil produksi baik jumlah
maupun kualitas. Bila rasa fatique telah dating dan pekerja harus bekerja
untuk menghasilkan performance normalnya maka usaha yang
dikeluarkan pekerja lebih besar dari keadaan normal dan hal ini akan
menambahkan rasa fatique.
Kelonggaran untuk rasa lelah (fatique), yang terdiri dari :
b. Sikap kerja
c. Gerakan kerja
d. Kelelahan mata
e. Temperatur
f. Keadaan atmosfer tempat kerja
g. Lingkungan kerja
3. Kelonggaran untuk hambatan yang tak terhindarkan
Yang termasuk dalam hambatan yang tak tehindarkan adalah
menerima atau meminta petunjuk pengawas, melakukan penyesuaian
mesin, memperbaiki kemacetan-kemacetan singkat, mengasah peralatan
gerinda, dan lain-lain. Hal-hal seperti ini hanya dapat diusahakan serendah
mungkin.
Tabel 2.6 Tabel besarnya kelonggaran berdasarkan faktor-faktor yang berpengaruh
Faktor Kelonggaran (%)
A. Tenaga yang Dikeluarkan
1 Dapat diabaikan 0,0 - 6,0 2 Sangat ringan 6,0 - 7,5 3 Ringan 7,5 - 12,0 4 Sedang 12,0 - 19,0 5 Berat 19,0 - 30,0 6 Sangat berat 30,0 - 50,0 7 Luar biasa berat
B. Sikap Kerja
1 Duduk 0,00 - 1,00
2 Berdiri di atas dua kaki 1,0 - 2,5 3 Berdiri di atas satu kaki 2,5 - 4,0
4 Berbaring 2,5 - 4,0 5 Membungkuk 4,0 – 10 C. Gerakan Kerja 1 Normal 0 2 Agak terbatas 0 - 5 3 Sulit 0 - 5
4 Pada anggota-anggota badan terbatas 5 - 10 5 Seluruh anggota badan terbatas 10 - 15
D. Kelelahan Mata
1 Pandangan yang terputus-putus 1,0 - 6,0 2 Pandangan yang hampir terus-menerus 6,0 - 7,5 3 Pandangan terus-menerus dengan fokus berubah-ubah 7,5 - 12,0 4 Pandangan terus-menerus dengan fokus tetap 12,0 -19,0
E. Keadaan Temperatur Tempat Kerja
1 Beku >10 2 Rendah 10 - 0 3 Sedang 0 - 5 4 Normal 0 - 5 5 Tinggi 5 - 40 6 Sangat tinggi >40 F. Keadaan Atmosfer 1 Baik 0 2 Cukup 0 - 5 3 Kurang baik 5 - 10 4 Buruk 10 -20
G. Keadaan Lingkungan yang Baik
1 Bersih, sehat, cerah dengan kebisingan rendah 0 2 Siklus kerja berulang-ulang antara 5-10 detik 0 - 1 3 Siklus kerja berulang-ulang antara 0-5 detik 1 -3
4 Sangat bising 0 - 5
5
Jika faktor-faktor yang berpengaruh dapat menurunkan
kwalitas 0 - 5
7 Keadaan-keadaan yang luar biasa 5 – 15 Kelonggaran untuk kebutuhan pribadi bagi : Pria = 0 - 2,5 % Wanita = 2 - 5 %
Sumber : Sutalaksana, Iftikar Z., Ruhana Anggawisastra dan John H. Tjakraatmadja,
Teknik Tata Cara Kerja, Jurusan Teknik Industri, Institut Teknologi
Bandung, Bandung, 1979.
2.10 PETA-PETA KERJA UNTUK ANALISIS KERJA 2.10.1. Definisi Peta Kerja (Sutalaksana, 1979:15)
Peta kerja adalah suatu alat yang menggambarkan kegiatan kerja secara
sistematis dan jelas (biasanya kerja produksi). Lewat peta kerja kita bisa
melihat semua langkah atau kejadian yang dialami oleh suatu benda kerja dari
mulai masuk ke pabrik yang berbentuk bahan baku; kemudian
menggambarkan semua semua langkah yang dialaminya, seperti transportasi,
operasi mesin, pemeriksaan dan perakitan, sampai akhirnya menjadi produk
jadi, baik produk lengkap atau merupakan bagian dari suatu produk lengkap.
Apabila kita melakukan studi yang seksama terhadap suatu peta kerja,
maka pekerjaan kita dalam usaha memperbaiki metode kerja dari suatu proses
produksi akan lebih mudah dilaksanakan. Perbaikan yang mungkin dilakukan,
antara lain : kita bisa menghilangkan operasi-operasi yang tidak perlu,
menggabungkan suatu operasi dengan operasi lainnya, menemukan suatu
ekonomis, serta menghilangkan waktu menunggu antar operasi. Pada
dasarnya semua perbaikan tersebut ditujukan untuk mengurangi biaya
produksi secara keseluruhan. Dengan demikian, peta-peta kerja merupakan
alat yang baik untuk menganalisa suatu pekerjaan sehingga mempermudah
dalam perencanaan perbaikan kerja.
2.10.2. Peta Aliran Proses
Peta Aliran Proses adalah suatu diagram yang menunjukkan
urutan-urutan dari operasi, pemeriksaan, transportasi, menunggu dan penyimpanan
yang terjadi selama satu proses atau prosedur berlangsung, serta didalamnya
memuat pula informasi-informasi yang diperlukan untuk analisa seperti waktu
yang dibutuhkan dan jarak perpindahan. Waktu biasanya dinyatakan dalam
jam dan jarak perpindahan biasanya dinyatakan dalam meter, walaupun hal ini
tidak terlampau mengikat.
Peta Aliran Proses pada umumnya terbagi dalam 2 tipe, yaitu :
1. Peta Aliran Proses tipe bahan
2. Peta Aliran Proses tipe orang
Peta Aliran Proses tipe bahan ialah suatu peta yang menggambarkan
kejadian yang dialami bahan (bisa merupakan salah satu bagian dari produk
jadi) dalam suatu proses atau prosedur operasi. Contoh penggunaan peta ini
dalam praktek, misalnya untuk menggambarkan aliran yang dialami bahan
saat penerimaan, pengepakan, dan pengiriman.
1. Peta Aliran Proses pekerja yang menggambarkan aliran kerja seorang
operator.
2. Peta Aliran Proses yang menggambarkan aliran kerja sekelompok
manusia.
Pada umumnya Peta Aliran Proses tipe orang adalah suatu peta yang
menggambarkan suatu proses dalam bentuk aktivitas-aktivitas manusianya.
Peta ini merupakan gambar simbolis dan sistematis dari suatu metoda kerja
yang dijalani oleh seseorang atau oleh sekelompok pekerja ketika
pekerjaannya membutuhkan dia (mereka) untuk bergerak dari suatu tempat
ketempat lainnya.
Kegunaan Peta Aliran Proses adalah sebagai berikut :
1. Bisa digunakan untuk mengetahui aliran bahan atau aktivitas orang
mulai awal masuk dalam suatu proses atau prosedur sampai aktivitas
terakhir.
2. Peta ini bisa memberikan informasi mengenai waktu penyelesaian suatu
proses atau prosedur.
3. Bisa digunakan untuk mengetahui jumlah kegiatan yang dialami bahan
atau dilakukan oleh orang selama proses atau prosedur berlangsung.
4. Sebagai alat unutk melakukan perbaikan-perbaikan proses atau metoda
kerja.
5. Bisa digunakan untuk mengetahui jumlah kegiatan yang dialami bahan
6. Sebagai alat untuk melaukan perbaikan-perbaikan proses atau metoda
kerja.
7. Khusus untuk peta yang hanya menggambarkan aliran yang dialami oleh
suatu komponen atau satu orang, secara lebih lengkap, maka peta ini
merupakan suatu alat yang akan mempermudah proses analisa untuk
mengetahui tempat-tempat dimana terjadi ketidakefisienan atau terjadi
ketidaksempurnaan pekerjaan, sehingga dengan sendirinya dapat
digunakan untuk menghilangkan ongkos-ongkos yang tersembunyi.
2.10.3. Analisa Suatu Peta Aliran Proses
Salah satu cara sederhana yang bisa digunakan untuk menganalisa
suatu Peta Aliran Proses adalah dengan “Dot and Check Technique”. Cara ini
dilaksanakan dengan mengajukan 5 buah pertanyaan dasar (apa, dimana,
kapan, siapa, dan bagaimana) pada setiap “kejadian” dalam Peta Aliran Proses
tersebut, yang kemudian bisa dilaksanakan untuk perbaikan, yaitu :
1. Menghilangkan aktivitas-aktivitas yang tidak perlu.
2. Menggabungkan atau mengubah tempat kerja.
3. Menggabungkan atau mengubah waktu atau urutan kerja
4. Menggabungkan atau mengubah orang.
5. Menyederhanakan atau memperbaiki metoda kerja.
2.10.4. Peta Tangan Kiri Tangan Kanan
Untuk menyempurnakan cara atau metode kerja yang digunakan dalam
tentunya jika setiap stasiun kerja telah disempurnakan, maka untuk
memperbaiki proses secara keseluruhan akan lebih mudah dilaksanakan.
Untuk mendapatkan gerakan-gerakan yang lebih terperinci, dan terutama
untuk mengurangi gerakan yang tidak perlu dan untuk mengatur gerakan
sehingga diperoleh urutan yang terbaik maka diperlukan suatu studi gerakan.
Peta Tangan Kiri dan Tangan Kanan merupakan suatu alat dari studi gerakan
untuk menentukan gerakan-gerakan yang efisien, yaitu gerakan-gerakan yang
memang diperlukan untuk melaksanakan suatu pekerjaan.
Peta ini menggambarkan semua gerakan pada saat bekerja dan pada
saat menganggur yang dilakukan oleh tangan kiri dan tangan kanan, dan juga
menunjukkan perbandingan antara tugas yang dibebankan pada tangan kiri dan
tangan kanan pada saat melakukan suatu pekerjaan. Peta ini memperlihatkan
semua operasi secara cukup lengkap, yang berarti mempermudah perbaikan
operasi tersebut dan sangat praktis untuk memperbaiki suatu pekerjaan manual
dimana tiap siklus dari pekerja tadi terjadi dengan cepat dan terus berulang.
Kegunaan Peta Tangan Kiri dan Tangan Kanan :
1. Menyeimbangkan gerakan kedua tangan dan mengurangi kelelahan.
2. Menghilangkan atau mengurangi gerakan-gerakan yang tidak efisien dan
tidak produktif, sehingga tentunya akan mempersingkat waktu kerja.
3. Sebagai alat untuk menganalisis tata letak stasiun kerja.
2.10.5. Analisa Suatu Peta Tangan Kiri Tangan Kanan
Setelah Peta Tangan Kiri dan Tangan Kanan yang menunjukkan cara
kerja yang ada selesai dibuat, langkah berikutnya, si penganalisa harus
memikirkan bagaimana agar perbaikan cara kerja tersebut bisa diperoleh.
Untuk ini, biasanya elemen gerakan “menganggur” dan “memegang untuk
memakai” merupakan titik yang baik untuk memulai penganalisaan.
Analisa terhadap suatu stasiun kerja, melalui peta ini akan sangat lancar,
apabila si penganalisa sudah mengerti menangani studi gerakan dan
prinsip-prinsip ekonomi gerakan. Ini penting, karena perbaikan suatu stasiun kerja bias
dicapai, apabila kita melakukan analisa terhadap semua elemen gerakan dalam
pekerjaan tersebut, secara lengkap dan teliti.
2.11 STUDI GERAKAN (Sutalaksana, 1979 : 91)
Dalam mengamati suatu pekerjaan yang sedang berlangsung, hal yang
sudah pasti terlihat adalah gerakan-gerakan yang membentuk pekerjaan
tersebut. Dalam melakukan pekerjaannya seorang pekerja kadang melakukan
gerakan yang tidak perlu atau biasa disebut gerakan-gerakan yang tidak
efektif. Untuk menghindari gerakan yang tidak efektif tersebut seorang
perancang sistem kerja perlu terlebih dahulu mempelajari hal-hal yang
berhubungan dengan gerakan-gerakan kerja serta perancangan sistem kerjanya