• Tidak ada hasil yang ditemukan

NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM AL-QUR’AN SURAT AN-NUR AYAT 58, 59, 60 DAN 61 SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM AL-QUR’AN SURAT AN-NUR AYAT 58, 59, 60 DAN 61 SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan"

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)

NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK

DALAM AL-

QUR’AN

SURAT AN-NUR AYAT 58, 59, 60 DAN 61

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan

Oleh:

SITI AMINAH

NIM 11112113

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

(2)
(3)

i

NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK

DALAM AL-

QUR’AN

SURAT AN-NUR AYAT 58, 59, 60 DAN 61

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan

Oleh:

SITI AMINAH

NIM 11112113

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

(4)
(5)
(6)
(7)

v

Artinya:” Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah suri teladan

yang baik bagimu (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap

(rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak

(8)

PERSEMBAHAN

Yang utama dari segalanya. Sembah sujud serta syukur kepada Allah SWT. taburan cinta dan kasih sayang-Mu telah memberikanku kekuatan, membekaliku dengan ilmu, serta memperkenalkanku dengan cinta, atas karunia serta kemudahan yang Engkau berikan akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan.

Kupersembahkan karya sederhana ini kepada orang-orang yang telah membantu mewujudkan mimpiku:

1. Kedua orangtuaku, Bapak Ahmad Yani dan Ibu Mahmudah yang tiada pernah hentinya selama ini memberiku semangat, doa, dorongan, nasehat, dan kasih syang serta pengorbanan yang tak tergantikan hingga aku selalu kuat menjalani rintangan yang ada di depanku. 2. Suamiku, Dwi Susanto yang selalu memberiku motivasi, arahan dan

nasihatnya.

3. Putraku tersayang, Muhammad Danish Akmal yang telah memberiku tawa kebahagiaan sehingga timbullah motivasi yang sangat luar biasa untuk mengarungi perjalanan hidupku dan mewujudkan mimpiku. 4. Kedua mertuaku, Bapak Koderi dan Ibu Sariyah yang senantiasa

memberikan motivasi dan doanya.

(9)

vii

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Bismillahirrahmaanirrahiim, segala puji dan syukur senantiasa penulis

haturkan kepada Allah SWT. atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian skripsi ini dengan baik. Sholawat serta salam senantiasa tercurahkan baginda Rasulullah Muhammad SAW, keluarga, sahabat, serta para pengikut setianya.

Selesainya penulisan skripsi ini bukanlah semata-mata jerih payah penulis sendiri, melainkan jasa baik dari orang-orang hebat yang diberikan kepada penulis. Untuk itu dengan memohon arah dan bimbingan, penulis sampaikan ucapan terimakasih, kepada:

1. Bapak Dr. Rahmat Haryadi, M.Pd. selaku Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.

2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan FTIK Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.

3. Ibu Siti Rukhayati, M.Pd. selaku Ketua Jurusan PAI Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.

(10)

viii

5. Bapak dan Ibu Dosen FTIK IAIN Salatiga yang telah mendidik penulis sehingga berakhirnya penyusunan skripsi ini.

6. Guru-guru yang memberikan pengetahuannya kepada saya, semoga Allah SWT. membalasnya dengan menempatkan kalian ditempat yang layak dan dibalas dengan penuh kasih sayang-Nya.

7. Teman-teman PAI D yang mengajak untuk sesegera mungkin menyelesaikan program SI ini.

8. Teman-teman seperjuangan PAI D khususnya dan IAIN Salatiga pada umumnya,

Kepada mereka semua penulis tidak dapat memberikan balasan apapun. Hanya untaian kata terima kasih yang bisa penulis sampaikan, semoga Allah SWT. senantiasa melimpahkan rahmat-Nya kepada semua pihak yang telah membantu penulis.

(11)
(12)

x

ABSTRAK

Aminah, Siti. 2017. Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak dalam al-Qur’an Surat an-Nur

Ayat 58-61. Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Jurusan

Pendidikan Agama Islam.Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Dra. UrifatunAnis, M.Pd.I

Kata kunci : Nilai, Pendidikan, Akhlak, al-Qur’an

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Bagaimana nilai-nilai pendidikan akhlak yang diajarkan dalam surat an-Nur ayat 58, 59, 60 dan 61? (2) Bagaimana implementasi nilai-nilai pendidikan akhlak yang diajarkan dalam surat an-Nur ayat 58, 59, 60 dan 61 dalam kehidupan sehari-hari?

Penelitian ini merupakan penelitian literatur atau naskah dengan mengambil naskah surat an-Nur ayat 58, 59, 60 dan 61. Metode yang digunakan adalah analisis maudhu’i dan analisis deduksi, dengan pendekatan kualitatif dan juga menggunakan strategi penelitian fenomenologi.

(13)

xi

DAFTAR ISI

SAMPUL

LEMBAR BERLOGO

JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN KELULUSAN ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

ABSTRAK ... x

DAFTAR ISI ... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Penegasan Istilah ... 4

(14)

xii

F. Metode Penelitian... 9

G. Sistematika Penulisan Skripsi ... 13

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Nilai ... 15

B. Pengertian Pendidikan Akhlak ... 16

C. Tujuan Pendidikan Akhlak ... 19

D. Ruang Lingkup Pendididkan Akhlak ... 20

E. Materi Pendidikan Akhlak ... 35

BAB III DESKRIPSI SURAT DAN TAFSIR AL-QUR’AN SURAT AN-NUR AYAT 58, 59, 60 DAN 61 A. Surat an-Nur ayat 58, 59, 60 dan 61... 41

B. Pandangan Mufassir dan Penafsiran Tentang al-Qur’an Surat an-Nur ayat 58, 59, 60 dan 61 ... 51

BAB IV PEMBAHASAN A. Analisis Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak dalam al-Qur’an surat an-Nur ayat 58, 59 60 dan 61 ... 69

B. Implementasi al-Qur’an surat an-Nur ayat 58, 59, 60 dan 61 dalam kehidupan sehari-hari ... 82

(15)

xiii

B. Saran-Saran ... 90 C. Penutup ... 91

DAFTAR PUSTAKA ... 92

(16)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Al-Qur’an adalah sumber agama (juga ajaran) Islam pertama dan

utama. Menurut keyakinan umat Islam yang diakui kebenarannya oleh penelitian ilmiah, al-Qur’an adalah kitab suci yang memuat firman-firman (wahyu) Allah, sama benar yang disampaikan oleh Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad sebagai Rasul Allah sedikit demi sedikit selama 22 tahun 2 bulan 22 hari, mula-mula di Mekkah kemudian di Madinah. Tujuannya, untuk menjadi pedoman atau petunjuk bagi umat manusia dalam hidup dan kehidupannya untuk mencapai kesejahteraan di dunia ini dan kebahagiaan di akhirat (Ali, 2008: 93).

Al-Qur’an yang merupakan sumber agama ini mengandung

beberapa prinsip dalam hidup untuk memeperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat, termasuk ajaran tentang kehidupan manusia. Karena itu manusia dapat mengetahui siapa dirinya, darimana ia berasal, di mana ia berada dan ke mana ia akan pergi. Dengan demikian manusia akan tahu bagaimana ia harus bertindak dalam hidupnya.

Jika dikaji sejarah turunnya wahyu yang kini dihimpun dengan baik dalam al-Qur’an, dapatlah disimpulkan bahwa al-Qur’an yang turun sedikit demi sedikit itu isinya antara lain adalah (1) Petujuk mengenai akidah yang

(17)

2

harus diikuti oleh manusia dalam berhubungan dengan Allah dan dengan sesama insan demi kebahagiaan hidup manusia di dunia dan akhirat kelak. (3) Petunjuk tentang akhlak, mengenai yang baik dan buruk yang harus diindahkan oleh manusia dalam kehidupan, baik kehidupan individual maupun kehuidupan sosial. (4) Kisah-kisah umat manusia di zaman lampau (Ali, 2008: 97).

Akan tetapi dari ke empat isi al-Qur’an tersebut penulis hanya akan membahas poin yang ketiga yaitu petunjuk tentang akhlak mengenai akhlak yang baik dan yang buruk dalam kehidupan individual maupun sosial. Karena dalam mengembangkan akhlak pada seseorang tentunya tidak terlepas dari proses pendidikan, baik pendidikan keluarga maupun sekolah. Sering pendidikan akhlak dianggap remeh bagi sebagian orang tua yang akhirnaya mengakibatkan perilaku menyimpang bagi si anak, dan juga akan mengakibatkan hubungan sosial kemasyarakatan yang kurang etis. Pendidikan akhlak sangatlah penting dalam mewujudkan pribadi yang mulia. Pendidikan ini akan sangat berarti jika kita mulai dari diri sendiri dan keluarga terutama kepada anak-anak kita kelak.

(18)

3

terpuji, dan perangai yang terpuji menghasilkan amal saleh, dan amal saleh menghasilkan ridha Allah Swt., dan ridha Allah Swt. menghasilkan kemuliaan yang abadi (Hafizh, 1997: 179).

Islam sangat mementingkan pendidikan yang benar dan berkualitas, individu-individu yang beradab akan terbentuk yang akhirnya memunculkan kehidupan sosial yang bermoral. Akhlak menjadi sesuatu yang sangat penting dan berharga bagi kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara (Munir, 2008: 115)

Memiliki akhlak mulia yang akan tertanam pada diri dimulai pada pendidikan dalam keluarga, karena keluarga merupakan tempat anak membuka matanya untuk yang pertama kali. Pengaruhnya dalam pendidikan ini akan memainkan peranan yang sangat besar dalam memberikan pengarahan dan membentuk pribadi anak. Sejauh mana nilai-nilai pendidikan itu diberikan oleh keluarga kepada anak sejauh itulah anak terbentuk, tumbuh, berkembang, serta menghadapi masyarakat dengan segala permasalahannya. Jika pendidikan tersebut dapat terlaksana dengan baik, maka akhlak terhadap masyarakat beserta lingkungannya juga akan terealisasi dengan baik.

(19)

4

B. Rumusan Masalah

Mengacu dari uraian di atas, maka selanjutnya penulis merumuskan pokok permasalahan yang akan dibahas lebih lanjut. Hal tersebut antara lain:

1. Bagaimana nilai-nilai pendidikan akhlak yang diajarkan dalam surat an-Nur ayat 58, 59, 60 dan 61?

2. Bagaimana implementasi nilai-nilai pendidikan akhlak yang diajarkan dalam surat an-Nur ayat 58, 59, 60 dan 61 dalam kehidupan sehari-hari?

C. Tujuan Penelitian

Bertolak dari latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka dapat ditetapkan beberapa tujuan penelitian sebagai berikut:

1. Untuk memperoleh deskripsi tentang nilai-nilai pendidikan akhlak yang diajarkan dalam surat an-Nur ayat 58,59, 60 dan 61.

2. Untuk mengetahui implementasi nilai-nilai pendidikan akhlak yang diajarkan dalam surat an-Nur ayat 58, 59, 60 dan 61 dalam kehidupan sehari-hari?

D. Penegasan Istilah

(20)

5

1. Nilai

Muhammad Ibrahim Khazim berpendapat bahwa nilai (value) adalah ukuran, tingkatan, atau standar yang kita tujukan untuk perilaku kita, apakah perilaku itu kita sukai atau benci. Sehingga nilai juga dapat diartikan sebagai kumpulan dari ukuran-ukuran, orientasi, dan teladan luhur, yang selaras dengan akidah yang diyakini seseorang dan tidak bertentangan dengan perilaku masyarakat, dimana ukuran-ukuran itu menjadi moral bagi seseorang yang tercermin dalam perilaku, aktivitas, usaha dan pengalaman-pengalamannya. Sebagaimana yang terlihat pada komitmen seseorang terhadap nilai-nilai itu dalam perilakunya terhadap manusia dari satu sisi dan terhadap Tuhan dari sisi lain (Murshafi, 2009: 95).

Jadi nilai dapat diartikan sebagai sifat-sifat atau hal-hal yang penting atau berguna bagi kemanusiaan.

2. Pendidikan

(21)

6

Sedangkan menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU RI Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen serta UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, 2006: 72)

Jadi, yang dimaksud dengan pendidikan adalah bimbingan atau pertolongan secara sadar yang diberikan oleh pendidik kepada si terdidik dalam perkembangan jasmaniah dan rohaniah kearah kedewasaan dan seterusnya kearah terbentuknya kepribadian muslim (Rahmaniyah, 2010: 53).

3. Akhlak

Kata “akhlaq” (bahasa Arab) merupakan bentuk jamak dari kata

“khuluq”, yang berarti tabiat, budi pekerti, kebiasaan. Persoalan akhlak tersebut dikaji sedemikian rupa oleh ulama, sehingga timbul ilmu akhlak, yaitu ilmu yang menentukan batas antara baik dan buruk, antara yang terpuji dan tercela, tentang perkataan atau perbuatan manusia lahir dan batin (Muhaimin, 2003: 306)

(22)

7

masyarakat yang baik pula. Akhlak dalam Islam juga memiliki nilai yang dapat diterapkan pada kondisi apa pun (Syafri, 2014: 68).

Akhlak pada dasarnya mengajarkan bagaimana seseorang

seharusnya berhubungan dengan Tuhan Allah

(

الله نم لبح

)

penciptanya, sekaligus bagaimana seseorang harus berhubungan

dengan sesama manusia (

سانلا نم لبح

). Inti ajaran akhlak adalah niat

kuat untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu dengan ridha Allah ta’ala.

4. al-Qur’an surat an-Nur ayat 58, 59,60 dan 61

Surat an-Nur (cahaya) adalah surat ke dua puluh empat setelah surat al-Mu’minun dalam susunan al-Qur’an, yang terdiri dari 64 ayat, termasuk dalam golongan surat Madaniyah. Adapun ayat 58 menjelaskan tentang akhlak dalam keluarga yakni sopan santun dalam rumah tangga. Pendidikan akhlak yang diberikan kepada anak-anak yang belum memasuki usia baligh, dan para pelayan yang berada di rumah.

Sedang ayat 59 juga menjelaskan tentang akhlak yang diberikan kepada anak-anak khususnya mereka yang telah mencapai usia baligh dan sopan santun ketika mereka ingin menemui orang tuanya di kamar. Ayat 60 menjelaskan tentang wanita yang telah memasuki usia lanjut yang telah berhenti/tidak lagi haid dan juga tidak memiliki hasrat untuk menikah. Ayat ini merupakan pengecualian dari ayat 31

(23)

8

kecuali yang nampak darinya”, karena dalam surah ini mengharuskan

wanita-wanita untuk tidak menampakkan aurat mereka. Maka dalam ayat ini tidak memberatkan kepada wanita untuk menutup seluruh auratnya, yang penting baginya di masa sekarang ini adalah menjaga sikap hidup, sikap diri dan jiwa supaya tetap terhormat dan menjadi contoh dan teladan yang baik bagi anak cucunya dalam rumah tangga dan orang lain.

Ayat 61 menjelaskan tentang hubungan kekeluargaan orang yang beriman dan soal makan dan minum dalam keluarga itu.

E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

a. Memberikan sumbangan pemikiran ilmu pada umumnya dan pendidikan akhlak pada khususnya, terutama mengenai nilai-nilai pendidikan akhlak dalam al-Qur’an surat an-Nur ayat 58, 59, 60 dan 61.

b. Penelitian ini ada relevansinya dengan Ilmu Agama Islam khususnya Program Studi Pendidikan Agama Islam, sehingga hasil pembahasannya berguna menambah literatur atau bacaan tentang nilai-nilai pendidikan akhlak dalan al-Qur’an surat an-Nur ayat 58, 59, 60 dan 61.

(24)

9

mengamalkan nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam

al-Qur’an surat an-Nur ayat 58, 59, 60 dan 61.

2. Manfaat praktis

Memberikan kontribusi positif untuk dijadikan pertimbangan berfikir dan bertindak. Secara khusus penelitian ini dapat dipergunakan sebagai berikut:

a. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menjadi motivasi bagi para orang tua atau pendidik untuk mensosialisasikan pendidikan akhlak di dalam keluarga dan juga di masyarakat sesuai dengan aturan ajaran Islam.

b. Diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan acuan khususnya bagi para orang tua atau pendidik dalam mendidik anaknya tentang beretika dalam keluarga dan juga dengan orang lain di masyarakat serta dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

c. Dengan skripsi ini mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi pembaca umumnya dan khususnya penulis sendiri. Amin.

F. Metode Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini, digunakan beberapa tehnik untuk sampai pada tujuan penelitian. Tehnik tersebut meliputi:

1. Jenis penelitian

jenis penelitian ini tergolong penelitian kepustakaan (library

(25)

10

(kepustakaan) dari penelitian sebelumnya (Saraswati, 2011: 23). karena semua yang digali adalah bersumber dari pustaka. Dimana data-data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah berbagai tulisan yang temanya sama dengan judul yang penulis angkat.

Adapun sumber data yang digunakan penulis adalah: a. Sumber data primer.

Yaitu sumber data yang langsung berkaitan dengan penelitian, yaitu al-Qur’an surat an-Nur ayat 58, 59, 60, dan 61 beserta

tafsirnya menurut ulama’ diantaranya Tafsir al-Misbah karya Prof.

Dr. Quraish Shihab, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir karya Muhammad Nasib ar-Rifa’i dan Tafsir Al-Maraghi karya Ahmad Mustafa Al-Maraghi.

b. Sumber data sekunder.

Yaitu sumber data yang mengandung dan melengkapi sumber-sumber data primer. Sumber data sekunder diambil dengan cara mencari, menganalisis buku-buku, internet dan informasi lainnya yang berhubungan dengan judul skripsi ini.

2. Pendekatan penelitian

(26)

11

dan historis dibangun dengan maksud mengembangkan suatu teori atau pola). Pendekatan ini juga menggunakan strategi penelitian fenomenologis. Fenomenologi bisa diartikan sebagai pengalaman subyektif atau studi tentang kesadaran dari perspektif pokok dari seseorang. Fenomenologi kadang-kadang digunakan sebagai perspektif filosofi dan juga digunakan sebagai pendidikan penelitian kualitatif (Meleong, 2008: 15).

Pendekatan ini penulis gunakan untuk menganalisis nilai-nilai yang ada dalam surat an-Nur ayat 58-61 yang mampu menghasilkan sebuah konsep pemikiran yang integral dengan konteks yang terjadi waktu itu.

3. Tehnik pengumpulan data

Untuk memperoleh data dalam melakukan penelitian ini, penulis menggunakan metode dokumentasi. Metode dokumentasi yaitu teknik pengumpulan data yang ditujukan kepada subyek penelitian. Dokumen dapat berupa catatan pribadi, surat pribadi, buku harian, lapran kerja, notulen rapat, catatan kasus, rekaman kaset, rekaman video dan lain sebagainya (Sukandarrumidi, 2004: 100-101).

(27)

12

Kemudian hasil dari data itu dianalisis untuk mendapatkan kandungan makna al-Qur’an surat an-Nur tentang nilai-nilai pendidikan akhlak.

4. Metode analisis. a. Analisis Mawdhu’i

Analisis Mawdhu’i atau tafsir al-mawdhu’i menurut istilah adalah menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an dengan menghimpun ayat -ayat al-Qur’an yang mempunyai maksud yang sama dalam arti sama-sama membicarakan satu topik dan menyusunnya berdasarkan kronologi dan sebab turunnya ayat-ayat tersebut (Budihardjo, 2012: 50).

Metode ini penulis gunakan untuk membahas ayat

al-Qur’an an-Nur ayat 58-61 dan berupaya menghimpun ayat-ayat

al-Qur’an yang lain dari berbagai surat yang berkaitan dengan tema

yang dibahas, sehingga menjadi satu kesatuan yang utuh. b. Analisis deduksi.

Metode deduksi, yaitu suatu proses berfikir dari pengetahuan yang bersifat umum dan berangkat dari pengetahuan tersebut ditarik suatu pengetahuan yang khusus (Hadi, 1981: 36).

(28)

13

G. Sistematika Penulisan Skripsi

Sistematika penulisan skripsi merupakan penjabaran tentang hal-hal yang akan ditulis dan disusun secara sistematis, sehingga menghasilkan kerangka skripsi yang sistematis dan mudah dipahami. Sistematika yang akan ditulis oleh penulis akan dijelaskan sebagai berikut:

Pada halaman pembuka mencakup halaman judul, halaman nota pembimbing, halaman pengesahan, halaman pernyataan keaslian tulisan, halaman motto, halaman persembahan, , kata pengantar, abstrak dan daftar isi.

Bab I Pendahuluan. Pada bab ini akan dikemukakan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, penegasan istilah, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan skripsi.

Bab II Landasan Teori. Pada bab ini akan dikemukakan mengenai pengertian pendidikan akhlak, tujuan pendidikan akhlak, ruang lingkup pendidikan akhlak, dan materi pendidikan akhlak.

Bab III Deskripsi Ayat. Pada bab ini akan diuraikan tentang sebab-sebab turunnya al-Qur’an surat an-Nur ayat 58, 59, 60, dan 61 dan dilanjutkan dengan tafsir surat an-Nur ayat 5 8, 59, 60, dan 61 menurut beberapa mufassirin.

(29)

14

(30)

15 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Sebelum mengkaji lebih jauh tentang nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam al-Qur‟an surat an-Nur ayat 58, 59, 60 dan 61, penulis lebih dahulu akan menjelaskan mengenai pendidikan akhlak. Pada kajian tentang nilai-nilai pendidikan akhlak mencakup: pengertian nilai-nilai, pengertian pendidikan akhlak, tujuan pendidikan akhlak, ruang lingkup pendidikan akhlak, materi pendidikan akhlak.

A. Pengertian Nilai

Nilai menurut Rokearch dan Bank adalah suatu tipe kepercayaan yang dalam seseorang bertindak atau menghindari suatu tindakan, atau mengenai suatu yang pantas atau tidak pantas dikerjakan (Thoha, 1996: 60). Sementara menurut Thoha (1996: 62) nilai adalah esensi yang melekat pada sesuatu yang sangat berarti bagi kehidupan manusia. Dan menurut Khazim, nilai diartikan sebagai kumpulan dari ukuran-ukuran, orientasi, dan teladan luhur, yang selaras dengan akidah yang diyakini seseorang dan tidak bertentangan dengan perilaku masyarakat (Murshafi: 2009: 95).

(31)

16

untuk masyarakat lainnya. Sebagai contoh, segenggam garam lebih berarti bagi masyarakat Dayak di pedalaman dari pada segenggam emas. Karena garam lebih berarti untuk mempertahankan kehidupan. Sedangkan segenggam emas lebih berarti bagi orang kota. Adanya perbedaan tersebut dikarenakan dari segi manfaat suatu objek/hal. Nilai sesuatu akan selalu berbeda dari masyarakat satu dengan masyarakat lainnya.

B. Pengertian Pendidikan Akhlak

Pendidikan merupakan suatu usaha atau proses yang ditujukan untuk membina kualitas sumber daya manusia seutuhnya agar ia dapat melakukan perannya dalam kehidupan secara fungsional dan optimal. Pendidikan pada intinya menolong manusia agar dapat menunjukkan eksistensinya secara fungsional di tengah-tengah kehidupan manusia (Nata, 2013: 338). Menurut al-Ghazali pendidikan adalah suatu ibadah dan sarana untuk menyebarluaskan keutamaan, membersihkan jiwa dan sebagai media mendekatakan umat manusia kepada Allah „Azza wa Jalla (Sulaiman, 1986: 11).

Pendidikan ialah tindakan yang sadar tujuan untuk memelihara dan mengembangkan fitrah serta potensi (sumber daya insani) menuju kesempuranaan insani (insan kamil). Pendidikan adalah proses kegiatan yang dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan, seirama dengan perkembangan anak (Achmadi, 1987: 5).

(32)

17

bangsa yang tinggi dan berkualitas, sehingga tidak mudah dibodohi oleh negara-negara lain melalui pendidikan dan pengetahuan yang mereka miliki. Akan tetapi pendidikan akan lebih sempurna jika dilengkapi dengan akhlak yang mulia, karena akhlak merupakan kunci dari kejayaan dan kehancuran suatu bangsa.

Dari beberapa uraian di atas dapat dikatakan bahwa pendidikan adalah suatu usaha sadar yang dilakukan untuk mencapai kesempurnaan insani/insan kamil yang selalu mendekatkan diri kepada Allah SWT. dengan proses kegiatan secara bertahap dan berkesinambungan.

Secara etimologis, kata akhlak berasal dari bahasa Arab al-Akhlaaq.

Bentuk jamak dari kata aI-Khuluq yang berarti budi pekerti, tabiat atau watak (Halim, 2000: 8). Dalam buku Menghias Diri dengan Akhlak Terpuji oleh M. Nipan Abdul Halim (2000: 9), pengertian akhlak secara terminologis menurut beberapa tokoh diantaranya:

1. Prof. Dr. Ahmad Amin:

“Akhlak ialah kehendak yang dibiasakan. Artinya, apabila kehendak itu

membiasakan sesuatu, maka kebiasaan itu disebut akhlak”.

2. Ibnu Maskawih:

“Akhlak ialah keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk

(33)

18

3. Imam al-Ghazali:

“Akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang darinya timbul

perbuatan-perbuatan dengan mudah, tanpa memerlukan pertimbangan akalnya terlebih dahulu ”.

Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa akhlak ialah perbuatan-perbuatan seseorang yang telah mempribadi, dilakukan secara berulang-ulang atas kesadaran jiwanya tanpa memerlukan berbagai pertimbangan dan tanpa adanya unsur pemaksaan dari pihak lain. Dengan demikian apabila suatu perbuatan baik dilakukan sekali atau dua kali saja maka perbuatan-perbuatan tersebut belum dapat dikategorikan sebagai akhlak, melainkan hanya sebatas perbuatan baik atau mulia. Karena bisa saja orang tersebut melakukan perbuatan baik karena ada bujukan dari orang lain atau motivasi-motivasi dari luar.

Menurut Saltut yang dikutip oleh Syafri (2014: 65), mengatakan bahwa pendidikan akhlak merupakan sebuah proses mendidik, memelihara, membentuk, dan memberikan latihan mengenai akhlak dan kecerdasan berfikir yang baik. Pendidikan akhlak menekankan pada sikap, tabiat dan perilaku yang menggambarkan nilai-nilai kebaikan yang harus dimiliki dan dijadikan kebiasaan anak didik dalam kehidupan sehari-hari (Munawar, 2005: 8).

(34)

19

perbuatan, serta interaksinya dengan Tuhan, manusia dan lingkungan alam jagad raya (Nata, 2013: 209).

Dapat disimpulkan bahwa pendidikan akhlak ialah suatu usaha sadar yang dilakukan secara berkesinambungan dalam membina sikap manusia agar terbentuk karakter yang taat dan berakhlakul karimah. Pendidikan akhlak ini berkaitan dengan perubahan perilaku. Maka dalam pendekatannya harus dengan cara pemberian contoh, latihan dan pembiasaan dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari lingkungan terkecil yaitu keluarga hingga ke lingkungan yang lebih luas, sehingga pelaksanaan akhlak tersebut terasa ringan untuk dilakukan dan terciptalah kehidupan yang aman dan tenteram.

C. Tujuan Pendidikan Akhlak

Pendidikan akhlak merupakan upaya untuk melahirkan manusia berkepribadian Muslim yang mudah untuk melaksanakan ketentuan hukum dan ketentuan syariat yang diperintahkan. Atau dengan kata lain tujuan pembinaan dan pendidikan akhlak yaitu untuk membentuk karakter Muslim yang taat dan berakhlakul karimah (Syafri, 2014: 104).

(35)

20

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (rahmat) Allah dan

(kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah” (al-Qur‟an dan

Terjemahannya, 2012: 421).

Berdasarkan penjelasan ayat di atas menunjukkan bahwa Rasulullah SAW. merupakan figur utama sebagai manusia utusan Allah SWT. yang patut dijadikan panutan dalam menjalani kehidupan di dunia dan mencapai kehidupan di akhirat. Maka dapat diketahui bahwa tujuan pendidikan akhlak adalah agar terbinanya akhlak terpuji dan mulia sebagaimana dicontohkan Rasulullah SAW. selain itu pendidikan akhlak memiliki tujuan agar manusia berada dalam kebenaran dan senantiasa berada di jalan yang lurus. Inilah yang akan mengantarkan manusia kepada kebahagiaan dunia dan akhirat.

D. Ruang Lingkup Pendidikan Akhlak

(36)

21

1. Akhlak Terhadap Allah SWT

Titik tolak akhlak terhadap Allah SWT. adalah pengakuan dan keasadaran bahwa tiada Tuhan melainkan Allah SWT. (Shihab, 1996: 261). Akhlak kepada Allah SWT. (hablumminallah) dapat diartikan sebagai sikap atau perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai makhluk kepada Tuhan sebagai Khalik.

Hubungan hamba dengan Allah bersifat vertikal (atas-bawah)

hamba berada “di bawah”, sementara Allah SWT. berada “di atas”. Atas

dan bawah ini bukan pemahaman secara hakiki, akan tetapi lebih ke makna majazi. Dalam arti hamba yang menyembah dan Allah SWT. yang disembah. Hamba yang beribadah dan Allah SWT. yang diibadahi. Hamba memiliki sejumlah kewajiban kepada Tuhannya, sementara Allah SWT. tidak memiliki kewajiban apa pun kepada hamba-Nya. Allah SWT. memiliki sejumlah hak atas hamba, sementara hamba tidak punya hak apa pun atas-Nya (Salamulloh, 2008: 3). Dalam berakhlak kepada Allah SWT. manusia mempunyai banyak cara, menurut Tatapangarsa (1991: 20) beberapa akhlak yang harus dimiliki seorang hamba kepada Allah SWT. diantaranya adalah:

a. Beriman Kepada Allah SWT.

(37)

22

b. Beribadah Kepada Allah SWT

Beribadah yaitu memenuhi apa yang menjadi hak Allah SWT. yang direalisasikan dengan mengamalkan segala perintah Allah SWT. dan menjauhi segala larangan-Nya, yang dikerjakan dengan tulus ikhlas, semata-mata hanya karena Allah SWT.

c. Tidak Mempersekutukan Allah SWT

Mempersekutukan maksudnya mempertuhan sesuatu yang bukan Tuhan, sehingga selain Tuhan yang satu (Allah) dianggap ada lagi Tuhan yang lain. Perbuatan demikian dinamakan syirik, dan orang yang melakukannya dinamakan musyrik.

Beberapa akhlak yang dipaparkan diatas merupakan akhlak yang harus dimiliki oleh manusia kepada Tuhannya. Karena akhlak terhadap Allah SWT. merupakan sikap atau perbuatan manusia yang seharusnya dilakukan sebagai makhluk kepada Sang Khalik.

2. Akhlak Terhadap Sesama Manusia

Akhlak terhadap sesama manusia dapat dirinci lagi sebagai berikut:

a. Akhlak Terhadap Rasulullah SAW

(38)

al-23

Qur‟an dan hadits tentang bagaimana bersikap terhadap Rasulullah

SAW. itulah yang dinamakan akhlak terhadap Rasulullah SAW. Beberapa akhlak yang perlu kita tunjukkan kepada Rasulullah SAW. dalam buku Akhlak Hubungan Horisontal oleh M. Alaika Salamulloh (2008: 36) adalah sebagai berikut:

1) Mengimani dan Menjalankan Ajaran Rasulullah SAW

Sebagai umat Islam, tentu kita wajib beriman kepada Rasulullah SAW. beserta risalah yang dibawanya. Makna mengimani ajaran Rasulullah SAW. adalah menjalankan ajarannya, mentaati perintahnya, dan berhukum dengan ketetapannya.

Allah SWT. berfirman dalam QS. al-Hasyr 59: 7:

kalian, maka taatilah; dan apa yang dilarang, maka jauhilah...”

(al-Qur‟an dan Terjemahannya, 2012: 547).

Dengan demikian, maka semua perintah Rasulullah SAW. wajib kita taati dan semua larangannya wajib kita jauhi.

2) Mencintai Rasulullah SAW

(39)

24

menjalankan ajaran Rasulullah SAW., rindu untuk bertemu dengan Rasulullah SAW., serta memperbanyak shalawat dan pujian kepada Rasulullah SAW.

3) Meneladani Akhlak Rasulullah SAW

Karena sikap dan ketaatan beliau pada ajaran yang terkandung dalam al-Qur‟an menjadi bagian yang tak terpisahkan pada setiap suasana kehidupannya, sehingga patutlah jika seharusnya kita sebagai umatnya meneladani akhlak beliau.

Akhlak kepada Rasulullah SAW. merupakan wujud kecintaan dan ketaatan kita sebagai umatnya kepada sang pemimpin yaitu Rasulullah SAW. dengan mentaati, menjalankan perintahnya serta mengikuti jejak beliau, manusia akan dijamin kesejahteraannya di dunia dan di akhirat.

b. Akhlak Terhadap Orang Tua

Allah memerintahkan kepada kita supaya senantiasa berbuat baik kepada kedua orang tua. Mereka berdua telah banyak berjasa kepada kita. Mulai sebelum lahir hingga kita dewasa, tak pernah sedetik pun kasih sayang mereka terlewatkan dari kita. Allah SWT. berfirman dalam QS. al-Isra‟ 17 ayat 23:

(40)

25

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah

selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya

perkataan yang baik” (al-Qur‟an dan Terjemahannya, 2012: 285).

Dalam buku Akhlak Horisontal karya M. Alaika Salamulloh (2008: 68), terdapat beberapa tuntunan akhlak yang perlu dipahami oleh setiap anak dalam berinteraksi dengan orang tuanya. Diantaranya adalah sebagai berikut:

1) Mencukupi Kebutuhan Orang Tua

Dengan tegas Allah memerintahkan kepada kita bahwa setiap harta yang kita peroleh wajib dinafkahkan kepada orang-orang yang berada di bawah tanggungan kita, termasuk kepada orang tua. Bahkan orang tua menduduki peringkat pertama dalam penerimaan nafkah ini. Allah SWT. berfirman dalam QS.

al-harus mereka infakkan. Katakanlah, , “harta apa saja yang kamu infakkan. Hendaknya diperuntukkan bagi kedua orang tua, kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan’. Dan kebaikan apa saja yang

kamu kerjakan, maka sesungguhnya Allah Maha

(41)

26

Akhlak ini berlaku pada anak yang sudah mandiri dan memiliki penghasilan sendiri. Bahkan kalau sang anak sudah menikah dan memiliki anak cucu, kewajiban tersebut tidaklah putus. Hendaklah ia tetap menyisihkan sebagian penghasilannya untuk mencukupi kebutuhan sang orang tua.

2) Patuh Menjalankan Perintah Orang Tua

Sebagaimana firman Allah SWT. QS. Luqman 31: 15:



“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku

dengan sesuatu yang engkau tudak mempunyai ilmu tentang itu, maka janganlah engaku menaati keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku. Kemudian hanya kepada-Ku tempat kembalimu, maka akan Aku beritahukan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan” (al-Qur‟an, 2012: 413).

Berdasarkan penjelasan di atas taat dan patuh terhadap perintah orang tua sepanjang perintah orang tua mengandung usur kebaikan, wajib hukumnya bagi sang anak mematuhinya. Akan tetapi, bila perintah tersebut menjurus kepada kemaksiatan, maka anak tidak wajib taat.

3) Mendoakan Orang Tua

(42)

27

“Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, “wahai Tuhanku! sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil” (al-Qur‟an dan Terjemahannya 2012: 285).

Ayat di atas menjadi dalil yang kuat mengenai kewajiban anak untuk mendoakan orang tuanya. Di antara doa yang dipanjatkan adalah semoga Allah menyayangi kepada keduanya sebagaimana mereka menyayanginya pada waktu kecil. Mendoakan orang tua adalah kewajiban seorang anak, baik ketika ia masih hidup atau sudah meninggal dunia. Rasulullah SAW.

“Apabila manusia meninggal dunia, maka terputuslah amalnya, kecuali tiga perkara: shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak shalih yang mendoakannya”(HR. Muslim: 1631).

Sesungguhnya kewajiban anak untuk berbakti kepada orang tua tidak akan pernah putus meski keduanya telah meninggal dunia, seorang anak tetap wajib berbakti kepada mereka salah

satunya dengan cara mendo‟akan keduanya.

c. Akhlak Terhadap Diri Sendiri

(43)

28

kebaikan, berarti ia telah menanam benih yang baik. Jika ia lebih senang menceburkan dirinya ke dalam kubangan maksiat maka ia telah menanam benih yang buruk dan akan menanggung akibatnya. Akhlak terhadap diri sendiri diantaranya adalah memelihara diri baik lahir (jasmani) maupun batin (rohani) (Salamulloh, 2008: 263). Adapun penjelasannya sebagai berikut:

1) Dari Sisi Batin (Rohani)

Orang muslim meyakini bahwa sesuatu yang dapat membersihkan jiwanya adalah iman dan amal saleh, sedangkan yang dapat mengotori dan merusaknya adalah kemaksiatan dan kekafiran. Karena itulah orang muslim dianjurkan untuk terus-menerus menjaga dan membersihkan dirinya, menghiasinya dengan akhlak yang baik, dan menyapunya dari segala kotoran dan dosa. Adapun beberapa akhlak pribadi menurut Ilyas (2007: 81), adalah:

a) Shidiq

(44)

29

b) Amanah

Amanah artinya dipercaya, seakar dengan kata iman. Karena sifat amanah memang lahir dari kekuatan iman. Amanah dalam pengartian yang luas mencakup banyak hal, antara lain: menyimpan rahasia orang, menjaga kehormatan orang lain, menjaga dirinya sendiri, menunaikan tugas-tugas yang diberikan kepadanya dan lain-lain sebagainya. Tugas-tugas yang dipikulkan Allah SWT. kepada umat manusia disebut sebagai amanah. Sebagaimana firman-Nya dalam QS. al-Ahzab [33] ayat 72, yaitu:



“Sesungguhnya Kami mengemukakan amanah kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk

memikul amanah itu dan mereka khawatir akan

mengkhianatinya, dan dipikullah amanah itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh”.

(al-Qur‟an dan Terjemahannya, 2012: 428).

c) Istiqamah

Secara etimologis, istiqamah berasal dari kata istiqāma

-yastaqīmu-istiqāmah, yang berarti tegak lurus. Dalam

(45)

30

supaya beristiqamah dinyatakan dalam firman Allah SWT. QS. Hud [11] ayat 112: sebagaimana diperintahkan kepadamu dan juga orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu

kerjakan” (al-Qur‟an dan Terjemahanya 2012: 235).

2) Dari Sisi Lahir (Jasmani)

Islam mengajarkan kita untuk selalu menjaga kesehatan. Sebab kesehatan adalah karunia dari Allah SWT. Dengan menjaga kesehatan ragawi, berarti kita telah berakhlak mulia kepada diri sendiri. Salah satu bentuk berakhlak baik terhadap jasmani adalah tidak mengkonsumsi makanan dan minuman yang dilarang Allah SWT. karena setiap yang dilarang oleh Allah SWT. pasti di dalamnya terkandung madarat.

(46)

31

d. Akhlak Terhadap Karib Kerabat

Kerabat adalah orang-orang yang mempunyai pertalian keluarga dengan kita, baik melalui jalur hubungan darah ataupun perkawinan. Kita harus menjaga hubungan kekerabatan tersebut supaya tetap terjalin kuat dan tidak terputus. Sebab, apabila tali kekerabatan kita terputus, maka tatanan keluarga kita akan berantakan (Salamulloh, 2008: 26).

Islam telah menggariskan beberapa tata cara (akhlak) dalam menjaga ikatan kekerabatan ini. Diantaranya adalah:

1) Bersilaturahmi

Menyambung tali silaturahmi tidak hanya ditujukan kepada mereka yang sudah menjadi keluarga dan sahabat kita. Tetapi yang lebih hakiki adalah apabila kita mampu menyambung tali silaturrahmi dengan orang yang telah memutuskan tali kekerabatan dengan kita. Salah satu keutamaan dalam menyambung tali silaturrahmi yaitu lapang rezeki dan panjang umur. Rasulullah SAW. bersabda:

ٍَْع ٍباَهِش ٍِْتا ٍَِع َجاسُق ٍَْع ٍدْعَس ٍُْت ٍَُِدْشِز اََُثاداح ٍدُِعَس ٍُْت ُحَثَُْتُق اََُثادَح

menceritakan kepada kami Risydin bin Sa’id dari Qurrah dari

Ibnu Syihab dari Anas bin Malik, Nabi Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang mengehendaki risqinya diluaskan Allah, dan dipanjangkan umurnya maka sambunglah

(47)

32

Dilapangkan rizki dapat dipahami secara obyektif. Karena salah satu modal untuk mendapatkan rezeki adalah hubungan baik dengan sesama manusia. Logikanya seseorang yang tidak mampu membina hubungan baik dengan karib kerabatnya sendiri, bagaimana bisa dipercaya dapat berhubungan baik dengan masyarakat yang lebih luas. Sedangkan panjang umur bisa dalam pengertian sebenarnya yaitu ditambah umurnya dari yang sudah ditentukan; atau umur yang mendapat taufiq dari Allah sehingga berkah dan bermanfaat bagi umat manusia 2) Berbuat Baik Kepada Kerabat

Di dalam Islam, berbuat baik dan membantu kerabat sama halnya dengan berjuang di jalan Allah. Memerhatikan kaum kerabat hendaknya lebih dikedepankan daripada orang lain. Dengan kata lain, apabila kaum kerabat dalam kondisi lemah dan kekurangan, maka jadikanlah mereka sebagai golongan pertama yang harus kita bantu. Sebab, mereka masih memiliki hubungan dekat dengan kita.

3) Berlaku Adil

(48)

33

Akhlak mulia terhadap kerabat juga sangat penting diterapkan dalam kehidupan, karena kerabat merupakan orang-orang yang sangat dekat dengan kita, orang yang kita minta bantuan dalam berbagai masalah. Dan merekalah yang mengetahui lebih dalam tentang seluk beluk kehidupan kita.

e. Akhlak Terhadap Tetangga

Sesudah anggota keluarga sendiri, orang yang paling dekat dengan kita adalah tetangga. Merekalah yang diharapkan paling dahulu memberikan bantuan jika kita membutuhkannya.

Beberapa akhlak yang perlu ditanamkan dalam bertetangga ialah: 1) Menjaga hubungan baik dengan tetangga. Minimal hubungan

baik dengan tetangga diwujudkan dalam bentuk tidak menganggu atau menyusahkan mereka.

2) Saling mengunjungi.

3) Saling menolong dalam keadaan senang maupun susah. 4) Menghindari permusuhan.

3. Akhlak Terhadap Lingkungan

Yang dimaksud dengan lingkungan di sini adalah segala sesuatu yang ada di sekitar manusia, baik binatang, tumbuh-tumbuhan, maupun benda-benda tak bernyawa. Pada dasarnya akhlak yang diajarkan

al-Qur‟an terhadap lingkungan bersumber dari fungsi manusia sebagai

(49)

34

karena hal ini berarti tidak memberi kesempatan kepada makhluk untuk mencapai tujuan penciptanya (Nata, 2013: 129).

Binatang, tumbuh-tumbuhan dan benda-benda tak bernyawa semuanya diciptakan oleh Allah SWT, dan menjadi milik-Nya. keyakinan ini mengantarkan seorang Muslim untuk menyadari bahwa

semuanya adalah “umat” Tuhan yang harus diperlakukan secara wajar

(50)

35

Dengan tidak menyakiti, merusak dan menganggu lingkungan sekitar berarti kita telah menjaga amanah dari Allah SWT. dan juga merupakan wujud syukur kita kepada Pencipta alam semesta terhadap apa yang telah dianugerahkan kepada kita. Jadi, sikap-sikap dan perilaku yang telah dimiliki seseorang harus diupayakan secara bertahap dan berkesiambungan, sehingga terwujud pribadi yang berkarakter dengan kepribadian yang utuh dan mulia di tengah-tengah kehidupan masyarakat.

E. Materi Pendidikan Akhlak

Secara garis besar, akhlak dibagi dalam dua kategori, yaitu akhlak

mahmudah dan akhlak madzmumah. Yang dimaksud dengan akhlak

mahmudah adalah segala macam sikap dan tingkah laku yang baik (terpuji),

sedangkan akhlak madzmumah adalah segala macam sikap dan tingkah laku yang buruk (Supadie, 2012: 224). Adapun beberapa akhlak terpuji (akhlaqul

mahmudah) dan akhlak tercela (akhlaqul madzmumah) menurut Tatapangarsa

(1991: 147)

1. Akhlak Terpuji (Akhlaqul Mahmudah)

Akhlaqul mahmudah ialah akhlak yang baik, yang berupa semua

akhlak yang baik-baik yang harus dianut dan dimiliki oleh setiap orang. Beberapa contoh akhlak terpuji ialah:

a. Benar/jujur

(51)

36

bagi berdiri tegaknya masyarakat. Tanpa kebenaran akan hancurlah masyarakat, sebab hanya dengan kebenaran maka dapat tercipta adanya saling pengertian satu sama lain dalam masyarakat, dan tanpa adanya saling pengertian tidak mungkin terjadi tolong menolong. Selain itu Allah SWT. menyukai orang-orang yang menepati janjinya, sebagaimana firman-Nya dalam QS. Maryam [19] ayat 54:



“Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka) kisah Isma’il

(yang tersebut) di dalam al-Qur’an. Sesungguhnya ia adalah seorang

yang benar janjinya, dan dia adalah seorang Rasul dan Nabi”

(al-Qur‟an dan Terjemahannya 2012: 310).

b. Ikhlas

Dari segi bahasa ikhlas berarti murni atau bersih, tidak ada campuran. Dari segi istilah ikhlas berarti beramal semata-mata mengharap ridha Allah SWT. firman Allah dalam QS. al-Bayyinah

“Dan tiadalah mereka diperintahkan kecuali supaya menghambakan diri kepada Allah secara ikhlas dengan mentaati agama-Nya yang lurus...”(al-Qur‟an dan Terjemahannya 2012: 599).

c. Qana‟ah

(52)

37

dengan sikap hati (sikap mental) dalam menghadapi apa yang kita miliki atau dalam menghadapi apa yang menimpa kita. Tetapi kita tetap bekerja sebagaimana mestinya dengan tetap bertawakkal kepada Allah SWT.

d. Sabar

Orang yang sabar adalah orang yang tetap tegar dalam menjalankan segala kewajiban yang Allah SWT. bebankan kepada dirinya dalam keadaan bagaimanapun, kapan pun dan dimana pun;

demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan”( al-Qur‟an dan

Terjemahannya 2012: 75).

2. Akhlak Tercela (Akhlaqul Madzmumah)

Akhlaqul madzmumah adalah akhlak yang buruk dan tercela.

Akhlak ini harus dihindarkan dari seseorang, karena perilaku tercela akan mengakibatkan keburukan bagi yang melakukannya serta akan merugikan orang lain. Beberapa contoh akhlak madzmumah:

a. Dusta atau Bohong

(53)

38

adalah suatu hal yang sangat tercela. Ia merupakan pokok dan induk dari bermacam-macam akhlak yang buruk, yang tidak saja merugikan masyarakat pada umumnya tetapi juga merugikan orang yang berdusta itu sendiri. Rasulullah SAW. bersabda:

ْنا اٌِاَو ِزْىُجُفْنا ًَنِإ يِدْهََ َبِرَكْناَو ْىُكااَإَو...

sedangkan kekejian akan membawa kepada neraka” (Sunan Tirmidzi 1894).

b. Dengki

Dengki itu ialah sikap tidak senang atas kenikmatan yang diperoleh orang lain, dan berusaha untuk menghilangkan kenikmatan itu dari orang lain tersebut, baik dengan maksud supaya kenikmatan itu berpindah ke tangan sendiri atau tidak. Tetapi harap diketahui, bahwa tidak semua dengki itu mesti buruk. Ada pula bentuk-bentuk dengki tertentu yang baik. Rasulullah SAW. bersabda:

ًلَّاَي ُ االل ُِاَتآ ٌمُجَز ٍَُِْتَُْثا ٍِف الَّإ َدَسَح َلَّ َىاهَسَو َُِّْهَع ُ االل ًاهَص ِ االل ُمُسَز َلَاق

“Rasulullah SAW. bersabda: tidak diperbolehkan hasad kecuali pada dua hal; seorang laki-laki yang diberikan karunia oleh Allah berupa harta sehingga ia menginfakkannya di sepanjang malam dan

siang, dan seseorang yang diberi karunia berupa al-Qur’an hingga

ia shalat dengannya di pertengahan malam dan siang”(Sunan

(54)

39

Dalam hadis di atas menyebutkan bahwa ada dua bentuk kedengkian yang dihalalkan, yaitu:

1) Dengki kepada orang yang kaya, yang kekayaannya dipergunakan untuk amal-amal kebaikan, siang dan malam. 2) Dengki (iri hati) kepada orang yang alim tentang al-Qur‟an,

yang ilmu-ilmunya tentang al-Qur‟an ini diamalkan dan dijadikan sebagai pedoman hidupnya siang dan malam.

c. Bakhil

Bakhil artinya kikir. Orang yang kikir ialah orang yang snagat hemat dengan apa yang menjadi miliknya, tetapi hematnya demikian bersangatan sehingga sangat berat dan sukar baginya mengurangi sebagian dari apa yang dimilikinya itu untuk diberikan kepada orang lain. Allah SWT. berfirman dalam QS. al-Lail [92] ayat 8-11:



perlu pertolongan orang lain), serta mendustakan (pahala) yang terbaik, maka akan Kami mudahkan baginya jalan menuju kesukaran (kesengsaraan). Dan hartanya tidak bermanfaat baginya

apabila dia telah binasa”(al-Qur‟an dan Terjemahannya 2012: 596).

(55)

40

(56)

41 BAB III

DESKRIPSI SURAT DAN TAFSIR AL-QUR’AN SURAT AN-NUR AYAT

58, 59, 60 DAN 61

Wahai orang-orang yang beriman! Hendaklah hamba sahaya (laki-laki

dan perempuan) yang kamu miliki, dan orang-orang belum balig (dewasa) diantara kamu, meminta izin kepada kamu pada tiga kali (kesempatan), yaitu sebelum salat Subuh, ketika kamu meninggalkan pakaian (luar)mu di tengah hari dan setelah salat isya. (itulah) tiga aurat (waktu) bagi kamu. Tidak ada dosa bagimu dan tidak (pula) bagi mereka selain dari (tiga waktu) itu, mereka keluar masuk melayani kamu, sebagian kamu atas sebagian yang lain. Demikian Allah menjelaskan ayat-ayat itu kepadamu.

Dan Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana” (al-Qur‟an dan

“Dan apabila anak-anakmu telah sampai umur dewasa, maka hendaklah

mereka (juga) meminta izin, seperti orang-orang yang lebih dewasa meminta izin. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat-Nya kepadamu.

Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana” (al-Qur‟an dan Terjemahannya,

(57)

42 pakaian (luar) mereka dengan tidak (bermaksud) menampakkan perhiasan; tetapi memelihara kehormatan adalah lebih baik bagi mereka.

(58)

43

perempuan ibu kalian, di rumah yang kalian miliki kuncinya atau di rumah kawan-kawan kalian, tidak ada halangan bagi kalian makan bersama-sama mereka atau sendirian. Maka apabila kalian memasuki (suatu rumah dari) rumah-rumah (ini) hendaklah kalian memberi salam kepada (penghuninya yang berarti memberi salam) kepada dirimu sendiri, salam yang ditetapkan dari sisi Allah, yang diberi berkat lagi baik. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat(Nya) bagi kalian, agar kalian

memahaminya”(al-Qur‟an dan Terjemahannya, 2012: 359).

2. Tafsir Surat an-Nur Secara Umum

Surah an-Nur terdiri atas enam puluh empat ayat, dan termasuk golongan surah Madaniyah. Dinamai “an-Nur” yang berarti “Cahaya”,

diambil dari kata an-nur yang terdapat pada ayat 35. Dalam ayat ini, Allah menjelaskan tentang nur Illahi, petunjuk-petunjuk Allah itu merupakan cahaya yang terang benderang yang menerangi alam semesta. Surah ini sebagian besar isinya memuat petunjuk-petujuk Allah yang berhubungan dengan soal kemasyarakatan dan rumah tangga (Departemen Agama RI, 2009: 559).

Nama an-Nur telah dikenal sejak zaman Nabi saw. Diriwayatkan bahwa Nabi saw. berpesan: “Ajarkanlah Surah an-Nur kepada keluarga

kamu.” Nama tersebut demikian, karena salah satu ayatnya berbicara

dengan sangat indah dan mengesankan tentang nur, yakni cahaya petunjuk Illahi [ayat 35] (Shihab, 2012: 581).

a. Pokok-Pokok Isinya: 1) Keislaman

(59)

44

langit dan bumi, kewajiban Rasul hanyalah menyampaikan agama Allah, iman merupakan dasar dari diterimanya amal ibadah.

2) Hukum

Hukum-hukum sekitar masalah zina, tuduhan berzina terhadap perempuan baik-baik, li‟an dan tata cara pergaulan di luar dan di dalam rumah tangga.

3) Kisah

Cerita tentang berita bohong terhadap Ummul Mukminin „Aisyah r.a. (Departemen Agama RI, 2009: 559)

b. Tema Utama dan Tujuan Surah

Uraian surah ini menyangkut pembinaan hidup bermasyarakat serta keharusan adanya hubungan yang bersih antara anggota masyarakat, lebih-lebih antara pria dan wanita. Ini dapat terlihat dengan jelas setelah memperhatikan persoalan-persoalan yang diangkat dalam surah ini.

1) Sanksi hukum perzinaaan dan perlunya dipenuhi syarat pelaksannan sanksi itu.

2) Sanksi hukum terhadap yang menuduh seorang yang berzina tanpa bukti.

3) Petunjuk tentang cara memelihara akhlak dalam pergaulan. 4) Dorongan untuk melaksanakan perkawinan bagi yang mampu. 5) Uraian tentang syarat perolehan kekuasaan dan kemantapan hidup

(60)

45

6) Uraian tentang pendidikan anak dan tata cara pergaulan serta kehidupan rumah tangga.

7) Uraian tentang kewajiban berpartisipasi dalam kegiatan positif serta penghormatan kepada Rasul saw.

Tujuan utama surah ini adalah lahirnya masyarakat yang kuat, bersih, yang tercermin dalam pelaksanaan tuntunan surah ini. Dari sinilah surah ini dinamai Surah an-Nur, yakni cahaya yang menerangi segala aspek kehidupan yang kesemuanya bersumber dari Nur Ilahi yang menerangi seluruh alam.

3. Asbabun Nuzul

Kata asbab bentuk jamak dari kata sabab yang berarti sebab. Kata nuzul yang berarti menurunkan sesuatu atau kejadian sesuatu. Sedangkan menurut Shihab (1984: 3) yang dikutip oleh Budihardjo (2012: 21) secara istilah, asbabun nuzul adalah peristiwa-peristiwa yang menyebabkan turunnya ayat, dimana ayat tersebut menjelaskan pandangan Al-Qur‟an tentang peristiwa yang terjadi.

a. Asbabun nuzul QS. an-Nur ayat 58-60

(61)

46

oleh khadam. Maka Umar berkata: “Sungguh aku ingin jika Allah

Ta‟ala melarang para bapak, anak dan khadam kita untuk masuk

kepada kita pada saat seperti ini, kecuali dengan meminta izin.” Kemudian Umar dan khadam itu berangkat kepada Rasulullah saw. dan menemukan ayat ini telah diturunkan, maka dia tersungkur bersujud. Ini adalah salah satu persesuaian pendapat Umar ra. dengan wahyu.

Suatu pendapat mengatakan, bahwa sebab turunnya ayat ini adalah apa yang diriwayatkan tentang seorang budak dewasa milik Asma‟ binti Mursyid masuk ke kamarnya pada waktu yang dia tidak

suka jika budak itu masuk. Maka, Asma‟ mendatangi Rasulullah saw.

seraya berkata, “Sesungguhnya para khadam dan budak kami masuk ke kamar kami pada keadaan yang kami tidak menyukainya.” Maka

ayat ini turun.

b. Asbabun nuzul QS. an-Nur ayat 61

Dalam buku yang berjudul Asbabun Nuzul (latar belakang

historis turunnya ayat-ayat al-qur’an) karya Qomarudin Shaleh dan

(62)

47

lain” (diriwayatkan oleh Abdurrazzaq dari Ma‟mar dari Ibnu Abi

Najih yang bersumber dari Mujahid).

Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa ketika turun ayat 29 dengan arti“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu makan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan

perniagaan yang berlaku, dengan suka sama suka di antara kamu.

Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah

Maha Penyayang kepadamu”, kaum Muslimin menghentikan makan

di tempat orang lain, padahal mereka beranggapan bahwa menjamu makan itu adalah memanfaatkan harta yang paling utama (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Ibnu Abbas).

Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa orang-orang Madinah sejak sebelum Nabi SAW. diutus sebagai Rasul, tidak suka makan bersama-sama orang buta, orang skait atau orang pincang, karena orang buta tidak akan dapat melihat makanan yang enak, dan makanan orang sakit tidak cocok dengan makanan orang sehat, dan orang pincang tidak dapat berebut makanan (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari ad-Dlahaq).

(63)

48

makan yang disuguhkan kepadanya (diriwayatkan oleh at-Tsa‟labi di dalam tafsirnya yang bersumber dari Ibnu Abbas)

Kemudian disebutkan juga dalam buku yang berjudul

al-Qur’an dan Tafsirnya oleh Departemen Agama RI (2009: 639)

menjelaskan bahwa pada ayat 61 terdapat asbabun nuzul yang menjelaskan bahwa diriwayatkan oleh Ali bin Abi Talhah dari Ibnu „Abbas, bahwa setelah turun ayat 4 surah an-Nisa yang melarang

memakan harta seorang muslim dengan cara yang batil, mereka merasa keberatan melakukan hal tersebut dan menghindarinya sedapat mungkin karena takut kalau tuan rumah walaupun menyatakan tidak keberatan, tetapi siapa tahu yang tersimpan dalam hati. Mungkin pernyataan tidak keberatan itu hanya semata-mata tenggang rasa atau karena segan menolak dengan terang-terangan. Maka akan terjadilah yang tersebut dalam ayat 4 surah an-Nisa itu bahwa mereka telah makan harta yang tidak halal. Apalagi bagi orang yang cacat dia lebih halus lagi perasaannya dan takut kalau tuan rumah jijik atau merasa tidak senang, karena orang yang cacat seperti buta mungkin saja di waktu makan bersama itu terjadi hal-hal yang tidak menyenangkan. 4. Munasabah Ayat dan Surat

(64)

49

dengan surat, atau Munasabah adalah kemiripan yang terdapat padahal-hal tertentu dalam al-Qur‟an baik pada surat maupun pada ayat-ayatnya yang menghubungkan antara uraian yang satu dengan yang lainnya (Budihardjo, 2012: 39).

a. Munasabah ayat

Surah an-Nur ayat 58-61 memiliki munasabah (korelasi) dengan ayat sebelumnya dan sesudahnya. Dalam surah an-Nur ayat 57 Allah menegaskan kepada Nabi Muhammad bahwa orang-orang kafir itu tidak akan dapat menghindarkan diri dari siksa Allah bila Allah menghendaki kebinasaan mereka atau keruntuhan kekuasaan mereka. Oleh sebab itu janganlah terlalu memperhitungkan kekuatan mereka selama kaum Muslimin tetap memelihara kondisi mereka dengan ketiga syarat yang dikemukakan pada ayat 56. Mereka pasti menemui akibat dari kedurhakaan dan keingkaran mereka baik di dunia maupun di akhirat. Di akhirat mereka akan ditempatkan dalam neraka Jahanam dan itu seburuk-buruk tempat kembali (Departemen Agama RI, 2009: 633).

Kemudian dilanjutkan ayat 58, 59 dan 60 yang menjelaskan tentang tata tertib dan sopan santun dalam rumah tangga agar kehidupan dalam rumah tangga itu benar-benar harmonis, aman dan tentetam (Departemen Agama RI, 2009: 636).

(65)

50

yang ikut makan bersama itu orang cacat seperti pincang atau sakit (Departemen Agama RI, 2009: 639).

b. Munasabah surat

1) Munasabah surat an-Nur dengan surat sebelumnya (al-Mu‟minun). Pada bagian permulaan Surah al-Mu‟minun disebutkan bahwa salah satu tanda orang-orang mukmin itu ialah orang-orang yang menjaga kelaminnya (kehormatannya), sedang permulaan Surah an-Nur menetapkan hukum bagi orang-orang yang tidak dapat menjaga kelaminnya, yaitu perempuan pezina, laki-laki pezina dan apa yang berhubungan dengannya. Seperti menuduh orang yang berbuat zina, kisah ifk (gosip), keharusan menutup mata terhadap hal-hal yang akan menyeret seseorang kepada perbuatan zina, dan menyuruh orang-orang yang tidak sanggup melakukan pernikahan agar menahan diri dan sebagainya.

Pada surah al-Mu‟minun dijelaskan bahwa di balik penciptaan alam ini pasti ada hikmahnya, yaitu agar semua makhluk yang diciptakan itu melaksanakan perintah dan larangan-Nya, sedang surah an-Nur menyebutkan sejumlah perintah-perintah dan larangan-larangan itu (Departemen Agama RI, 2009: 559). 2) Munasabah surat an-Nur dengan surat sesudahnya (al-Furqan)

(66)

51

perhitungan terhadap segala amal perbuatan hamba-Nya pada hari Kiamat. Maka dalam surah al-Furqan Allah memulainya dengan ketinggian-Nya baik zat, sifat-sifat dan perbuatan-Nya dan memupuk kecintaan-Nya kepada hamba-Nya dengan menurunkan Al-Qur‟an sebagai pedoman hidup bagi manusia.

Pada akhir ayat ini Allah mewajibkan kepada kaum Muslimin mengikuti Rasul-Nya Muhammad serta mengancam dengan azab bagi mereka yang menentangnya. Maka permulaan Surah al-Furqan Allah menyebutkan bahwa kepada Nabi Muhammad diberikan Al-Qur‟an untuk membimbing umat manusia.

Pada masing-masing surah itu digambarkan keadaan awan, turunnya hujan dan penghijauan bumi sebagai bukti bagi kekuasaan Allah.

Dalam kedua surah ini Allah menjelaskan bahwa amal usaha orang-orang kafir pada hari Kiamat tidak diberi pahala barang sedikit pun, dan kedua surah itu menerangkna pula asal mula kejadian manusia (Departemen Agama RI, 2009: 649).

B. Pandangan Mufassir dan Penafsiran tentang al-Qur’an Surat an-Nur

ayat 58, 59, 60 dan 61

(67)

al-52

Maraghi dan ringkasan tafsir Ibnu Katsir yang akan penulis uraikan sebagai berikut:

1. Penafsiran Ayat ke 58







“Wahai orang-orang yang beriman! Hendaklah hamba sahaya (laki-laki

dan perempuan) yang kamu miliki, dan orang-orang belum balig (dewasa) diantara kamu, meminta izin kepada kamu pada tiga kali (kesempatan), yaitu sebelum salat Subuh, ketika kamu meninggalkan pakaian (luar)mu di tengah hari dan setelah salat isya. (itulah) tiga aurat (waktu) bagi kamu. Tidak ada dosa bagimu dan tidak (pula) bagi mereka selain dari (tiga waktu) itu, mereka keluar masuk melayani kamu, sebagian kamu atas sebagian yang lain. Demikian Allah menjelaskan ayat-ayat itu kepadamu.

Dan Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana” (al-Qur‟an dan

Terjemahannya, 2012: 358).

Dalam tafsir al-Misbah karya M. Quraish Shihab (2000: 394), Ayat ini menyatakan: Hai orang-orang yang beriman, baik laki-laki maupun perempuan hendaklah budak-budak yang kamu miliki baik laki-laki atau perempuan yang telah atau hampir balig, dan orang-orang yakni anak-anak yang telah mengetahui tentang aurat atau birahi walau yang belum

balig di antara kamu hendaklah mereka semua, meminta izin kepada kamu

(68)

53

setiap waktu, sehingga jika tidak diberi izin setelah tiga kali dia harus kembali. Ini agar mereka tidak mengganggu privasi kamu dan mempergoki kamu dalam keadaan yang kamu enggan terlihat. Yang pertama dari ketiga waktu itu yaitu: sebelum solat subuh, karena ketika itu adalah waktu bangun tidur di mana pakaian sehari-hari belum dipakai. Yang kedua,

ketika kamu meninggalkan pakaian kamu di tengah hari karena akan

berbaring atau beristirahat dan yang ketiga, adalah sesudah shalat isya’ sampai sepanjang malam karena ketika itu kamu telah bersiap tidur atau sedang tertidur. Itulah tiga saat yang biasa kamu mengganti pakaian dengan pakaian tidur atau santai dan yang dapat merupakan aurat bagi

kamu sehingga menjadikan bagian tubuh kamu yang tidak pantas dilihat

menjadi terlihat. Karena itu hendaklah mereka itu meminta izin kepada kamu sebelum menemui kamu. Tidak ada dosa atas kamu dan tidak pula

atas mereka yakni para budak dan anak-anak itu untuk menemui kamu

tanpa izin sesudahnya yakni selain dari tiga waktu itu, karena mereka

selalu berkeliling melayani kebutuhan kamu sehingga, sebagian kamu atas

sebagian yang lain yakni kamu saling butuh membutuhkan, sehingga jika

setiap kali harus meminta dan memberi izin tentulah sangat merepotkan kamu. Demikianlah yakni seperti penjelasan yang demikian tinggi dan agung itulah Allah menjelaskan ayat-ayat dan tuntunan-tuntunan-Nya bagi

kamu. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang bermanfaat bagi

(69)

54

Ayat ini merupakan salah satu ayat yang mengarahkan manusia pada norma sosial dalam lingkungan keluarga. Ia merupakan perintah untuk orang tua agar mendidik anak-anak dan bawahannya agar memperhatikan norma-norma pergaulan. Anak-anak selalu ingin dekat dengan orang tua atau kakak-kakaknya, hamba sahaya sering kali dibutuhkan untuk datang menyampaikan pesan dan layanan, sedangkan waktu-waktu yang disebutkan oleh ayat ini adalah waktu-waktu menyendiri, dan biasanya seseorang melepas pakaian sehari-hari yang digunakan untuk keperluan bertemu satu sama lain. Dan ayat ini menuntun agar orang-orang yang disebutkan di sini meminta izin terlebih dahulu sebelum masuk pada waktu-waktu tersebut. Dengan demikian, ada kesempatan untuk orang tua untuk menghindari terlihatnya oleh orang lain apa yang dianggap rahasia dan tidak pantas dilihat. Selain itu, ayat ini juga mengandung anjuran kepada anggota keluarga agar memakai pakaian yang pantas ketika bertemu satu sama lain, sehingga wibawa, kehormatan, dan etika mereka terus terpelihara.

Dalam Tafsir Ibnu Katsir karya Muhammad Nasib Ar-Rifa‟i (2000: 521), dalam ayat ini Allah Ta‟ala menyuruh kaum mukmin agar mereka

memerintahkan kepada budak-budak yang mereka miliki dan anak-anak mereka yang belum balig dengan tiga kondisi. Pertama, sebelum shalat subuh (yaitu antara terbit fajar hingga munculnya matahari). Kedua, “ketika kamu meninggalkan pakaianmu di tengah hari”, karena pada saat

(70)

55

keluarganya. Dan ketiga, “sesudah shalat isya”, karena pada saat itu waktu

untuk tidur. “Itulah tiga aurat bagi kamu. Tidak ada dosa atasmu dan tidak pula atas mereka selain dari itu”.

Dalam kitab Tafsir al-Maraghi karya Ahmad Mustafa Al-Maraghi (1993: 236), ayat tersebut menjelaskan: wahai orang-orang yang beriman, janganlah budak-budak laki-laki dan perempuan kalian memasuki rumah kalian tiga kali dalam tiga waktu dari malam dan siang, kecuali dengan mendapat izin. Yaitu: sebelum salat fajar, karena waktu itu orang bangun dari tempat tidur, menanggalkan pakaian tidur dan mengenakan pakaian bangun, dalam keadaan ini mungkin auratnya terbuka; pada tengah hari ketika kalian menanggalkan pakaian yang kalian kenakan; dan setelah salat isya‟, karena ia adalah waktu menanggalkan pakaian bangun dan

mengenakan pakaian tidur.

(71)

56

mereka, sebagaimana halnya para tuan dan kaum kerabat bergaul dengan kaum kerabat dan para budaknya jika mereka dibutuhkan.

Dari beberapa penjelasan mengenai penafsiran tersebut, penulis lebih condong pada tafsir al-Misbah karya M. Quraish Shihab, karena di sana selain dijelaskan bagaimana tafsir dari ayat secara jelas dan menyeluruh, dalam tafsir tersebut juga dijelaskan mengenai sebab dan alasan tentang tiga waktu yang disebutkan dalam ayat 58. Dijelaskan bahwa anak-anak yang belum memasuki usia baligh dan seorang budak, dewasa/masih anak-anak dilarang memasuki ruang kamar orang tuanya/majikannya dalam tiga waktu, yaitu sebelum shalat subuh (antara terbitnya fajar hingga munculnya matahari), di tengah hari (di saat istirahat), dan sesudah shalat isya (waktu tidur). Kemudian dijelaskan juga bahwa ayat ini merupakan salah satu ayat yang mengarahkan manusia pada norma sosial dan lingkungan keluarga, ayat ini juga merupakan perintah untuk orang tua agar mendidik anak-anak dan bawahannya agar memperhatikan norma-norma pergaulan. Dengan demikian, ada kesempatan orang tua untuk menghindari terlihatnya oleh orang lain apa yang dianggap rahasia dan tidak pantas dilihat. Pokok kandungan QS. an-Nur ayat 58:

Referensi

Dokumen terkait

59 Adapun populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan yang termasuk kedalam kelompok perusahaan non-finansial yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta periode 2008- 2012

Dalam laporan ini diterangkan penempatan praktikan pada Telkom Property (Building Operation Management TTC Buaran) yang ditempatkan pada unit Building Management

Nomina dari segi sintaksisnya, nomina yang bercirikan (a) sebagai fungtor subjek, objek, pelengkap dalam kalimat yang berpredikat verba, (b) tak bisa

Jadi, permasalahan dalam penelitian ini, bagaimana menghasilkan cat tembok dari getah karet, tepung tapioka dan air sehingga dapat membentuk cat tembok dengan komposisi yang tepat

Berdasarkan hasil analisis sistem akuntansi pembelian pada Notebook88 maka ditemukan kelemahan bahwa tidak terdapat pemisahan tugas dan tanggung jawab yang tepat,

terhadap variabel terikat dapat juga dilihat dari nilai signifikan yang diperoleh. pada Tabel Coefficients , dengan kriteria, jika nilai signifikan variabel

― Hubungan antara Motivasi dengan Prokrastinasi Akademik dalam Menyelesaikan Skripsi pada Mahasiswa Pendidikan Administrasi Perkantoran Fakultas Ekonomi Universitas Negeri

As mentioned in the orders example in “Tip #1: Duplicate data for speed, reference data for integrity” on page 1 , you don’t actually want the information in the order to change if