• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM AL-QURAN SURAT AN NAHL AYAT 90-91 SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "ANALISIS NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM AL-QURAN SURAT AN NAHL AYAT 90-91 SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK

DALAM AL-QURAN SURAT AN NAHL AYAT 90-91

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

Oleh

MAULIA RAHMAWATI NIM 11112112

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)

MOTTO

َ أ

اًقُلُخَْمُهُن س ْح أَاًنا مْيِإَ نْيِنِمْؤُملْاَُل مْك

(6)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan untuk:

1. Kedua orang tuaku tersayang Bapak Mubasir & Ibu Sriwati yang telah membesarkan ku dengan penuh cinta dan kesabaran serta selalu menjadi motivasi dalam setiap langkah hidupku.

2. Adikku Yusuf Dwi Arifianto, yang selalu menghibur dikala sedang sedih dan sakit, terimakasih atas dukungannya dan motivasinya. Semoga kita bisa membahagiakan bapak dan ibu.

3. Kepada sahabat-sahabatku yang selalu memberi semangat, Aminah &

Ni‟mah yang selalu nebengi saat pulang pergi kuliah, juga kepada selvi

yang selalu memerikan motivasi.

4. Kepada adik sepupuku Devia Herdiani yang selalu menjadi tempat curhat, semoga bisa wisuda tahun depan.

5. Kepada seluruh keluargaku terimakasih atas dorongan dan semangatnya. 6. Kepada teman-teman seperjuangan angkatan 2012 khususnya kelas PAI D

yang telah memberi motivasi dan semangat belajar.

(7)

8. Kepada teman-teman KKN 2016 posko 10, Desi, Fitri, Afi, Mbak Nanda, Mbak Dian, Yudhi dan Hakim yang gokil-gokil dan selalu bikin kangen, terimakasih atas semangat dan kebersamaannya.

9. Kepada calon partnerku yang kelak akan menjadi imamku.

KATA PENGANTAR

Segala Puji bagi Allah SWT atas karunia-Nya sehingga penulis dapat meyelesaikan skripsi yang berjudul “ANALISIS NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM AL-QUR’AN SURAT AN NAHL AYAT 90-91” walaupun jauh dari kata sempurna. Sholawat dan salam semoga senantiasa selalu tercurah kepada Nabiullah Muhammad SAW

Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, dan masih banyak kekurangan baik dalam metode penulisan maupun dalam pembahasan materi. Hal tersebut dikarenakan keterbatasan kemampuan yang dimiliki penulis. Terselesaikannya skripsi ini berkat motivasi, bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sehingga pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati dan penuh rasa hormat, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya bagi semua pihak yang telah memberikan bantuan baik langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan skripsi ini. Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada:

(8)

3. Ibu Hj. Siti Rukhayati, M. Ag., selaku Kepala Jurusan Pendidikan Agama Islam.

4. Bapak Dr. M. Gufron, M. Ag., selaku Dosen Pembimbing yang bersedia meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan.

5. Ibu Peni Susapti, M.Si., selaku dosen pembimbing akademik

6. Kepada bapak dan ibu dosen yang telah mendidik dan memberikan ilmu dan pengalaman dengan penuh kesabaran, serta bagian akademik IAIN Salatiga yang telah memberikan layanan dan bantuannya kepada penulis. 7. Bapak dan ibu tercinta yang telah memberikan segala kebutuhan

lahiriyyah maupun batiniyyah.

8. Kepada adikku yang selalu menghibur dan menyemangati disaat susah dan penat dalam mengerjakan skripsi ini.

9. Seluruh keluarga dan teman-temanku yang telah memberi motivasi, semangat dan bantuannya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

10.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Salatiga, 28 Agustus 2016 Penulis

(9)

ABSTRAK

Rahmawati, Maulia. 2016. Analisis Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Dalam

Al-Qur’an Surat An Nahl ayat 90-91. Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Dr. M. Gufron, M.Ag.

Kata Kunci: Analisis Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak

Penulis meneliti tentang “Analisis Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak

dalam al-Qur‟an Surat an Nahl ayat 90-91” yang mana peneliti akan membahas mengenai pesan pendidikan yang terkandung dalam Surat an Nahl ayat 90-91. Pertanyaan yang akan dijawab oleh peneliti adalah: 1. Bagaimana nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam surat an Nahl ayat 90-91. 2. Bagaimana implementasi nilai-nilai pendidikan akhlak yang ada dalam surat an Nahl ayat 90-91. Untuk menjawab dari pertanyaan tersebut maka kajian ini menggunakan penelitian library research. Sumbernya data yang digunakan berasal dari Kitab Tafsir Al

Misbah, Kitab Tafsir Ibnu Katsir, Kitab Tafsir Al Maraghi, Alqur‟an dan

buku-buku yang ada relevansinya dengan pembahasan serta sumber lain yang mendukung tentang pendidikan akhlak yang terkandung dalam

Al-Qur‟an surat an Nahl ayat 90-91. Adapun metode yang digunakan dalam

penelitian ini adalah metode analisisi isi yaitu teks yang dianalisis sesuai dengan isinya atau pesan yang terkandung dalam teks tersebut.

(10)

kehidupan dan selalu menyadari perbuatan yang kita lakukan akan dimintai pertanggungjawaban sehingga perbuatan buruk dapat kita hindari.

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

ABSTRAK ... ix

DAFTAR ISI ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

(11)

B.Rumusan Masalah ... 7

C.Tujuan Penelitian ... 7

D.Kegunaan Penelitian ... 7

E. Metode Penelitian ... 8

F. Penegasan Istilah ... 11

G.Sistematika Penulisan ... 13

BAB II LANDASAN TEORI ... 15

A.Pengertian Pendidikan Akhlak ... 15

B.Materi Pendidikan Akhlak ... 17

C.Ruang Lingkup Pendidikan Akhlak ... 20

D.Tujuan Pendidikan Akhlak ... 26

BAB III DESKRIPSI SURAT AN NAHL AYAT 90-91 ... 28

A.Surat an Nahl dan Terjemahannya ... 28

B.Penafsiran Surat an Nahl ayat 90-91 Menurut Para Mufassir... 35

BAB IV ANALISIS DAN PENERAPAN SURAT AN NAHL 90-91 ... 42

A.Analisis Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak ... 42

B.Penerapan dalam Kehidupan Sehari-hari ... 55

BAB V PENUTUP ... 63

A.KESIMPULAN ... 63

(12)

C.PENUTUP... 68

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Islam adalah agama yang sempurna. Islam banyak membimbing umat manusia dengan berbagai amalan, dari amalan hati seperti aqidah hingga amalan fisik seperti ibadah. Semua amalan itu merupakan sarana pembentuk kepribadian manusia beriman. Sasaran umat dari seluruh perintah Allah di dunia ini adalah dalam rangka membentuk karakter manusia beriman agar bertutur kata, berpikir, dan berperilaku yang islami. Maka secara jelas Rasulullah SAW mengatakan bahwa misi yang beliau emban dalam berjuang di dunia ini adalah membentuk akhlak mulia umatnya (Ahmadi, 2004: 29).

(13)

makhluk-Nya dapat terselesaikan. Aturan-aturan tersebut telah dijelaskan di dalam

al Qur‟an dan as Sunnah.

Al-Qur‟an senantiasa memberi petunjuk, bimbingan, isyarat,

arahan dan didikan bagi setiap manusia dalam menjalankan kehidupannya termasuk bidang pendidikan dalam mengusahakan terwujudnya kehidupan manusia yang sesuai dengan eksistensi dirinya dalam kehidupan.

Al-Qur‟an memiliki gagasan mendasar yang amat luas dalam berbagai bidang

kehidupan manusia yang kesemuanya dapat dan harus dijadikan landasan dasar utama dalam pengembangan pendidikan Islam (Abdullah, 2001: 68).

Dalam mengembangkan akhlak pada seseorang, tentunya tidak terlepas dari proses pendidikan. Baik pendidikan dalam keluarga maupun sekolah. Akhlak mulia seseorang adalah sifat-sifat manusia yang terdidik. Jadi, jika seseorang memiliki sifat yang buruk berarti mereka tidak mendapatkan pendidikan dalam mengembangkan akhlak nya.

Seseorang dikatakan baik jika perilaku atau sifat-sifatnya juga baik. Bagaimana perilaku atau sikapnya kepada orang-orang di sekitar merupakan cerminan dari akhlak dari orang tersebut. seperti yang dijelaskan dalam hadits:

“Sebaik-baiknya orang diantara kalian ialah orang yang akhlaknya baik.”

(HR. Muslim no. 232, tth: 1810 ).

(14)

akhlak akan menjadikan hidup manusia bermanfaat baik di rumah, sekolah maupun masyarakat.

Banyak dijumpai orang-orang Muslim yang memegang teguh aturan ibadah yang sangat kuat, namun sering kali akhlaknya kurang diperhatikan dan kurang diamalkan secara baik. Akhirnya masyarakat Islam yang ada sering tidak mencerminkan masyarakat yang terbimbing dengan nilai-nilai luhur akhlakul karimah.

Manusia telah banyak yang kehilangan pegangan hidup, hawa nafsu dan ambisi duniawi telah berpengaruh besar terhadap sikap hidup manusia, arahan akhlak Islam sangat perlu disebarluaskan untuk membentuk masyarakat yang maju dalam bidang apapun.

Pada kenyataan lapangan, usaha-usaha pembinaan akhlak melalui berbagai lembaga pendidikan dan melalui berbagai macam metode terus dikembangkan. Ini menunjukkan bahwa akhlak memang perlu dibina, dan pembinaan ini ternyata membawa hasil berupa terbentuknya pribadi-pribadi Muslim yang berakhlak mulia, taat kepada Allah dan Rasul-Nya, hormat kepada ibu bapak, sayang kepada sesama makhluk Tuhan dan seterusnya. Keadaan sebaliknya menunjukkan bahwa anak-anak yang tidak dibina akhlaknya atau dibiarkan tanpa bimbingan, arahan dan pendidikan ternyata menjadi anak yang nakal, mengganggu masyarakat, melakukan berbagai perbuatan tercela dan seterusnya (Nata, 2002: 155).

(15)

bagi anak-anak karena peristiwa baik dan buruk dengan mudah dapat dilihat melalui teknologi seperti sekarang ini. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa akhlak perlu dibina sejak dini pada anak-anak agar mereka dapat memilah-milah mana perbuatan baik yang dapat dijadikan pelajaran dan mana perbuatan buruk yang harus ditinggalkan.

Manusia memiliki potensi untuk menjadi bermoral, yaitu hidup dengan tatanan nilai dan norma. Potensi ini dapat dikembangkan melalui bantuan orang tua atau orang dewasa dalam keluarga, sekolah dan masyarakat. Dengan kata lain, perlu adanya pendidikan moral. Ketika lahir manusia dalam keadaan fitrah, suci, bagaikan kertas putih yang belum terrnodai oleh tinta. Pada akhirnya dia terkontaminasi dan terbentuk oleh lingkungan dan keluarga, terutama orang-orang terdekat. Setiap orang sebaiknya berperan serta dalam proses pendidikan moral dan memperbaiki moral masyarakat. Karena itu, bahwa pendidikan akhlak dapat membentuk watak seseorang. Ia bisa berkembang secara sistematis dan harmonis sesuai dengan perkembangan hidupnya (Damanhuri, 2014: 47).

(16)

mengharapkan memiliki sifat yang jujur, adil amanah atau akhlak mulia lainnya, maka usaha yang harus dilakukan adalah melatih jiwa untuk membiasakan perilaku tersebut dalam kehidupan.

Dalam pendidikan, tanggung jawabnya yaitu diselenggarakan dengan kewajiban mendidik. Secara umum mendidik ialah membantu anak didik di dalam perkembangan dari daya-dayanya dan di dalam penetapan nilai-nilai. Bantuan atau bimbingan itu dilakukan dalam pergaulan antara pendidik dan anak didik dalam situasi pendidikan yang terdapat dalam lingkungan rumah tangga, sekolah maupun masyarakat (Drajat, 1996: 34).

Akhlak dapat dibentuk melalui pembinaan dan pendidikan. Dengan pendidikan, seseorang akan mengetahui akhlak-akhlak yang perlu diterapkan dalam kehidupannya. Pendidikan memiliki fugsi yang sangat besar dalam kehidupan manusia yaitu memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada mereka terhadap suatu hal.

Menurut Abdul Kadir dkk, (2013: 81), pendidikan berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak, kepribadian serta peradaban yang bermartabat dalam hidup dan kehidupan atau dengan kata lain pendidikan berfungsi memanusiakan manusia agar menjadi manusia yang benar sesuai dengan norma yang dijadikan landasannya.

(17)

maka semua anggota keluarga menjadi bagian yang harus diperhatikan pembinaan akhlaknya dalam bentuk hak serta tanggung jawab masing-masing anggota keluarga.

Akhlak merupakan masalah penting yang tidak bisa diabaikan manusia dalam kehidupannya baik sebagai individu, anggota masyarakat dan sebagai bangsa, sebab jatuh bangunnya, jaya hancurnya, sejahtera rusaknya suatu bangsa dan masyarakat adalah tergantung bagaimana akhlaknya suatu bangsa atau masyarakat tersebut.

Akhlak merupakan pondasi atau dasar karakter pada diri manusia. Akhlak juga yang membedakan karakter manusia dengan makhluk lainnya. Manusia yang tidak memiliki akhlak akan kehilangan derajat sebagai hamba Allah yang paling terhormat. Dalam kehidupan, sebab utama yang menyebabkan kemerosotan atau kemunduran umat Islam adalah hilangnya akhlakul karimah (akhlak terpuji) dalam diri manusia.

Dalam lingkungan keluarga, orang tua merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak-anak mereka, karena dari merekalah anak-anak mula-mula menerima pendidikan. Dengan demikian bentuk pertama dari pendidikan terdapat dalam kehidupan keluarga (Drajat, 1996: 35).

(18)

Berkaitan dengan hal tersebut, di dalam al-Qur‟an surat an Nahl ayat 90-91 terdapat nilai-nilai akhlak yang harus diterapkan dalam diri manusia sebagai bekal hidupnya.

Berdasarkan fenomena di atas maka penulis ingin melakukan penelitian dengan mengambil judul

ANALISIS NILAI-NILAI

PENDIDIKAN AKHLAK DALAM AL-

QUR’AN

SURAT

AN NAHL AYAT 90-

91”

.

B. Rumusan Masalah

Mengacu dari uraian di atas, maka selanjutnya penulis merumuskan pokok permasalahan yang akan dibahas lebih lanjut. Hal tersebut antara lain:

1. Bagaiman nilai-nilai pendidikan akhlak yang ada dalam surat an-Nahl ayat 90 dan 91?

2. Bagaimana implementasi nilai-nilai pendidikan akhlak yang ada dalam surat an-Nahl ayat 90 dan 91dalam kehidupan sehari-hari? C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan akhlak yang ada dalam surat an-Nahl ayat 90 dan 91.

2. Untuk mengetahui bagaimana implementasi nilai-nilai pendidikan akhlak yang ada dalam surat an-Nahl ayat 90 dan 91dalam kehidupan sehari-hari?

D. Kegunaan Penelitian

(19)

1. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat secara teoritis, dapat berguna sebagai sumbangan pemikiran dalam dunia pendidikan khususnya pendidikan Islam.

2. Manfaat praktis a. Bagi Penulis

Menambah wawasan penulis mengenai nilia-nilai pendidikan akhlak anak yang dapat dijadikan sebagai pedoman dalam bersikap dan berperilaku. Dapat juga dijadikan sebagai bekal untuk menerapkan nilai-nilai pendidikan akhlak tersebut kepada anak didiknya.

b. Bagi Pembaca

Memberikan pengetahuan mengenai betapa pentingnya nilai-nilai pendidikan akhlak yang harus diterapkan dalam kehidupannya.

E. Metode Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini, digunakan beberapa teknik untuk sampai pada tujuan penelitian. Teknik tersebut meliputi:

(20)

Jenis penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian kepustakaan (library research), karena semua yang digali adalah bersumber dari pustaka (Hadi, 1981: 3).

Dimana data-data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah berbagai tulisan yang temanya sama dengan judul yang penulis angkat.

Adapun sumber data yang digunakan penulis adalah: a. Sumber data primer

Sumber data primer merupakan sumber data yang berkaitan

langsung dengan penelitian yaitu al Qur‟an suat an Nahl ayat 90

-91beserta tafsirannya menurut para Ulama‟ diantaranya Tafsir al

-Misbah karya Quraisy Shihab, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir karya Muhammad Nasib ar-Rifa‟i dan Tafsir Al Maraghi karya Ahmad Mustafa Al Maraghi.

b. Sumber data skunder atau studi dokumen

(21)

buku-buku, internet dan informasi lainnya yang berkaitan dengan judul skripsi.

2. Pendekatan penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan hermeneutics, yaitu pendekatan untuk menganalisis dan menginterpretasikan data yang berpusat pada makna data kualitatif khususnya data teks (Sarosa, 2012: 77).

Hermeneutika bertugas untuk menjembatani distansi antara penulis dan pembaca yang antara keduanya dihubungkan dengan teks, agar sebuah statemen tidak menyesatkan pembaca (Kuswaya, 2011: 41)

Pendekatan ini digunakan penulis untuk menganalisis nilai-nilai pendidikan akhlak yang ada dalam surat an Nahl 90-91 sesuai dengan teks yang ada.

3. Teknik pengumpulan data

Untuk memperoleh data dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik dokumentasi, yaitu mencari data-data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, ledger, agenda dan sebagainya (Arikunto, 2010: 274)

(22)

terkumpul kemudian dilakukan analisis data. Analisis data adalah cara-cara analisis dengan memanfaatkan data yang telah terkumpul untuk digunakan dalam memecahkan masalah penelitian (Wirartha, 2006: 42).

Berkaitan dengan tema yang penulis angkat, maka setelah data

kemudian dianalisis untuk mendapatkan kandungan al Qur‟an surat an

Nahl mengenai nilai-nilai pendidikan akhlak yang ada dalam surat an-Nahl ayat 90-91.

4. Metode Analisis

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode analisis isi (content analysis). Menurut Sumadi Suryabrata (2010: 85), metode analisi isi adalah data deskriptif atau textular yang sering dianalisis menurut isinya atau pesan yang terkandung dalam teks tersebut.

Metode ini digunakan penulis untuk mendeskripsikan isi atau kandungan yang ada dalam al-Qur‟an surat an Nahl ayat 90-91 mengenai nilai-nilai akhlak apa saja yang terkandung dalam ayat tersebut.

F. Penegasan Istilah

1. Nilai Pendidikan Akhlak

(23)

keyakinan seseorang atau sekelompok orang. Menurut Steeman (Eka Darmaputera, 1987: 65) nilai adalah sesuatu yang memberi makna pada hidup, yang memberi acuan, titik tolak dan tujuan hidup. Nilai adalah sesuatu yang dijunjung tinggi, yang dapat mewarnai dan menjiwai tindakan seseorang. Nilai itu lebih dari sekedar keyakinan, nilai selalu menyangkut pola pikir dan tindakan, sehingga ada hubungan yang amat erat antara nilai dan etika (Adisusilo, J.R., 2012: 56)

Pendidikan berasal dari kata bahasa arab yaitu Tarbiyah. Kata tersebut memiliki arti yang berbeda-beda yang mengacu pada arti pengembangan, peningkatan, ketinggian, kelebihan serta perbaikan. Bengan demikian kata Tarbiyah itu mempunyai arti yang sangat luas dan bermacam-macam dalam penggunaannya, dan dapat diartikan

menjadi makna “pendidikan, pemeliharaan, perbaikan, peningkatan,

pengembangan, penciptaan dan keagungan yang kesemuanya itu menuju dalam rangka kesempurnaan sesuatu sesuai dengan

kedudukannya”(Abdullah, 2001: 28-29).

(24)

Akhlak merupakan suatu sistem yang lengkap terdiri dari karakteristik-karakteristik akal atau tingkah laku yang membuat seseorang menjadi istimewa. Karakteristik-karakteristik ini membentuk kerangka psikologi seseorang dan membuatnya berlaku sesuai dengan dirinya dan nilai yang cocok dengan dirinya dalam kondisi yang berbeda-beda (Mahmud, 2004: 27).

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa nilai pendidikan akhlak adalah sesuatu yang dijunjung tinggi oleh masyarakat maupun bangsa yang dilakukan untuk mengetahui, mengembangkan dan menciptakan sifat atau tingah laku pada seseorang untuk berlaku sesuai dengan nilai dan norma yang ada. 2. Surat an Nahl

Surat an-Nahl terdiri atas 128 ayat, termasuk golongan surat

makiyyah. Surat ini dinamakan “An Nahl” yang berarti “Lebah” karena

di dalamnya terdapat firman Allah SWT ayat 68 yang artinya “ Dan

Tuhanmu yang mewahyukan kepda lebah”(Departemen Agama RI,

1967: 1)

Penulis membatasi telaah surat An-Nahl beberapa ayat. Dalam hal ini yang dimaksud adalah ayat 90 dan 91, karena ayat tersebut ada kaitannya dengan pendidikan akhlak.

G. Sistematika Penulisan

(25)

menghasilkan kerangka skripsi yang sistematis dan mudah dipahami. Sistematika yang akan ditulis oleh penulis akan dijelaskan sebagai berikut:

Pada halaman pembuka mencakup halaman judul, halaman nota pembimbing, halaman pengesahan, halaman pernyataan keaslian tulisan, halaman motto, halaman persembahan, kata pengantar, abstrak dan daftar isi.

BAB I : Pendahuluan, pada bab ini berisi: latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, metode penelitian, penegasan istilah dan sistematika penulisan.

BAB II : Landasan teori, yang meliputi: pengertian

pendidikan akhlak, materi pendidikan akhlak, ruang lingkup pendidikan akhlak dan tujuan pendidikan akhlak,.

BAB III : Membahas tentang tafsir surat an-Nahl secara umum dan tafsir surat an-Nahl ayat 90 dan 91 menurut beberapa mufassirin.

BAB IV : Menganalisis tentang Pendidikan Akhlak dalam

al-Qur‟an surat an-Nahl ayat 90-91 yang

(26)
(27)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pengertian Pendidikan Akhlak

Menurut Marimba (1989: 19) yang dikutip oleh Ahmad Tafsir (2008: 24), mengatakan bahwa pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama

Pendidikan merupkan hal terpenting dalam kehidupan. Tanpa pendidikan nasib suatu bangsa dan negara akan hancur karena dibodohi oleh negara lain yang berkuasa melalui pengetahuan dan pendidikan yang mereka miliki. Selain pendidikan, akhlak suatu bangsa juga perlu ditingkatkan, karena akhlak merupakan kunci dari kejayaan atau kehancurannya bangsa tersebut.

Menurut Asmaran As. (2002: 1), Akhlak merupakan sifat-sifat yang dibawa manusia sejak lahir yang tertanam dalam jiwanya dan selalu ada padanya. Namun akhlak yang ada pada seseorang belum sempurna dan perlu dilakukan penbinaan untuk membentuk akhlak yang mulia.

Akhlak dapat tumbuh melalui pengetahuan jika dapat memahaminya, selanjutnya dengan pembiasaan sebab ilmu dapat diperoleh melalui belajar dan akhlak juga dapat diperoleh melalui pembiasaan.

(28)

orang muslim kita wajib meneladaninya, sebagaimana firman Allah surat

Allah (Al Qur‟an dan Terjemahannya, 2010: 420).

Ayat di atas merupakan suatu penegasan bahwa Rasulullah SAW adalah contoh yang harus kita ikuti, sebab dengan mengikuti dan mencontoh jejak dan perilaku beliau kita akan memperoleh keridlaan Allah dan Allah menjamin kebahagian hidup kita di hari kemudian.

Menurut Abuddin Nata (2013: 29) pendidikan akhlak atau pendidikan akhlak mulia adalah proses internalisasi nilai-nilai akhlak mulia ke dalam diri sesorang atau peserta didik, sehingga nilai-nilai tersebut tertanam kuat dalam pola pikir, ucapan dan perbuatannya serta dalam interaksinya dengan Tuhan, manusia serta lingkungan alam jagad raya.

Pendidikan akhlak dalam Islam terangkum dalam berpegang atas kebajikan dan kebaikan, menjauhkan diri dari kejelekan dan kemungkaran (Hafidz & Kastolani, 2009: 110).

(29)

kemampuan individu dan potensi-potensinya serta menanamkan dalam jiwanya. Seruan untuk berakhlak yang mulia dalam kehidupan merupakan keharusan atau belajar melalui kehidupan nyata. Keistimewaan pendidikan akhlak dalam Islam bahwasanya akhlak itu merupakan pendidikan praktis, siap untuk diaplikasikan dalam kehidupan bagi individu dan manusia seluruhnya walaupun berbeda bahasa, warna, tempat dan waktu (Hafidz dan Kastolani, 2009: 119-120).

Sudah jelas bahwa pendidikan akhlak merupakan suatu pendidikan wajib bagi setiap manusia dan diaplikasikannya dalam kehidupan agar dapat berinteraksi dengan baik terhadap lingkungan sekitarnya.

Pendidikan akhlak terkait dengan perubahan perilaku, maka dalam penerapannya dilakukan dengan cara pemberian contoh, latihan dan pembiasaan dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari lingkungan keluarga hingga ke lingkungan yang lebih luas, sehingga pelaksanaan akhlak tersebut terasa ringan untuk dilakukan. Jika akhlak baik sudah melekat pada diri seseorang dan mereka selalu konsisten dengan sikap tersebut maka kehidupannya akan terasa aman dan tenteram.

B. Materi Pendidikan Akhlak

(30)

mampu mendapatkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat (Mahmud, 2004: 170).

Dalam buku Akhlak Yang Mulia karya Humaidi Tatapangarsa, materi pendidikan akhlak diantaranya adalah akhlak terpuji dan akhlak tercela.

1. Akhlak terpuji (Akhlak Mahmudah)

Menurut Tatapangarsa (1980: 147), Akhlak terpuji atau akhlak mahmudah ialah akhlak yang baik, yang berupa semua akhlak yang baik-baik yang harus dianut dan dimiliki oleh setiap orang.

Akhlak terpuji dapat membawa kestabilan dan ketenteraman yang dengannya manusia akan mendapatkan kemuliaan. Contoh akhlak terpuji diantaranya adalah:

a. Benar/ Jujur, adalah sesuainya sesuatu dengan kenyataan yang sesungguhnya, tidak saja berupa perkataan tetapi juga perbuatan (Tatapangarsa, 1980: 149).

b. Ikhlas, adalah sifat dimana ketika melakukan pekerjaan dilakukannya semata-mata karena Allah saja, mengharap ridla Nya dan pahala-Nya (Tatapangarsa, 1980: 151).

c. Qana‟ah, adalah menerima dengan rela apa yang ada atau merasa

(31)

2. Akhlak tercela

Akhlak tercela atau akhlak madzmumah merupakan akhlak yang harus dihindari oleh seseorang. Perilaku tercela akan membawa dampak buruk bagi yang melakukannya dan akan mendatangkan kehancuran bagi dirinya. Contoh akhlak tercela diantaranya:

a. Takabur, adalah merasa dirinya besar, hebat, tinggi atau mulia dan selalu menganggap dirinya lebih sedangkan orang lain dipandang rendah (Tatapangarsa, 1980: 159).

b. Dengki, adalah rasa atau sikap tidak senang atas kenikmatan yang diperoleh orang lain, dan berusaha menghilangkan kenikmatan itu dari orang lain tersebut, baik dengan maksud supaya kenikmatan itu berpindah ketangan sendiri atau tidak (Tatapangarsa, 1980: 161).

Jadi pendidikan akhlak yang harus diajarkan kepada manusia diantaranya adalah akhlak terpuji dan tercela. Akhlak terpuji diajarkan agar manusia selalu melakukan perbuatan yang mulia yang diperintahkan oleh Allah dalam al-Qur‟an dan Hadits, sedangkan materi akhlak tercela diajarkan agar manusia menghindari perilaku tersebut, mengetahui dampak dari perilaku tercela dan dijadikan pelajaran agar tidak menerapkannya dalam kehidupan.

C. Ruang Lingkup Pendidikan Akhlak

(32)

makhluq (ciptaan Allah). Akhlak terhadap makhluk masih dirinci lagi menjadi beberapa macam, seperti akhlak terhadap manusia, akhlak terhadap makhluk hidup selain manusia (seperti tumbuhan dan binatang), serta akhlak terhadap benda mati. (Zuchdi dkk, 2009: 88)

1. Akhlak kepada Allah

Manusia sebagai seorang hamba memiliki sejumlah kewajiban kepada Tuhannya. Menurut Salamullah, beberapa akhlak yang harus dimiliki seorang hamba kepada Allah diantaranya adalah:

Pertama beribadah kepada Allah. Ibadah terbagi menjadi tiga,

yaitu ibadah hati, lisan, dan anggota badan. Ibadah yang dikaitkan dengan hati seperti rasa khauf (takut), raja’ (mengaharap), mahabbah (cinta), tawakal (ketergantungan), dan rahbah (takut). Ibadah yang dikaitkan dengan lisan seperti tasbih, tahlil, tahmid dan syukur. Sedangkan ibadah yang dikaitkan dengan fisik atau perbuatan seperti shalat, zakat, haji dan jihad (Salamullah, 2008: 4).

(33)

Ketiga, mengesakan Allah. Setelah mempercayai keberadaan Tuhan, setiap muslim wajib beriman bahwa Tuhan itu esa (Salamullah, 2008:15). Sebagaimana firman Allah dalam QS. al Kahfi 110:















“. . . Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan Yang Esa”.

Hubungan seorang hamba dengan Allah bersifat vertikal, maka sikap di atas merupakan sebagian contoh kewajiban yang harus dimiliki seseorang terhadap Tuhannya.

2. Akhlak kepada Rasulullah

Akhlak terhadap sesama manusia harus dimulai dari akhlak terhadap Rasulullah, sebab Rasulullah yang paling berhak dicintai, baru dirinya sendiri. Di antara bentuk akhlak kepada Rasulullah adalah cinta kepada Rasul dan memuliakannya (taubah:24), taat

kepadanya (an nisa‟: 59), serta mengucapkan shalawat kepadanya (al

ahzab: 56). (Zuchdi, 2009: 88).

Akhlak tersebut adalah akhlak yang harus dimiliki oleh seseorang untuk membuktikan bahwan ia benar-benar meneladani sikap beliau dan dijadikan dasar untuk bersikap dan berperilaku. 3. Akhlak kepada Orang Tua

(34)

mulai dari kita sebelum lahir hingga kita dewasa. Tak pernah sedetikpun kasih sayangnya terlewatkan untuk kita (Salamullah, 2008: 61).

Manusia harus memiliki akhlak yang harus ditujukan kepada orang tuanya yang dapat diwujudkan seperti di bawah ini.

Pertama, mencukupi kebutuhan orang tua. Allah memerintahkan kepada kita untuk mencukupi apa yang dibutuhkan orang tua. Setiap harta yang kita peroleh wajib dinafkahkan kepada orang-orang yang berada di bawah tanggungan kita, termasuk kepada orang tua. Akhlak ini berlaku kepada anak yang sudah mandiri dan memiliki penghasilan sendiri. Sekalipun orang tua tidak meminta nafkah karena mungkin merasa sudah cukup dan mapan secara ekonomi, tetapi selayaknya sang anak tetap menyisihkan sebagian penghasilannya untuk orang tuanya (Salamullah, 2008: 68).

Kedua, melayani orang tua ketika dibutuhkan. Melayani orang tua memiliki bobot ibadah kepada Allah, terutama ketika orang tua sangat membutuhkan. Sudah semestinya sang anak selalu siaga untuk melayani orang tuanya, meski tidak dibutuhkan (Salamullah, 2008: 71).

(35)

perintah tersebut. Akan tetapi jika perintah tersebut menjurus kepada kemaksiatan, maka anak tidak wajib taat kepada mereka (Salamullah, 2008: 75).

Keempat, mendoakan orang tua. Mendoakan orang tua adalah

kewajiban seorang anak baik ketika mereka masih hidup atau sudah meninggal dunia. Hubungan psikologi anak dengan orang tua begitu dekat sehingga sangat besar kemungkinan doa dipanjatkan dengan khusyuk. Doa yang khusyuk mudah dikabulkan oleh Allah SWT (Salamullah, 2008: 79).

Sikap-sikap di atas menunjukkan bahwa kita wajib berbakti kepada kedua orang tua kita. Sikap tersebut tidak hanya ditujukan kepada orang tua kita saja, namun juga kepada orang lain yang umurnya lebih tua dari kita.

Jika kita mampu bersikap baik kepada orang tua berarti kita telah menciptakan kebahagiaan bagi mereka. Allah pasti akan meberikan pahala yang berlimpah bagi siapa saja yang mampu bersikap baik dan membahagiakan orang lain.

4. Akhlak kepada lingkungan

(36)

Binatang, tumbuh-tumbuhan dan benda-benda tak bernyawa semua diciptakan oleh Allah SWT dan menjadi milik-Nya, serta semuanya memiliki ketergantungan kepada-Nya. Keyakinan ini mengantarkan seorang Muslim untuk menyadari bahwa semua adalah

“umat” Tuhan yang harus diperlakukan secara wajar dan baik (Nata,

2002: 150).

Dengan demikian seluruh yang ada di lingkungan manusia memiliki fungsi dan eksistensinya di dunia. Mereka memiliki peran masing-masing dan saling membutuhkan satu sama lain.

5. Akhlak terhadap kerabat

Kerabat adalah orang-orang yang mempunyai pertalian keluarga dengan kita, baik melalui jalur hubungan darah ataupun perkawinan. Kita harus menjaga hubungan kekerabatan tersebut supaya tetap terjalin kuat dan tidak terputus. Sebab apabila tali kekerabatan terputus, maka tatanan keluarga kita akan berantakan (Salamullah, 2008: 26).

Islam telah menggariskan beberapa tata cara (akhlak) dalam menjaga ikatan kekerabatan, diantaranya:

Pertama, sering bersilaturrahmi. Menyambung silaturrahmi

(37)

Kedua, berbuat baik kepada kerabat. Memperhatikan kaum kerabat hendaknya lebih dikedepankan daripada yang lain. Apabila kaum kerabat dalam kondisi lemah dan kekurangan maka jadikanlah mereka sebagai golongan pertama yang harus kita bantu (Salamullah, 2008: 35).

Ketiga, berlaku adil. Berlaku adil disini artinya apabila mereka berbuat salah maka kita harus mampu mengadili secara benar dan jujur. Tidaklah adil jika kita membela secara mati-matian terhadap kerabat yang benar-benar terbukti melakukan kesalahan (Salamullah, 2008: 38).

Jadi keadilan itu harus ditegakkan meskipun terhadap keluarga atau kerabatnya sendiri walaupun itu pahit. Sikap tersebut dapat menyelamatkan mereka bahkan kita dari api neraka.

6. Akhlak kepada diri sendiri

Nasib hidup seseorang di akhirat ditentukan oleh perilakunya selama di dunia. Dengan mengerjakan kebaikan berarti ia telah menanam benih yang baik. Akan tetapi jika ia lebih senang menceburkan dirinya kepada kemaksiatan, maka ia telah mananam benih yang buruk dan akan menanggung akibatnya.

(38)

umumnya dengan memperhatikan tingkah lakunya, bagaimana penampilan fisiknya, dan bagaimana pakaian yang dipakainya. Pemeliharaan kesucian seseorang tidak hanya terbatas pada hal yang bersifat fisik (lahir) tetapi juga pemeliharaan yang bersifat nonfisik (batin) (Zuchdi, 3009: 91).

Dalam hal pemeliharaan nonfisik adalah membekali akal dengan berbagai ilmu yang mendukungnya untuk dapat melakukan berbagai aktivitas dalam kehidupan sehari-hari. Berbagai upaya yang mendukung ke arah pembekalan akal harus ditempuh, misalnya melalui pendidikan yng dimulai dari lingkungan rumah tangganya kemudian melalui pendidikan formal hingga mendapatkan pengetahuan yang memadai untuk bekal hidupnya (Zuchdi, 3009: 91-92).

Jadi, sikap-sikap dan perilaku mulia yang telah dimiliki oleh seseorang harus diupayakan secara bertahap dan berkesinambungan, sehingga terwujud pribadi yang berkarakter dengan kepribadian yang utuh dan mulia di tengah-tengah kehidupan masyarakat.

D. Tujuan Pendidikan Akhlak

(39)

Secara garis besar, pendidikan akhlak Islam ingin mewujudkan masyarakat yang senantiasa berjalan di atas kebenaran. Masyarakat yang konsisten dengan nilai-nilai keadilan, kebaikan dan musyawarah (Mahmud, 2004: 161).

Akhlak mulia merupakan tujuan pokok dalam pendidikan akhlak Islam. Akhlak seseorang akan dianggap mulia jika perbuatannya mencerminkan nilai-nilai yang terkandung dalam al-Qur‟an (Mahmud, 2004: 160).

Seseorang dikatakan baik jika memiliki akhlak atau tingkah laku yang baik. Perilaku dan akhlaknya yang baik tersebut dapat dijadikan tanda bahwa dia memiliki iman yang kuat. Karena iman yang kuat mewujudkan akhlak yang mulia dalam dirinya, sedangkan iman yang lemah mewujudkan akhlak yang jahat dan buruk, mudah terjerumus dalam perbuatan yang merugikan dirinya sendiri dan orang lain.

(40)

BAB III

DESKRIPSI SURAT AN NAHL AYAT 90-91

A. Surat An Nahl dan Terjemahan 1. Redaksi Ayat dan Terjemahan perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.

91. dan tepatilah Perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpahmu itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat (Al-Qur‟an dan Terjemahannya, 2010: 277).

2. Tafsir Surat An Nahl secara umum

Surah ini terdiri dari 128 ayat, termasuk kelompok surah-surah Makiyyah, kecuali tiga ayat terakhir. Ayat-ayat ini turun pada waktu Rasulullah SAW kembali dari peperangan uhud. Surah ini dinamakan

an-Nahl yang berarti “lebah” karena di dalamnya terdapat firman

(41)

kepada lebah”. Lebah adalah makhluk yang sangat berguna bagi manusia. Ada persamaan hakikat antara madu yang dihasilkan lebah dengan intisari yang terdapat di dalam al-Qur‟an. Madu berasal dari bunga dan menjadi obat bagi manusia. Sedangkan al-Qur‟an mengadung itisari dari kitab-kitab yang telah diturunkan kepada Nabi terdahulu ditambah dengan ajaran-ajaran yang diperlukan oleh semua bangsa sepanjang masa untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat (Departemen Agama RI, 2009: 277).

Pokok-pokok isinya: a. Keimanan:

Kepastian akan adanya hari kiamat; keesaan Allah; kekuatan-Nya dan kesempurnaan ilmu-Nya serta dalil keesaan-Nya; dan pertanggungjawaban manusia kepada Allah atas segala apa yang telah dikerjakannya.

b. Hukum:

(42)

perintah membaca isti’azah,yang berarti meminta perlindungan kepada Allah SWT dari setan-setan yang terkutuk; dan larangan membalas siksa melebihi siksa yang diterima.

c. Kisah:

Kisah Nabi Ibrahim AS. d. Lain-lain

Asal kejadian manusia; madu adalah untuk kesehatan manusia; nasib orang-orang yang mengajak kejahatan dihari kiamat, pandangan orang Arab zaman jahiliah terhadap anak perempuan; ajaran moral dalam Islam; dan pedoman dakwah Islam (Departemen Agama RI, 2009: 277-278)

3. Asbabun Nuzul

(43)

secara berangsur-angsur, sedikit demi sedikit dalam berbagai kesempatan dari beberapa waktu yang berlainan (Abdul Djalal, 2012: 51-55).

Dalam kaitannya dengan surat an Nahl ayat 91, ketika itu Rasulullah apabila menerima seseorang memeluk agama Islam langsung dibaiat (diadakan janji setia). Sehubungan dengan itu maka Allah SWT menurunkan ayat 91 sebagai ketegasan bahwa bagi mereka yang sudah dibaiat dengan Rasulullah SAW jangan sekali-kali mengingkari baiat itu. Ayat ke-91 diturunkan untuk memberi perintah agar kaum muslimin berbaiat kepada Rasulullah SAW yakni berjanji setia untuk mempertahankan panji-panji Islam dan memeluk Islam dengan penuh konsekuen (Mahali, 1989: 257-258).

4. Munasabah ayat dan surat

Munasabah secara etimologi berarti kedekatan (al-muqarrabah) dan kemiripan atau keserupaan (al-musyakalah). Ia juga bisa berarti hubungan atau persesuaian. Secara terminologi munasabah adalah ilmu al-Qur‟an yang digunakan untuk mengetahui

(44)

Dalam memahami atau menafsirkan ayat-ayat al-Qur‟an, khususnya yang berkaitan dengan penafsiran secara ilmiah seseorang dituntut untuk memperhatikan segi-segi bahasa al-Qur‟an serta korelasi antar ayatnya.

a. Munasabah ayat

Surat an Nahl ayat 90-91 memiliki munasabah (korelasi) dengan ayat sebelumnya dan sesudahnya. Dalam surat an Nahl ayat 89 menjelaskan tentang kesaksian para Nabi terhadap umatnya dihari kebangkitan, dan Nabi Muhammad SAW akan bersaksi atas umat yang sekarang ini dan juga akan bersaksi atas saksi-saksi dari umat-umat yang lain (Imani, 2005: 633).

(45)

Di akhir ayat, ditekankan kembali agar manusia menjalankan prinsip-prinsip tersebut, yaitu Prinsip Kebangkitan Kembali dan revitalisasi prinsip keadilan, kemurahan hati dan pemberian hak-hak kaum kerabat, serta penentangan terhadap tiga penyimpangan berupa perbuatan keji, kemungkaran, serta penindasan, di tingkat dunia memberikan alasan yang cukup untuk menciptakan kehidupan dunia yang tenang dari segala jenis malapetaka dan kerusakan (Imani, 2005: 638).

Dilanjutkan pada ayat 91, bahwa Allah menyuruh manusia untuk menepati janji dan melarang untuk membatalkan sumpah yang sudah diikrarkan. Masalah sumpah (ayman, jamak dari yamin) yang disebutkan dalam ayat tersebut memiliki makna

komprehensif yang mencakup baik sumpah yang dilakukan manusia dengan Allah maupun mereka lakukan dengan sesamanya dengan nama Allah. Dengan kata lain, setiap jenis komitmen yang dibuat dengan nama Allah dan dengan sumpah yang menyertakan nama-Nya (Imani, 2005: 641).

Pada ayat 92 dijelaskan bahwa perumpamaan orang yang melanggar sumpah seperti perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat kemudian hasil pintalannya dicerai-beraikan kembali (merujuk pada kisah seorang

wanita suku Quraisy yang bernama Ra‟ithih di masa Jahiliyah).

(46)

sumpah sebagai sarana penipuan dan kerusakan. (Imani, 2005: 643).

b. Munasabah Surat

1.) Munasabah surat an Nahl dengan surat sebelumnya (al Hijr) Pada bagian akhir Surah al-Hijr (ayat 92-93), Allah menyatakan bahwa manusia akan dimintai pertanggungjawaban pada hari kiamat atas apa yang dikerjakannya di dunia. Pada awal surah an-Nahl, Allah menegaskan kepastian datangnya hari kiamat dan pada ayat 93 an-Nahl ditegaskan lagi pertanggungjawaban manusia itu. Pada bagian pertama Surah al-Hijr, Allah menerangkan tentang kebenaran al-Qur‟an serta jaminan-Nya untuk untuk memeliharanya, sedang dalam Surah an-Nahl terdapat ancaman bagi mereka yang mendustakan kebenaran al-Qur‟an itu (Departeman Agama RI, 2009: 278).

2.) Surat an Nahl dengan surat sesudahnya (al Isra‟)

Dalam surah an Nahl, Allah menyebutkan perselisihan orang-orang Yahudi tentang hari sabat, kemudian pada surah al

Isra‟ dijelaskan syariat orang Yahudi yang ditetapkan bagi

mereka dalam Taurat.

(47)

daya orang-orang musyrik, maka pada surah al Isra‟ Allah menerangkan kemuliaan Nabi Muhammad SAW serta martabatnya yang tinggi dihadapan Allah SAW.

Dalam surah an Nahl Allah menerangkan bermacam-macam nikmatNya, dimana kebanyakan manusia tidak

mensyukurinya. Dalam surah al Isra‟ disebutkan lagi nikmat

Allah yang lebih besar yang diberikan kepada Bani Israil. Tetapi mereka tidak mensyukurinya, bahkan mereka berbuat kerusakan di muka bumi.

Dalam surah an Nahl, Allah mengatakan bahwa madu yang keluar dari lebah merupakan minuman yang mengandung obat bagi mansia. Dalam surah al Isra‟ diterangkan bahwa al

-Qur‟an pun menjadi obat dalam penyembuhan penyakit hati,

dan rahmat bagi orang-orang yang beriman (Departemen Agama RI, 2009: 426).

B. Penafsiran Al-Qur’an Surat an-Nahl Ayat 90-91 Mengenai Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak

Al-Qur‟an diturunkan dalam bahasa arab. Oleh sebab itu banyak

(48)

1. Penafsiran Ayat ke 90 perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran

(Al-Qur‟an dan Terjemahannya, 2010: 277).

Menurut Quraish Shihab (2002: 323), dalam ayat ini Allah berfirman sambil mengukuhkan dan menunjuk langsung diriNya dengan nama yang teragung guna menekankan pentingnya pesan-pesan-Nya bahwa: Sesungguhnya Allah secara terus menerus memerintahkan siapapun diantara hamba-hamba-nya untuk berlaku

adil dalam sikap, ucapan dan tindakan, walau terhadap diri sendiri dan menganjurkan berbuat ihsan yakni yang lebih utama dari

keadilan, dan juga pemberian apapun yang dibutuhkan dan sepanjang kemampuan lagi dengan tulus kepada kaum kerabat, dan Dia yakin Allah melarang segala macam dosa, lebih-lebih

(49)

yang melampaui batas kewajaran. Dengan perintah dan larangan ini Dia memberi pengajaran dan bimbingan kepada kamu semua, menyangkut segala aspek kebajikan agar kamu dapat selalu ingat dan mengambil pelajaran yang berharga.

Sedangkan menurut Muhammad Nasib Ar-Rifa‟i (1999: 1056), dalam ayat ini Allah menerangkan bahwa Dia menyuruh hamba-hamba-Nya berlaku adil, yaitu bersikap tengah-tengah dan seimbang, serta dianjurkan berbuat ihsan.

Firman Allah, “ dan memberi kepada kaum kerabat” berarti

menyuruh supaya bersilaturahmi kepada kerabat. Hal ini selaras

dengan firman Allah surat al Isra‟: 26, “ dan berikanlah kepada

keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin

dan orang yang dalam perjalanan.”

“Dan Allah melarang dari perbuatan keji dan mungkar.“

Fawahisy ialah berbagai perbuatan yang diharamkan. Munkarat berarti perbuatan haram yang dilakukan seseorang dengan terang-terangan.

(50)

itu, kemudian kita wajib bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah (Al Maraghi,1994: 238).

Selain berbuat adil, Allah juga menyuruh umatnya untuk berbuat ihsan. Martabat ihsan yang paling tinggi adalah berbuat baik kepada orang yang berbuat buruk. Bukan berbuat baik kepada orang yang berbuat baik kepada kita (Al Maraghi,1994: 239).

Dalam ayat tersebut juga terdapat anjuran kepada kita untuk memberi kepada kaum kerabat apa yang mereka butuhkan. Dalam ayat tersebut juga terdapat petunjuk untuk mengadakan hubungan kekerabatan dan silaturrahim, serta dorongan untuk bersedekah kepada mereka. Meskipun pemberian ini termasuk ihsan yang telah disebutkan, maka pengkhususan di sini menunjukkan adanya perhatian yang besar terhadapnya (Al Maraghi,1994: 240).

(51)

manusia dan memalingkan muka dari mereka (Al Maraghi,1994: 240).

Allah menyuruh kalian untuk melakukan tiga perkara dan melarang dari tiga perkara tersebut, agar kalian dapat mengambil pelajaran lalu kalian mengerjakan apa yang mengandung keridaan

Allah Ta‟ala dan kemaslahatan kalian di dunia serta di akhirat (Al

Maraghi,1994: 240). janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpahmu itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat (Al-Qur‟an dan Terjemahannya, 2010: 277).

Ayat ini memerintahkan tepatilah perjanjian yang telah kamu ikrarkan dengan Allah apabila kamu berjanji, dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah sesudah kamu

(52)

kamu terhadap sumpah-sumpah dan janji-janji itu. Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat, baik niat, ucapan

maupun tindakan, baik itu bersifat nyata maupun rahasia (Shihab, 2002: 330).

Yang dimaksud dengan (اىضقٌت) tanqudhu/membatalkan adalah melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kandungan sumpah/janji.

Yang dimaksud dengan (الله دهعب) bi’ahd Allâh/perjanjian Allah dalam konteks ayat ini antara lain bahkan terutama adalah

bai‟at yang mereka ucapkan di hadapan Nabi Muhammad SAW

untuk tidak mempersekutukan Allah serta tidak melanggar perintah Nabi SAW yang mengakibatkan mereka durhaka. Redaksi ayat ini mencakup segala macam janji dan sumpah serta ditunjukkan kepada siapa pun dan dimana pun mereka berada (Shihab, 2002: 330).

Sedangkan menurut ar Rifa‟i (1999: 1059-1060), dalam

ayat ini dijelaskan bahwa Allah mememerintahkan untuk menepati janji dan ikatan serta memelihara sumpah yang telah dikuatkan.

Karena itu Allah berfirman, “ dan janganlah kamu membatalkan

(53)

melanggar sumpah yang menghambat kebaikan dengan membayar kifarat.

Dalam tafsir Al Maraghi, surat an Nahl ayat 91 dijelaskan bahwa: Penuhilah janji Allah jika kalian mengadakannya, dan ikatan-Nya jika kalian mengikatnya. Dengan demikian kalian telah mewajibkan atas diri kalian sendiri suatu hak bagi siapa yang mengadakan perikatan dan perjanjian dengannya. Janganlah kalian melanggar sumpah-sumpah yang telah kalian ikat dan wajiblah atas diri kalian untuk memenuhinya, lalu kalian melanggar, berdusta dan merusaknya setelah menguatkannya, sedang dalam pemenuhan janji itu kalian telah menjadikan Allah sebagai pengawas siapa diantara kalian yang memenuhi janji itu dan siapa yang melanggarnya, bahwa Dia akan memberi balasan atas perbuatan masing-masing (Al Maraghi,1994: 241).

(54)

BAB IV

ANALISIS NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK SURAT AN NAHL AYAT 90-91 DAN IMPLEMENTASINYA

A. Analisis Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak

Berkaitan dengan pendapat para mufassir yang telah dijelaskan

dalam bab sebelumnya, maka dalam Al qur‟an Surat an Nahl ayat 90-91

terdapat beberapa nilai-nilai pendidikan yang harus dimiliki oleh manusia dan diaplikasikan dalam kehidupannya baik terhadap dirinya, keluarganya, masyarakat dan negara. Nilai-nilai tersebut diantaranya adalah:

1. Keadilan

Kata (

لدعلا

) al-‘adl terambil dari kata (

لدع

) ‘adala yang terdiri dari huruf ‘ain, dâl dan lâm. Rangkaian huruf-huruf ini mengandung dua makna yang bertolak belakang, yakni lurus dan sama serta bengkok dan berbeda. Seseorang yang adil adalah yang berjalan lurus dan sikapnya selalu menggunakan ukuran yang sama, bukan ukuran ganda. Persamaan itulah yang menjadikan seseorang yang adil tidak berpihak kepada salah seorang yang berselisih (Shihab,2002: 324).

(55)

dan memberi hak-hak orang dengan tidak mengurangi hak orang lain maka itu adalah adil.

Dalam Islam manusia itu sama dihadapan Tuhan, tidak ada perbedaan orang kulit putih dan orang kulit hitam, antara anak raja dengan anak rakyat, semua sama dalam perlakuan hukum. Melaksanakan keadilan hukum dipandang oleh Islam sebagai melaksanakan amanat.

Keadilan mempunyai beberapa faktor asasi, yang terpenting diantaranya adalah pembagian yang merata, keputusan hukum yang adil, perkataan yang bijak, pengarahan yang baik, seimbang dalam pemasukan dan pengeluaran juga dalam penerimaan dan penolakan, sikap kebersamaan diantara manusia tanpa membedakan unsur agama, aliran, golongan, etnis, asal-usul, hubungan darah, kelompok sosial, pro atau kontra dan yang semisalnya (Az-Zuhaili, 2014: 115).

Misalnya, pengadilan dalam memberikan hukuman kepada seseorang hendaklah berlaku adil sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Tidak boleh membeda-bedakan antara orang kaya dan miskin, berpangkat atau tidak, bahkan sekalipun yang diberi hukuman itu adalah saudaranya sendiri maka keadilan tetap harus ditegakkan sesuai dengan undang-undang yang berlaku.

(56)

mengadili orang yang masih ada ikatan saudara dengan nya dihadapan orang lain pasti akan merasa berat dalam menetapkan hukum karena rasa kasihan yang muncul dalam hati mereka. Dalam kaitanya dengan hal tersebut, maka keadilan tetap harus ditegakkan walaupun itu berat, apalagi kalau perbuatannya merugikan banyak orang.

2. Berbuat Kebajikan

Kata (

ىاسحلإا

) digunakan untuk dua hal; pertama, memberi nikmat kepada pihak lain, dan yang kedua adalah perbuatan baik. Karena itu –lanjutannya-kata ihsân lebih luas dari sekedar “memberi nikmat atau nafkah”. Maknanya bahkan lebih tinggi dari kandungan

makna “adil”, karena adil adalah “memperlakukan orang lain sama

dengan pelakunya terhadap Anda”, sedang ihsân adalah

memperlakukannnya lebih baik dari perlakuannya terhadap Anda”.

Adil adalah mengambil semua hak Anda atau memberi semua hak orang lain, sedang ihsân adalah memberi lebih banyak daripada yang harus Anda beri dan mengambil lebih sedikit dari yang harusnya Anda ambil (Shihab, 2002: 325).

Kebajikan berasal dari bahasa arab “ hasan, ihsan” yang berarti

baik. Ihsan berarti berbuat sesuatu secara baik, tidak asal berbuat. Ihsan berarti juga mengerjakan sesuatu secara profesional atau berkualitas (Ahmadi, 2004: 165)

(57)

menyakiti orang lain maka itu dinamakan ihsan dalam lisan. Sedangkan orang yang melakukan perbuatan yang terpuji dan mendatangkan manfaat bagi orang lain maka itu dinamakan ihsan dalam bertindak atau perbuatan.

Dalam buku Al Qur‟an dan Tafsirannya (2009: 378), Al Ihsan

dibagi dalam tiga kategori:

a. Al Ihsan dalam ibadah adalah jika kita beribadah kepada Allah seolah-olah Allah melihat kita, tetapi jika kita tidak melihat-Nya maka sesungguhnya Allah melihat kita.

b. Al Ihsan dalam balasan dan sanksi dengan seimbang, dan menyempurnakan hak dalam pembunuhan dan luka dengan qisas. c. Al Ihsan dalam menepati hak atau hutang dengan membayarnya tanpa mengulur waktu atau disertai tambahan yang tidak bersyarat.

Tingkatan al ihsan yang tertinggi ialah berbuat kebaikan terhadap orang yang bersalah. Bukan al ihsan bila kamu berbuat baik kepada orang yang berbuat baik kepadamu.

(58)

Dapat disimpulkan bahwa dalam perbuatan ihsan di atas terdapat nilai-nilai pendidikan akhlak diantaranya yaitu nilai keyakinan atau kepercayaan dalam kaitannya beribadah kepada Allah. Nilai keadilan dalam kaitannya dengan balasan sanksi yang seimbang dan nilai tanggung jawab dalam kaitannya dengan menepati hak atau pembayaran hutang tepat waktu.

3. Memberi Bantuan

Kata (

ءاتيإ

) îtâ’/pemberian, terambil dari kata kerja (

-

ىتآ

يتؤي

), yang mana kata (

ءاتيإ

) îtâ’ merupakan bentuk masdar (kata

jadian) dari kata kerja tersebut (Shihab, 2002: 326).

Memberi bantuan merupakan kewajiban bagi setiap muslim terhadap kerabat mereka yang kekurangan. Bantuan tersebut bisa berupa materi dan non materi. Bantuan yang berupa materi merupakan bantuan dalam bentuk harta yang berwujud uang, sedangkan yang non materi bisa berupa jasa, misalnya gotong royong dalam pembuatan rumah, membantu dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh kerabat kita dan lain sebagainya.

(59)

Bantuan yang kita berikan sangat berarti bagi mereka yang membutuhkan. Dengan bantuan tersebut berarti kita telah membantu meringankan beban yang mereka pikul. Dalam hadits dijelaskan:

َرُه يِبَأ ْيَع

melapangkan satu kesusahan dunia dari seorang mukmin, maka Allah melapangkan darinya satu kesusahan di hari Kiamat. Barang siapa memudahkan (urusan) orang yang kesulitan (dalam masalah hutang), maka Allah akan memudahkan baginya (dari kesulitan) di dunia dan di akhirat. Barang siapa menutupi (aib) seorang muslim, maka Allah akan menutupi (aib)nya di dunia dan diakhirat. Allah senantiasa menolong seorang hamba selama hamba tersebut menolong saudaranya. (HR. Muslim no. 2699: 2064).

Dari hadits tersebut telah jelas bahwa jika seseorang ingin dengan mudah dan cepat dalam menyelasaikan urusannya, maka mereka harus membantu meringankan beban yang dialami orang lain.

(60)

dan melarang mereka memutuskan tali silaturrahmi. Pada hubungan silaturrahmi itulah terdapat nikmat yang besar. Sesorang akan merasakan besarnya nikmat itu kala ditimpa musibah (Az-Zuhaili, 2014: 214).

Tolong menolong diantara dua orang yang bertetangga merupakan suatu keutamaan dalam ajaran Islam. Sebab hal itu bisa mewujudkan kebaikan bagi kedua belah pihak, mencegah marabahaya yang mungkin menimpa keduanya, dan menghindarkan mereka dari benturan-benturan yang mungkin akan berdampak buruk (Az-Zuhaili, 2014: 229).

Berbuat baik kepada tetangga dapat berupa saling berkunjung, memberi makanan, meminjamkan uang ketika dibutuhkan, membantu kebutuhan hidup, meminjamkan peralatan, menjenguk ketika ada yang sakit, mengadakan acara penyambutan, memberi saat diminta, berterimakasih atas kebaikan, memaafkan atas kesalahan, menebarkan kebaikan, tidak menebarkan keburukan, dan memberikan makanan bila ada yang kelaparan (Az-Zuhaili, 2014: 229).

(61)

sikap tersebut sudah menjadi bagian dari hidup seseorang maka kehidupan orang yang telah memberi bantuan tersebut akan lebih bermakna dan bermanfaat bagi orang lain.

4. Tidak Berbuat Keji, Mungkar dan Permusuhan

Kata (

ءاشحفلا

) al-fahsyâ / keji adalah nama dari segala perbuatan atau ucapan bahkan keyakinan yang dinilai buruk oleh jiwa dan akal yang sehat serta mengakibatkan dampak yang buruk bukan saja bagi pelakunya tetapi juga bagi lingkungannya. Sedangkan kata (

ركٌولا

) al munkar / kemungkaran berasal dari kata

ركً

dari segi bahasa berarti sesuatu yang tidak dikenal sehingga diingkari. Itu sebabnya ia diperhadapkan dengan kata al-ma’ruf/yang dikenal.

Dalam bidang budaya kita dapat membenarkan ungkapan: “Apabila

ma‟ruf sudah jarang dikerjakan, ia bisa beralih menjadi mungnkar,

sebaliknya bila munkar sudah sering dikerjakan ia menjadi ma‟ruf

(Shihab, 2002: 327).

(62)

hukum tetapi dalam pelaksanaannya melampaui batas (Shihab, 2002: 328).

Berbuat keji (fakhsya) yaitu perbuatan-perbuatan yang didasarkan pada pemuasan hawa nafsu seperti zina, minum minuman yang memabukkan dan mencuri. Sedangkan kata munkar yaitu perbuatan buruk yang berlawanan dengan pikiran yang waras seperti membunuh dan merampok hak orang lain. Sementara baghy (permusuhan) yaitu perbuatan sewenang-wenang terhadap orang lain (Departemen Agama, 2009: 378).

Perbuatan-perbuatan di atas merupakan perbuatan yang harus dihindari oleh setiap orang, karena dapat mendatangkan keburukan bagi kehidupannya. Allah melarang semua perbuatan tersebut karena di dalamnya terdapat nilai sosial kemasyarakatan, dimana dalam lingkungan akan tercipta kehidupan yang aman dan tentram jika masyarakatnya dapat mengindari perbuatan-perbuatan tercela tersebut. 5. Menepati Janji

Kata

ِدْهَعِب

berasal dari kata

دعلا

yang menurut bahasa adalah akad (ikatan). Menurut syariat Islam, janji merupakan ikatan yang wajib dipenuhi dan ditepati sesuai dengan kesepakatan kedua pihak yang mengadakan akad perjanjian, baik mengenai waktu maupun batang yang dijanjikan dalam perjanjian tersebut (

(63)

Janji adalah ketetapan yang dibuat oleh diri kita sendiri dan untuk dilaksanakan oleh kita sediri baik itu janji terhadap Allah maupun orang lain (Al Gazali, 1985: 161).

Menunaikan janji merupakan kewajiban bagi setiap orang yang mengikrarkan janji tersebut selama janjinya itu mengenai kebaikan dan kebenaran. Menepati janji juga merupakan salah satu bentuk dari nilai tanggung jawab, yaitu tanggung jawab atas apa yang telah diucapkannya. Akan tetapi jika janji itu berupa maksiat dan dosa maka janji tersebut hukumnya haram dan tidak sah untuk ditunaikan.

Menepati janji merupakan identitas mulia bagi seorang mukmin. Ketika seseorang menepati secara tidak langsung ia telah menghormati janji-janjinya, komitmen dengan ucapannya, dan mempercayakan sepenuhnya kepada teman yang diajak membuat kesepakatan atau perjanjian. Berbeda dengan yang sering kita saksikan dewasa ini, banyak sekali jenis kesepakatan, perjanjian, persetujuan, namun dengan mudah melanggarnya dan tidak melaksanakan hak dan kewajibannya. Mereka tidak ubahnya seperti orang-orang munafik dan termasuk golongan yang paling buruk (Az-Zuhaili, 2014: 375).

(64)









pertanggungan jawabnya (Al Qur‟an dan Terjemahannya, 1967: 429).

Telah jelas bahwa janji yang telah diucapkan harus ditepati, karena semuanya akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak. Jika kita mengingkari janji yang telah diucapkan berarti kita telah berbuat khianat. Khianat merupakan perbuatan keji yang dibenci Allah.

Untuk bisa mendapatkan keuntungan dari sebuah perjanjian, seseorang kadang kala berani berbuat khianat, yaitu membatalkan perjanjiannya yang telah diikatnya tanpa memeperdulikan keutamaan-keutamaan dari perjanjian yang dibuat. Pembatalan tersebut kadang kala menimbulkan keburukan atau kerugian dari salah satu pihak juga dapat menimbulkan pertikaian dan permusuhan di antara mereka.

Demikian pula yang sering terjadi terhadap suatu bangsa dan negara yang membatalkan perjanjiannya dengan bangsa dan negara lain, hanya karena ingin mengejar kepentingan yang lain demi menguntungkan bangsa dan negaranya.

6. Larangan Membatalkan Sumpah

(65)

Kata

ُييوَيلا

secara etimologis dikaitkan dengan tangan kanan yang bisa berarti kekuatan dan sumpah. Dikaitkan dengan kekuatan karena orang yang ingin mengatakan atau menyatakan sesuatu yang dikukuhkan dengan sumpah pernyataannya akan lebih kuat sebagaimana tangan kanan lebih kuat dari tangan kiri (http://mukjizatislam.blogspot.co.id/2012).

Imam malik berpendapat bahwa hukum asal sumpah adalah

„jaiz‟ (boleh). Hukumnya bisa menjadi sunnah apabila dimaksudkan

untuk menekankan suatu masalah keagamaan atau untuk mendorong orang melakukan sesuatu yang diperintahkan agama, atau melarang orang berbuat sesuatu yang dilarang oleh agama (http://mukjizalislam.blogspot.co.id/2012. )

Menurut ar Rifai yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, apabila seseorang bersumpah, kemudian sumpahnya itu dilanggar, maka dia wajib membayar kifarat atau denda. Kifarat ini boleh

memilih antara tiga perkara seperti yang dijelaskan dalam Al Qur‟an

surat al Maidah ayat 89:

(66)









Artinya: “Allah tidak menghukum kamu disebabkan

sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja, Maka kaffarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi Makan sepuluh orang miskin, Yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. barang siapa tidak sanggup melakukan yang demikian, Maka kaffaratnya puasa selama tiga hari. yang demikian itu adalah kaffarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu langgar). dan jagalah sumpahmu. Demikianlah Allah menerangkan kepadamu hukum-hukum-Nya agar kamu bersyukur (kepada-Nya) (Al Qur‟an dan Terjemahannya, 2010: 122).

Pelanggaran terhadap bai’at perjanjian atau sumpah berarti menjadikan sumpah sebagai alat penipuan sesama manusia. Jika seseorang melakukan penipuan dengan bersumpah atas nama Allah berarti mereka berbuat kebohongan dan tidak jujur dengan perbuatan yang telah mereka lakukan. Sebab jika satu golongan atau seseorang membuat perjanjian dengan golongan lain yang lebih kuat dari padanya untuk menentramkan hati mereka, kemudian jika ada kesempatan dia menghianati perjanjian itu maka tingkah laku seperti itu dipandang sebagai penipuan. (Departemen Agama, 2009: 379).

(67)

Sudah jelas bahwa Allah SWT melarang seseorang melanggar atau mengingkari sumpah yang telah diikrarkan. Perbuatan demikian termasuk perbuatan yang dapat merugikan orang lain dan mendapatkan dosa dari Allah. Ketika seseorang mengucapkan sumpah atas nama Allah tanpa adanya unsur penipuan atau kebohongan berarti mereka telah mewujudkan salah satu bentuk nilai kejujuran, dimana mereka telah menguatkan kesaksian terhadap sesuatu dengan sumpah yang mereka ucapkan.

B. Implementasi Dalam Kehidupan Sehari-Hari

Sejarah telah membuktikan bahwa pendidikan akhlak mulia sangat ampuh dalam melakukan peranannya sebagai praktek akhlak bangsa. Bangsa-bangsa di masa lalu yang mencapai kejayaan dan kemakmuran, karena ditopang oleh kemuliaan akhlak bangsanya. Sebaliknya bangsa-bangsa yang mengalami kehancuran ternyata bermula dari kehancuran akhlak bangsanya (Nata, 2013: 214).

(68)

yang representative tentang perlunya agama ini mampu membentuk akhlak masyarakat pada budaya kota tersebut. (Nata, 2013: 213)

Dari fenomena di atas yang terjadi di sekitar kita menunjukkan bahwa kehidupan yang ada diukur dari segi materi, sehingga akhlak yang seharusnya dimiliki dan diaplikasikan dalam kehidupan seseorang sudah tidak diperhatikan lagi. Dalam kaitannya dengan surat an Nahl, penulis akan memaparkan bagaimana mengimplementasikan akhlak-akhlak yang ada dalam surat an Nahl ayat 90-91 dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam surat an Nahl ayat 90-91 sebagaimana telah dipaparkan adalah sangat sesuai dengan kedaan saat ini dimana nilai-nilai religius yang sudah mulai bergeser dengan arus modernisme dan arus globalisasi. Maka dalam ayat tersebut telah dijelaskan segala bentuk perintah dan larangan yang harus dilakukan oleh manusia dalam kehidupannya.

Islam dalam menetapkan nilai-nilai akhlak tidak hanya pada teori saja, melainkan juga menuntut umatnya untuk mengaplikasikan atau mempraktikkan akhlak tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

(69)

mana akhlak yang harus diterapkan dan ditinggalkan dalam kehidupannya sehingga dapat berinteraksi dengan baik terhadap sesama makhluk ciptaan Allah.

Dalam suarat an Nahl ayat 90-91 terdapat beberapa akhlak tarpuji yang harus diterapkan dalam kehidupan sehari-sehari dan akhlak yang harus ditinggalkan dalam kehidupan, diantaranya adalah:

1. Akhlak terpuji yang merupakan perintah

Pertama yaitu berlaku adil. Dalam mempraktikkan atau membiasakan perilaku adil dimulai dengan berperilaku adil terhadap diri sendiri. Setelah kita manpu bersikap adil pada diri sendiri, kita akan mampu berbuat adil terhadap orang lain. Misalnya, kita sebagai pelajar/peserta didik memiliki kewajiban untuk belajar. Belajar secara maksimal merupakan sebuah keadilan terhadap potensi dan bakat yang diberikan Allah kepada umat-Nya untuk ditumbuhkembangkan secara optimal dan seimbang, karena adil adalah berbuat sesuatu secara seimbang.

(70)

orang lain mempunyai hak terhadap sesuatu, maka kewajiban kita adalah memberikan kesempatan kepada mereka untuk memenuhi haknya. Misalnya, biasanya setiap tahun lembaga IAIN Salatiga menyediakan beasiswa miskin berprestasi bagi mahasiswanya, maka bagi mahasiswa yang merasa sudah mampu berkewajiban untuk memberikan kesempatan bagi teman-temannya yang kurang mampu untuk mendapatkan beasiswa tersebut. Itu merupakan salah satu contoh sikap adil yang perlu diterapkan dalam kehidupan.

Dengan keadilan, dunia akan terasa tentram dan makmur, harta-benda akan berkembang dan bertambah karena tidak ada pejabat-pejabat yang korupsi, dalam pemerintahan akan tercipta hubungan yang harmonis dan berkesinambungan antara penguasa negara dan rakyatnya.

Kedua, berbuat Ihsan. Ihsan yang bersifat wajib misalnya

berbakti kepada kedua orang tua dan bersikap adil dalam bermuamalah. Sedangkan ihsan yang bersifat sunnah misalnya memberikan bantuan kepada tetangga sesuai kemampuan kita dan selalu membangun hubungan baik dengan tetangga atau orang lain dengan menyambung tali silaturrahmi.

(71)

dilakukan dengan membina dan meningkatkan kualitas keimanan dan pengetahuan kepada siswa dan selalu mendorong serta menuntut agar siswa selalu berbuat baik, baik itu dilakukan dengan hati, ucapan maupun perbuatannya.

Ketiga, memberikan bantuan kepada kaum kerabat. Penerapannya juga sama yaitu dengan membiasakan dalam kehidupan sehari-hari yaitu selalu memberi bantuan kepada mereka yang membutuhkan jika kita kelebihan sesuatu. Misalnya memberi makanan, pakaian dan harta atau uang yang kita miliki.

Referensi

Dokumen terkait

Pendekatan ini digunakan untuk menggunakan data sebanyak- banyaknya tentang sosial, data-data yang berkaitan dengan masalah yang dibahas dan dilakukan dengan jalan Library

Penelitian ini tentang nilai-nilai akhlak dalam perspektif pendidikan Islam (Kajian tafsir surat Al-Hujurat ayat 11-13) bahwa akhlak Islam adalah nilai-nilai yang utuh,

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud pakaian yang boleh ditinggalkan yaitu pakaian luar yang dipakai menutupi kepala/rambut mereka,

sifat halus, tenang, langkahnya lebar tanpa tergesa-gesa ketika berjalan dalam keadaan yang menanjak ataupun jalan yang banyak rintangan. beliau berjalan seolah-olah berjalan pada

Nilai pendidikan akhlak yang ditekankan dalam Al- Israa‟ ayat 29 tersebut bahwa ada larangan untuk tidak menjadi orang pelit atau kikir dalam membelanjakan harta yang

Nilai-nilai pendidikan akhlak dapat dilakukan dengan meningkatkankekuatan spiritual dalam diri manusia dengan cara mendekatkan diri kepada Allah SWT dan melakukan perbuatan baik serta