• Tidak ada hasil yang ditemukan

SIKAP PAKSA PADA GAMELAN JEGOG BALI - ISI Denpasar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "SIKAP PAKSA PADA GAMELAN JEGOG BALI - ISI Denpasar"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

SIKAP PAKSA PADA GAMELAN JEGOG BALI Artayasa, I Nyoman.

Desain Interior

Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Seni Indonesia Denpasar Jalan Nusa Indah Denpasar Bali Indonesia

Abstract

The discussion about task, organization and environment is not only monopolized by industrial world. Those three problems in ergonomics should be discussed in the world of art as well. There are a lot of negligence of body natural posture in doing art, so that there are many diseases found as the impact of it or in producing artistic tools. Such diseases which are caused by doing art actually can be avoided if in doing art,we concern ourselves with the rules of ergonomics which are related to our strength, limit, and weakness in adapting with task, organization, and environment. One of art activities which does not concern with ergonomics aspect in this case anthropometry is the activity of playing gamelan Jegog (Jegog instrument). Gamelan Jegog is from Jembrana Bali and was created by an artist named Kiyang Geliduh from a village of Dangin Tukad Aya in 1912. In general, the way of playing gamelan Jegog is by beating it while sitting on a chair because the size of its selawah is high, but the uniqueness of this kind of gamelanis the way of beating the biggest instrument, namely the jegogan. The two players are positioned on the back selawah. One of them beats in the left side in the keys with low tone, and the other one is in the right side in the keys with high tone. They bring big mallets like the mallet of gong which are held with two hands as they are heavy and big. When playing gamelan is conducted in a squatting position, on back selawah every day over and over, it will cause a less natural posture and can cause a disease as the impact of doing art. Therefore, the role of ergonomics in this case anthropometry is really needed, so that the posture when playing gamelan Jegogwill be more natural. This article describes about the change of posture in playing gamelan Jegog from squatting position on back selawah into standing position facing the gemelan. As the result, diseases caused by doing art can be reduced and the role of ergonomics in the world of art can be known by the wider society.

(2)

SIKAP PAKSA PADA GAMELAN JEGOG BALI *Artayasa, I Nyoman.

*Desain Interior

Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Seni Indonesia Denpasar Jalan Nusa Indah Denpasar Bali Indonesia

ABSTRAK

Pembicaraan masalah task, organisasi dan lingkungan tidak hanya monopoli pada dunia industri saja. Ke tiga masalah dalam ergonomi tersebut harus pula didiskusikan pada dunia seni. Terjadi banyak pengabaian sikap-sikap alamiah tubuh dalam berkesenian, sehingga penyakit akibat berkesenian ataupun dalam rangka memproduksi alat-alat kesenian banyak dijumpai. Penyakit akibat berkesenian tersebut sebenarnya dapat dihindari jika saja dalam beraktivitas seni budaya memperhatikan kaidah-kaidah ergonomi yang berkaitan dgn kelebihan, batasan dan kekurangan manusia dalam menyesuaikan diri dgn task, organisasi dan lingkungan. Salah satu kegiatan seni yang tidak memperhatikan aspek ergonomi dalam hal ini antropometri adalah kegiatan berkesenian menabuh gamelan jegog. Gamelan Jegog, kesenian Jembrana Bali ini dalam sejarahnya diciptakan oleh seniman yang bernama Kiyang Geliduh dari Dusun Sebuah Desa Dangin Tukad Aya pada tahun 1912. Secara umum cara menabuh gamelan jegog ini adalah dengan dipukul sambil duduk di atas kursi karena ukuran selawahnya tinggi, tetapi hal yang betul-betul memberikan ciri khas pada jenis gamelan ini adalah cara memukul instrumennya yang berukuran terbesar, yaitu jegogannya. Penabuh yang terdiri dari dua orang bertengger di atas selawah bagian belakangnya. Seorang memukul di sebelah kiri di daerah yang bilahannya bernada rendah dan seorang lagi di sebelah kanan yang bilahannya bernada tinggi. Masing-masing membawa panggul besar seperti pemukul gong yang karena berat dan besarnya digenggam dengan kedua tangannya. Ketika aktivitas yaitu menabuh gamelan yang dilakukan dengan jongkok di atas selawah bagian belakang, dilakukan setiap hari secara terus-menerus, maka akan terjadi sikap tubuh yang kurang alamiah yang dapat menyebabkan penyakit akibat beraktivitas berkesenia. Maka dalam hal ini peranan ergonomi dalam hal ini antropometri sangat diperlukan, sehingga sikap tubuh saat menabuh gamelan jegog dapat lebih alamiah. Artikel ini mediskripsikan perubahan sikap menabuh gamelan jegog dari yang semula jongkok di atas selawah bagian belakang gamelan menjadi berdiri berhadapan dengan gemelan. Dengan demikian dapat diketahui peranan ergonomi dalam dunia berkesenian dalam jangkauan yang lebih luas.

Kata kunci: antropometri, jegog

(3)

SIKAP PAKSA PADA GAMELAN JEGOG BALI *Artayasa, I Nyoman.

*Desain Interior

Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Seni Indonesia Denpasar Jalan Nusa Indah Denpasar Bali Indonesia

Pendahuluan

Gamelan jegog adalah gambelan barungan gambelan yang berlaras pelog (empat nada) yang terdiri dari

instrument berbentuk tabung bambu. Gambelan jegog terbuat dari bambu jenis betung yang memiliki

ukururan diameter lebih besar dari bambu yang lainnya. Awalnya intrumen ini hanya digunkan untuk

memainkan musik-musik instrument dan pengiring pencak silat. Gambelan ini, di samping hanya

dinikmati tabuh atau lagunya, juga berfungsi mengiringi tari khas daerah Jembrana yang juga bernama

Tari Jegog. Selain dari bentuk gambelannya yang lebih besar, hal lain yang membedakannya dari gamelan

lain adalah posisi penabuh waktu memukulnya. Jika gamelan lain dipukul dalam posisi penabuh bersila,

gambelan jegog dipukul sambil duduk di atas kursi karena ukuran selawahnya tinggi. Kekhasan lain yang

dimiliki gamelan ini adalah penabuh gambelan yang berjumlah dua orang menabuh gamelan dengan cara

memukul instrumennya yang berukuran terbesar, yaitu jegogannya, dengan cara jongkok bertengger di

atas selawah bagian belakangnya. Seorang memukul di sebelah kiri di daerah yang bilahannya bernada

rendah dan seorang lagi di sebelah kanan yang bilahannya bernada tinggi. Masing-masing membawa

panggul besar seperti pemukul gong yang karena berat dan besarnya alat pemukul maka digenggam

dengan kedua tangannya. Sedang seorang yang di sebelah kiri memukul dengan cara “polos” dan yang di

sebelah kanan dengan cara “sangsih”. Posisi jongkok bertengger di atas selawah bagian belakang inilah

yang merupakan posisi tubuh dalam berkesenian yang kurang alamiah, sehingga kelelahan yang timbul

diluar aktivitas sesungguhnya menjadi lebih besar. Oleh karena itu beberapa seniman pemerhati

kenyaman dalam berkesenian melakukan inovasi sehingga menghasilkan alat musik jegog yang

memperhatikan unsur-unsur sikap tubuh yang alamiah dalam beraktivitas kesenian.

Materi dan metode

Materi :

Materi yang dijadikan bahan diskusi pada artikel ini adalah sikap kerja penabuh gamelan Jegog.

Metode :

Observasi diadakan pada sikap beraktivitas/kerja penabuh pada gamelan Jegog kemudian dianalisis

berdasarkan dengan kepustakaan sehingga hasilnya dapat dideskripsikan.

(4)

Gamelan jegog adalah gambelan barungan gambelan yang berlaras pelog (empat nada) yang

terdiri dari instrument berbentuk tabung bambu. Gambelan jegog terbuat dari bambu jenis betung yang

memiliki ukururan diameter lebih besar dari bambu yang lainnya. Selain dari bentuk gambelannya yang

lebih besar, hal lain yang membedakannya dari gamelan lain adalah posisi penabuh waktu memukulnya.

Penabuh gambelan yang berjumlah dua orang menabuh gamelan dengan cara memukul instrumennya

yang berukuran terbesar, yaitu jegogannya, dengan cara jongkok bertengger di atas selawah bagian

belakangnya. Masing-masing membawa panggul besar seperti pemukul gong yang karena berat dan

besarnya digenggam dengan kedua tangannya.

Posisi jongkok bertengger di atas selawah bagian belakang inilah yang merupakan posisi tubuh

dalam berkesenian yang kurang alamiah, sehingga kelelahan yang timbul diluar aktivitas sesungguhnya

menjadi lebih besar. Oleh karena itu beberapa seniman pemerhati kenyaman dalam berkesenian

melakukan inovasi sehingga menghasilkan alat musik jegog yang memperhatikan unsur-unsur sikap

tubuh yang alamiah dalam beraktivitas kesenian. Posisi beraktivitas dalam keadaan jongkok di atas jegog dalam waktu yang lama dan cukup sering dilakukan termasuk pada posisi kerja paksa dan tidak alamiah.

Jika posisi tubuh dalam bekerja dalam posisi tidak alamiah, maka akan terjadi sikap paksa.

Dengan posisi tubuh yang alamiah sikap paksa akan ditiadakan. Sikap paksa akan menyebabkan

adanya beban kerja tambahan yang tidak perlu dan akan menyebabkan tidak optimalnya

kemampuan yang dipergunakan dalam bekerja (Grandjean,1988). Sikap paksa dapat terjadi saat

mengangkat mengangkut, memegang sesuatu, mengambil alat, dan lain-lainnya. Pada banyak

penelitian terungkap perbaikan sikap kerja dapat meningkatkan produktivitas, menurunkan

keluhan muskuloskeletal dan menurunkan beban kerja (Artayasa 2005, Puja 1999; Sena, 2000;

Singarsa, 2000; Nada, 2003; Anom, 2004). Posisi beraktivitas seperti itu juga termasuk posisi

tubuh yang statis, di mana posisi tersebut menyebabkan gerakan otot tertentu menjadi statis.

Sikap memukul gambelan jegog dengan berjongkok di atas gambelan termasuk ke dalam

(5)

dilakukan dalam waktu yang lama. Kerja statis memerlukan 50% dari tenaga maksimum akan tahan

tidak lebih dari 1 menit, jika tenaga yang dihabiskan lebih kecil dari 20% dari maksimum, kontraksi otot

dapat dilanjutkan untuk beberapa waktu. Tetapi penelitian dasar dan juga pengalaman secara umum

memperlihatkan bahwa tenaga statis dari 15-20% dari maksimum akan menyebabkan penyakit, jika beban

sejumlah terbut diterima berhari-hari dan berbulan-bulan.

Seperti diungkapkan oleh Grandjean

(1988)

Jika gerakan berat berlangsung selama 10 detik atau lebih; Jika gerakan sedang berlangsung

terus-menerus selama 1 menit atau lebih; Jika gerakan ringan bertahan selama 4 menit atau lebih. Dan

juga dikatakan hal-hal yang termasuk gerakan statis adalah: Pekerjaan membungkuk ke depan ataupun ke

samping; Menjinjing barang dengan tangan; Pengendalian yang memerlukan posisi tangan terlentang

secara horisontal; Menitikberatkan berat badan pada satu kaki dan kaki yang lainya menekan pedal;

Berdiri pada satu tempat dalam jangka waktu yang lama; Menekan dan menarik beban yang berat;

Memiringkan kepala terlalu kedepan atau ke belakang; Mengangkat bahu terlalu lama. Di mana selama

kerja statis aliran darah dipaksa dalam proporsi untuk tenaga desakan. Selama gerakan statis pembuluh darah ditekan oleh tekanan internal dari jaringan otot, jadi darah tidak banyak mengalir kearah otot. Otot

yang dalam kadaan kerja statis yang hebat tidak menerima gula dan oksigen dan kebanyakan tergantung

dari persedian yang ada di dalam otot itu sendiri. Oleh karena itu perlu diadakan perubahan posisi

memukul gambelan tersebut menjadi tidak statis atau dinamis.

Selama gerakan otot dinamis seperti berjalan otot bekerja sebagai pompa di dalam peredaran

darah.. Pemampatan menekan darah keluar dari otot dan istirahat selanjutnya melapaskan aliran darah

segar ke dalam otot. Dalam keadaan bergerak otot menerima 10 - 20 kali darah lebih banyak dari pada dalam keadaan istirahat. Otot melakukan gerakan dinamis untuk mengeluarkan darah segar dan menahan

gula yang kaya energi dan oksigen yang terkandung di dalamnya, dan sisa-sisa yang tidak berguna di

(6)

Dengan mengubah gambelan jegog menjadi bilah bambu dengan posisi berdiri seperti gambar di atas maka sikap paksa dan statis menjadi bisa ditiadakan, variasi gerakan untuk menghilangkan gerakan statis dapat diciptakan seiring dengan gerakan tabuh gamelan.

Simpulan

Terdapat sikap tidak alamiah dan paksa pada aktivitas menabuh gembelan jegog, jika dilaksanakan

dengan bertengger di atas gemelan jegog, di mana posisi ini dapat menimbulkan beberapa kerugian yang

dapat berakibat fatal pada para penabuh. Dengan diadakan desain ulang dari gamelan Jegog maka sikap

tidak alamiah dan paksa tersebut dapat ditiadakan. Namun demikian perlu diadakan penelitian lanjutan

untuk mengetahui perbedaan beban kerja penabuh antara yang menabuh dengan bertengger di atas

gambelan dengan penabuh yang menggunakan gamelan yang telah didesain ulang menjadi jegog dengan

bilah bambu dengan posisi berdiri.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

(7)

 

Daftar Pustaka

Artayasa, I Nym. 2005. Beban Kerja Wanita Pengangkut Kelapa di Br Semaje Antosari Tabanan

Bali.

Prosiding Seminar Nasional. The Aplication of Technology Toward a Better Life.

Yogyakarta: Kelompok Fakultas Teknik Universitas Teknologi Yogyakarta. 25-28.

Briger, R.S. 1995.

Introduction to Ergonomics

. Singapore: McGraw-Hill. Inc.

Effendi (2002).

Ergonomi Bagi Pekerja Sektor Informal

. Cermin dunia Kedokteran No.

136,2002. http://www.kalbe.co.id/cdk.

Access. 02/25/06

Grandjean, E. 1988.

Fitting The Task to The Man: A Textbook of Occupational Ergonomics

.

4

th

. Edition

. London: Taylor & Francis Ltd.

Manuaba, A. 1998

a

.

Bunga Rampai Ergonomi: Vol I.

Program Pascasarjana

Ergonomi-Fisiologi Kerja Universitas Udayana, Denpasar.

Manuaba, A. 1998

b

.

Peranan Ergonomi dalam Mencegah Kecelakaan pesawat Terbang

.

Disampaikan dalam Simposium Kesehatan Penerbangan di Fakultas Kedokteran

Universitas Udayana, 12 Desember 1998. Denpasar.

Manuaba, A. 2003.

Pendekatan Ergonomi dengan Pendekatan Holistik Perlu, demi Hasil yang

Lebih Lestari dan Mampu Bersaing

. Disampaikan pada: Temu Ilmiah dan Musyawarah

Nasional Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Ergonomi: Hotel sahid, Jakarta, 17-19 Juli

2003.

Manuaba, A. 2005

2

.

Total Approach in Evaluating Comfort Work Place

. Preseted at UOEH

International Symposium on Confort at The Workplace. Kitakyushu, Japan, 23-25 Oct

2005.

Michelle M. Robertson. 2006.

Macroergonomics: A Work SystemDesign Perspective

.

http://www.ergonomie-self.org. Access 1/24/2006

Nagamachi, M. 1993, Participatory Ergonomics; A Unigue Technology Scienc

e

, The

Ergonomics of Manual Work,

Proceedings of the International Ergonomics Association

World Conference on Ergonomics of Materials Handling and Infomation Processing at

Work, Warsaw, Poland, 14-17 june 1993. 41-48.

Pheasant, S. 1988. Bodyspace:

Antropometry, Ergonomics and Design

.

Philadelphia: Taylor &

Francis.

(8)

Singarsa. I.B. 2000.

Sikap Kerja Berdiri dengan Sistem Terasering Mengurangi Beban Kerja

dan Meningkatkan Produktivitas Penambang Batu Padas di Desa Werdhi Bhuwana,

Kecamatan Mengwi Badung

. Tesis

Program Pascasarjana Universitas Udayana,

Denpasar

Referensi

Dokumen terkait

Pada pengujian DCP ini sistem kerjanya yaitu dengan cara dipukul, pengujian tersebut memberikan sebuah dari kekuatan lapisan bahan sampai kedalaman 80 cm di bawah

Berdasarkan hasil dari penelitian ini juga dapat diketahui bahwa subjek yang memiliki tingkat harga diri rendah adalah sebanyak 0 (0%) subjek yang artinya subjek

Orang percaya yang telah mempe- lajari kebenaran harus sangat tahu bahwa kedatangan di angkasa yang dikatakan Paulus dalam surat Satu Tesalonika itu adalah khusus

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kemudahan penggunaan terhadap minat dalam melakukan transaksi menggunakan internet banking Mandiri pada

Penelitian ini dilakukan untuk mendeskripsikan modal sosial Kepala Desa dalam pembangunan, baik itu sumber, bentuk, dan implikasi modal sosial bagi pembangunan Desa.

memandang bahwa kolonialisme menciptakan trauma yang dapat dikatakan negatif baik bagi pihak yang menjajah dan terutama kelompok yang dijajah. Terutama untuk kelompok yang

Demikian Proposal ini kami buat yang berisikan Kegiatan dari Program Kerja Senat Mahasiswa Insan Pembangunan Periode 2017-2018.Kami selaku panitia mengharapkan