WANAWANGI
I Gusti Agus Putu Wirnawa, I Komang Sudirga, I Ketut Sudhana Fakultas Seni Pertunjukan
Institut Seni Indonesia Denpasar
Jalan Nusa Indah Denpasar 80235/Fax : (0361) 236100 E-mail : [email protected]
Abstrak
Dalam menciptakan suatu karya seni, banyak dari para seniman yang menggunakan berbagai hal atau peristiwa sebagai sumber insfirasi di dalam berimajinasi dan berkreatifitas untuk mewujudkan sebuah karya seni. Dalam berkreatifitas untuk menciptaan sebuah karya seni yang baru khususnya seni musik, tidak ada yang tercipta secara kebetulan, melainkan melalui sebuah proses yang menuntut argumentasi dan ketrampilan di bidang seni musik khususnya gamelan Bali. Berangkat dari suatu sejarah Desa yang bernama Desa Padangkerta, yang dimana didalamnya terdapat sebuah legenda yang mengakibatkan adanya akulturasi budaya. Dari peristiwa tersebut, penata mencoba mentransformasikan ide yang didapatkan dari narasumber kedalam bentuk garapan tabuh kreasi inovatif, dimana sang penata terinspirasi dari keagungan dan keharmonisan hubungan antara umat muslim Saren Jawa dengan umat Hindu Desa Adat Padagkerta. Selain itu banyak yang dapat dirasakan dan diamati dari desa tersebut seperti pepohonan, pemandangan bebukitan dan pegunungan yang hijau yang menjulang tinggi yang terkesan agung.
Dari uraian di atas akhirnya penatata berkeinginan membuat garapan Kreasi inovatif dengan judul garapan Wanawangi dengan media ungkap Gamelan Selonding. Wanawangi merupakan dua suku kata yang berasal dari bahasa sansekerta yaitu wana yang artinya hutan dan wangi yang artinya harum. Jadi arti dari kata Wanawangi adalah hutan yang harum yang kemudian di sempurnakan lagi menjadi alasharum.
Abstract
In creating a work of art, many of the artists who use various things or events as a source of inspiration in imagination and creativity to realize a work of art. In creating creativity to create a new work of art, especially the art of music, nothing is created by chance, but through a process that demands argumentation and skills in the field of music, especially Balinese gamelan. . Departing from a village history called Padangkerta Village, in which there is a legend that results in cultural acculturation. From this event, the stylist tried to transform the ideas obtained from the resource person into the form of innovative creation percussion works, in which the stylist was inspired by the majesty and harmony of relations between Saren Javanese Muslims and Padagkerta Traditional Village Hindus. Besides that, there are many things that can be felt and observed from the village, such as trees, views of the hills and green mountains that soar high and impressive.
meaning of the word Wanawangi is a fragrant forest which is then refined to become an alasharum
PENDAHULUAN
Garapan ini dilatar belakangi dari keperihatinan dan kekaguman penata dengan sebuah Desa yang bernama Desa Adat Padangkerta yang dulunya bernama alasharum. Pada zaman dahulu tempat ini bernama alasharum tempat ini merupakan sebuah hutan yang sangat lebat, tempat ini dihuni oleh seekor sapi tinggi besar yang bernama wadak tulen yang merupakan jelmaan dari jin. Karena wadak tulen merupakan jelmaan dari jin maka keganasan dan kekuatannya tidak dapat dikalahkan oleh warga setempat. Mendengar berita tersebut Raja Klungkung yang bernama Sri Aji Dalem Kresna Kepakisan mengutus anaknya yang bernama Arya Pelangan ntuk membunuh sapi tersebut. Setelah tiba di alasharum, hanya mendengar suara dari auman wadak tulen, Arya Pelangan sudah takut dan lari naik ke atas pohon mangga yang tinggi yang bernama poh landung.
Setelah lama tidak kembali ke kerajaan Klungkung akhirnya Raja mengutusadik dari Arya Pelangan yang bernama Arya Gusti Anggan, karena kakaknya tidak kunjung datang Arya Gusti Anggan pun merasa tidak bisa untuk mengalahkan wadak tulen, akhirnya Raja Sri Aji Dalem Kresna Kepakisan mengutus Kyai Jalil untuk menemani Arya Gusti Anggan. Sebelum mereka pergi Raja sempat mengatakan bahwa siapa yang dapat mengalahkan wadak tulen akan diberikan tempat yang lebih hulu dari alasharum. Kemudian merekapun berangkat menuju alasharum, setelah sampai di alasharum Arya Gusti Anggan langsung membuat siasat atau rencana agar bisa mengalahkan sapi tersebut. Kemudian Arya Gusti Anggan menyuruh Kyai Jalil untuk membuat lobang besar, dan Kyai Jalil disuruh untuk berada dalam lobang tersebut dengan membawa senjata berupa keris.
Setalah itu, Arya Gusti Anggan memancing agar sapi tersebut masuk kedalam lobang untuk di bunuh oleh Kyai Jalil. Setelah berhasil mengalahkan sapi tersebut akhirnya Arya Gusti Anggan membuat perbumian padangkerta dan sesuai dengan janji dari Raja Sri Aji Kresna Kepakisan, Kyai Jalil pun diberikan tempat yang bernama saren jawa. Saren Jawa merupakan kampung muslim yang pertama kali terdapat di Bali. Keunikan dari kampung tersebut adalah nama-nama dari warganya yang berisi nama-nama orang Bali, seperti Ketut Sulaiman, Made Jubaidah dan lainnya. Karena kemenangan dari Arya Gusti Aggan akhirnya alasharum menjadi desa yang asri dan hubungan antara Saren Jawa dengan Padangkerta terjalin harmonis, sejahtera dan saling menghormati. Karena melihat dari kesejahteraan warganya dan keindahan dari pohon-pohon yang ada akhirnya nama alasharum diganti menjadi pandangkerta yang merupakan penggalan dari dua kata yaitu padang yang artinya rumput untuk mewakili tanaman yang terdapat dihutan dan kherta arinya sejahtera. Dan akhirnya hingga saat ini dikenal dengan nama Desa Adat Padangkerta.
Dari uraian di atas akhirnya penatata berkeinginan membuat garapan Kreasi inovatif dengan judul garapan Wanawangi. Wanawangi merupakan dua suku kata yang berasal dari bahasa sansekerta yaitu wana yang artinya hutan dan wangi yang artinya harum. Jadi arti dari kata Wanawangi adalah hutan yang harum yang kemudian di sempurnakan lagi menjadi alasharum.
PROSES KREATIVITAS
untuk mencari dan menentukan judul garapan. Kemudian dilanjutkan dengan melakukan eksplorasi terhadap instrumen yaitu gamelan yang kira-kira diperlukan dan cocok untuk mendukung garapan ini. Proses pembuatan karya seni karawitan Wanawangi ini dimulai pada saat penata menempuh proses ujian komposisi IV. Pada ujian komposisi ini penata di wajibkan membuat garapan yang akan dipakai Ujian Tugas Akhir.
Proses ini dimulai dari tempat kelahiran penata sendiri. Kampung halaman yang penuh sejarah, keunikan dan keasrian wilayahnya menyimpan sejuta potensi untuk diungkap dan diwujudkan melalui suatu karya. Untuk mendapatkan judul yang tepat penata mulai membaca sejarah dan mencari informasi sejarah dari keberadaan Desa Adat Padangkerta yang dilanjutkan dengan membaca Kamus Bahasa Bali. Selain itu untuk menentukan model garapan penata juga mencari perbandingan melalui memperdengarkan kaset, rekaman audio visual maupun melalui Youtube.
Melalui hasil dari mempelajari baik dengan membaca, mendengar maupun melihat berbagai jenis garapan tabuh maka muncul suatu inspirasi yang diungkapkan melalui perasaan pribadi penata dengan membuat garapan kreasi inovatif.
Dalam kreasi inovatif ini tema yang diangkat sesuai dengan judul dari garapan ini yaitu tentang keasrian alam dan toleransi antara umat agama Hindu dengan umat muslim yang terdapat dalam sejarah Desa Padangkerta. Tema tersebut penata mentransformasikan menjadi sebuah garapan kreasi inovatif Wanawangi. Garapan ini memerlukan metode untuk mengembangkan teknik-teknik permainan instrumen yang terdapat pada barungan gamelan Selonding, sehingga dapat tercipta nuansa yang berbeda pada karya seni inovatif Wanawangiini.
Dalam tahap percobaan ini penata harus kreatif dalam menggambarkan ide gagasanya dan mencoba menuangkan
melalui media gamelan Selonding. Didalam proses percobaan ini penata mencoba dengan cara mencari melodi yang pas bagi penata untuk membuat kawitan pada karya ini. Selain langsung mencarinya di dalam gamelan yang akan dipergunakan penata juga mencoba dengan cara bernyanyi (megending). Setelah dirasa mendapat melodi yang pas bagi penata dan motif-motif yang akan dipergunakan, kemudian penata merekam semua dari melodi yang telah dirasa sesuai dengan tema bagi penata sendiri. Setelah itu penata mencoba menghubungi para pendukung yang tidak mempunyai kesibukan pada saat itu, dan beberapa dari pendukung akhirnya datang. Kemudian penata mencoba menuangkan melodi dan motif yang telah di rekam sebelumnya dengan motif kebyar yang akan menjadi bagian kawitan dari garapan Wanawangi ini, setelah itu penata mencoba menuangkan motif jalinan menanga dan jegogan, dan terakhir baru menuangkan teknik pukulan kendang dan teknik permainan menanga dan jegogan.
Dalam menuangkan melodi pokok pada proses percobaan ini penata awali dengan menuangkan melodi pada bagian kawitan. Proses awal mencoba menuangkan lagu yang dimulai dari melodi sampai menjadi sebuah bagian kawitan. Dalam proses percobaan ini penata merasakan masih adanya kekurangan pada melodi yang dirasa belum pas. Percobaan ini penata lakukan secara berulang-ulang dan terus mencoba-coba sampai akhirnya penata mendapat melodi yang pas sesuai tema menurut penata sendiri. Tahap percobaan ini dilanjutkan dengan mencoba menuangkan motif kekendangan bagian kawitan dan pepayasan seperti motif angsel. Setelah tahap percobaan ini dirasakan cukup maka penata mulai ketahap selanjutnya yaitu tahap pembentukan.
sebuah garapan dari suatu karya seni. Dengan demikian garapan yang masih berupa ide yang masih abstrak ini haruslah diwujudkan agar dapat dilihat dan dinikmati oleh orang banyak.
Pada tahap akhir dari metode ini penata awali dengan mengajak teman-teman dari berbagai kecamatan di Kabupaten Karangasemuntuk mendukung garapan tugas akhir ini. Para pendukung penata hubungi satu persatu untuk diajak brkumpul, kemudian penata lanjutkan dengan menyampaikan maksud dan tujuan dari pembuatan garapan ini. Baik ide maupun gagasan yang telah didapat dari proses eksplorasi dan improvisasi penata sampaikan dan bicarakan bersama dengan para pendukung. Hal tersebut dilakukan agar pendukung penabuh dapat memahami ide dan gagasan dari garapan karya seni Wanawangi ini. Selanjutnya untuk mentransfer ide yang telah terbentuk guna mendapakan wujud kongkrit garapan maka penata mengadakan kerja studio atau latihan. Latihan garapan ini dilaksanakan di studio musik yang berada di Rumah Jabatan Kab. Karangasem.
Untuk pertama kalinya, sebagai layaknya umat Hindu di Bali penata melakukan upacara nuwasen.Pada hari pertama latihan ini dilakukan proses menuangkan materi gending bagian kawitan, Proses pembentukan materi bagian kawitan menggunakan motif kebyar dengan pengolahan-pengolahan melodi pada instrumen menanga dan jegogan selonding, kemudian dilanjutkan dengan mencari motif kekendangan, seperti motif legog bawa dan angsel-angsel.
Latihan hari kedua fokus latihannya masih mencari bagian pangawitnamun beberaapa pendukung berhalangan dan yang hadir hanya dapat menghafal materi yang sudah dituangkan sebelumnya dan tidak bisa menambah materi lagi karena kehadiran pendukung yang hanya beberapa saja. Di dalam kerja studio ini banyak kendala, tantangan dan rintangan yang
penata hadapi. Kekompakan tim pendukung dan situasi serta keadaan pada saat latihan sangat mempengaruhi proses pembuatan karya seni Wanawangini.
Pada latihan hari ketiga salah satu dari pendukung berhalangan hadir, namun latihan pada saat itu tetap jalan. Latihan pada saat itu penata melakukan percobaan langsung didepan pendukung dengan mencari bagian transisi guna menjadi jembatan untuk menuju ke bagian pengawak. Pada bagian pengawak penata memakai motif pengawak pada gending-gending Semarpegulingan dengan ornamentasi pada pukulan penyagcag, pada pukulan kendang penata memakai pola legod bawa.Latihan pada hari itu hanya berlangsung selama dua jam, dikarenakan beberapa dari pendukung harus pulang lebih awal karena ada kesibukan lain.
Latihan pada keesokan harinya penata melakukan perbaikan pada bagian pengawak karena terdapat melodi yang terasa kurang pas bagi sipenata sendiri. Setelah melakukan perbaikan penata langsung mencari nafas lagu dari bagian kawitan sampai pada bagian pengawak. Pada latihan selanjutnya penata kembali mencoba ditahap pembentukan dengan mencari melodi yang sesuai untuk dipergunakan pada bagian pengecet. Setelah mendapat melodi yang sesuai penata menuangkan ubitan pada instrumen penyagcag.
WUJUD GARAPAN
dalamnya. Memahami bahwa karya seni merupakan sebuah sistem, maka di dalamnya jelas terdapat bagian-bagian yang membentuk keseluruhan sehingga terciptalah suatu struktur dalam keseluruhan tersebut. Djelantik (dalam Primawan, 2014:34) menyampaikan bahwa kata struktur memiliki arti bahwa di dalam sutu karya seni itu terdapat suatu pengorganisasian, pengaturan dan ada hubungan tertentu diantara bagian-bagian dari keseluruhan itu.
Karya seni kreasi inovatif Wanawangi yang merupakan sebuah hasil konsep garapan karawitan kreasi inovatif yang masih berpatokan pada pola-pola karawitan Bali. Pola-pola tersebut dikembangkan baik dari segi struktur lagu, teknik atau motif-motif permainan dengan penataan unsur-unsur musikal seperti: nada, melodi, ritme,tempo, harmoni dan dinamika.
Garapan karya seni karawitan yang berjudul Kreasi Inovatif Wanawangi merupakan komposisi karawitan instrumenal yang masih tetap mempertahankan kaidah-kaidah tradisi karawitan Bali. Mengusung tema tentang keasrian alam dan toleransi antara umat agama Hindu dengan umat Muslim yang terdapat dalam sejarah Desa Padangkerta. Yang dimana dulunya desa tersebut merupakan sebuah hutan yang sangat lebat dan dihuni oleh jin yang menggambil wujud menyerupai sapi hitam besar dan kini berubah menjadi sebuah desa yang asri. Walaupun komposisi dari garapan ini bertumpu pada pakem tradisi yang sesuai dengan karawitan Bali, namun penata memberikan sentuhan-sentuhan baru yang kreatif dan disesuaikan dengan nuansa kekinian.
Wujud garapan seperti struktur melodi pokok, pola kendang kerumpungan, motif pepayasan tersebut ditata dan diolah dengan unsur-unsur musikal seperti melodi, ritme, dinamika, tempo, harmoni dan ditambah dengan ornamentasi yang disesuaikan dengan kebutuhan dari garapan yang dibuat. Selain hal tersebut sifat-sifat
estetik umum seperti unity (keutuhan, kekompakan, kebersihan), complexity (kerumitan), intensity (kekuatan, kesungguhan, keyakinan), dominance (penonjolan) dan balance (keseimbangan) juga harus hadir dalam karya seni kreasi inovatif Wanawangi. Tidak kalah penting penataan dalam penyajian garapan sebagai suatu karya seni pertunjukan juga sangat perlu untuk diperhitungkan.
Unity
Suatu benda yang dikatakan memeliki nilai estetis, harus memeliki kesatuan dan
perpaduan dari unsur-unsur
pembentukannya secara baik dan sempurna. Complexcity
Merupakan suatu karya seni yang pada dasarnya tidaklah sederhana, dalam pengertian mengandung unsur-unsur yang berpadu dengan unsur kerumitan tertentu. Intensity
Yang dimaksud merupakan suatu karya seni yang dimana didalamnya terdapat kesungguhan dan keyakinan dalam penciptaannya.
SIMPULAN
Wanawangi, merupakan komposisi karya kreasi inovatif yang terinspirasi dari sebuah sejarah Desa Adat Padangkerta dan hubungan toleransi antar umat beragama antara Muslim Saren Jawa dengan Hindu yang ada di Desa Padangkerta, yang masih tetap mempertahankan kaidah-kaidah tradisi karawitan Bali.
Bentuk atau struktur Wanawangi disusun berdasarkan konsep Tri Angga (kepala, badan dan kaki). Merupakan pola struktur komposisi tradisi yang terdiri dari :pengawit, , pengawak, pengecet.
Percobaan (Improvisasion) dan metode Pembentukan (Forming).
DAFTAR PUSTAKA
Arya Sugiartha, I Gede. 2012. Kreaivitas Musik Bali Garapan Baru, Institut Seni Indonesia Denpasar.
Bandem, I Made. 1986. Prakempa Sebuah Lontar Gamelan Bali. Denpasar. Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Denpasar.
Bandem, I Made. 1987. Ubit-ubitan Sebuah Tehnik Gamelan Bali. Denpasar. Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Denpasar.
Bandem, I Made. 2013. Gamelan Bali di Atas Panggung Sejarah. Denpasar STIKOM Bali.
Dibia, I Wayan. 2008. Seni Kekebyaran. Denpasar:Balimangsi Foundation
Dibia, I Wayan. 1977/1978. Pengantar Karawitan Bali. Denpasar: Akademi Seni Tari Indonesia.
Salihin, Ansar. 2012. “ Kreativitaas Seniman Berlandaskan Budaya” (akses pada tanggal 7 Mei 2017).
Tersedia dalam
URL:http://seputarpengertian.blogsp ot.co.id/2014/09/seputar-pengertian-kreativitas.html?m=1
Tien, Kusumawati. 2015. “Proses Penciptaan Sebuah Karya Tari”. (akses pada tanggal 16 Mei 2017).
Tersedia dalam
URL:http://m.kompasiana.com/tien. kusumawati/Proses-Penciptaan-
Sebuah-Karya-Tari_55003c6da333117c6f510551