• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) SERTA PERILAKU GIZI SEIMBANG IBU KAITANNYA DENGAN STATUS GIZI DAN KESEHATAN BALITA DI KABUPATEN BOJONEGORO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) SERTA PERILAKU GIZI SEIMBANG IBU KAITANNYA DENGAN STATUS GIZI DAN KESEHATAN BALITA DI KABUPATEN BOJONEGORO"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

GIZI DAN KESEHATAN BALITA DI KABUPATEN BOJONEGORO

LINDA DWI JAYANTI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011

(2)

Nutrition Behavior of Mothers and it’s Relation to Nutritional Status and Health Status of Children Under Five Years in Bojonegoro. Supervised by YEKTI HARTATI EFFENDI and DADANG SUKANDAR

Childhood is a very important period and should be given serious attention because during this time the growth process occurs very rapidly. Malnutrition among children under five are affected by many factors, one of which is parenting and maternal nutrition behavior. The purpose of this study was to determine nutritional knowledge, clean and healthy lifestyle behavior, and balanced nutrition maternal behavior, as well as its relationship with nutritional status and children health. The research was conducted during March-April 2011 using population survey study design. The population in this study consist of all the children under five living in Campurejo rural, Bojonegoro city districts, while the samples in this study were all children recorded in posyandu selected villages. The respondents were mothers of toddlers who were selected as samples. The sampling technique used was stratified random sampling with proportional allocation. The results showed that most maternal nutrition knowledge was classified in the medium category. Based on the classification of clean and healthy lifestyle behaviors in the families, it is known that most families (60%) belong to the category healthy family 3 (with the medium category of clean and healthy lifestyle behavior implementation), and 40% were classified as healthy family 4 (with a good category of clean and healthy lifestyle behavior implementation). Meanwhile, 87.27% balanced nutrition behavior of mothers were classified into the good category. Most of the samples were classified as normal nutritional status, both based on weight/age, height/age, and weight/height index. Nevertheless, based on weight/age index there were still 1.82% samples which were included as poor nutrition. Almost all the samples had experienced illness over the last month, with an average frequency of illness 1-2 times a month, and the average duration of illness 1-3 days. Maternal nutrition knowledge was positively correlated with clean and healthy lifestyle behavior (p<0.05 and r=0706), and also correlated with balanced nutrition behavior (p<0.05 and r=0537). Clean and healthy lifestyle behavior was positively correlated with nutritional status of samples (p<0.05 and r=0325), but didn’t correlate with the incidence of illness in the samples (p> 0.05). Balanced nutrition maternal behavior didn’t correlate with the nutritional status of samples (p> 0.05) and the incidence of illness in the samples (p> 0.05).

Keyword: clean and healthy lifestyle behaviors, balanced nutrition behaviors, nutritional status, health status, children under five.

(3)

Gizi Seimbang Ibu Kaitannya dengan Status Gizi dan Status Kesehatan Balita di Kabupaten Bojonegoro. Di bawah bimbingan YEKTI HARTATI EFFENDI dan DADANG SUKANDAR

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengetahuan gizi, perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), dan perilaku gizi seimbang ibu, serta hubungannya dengan status gizi dan kesehatan balita di Kabupaten Bojonegoro. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk 1) mengidentifikasi karakteristik balita dan keluarga balita, 2) mempelajari pengetahuan gizi, PHBS, serta perilaku gizi seimbang ibu balita, 3) mempelajari tingkat kecukupan energi dan zat gizi, status gizi, serta status kesehatan balita, 4) menganalisis hubungan pengetahuan gizi dengan PHBS dan perilaku gizi seimbang ibu, 5) menganalisis hubungan perilaku gizi seimbang ibu dengan tingkat kecukupan energi dan zat gizi balita, serta hubungan tingkat kecukupan energi dan zat gizi dengan status gizi balita, 6) menganalisis hubungan PHBS keluarga dengan status gizi dan kesehatan balita, serta 7) mengalisis hubungan perilaku gizi seimbang ibu dengan status gizi dan kesehatan balita.

Penelitian ini menggunakan desain population survey dengan teknik wawancara yang dilaksanakan pada bulan Maret-April 2011 di Desa Campurejo, Kecamatan Kota Bojonegoro. Pemilihan lokasi penelitian tersebut berdasarkan pertimbangan terdapat 1.8% balita dengan status gizi buruk dan 10.9% balita dengan status gizi kurang, serta cakupan penerapan PHBS ibu masih tergolong rendah (39.36%). Contoh dalam penelitian ini adalah balita yang tercatat di posyandu desa terpilih, sedangkan responden dalam penelitian ini adalah ibu dari balita yang terpilih sebagai contoh. Adapun populasi pada penelitian ini adalah seluruh balita yang tinggal di Desa Campurejo, Kecamatan Bojonegoro, yaitu sebanyak 242 balita. Perkiraan ukuran minimal contoh ditentukan menggunakan rumus Lemeshow et al. (1997), yaitu 49 contoh yang dipilih dari tiga posyandu di desa terpilih. Kriteria pemilihan contoh adalah balita berusia 13-60 bulan yang tinggal bersama ibunya, tercatat di posyandu di desa terpilih, dan responden bersedia untuk diwawancara. Calon contoh diambil dari populasi yang memenuhi kriteria yaitu sebanyak 190 balita, kemudian selanjutnya dipilih menggunakan metode acak stratifikasi dengan alokasi proporsional, sehingga pada akhirnya diperoleh 55 calon contoh.

Data primer meliputi karakteristik contoh (umur dan jenis kelamin), karakteristik keluarga (umur, pendidikan, besar keluarga, pekerjaan, dan pendapatan orangtua), pengetahuan gizi, PHBS, perilaku gizi seimbang ibu, konsumsi pangan balita, status gizi, dan kesehatan balita. Data sekunder meliputi gambaran umum lokasi penelitian dan daftar nama pasangan ibu dan balita yang memenuhi kriteria penelitian. Data dianalisis secara deskriptif dan inferensia menggunakan program Microsoft Excell 2007 dan SPSS 16 for Windows. Hubungan antar variabel dianalisis menggunakan uji korelasi Pearson dan Rank Spearman.

Jenis kelamin contoh yang paling banyak adalah laki-laki, yakni sebanyak 54.54%. Sementara itu, sebagian besar umur contoh adalah antara 25-36 bulan. Rata-rata contoh dalam penelitian ini tidak diberikan ASI Eksklusif oleh ibunya. Hanya 28% contoh yang mendapatkan ASI Eksklusif hingga berumur 6 bulan.

Sebanyak 54.5% ayah contoh tergolong ke dalam kelompok umur dewasa madya dengan rata-rata umur 33 tahun, sedangkan sebagian besar ibu tergolong ke dalam kelompok umur dewasa muda dengan rata-rata umur 30

(4)

tangga (76.4%). Sebagian besar keluarga contoh tergolong kategori keluarga tidak miskin, sebab 72.73% penghasilan perkapita perbulan keluarga contoh berada di atas batas garis kemiskinan yaitu Rp 219.727,- (BPS 2010). Rata-rata besar keluarga contoh termasuk keluarga sedang, dengan anggota keluarga antara 5-7 orang.

Sebanyak 38.18% responden memiliki pengetahuan gizi kategori baik, 62.82% responden lainnya memiliki pengetahuan gizi kategori sedang, serta tidak terdapat ibu yang memiliki pengetahuan gizi rendah. Sebagian besar keluarga contoh tergolong ke dalam kategori keluarga sehat 3 yaitu sebanyak 60%, dan 40% lainnya tergolong keluarga sehat 4 dengan penerapan PHBS kategori baik. Sementara itu, 87.27% perilaku gizi seimbang ibu tergolong ke dalam kategori baik.

Rata-rata tingkat kecukupan energi contoh masih tergolong defisit tingkat ringan sebab hanya mencapai 84.6% (< AKE aktual), sedangkan rata-rata tingkat kecukupan protein contoh tergolong berlebih. Rata-rata kecukupan vitamin dan mineral contoh tergolong cukup, yakni >77% angka kecukupan vitamin dan mineral. Sebagian besar status gizi contoh tergolong normal, baik berdasarkan indeks BB/U, TB/U, serta BB/TB. Namun meski demikian, pada indeks BB/U masih terdapat sebanyak 1.82% contoh yang termasuk gizi buruk. Hampir semua contoh pernah mengalami sakit selama satu bulan terakhir, dengan rata-rata frekuensi sakit 1-2 kali dalam satu bulan, serta dengan lama sakit rata-rata 1-3 hari. Jenis penyakit yang paling sering dialami oleh contoh adalah demam (47.27%), baik demam yang disertai dengan penyakit lain atau tidak. Selain itu, batuk disertai dengan flu (ISPA) juga sering dialami oleh contoh (45.45%).

Pengetahuan gizi ibu berkorelasi positif dengan PHBS (p<0.05 dan r=0.706), serta berkorelasi dengan perilaku gizi seimbang (p<0.05 dan r=0.537). Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin baik pengetahuan gizi ibu maka semakin baik pula PHBS serta perilaku gizi seimbangnya. Perilaku gizi seimbang ibu tidak berhubungan dengan kecukupan energi dan zat gizi contoh. Hal ini terjadi diduga karena adanya faktor-faktor lain yang ikut mempengaruhi kecukupan energi dan zat gizi, selain perilaku gizi seimbang ibu. Kecukupan energi dan zat gizi juga tidak berkorelasi terhadap status gizi contoh (p>0.05). Beberapa faktor lain yang diduga ikut mempengaruhi status gizi antara lain kondisi sakit atau infeksi tertentu, serta kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi.

PHBS dalam lingkungan keluarga berkorelasi positif dan nyata dengan status gizi contoh (p<0.05 dan r=0.325), namun PHBS tidak berkorelasi dengan kejadian sakit pada contoh (p>0.05). Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin baik PHBS dalam keluarga maka status gizi contoh semakin baik, namun meskipun PHBS dalam lingkungan keluarga semakin baik, belum tentu contoh tidak pernah mengalami sakit. Perilaku gizi seimbang ibu tidak berkorelasi dengan status gizi contoh (p>0.05) serta kejadian sakit pada contoh (p>0.05). Hal tersebut menunjukkan bahwa tidak selalu ibu yang berperilaku gizi seimbang akan memiliki balita dengan status gizi yang selalu baik serta tidak pernah sakit.

(5)

GIZI DAN KESEHATAN BALITA DI KABUPATEN BOJONEGORO

LINDA DWI JAYANTI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi Masyarakat pada Program Studi Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011

(6)

di Kabupaten Bojonegoro Nama : Linda Dwi Jayanti

NRP : I14070087

Disetujui,

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

dr. Yekti Hartati Effendi, S.Ked Prof. Dr. Ir. Dadang Sukandar, M.Sc.

NIP. 19471029 197901 2 001 NIP. 19590725 198609 1 001

Disetujui,

Ketua Departemen Gizi Masyarakat

Dr. Ir. Budi Setiawan, MS. NIP. 19621218 198703 1 001

(7)

karunia Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) serta Perilaku Gizi Seimbang Ibu Kaitannya dengan Status Gizi dan Kesehatan Balita di Kabupaten Bojonegoro. Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan masukan dari banyak pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Dadang Sukandar, M.Sc selaku dosen pembimbing akademik sekaligus pembimbing skripsi yang telah membimbing, memberikan banyak masukan yang sangat bermanfaat bagi penulis selama menempuh mata kuliah serta penyusunan skripsi ini.

2. dr. Yekti Hartati Effendi, S.Ked selaku dosen pembimbing skripsi yang selalu sabar membimbing, memberikan ide, masukan, serta saran yang membangun sejak awal penyusunan hingga terselesainya skripsi ini.

3. dr. Mira Dewi, M.Si selaku dosen pemandu seminar dan dosen penguji yang telah memberikan banyak masukan dan saran kepada penulis.

4. Direktorat Kemahasiswaan IPB yang telah memberikan bantuan beasiswa BUMN kepada penulis, khususnya pada semester 7 dan semester 8 tahun ajaran 2010-2011.

5. Badan Kesatuan Bangsa, Politik, dan Perlindungan Masyarakat serta Dinas Kesehatan Kabupaten Bojonegoro yang telah memberikan izin penelitian kepada penulis untuk melakukan penelitian di Kabupaten Bojonegoro.

6. Kepala Puskesmas Kecamatan Bojonegoro, Kepala Desa Campurejo serta para kader posyandu Desa Campurejo yang telah banyak membantu selama pengambilan data.

7. Ibu dan Bapak yang senantiasa memberikan doa, kasih sayang, dorongan, serta semangat tiada henti kepada penulis. Kakakku Eko Arief Cahyono, serta adik-adikku Lina Tri Wardani dan Bagus Novianto atas doa dan semangat yang diberikan. Mas Indra Mardiyana yang juga senantiasa memberikan dukungan, semangat dan doa kepada penulis.

8. Sahabat baikku, Nurlaely Fitriana, Merita, Yulia Nuradha, Novi Lusiyana, Devi Nur Oktaviana, Sumi Arrofi, Rindu Malateki, Chantika, Wendianing, dan Sumisih, atas kebersamaan, keceriaan, semangat, serta kerjasama sejak awal masuk kuliah hingga saat ini.

(8)

Regina, dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu atas segala kebersamaan, dorongan, serta semangat yang diberikan selama ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik serta saran dari pembaca yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan selanjutnya. Akhir kata, besar harapan penulis semoga skripsi ini bermanfaat, khususnya bagi penulis dan semua pihak pada umumnya. Amin.

Bogor, Agustus 2011

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tuban pada tanggal 11 April 1989 dari ayah yang bernama Sutiyono dan ibu Tri Mulyati. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara, dengan seorang kakak Eko Arief Cahyono dan adik Lina Tri Wardani serta Bagus Novianto. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SDN Campurejo 1 Bojonegoro pada tahun 2001. Tahun 2004 penulis menyelesaikan pendidikan menengah pertama di SLTP Negeri 2 Bojonegoro dan berhasil menjadi peringkat 2 siswa teladan tingkat Kabupaten Bojonegoro. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 1 Bojonegoro dan lulus dengan predikat NEM terbaik tingkat Kabupaten pada tahun 2007.

Penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor tahun 2007 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan berhasil diterima pada pilihan 1 yaitu program Studi Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia. Selama kuliah, penulis aktif dalam beberapa organisasi kemahasiswaan, antara lain sebagai sekretaris organisasi mahasiswa daerah (OMDA) Kabupaten Bojonegoro tahun 2007-2008, anggota divisi PSDM Ikatan Mahasiswa Jawa Timur (IMAJATIM) tahun 2007-2008, anggota divisi acara Klub Kulinari Gizi HIMAGIZI tahun 2009-2010, serta kru redaksi (reporter) majalah peduli pangan dan gizi IPB “EMULSI” tahun 2009-2010. Penulis mendapatkan kesempatan melakukan kuliah kerja profesi (KKP) di Kepulauan Karimunjawa, Jepara pada bulan Juni-Agustus 2010, dan Interenship Dietetik di Rumah Sakit Islam Jakarta (RSIJ) Pondok Kopi, Jakarta Timur pada bulan Mei-Juni 2011. Penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Epidemiologi Gizi pada tahun ajaran 2011/2012. Selain itu, penulis juga tercatat sebagai penerima beasiswa BUMN IPB tahun 2010-2011.

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv DAFTAR LAMPIRAN ... v PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakang ... 1 Tujuan... 3 Kegunaan Penelitian ... 3 TINJAUAN PUSTAKA ... 4 Balita ... 4

Gizi pada Anak Balita ... 4

Pertumbuhan Fisik Balita ... 4

Karakteristik Keluarga ... 5 Umur Orangtua ... 5 Pendidikan Orangtua ... 5 Pekerjaan Orangtua ... 6 Besar Keluarga ... 6 Pendapatan Keluarga ... 7

Perilaku Hidup bersih dan Sehat (PHBS) ... 7

Pengetahuan gizi ... 10

Sikap dan Perilaku gizi ... 11

Perilaku Gizi Seimbang Ibu pada Balita ... 12

Penilaian Konsumsi Pangan ... 14

Penilaian Status Gizi Balita ... 15

KERANGKA PEMIKIRAN ... 18

METODE PENELITIAN ... 20

Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ... 20

Jumlah dan Cara Pemilihan Contoh ... 20

Jenis dan Cara Pengumpulan Data ... 21

Pengolahan dan Analisis Data ... 23

Definisi Operasional ... 27

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29

Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 29

Keadaan alam ... 29

Kependudukan ... 30

Mata Pencaharian Penduduk ... 30

Karakteristik Sosial Ekonomi keluarga ... 31

Umur orangtua ... 31

Tingkat pendidikan orangtua ... 31

Pekerjaan orangtua ... 32

Penghasilan keluarga ... 33

(11)

Karakteristik Balita ... 35

Jenis kelamin balita ... 35

Umur contoh ... 36

Riwayat pemberian ASI Eksklusif ... 36

Pengetahuan Gizi Ibu ... 37

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) ... 38

Perilaku Gizi Seimbang Ibu ... 40

Konsumsi dan Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi Contoh ... 41

Status Gizi Balita ... 44

Status gizi balita berdasarkan berat badan menurut umur (BB/U) ... 44

Status gizi balita berdasarkan indeks tinggi badan menurut umur (TB/U) ... 45

Status gizi balita berdasarkan indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) ... 45

Status Kesehatan Balita ... 46

Hubungan Pengetahuan Gizi dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dan Perilaku Gizi Seimbang Ibu ... 48

Hubungan pengetahuan gizi dengan PHBS dalam keluarga ... 48

Hubungan pengetahuan gizi ibu dengan perilaku gizi seimbang ibu ... 48

Hubungan Perilaku Gizi Seimbang dengan Tingkat Kecukupan Energi ... 49

dan Zat Gizi Balita... 49

Hubungan Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi dengan Status Gizi ... 50

Hubungan PHBS dengan Status Gizi dan Kejadian Sakit Balita ... 50

Hubungan PHBS dengan Status Gizi Balita ... 50

Hubungan PHBS dengan Kejadian Sakit Balita ... 51

Hubungan Perilaku Gizi Seimbang dengan Status Gizi ... 52

dan Kejadian Sakit Balita ... 52

Hubungan Perilaku Gizi Seimbang dengan Status Gizi Balita ... 52

Hubungan Perilaku Gizi Seimbang dengan Kejadian Sakit Balita ... 53

KESIMPULAN DAN SARAN ... 54

Kesimpulan ... 54

Saran ... 55

DAFTAR PUSTAKA... 57

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data ... 22

Tabel 2 Klasifikasi status gizi berdasarkan WHO-NCHS ... 25

Tabel 3 Cara pengkategorian dan pengelompokkan variabel penelitian ... 26

Tabel 4 Penggunaan lahan di Desa Campurejo Kecamatan Bojonegoro ... 29

Tabel 5 Jumlah penduduk menurut rentang usia ... 30

Tabel 6 Jenis mata pencaharian penduduk Desa Campurejo, Kecamatan Bojonegoro ... 30

Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan pendidikan orangtua ... 32

Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan orangtua... 33

Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan kategori perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) keluarga ... 38

Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan persentase jawaban PHBS keluarga ... 39

Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan perilaku gizi seimbang ibu ... 40

Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan persentase jawaban perilaku gizi seimbang ibu ... 41

Tabel 13 Rata-rata konsumsi serta tingkat kecukupan energi dan zat gizi contoh. 42 Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan energi dan protein ... 42

Tabel 15 sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan vitamin dan mineral ... 43

Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan status gizi dengan indikator BB/U ... 44

Tabel 17 Sebaran contoh berdasarkan status gizi TB/U ... 45

Tabel 18 Sebaran contoh berdasarkan status gizi BB/TB ... 46

Tabel 19 sebaran contoh berdasarkan kejadian sakit (pernah/tidaknya sakit)... 46

Tabel 20 Sebaran contoh berdasarkan jenis penyakit yang pernah diderita dan frekuensi sakit dalam satu bulan terakhir ... 47

Tabel 21 Sebaran contoh berdasarkan lama sakit (hari) ... 47

Tabel 22 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pengetahuan gizi dan PHBS ... 48

Tabel 23 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pengetahuan gizi dan perilaku gizi seimbang ibu ... 49

Tabel 24 Sebaran contoh berdasarkan PHBS dan status gizi contoh ... 51

Tabel 25 Sebaran contoh berdasarkan PHBS dan kejadian sakit pada contoh ... 51

Tabel 26 Sebaran contoh berdasarkan perilaku gizi seimbang ibu dan status gizi contoh ... 52

Tabel 27 Sebaran contoh berdasarkan perilaku gizi seimbang ibu dan kejadian sakit ... 53

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Kerangka pemikiran kaitan antara perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) serta perilaku gizi seimbang ibu dengan status gizi dan kesehatan balita . 19

Gambar 2 Kerangka pemilihan contoh ... 21

Gambar 3 Sebaran umur orangtua contoh ... 31

Gambar 4 Sebaran contoh berdasarkan pendapan perkapita menurut kategori garis kemiskinan Jawa Timur (2010) ... 33

Gambar 5 Sebaran contoh berdasarkan sumber penghasilan keluarga ... 34

Gambar 6 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga ... 35

Gambar 7 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin ... 35

Gambar 8 Sebaran contoh berdasarkan umur ... 36

Gambar 9 Riwayat pemberian ASI eksklusif pada contoh ... 36

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner ... 61 Lampiran 2 Hubungan Antar Variabel ... 70

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Salah satu tujuan pembangunan nasional termasuk pembangunan di bidang pangan dan gizi adalah meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia sebagai modal dasar dalam pembangunan di masa mendatang. Kesehatan dan gizi merupakan faktor penting yang perlu diperhatikan dalam pembangunan nasional, sebab secara langsung berpengaruh terhadap kualitas SDM suatu negara, yang digambarkan melalui pertumbuhan ekonomi, umur harapan hidup, dan tingkat pendidikan (Depkes 2007a).

Tujuan dan target utama pembangunan nasional yaitu mempercepat pembangunan manusia dan pemberantasan kemiskinan kemudian direalisasikan dalam Tujuan Pembangunan Milenium atau Millennium Development Goals (MDGs). Terdapat delapan tujuan yang diprioritaskan dalam MDGs, yakni masalah kemiskinan, pendidikan, kesetaraan gender, angka kematian anak, kesehatan ibu, beberapa penyakit menular utama, lingkungan, dan permasalahan global terkait perdagangan, bantuan, dan utang (Stalker 2008).

Target utama MDGs dalam hal menurunkan angka kematian anak adalah menurunkan angka kematian balita sebesar dua pertiganya antara tahun 1990 dan tahun 2015. Pada tahun 1990, jumlah angka kematian balita mencapai 97 kematian per 1000 kelahiran hidup, dan target tahun 2015 adalah 32 kematian per 1000 kelahiran hidup(Stalker 2008).

Menurut Hardinsyah & Martianto (1988), status gizi merupakan salah satu petunjuk untuk menilai kualitas sumber daya manusia, dan perilaku konsumsi pangan seseorang akan menentukan status gizi orang tersebut. Status gizi yang baik dapat menghasilkan generasi yang sehat, kuat, dan cerdas. Selain itu, dengan meningkatnya status gizi, akan meningkatkan produktivitas kerja sehingga akan meningkatkan kualitas perekonomian bagi masyarakat dan negara. Menurut Khomsan dkk (2009), status gizi masyarakat dipengaruhi oleh banyak faktor yang kompleks dan saling berhubungan. Status gizi individu pada tingkat rumah tangga salah satunya dipengaruhi oleh kemampuan rumah tangga dalam menyediakan makanan yang cukup baik dari segi kualitas dan kuantitasnya, pola asuh anak, pengetahuan gizi, serta faktor sosio budaya lainnya.

Periode kritis anak berada pada lima tahun pertama setelah kelahiran. Jika pertumbuhan dan perkembangan anak pada periode ini optimal, maka akan

(16)

dapat tumbuh menjadi seorang manusia yang berkualitas (Khomsan 2009). Sebaliknya, gangguan gizi yang terjadi pada periode tersebut cenderung bersifat permanen, tidak dapat dipulihkan walaupun kebutuhan gizi pada masa selanjutnya terpenuhi (Depkes 2007b).

Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) pada hakikatnya merupakan perilaku pencegahan manusia dari berbagai penyakit. Kesehatan merupakan dambaan dan kebutuhan setiap orang, sehingga prinsip PHBS menjadi salah satu landasan dan program pembangunan kesehatan di Indonesia. Salah satu sasaran penerapan program PHBS adalah pada tatanan rumah tangga, yang bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan keluarga dan produktivitas kerja setiap anggota keluarga (Depkes RI 2006). Adapun beberapa penyakit yang muncul akibat rendahnya PHBS di lingkungan rumah tangga antara lain penyakit cacingan, diare, sakit gigi, sakit kulit, gizi buruk, dant lain sebagainya yang pada akhirnya akan mengakibatkan rendahnya derajat kesehatan dan rendahnya kualitas hidup sumber daya manusia.

Persentase PHBS rumah tangga secara nasional pada tahun 2009 hanya mencapai 48.41% (Depkes 2007c). Cakupan PHBS di Kabupaten Bojonegoro juga masih tergolong rendah. Berdasarkan survei cepat PHBS Kabupaten Bojonegoro pada tahun 2008 yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Bojonegoro pada 23.947 rumah yang dipantau, jumlah keluarga yang berperilaku bersih dan sehat baru mencapai 9.425 rumah (39,36%) (Dinkes 2008).

Status gizi dan kesehatan balita juga dipengaruhi dari pola konsumsi pangannya. Ibu memiliki peran penting dalam membentuk pola konsumsi pangan bagi anak-anaknya sebab ibu merupakan orang yang paling dekat dengan anak. Menurut Madanijah (2003), masalah kurang gizi pada balita dapat juga disebabkan oleh perilaku ibu dalam pemilihan bahan makanan. Ibu yang memiliki pengetahuan gizi yang baik akan mempraktekkan perilaku gizi yang baik dalam hal memilih bahan makanan yang bergizi, beragam, dan berimbang untuk anak-anaknya, dan sebaliknya pada ibu yang pengetahuan gizinya kurang akan cenderung memiliki perilaku gizi yang kurang baik, termasuk dalam hal memilih bahan makanan untuk anak sehingga memberikan dampak yang kurang baik pada status gizi balita. Persentase balita dengan status gizi kurang di Kabupaten Bojonegoro masih tergolong cukup tinggi, yaitu 14.22% (Renstra 2008). Oleh karena permasalahan tersebut, penulis tertarik untuk meneliti tentang perilaku

(17)

hidup bersih dan sehat (PHBS) dan perilaku gizi seimbang ibu kaitannya dengan status gizi dan kesehatan balita di Kabupaten Bojonegoro.

Tujuan Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengetahuan gizi, perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), dan perilaku gizi seimbang ibu, serta hubungannya dengan status gizi dan kesehatan balita di Kabupaten Bojonegoro.

Tujuan khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk:

1. Mengidentifikasi karakteristik balita (umur, jenis kelamin, riwayat pemberian ASI Eksklusif); dan karakteristik keluarga balita (umur orangtua, pendidikan orangtua, pekerjaan orangtua, besar keluarga, dan pendapatan perkapita keluarga)

2. Mempelajari pengetahuan gizi, perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), dan perilaku gizi seimbang ibu balita

3. Mempelajari tingkat kecukupan energi dan zat gizi, status gizi, dan status kesehatan balita

4. Menganalisis hubungan pengetahuan gizi ibu dengan PHBS dan perilaku gizi seimbang ibu

5. Menganalisis hubungan perilaku gizi seimbang dengan tingkat kecukupan energi dan zat gizi balita

6. Menganalisis hubungan tingkat kecukupan energi dan zat gizi dengan status gizi balita

7. Menganalisis hubungan PHBS dengan status gizi dan kesehatan balita 8. Menganalisis hubungan perilaku gizi seimbang ibu dengan status gizi dan

kesehatan balita

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai kaitan antara PHBS dalam lingkungan keluarga dan perilaku gizi seimbang ibu dengan status gizi dan kesehatan pada balita. Bagi pihak puskesmas setempat, diharapkan dapat memberikan masukan dalam rangka perbaikan gizi dan peningkatan status gizi balita melalui perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dan perilaku gizi seimbang ibu.

(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Balita

Gizi pada Anak Balita

Masa balita merupakan masa kehidupan yang sangat penting dan perlu diberikan perhatian yang serius. Pada masa ini berlangsung proses tumbuh kembang yang sangat pesat yaitu pertumbuhan fisik dan perkembangan psikomotorik (mental dan sosial) (Kurniasih dkk 2010). Pertumbuhan dan perkembangan balita sangat terkait dengan kondisi atau keadaan gizi balita tersebut. Keadaan gizi yang salah baik kekurangan atau pun kelebihan gizi dapat menyebabkan timbulnya masalah gizi.

Pemberian ASI saja pada bayi setelah usia 6 bulan tidak lagi dapat memberikan cukup energi dan zat gizi untuk meningkatkan tumbuh kembang anak secara optimal. Pada usia di atas 6 bulan, bayi harus diberikan makanan pelengkap selain pemberian ASI. Periode usia bayi antara 6 hingga 24 bulan merupakan periode transisi yang sangat penting, sebab pada periode ini terdapat kemungkinan terjadinya ketidakcukupan asupan gizi yang paling besar serta trauma emosional yang dapat menimbulkan stres akibat hubungan ibu dengan bayi yang kurang dekat (Gibney et al 2009).

Pertumbuhan Fisik Balita

Pertumbuhan merupakan proses bertambahnya jumlah dan besar sel di seluruh bagian tubuh yang secara kuantitatif dapat diukur (Hidayat 2004). Menurut Jellife & Jellife (1989), pertumbuhan merupakan peningkatan pada ukuran tubuh baik organ-organ maupun jaringan-jaringannya dari masa konsepsi melalui tahap kanak-kanak dan remaja sampai kepada masa dewasa. Pertumbuhan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu internal (biologis, termasuk pengaruh genetik) dan eksternal (termasuk status gizi). Pada pertumbuhan yang lebih atau lambat sering disebabkan oleh beberapa faktor yang terjadi secara bersamaan atau secara berurutan.

Menurut Sediaoetama (2000), jika seorang anak diukur berat badannya secara periodik maka akan terdapat suatu gambaran atau pola pertumbuhan anak tersebut. Terdapat dua fase pertumbuhan cepat (growth spurt) pada pola pertumbuhan seseorang, yaitu periode bayi dan balita serta periode remaja (adolescence). Di antara kedua fase tersebut terdapat fase pertumbuhan lambat (growth plateau), yaitu periode sekolah dan bagian akhir fase dewasa. Pada fase

(19)

pertumbuhan diperlukan banyak bahan baru dalam bentuk zat-zat gizi dibandingkan dengan fase umur dewasa. Terutama pada fase growth spurt, kebutuhan zat gizi akan meningkat dengan pesat sehingga suatu kondisi defisiensi pada fase umur ini akan segera berpengaruh pada pertumbuhan anak-anak tersebut (Sediaooetama 2000).

Menurut Arisman (2007), anak berumur 1-3 tahun akan mengalami pertambahan berat sebanyak 2-2,5 kg, dan tinggi sebesar rata-rata 12 cm setahun (tahun kedua 12 cm, dan tahun ketiga 8-9 cm). Berdasarkan standar WHO-NCHS, ditetapkan berat rata-rata anak balita usia 1 hingga 3 tahun masing-masing adalah 10,12, dan 14 kg.

Karakteristik Keluarga

Keluarga sebagai kelompok inti dari masyarakat merupakan lingkungan alami hasil pertumbuhan dan perkembangan anak, perlu terus diberdayakan sehingga menjadi lingkungan yang kondusif bagi tumbuh kembang anak. Menurut Suhardjo (1989), keluarga merupakan unit sosial dasar yang keberadaannya secara kelembagaan kuat dan strukturnya ditentukan oleh tradisi dan hukum walaupun hal ini sangat beragam antar budaya.

Umur Orangtua

Orang tua khususnya ibu yang terlalu muda (<20 tahun) cenderung kurang mempunyai pengetahuan dan pengalaman yang cukup dalam mengasuh anak sehingga pada umumnya orang tua tersebut merawat dan mengasuh anak berdasarkan pada pengalaman orang tua terdahulu. Selain itu, faktor usia muda juga lebih cenderung menjadikan ibu lebih memperhatikan kepentingannya sendiri daripada kepentingan anaknya sehingga kulitas dan kuantitas pengasuhan anak kurang terpenuhi. Sebaliknya, pada ibu yang memiliki usia yang telah matang (dewasa) akan cenderung menerima perannya dengan sepenuh hati (Hurlock 1998).

Pendidikan Orangtua

Latar belakang pendidikan orang tua baik kepala keluarga maupun istri merupakan salah satu unsur penting yang ikut menentukan keadaan gizi anak. Pada masyarakat dengan rata-rata pendidikan rendah, menunjukkan prevalensi gizi kurang yang lebih tinggi, dan sebaliknya pada masyarakat dengan tingkat pendidikan cukup tinggi cenderung prevalensi gizi kurang pada anak reliatif lebih rendah (Satrapradja & Muhilal 1989).

(20)

Tingkat pendidikan ayah atau kepala keluarga secara langsung maupun tidak langsung menentukan keadaan ekonomi rumah tangga yang kemudian juga memberikan pengaruh dominan terhadap keadaan gizi balita. Pendidikan ibu di samping merupakan modal utama dalam menunjang perekonomian rumah tangga, juga berperan dalam pola penyusunan makanan untuk keluarga dan juga untuk pola pengasuhan anak. Rendahnya pendidikan ibu menyebabkan berbagai keterbatasan dalam menangani masalah gizi dan keluarga serta anak balitanya. Pendidikan ibu merupakan salah satu faktor penentu mortalitas bayi dan anak karena tingkat pendidikan ibu berpengaruh terhadap tingkat pemahamannya terhadap perawatan kesehatan, hygiene, dan kesadarannya terhadap kesehatan anak dan keluarga (Madanijah 2003).

Pekerjaan Orangtua

Semakin bertambah luasnya lapangan kerja maka semakin mendorong banyaknya kaum wanita yang bekerja, terutama di sektor swasta. Di satu sisi, hal tersebut berdampak positif bagi pertambahan pendapatan, namun di sisi lain berdampak negatif terhadap pembinaan dan pemeliharaan anak. Perhatian terhadap pemberian makan anak menjadi kurang, sehingga cenderung dapat menyebabkan anak menderita kurang gizi, yang selanjutnya berpengaruh buruk terhadap tumbuh kembang dan perkembangan otak anak (Suhardjo 1989).

Pekerjaan yang berhubungan dengan pendapatan merupakan faktor yang paling menentukan kualitas dan kuantitas makanan. Terdapat hubungan yang erat antara pendapatan dan status gizi, didorong oleh pengaruh yang menguntungkan dari pendapatan yang meningkat bagi perbaikan kesehatan dan masalah keluarga lainnya yang berkaitan dengan keadaan gizi hampir berlaku umum pada semua tingkat pendapatan. Rendahnya pendapatan dan rendahnya daya beli tidak memungkinkan untuk mengatasi kebiasaan makan dan cara-cara tertentu yang menghalangi perbaikan gizi yang efektif, terutama untuk anak-anak (Suhardjo 1989).

Besar Keluarga

Hubungan antara laju kelahiran yang tinggi dan kurang gizi, sangat nyata pada masing-masing keluarga. Pada suatu keluarga, terutama keluarga miskin akan lebih mudah untuk memenuhi kebutuhan makanannya jika jumlah keluarganya sedikit. Pangan yang tersedia untuk suatu keluarga yang besar mungkin cukup untuk keluarga yang besarnya setengah dari keluarga tersebut,

(21)

tetapi tidak cukup untuk mencegah gangguan gizi pada keluarga yang besar tersebut (Suhardjo 2003).

Anak-anak yang tumbuh dalam suatu keluarga miskin adalah paling rawan terhadap kurang gizi diantara seluruh anggota keluarga, dan anak yang paling kecil biasanya paling terpengaruh oleh kekurangan pangan. Hal ini disebabkan karena semakin bertambah besar jumlah keluarga, maka pangan untuk setiap anak berkurang dan banyak orangtua tidak menyadari bahwa anak-anak yang sangat muda memerlukan pangan yang relatif lebih banyak dibandingkan anak-anak yang lebih tua (Suhardjo 2003). Menurut Notoadmodjo (2007a), di dalam keluarga besar dan miskin, anak-anak dapat menderita karena penghasilan keluarga harus digunakan untuk orang banyak.

Pendapatan Keluarga

Menurut Suhardjo (1989), dengan meningkatnya pendapatan seseorang, maka akan terjadi perubahan-perubahan dalam susunan makanan. Akan tetapi, pengeluaran uang yang lebih banyak untuk pangan tidak menjamin lebih beragamnya konsumsi pangan. Rendahnya pendapatan merupakan rintangan yang menyebabkan orang-orang tidak mampu membeli pangan dalam jumlah yang dibutuhkan.

Ada pula keluarga yang sebenarnya mempunyai penghasilan cukup namun sebagian anaknya berstatus kurang gizi. Pada umumnya tingkat pendapatan naik, maka jumlah dan jenis makanan cenderung untuk membaik, tetapi mutu makanan tidak selalu membaik (Suhardjo 2003).

Perilaku Hidup bersih dan Sehat (PHBS)

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah upaya memberikan pengalaman belajar bagi perorangan, keluarga, kelompok, dan masyarakat dengan membuka jalur komunikasi, memberikan informasi dan melakukan edukasi, guna meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku, melalui pendekatan advokasi, bina suasana (social support) dan gerakan masyarakat (empowerment) sehingga dapat menerapkan cara hidup sehat, dalam rangka menjaga, memelihara dan meningkatkan kesehatan masyarakat (Notoatmodjo 2007). Pengembangan lingkungan bersih dan sehat penting untuk diselenggarakan guna mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat, melalui peningkatan sanitasi lingkungan, baik pada lingkungan fisik, kimia atau biologis, termasuk perilaku (Effendi dkk 2010).

(22)

Terdapat empat baseline data yang penting diperhatikan dan merupakan indikator sukses dalam mencapai Indonesia Sehat, yaitu; 1) derajat kesehatan masyarakat setempat; 2) kesehatan lingkungan wilayah setempat; 3) perilaku hidup sehat masyarakat di wilayah kerja masing-masing tingkat Pemda; dan 4) sistem informasi kesehatan di masing-masing tingkat wilayah provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, dan desa (Depkes 2008 dalam Effendi dkk 2010).

Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) menitikberatkan pada pengertian perilaku sehat, dan dibagi ke dalam tiga indikator, yaitu indikator nasional, indikator lokal spesifik, dan indikator di tiap tatanan. Pada tingkat nasional, terdapat tiga indikator PHBS, yaitu persentase penduduk tidak merokok, persentase penduduk yang mengonsumsi sayur dan buah-buahan, serta persentase penduduk yang melakukan aktifitas fisik/olahraga (Effendi dkk 2010). Indikator lokal spesifik merupakan indikator nasional yang ditambah dengan beberapa indikator lokal spesifik masing-masing daerah sesuai dengan situasi dan kondisi daerah. Menurut Depkes RI (2008), terdapat 16 indikator lokal spesifik PHBS yang dapat digunakan untuk mengukur perilaku sehat, yaitu;

1. Ibu hamil memeriksakan kehamilannya

2. Ibu melahirkan ditolong oleh tenaga kesehatan 3. Pasangan usia subur (PUS) memakai alat KB 4. Balita ditimbang

5. Penduduk sarapan pagi sebelum melakukan aktifitas 6. Bayi mendapatkan imunisasi lengkap

7. Penduduk minum air bersih yang masak 8. Penduduk menggunakan jamban yang sehat 9. Penduduk mencuci tangan dengan sabun 10. Penduduk menggosok gigi sebelum tidur 11. Penduduk tidak menggunkana napza

12. Penduduk mempunyai Askes/tabungan/uang/emas

13. Penduduk wanita memeriksakan kesehatan secara berkala dengan SADARI (periksa payudara sendiri)

14. Penduduk memeriksakan kesehatan secara berkala untuk mengukur hipertensi

15. Penduduk wanita memeriksakan kesehatan secara berkala dengan Pap Smear

(23)

16. Perilaku seksual dan indikator lain yang diperlukan sesuai prioritas masalah kesehatan yang ada di daerah

Indikator lain yang juga digunakan untuk menentukan baik atau tidaknya PHBS pada suatu keluarga adalah indeks potensi keluarga sehat (IPKS), yang terdiri atas 7 macam indikator menurut Depkes (2008), antara lain sebagai berikut:

1. Tersedianya sarana air bersih 2. Tersedianya jamban keluarga 3. Lantai rumah bukan dari tanah 4. Peserta KB

5. Memantau tumbuh kembang anak

6. Tidak ada anggota keluarga yang merokok 7. Menjadi peserta JPKM

Sasaran dari program PHBS mencakup lima tatanan, yaitu: tatanan rumah tangga, institusi pendidikan, tempat kerja, tempat umum dan sarana kesehatan. Sedangkan sasaran program PHBS dalam tatanan keluarga adalah pasangan usia subur, ibu hamil dan atau menyusui, balita dan remaja, usia lanjut, dan pengasuh anak (Depkes RI 2007c). Menurut Dinkes (2006), sasaran PHBS dalam tatanan rumah tangga adalah seluruh anggota keluarga secara keseluruhan, dan dibagi menjadi tiga kelompok, yakni:

1. Sasaran primer

Merupakan sasaran utama dalam rumah tangga yang akan diubah perilakunya atau anggota keluarga yang bermasalah (individu dalam keluarga yang bermasalah).

2. Sasaran sekunder

Merupakan sasaran yang dapat mempengaruhi individu dalam keluarga yang bermasalah, misalnya kepala keluarga, ibu, orangtua, tokoh keluarga, tokoh agama, tokoh masyarakat, petugas kesehatan dan lintas sector terkait, PKK, dan lain sebagainya.

3. Sasaran tersier

Merupakan sasaran yang diharapkan dapat menjadi unsur pembantu dalam menunjang atau mendukung pendanaan, kebijakan, dan kegiatan untuk tercapainya pelaksanaan PHBS, misalnya seperti kepala desa, lurah, camat, kepala Puskesmas, guru, tokoh masyarakat, dan lain sebagainya.

(24)

Perilaku hidup sehat juga diklasifikasikan ke dalam beberapa perilaku menurut Becker (1979) dalam Notoatmodjo (2007b), yaknisebagai berikut:

1. Makan dengan menu seimbang (appropriate diet). Menu seimbang yang dimaksud adalah dalam arti kualitas yakni mengandung zat-zat gizi yang diperlukan tubuh, dan dalam arti kuantitas yakni jumlahnya cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh.

2. Olahraga teratur mencakup kualitas (gerakan) dan kuantitas dalam arti frekuensi dan waktu yang digunakan untuk olahraga.

3. Tidak merokok. Merokok merupakan kebiasaan buruk yang mengakibatkan berbagai macam penyakit. Meski demikian, pada kenyataannya kebiasaan merokok di Indonesia seolah sudah membudaya hampir 50% penduduk Indonesia usia dewasa. Bahkan saat ini diperkirakan sekitar 15% remaja telah merokok.

4. Tidak minum minuman keras dan narkoba. Kebiasaan minum minuman keras dan mengonsumsi narkoba (narkotik dan bahan-bahan berbahaya lainnya) juga semakin meningkat, yakni diperkirakan sekitar 1% penduduk Indonesia dewasa diperkirakan sudah mempunyai kebiasaan minum minuman keras.

5. Istirahat secara cukup. Meningkatnya kebutuhan hidup akibat tuntutan penyesuaian dengan lingkungan modern, mengharuskan orang untuk bekerja keras dan berlebihan sehingga waktu istirahat menjadi berkurang. Hal tersebut apabila terus berlanjut dapat membahayakan kesehatan. 6. Mengendalikan stres. Stres dapat terjadi pada siapa saja, dan lebih

sebagai akibat dari tuntutan hidup yang sulit. Stres tidak dapat dihindari, namun yang terpenting adalah menjaga agar stres tidak menyebabkan gangguan kesehatan. Stres dapat dikendalikan dengan melakukan kegiatan-kegiatan yang positif.

7. Perilaku atau gaya hidup yang positif bagi kesehatan, misalnya dengan tidak berganti-ganti pasangan dalam hubungan seks, dan penyesuaian diri dengan lingkungan.

Pengetahuan gizi

Pengetahuan adalah informasi yang disimpan dalam ingatan dan menjadi penentu utama perilaku seseorang (Engel 1995 dalam Khomsan dkk 2009). Tingkat pengetahuan seseorang akan berpengaruh terhadap sikap dan perilaku seseorang karena berhubungan dengan daya nalar, pengalaman, dan kejelasan

(25)

konsep mengenai obyek tertentu. Semakin baik pengetahuan gizi seseorang maka akan semakin memperhatikan kualitas dan kuantitas pangan yang dikonsumsinya (Khomsan dkk 2009).

Pengetahuan tentang gizi yang harus dimiliki masyarakat antara lain kebutuhan-kebutuhan bagi tubuh (karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral). Selain itu, jenis-jenis makanan sehari-hari yang mengandung zat-zat gizi yang dibutuhkan tubuh tersebut, baik secara kualitataif dan kuantitatif, akibat atau penyakit-penyakit yang disebabkan karena kekurangan gizi dan sebagainya (Notoatmodjo 2007b).

Menurut Pranadji (1988) dalam Ulfa (2006), pengetahuan termasuk di dalamnya pengetahuan gizi dapat diperoleh melalui pendidikan formal dan pendidikan informal. Pendidikan yang dimaksud adalah proses yang dilakukan secara sadar, terus menerus, sistematis, dan terarah yang mendorong terjadinya perubahan-perubahan pada setiap individu di dalamnya. Soewendo & Sadli (1990) dalam Ulfa (2006) mengatakan bahwa tingkat pengetahuan gizi ibu berhubungan erat dengan tingkat pendidikan formal ibu. Semakin tinggi tingkat pendidikan formal ibu, maka akan semakin luas wawasan berpikirnya sehingga akan lebih banyak informasi zat gizi yang dapat diserap.

Sikap dan Perilaku gizi

Menurut Mar’at (1981) dalam Khomsan dkk (2009), sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, namun berupa predisposisi dari tingkah laku, yakni predisposisi untuk bertindak senang atau tidak senang terhadap obyek tertentu mencakup komponen kognisi, afeksi, dan konasi. Komponen kognisi akan menjawab pertanyaan apa yang dipikirkan atau dipersepsikan tentang suatu obyek, sedangkan komponen afeksi menjawab pertanyaan tentang apa yang dirasakan, senang atau tidak senang terhadap suatu obyek. Komponen konasi akan menjawab pertanyaan bagaimana kesediaan atau kesiapan untuk bertindak terhadap obyek.

Sikap seseorang terhadap makanan dipengaruhi oleh pengalaman dan respon yang diperlihatkan oleh orang lain terhadap makanan sejak masa anak-anak. Pengalaman yang diperoleh ada yang dirasakan menyenangkan atau sebaliknya, sehingga individu dapat mempunyai sikap suka atau tidak suka terhadap makanan (Suhardjo 2003).

Perilaku gizi individu meliputi segala sesuatu yang menjadi pengetahuannya (knowledge), sikapnya (attitude), dan tindakannya (action).

(26)

Dengan demikian perilaku gizi tidak muncul dalam diri individu tersebut (internal), melainkan merupakan hasil interaksi individu dengan lingkungannya (Slamet 1975 dalam Khomsan 1993).

Perilaku Gizi Seimbang Ibu pada Balita

Gizi seimbang adalah pola makan yang seimbang antar zat gizi yang diperoleh dari aneka ragam makanan dalam memenuhi kebutuhan zat gizi untuk hidup sehat, cerdas, dan produktif (Hidayat 2009). Sosialisasi pemahaman gizi seimbang telah dilakukan sejak tahun 1950, yakni dengan menggunakan slogan Empat Sehat lima Sempurna (ESLS), yang kemudian pada tahun 1994 diganti menjadi pedoman umum gizi seimbang (PUGS) sebab slogan ESLS dianggap tidak lagi memadai (Soekirman 2000).

Pedoman umum gizi seimbang (PUGS) berisi atas 13 pesan dasar gizi seimbang yang disertai dengan logo tumpeng /kerucut dan anjuran porsi makan menurut kelompok umur. Bahan makanan dalam tumpeng gizi seimbang dikelompokkan berdasarkan fungsi utama zat gizi, yang dikenal sebagai Tri Guna Makanan, yaitu: 1) sumber zat tenaga (padi-padian, umbi-umbian, dan tepung-tepungan), 2) sumber zat gizi pengatur (sayuran dan buah), 3) sumber zat pembangun (kacang-kacangan, makanan hewani dan hasil olahannya) (Soekirman 2000). Ada pun 13 pesan dasar gizi seimbang yang disosialisasikan pada masyarakat dan keluarga, antara lain:

1. Makan aneka ragam makanan setiap hari

2. Makanlah makanan yang mengandung cukup energi

3. Makanlah makanan sumber karbohidrat setengah dari kebutuhan energi dan upayakan mengandung karbohidrat kompleks

4. Batasi konsumsi lemak dan minyak sampai 25% dari kecukupan energi 5. Gunakan garam beryodium

6. Makanlah makanan sumber zat besi

7. Berikan ASI saja pada bayi sampai umur 6 bulan dan berikan MP ASI sesudahnya

8. Biasakan makan pagi

9. Minumlah air bersih yang aman dan cukup jumlahnya 10. Lakukan aktivitas fisik secara teratur

11. Hindari minum minuman beralkohol

12. Makanlah makanan yang aman bagi kesehatan 13. Bacalah label pada makanan yang dikemas

(27)

Pola makan yang bergizi seimbang sangat penting pada usia balita, yakni bukan hanya untuk pertumbuhan fisik, tetapi juga untuk perkembangan kecerdasannya (Kurniasih dkk 2010). Meski demikian, pada usia balita sangat sering timbul masalah-masalah yang berkaitan dengan pola makan dan gizi, sehingga kemudian menimbulkan dampak negatif bagi pertumbuhan dan perkembangan balita. Beberapa masalah pola makan dan gizi yang sering terjadi pada balita usia 3-5 tahun antara lain adalah tidak menyukai sayuran, memilih-milih makanan, serta menyukai makanan junk food. Masalah-masalah tersebut jika dibiarkan oleh orangtua, khususnya ibu, maka akan menjadi kebiasaan yang kurang baik bagi balita di masa mendatang dan akan menyebabkan timbulnya masalah-masalah baru di kemudian hari (Kurniasih dkk 2010).

Menurut Kurniasih dkk (2010), terdapat empat prinsip gizi seimbang bagi usia balita agar pertumbuhan dan perkembangannya optimal, yakni: 1) penganekaragaman makanan, 2) pola hidup bersih, 3) aktivitas fisik, dan 4) pemantauan berat badan balita. Keragaman makanan balita setiap hari harus mengandung gizi seimbang dan harus dapat memenuhi kebutuhan akan makanan pokok, lauk pauk, sayur, dan buah untuk menghindari berbagai masalah pola makan dan kesehatan pada balita.

Kebersihan dan kesehatan lingkungan juga sangat penting untuk diperhatikan dalam prinsip gizi seimbang. Pola hidup bersih perlu diajarkan pada anak-anak sejak usia dini untuk dapat menumbuhkan kebiasaan hidup bersih. Kebiasaan hidup bersih yang dapat diajarkan pada balita, khususnya usia 3-5 tahun antara lain adalah sebagai berikut;

1. Mencuci tangan hingga bersih menggunakan sabun dan membilasnya dengan air pancuran atau air mengalir. Cuci tangan diajarkan pada balita, yakni pada saat sebelum dan setelah makan, setelah bermain, dan setelah baung air kecil atau buang air besar.

2. Ibu membiasakan untuk menutup makanan menggunakan tutup saji serta membiasakan anak tidak memegang makanan langsung dengan tangan, melainkan dengan menggunakan sendok.

3. Mengajarkan anak menjaga kebersihan gigi dan mulut, yakni dengan mengajarkan anak untuk menggosok gigi dua kali sehari, yaitu setelah makan dan sebelum tidur.

Aktivitas fisik merupakan bagian penting untuk mengimbangi makanan yang dikonsumsi serta untuk menjaga kesehatan dan kebugaran. Seorang ibu

(28)

dapat mengajak dan membiasakan anak balitanya untuk melakukan aktivitas fisik secara rutin. Aktivitas di luar ruang yang terpapar sinar matahari bermanfaat bagi densitas tulang anak. Aktivitas fisik yang dianjurkan pada usia balita adalah aktivitas fisik yang banyak mengeluarkan tenaga (permainan aktif) seperti kejar-kejaran, lempar bola, loncat bantal, main sepeda, berenang, serta jalan/lari pagi, dan bukan permainan pasif seperti computer games atau play station. Pendampingan orangtua, khususnya ibu dalam aktivitas fisik balita sangat penting karena kedekatan orangtua kepada anak dalam melakukan kegiatan bersama akan menumbuhkan bonding effect (kedekatan bati/emosional) antara orangtua dan anak (Kurniasih dkk 2010).

Pemantauan berat badan ideal pada balita juga sangat penting, yakni untuk mengetahui ada tidaknya penurunan atau kenaikan berat badan pada balita. Menurut Kurniasih dkk (2010), prinsip berat badan ideal pada anak adalah anak yang sehat, dengan bertambah umur maka bertambah juga berat badannya. Menurut standar WHO, berat badan ideal anak laki-laki usia 2 tahun adalah 12,2 kg, dan pada anak perempuan adalah 11,5 kg. Untuk seterusnya, setelah usia 2 tahun sampai 5 tahun, pertambahan berat badan rata-rata adalah 2-2,5 kg per tahun. Beberapa perilaku gizi seimbang yang dapat dilakukan oleh ibu pada anak balita usia 2-5 tahun antara lain adalah menimbang berat badan anak setiap bulan ke posyandu/klinik, imunisasi dan pemberian kapsul vitamin A dari posyandu/puskesmas setempat, serta mengkonsultasikan masalah kesehatan/gizi anak pada dokter atau ahli kesehatan (Kurniasih dkk 2010).

Penilaian Konsumsi Pangan

Tahap pertama kekurangan zat gizi dapat diidentifikasi dengan cara menilai konsumsi makanannya. Metode pengukuran konsumsi makanan berdasarkan jenis data yang diperoleh dapat dibedakan menjadi tiga, yakni metode kualitatif , metode kuantitatif, dan metode kualitatif-kuantitatif. Metode penilaian konsumsi makanan yang bersifat kualitatif biasanya digunakan untuk mengetahui frekuensi makan, frekuensi konsumsi menurut jenis bahan makanan dan menggali informasi tentang kebiasaan makan (food habits), serta cara-cara memperoleh bahan makanan tersebut. Metode pengukuran konsumsi makanan yang bersifat kualitatif antara lain adalah metode frekuensi makanan (food frequency), metode dietary history, metode telepon, dan metode pendaftaran makanan (food list) (Supariasa dkk 2002).

(29)

Adapun metode kuantitatif digunakan untuk mengetahui jumlah makanan yang dikonsumsi sehingga dapat dihitung konsumsi zat gizi dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) atau daftar lain yang diperlukan seperti Daftar Ukuran Rumah Tangga (URT), Daftar Konversi Mentah Masak (DKMM), dan Daftar Penyerapan Minyak. Metode-metode untuk pengukuran konsumsi secara kuantitatif antara lain adalah metode recall 24 jam, perkiraan makanan (estimated food record), penimbangan makanan (food weighing), metode food account, metode inventaris (inventory method), dan pencatatan (household food record). Sementara itu, beberapa metode pengukuran yang dapat menghasilkan data yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif antara lain adalah metode recall 24 jam dan metode riwayat makan (dietary history) (Supariasa dkk 2002).

Penilaian konsumsi makanan dapat dilakukan pada taraf rumah tangga atau individu. Cara yang digunakan pada kedua taraf tersebut bisa saja berbeda atau sama. Adapun cara-cara penilaian konsumsi makanan yang dapat digunakan untuk penilaian konsumsi makanan di tingkat rumah tangga,antara lain dengan cara inventaris (inventory method), cara pendaftaran (food list method), cara recall, dan cara penimbangan (weighing method). Sedangkan yang hanya dapat digunakan untuk penilaian konsumsi makanan individu adalah recall dan penimbangan.

Penilaian Status Gizi Balita

Status gizi merupakan keadaan kesehatan individu atau kelompok yang ditentukan oleh derajat kebutuhan fisik akan energi dan zat-zat gizi lain yang diperoleh dari makanan, yang dampak fisiknya dapat diukur secara antropometri (Suhardjo 2003). Menurut Hardinsyah & Martianto (1988), konsumsi makanan merupakan salah satu faktor yang secara langsung berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Salah satu indikator yang menentukan status gizi keluarga adalah dengan mengetahui status gizi balita dan anak yang peka terhadap konsumsi zat gizi.

Kelompok umur yang rentan terhadap penyakit-penyakit kekurangan gizi adalah kelompok bayi dan anak balita. Oleh karena itu, indikator yang paling baik untuk mengukur status gizi masyarakat adalah melalui status gizi bayi dan balita (Notoadmodjo 2007b). Menurut Supariasa dkk (2002), status gizi dapat dinilai dengan dua cara, yakni secara langsung dan tidak langsung. Penilaian gizi secara langsung meliputi antropometri, biokimia, klinis, dan biofisik, sedangkan

(30)

penilaian gizi secara tidak langsung meliputi survei konsumsi makanan, statistik vital, dan faktor ekologis. Cara yang digunakan untuk menentukan status gizi sangat tergantung pada tahapan keadaan kurang gizi. Indikator yang digunakan tergantung pada waktu, biaya, tenaga, dan tingkat ketelitian penelitian yang diinginkan, serta banyaknya orang yang akan dinilai status gizinya.

Penilaian status gizi secara antropometri secara umum adalah berhubungan dengan ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Menurut Supariasa dkk (2002), pengukuran antropometri digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan energi dan protein. Ketidakseimbangan tersebut terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot, dan jumlah air dalam tubuh.

Beberapa kelebihan dari penilaian status gizi secara antropometri menurut Supariasa dkk (2002) adalah prosedurnya sederhana, aman, dan dapat dilakukan dalam jumlah sampel yang besar; relatif tidak membutuhkan tenaga ahli; alatnya murah, mudah dibawa, dan tahan lama; metodenya tepat dan akurat; dapat mendeteksi atau menggambarkan riwayat gizi di masa lampau; serta dapat mengidentifikasi status gizi baik, kurang, dan buruk karena sudah ada ambang batas yang jelas. Adapun beberapa kelemahan dari penilaian status gizi secara antropometri antara lain tidak sensitif untuk mendeteksi status gizi dalam waktu singkat; adanya faktor di luar gizi seperti penyakit, genetik, dan penurunan penggunaan energi; adanya kesalahan pada saat pengukuran sehingga dapat mempengaruhi presisi, akurasi, dan validitas pengukuran antropometri gizi.

Parameter antropometri merupakan dasar dari penilaian status gizi. Menurut Supariasa dkk (2002), kombinasi antara beberapa parameter disebut sebagai indeks antropometri. Adapun beberapa indeks antropometri yang sering digunakan antara lain Berat Badan menurut Umur (BB/U), Tinggi Badan menurut Umur (TB/U), dan Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB). Perbedaan penggunaan indeks tersebut akan memberikan gambaran prevalensi status gizi yang berbeda-beda.

Menurut Wattelow (1973) dalam Notoadmodjo (2007a), penilaian status gizi yang dianjurkan adalah dengan menggunakan indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB). Indeks tinggi badan menurut umur (TB/U) hanya cocok

(31)

untuk mengukur status gizi pada masa lalu, sedangkan indeks berat badan menurut umur (BB/U) tidak atau kurang mampu membedakan antara malnutrisi akut dan malnutrisi kronik.

Status gizi dengan indikator berat badan menurut umur (BB/U) lebih mencerminkan status gizi saat ini. Berat badan menggambarkan massa tubuh (otot dan lemak) yang sangat sensitif terhadap perubahan mendadak, seperti terserang penyakit infeksi, penurunan nafsu makan, atau penurunan jumlah makanan yang dikonsumsi. Sebaliknya, indeks tinggi badan menurut umur (TB/U) lebih menggambarkan status gizi masa lalu, sebab tinggi badan lebih menggambarkan pertumbuhan skeletal yang dalam keadaan normal berjalan seiring dengan pertumbuhan umur (Riyadi 2003). Indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) merupakan indikator yang baik untuk menyatakan status gizi, sebab indeks BB/TB dapat memberikan gambaran proporsi berat badan relatif terhadap tinggi badan pada waktu sekarang, sehingga indeks ini dijadikan sebagai indikator kekurusan (Supariasa dkk 2002).

(32)

KERANGKA PEMIKIRAN

Usia balita merupakan kelompok usia yang mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Usia balita juga merupakan kelompok usia yang paling rawan dan paling sering menderita gangguan akibat kekurangan zat gizi. Kebutuhan akan energi dan zat-zat gizi meliputi protein, karbohidrat, vitamin, dan mineral pada usia balita harus lebih tinggi dibandingkan pada saat bayi karena pada usia balita anak lebih banyak melakukan aktivitas fisik. Kecukupan vitamin A dan vitamin C, serta mineral zat besi sangat penting untuk balita mengingat prevalensi kurang vitamin A (KVA), scurvy, dan anemia gizi besi pada balita masih tergolong tinggi di Indonesia, yaitu mencapai lebih dari 50% pada tahun 1992 (Supariasa dkk 2002).

Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) penting untuk diterapkan pada setiap rumah tangga untuk menjaga dan memelihara kesehatan seluruh anggota keluarga, khususnya kesehatan balita karena pada usia balita lebih rentan terhadap gangguan kesehatan dibandingkan orang dewasa. Ibu merupakan anggota keluarga yang paling berperan dalam menjalankan PHBS karena ibu adalah orang yang paling berwenang dalam hal mengatur dan mengelola rumah tangga.

Perilaku gizi seimbang ibu juga penting dilakukan dalam keluarga sebab berpengaruh langsung terhadap status gizi dan kesehatan anggota keluarga, terutama balita. Perilaku gizi seimbang ibu yang baik akan dapat membentuk pola makan yang baik dan dapat mencukupi kebutuhan gizi balita, sehingga dapat meningkatkan status gizi dan kesehatan balita.

Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dan perilaku gizi seimbang ibu di dalam keluarga tidak lepas dari tingkat pengetahuan gizi dan pendidikan ibu. Ibu yang memiliki riwayat pendidikan dan pengetahuan gizi yang tinggi cenderung akan lebih baik dalam menerapkan PHBS dan perilaku gizi seimbang di lingkungan keluarga. Selain itu, ibu yang memiliki bekal pengetahuan gizi yang cukup, akan cenderung mengajarkan pola makan yang baik serta kebiasaan hidup bersih dan sehat pada anak-anaknya sehingga mencapai status gizi dan kesehatan yang optimal.

(33)

Keterangan:

: variabel yang diteliti : hubungan yang dianalisis : hubungan yang tidak dianalisis

Gambar 1 Kerangka pemikiran kaitan antara perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) serta perilaku gizi seimbang ibu dengan status gizi dan kesehatan balita

Karakteristik keluarga:  Umur orangtua  Pendidikan orangtua  Pekerjaan orangtua  Pendapatan keluarga  Besar keluarga

Pengetahuan gizi ibu: o Definisi dan jenis zat gizi o Manfaat zat gizi

o Akibat kekurangan zat gizi

o Periode pemberian ASI Eksklusif

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS): o 9 Indikator Perilaku o 7 Indikator Lingkungan

Perilaku gizi seimbang: o Variasi makanan untuk

anak

o Pola hidup bersih keluarga o Aktivitas fisik

o Pemantauan BB ideal

Status kesehatan balita: o Pernah tidaknya sakit o Jenis penyakit o Frekuensi penyakit o Lama sakit

Status gizi balita: BB/U, TB/U, dan

BB/TB Balita

Konsumsi zat gizi balita;

Tingkat konsumsi E, P, vitamein A, vitamin C, dan Fe

(34)

METODE PENELITIAN

Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain population survey, yaitu dengan mensurvei sebagian dari populasi balita yang ada di lokasi penelitian selama periode waktu tertentu. Penelitian dilaksanakan di Desa Campurejo, Kecamatan Bojonegoro, Kabupaten Bojonegoro. Pemilihan lokasi penelitian tersebut dilakukan dengan pertimbangan masih terdapat sebanyak 1.8% balita dengan status gizi buruk dan 10.9% balita dengan status gizi kurang, cakupan penerapan PHBS masih tergolong rendah, serta belum ada penelitian yang dilakukan di lokasi tersebut, khususnya mengenai hubungan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) serta perilaku gizi seimbang ibu dengan status gizi dan kesehatan balita. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret hingga April 2011.

Teknik Penarikan Contoh

Contoh dalam penelitian ini adalah balita berusia 13-60 bulan yang tinggal bersama ibunya di Desa Campurejo, Kecamatan Bojonegoro, Kabupaten Bojonegoro. Ada pun populasi dalam penelitian ini adalah seluruh balita yang tinggal di Desa Campurejo, Kecamatan Bojonegoro, Kabupaten Bojonegoro yaitu sebanyak 242 balita. Responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah ibu dari balita yang terpilih sebagai contoh dalam penelitian.

Kriteria pemilihan contoh adalah balita laki-laki atau perempuan, berusia 13-60 bulan, tercatat di posyandu Desa Campurejo, Kecamatan Bojonegoro, Kabupaten Bojonegoro, dan responden bersedia untuk diwawancarai. Ukuran minimal contoh dalam penelitian ini diperoleh dengan rumus sebagai berikut (Lemeshow et al 1997).

n= z2α/2 .p(1-p) = (1,96)2. 0,15 (1-0,15) = 48,9 ≈ 49

d2 0,12

Keterangan :

n = ukuran contoh penelitian yang akan dipilih

z α/2 = nilai peubah acak normal baku pada derajat kepercayaan p (z > z α/2)= α/2 p = estimasi proporsi ibu yang melakukan PHBS di Desa Campurejo (15%) d = tingkat presisi (10%)

Berdasarkan perhitungan menggunakan rumus di atas, ukuran minimal contoh yang digunakan adalah 49 contoh, yang dipilih dari tiga posyandu di Desa Campurejo, yaitu posyandu Puring 1, posyandu Puring 2, dan posyandu Puring 3. Adapun calon contoh dari ketiga posyandu yang memenuhi kriteria adalah

(35)

sebanyak 190 balita, dengan rincian 70 balita dari posyandu Puring 1, 71 balita dari posyandu Puring 2, dan 49 balita dari posyandu Puring 3.

Calon contoh yang memenuhi kriteria tersebut kemudian dipilih sebagai contoh menggunakan metode acak stratifikasi dengan alokasi proporsional, yaitu dengan rumus:

ni = Ni x n N

dengan : ni = jumlah contoh yang diambil dari masing-masing posyandu n = ukuran minimal contoh yang diambil dalam penelitian N = jumlah seluruh balita di tiga posyandu

NI = jumlah balita di posyandu i (i = Puring 1, Puring 2, Puring 3)

Berdasarkan perhitungan menggunakan rumus tersebut, kemudian diperoleh contoh dari masing-masing posyandu, yaitu 20 balita dari posyandu Puring 1, 20 balita dari posyandu Puring 2, serta 15 balita dari posyandu Puring 3, sehingga total keseluruhan contoh pada penelitian ini adalah 55 balita.

Kriteria

Gambar 2 Kerangka pemilihan contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Data dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer meliputi karakteristik contoh (umur dan jenis kelamin), karakteristik keluarga (umur, pendidikan, besar keluarga, pekerjaan, dan pendapatan

Kecamatan Bojonegoro

Desa Campurejo

Dukuh Campurejo Dukuh Plosolanang Dukuh Mlaten

55 balita

Posyandu Puring 1 Posyandu Puring 2 Posyandu Puring 3

70 balita 71 balita 49 balita

(36)

orangtua), pengetahuan gizi, PHBS dalam keluarga, perilaku gizi seimbang ibu, konsumsi pangan balita, status gizi, dan kesehatan balita. Adapun data sekunder meliputi gambaran umum lokasi penelitian dan daftar nama pasangan ibu dan balita yang memenuhi kriteria penelitian.

Pengambilan data primer yang meliputi data karakteristik contoh dan karakteristik keluarga, pengetahuan gizi, perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), dan perilaku gizi seimbang ibu dilakukan melalui wawancara langsung menggunakan kuesioner, sedangkan data konsumsi pangan balita diperoleh melalui metode recall 2 x 24 jam. Data status gizi balita diperoleh dengan metode antropometri, yakni dengan penimbangan berat badan menggunakan timbangan dan pengukuran tinggi badan menggunakan microtoise.

Data sekunder diperoleh dari pencatatan arsip desa dan data yang tersedia di puskesmas dan posyandu. Secara keseluruhan, jenis variabel, data yang dikumpulkan, dan cara pengumpulan data dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data

No. Variabel Data yang dikumpulkan Cara pengumpulan

1. Karakteristik contoh

 Umur

 Jenis kelamin

 Riwayat pemberian ASI Eksklusif

Wawancara menggunakan kuesioner 2. Karakteristik keluarga  Umur orangtua  Pendidikan orangtua  Pekerjaan orangtua

 Pendapatan perkapita keluarga

 Besar keluarga Wawancara menggunakan kuesioner 3. Pengetahuan gizi ibu

 Definisi dan jenis zat gizi dalam pangan

 Manfaat zat gizi

 Akibat kekurangan zat gizi tertentu

 Periode pemberian ASI Eksklusif

Wawancara menggunakan kuesioner 4. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)  Periksa kehamilan

 Persalinan ditolong tenaga kesehatan

 PUS memakai alat KB

 Balita ditimbang setiap bulan

 Sarapan pagi sebelum aktifitas

 Bayi mendapatkan imunisasi lengkap

 Minum air bersih yang masak

 Penggunaan jamban yang sehat

 Mencuci tangan dengan sabun air bersih

 Menggosok gigi sebelum tidur

 Tidak menggunkana napza

 Mempunyai Askes/tabungan/uang/emas

 Penduduk wanita melakukan SADARI (periksa payudara sendiri) secar berkala

 Pemeriksakan kesehatan secara berkala untuk mengukur hipertensi

 Penduduk wanita memeriksakan kesehatan secara berkala dengan Pap Smear

 Perilaku seksual yang sehat

Wawancara menggunakan

Gambar

Gambar 1 Kerangka pemikiran kaitan antara perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)  serta perilaku gizi seimbang ibu dengan status gizi dan kesehatan balita
Gambar 2 Kerangka pemilihan contoh
Tabel  1 Jenis dan cara pengumpulan data
Tabel  3 Cara pengkategorian dan pengelompokkan variabel penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini merupakan penelitian korelasi, karena di dalam penelitian ini bertujuan untuk menemukan ada tidaknya hubungan antara hasil belajar teknologi informasi dengan

Pelestarian bahasa Minang ragam keseharian dapat dilakukan dengan cara penggunaan dan pengajaran yang sistematis dan pelestarian bahasa Minang ragam khusus dapat

Hasil ini tidak sejalan dengan hipotesis yang disusun oleh penulis yang menyatakan bahwa perguruan tinggi, metode pembelajaran, minat mata kuliah dan jurusan asal

Raja baru itu menawarkan belanda ini kembali pada bantuan untuk melawan musuh- musuhnya dan kebebasan dari perdagangan untuk orang jawa selain jawa, dan untuk semua orang

[r]

tidak hanya pimpinan saja yang dapat mengalami job insecurity tetapi karyawan. biasapun

Perlakuan jenis aplikasi formula bakteri tidak berbeda nyata namun perlakuan dengan pengaruh tertinggi yaitu aplikasi formula bakteri balitkabi (F2) sebesar 5,68 g tanaman -1 hal

Penelitian kami yang berjudul “Peran Input Physical Capital Terhadap Output Sektor Pertanian (1980- 2002)” menggunakan jurnal dari Keith O. Fugl ie (2009) sebagai