KEDELAI (Glycine max (L.) Merril) DENGAN PEMBERIAN KOMBINASI
2.4-D DAN SUKROSA SECARA KULTUR IN VITRO
Dieni Fauziyyah, Triani Hardiyati, Kamsinah
Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto
Jl. Suparno, Karangwangkal Purwokerto E-mail:
kamsinahsalim@yahoo.com (Diterima: 12
Maret 2012 disetujui: 4 Juni 2012)
ABSTRAK
Kultur kalus salah merupakan satu teknik yang digunakan untuk menghasilhan bibit tanaman bebas
penyakit.Pembentukan kalus dapat dipacu dengan penambahan zpt dari golongan auksin seperti 2.4. D
dan penambahan karbohidrat seperti sukrosa.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh
pemberian kombinasi 2.4-D dan sukrosa terhadap pembentukan kalus eksplan embrio kedelai dan
menentukan konsentrasi 2.4-D dan sukrosa yang paling baik untuk memacu pembentukan kalus eksplan
embrio kedelai dalam kultur
in vitro
. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak
Lengkap (RAL) dengan pola faktorial. Faktor 1: 2.4-D yang terdiri atas 4 taraf, yaitu: 0, 5, 10, dan 15
µM. Faktor 2: Sukrosa yang terdiri atas 4 taraf, yaitu: 0, 20, 30, dan 40 g/l. Oleh karena itu diperoleh 16
kombinasi perlakuan, tiap kombinasi perlakuan diulang 3 kali, dengan demikian diperoleh 48 unit
perlakuan. Hasil penelitian selama 6 minggu menunjukkan bahwa perlakuan 2.4-D dan sukrosa mampu
menginduksi kalus eksplan embrio kedelai. Terdapat interaksi antara dua faktor yang dicoba. Kombinasi
perlakuan 2.4-D 5 µM dan sukrosa 20 g/l merupakan kombinasi perlakuan terbaik untuk memacu
pembentukan kalus eksplan embrio kedelai dengan waktu terbentuknya kalus pada hari ke-4 setelah
tanam dan persentase kalus yang terbentuk mencapai 95,83%. Ada dua dua tipe kalus yang terbentuk
yaitu kalus embriogenik 62,50% dan kalus proliferatif 33,33%.
Kata kunci
: kultur kalus, kedelai, embriogenesis somatik, 2.4-D dan sukrosa
ABSTRACT
In Indonesia, soybean demand is very high because several products used it as a raw material, such
as tempe, tofu, sauce, and others. However, this demand cannot be fulfilled because of a low soybean
production due to low quality of the seeds. In order to solve the problem, an invitro culture has been
done. This culture used 2.4-D auxin and sucrose as additional nutrient on the media to promote callus
formation. The purpose of this study was to determine the effect of 2.4-D and sucrose combination on
callus formation and to determine the best concentration of 2.4-D and sucrose for callus formation. The
study was used a Completely Randomized Design (CRD) with factorial pattern. The first factor was
2.4-D concentration with four levels of concentrations
that are: 0, 5, 10, and 15 µM.
Second factor was
ssucrose concentration which was consists of four levels, which are: 0, 20, 30, 40 g / l. A total of 16
treatment combinations were obtained, each treatment combination was repeated for three times results
on 48 units of treatment. The 6 weeks’ observation showed that the addition of 2.4-D and sucrose on the
media were induced soybean callus formation. The treatment combination
of 5 µM 2.4
-D and sucrose
20 g / l was the best combination for the formation of soybean callus. The callus were formed at 4
thdays
after inoculation with the total formation of 95.83%. Two type of callus were obtained that are
embryogenic callus (62.50%) and proliferative callus (33.33%).
Keywords
: callus culture, soybean, somatic embryogenesis, 2.4-D and sucrose
PENDAHULUAN
sebagai bahan baku seperti tempe, tahu, kecap,
Kebutuhan masyarakat Indonesia terhadap
susu kedelai, kecambah, dan tauco. Produksi
konsumsi kedelai sangat tinggi, hal ini disebabkan
kedelai dalam negeri belum dapat memenuhi
banyak produk olahan yang menggunakan kedelai
permintaan masyarakat sehingga menyebabkan
meningkatnya impor kedelai. Muslimin dan Ansar
(2010) menyatakan bahwa tingginya impor
kedelai disebabkan berkurangnya produksi dalam
negeri. Adisarwanto dan Wudianto (2002),
kendala utama upaya peningkatan produksi
kedelai antara lain akibat benih yang tersedia
berkualitas rendah, dan pengendalian terhadap
serangan hama dan penyakit tanaman yang belum
memadai (Adisarwanto dan Wudianto (2002).
Salah satu alternatif untuk mengatasi kendala di
atas adalah dengan melakukan perbanyakan
tanaman secara vegetatif melalui teknik kultur
in
vitro
, sebagai contoh kultur kalus.
Kultur kalus merupakan salah satu teknik
kultur
in vitro
yang banyak digunakan untuk
menghasilkan bibit tanaman bebas penyakit.
Terdapat banyak keuntungan dalam penggunaan
kultur kalus, diantaranya dapat diproduksi dalam
jumlah banyak dengan kondisi lingkungan yang
terkontrol, tidak memerlukan lahan yang luas, dan
dapat menghasilkan metabolit yang lebih tinggi
dari tanaman aslinya (Yustina, 2003).
Kalus adalah kumpulan masa sel yang
belum terorganisasi (amorphous) yang terjadi dari
sel-sel jaringan yang membelah diri secara terus
menerus. Secara
in vitro
, kalus dapat terbentuk
pada bekas-bekas luka irisan karena sebagian sel
pada permukaan irisan tersebut akan mengalami
proliferasi (Hendaryono dan Wijayani, 1994).
Adapun tipe-tipe kalus menurut Kesee
et al
.
(1991)
dalam
Sugiyono (1993), yaitu: kalus
embriogenik, kalus proliferatif, dan kalus senesen.
Penggunaan zat pengatur tumbuh (ZPT)
tanaman dalam media kultur
in vitro
merupakan
bagian yang perlu diperhatikan. Jenis ZPT dari
golongan auksin yang sering digunakan adalah
Indole Aceti Acid (IAA), Napthalene Acetic Acid
(NAA) dan 2.4-D (Yuliarti, 2010). Senyawa 2.4-D
yang digunakan pada konsentrasi yang rendah dapat mendorong pembelahan sel, mendorong pertumbuhan tanaman, dan meningkatkan daya kecambah benih (Wattimena, 2001). Selain penambahan ZPT pada media, bahan penting lain yang dibutuhkan untuk pertumbuhan eksplan adalah karbohidrat. Karbohidrat terutama gula, merupakan komponen yang selalu ada dalam media tumbuh. Penggunaan gula jenis sukrosa dalam media tanam diketahui dapat mempengaruhi induksi embrio somatik. Lazzeri et al. (1988) menambahkan bahwa salah satucara untuk mengetahui pengaruh sukrosa terhadap induksi embrio somatik, yaitu dengan cara memodifikasi konsentrasi sukrosa yang berbeda-beda dalam media.
Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh pemberian kombinasi
2.4-D dan sukrosa terhadap pembentukan kalus
eksplan embrio kedelai dan menentukan
konsentrasi 2.4-D dan sukrosa yang paling baik
untuk memacu pembentukan kalus eksplan
embrio kedelai dalam kultur
in vitro.
METODE ANALISIS
1. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian
Bahan-bahan
yang
digunakan
dalam
penelitian ini antara lain biji kedelai, alkohol
70%, dan HgCl2 0,2%. Peralatan yang digunakan
dalam penelitian ini antara lain : cawan petri,
timbangan analitik, botol kultur,
beaker glass
,
gelas ukur, botol duran,
Erlenmeyer
,
hot plate
magnetic stirrer
, pH meter,
alumunium foil
,
tissue
, kertas saring, autoklaf, oven,
laminar air
flow
(LAF)
cabinet
, rak kultur, pinset, skalpel,
pipet,
wrapping plastic
, kertas label, mikroskop
stereo,
camera digital
dan alat tulis.
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium
Fisiologi Tumbuhan Fakultas Biologi Universitas
Jenderal Soedirman Purwokerto pada bulan
April-Desember 2011.
2. Metode Penelitian
Percobaan dilakukan menggunakan metode
eksperimental dengan Rancangan Acak Lengkap
(RAL) dan pola faktorial. Faktor yang dicobakan
terdiri atas konsentrasi 2.4-D (0 µM;5 µM;10 µM;
dan 15 µM) dan konsentrasi Sukrosa (0 g/l; 20 g/l;
30 g/l; dan 40 g/l). Tiap kombinasi perlakuan
diulang sebanyak 3 kali. Parameter yang diamati
meliputi waktu pembentukan kalus, persentase
eksplan membentuk kalus, dan tipe kalus yang
terbentuk.
Data
yang
diperoleh
dianalisis
menggunakan analisis ragam (ANOVA) dan
dilanjutkan dengan uji BNT atau BNJ dengan
tingkat kepercayaan 95% dan 99% untuk
mengetahui perlakuan terbaik.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan
hasil
pengamatan
dapat
diketahui bahwa tidak semua eksplan dalam media
perlakuan dapat membentuk kalus. Eksplan dalam
media kontrol tidak dapat membentuk kalus
dengan baik, sedangkan media yang diberi
perlakuan 2.4-D dan sukrosa baik mandiri maupun
yang dikombinasikan dapat membentuk kalus. Hal
ini dapat dipahami karena tanpa adanya
keseimbangan unsur hara dalam media, peran
2.4-D dalam meningkatkan permeabilitas dinding sel,
sintesis protein, dan perbesaran sel tidak dapat
berlangsung dengan optimal (Rahardja, 1994),
selain itu peran sukrosa juga tidak optimal
(Winata, 1988).
1.
Pengaruh kombinasi 2.4-D dan sukrosa
terhadap waktu terbentuknya kalus (hari)
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa
terjadi interaksi antara 2.4-D dan sukrosa
terhadap waktu terbentuknya kalus eksplan
embrio kedelai. Hasil tersebut sesuai dengan
hasil penelitian Gati dan Mariska (1992) yang
menunjukkan bahwa 2.4-D efektif untuk
memacu pembentukan kalus karena aktivitasnya
yang kuat untuk menekan organogenesis serta
menjaga pertumbuhan kalus, sedangkan sukrosa
merupakan sumber energi utama bagi eksplan
untuk tumbuh . Menurut George dan Sherrington
(1984), sukrosa merupakan sumber karbon
penting yang digunakan sebagai penyusun sel.
Dengan demikian, adanya sukrosa yang cukup
dapat mendorong terjadinya pembelahan sel,
pembesaran sel, dan diferensiasi sel secara baik.
Hasil uji beda nyata jujur rataan waktu
terbentuknya kalus dari eksplan (Tabel 1.)
menunjukkan bahwa perlakuan D1G1 (2.4-D 5
µM dan sukrosa 20 g/l) dapat menginduksi
pertumbuhan kalus paling cepat (3,7 hari setelah
tanam).
Tabel 1. Hasil uji Beda Nyata Jujur (BNJ)
pengaruh interaksi 2.4-D dan sukrosa terhadap
waktu terbentuknya kalus pada eksplan
Perlakuan
Rerata (hari setelah tanam)
D0G0
30,0 a
D3G0
19,0 b
D2G0
16,7 bc
D1G0
14,7 cd
D3G3
14,0 cd
D3G2
12,3 de
D0G3
11,7 def
D2G3
10,3 efg
D3G1
10,3 efg
D0G2
10,0 efg
D2G2
9,0 efgh
D0G1
8,7 fgh
D1G3
8,0 gh
D2G1
6,0 hi
D1G2
5,7 hi
D1G1
3,7 i
Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada BNJ 5%.
Perlakuan D1G1 menunjukkan kemunculan
kalus pada 3,7 hst. Hal tersebut terjadi karena
adanya
pemberian
2.4-D
dalam
memacu
pembelahan sel dan sukrosa yang berperan
sebagai penyedia karbohidrat untuk pembentukan
energi yang diperlukan dalam pembelahan sel.
Pemberian 2.4-D 5 µM dan 20 g/l sukrosa
merupakan konsentrasi yang tepat sehingga
memacu pembentukan kalus yang tercepat pada
embrio kedelai. Jika dibandingkan, hasil tersebut
lebih cepat dari pembentukan kalus pada eksplan
Acalypha indica
L. pada media dengan perlakuan
2.4-D 0,5 mg/l dan kinetin 0,5 mg/l yaitu 8 HST
(Rahayu
et
al.
,
2003).
Hardiyati (1999)
menambahkan bahwa pemberian zat pengatur
tumbuh 2.4-D dapat merangsang proliferasi kalus
atau pembelahan sel tanpa terjadi diferensiasi
sehingga sel dirangsang untuk membelah terus menerus menghasilkan sejumlah sel yang sama.
Selama
proses
pembelahan,
sel
membutuhkan energi untuk membentuk kalus.
Pada proses pembelahan sel selalu dibentuk
dinding sel baru yang memisahkan kedua sel
anakan. Demikian juga pada proses pembesaran
sel diperlukan bahan penyusun dinding sel. Oleh
karena itu penambahan sukrosa pada konsentrasi
tertentu dapat meningkatkan pembelahan dan
pembesaran sel, yang berarti meningkatkan
pertumbuhan kalus (Husin
et al.
, 2004). Hasil
penelitian
menunjukkan
sukrosa
dengan
konsentrasi 20 g/l dalam media mendukung
waktu pembentukan kalus. Berbeda dengan
penelitian yang dilakukan oleh Srilestari (2005)
pada eksplan kacang tanah dengan konsentrasi
sukrosa 40 g/l embrio dapat muncul lebih cepat
dibandingkan pada media dengan konsentrasi
sukrosa 20 g/l dan 30 g/l. Hal ini terjadi karena
adanya perbedaan eksplan yang digunakan dalam
kultur
in vitro
. Kesimpulan ini didukung oleh
pernyataan Lazzeri
et al
.(1988) dan Komatsuda
et al
. (1992) bahwa penggunaan sukrosa dalam
media kultur
in vitro
sebesar 6% dapat
menghasilkan
hasil
terbaik
dari
eksplan
kotiledon muda kacang tanah,sementara pada
konsentrasi
yang
lebih
rendah
dapat
menunjukkan hasil terbaik dari eksplan kotiledon
kedelai.
2.
Pengaruh kombinasi 2.4-D dan sukrosa
terhadap
persentase
eksplan
yang
membentuk kalus
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa
interaksi 2.4-D dan sukrosa memberikan
pengaruh
tidak
berbeda
nyata
terhadap
persentase eksplan yang membentuk kalus, tetapi
baik 2.4-D maupun sukrosa secara mandiri
berpengaruh sangat nyata terhadap persentase
eksplan yang membentuk kalus. Hasil uji beda
nyata terkecil mengenai pengaruh konsentrasi
2.4-D secara mandiri (Tabel 2.) menunjukkan bahwa
perlakuan D1 (2.4-D 5 µM) dapat meningkatkan
persentase kalus yang terbentuk dari eksplan
embrio kedelai. Perlakuan tersebut berbeda nyata
jika dibandingkan dengan kontrol.
Tabel 2. Hasil uji Beda Nyata Terkecil (BNT)
rerata
persentase
kalus
embrio
kedelai pada berbagai konsentrasi
2.4-D secara kultur
in vitro
2.4-D(µM)
Rerata persentase kalus
(%)
0
48,96c
5
80,21a
10
68,75b
15
64,58b
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji BNT 5%
Konsentrasi 2.4-D 5 µM (D1) mampu
meningkatkan persentase kalus eksplan embrio
kedelai dengan rerata persentase kalus sebesar
80,21%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
semakin besar konsentrasi 2.4-D yang diberikan,
semakin
menurun
persentase
kalus
yang
terbentuk. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian
Purnamaningsih dan Mariska (2005) dengan
eksplan benih padi pada media MS + 2.4-D 0,5
mg/l + NAA 1 mg/l + BA 1 mg/l mengalami
pertumbuhan kalus lebih cepat dibandingkan pada
media lainnya dengan persentase pembentukan
kalus
sebanyak
92,31%.
Senyawa
2.4-D
merupakan jenis auksin yang berperan dalam
merangsang perbesaran dan pembelahan sel untuk
membentuk kalus. Perbesaran sel disebabkan oleh
meningkatnya daya plastisitas dinding sel dan
terbentuknya
enzim
selulase
yang
dapat
melarutkan selulosa pada dinding sel, sehingga
menyebabkan membran dinding sel lebih mudah
dilalui oleh oksigen, air, dan garam mineral
untuk proses pertumbuhan dan perbesaran sel
(Wilkins, 1970).
Hasil uji beda nyata terkecil pengaruh
berbagai konsentrasi sukrosa secara mandiri
terhadap rataan presentase kalus embrio kedelai
(Tabel
3.)
menunjukkan
bahwa
seluruh
perlakuan yang dicobakan dapat meningkatkan
persentase kalus yang terbentuk dari eksplan
embrio kedelai. Konsentrasi 20 g/l (G1)
memberikan pengaruh berbeda nyata ketika
dibandingkan dengan kontrol (G0), tetapi tidak
berbeda nyata terhadap perlakuan G2 (30 g/l)
dan G3 (40 g/l).
Tabel 3. Hasil uji Beda Nyata Terkecil (BNT)
rerata
persentase
kalus
embrio
kedelai pada berbagai konsentrasi
sukrosa secara kultur
in vitro
Sukrosa(g/l)
Reratapersentase kalus
(%)
0
31,25b
20
80,21a
30
76,04a
40
75,00a
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji BNT 5%