• Tidak ada hasil yang ditemukan

ALOKASI PENDAPATAN DARI JASA PENGURANGAN EMISI MELALUI PENCEGAHAN DEFORESTASI: SEBUAH TINJAUAN ALOKASI BENEFIT DAN KERANGKA HUKUM FISKAL (Alocation of Benefit from Emission Reduction Service Through Deforestation Avoided

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ALOKASI PENDAPATAN DARI JASA PENGURANGAN EMISI MELALUI PENCEGAHAN DEFORESTASI: SEBUAH TINJAUAN ALOKASI BENEFIT DAN KERANGKA HUKUM FISKAL (Alocation of Benefit from Emission Reduction Service Through Deforestation Avoided"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

J. MANUSIA DAN LlNGKUNGAN, Vol. 17, No.2, Juli 2010: 98-102

ALOKASI PENDAPATAN DARI JASA PENGURANGAN EMISI MELALUI

PENCEGAHAN DEFORESTASI: SEBUAH TINJAUAN ALOKASI BENEFIT

DAN KERANGKA HUKUM FISKAL

(Alocation of Benefit from Emission Reduction Service Through Deforestation

Avoided: An Overview of Benefit Allocation and Fiscal Legal Framework)

Mamat Rahmat

Peneliti pada Balai Penelitian Kehutanan Patembang

(Mahasiswa Program Doktor pada Fakuttas Kehutanan

Universitas Gadjah Mada Yogyakarta),

E-mail: mmtrahmat@yahoo.com

Diterima: 12 Maret 2010 Disetjui: 27 Mei 20 I 0 Abstrak

Deforestasi menyumbang emisi gas rumah kaca sebesar 18 % dari total emisi gas rumah kaca per tahun. REDD (Reducing Emission from Defores.tation and Forests Degradation) adalah mekanisme yang dikembangkan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca akibat deforestasi dan degradasi hutan. Para pihak menginginkan agar REDD juga berperan dalam pengentasan kemiskinan masyarakat sekitar hutan di negara berkembang. Masyarakat sekitar hutan merupakan salah satu pihak yang berhak untuk memperoleh alokasi dari pendapatan tersebut. Peraturan perundangan yang mengatur alokasi pendapatan dari REDD hingga saat ini belum tersedia. Paper ini mengemukakan gagasan mengenai proporsi alokasi pendapatan dari REDD. Upaya .ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pemangku kebijakan dalam menyusun peraturan perundangan yang diperlukan. Proporsi hipotetik alokasi pendapatan yang dikemukakan di sini diupayakan untuk mengakomodir para pihak, antara lain: pemerintah pusat, pemerintah daerah dan masyarakat sekitar hutan. Proporsi hipotetik tersebut merupakan hasil tinjauan terhadap kerangka hukum fiskal yang.tersedia dan azas alokasi benefit.

Kata kunci: degradasi hutan, masyarakat lokal, pengentasan kemiskinan, perubahan iklim Abstract

Deforestation contributed to green house gas emission until 18% of total emission per year. REDD (Reducing Emission from Deforestation and Forests Degradation) is a mechanis/ll developed for reducing green house gas emission from deforesttltion and ./orest degradation Annex 1 countries insist Non Annex 1 countries (developing countries) to implement REDD as wel/ as poverty eradication of local community. Local communi~v is a considered stakeholder to get benefit from deforestation avoided service. On the other hand, the legal status o{ benefit al/ocation mechanism is unavailable. This paper contributed a hypothetical allocutio/l to stakeholders. The stakeholders involve in this mechanism are: national government. local government and local community. The hypothetical proportion has been resulted by an ove/Tiel\' o{ recent legalframework offiscal and benefit al/ocation analysis.

(2)

PENGANTAR Latar Belakang

Pcrubahan iklim telah berkembang menjadi issu global yang banyak mendapat perhatian. REDO (Reducing Emission from Deforestation and Forest Degradation) mcrupakan salah satu mekanisme untuk mengurangi jumlah emisi gas rumah kaea, REDDdimaksudkan untuk mengurangi emisi yang ditimbulkan dari kegiatan deforestasi dan aktifitas-aktifitas yang mengakibatkan hutan terdegradasi. Deforestasi adalah perubahan penggunaan lahan dari hutan menjadi non hutan, sedangkan degradasi hutan adalah penurunan kualitas hutan, Deforestasi disebabkan oleh karena terjadinya konversi hutan untuk penggunaan lain dan degradasi hutan disebabkan oleh illegal logging, kebakaran hutan, over cutting dan perladangan berpindah.

Cikal bakal REDO adalah proposal yang diajukan oleh Santili, et al. (2005) pada konferensi para pihak (Conference of Parties/CoP) ke-ll, di Montreal, Kanada. Mereka mengusulkan suatu mekanisme kompensasi bagi negara berkembang yang mampu meneegah deforestasi dan. degradasi hutan atau mampu mengurangiemisi (reducing emission). Oleh karena itu maka proposalnya dikenal dengan istilah CompensatedReduction (CR). Proposal tersebut diajukan karena peneegahan deforestasi tidak diakomodir dalam mekanisme pengendalian emisi global melalui Clean Development Mechanism (COM) yang telah ditetapkan dalam Kyoto Protocol.

Isu pengurangan cmisi dari deforestasi dan dcgradasi hutan makin menguat sejak Stern (2006) mempublikasikan temuan-nya di dalam The Stern Review, Review tcrsebut mengemukakan bahwa pengurang-an emisi melalui pencegahpengurang-an deforestasi lebih cfisien dibandingkan dengan upaya penycrapankarbon dari atmosfir(sequestration/ sequestrasi) mclalui pen ana man pohon (re(orcstasi). Pencegahan deforestasi dan degradasi hutan dapat menurunkan emisi

lebih besar dibandingkan dengan upaya reforestasi.

Emisi C02 deforestasi dan degradasi hutan mencapai 7,6 Gt per tahun atau 18 % dari total emisi dunia. Sementara itu kemampuan penyerapanC02 dan atmosfirmelalui aforestasi dan reforestasi hanya meneapai 1 Gt per tahun (Baumert, et.a!. 2005 dalam Masripatin, 2007). Jika peneegahan deforestasi dilakukan maka dapat mengurangi emisi gas rumah kaea dalamjumlah beberapa kali lipat dibandingkan reforestasi atau reforestasi.

Para pihak telah menyetujui REDO sebagai salah satu mekanisme pengurangan emisi yang akan dipertimbangkan setelah tahun 2012, dan dinyatakan seeara eksplisit di dalam Bali.Road Map. Bali Road Map adalah dokumen yang disepakati para pihak pada konferensi perubahan iklim ke-13 di Bali pada tahun 2007, Pasea tahun 2007, REDO semakin berkembang dan muneul gagasan-gagasan yang mengharuskan mekanisme REDO dikaitkan seeara langsung dengan program pengentasan kemiskinan masyara-kat sekitar hutan. Laporte, et.al. (2007) mengungkapkan sikap optimis bahwa REDO sangat potensial sebagai sarana pengentasan kemiskinan di negara berkembang. Namun menurut Nepstad et al. (2007), pengentasan kemiskinan dapat dicapai jika pendapatan dari hasil pelaksanaan REDO dimanfaatkan untuk peningkatan pendapatan, peningkatan fasilitas kesehatan, pendidikan dan technical assistance services bagi masyarakat sekitar hutan.

Rumusan Masalah

Mekanisme REDO akan diperjuangkan lebih lanjut pada CoP ke-15 tahun ini di Kopenhagen, Denmark. Permenhut No.: P.30/Menhut-II/2009, merupakan peraturan perundangan yang menjadi dasar hukum pelaksanaan REDO di Indonesia. Namun, peraturan tersebut belum mengatur seeara tegas mengenaialokasi pendapatan dari REDO. Alokasi pendapatan dan pihak-pihak yang dapat memperoleh bagian pendapatan belum diatur.

(3)

100 J. MANUSIA DAN LINGKUNGAN Vol. 17, No.2 Alokasi pendapatan merupakan hal yang

sensitif dan berpotcnsi menjadi sumbcr konflik antara pcmerintah pusat, daerah dan masyarakat. Pcrundangan yangakan mcngaturnya selayaknya dapat menjamin bahwa pendapatantersebut dapat dimanfaatkan untuk mcmbiayai program pengentasan kemiskinan masyarakat sckitar hutan.

Pcrtanyaan yang ingin dijawab dalam paper ini adalah sebagai berikut: (1) Bagaimana alokasi pendapatan dari jasa pengurangan emisi agar dapat menjamin tercapainya tujuan yang diharapkan?, (2) Sejauh mana kerangka hukum yang ada mengakomodir alokasi pendapatan dari hasiljasa pengurangan emisi? Tujuan

Penulisan paper ini bertujuan untuk mem-berikan gambaran proporsi alokasi pendapatan dari hasil pengurangan emisi bagi para pihak.

ANALISIS DAN PEMBAHASAN Mekanisme Transfer

Para pihak yang layak mendapat alokasi pendapatan dari hasil pelaksanaan REDD antara lain pemerintah pusat, pemerintah daerah dan masyarakat sekitar hutan. Bagian dari pendapatan yang dialokasikan kepada pemcrintah pusat dimaksudkan sebagai kompensasi atas upaya pencegahan deforestasi akibat penerapan kebijakan nasional tertentu. Kebijakan pemerintah pusat yang dapat mcnjadi pcmicu laju deforestasi antara lain: kebijakan kcbijakan pemberian ijin konsesi HPH, pcmberian ijin perkebunan, pinjam pakai kawasan hutan sebagai areal per-tambangan. Akan tctapi tcrdapat juga kebijakan pemerintah pus at yang dapat meminimalisir deforestasi, di antaranya: deliniasi dan pengaturan fungsi hutan dan kebijakan penegakan hukum nasional. Pada level daerah/lokal bebcrapa penyebab deforcstasi antara lain: illcgallogging, okupasi lahan hutan. dan konvcrsi area penggunaan lain (apl) mcnjadi lahan pcrkcbunan dan land clearing. Masyarakat seringkali dianggap sebagai faktor pcnyebah cIeforcstasi, sebagai

contoh kcgiatan perladangan berpindah. Akar masalah penyebab deforestasi yang dipicu oleh ketiga para pihak di atas adalah sarna yaitu masalahekonomi.Bagipemerintahpusat adalah kebutuhan dana untuk pembangunan nasional dan sarna halnya bagi pemerintah daerah. Masayarakat juga memerlukan sumberdaya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Oleh karena itu, pencegahan deforestasi berpotensi menghilangkan sumber pendapatan untuk pembangunan ekonomi. Di sinilah perlunya kompensasi terhadap upaya pencegahanl pengurangan deforestasi atau secara umum dikatakan sebagai pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan.

IFCA Consolidation Report Tahun 2008 mengemukakanqua pilihanmekanismetransfer pe!ldapatan dari hasil pelaksanaan REDD. Kedua opsi tersebut antara lain: 1). Insentif dari pembeli diterima oleh pemerintah pusat, sedangkan pemerintah daerah mendapat porsi yg ditentukan oleh pusat; 2). Insentiflangsung dibayarkan kepada pemerintah daerah, dan pemerintah pusat mendapat alokasi yang diperuntukkan untuk kegiatan monitoring.

Gambaran umum alokasi pendapatan REDD yang dapat disimpulkan dari laporan IFCA (2008) disajikan pada Tabel 1. Alokasi pendapatan dibedakannya berdasarkan fungsi kawasan hutan.

Secara urn urn status keterlibatan masyarakat belum diakomodir dengan tegas sebagai salah satu pihak yang perlu mendapat alokasi penerimaan. Hanya pada kawasan konservasi yang sudah mempertimbangkan masyarakat lo\<:alsecara tegas.

Pentingnya menyertakan masyarakat dalam mekanisme perdagangan karbon secara global juga diungkapkan Saunders, ef.al. (2002). Menumt mereka, peluang insentif dari hasil pelaksanaan perdagangan karbon sclayaknya tidak mengeluarkan masyarakat lokal dari sistem yang telah ada. Pendapat terschut dapat diinterpretasikan bahwa masyarakat lokal selayaknya diperhitungkan cIalammempcroleh insentif tcrsebut dan tidak menyingkirkannya dari sistcm pcrdagangan karbon yang akan dibangun.

(4)

Tabel l. Alokasi pendapatan hasil dari pelaksanaan REDD pada berbagai fungsi kawasan hutan

Fungsi Kawasan Hutan Hutan Produksi dapat Oikonversi menjadi APL

Hutan Lindung

Alokasi pendapatan Pemerintah daerah : I 00 %

Pemerintah Pusat (Menhut) Pemerintah Kabupaten

Kawasan Konservasi Pemerintah pusat Lokal partner:

- Masyarakat lokal - Perusahaan

Catatan

Porsiuntukmasyarakatlokalbelumdiakomodir Porsi alokasi untuk masing-masing belum disebutkan secara eksplisit

Peran provinsi belum diakomodir

Alokasi untuk masyarakat lokal juga belum diakomodir

Sudah mengakomodir masyarakat lokal tetapi porsi belum disebutkan

Sumbcr : Oisarikan dari IFCA (2008) Kerangka Hukum Distribusi Fiskal

Distribusi fiskal berdasarkan hierarki pemerintahan telah diatur di dalam UU No.33 Tahun2004 dan PPNo. 55 Tahun2005.Alokasi anggaran menurut peraturan tersebut men-cakup Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK).

Di antara ketiga aturan tersebut, yang memungkinkan untuk dijadikan acuan dalam menentukan alokasi penerimaan dari hasil pelaksanaan REDD adalah DBH. .DBH yang terkait dengan sektor kehutanan mencakup dua hal yaitu DBH IHPH (luran Hak Pengusahaan Hutan) dan DBH PSDH (Provisi Sumberdaya Hutan). Dana bagi hasil dari IHPH diatur sebagai berikut: 20 % Pusat, 16% provinsi, 64 % kabupaten/kota penghasil

Sedangkan dana bagi hasil PSDH, sitetapkan sebagai berikut: 20 % pusat, 16 % provinsi, 32 % kabupaten/kotapenghasil, 32 % dibagikan kepada kabupaten/kota lain di prov bersangkutan dengan proporsi yang sarna.

Tampaknya alokasi penerimaan dari REDD tidak dapat mengadopsialokasi menurut pertaturan di atas secara utuh. Pertimbanganya adalah karena apabila mengacu kepada aturan terse but tidak ada jaminan proporsi yang diterima pemerintah kabupaten sebesar 32 °lr.digunakan untuk membiayai program kOl1scrvasihutan terlebih untuk membiayai program pcngentasan kemiskinan pada

masyarakat sekitar hutan.

Salah satu prinsip yang digunakan dalam penghitungan DAU yaitu prinsip relevan (relevance) dengan tujuan (Panggabean, et.al.

1999) juga dapat dipedomani dalam alokasi DBH penerimaan hasil pelaksanaan REDD. Prinsip relevan dengan tujuan mengandung makna bahwa pemanfatan dana yang diperoleh dari REDD harus sesuai dengan tujuan awal pelaksanaanprogram tersebut. REDD memiliki tujuan pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi, serta pengentasan kemiskinan masyarakat yang memiliki ketergantungan terhadap hutan. Oleh karena itu maka dana yang diperoleh dialokasikan untuk program konservasi hutan dan program perlingkatan pendapatanmasyarakatmiskin yang tergantung terhadap sumberdaya hutan.

Alokasi Pedapatan Hipotetik

Dengan tetap mengacu kepada DBH PSDH, penulis mencoba membuat sebuah alokasi penerimaan hipotetik dengan proporsi sebagaiberikut: alokasi untuk pemerintah pusat 20 %, provinsi 16 %, kabupaten 32 % dan masyarakat32%.Alokasiyangdiberikankepada pemerintahkabupaten sebesar 32 % selayaknya dipergunakan untuk pembiayaan program konservasi hutan dan 32 % yang diterima oleh masyarakat sekitar hutan dipergunakan untuk membiayai program-program peningkatan pendapatan mereka.

(5)

102 1. MANUSIA DAN LINGKUNGAN Vol. 17, No.2 Alokas'ipenerimaan hipotetik ini tentunya

pertu diuji, untuk mengetahui apakah proporsi terscbut bisa ditcrima para pihak (masyarakat sckitar hutan, pemcrintah baik pusat maupun dacrah) atau masih perlu penyesuaian agar bisa ditcrima semua pihak.

Pcncrimaan REDD juga selayaknya dapat menjaga keberlanjutan (sustainability) pcndapatan masyarakat dan kelestarian hutan. Saunders et.a/. (2002) juga mengungkapkan bahwa bahwa alokasi penerimaan dari mckanisme perdagangan karbon harns dapat dipcrtanggungjawabkan kepada publik (mcngacu kepada prinsip akuntabilitas (accountability).

KESIMPULAN

Masyarakat sebagai pihak yang memiliki ketergantungan terhadap hutan juga belum dipertimbangkan sebagai pihak yang perlu mendapat alokasi langsung dari penerimaan REDD.

Berdasarkan kerangkan hukum yang ada, maka alokasipenerimaan dari hasil pelaksanaan REDD dapat mengacu kepada mekanisme DBH dari sumberdaya hutan terntama DBH PSDH berdasarkan UU No. 33 Tahun 2004 dan PP No. 55 Tahun 2005. Oleh karena di dalam mclakukan kajian alokasi penerimaan ini pcnmdang-undangan yang tclah ada masih relcvan sebagai bahan pertimbangan.

Alokasipendapatan hipotetisdikemukakan scbagaibahan pertimbangandalam penyusunan pertaturan perundangan yang diperlukan. Proporsi pendapatan hipotetis mengacu kepada kcrangka hukum fiskal yang tersedia dan prinsip-prinsip alokasi pendapatan.

DAFTAR PUSTAKA

Indonesia Forest Carbon Alliance. 2008. Consolidation Report: Reducing EmissionsFromDeforestationand Forest Degradation in Indonesia. Ministry of Forestry Republic of Indonesia. Jakarta.

Laporte, N., F. Merry, A. Baccini, S. Goetz, J. Stabach, dan M. Bowman. Reducing C02 Emissions from Deforestation and Degradation in The Democratic Republic of Congo: A First Look. Dipresentasikan pada United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) Conference of Parties 13th, 3 - 14 December 2007, di Bali, Indonesia.

Masripatin, N. 2007. Apa itu REDD: Reducing Emissions from Deforestation and Degradation in Developing Countries: Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Kehutanan. Jakarta. Nepstad, D., F. Merry, H.O. Rodrigues, S.

SchwartzI1?-an,O. Almeida, S. Rivero. 2007.The Costsand Benefitsof Reducing Carbon Emissions from Deforestation and Forest Degradation in The Brazilian Amazon. Dipresentasikan pada United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) Conference of Parties 13th, 3 - 14 December 2007, di Bali, Indonesia.

Panggabean, A.T.P., B.R. Mahi, M.P.H. Panggabean, dan B.P.S. Brodjonegoro.

1999. Distribusi Dana Alokasi Umum (DAU): Konsep dan Formula Alokasi. Laporan Akhir. Kerjasama IUC-EconomicsUI dengan ResearchTriangle Institute-North Carolina, Departemen Keuangan Republik Indonesia dan USAID.

Santilli, M., Moutinho, P., Schwartzman, S., Nepstad, D., Curran, L., Nobre, C. 2005. Tropical deforestation and the Kyoto Protocol: an editorial essay. Climatic Change 71: 267-276.

Saunders, L.S., R.H. Tenison, dan I.R. Swingland. 2002. Social Capital from Carbon Property: Creating Equity for Indigenous People. Phil. Trans. Royal Society (360): 1763-1775

Stern, Nicholas. 2007. The Economics of Climate Change: The Stern Review. Cambridge, UK: Cambridge University Press.

Gambar

Tabel l. Alokasi pendapatan hasil dari pelaksanaan REDD pada berbagai fungsi kawasan hutan

Referensi

Dokumen terkait

Kawasan resapan air sangat penting untuk mengurangi limpasan permukaan yang masuk ke drainase, namun maraknya pembangunan perumahan mengakibatkan rusaknya kawasan resapan air

Pembelajaran terbimbing dilaksanakan pada tanggal 27 Agustus 2012 sampai dengan tanggal 11 September 2012. Pembelajaran terbimbing dilaksanakan dengan bimbingan guru

Di dalam sistem ini pula dapat kita simpulkan bahawa sistem ekonomi Sosialis ini memberikan hak kebebasan terhadap individu untuk berekonomi, akan tetapi kesemua hasil sumber

(2) Tunjangan yang dimaksud dalam pasal 1 peraturan ini diberikan kepada Veteran Pejuang Kemerdekaan Republik Indonesia yang menjadi tidak cakap bekerja karena cacat fisik atau

Berdasarkan hasil penelitian pengaruh family control terhadap profitabilitas dan nilai perusahaan pada perusahaan sektor barang konsumsi dapat ditarik kesimpulan bahwa

Tingginya simpanan anggota CU Mandiri di Kabupaten Serdang Bedagai turut memberikan kontribusi terhadap peningkatan jumlah deviden kepada anggota sehingga

Hasil analisis elektroforesis plasma darah itik Magelang kalung sempit dan sedang di Satker itik Banyubiru Ambarawa, ditemukan keragaman genetik pada populasi

Mermoz et al., High density chip-to-wafer integration using self-assembly on the performances of directly interconnected structures made by direct copper/ oxide bonding, IEEE