• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Model Bimbingan Kelompok dengan Teknik Peer Group dalam Meningkatkan Perilaku Disiplin Merokok

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Penerapan Model Bimbingan Kelompok dengan Teknik Peer Group dalam Meningkatkan Perilaku Disiplin Merokok"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN MODEL BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK

PEER

GROUP

DALAM MENINGKATKAN PERILAKU DISIPLIN MEROKOK

Arief Rachman

e-mail: arief_pls08@yahoo.co.id

Pendidikan Luar Sekolah Universitas Negeri Jakarta

Jalan Rawamangun Muka Jakarta Timur 13220

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran empiris mengenai penerapan model bimbingan kelompok dengan teknik peer group dalam meningkatkan perilaku disiplin merokok pada remaja di Panti Sosial Bina Remaja Bambu Apus Jakarta Timur. Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimen sederhana, dengan pendekatan one-group pretest-postest design, Penelitian ini dilaksanakan terhitung dari bulan September sampai dengan Desember 2012. Subjek penelitian ini adalah remaja yang menjadi binaan di PSBR Bambu Apus, Angkatan 72 yang berjumlah 7 orang. Hasil dari penerapan bimbingan kelompok ini diperoleh melalui pre test dan post test terhadap hasil bimbingan kelompok terjadi peningkatan sebesar 19,52 atau 33, 23%. Kesimpulan penelitian ini adalah bahwa penerapan model bimbingan kelompok dengan teknik peer group terbukti mampu meningkatkan perilaku disiplin merokok pada remaja di Panti Sosial Bina Remaja Bambu Apus Jakarta Timur.

Kata-kata kunci: bimbingan kelompok, peer group, perilaku disiplin merokok.

Abstract: This research aims at discovering empirical description of the implementation of group counselling with peer group technique in improving the smoking behavior of female juveniles in Panti Sosial Bina Remaja (PSBR) Bambu Apus, Jakarta Timur. The research conducted as from September through December 2012 was a simple experiment with one group pretest-post test design. The research subjects are seven juveniles supervised by PSBR Bambu Apus, Batch 72. The result of the group counselling was achieved by pre-test and post-test showing the improvement of 19.52 or 33.23 %. The research concluded the implementation of group counselling with peer group technique proves the improvement of smoking behavior of juveniles in PSBR Bambu Apus, Jakarta.

Keywords: group counselling, peer group, smoking behavior.

IMPLEMENTATION OF GROUP COUNCELLING MODEL WITH PEER

GROUP TECHNIQUE TO IMPROVE SMOKING BEHAVIOR

PENDAHULUAN

Sebagian orang berpendapat bahwa masa muda adalah masa yang paling indah dan nikmat serta penuh kegembiraan. Memang tidaklah salah, tetapi dikatakan benar seluruhnya adalah tidak mungkin, masalahnya tergantung dari segi memandangnya. Jika dilihat dari kemauannya yang tanpa dikaitkan dengan masa depan, ia bebas berhura-hura, bermewah-mewah tanpa harus memeras keringat bagaimana mencari rupiah demi rupiah guna memenuhi kebutuhan sehari-harinya ia sambil merayu dan di bubuhi alasan, jika tidak ditiruti dia akan pergi dari rumah (minggat).

Tetapi jika memandang dari sudut yang berkaitan dengan masa depan remaja itu sendiri sarat tanggung jwab yang akan dipikul. Maka masa remaja lebih dapat disebut masa yang paling

berat, penuh tantangan, ia harus bekerja lebih berat, memanfaatkan setiap waktu yang dimiliki, ia harus memperhatikan mental rohaniah aqliyah, fisik jasmaniah untuk memproses regenerasi yang pasti menghampirinya. Fisik tubuh, makanan bergizi, intelektual menghayati ilmu pengetahuan dan mental santapan rohani yang berisi norma tata nilai yang abadi dan luhur, fisik dilatih dengan penghayatan dan pengalaman religi hingga latihan terakhir ini bisa mengilhami seluruh sikap dan tingkah lakunya.Oleh karena itu, masa remaja merupakan masa dimana memulai kehidupan yang sangat penting. Karena di dalam masa remaja, perkembangan fisik, sosial, agama, dan lain-lain dimulai untuk membentuk suatu jati diri mereka masing-masing. Sehingga berbagai aspek dalam kehidupan akan sangat berpengaruh

(2)

dalam proses pembentukan jati diri para remaja, salah satunya yaitu faktor ekonomi.

Pada saat sekarang ini masih banyak remaja yang berada di bawah tingkat ekonomi menengah ke bawah. Data ini dapat dilihat dari jumlah angka kemiskinan yang dikeluarkan oleh BPS pada bulan September tahun 2011 yang menyebutkan bahwa orang miskin yang terdapat di Indonesia berjumlah 29, 89 Juta Jiwa atau (12, 36% dari jumlah penduduk di Indonesia). Hal tersebut mengakibatkan banyaknya remaja yang tidak dapat mengenyam dunia pendidikan ataupun putus sekolah di tengah jalan karena ketidakmampuan membayar biaya sekolah yang sangat tinggi.

Sulitnya remaja dalam mencari pekerjaan menyebabkan para remaja bekerja menjadi pengamen, mencuri, menjual narkoba, dan lain-lain. Pekerjaan-pekerjaan itu merupakan pekerjaan yang seharusnya tidak mereka lakukan. Dengan pekerjaan yang seperti itu, maka di dalam bergaulpun para remaja bergaul dengan remaja-remaja yang bermasalah juga. Sehingga akhirnya para remaja tersebut melakukan kenakalan-kenakalan yang seharusnya tidak dilakukan seperti merokok, mabuk, narkoba, mencuri, seks bebas, dan lain-lain.

Melihat kompleksnya masalah para remaja pada saat sekarang ini, maka perlu ada upaya untuk membina dan mengembangkan kualitas hidup mereka menjadi lebih baik. Apabila tidak orang atau lembaga yang mau menampung dan membina serta memberdayakan mereka, maka peneliti yakin bahwa bangsa ini kedepannya akan menjadi bangsa yang tertinggal dengan bangsa lain karena tidak memiliki penerus bangsa yang berkualitas.

Upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah remaja tersebut dapat dilakukan oleh setiap orang, lembaga, dan unsur pemerintahan. Apalagi pemerintah, di dalam UUD 1945 Pasal 34 ayat 1 disebutkan “fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara. Oleh sebab itu pemerintah mempunyai kewajiban di dalam mengembangkan, membina, dan memberdayakan para remaja yang memang hidup di bawah garis kemiskinan, terlantar, ataupu bermasalah.

Salah satu kegiatan pemberdayaan bagi remaja miskin, bermasalah, terlantar, dan putus sekolah dapat dilakukan melaui pendidikan non formal/ pendidikan luar sekolah. Pendidikan non formal menurut UU Sisdiknas No 20 Tahun

2003 dalam pasal 1 yaitu: “Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapatdilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Selanjutnya pada pasal 26 ayat 1 disebutkan, “Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat”.

Dalam merealisasikan pemberdayaan bagi para remaja terlantar dan putus sekolah melalui satuan pendidikan nonformal, maka Pemerintah Indonesia mengeluarkan suatu ketentuan yaitu Keputusan Menteri Sosial RI No.HUK 3-3-8/239 tahun 1974 tentang panti asuhan, yang menyatakan bahwa panti asuhan sebagai yayasan sosial yang mempunyai peran dan fungsi sebagai tempat yang memberikan jaminan kesejahteraan kepada anak-anak panti yang berstatus yatim, piatu, yatim dan piatu, keluarga yang retak dan tidak mampu meliputi pembiayaan, pembinaan dalam pendidikan anak asuhnya.

Salah satu lembaga panti yang menyelenggara-kan pendidimenyelenggara-kan luar sekolah atau nonformal yang dibentuk pemerintah melalui Kementerian Sosial adalah Panti Sosial Bina Remaja. Panti Sosial Bina Remaja (PSBR) itu sendiri dalam glosarium penyelenggaraan kesejahteraan sosial yang di keluarkan oleh kementerian sosial adalah panti sosial yang mempunyai tugas memberikan bimbingan, pelayanan dan rehabilitasi bagi anak terlantar putus sekolah agar mampu mandiri dan berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat.

Para remaja yang sudah terdaftar nantinya akan mendapatkan fasilitas berupa sistem rumah asuh (cottage system), serta remaja harus mengikuti kegiatan Bimbingan Sosial, Psikososial, fisik, mental, keterampilan, dan juga pendidikan kesetaraan. Setiap remaja wajib mengikuti kegiatan-kegiatan tersebut dengan rutin dan dengan waktu yang sudah diatur dan ditetapkan oleh pihak PSBR.

Kegiatan-kegiatan yang di berikan oleh PSBR terhadap para remaja merupakan fungsi dari pendidikan luar sekolah. Adapun fungsi tersebut yaitu sebagai pelengkap, pengganti dan penambah. Fungsi pelengkap dapat dilihat dari kegiatan bimbingan sosial, fisik, dan mental. Fungsi pengganti dapat dilihat dari kegiatan bimbingan sosial dan pendidikan kesetaraan yang di diberikan

(3)

oleh PSBR. Kemudian untuk fungsi penambah dapat dilihat dari kegiatan keterampilan.

Dari berbagai kegiatan atau program yang diberikan oleh PSBR di atas, tujuan utamanya yaitu memberikan perubahan kepada para remaja baik perubahan sikap, perilaku, kehidupan sosial, dan bahkan pendidikan. Akan tetapi, tidak tidak semua para remaja mengikuti kegiatan yang diberikan secara maksimal. Hal tersebut dikarenakan terdapatnya beberapa remaja yang susah diatur sehingga para remaja tersebut hanya sekedar ikut kegiatan yang dilakukan tanpa menerapkan hasil belajarnya pada kehidupan sehari-hari.

Beberapa remaja yang memang tidak mengikuti kegiatan di PSBR dengan sungguh-sungguh mengakibatkan tidak adanya perubahan yang terjadi. Di tambah lagi dengan karakter para remaja yang memang suka dengan tantangan dan selalu ingin mencoba-coba, sehingga terdapat beberapa remaja yang melakukan tindakan indisipliner dengan melanggar beberapa aturan yang sudah dibuat oleh PSBR. Tabel 1 berikut ini mengenai data bentuk tindakan indisipliner remaja yang dilakukan di PSBR.

Tabel 1. Bentuk dan Jumlah Remaja Yang Melakukan Tindakan Indisipliner

No Bentuk Tindakan Indisipliner Jumlah remaja yang melakukan pelanggaran Keterangan 1 Merokok dalam tempat dan waktu yang dilarang dalam tata tertib

7 orang Masih dalam proses pembinaan

2 Narkoba 1 orang Keluar 3 Perkelahian 2 orang Sudah selesai

dalam pembinaan

Dari tabel 1 dapat dilihat bahwa pelanggaran atau tindakan indisipliner yang paling banyak dilakukan yaitu pada peraturan dilarang merokok dengan jumlah tujuh orang. Kemudian untuk perilaku indisipliner memakai narkoba hanya terdapat 1 orang dan itu pun langsung dikeluarkan oleh pihak PSBR. Kemudian untuk masalah perkelahian hanya terdapat 2 orang dan sudah selesai dilakukan pembinaan.

Proses pembinaan yang dilakukan oleh pihak PSBR terhadap remaja yang melanggar aturan/ tata tertib yaitu dengan dilakukan case confrence atau melakukan sidang dengan memanggil remaja yang

melakukan tindakan indisipliner. Pada cara tersebut, remaja yang melakukan tindakan indisipliner diberikan arahan oleh para staf PSBR khususnya staf rehabilitasi sosial.

Akan tetapi, meskipun setelah dilakukan pembinaan dengan cara case conference tetap saja para remaja tersebut melakukan tindakan indisipliner melanggar aturan dilarang merokok karena menurut mereka cara pembinaan yang diberikan oleh PSBR melalui case conference tidak dapat merubah perilaku tidak disiplin mereka. Para remaja tersebut sangat tidak suka dengan proses case conference yang dilakukan.

Masalah tersebut di atas, menjadi bahan pertimbangan bagi peneliti sehingga tertarik mengangkat tema tentang penerapan model bimbingan kelompok bagi para remaja yang melakukan tindakan indisipliner/ perilaku tidak disiplin di PSBR. Alasannya yaitu karena pembinaan para remaja bermasalah tersebut melalui bimbingan kelompok merupakan suatu upaya yang dapat mengoptimalkan sebuah proses pembinaan yang sebelumnya tidak dapat optimal melalui kegiatan case conference.

Penerapan model bimbingan kelompok pada kegiatan pembinaan yang diberikan untuk para remaja bermasalah tersebut peneliti fokuskan lagi pada kegiatan bimbingan kelompok dengan teknik peer group. Penerapan model ini dipilih peneliti karena memuat pronsip-prinsip yang sesuai dengan kebutuhan para kegiatan pembinaan dan karakteristik sasaran yaitu para remaja.

Bimbingan kelompok merupakan upaya bantuan untuk dapat membahas topik atau permasalahan peserta didik dengan memanfaatkan dinamika kelompok. Dengan demikian, dapat dikatakan bimbingan kelompok adalah salah satu pengalaman melalui pembentukan kelompok yang khas untuk keperluan pelayanan bimbingan (Winkel: 2009). Pendapat lain menyatakan bahwa bimbingan kelompok merupakan proses pemberian bantuan yang diberikan pada individu dalam situasi kelompok. Bimbingan kelompok ditujukan untuk mencegah timbulnya masalah pada siswa dan mengembangkan potensi siswa (Romlah: 1989).

Kesuksesan bimbingan kelompok sangat dipengaruhi oleh sejauhmana keberhasilan tujuan yang akan dicapai dalam bimbingan kelompok yang diselenggarakan. Adapun tujuan bimbingan kelompok yaitu: (a) mampu berbicara di muka orang

(4)

banyak; (b) mampu mengeluarkan pendapat, ide, saran, tanggapan, perasaan, dan lain sebagainya kepada orang banyak; (c) belajar menghargai pendapat orang lain; (d) bertanggung jawab atas pendapat yang dikemukakannya; (e) mampu mengendalikan diri dan menahan emosi (gejolak kejiwaan yang bersifat negatif); (f) dapat bertenggang rasa; (g) menjadi akrab satu sama lainnya; serta (h) membahas masalah atau topik-topik umum yang dirasakan atau menjadi kepentingan bersama. Dalam pelaksanaannya, bimbingan kelompok memiliki asas-asas yang harus diperhatikan, yaitu (1) asas kerahasiaan, (2) asas keterbukaan, (3) asas kesukarelaan, (4) asas kenormatifan (Prayitno: 1995).

Peranan anggota kelompok yang hendaknya dimainkan oleh anggota kelompok agar dinamika kelompok benar-benar dapat diwujudkan seperti yang diharapkan adalah sebagai berikut. Pertama, membantu terbinanya suasana keakraban dalam hubungan antaranggota kelompok. Kedua, mencurahkan segenap perasaan dalam melibatkan diri dalam kegiatan kelompok. Ketiga, berusaha agar yang dilakukannya itu membantu tercapainya tujuan bersama. Keempat, membantu tersusunnya aturan kelompok dan berusaha mematuhinya dengan baik. Kelima, benar-benar berusaha untuk secara efektif ikut serta dalam seluruh kegiatan kelompok. Keenam, mampu mengkomunikasikan secara terbuka. Ketujuh, berusaha membantu anggota lain. Kedelapan, memberikan kesempatan kepada anggota lain untuk juga menjalani perannya. Kesembilan, menyadari pentingnya kegiatan kelompok tersebut.

Bimbingan kelompok dalam pelaksanaannya melalui beberapa tahap. Tahapan-tahapan di sini bukanlah suatu tahapan yang mempunyai fase yang berbeda-beda dan terpisah, namun merupakan fase yang saling berhubungan. Pada pelaksanaan eksperimen bimbingan kelompok ini adalah mengacu pada tahap-tahap bimbingan kelompok yang dikemukakan oleh Prayitno dan beberapa pakar bimbingan kelompok yang meliputi empat tahap yang sebelumnya diawali dengan tahap permulaan atau tahap awal untuk mempersiapkan anggota kelompok. Tahap-tahap tersebut yaitu tahap pembentukan, tahap peralihan, tahap kegiatan dan tahap pengakhiran.

Pada hakekatnya manusia disamping sebagai makhluk individu juga sebagai makhluk sosial yang

dituntut adanya saling berhubungan antara sesama dalam kehidupannya. Individu dalam kelompok sebaya (peer group) merasakan adanya kesamaan satu dengan yang lainnya seperti dibidang usia, kebutuhan dan tujuan yang dapat memperkuat kelompok itu.

Peer group merupakan suatu kelompok yang anggotanya mempunyai persamaan usia dan status posisi sosial. Remaja akan masuk dalam lingkungan kelompok yang memiliki usia, status dan posisi sosial yang sama. Kesamaan ini akan membuat seorang remaja lebih mudah dalam merasakan, mengerti, dan menumbuhkan rasa toleransi antara anggota satu dengan yang lain. Mereka juga akan saling bertukar pengalaman yang dimiliki antara satu dengan yang lainnya (Santosa: 1993).

Sebagaimana kelompok sosial yang lain, maka peer group juga mempunyai fungsi antara lain: (a) mengajarkan kebudayaan, (b) mengajarkan mobilitas sosial, (c) membantu peranan sosial yang baru, (d) sebagai sumber informasi bagi orangtua dan guru bahkan untuk masyarakat, serta (e) dapat mencapai ketergantungan satu sama lain (Santosa: 1993). Dengan adanya kelompok sosial seperti peer group tersebut akan memberikan ruang dan waktu kepada individu untuk berubah dan berkembang sesuai dengan tingkat usia dan perkembangan pribadinya dalam aspek kehidupan sosialnya. Mereka akan mengalami perubahan dalam berbagai hal yang memungkinkan untuk berperan menjadi lebih luas dalam kehidupan kelompok sosialnya yang ditandai dengan perubahan.

Dari dua pengertian di atas, maka kegiatan bimbingan kelompok dengan teknik peer group, dapat diartikan memanfaatkan dinamika kelompok, dalam mengembangkan diri remaja khususnya dalam meningkatkan perilaku disiplin. Dalam hal ini anggota kelompoknya adalah kelompok teman sebaya/ peer group tersebut. Adapun bentuk kegiatan yang akan dilaksanakan adalah sesuai dengan bentuk dan tahapan-tahapan dalam kegiatan bimbingan kelompok, akan tetapi yang berperan aktif menjadi anggota dan pemimpin kelompokdan sekaligus menjalankan kegiatan bimbingan kelompok ini adalah bagian dari anggota kelompok atau peer group itu sendiri. Prosedur dalam kegiatan bimbingan kelompok ini ialah dengan memilih dan memberikan arahan kepada satu orang remaja yang menjadi pemimpin diambil dari peer group tersebut yang dianggap lebih baik

(5)

dan mampu dari anggota kelompok yang lain untuk menjadi pemimpin kelompok pada awal kegiatan dan sekaligus melaksanakan kegiatan bimbingan kelompok dalam memberikan bantuan, arahan dan motivasi kepada anggota kelompok yang lain.

Dengan demikian, bentuk kegiatan yang akan dilaksanakan dalam penelitian ini ialah pelaksanaan kegiatan layanan bimbingan kelompok yang akan dilaksanakan oleh peer group dalam memberikan bantuan dan pembahasan topik/ persoalan dalam hal ini ialah peningkatan perilaku disiplin terhadap tata tertib khususnya mengenai untuk tidak merokok pada waktu dan tempat yang sudah ditentukan oleh PSBR. Sedangkan jenis kegiatan bimbingan kelompok ini ialah jenis bimbingan kelompok diskusi dengan materi yang sudah dipersiapkan oleh peneliti yaitu mengenai materi yang mengarah pada peningkatan perilaku disiplin remaja PSBR yang melanggar tata tertib.

Perilaku disebut juga dengan perbuatan terbuka (overt) yaitu perilaku yang dapat diamati dan perbuatan tertutup (covert) yaitu perilaku yang tidak dapat diamati dan hanya berupa pemikiran-pemikiran saja. Perilaku terbuka dan perilaku tertutup diasumsikan dapat dikendalikan oleh lingkungan eksternal (Sarwono: 2005). Perilaku merokok merupakan aktifitas menghisap rokok, sedangkan rokok sendiri adalah gulungan tembakau yang berbalut dengan nipah atau kertas (Purwadarminta: 1995). Pendapat lain mengatakan bahwa perilaku merokok adalah menghisap asap tembakau yang dibakar ke dalam tubuh dan menghembuskannya kembali keluar. Dilihat dari banyaknya rokok yang dihisap, perilaku merokok dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu (a) perokok berat yang menghisap lebih dari 15 batang rokok dalam sehari, (b) perokok sedang yang menghisap 5-14 batang rokok dalam sehari, dan (c) perokok ringan yang menghisap 1-4 batang rokok dalam sehari (Nasution: 2007).

M e r o k o k m e r u p a k a n p e r i l a k u y a n g berbahaya bagi kesehatan, tetapi masih banyak orang yang melakukannya. Bahkan orang mulai merokok ketika mereka masih remaja. Sejumlah studi menegaskan bahwa kebanyakan perokok

mulai merokok antara umur 11 dan 13 tahun dan 85% sampai 95% sebelum umur 18 tahun (Nasution: 2007). Perilaku disiplin merokok merupakan aktivitas menghisap atau menghirup asap rokok dengan menggunakan pipa atau rokok yang dilakukan pada waktu dan tempat yang diperbolehkan oleh suatu lembaga atau institusi. Artinya para perokok tidak sembarangan dalam melakukan aktivitas merokoknya karena dapat mengganggu kegiatan atau mengganggu aktivitas orang lain.

Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini dipilih oleh peneliti karena bimbingan kelompok dengan teknik peer group memiliki relevansi yang kuat dengan bidang kajian Pendidikan Luar Sekolah. Hal ini karena bimbingan kelompok dengan teknik peer group berkaitan dengan mata kuliah ke-PLS-an seperti kajian dari mata kuliah Dinamika Kelompok, Perencanaan Program PLS, Pendidikan Generasi Muda, Intervensi Sosial, Perubahan Perilaku Individu Dalam Masyarakat, Komunikasi Sosial, Problem sosial dan penyimpangan sosial, manusia dan perubahan sosial, dan pembentukan sikap sosial.

Pentingnya mengangkat kajian tentang penerapan model bimbingan kelompok dengan teknik peer group ini diharapkan dapat merubah perilaku para remaja, khususnya perilaku disiplin merokok. Selain itu bimbingan ini juga diharapkan dapat mengembangkan perilaku disiplin remaja tidak hanya pada masalah merokok akan tetapi pada masalah-masalah lainnya yang berkaitan dengan kehidupannya baik pribadi maupun sosial. Dengan demikian, rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu: Apakah penerapan Penerapan model bimbingan kelompok dengan teknik peer group mampu meningkatkan perilaku disiplin merokok pada remaja di Panti Sosial Bina Remaja Bambu Apus Jakarta Timur?”.

Penelitian ini merupakan sebuah karya inovatif berupa penerapan model bimbingan kelompok dengan teknik peer goup dengan tujuan untuk meningkatkan perilaku disiplin merokok pada remaja di PSBR. Selain itu, tujuan penelitian ini adalah mendapatkan gambaran mengenai penerapan model bimbingan kelompok dengan teknik peer group pada remaja di PSBR.

METODE PENELITIAN

Berdasarkan paradigma yang digunakan, penelitian ini yaitu termasuk dalam penelitian positivistik atau penelitian kuantitatif. Penelitian pembuatan model inovatif ini menggunakan metode

penelitian eksperimen sederhana (pre-eksperimen) simple test dengan desain one-group pre test-post test. Penelitian pembuatan modell inovatif ini menggunakan metode penelitian eksperimen

(6)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Salah satu lembaga yang menyelenggarakan pembinaan, dan pemberdayaan bagi para remaja yang putus sekolah, tidak mempunyai pekerjaan, dan juga memiliki masalah sosial adalah lembaga Panti Sosial Bina Remaja Bambu Apus Jakarta Timur yang merupakan satuan tugas dari Kementerian Sosial Republik Indonesia. PSBR ini didirikan pada tahun 1974 dan sudah menghasilkan angkatan sebanyak 72 angkatan.

Di dalam menjalankan fungsi dan tugasnya yaitu membina dan memberdayakan para remaja tersebut, maka PSBR memiliki berbagai program atau kegiatan yang diperuntukan bagi para remaja tersebut. Adapun kegiatan atau program tersebut yaitu bimbingan sosial (remaja dan permasalahan, kewirausahaan, etika sosial, melamar pekerjaan,

komunikasi antar relasi, kepemimpinan, perubahan perilaku, kesehatan reproduksi, bimbingan hidup bermasyarakat), bimbingan fisik (olahraga: futsal, voli, dll), bimbingan spiritual (agama), dan keterampilan (las, elektro, bengkel, menjahit, dan salon).

Upaya-upaya tersebut terus dilakukan oleh pihak PSBR untuk merubah kehidupan sosialnya menjadi lebih baik salah satunya memiliki perilaku disiplin, kemudian supaya para remaja memiliki keterampian yang dapat di gunakan dan dimanfaatkan dalam kehidupannya, dan juga memiliki akhlak yang mulia yang sesuai dengan ajaran agama masing-masing.

Namun dalam prosesnya, masih saja terdapat para remaja yang melakukan berbagai macam tindakan indisipliner atau perilaku tidak disiplin. sederhana (pre-eksperimen) simple test dengan

desain one-group pre test-post test. Desain metode ini dipergunakan untuk mengukur variabel hasil bimbingan kelompok dari hasil perilaku disiplin dengan pertimbangan bahwa hasil dari penelitian dapat diketahuii secara akurat karena dapat langsung dibandingkan dengan keadaan sebelum diberi perlakuan. Desain ini dapat dirumuskan seperti tersaji pada tabel 1.

Tabel 2. One Group Pre Test-Post Test Design

Pre test Treatment Post test

O1 X O2

Keterangan :

O1 = Pengukuran Awal (pre test) O2 = Pengukuran Akhir (post test)

X = Penerapan Model bimbingan kelompok dengan teknik peer group.

O2 – O1 = Pengaruh bimbingan kelompok dalam meningkatkan perilaku disiplin merokok

Penelitian ini berlangsung selama 6 (enam) bulan terhitung dari Agustus sampai dengan Desember 2012 di Panti Sosial Bina Rema Bambu Apus Jakarta Timur. Pengambilan lokasi atas beberapa pertimbangan di antaranya adalah (a) adanya sasaran kajian pada penelitian, yaitu para remaja yang terdapat di PSBR yang selalu melakukan tindakan indisipliner tata tertib dilarang merokok; (b) tempat yang strategis untuk dijadikan penelitian sehingga memudahkan peneliti untuk melakukan penelitian; dan (c) respon yang positif atas kegiatan penelitian yang dilakukan oleh peneliti dari Kepala

dan Staff PSBR. Prosedur penelitian ini meliputi: (a) identifikasi, (b) penentuan masalah, (c) penentuan program, (d) aktivitas bimbingan kelompok dengan teknik peer group, serta (e) pengolahan dan analisis data.

Populasi dalam penelitian ini adalah peserta didik yang terdapat di Panti Sosial Bina Remaja Bambu Apus Jakarta Timur yang berjumlah 120 orang. Sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan menggunakan teknik purposive sampling dengan orang-orang yang terpilih betul oleh peneliti menurut ciri-ciri spesifik yang dimiliki oleh sampel itu. Adapun pertimbangan peneliti menggunakan teknik ini yaitu, peneliti hanya mengambil remaja yang selalu melakukan tindakan indisipliner merokok yang sedang dalam tahap rehabilitasi. Dari pertimbangan tersebut maka jumlah sampel atau responden dalam penelitian ini berjumlah 7 (tujuh) orang.

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan instrumen berupa (a) angket/kuesioner, (b) observasi/pengamatan, (c) tes hasil belajar, dan (d) dokumentasi. Dalam upaya untuk memperoleh data yang valid, maka peneliti menggunakan beberapa langkah sebagai berikut. Pertama, menyusun konsep instrumen dengan menggunakan skala Likert dalam bentuk daftar angka 1 sampai dengan 5 sebagai pilihan jawabannya. Setiap pendapat yang diberikan responden melalui angket selanjutnya diberikan nilai sesuai dengan skala Likert. Kedua, melakukan uji validitas dengan menngunakan rumus korelasi Product Moment dan reliabilitas instrumen dengan menggunakan rumus Alpha

(7)

Beberapa tindakan indispliner yang dilakukan oleh para remaja yaitu mencuri, meminum autan sebagai sarana untuk mabuk, pacaran, dan merokok.

Para remaja yang melakukan tindakan indisipliner atau perilaku disiplin, langsung diberikan tindakan pembinaan khusus oleh pihak PSBR. Adapun pembinaan yang dilakukan yaitu melalui case conference (konferensi kasus). Dimana remaja yang bermasalah di panggil oleh staff PSBR yang jumlahnya labih dari 5 orang.

Dari berbagai masalah para remaja yang dilakukan di PSBR, masih terdapat masalah/ tindakan indisipliner yang sulit untuk diselesaikan yaitu mengenai merokok di waktu dan tempat yang dilarang oleh PSBR. Dari hasil identifikasi masalah yang dilakukan oleh peneliti, para remaja yang sudah mendapatkan pembinaan melalui case conference (konferensi kasus) merasa bahwa mereka merasa sangat tertekan pada saat proses kegiatan tersebut. Sehingga tidak dapat merubah pola pikir dan kemauan para remaja di dalam berprilaku disiplin khususnya merokok.

Fakta tentang permasalahan di atas mendorong peneliti untuk menemukan suatu alternatif solusi, yaitu perlu adanya suatu model pembinaan yang dapat membina remaja yang berprilaku tidak disiplin khususnya merokok. Melalui model pembinaan ini, para remaja akan memiliki motivasi yang tinggi di dalam meningkatkan perilaku disiplinnya khususnya merokok.

Adapun model pembinaan yang akan diterapkan oleh peneliti yaitu bimbingan kelompok dengan teknik peer group sebagai alternatif solusi bagi para remaja yang melakukan tindakan indisipliner dalam meningkatkan perilaku disiplinnya khususnya perilaku disiplin merokok. Sebagaimana yang dipaparkan di atas, penerapan model bimbingan kelompok dengan teknik peer group ini didasarkan pada asumsi bahawa tidak berubahnya perilaku remaja yang melakukan tindakan perilaku tidak disiplin merokok melalui case conference (konferensi kasus).

Tingkat keberhasilan perlakuan yang diterapkan oleh peneliti pada remaja yang melakukan perilaku tidak disiplin di Panti Sosial Bina Remaja Bambu Apus Jakarta Timur melalui Bimbingan Kelompok dengan teknik peer group diukur melalui empat jenis instrumen, yaitu tes hasil belajar (pre test dan post tes), angket, observasi,. Berdasarkan perlakuan yang telah diberikan oleh peneliti, maka

diperoleh hasil penelitian sebagai berikut. a. Hasil Belajar (pre tes dan post tes)

Pengumpulan data pada hasil belajar merupakan upaya untuk mengukur pengetahuan dan pemahaman remaja atau peserta didik pada ranah kognitif atau secara teoritis. Adapun pengetahuan remaja/ peserta didik yag diukur melalui tes ini yaitu meliputi materi (1) arti, fungsi dan manfaat perilaku disiplin, (2) faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku disiplin, (3) sikap saling menghargai satu sama lain, dan (4) arti komunikasi.

Hasil yang diperoleh melalui pemberian pre tes pada awal kegiatan bimbingan kelompok didapat rata-rata nilai pre tes yaitu 65,14. Kemudian setelah diberikan perlakuan melalui bimbingan kelompok, kemudian remaja diberikan post tes dan didapatkan rata-rata dengan nilai 84,66. Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa terdapat peningkatan dengan rata-rata sebesar 19,52% atau 33,23%.

Peningkatan tersebut menunjukkan bahwa rata-rata nilai remaja yang mengikuti kegiatan bimbingan kelompok telah melebihi standar minimum yang ditetapkan yaitu sebesar 70. Dengan kata lain aplikasi teori dari pendidikan orang dewasa berlangsung dengan baik, dimana remaja yang mengikuti kegiatan bimbingan kelompok mampu belajar secara mandiri sesuai dengan perencanaan yang mereka buat.

b. Angket/ Instrumen Efektivitas

Instrumen angket ini digunakan untuk mengukur tingkat keefektivitasan dari kegiatan bimbingan kelompok yang telah diberikan kepada para remaja yang memiliki perilaku tidak disiplin merokok sebanyak 7 orang. Angket ini dibagi menjadi beberapa dimensi, yaitu fasilitator dan nasrasumber, sarana penunjang, konten materi, dan hasil pembelajaran.

Pada dimensi aktivitas fasilitator, peneliti membagi menjadi tiga indikator keberhasilan. Adapun hasil jawaban angket ketiga indikator tersebut yaitu dapat disimpulkan bahwa para remaja yang mengikuti kegiatan bimbingan kelompok menyatakan bahwa dimensi fasilitator termasuk kedalam kategori efektif.

Pada dimensi sarana penunjang peneliti membagi menjadi 3 indikator keberhasilan. Adapun hasil jawaban angket ketiga indikator tersebut yaitu dapat disimpulkan bahwa para remaja yang mengikuti kegiatan bimbingan kelompok menyatakan bawha dimensi sarana penunjang termasuk kedalam

(8)

kategori efektif.

Pada dimensi konten materi peneliti membagi menjadi 2 indikator keberhasilan. Adapun hasil jawaban angket kedua indikator tersebut yaitu dapat disimpulkan bahwa para remaja yang mengikuti kegiatan bimbingan kelompok menyatakan bahwa dimensi konten materi termasuk kedalam kategori efektif.

Pada dimensi hasil pembelajaran peneliti membagi menjadi 2 indikator keberhasilan. Adapun hasil jawaban angket kedua indikator tersebut yaitu dapat disimpulkan bahwa para remaja yang mengikuti kegiatan bimbingan kelompok menyatakan bawha dimensi hasil pembelajaran termasuk kedalam kategori efektif.

c. Unjuk Sikap

Dari data hasil unjuk sikap yang sudah dipaparkan, dapat di simpulkan bahwa perilaku tidak disiplin para remaja yang bermasalah perlahan-lahan sudah berubah, meskipun dari sikap yang diharapkan tidak sepenuhnya remaja dapat berubah secara langsung. Apalagi apabila remaja tersebut sudah masuk ke dalam kategori perokok berat, maka perlu upaya ekstra untuk membuat remaja tersebut supaya mau memperbaiki perilaku merokoknya supaya menjadi lebih disiplin.

Selain sudah perlahan-lahan merubah perilaku tidak disiplin merokoknya, para remaja pun perlahan-lahan sudah mau menegur teman yang merokok sembarangan. Selain itu remaja pun sudah mampu berkomunikasi dan mengajark serta mau membantu teman yang mau merubahan kebiasaan merokok

sembarangannya yang melanggar peraturan/ tata tertib yang terdapat di PSBR.

d. Lembar Observasi

Instrumen observasi ini digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan dari kegiatan bimbingan kelompok yang diberikan kepada para remaja. Lembar observasi ini di nilai oleh observer yang merupakan perwakilan dari lembaga Panti Sosial Bina Remaja Bambu Apus Jakarta timur.

A d a p u n d a t a a n g k e t y a n g d i p e r o l e h menunjukan bahwa efektivitas fasilitator dan narasumber terbagi menjadi tiga indikator keberhasilan. Pada data mengindikasikan bahwa observer menyatakan bahwa dimensi fasilitator termasuk kategori sangat efektif.

Pada dimensi hasil pembelajaran terbagi menjadi menjadi dua indikator keberhasilan. Data mengindikasikan bahwa Data tersebut mengindikasikan bahwa observer menyatakan dimensi hasil pembelajaran termasuk kategori sangat efektif.

Pada dimensi konten media bimbingan kelompok terbagi menjadi dua indikator keberhasilan. Data mengindikasikan bahwa observer menyatakan bahwa dimensi media bimbingan kelompok termasuk kategori sangat efektif.

Efektivitas penggunaan media terbagi menjadi tiga indikator keberhasilan. Data mengindikasikan bahwa Data tersebut mengindikasikan bahwa observer menyatakan bahwa dimensi materi bimbingan kelompok termasuk kedalam kategori sangat efektif.

PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan data penelitian yang didapat peneliti di lapangan, maka dapat disimpulkan bahwa penerapan model bimbingan kelompok dengan teknik peer group dapat meningkatkan perilaku disiplin merokok. Hal tersebut dapat dilihat dari berbagai hasil instrumen pengumpulan data, seperti tes hasil belajar, angket, unjuk sikap, dan lembar observasi

Saran

Adapun saran-saran yang dapat dijadikan sebagai upaya perbaikan dalam penerapan model bimbingan kelompok dengan teknik peer group adalah sebagai berikut.

Pertama, bagi peserta didik, perlu adanya koordinasi antara remaja yang menjadi binaan

dengan fasilitator untuk mewujudkan suatu pembelajaran yang optimal, sehingga mampu meminimalisir kekurangan yang terjadi selama pembelajaran.

Kedua, bagi fasilitator perlu untuk memandang remaja bimbingan sebagai subyek belajar, sehingga hasil belajar yang diperoleh bimbingan akan lebih variatif. Hal ini disebabkan remaja yang mengikuti bimbingan akan terlibat aktif dalam pembelajaran dan memiliki kebebasan untuk memilih materi apa yang ingin ia pahami terlebih dahulu.

Ketiga, Panti Sosial Bina Remaja dapat menerapkan pembinaan bagi remaja bermasalah atau yang melakukan berbagai macam perilaku tidak disiplin sebagai alternatif dengan menggunakan model bimbingan kelompok dengan teknik peer

(9)

group.

Keempat, bagi Jurusan Pendidikan Luar Sekolah perlu merancang suatu desain pembelajaran

serupa yang mampu menjawab kebutuhan belajar masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Sosial RI. (2009). Glosarium penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Jakarta: Pusdatin.

Mulyatiningsih, R. (2004). Bimbingan pribadi-sosial, belajar, dan karier: Petunjuk praktis diri sendiri untuk siswa SMP dan SMU. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.

K a m i l , M . ( 2 0 0 9 ) . P e n d i d i k a n n o n f o r m a l : pengembangan melalui pkbm di Indonesia. Bandung: Alfabeta.

Nasution, I. K. (2007). Perilaku merokok pada remaja. Medan: Universitas Negeri Sumatera. Notoadmojo, S. (1984). Pengantar pendidikan

masyarakat. Jakarta: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia.

Pendidikan Luar Sekolah. (2009). Orientasi profesi. Jakarta: Jurusan Pendidikan Luar Sekolah. Romlah, T. (1989). Panduan pengajar teori dan

praktek bimbingan kelompok. Jakarta: P2PLTK.

Salim, P.,& Salim, Y. (1991). Kamus besar Bahasa Indonesia kontemporer. Jakarta: Modern Englisgh Press.

Santosa, S. (1993). Dinamika kelompok. Jakarta: Bumi Aksara.

Sarlito. (1983). Panti asuhan bukan sekedar tempat penampungan. Jakarta: SP.

Sarwono, S. W. (1989). Psikologi remaja. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Sarwono, S. W. (2005). Psikologi sosial: Psikologi kelompok dan psikologi terapan. Jakarta: Balai Pustaka.

Sudjana, H.D. (2004). Pendidikan non formal. Bandung: Falah Production.

Supriatna. (2011). Bimbingan dan konseling berbasis kompetensi. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Surya, M. (1997). Psikologi pembelajaran dan

pengajaran. Bandung: PPB-IKIP Bandung. Tu’u, T. (2004). Peran disiplin pada perilaku remaja.

Jakarta: Grasindo.

Winkel, W. S. (2009). Psikologi pengajaran. Jakarta: Media Abadi.

Yohannes. (1997). Pembinaan kesejahteraan sosial anak. Jakarta: Departemen Sosial RI. Yusuf, S. (2001). Psokologi perkembangan anak dan

Gambar

Tabel 1. Bentuk dan Jumlah Remaja Yang  Melakukan Tindakan Indisipliner

Referensi

Dokumen terkait

[r]

dengan transformasi fungsi Ln, digunakan untuk melihat hubungan produksi rumahtangga (nilai penggunaan waktu pekerjaan rumahtangga istri) dan faktor-faktornya yakni usia istri

Model Cropwat 8.0 dengan input data meteorologi bulanan dari tahun 2005-2016 di Kabupaten Sumbawa digunakan untuk menghitung evapotranspirasi, kebutuhan air tanaman

7 Mahasiswa mampu menjelaskan tujuh langkah root cause analysis.. Analisi penghalang/ barrier

[r]

Untuk acicular particle, analisis citra menunjukkan ukuran partikel jauh lebih besar dibandingkan dengan laser difraksi karena laser difraksi menghitung lebih rendah

Pengetahuan ibu-ibu kelompok pengajian dalam upaya deteksi dini terhadap kanker leher rahim dengan melakukan pemeriksaan IVA / Pap Smear sebelum dilakukan promosi kesehatan

30 Tahun 2002, tentang KPK adalah pertama bahwa “Undang-Undang 30 tahun 2002” sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman, dinamika hukum serta sistem ketatanegaraan Republik