4.1. Analisis Sosial
Aspek sosial terkait dengan pengaruh pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya kepada masyarakat pada taraf perencanaan, pembangunan, maupun pasca pembangunan /pengelolaan. Pada taraf perencanaan, pembangunan infrastruktur permukiman seharusnya menyentuh aspek-aspek sosial yang terkait dan sesuai dengan isu-isu yang marak saat ini, seperti pengentasan kemiskinan serta pengarusutamaan gender. Sedangkan pada saat pembangunan kemungkinan masyarakat terkena dampak sehingga diperlukan proses konsultasi, pemindahan penduduk dan pemberian kompensasi, maupun permukiman kembali. Kemudian pada pasca pembangunan atau pengelolaan perlu diidentifikasi apakah keberadaan infrastruktur bidang Cipta Karya tersebut membawa manfaat atau peningkatan taraf hidup bagi kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitarnya.
4.1.1. Arahan Kebijakan Penanganan Sosial
Dasar peraturan perundang-undangan yang menyatakan perlunya memperhatikan aspek sosial adalah sebagai berikut:
1. UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional:
Dalam rangka pembangunan berkeadilan, pembangunan social juga dilakukan dengan memberi perhatian yang lebih besar pada kelompok masyarakat yang kurang beruntung, termasuk masyarakat miskin dan masyarakat yang tinggal di wilayah terpencil, tertinggal, dan wilayah bencana.
Penguatan kelembagaan dan jaringan pengarusutamaangender dan anak di tingkat nasional dan daerah, termasukketersediaan data dan statistik gender.
2. UU No. 2/2012 tentang Pengadaan UU No. 2/2012 tentang Pengadaan Lahan bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum:
Pasal 3: Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum bertujuan menyediakan tanah bagi pelaksanaan pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran bangsa, negara, dan masyarakat dengan tetap menjamin kepentingan hokum Pihak yang Berhak.
3. Peraturan Presiden No. 5/2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014:
Perbaikan kesejahteraan rakyat dapat diwujudkan melalui sejumlah program pembangunan untuk penanggulangan kemiskinan dan penciptaan kesempatan kerja, termasuk peningkatan program di bidang pendidikan, kesehatan, dan percepatan pembangunan infrastruktur dasar.
Untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender, peningkatan akses dan partisipasi perempuan dalam pembangunan harus dilanjutkan.
4. Peraturan Presiden No. 15/2010 tentang Percepatan penanggulangan Kemiskinan
Pasal 1: Program penanggulangan kemiskinan adalah kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah dunia usaha, serta masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial, pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha ekonomi mikro dan kecil, serta program lain dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi.
5. Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional
Menginstruksikan kepada Menteri untuk melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional yang
Penguatan kelembagaan dan jaringan pengarusutamaan gender dan anak di tingkat nasional dan daerah, termasuk ketersediaan data dan statistik gender. berperspektif gender sesuai dengan bidang tugas dan fungsi, serta kewenangan masing-masing.
Tugas dan wewenang pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota terkait aspek sosial bidang Cipta Karya adalah:
1. Pemerintah Pusat:
a. Menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum yang bersifat strategis nasional ataupun bersifat lintas provinsi.
b. Menjamin tersedianya pendanaan untuk kepentingan umum yangbersifat strategis nasional ataupun bersifat lintas provinsi.
c. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial, pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha mikro dan kecil, serta program lain dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi di tingkat pusat.
d. Melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional berperspektif gender, khususnya untuk bidang Cipta Karya.
2. Pemerintah Provinsi:
a. Menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum yang bersifat regional ataupun bersifat lintas kabupaten/kota.
b. Menjamin tersedianya pendanaan untuk kepentingan umum yang bersifat regional ataupun bersifat lintas kabupaten/kota.
c. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial, pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha mikro dan kecil, serta program lain dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi di tingkat provinsi.
d. Melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan di tingkat provinsi berperspektif gender, khususnya untuk bidang Cipta Karya.
3. Pemerintah Kabupaten/Kota:
a. Menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum di kabupaten/kota. b. Menjamin tersedianya pendanaan untuk kepentingan umum di
kabupaten/kota.
c. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial, pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha mikro dan kecil, serta program lain dalam rangka peningkatan ekonomi di tingkat kabupaten/kota. d. Melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya
perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan di tingkat kabupaten/kota berperspektif gender, khususnya untuk bidang Cipta Karya.
4.1.2. Pengarusutamaan Gender
Selain itu aspek yang perlu diperhatikan adalah responsivitas kegiatan pembangunan bidang Cipta Karya terhadap gender. Saat ini telah kegiatan responsif gender bidang Cipta Karya meliputi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan, Neighborhood Upgrading and Shelter Sector Project (NUSSP), Pengembangan Infrasruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW), Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasia Masyarakat (PAMSIMAS), Program Pembangunan Infrastruktur Perdesaan (PPIP), Rural Infrastructure Support (RIS) to PNPM, Sanitasi Berbasis Masyarakat (SANIMAS), Rencana
Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), dan Studi Evaluasi Kinerja Program Pemberdayaan Masyarakat bidang Cipta Karya.
4.1.3. Penanganan Sosial
A. Aspek Sosial pada Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya
Pelaksanaan pembangunan bidang Cipta Karya secara lokasi, besaran kegiatan, dan durasi berdampak terhadap masyarakat. Untuk meminimalisir terjadinya konflik dengan masyarakat penerima dampak maka perlu dilakukan beberapa langkah antisipasi, seperti konsultasi, pengadaan lahan dan pemberian kompensasi untuk tanah dan bangunan, serta permukiman kembali.
Konsultasi masyarakat diperlukan untuk memberikan informasi kepada masyarakat, terutama kelompok masyarakat yang mungkin terkena dampak akibat pembangunan bidang Cipta Karya di wilayahnya. Hal ini sangat penting untuk menampung aspirasi mereka berupa pendapat, usulan serta saran-saran untuk bahan pertimbangan dalam proses perencanaan. Konsultasi masyarakat perlu dilakukan pada saat persiapan program bidang Cipta Karya, persiapan AMDAL dan pembebasan lahan.
Pengadaan lahan dan pemberian kompensasi untuk tanah dan bangunan. Kegiatan pengadaan tanah dan kewajiban pemberian kompensasi atas tanah dan bangunan terjadi jika kegiatan pembangunan bidang cipta karya berlokasi di atas tanah yang bukan milik pemerintah atau telah ditempati oleh swasta/masyarakat selama lebih dari satu tahun. Prinsip utama pengadaan tanah adalah bahwa semua langkah yang diambil harus dilakukan untuk meningkatkan, atau memperbaiki, pendapatan dan standar kehidupan warga yang terkena dampak akibat kegiatan pengadaan tanah ini.
Permukiman kembali penduduk (resettlement) Seluruh proyek yang memerlukan pengadaan lahan harus mempertimbangkan adanya kemungkinan pemukiman kembali penduduk sejak tahap awal proyek. Bilamana pemindahan penduduk tidak dapat dihindarkan, rencana pemukiman kembali harus dilaksanakan sedemikian rupa sehingga penduduk yang terpindahkan mendapat peluang ikut menikmati manfaat proyek. Hal ini termasuk mendapat kompensasi yang wajar atas kerugiannya, serta bantuan dalam pemindahan dan pembangunan kembali kehidupannya di lokasi yang baru. Penyediaan lahan, perumahan, prasarana dan kompensasi lain bagi penduduk yang dimukimkan jika diperlukan dan sesuai persyaratan.
B. Aspek Sosial pada Pasca Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya
Output kegiatan pembangunan bidang Cipta Karya seharusnya memberi manfaat bagi masyarakat. Manfaat tersebut diharapkan minimal dapat terlihat secara kasat mata dan secara sederhana dapat terukur, seperti kemudahan mencapai lokasi pelayanan
infrastruktur, waktu tempuh yang menjadi lebih singkat, hingga pengurangan biaya yang harus dikeluarkan oleh penduduk untuk mendapatkan akses pelayanan tersebut.
Komponen safeguard sosial dalam hal ini terkait pengadaan tanah dan keresahan masyarakat karena rencana investasi tidak sesuai dengan harapan masyarakat. Pengadaan tanah biasanya terjadi jika kegiatan investasi berlokasi di atas tanah yang bukan milik pemerintah atau telah ditempati oleh swasta/masyarakat selama lebih dari satu tahun. Prinsip utama pengadaan tanah adalah bahwa semua langkah yang diambil harus dilakukan dengan kesepakatan kedua belah pihak terutama terkait dengan ganti rugi atau ganti untung dan bertujuan untuk meningkatkan pendapatan dan standar kehidupan warga yang terkena dampak akibat kegiatan pengadaan tanah ini.
Pengadaan tanah dan permukiman kembali atau land acquisition and resettlement untuk kegiatan RPIJM mengacu pada prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Transparan : Sub proyek dan kegiatan yang terkait harus diinformasikan secara transparan kepada pihak-pihak yang akan terkena dampak. Informasi harus mencakup, antara lain, daftar warga dan aset (tanah, bangunan, tanaman, dan lainnya) yang akan terkena dampak.
2. Partisipatif : Warga yang berpotensi terkena dampak/dipindahkan (DP) harus terlibat dalam seluruh perencanaan proyek, seperti: penentuan batas lokasi proyek, jumlah dan bentuk kompensasi, serta lokasi tempat permukiman kembali.
3. Adil : Pengadaan tanah tidak boleh memperburuk kondisi kehidupan masyarakat. Masyarakat tersebut memiliki hak untuk mendapatkan ganti rugi yang memadai, seperti tanah pengganti dan/atau uang tunai yang setara dengan harga pasar tanah dan asetnya. Biaya terkait lainnya, seperti biaya pindah, pengurusan surat tanah, dan pajak, harus ditanggung oleh pemrakarsa kegiatan. Masyarakat harus diberi kesempatan untuk mengkaji rencana pengadaan tanah ini secara terpisah di antara mereka sendiri dan menyetujui syarat-syarat dan jumlah ganti rugi dan/atau permukiman kembali.
Untuk masalah ketidaksetujuan atau tidak sesuainya rencana investasi dengan harapan masyarakat harus segera diselesaikan melalui sosialisasi mengenai pentingnya proyek, keuntungan dan manfaat proyek bagi kesehatan lingkungan dan kesehatan masyarakat setempat serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui tercapainya kebutuhan sanitasi dasar bagi masyarakat.
Untuk aspek sosial ekonomi dan budaya prakiraan besarnya dampak dilakukan dengan 2 (dua) cara yaitu dengan metode formal dan dengan metode informal. Metode formal digunakan untuk memprakirakan besarnya perubahan dari variabel-variabel yang dapat terukur secara kuantitatif, diantaranya keresahan masyarakat, konflik sosial, perubahan pendapatan, adanya kesempatan kerja, perubahan mata pencaharian.
Sedangkan metode informal yang digunakan adalah teknik analogi. Metode ini digunakan untuk memprakirakan besarnya dampak dari variabel-variabel yang bersifat kualitatif misalnya, keresahan masyarakat. Berikut ini disajikan cara yang digunakan untuk perhitungan prakiraan dampak komponen sosial.
Tabel 4.1.
Metode Prakiraan Dampak Komponen Sosial
No Komponen Indikator Metode Prakiraan dampak
1 Pendapatan Masyarakat Peningkatan/penurunan pendapatan Naik, jika : > X – Z a / 2 S / n turun jika : < X + Z a / 2 S / n 2 Mata Pencaharian Perubahan mata pencaharian
Jumlah penduduk yang kehilangan mata pencaharian
3 Kesempatan Kerja
Tersedianya lapangan kerja dan berusaha
Jumlah tenaga kerja yang terserap oleh proyek dan munculnya kesempatan berusaha
4 Interaksi Sosial
Persepsi masyarakat terhadap pendatang
Analisa kualitatif terhadap hasil kuesioner tentang adanya pendatang baru.
5 Sikap dan Persepsi
Adanya persepsi masyarakat dengan adanya proyek (baik dalam bentuk ganti rugi maupun perubahan sosial, ekonomi dan budaya)
Analisa kualitatif (proporsi) berdasarkan pendapatan masyarakat (dari data kuesioner)
4.2. Analisis Ekonomi 4.2.1. Kemiskinan
Aspek ekonomi pada perencanaan pembangunan bidang Cipta Karya diharapkan mampu melengkapi kajian perencanaan teknis sektoral. Salah satu aspek yang perlu ditindak-lanjuti adalah isu kemiskinan sesuai dengan kebijakan internasional MDGs dan Agenda Pasca 2015, serta arahan kebijakan pro rakyat sesuai direktif presiden.
Menurut standar BPS terdapat 14 kriteria yang dipergunakan untuk menentukan keluarga/rumah tangga dikategorikan miskin, yaitu:
1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang. 2. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan.
3. Jenis dinding tempat tinggal dari bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah/tembok tanpa diplester.
4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah tangga lain. 5. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.
6. Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air hujan. 7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah. 8. Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu.
9. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun. 10. Hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari.
11. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik.
12. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas lahan 500 m2, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan dan atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan dibawah Rp. 600.000,- per bulan.
13. Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga: tidak sekolah/tidak tamat SD/hanya SD. 14. Tidak memiliki tabungan / barang yang mudah dijual dengan minimal Rp. 500.000,-
seperti sepeda motor kredit / non kredit, emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya.
Jika minimal 9 variabel terpenuhi maka suatu rumah tangga dikategorikan sebagai rumah tangga miskin.
Tingkat kemiskinan, jumlah penduduk miskin, persentase penduduk miskin, tingkat kedalaman kemiskinan dan tingkat keparahan kemiskinan di kota Banjarbaru sejak tahun 2010 sampai 2015 dapat dilihat pada tabel berikut ini
Tabel 4.2. Kemiskinan Kota Banjarbaru 2010-2015
No Aspek 2010 2011 2012 2013 2014 2015 1 Garis Kemiskinan 304.820 334.323 369.961 408.649 439.795 463.579 2 Jumlah Penduduk Miskin 12.021 11.603 11.126 9.997 9.965 11.460 3 Persentase Penduduk Miskin 5,98 5,68 5,16 4,50 4,35 4,90 4 Tingkat Kedalaman 1,35 0,79 0,48 0,34 0,36 0,52 5 Tingkat Keparahan 0,42 0,20 0,08 0,04 0,048 0,10
4.2.2. Analisis Dampak Pembangunan Infrastuktur Bidang Cipta Karya terhadap Ekonomi Lokal Masyarakat
Jumlah penduduk kemiskinan di Kota Banjarbaru pada rentang tahun 2010-2015 tertinggi pada tahun 2015 sebesar 463.579 jiwa. Angka persentase penduduk miskin pada tahun 2014 mencapai 4,90% setelah turun pada tahun 2014 pada angka 4,35%.
Tabel 4.3. Dampak Pembangunan Infrastruktur
No Indicator 2010 2011 2012 2013 2014 2015
1 Laju inflasi (%) - - - -
2 Indeks Gini - - - -
3 Indeks Ketimpangan
Williamson dan Pemerataan Pendapatan (versi Bank Dunia)
- - - -
4 Penduduk diatas garis kemiskinan 304.820 334.323 369.961 408.649 439.795 463.579 - Persentase Penduduk Miskin 5,98 5,68 5,16 4,50 4,35 4,90 Sumber: BPS, 2016 4.3. Analisis Lingkungan
4.3.1. Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) A. Kaidah KLHS
Prinsip dalam penyusunan KLHS agar tercapai tujuan yang ingin dicapai untuk mengukur dampak terhadap lingkungan yaitu:
• Keterkaitan (interdependency) • Keseimbangan (equilibrium) • Keadilan (justice)
Keterkaitan (interdependency) menekankan pertimbangan keterkaitan antara satu komponen dengan komponen lain, antara satu unsur dengan unsur lain, atau antara satu variabel biofisik dengan variabel biologi, atau keterkaitan antara lokal dan global, keterkaitan antar sektor, antar daerah, dan seterusnya.
Keseimbangan (equilibrium) menekankan aplikasi keseimbangan antar aspek, kepentingan, maupun interaksi antara makhluk hidup dan ruang hidupnya, seperti diantaranya adalah keseimbangan laju pembangunan dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan
hidup, keseimbangan pemanfaatan dengan perlindungan dan pemulihan cadangan sumber daya alam, keseimbangan antara pemanfaatan ruang dengan pengelolaan dampaknya,dan lain sebagainya.
Keadilan (justice) untuk menekankan agar dapat dihasilkan kebijakan, rencana dan program yang tidak mengakibatkan pembatasan akses dan kontrol terhadap sumber-sumber alam, modal dan infrastruktur, atau pengetahuan dan informasi kepada sekelompok orang tertentu.
Atas dasar kaidah diatas, maka penerapan KLHS terhadap KRP bertujuan untuk mendorong pembuat dan pengambil keputusan atas KRP menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut :
• Apa manfaat langsung atau tidak langsung dari usulan sebuah KRP?
• Bagaimana dan sejauh mana timbul interaksi antara manfaat KRP dengan lingkungan hidup dan keberlanjutan pengelolaan sumberdaya alam?
• Apa lingkup interaksi tersebut? Apakah interaksi tersebut akan menimbulkan kerugian atau meningkatkan kualitas lingkungan hidup? Apakah interaksi tersebut akan mengancam keberlanjutan dan kehidupan masyarakat?
• Dapatkah efek-efek yang bersifat negatif diatasi, dan efek-efek positifnya dikembangkan? • Apabila KRP mengintegrasikan seluruh upaya pengendalian atau mitigasi atas efek-efek tersebut dalam muatannya, apakah masih timbul pengaruh negatif KRP tersebut terhadap lingkungan hidup dan keberlanjutan secara umum?
B. Metode Penyusunan KLHS
Ruang lingkup yang menjadi kajian dalam penyusunan KLHS harus meliputi hal hal sebagai berikut :
a. Kapasitas daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup untuk pembangunan; b. Perkiraan mengenai dampak dan risiko lingkungan hidup;
c. Kinerja layanan/jasa ekosistem;
d. Efisiensi pemanfaatan sumber daya alam;
e. Tingkat kerentanan dan kapasitas adaptasi terhadap perubahan iklim; dan f. Tingkat ketahanan dan potensi keanekaragaman hayati.
KLHS adalah proses untuk mempengaruhi penentuan pilihan-pilihan pembangunan yang diusulkan dalam KRP yang terutama dilakukan melalui kegiatan konsultasi dan dialog secara tepat dan relevan. Hal ini menyebabkan pelaksanaan KLHS harus sesuai dengan kebutuhan tanpa terpaku dalam metoda dan prosedur yang baku. Melalui penyusunan KLHS maka semua kebijakan, rencana dan program yang akan dilakukan oleh Pemerintah
Kabupaten akan mendorong lahirnya pemikiran untuk alternatif –alternatif baru pembangunan melalui tahapan atau proses sebagai berikut :
a. Identifikasi isu-isu utama lingkungan atau pembangunan berkelanjutan yang perlu dipertimbangkan dalam KRP;
b. Analisis dampak setiap alternatif strategi pembangunan dari KRP, khususnya isu-isu yang relevan dan memberikan masukan untuk optimalisasi;
c. Mengkaji paling tidak dampak kumulatif yang mendasar dari KRP dan memberi masukan untuk optimalisasi.;
d. Memaparkan proses KLHS, kesimpulan dan usulan rekomendasi kepada para pengambil keputusan.
Metode pendekatan yang digunakan dalam pelaksanaan penyusunan KLHS adalah sebagai berikut :
a. Melakukan seluruh persiapan dan mobilisasi sumberdaya yang diperlukan. b. Melakukan pengumpulan data, peta dan informasi terkait
c. Melakukan pekerjaan yang terkoordinasi untuk menjaring masukkan mengenai pengembangan infrastruktur di Kota Banjarbaru
d. Melakukan survey dan observasi untuk kelengkapan data.
e. Melakukan evaluasi dan analisis terhadap hasil survey dan observasi. f. Menyelenggarakan presentasi hasil evaluasi dan analisisnya.
Mekanisme penyusunan KLHS sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dilakukan dengan tahapan atau proses sebagai berikut :
1. Penapisan;
Penapisan adalah rangkaian langkah-langkah untuk menentukan apakah suatu KRP perlu dilengkapi dengan KLHS atau tidak. Penentuan KRP telah memenuhi kriteria pelaksanaan KLHS dilakukan melalui kesepakatan pihak-pihak yang berkepentingan.
2. Pelingkupan;
Pelingkupan adalah rangkaian langkah-langkah untuk menetapkan nilai penting KLHS, tujuan KLHS, isu pokok, ruang lingkup KLHS, kedalaman kajian dan kerincian penulisan dokumen, pengenalan kondisi awal, dan telaah awal kapasitas kelembagaan. Kegiatan ini dilakukan melalui pendekatan sistematis dan metodologis yang memenuhi kaidah ilmiah. Mengingat terbatasnya waktu dan sumber daya yang tersedia, dalam kajian ini tidak dilakukan proses konsultasi publik.
3. Pengkajian;
Pengkajian adalah rangkaian langkah-langkah untuk melakukan kajian ilmiah, pemetaan kepentingan, dialog dan konsultasi serta penemuan pilihan-pilihan alternatif rumusan
maupun perbaikan dan penyempurnaan terhadap rumusan yang sudah ada. Tim kajian melakukan serangkaian diskusi dan konsultasi dengan para pihak (stakeholders) terkait, khususnya dengan instansi pemerintah dan Lembaga Swadaya Masyarakat.
4. Perumusan dan pengambilan keputusan
Perumusan dan pengambilan keputusan adalah rangkaian langkah-langkah persetujuan rekomendasi hasil KLHS dan interaksi antar pihak berkepentingan dalam rangka mempengaruhi hasil akhir KRP.
Keseluruhan hasil pengkajian ini secara lengkap dituangkan dengan jelas dan sistematis sehingga dapat dijadikan pedoman pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan.
Pada tahap analisa atau pengkajian, harus dilakukan serangkaian kajian dengan menerapkan daftar uji pada setiap langkah proses KRP, meliputi :
1. Uji Kesesuaian Tujuan dan Sasaran KRP.
Kepentingan pengujian adalah untuk memastikan bahwa : a. tujuan dan sasaran umum KRP memang jelas,
b. berbagai isu keberlanjutan maupun lingkungan hidup tercermin dalam tujuan dan sasaran umum KRP,
c. sasaran terkait dengan keberlanjutan akan bisa dikaitkan langsung dengan indikator-indikator pembangunan berkelanjutan,
d. keterkaitan KRP dengan KRP-KRP lain bisa dijelaskan dengan baik,
e. konflik kepentingan antara KRP dengan KRP-KRP lain segera bisa teridentifikasi. 2. Uji Relevansi Informasi yang Digunakan.
Kepentingan utama pengujian ini adalah bukan menilai kelengkapan dan validitas data, tetapi identifikasi kesenjangan antara data yang dibutuhkan dengan yang tersedia serta cara mengatasinya. Hal ini terasa penting ketika KRP diharuskan memperhatikan kesatuan fungsi ekosistem dan wilayah-wilayah rencana selain wilayah administratifnya sendiri.
Selanjutnya pengujian juga lebih mengutamakan relevansi informasi dan sumbernya agar proses kerja bisa efektif namun tetap memperhatikan kendala-kendala setempat.
3. Uji Pelingkupan Isu-isu Lingkungan Hidup dan Keberlanjutan dalam KRP.
Pengujian ini ditujukan untuk memandu penyusun KRP memperhatikan isu-isu lingkungan hidup maupun keberlanjutan di tingkat lokal, regional, nasional, maupun internasional, dan melihat relevansi langsung isu-isu tersebut terhadap wilayah perencanaannya.
4. Uji Pemenuhan Sasaran dan Indikator Lingkungan Hidup dan Pembangunan Berkelanjutan.
Pengujian ini efektif bila konsep rencana sudah mulai tersusun, sehingga dapat dilakukan penilaian langsung atas arahan-arahan rencana terhadap indikator-indikator teknis lingkungan hidup dan pembangunan berkelanjutan. Uji ini sebenarnya merupakan iterasi
atau pengembangan dari uji yang dilakukan di awal proses penyusunan KRP sebagaimana dijelaskan pada nomor 1.
5. Uji Penilaian Efek-efek yang Akan Ditimbulkan.
Pengujian ini membantu penyusun KRP untuk dapat memperkirakan dimensi besaran dan waktu dari efek-efek positif maupun negatif yang akan ditimbulkan. Bentuk pengujian ini dapat disesuaikan dengan kemajuan konsep maupun ketersediaan data, sehingga pengujian dapat bersifat kuantitatif atau kualitatif. Pengujian secara kuantitatif maupun kualitatif sama-sama bernilai apabila diikuti dengan verifikasi berupa proses konsultasi maupun diskusi dengan pihak-pihak yang terkait.
6. Uji Penilaian Skenario dan Pilihan Alternatif.
Pengujian ini membantu penyusun KRP untuk memperoleh pilihan alternatif yang beralasan, relevan, realistis dan bisa diterapkan. Keputusan pemilihan alternatif bisa dilakukan dengan sistem pengguguran (memilih satu opsi dan menggugurkan yang lainnya) atau mengkombinasikan beberapa pilihan dengan penyesuaian.
7. Uji Identifikasi Timbulan Efek atau Dampak dampak Turunan maupun Kumulatif.
Pengujian ini merupakan pengembangan dari jenis pengujian nomor 5, dimana jenis-jenis KRP tertentu diperkirakan juga akan menimbulkan efek-efek atau dampak-dampak lanjutan yang lahir dari dampak langsung yang ditimbulkan, maupun akumulasi efek dalam jangka waktu panjang dan pada skala ruang yang besar.
Kelompok-kelompok pengujian ini bisa dilakukan dengan cara :
mengemasnya dalam berbagai model daftar pertanyaan, misalnya model daftar uji untuk menilai mutu dokumen, model daftar uji untuk menilai konsistensi muatan KRP terhadap prinsip-prinsip keberlanjutan, model daftar uji untuk menuntun pengambil keputusan mempertimbangkan kriteria-kriteria dan opsi-opsi yang mendukung keberlanjutan, dan lain sebagainya
melakukannya secara berurut sejalan dengan proses persiapan, pengumpulan data, kompilasi data, analisis dan penyusunan rencana
melakukannya secara berulang/iteratif
mengembangkan atau memodifikasi jenis pertanyaan-pertanyaannya sesuai dengan kepentingan pengujian atau kemajuan pengetahuan.
Dalam pelaksanaannya, penyusunan KLHS dilakukan terhadap 3 kondisi KRP, yaitu KRP yang sudah disusun atau dilaksanakan sebelumnya, KRP yang masih dalam proses perencanaan atau penyusunan dan yang terakhir adalah KRP yang sedang dalam proses penyusunan. Pendekatan pelaksanaan KLHS terhadap ketiga kondisi KRP tersebut berbeda satu dengan lainnya, dengan skema pendekatan sebagai berikut :
4.3.2. AMDAL, UKL UPL dan SPPLH
Dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) rencana kegiatan pembangunan merupakan dokumen yang memuat upaya-upaya mencegah, mengendalikan, dan menanggulangi dampak lingkungan hidup yang bersifat negatif dan meningkatkan dampak positip yang timbul sebagai akibat dari rencana suatu kegiatan tersebut. Penyusunan Upaya Pengelolaan Lingkungan merupakan upaya peduli serta rasa tanggung-jawab pemrakarsa untuk mengupayakan pelestarian lingkungan dan mengembangkan konsep pembangunan berwawasan lingkungan.
Dampak-dampak yang muncul tersebut perlu dikelola oleh pemrakarsa sehingga keseimbangan ekosistem lingkungan tetap terjaga dan kualitas daya dukung lingkungan akan meningkat.
Upaya pengelolaan lingkungan hidup mencakup empat kelompok aktivitas yaitu :
1. Pengelolaan lingkungan yang bertujuan untuk menghindari atau mencegah dampak negatif lingkungan hidup melalui pemilihan alternatif, tata letak lokasi dan rancang bangun proyek.
2. Pengelolaan lingkungan yang bertujuan untuk menanggulangi, meminimasi atau mengendalikan dampak dampak negatip baik yang timbul di saat usaha atau kegiatan beroperasi maupun hingga saat usaha atau kegiatan tersebut berakhir.
3. Pengelolaan lingkungan hidup yang bersifat meningkatkan dampak positip sehingga dampak tersebut dapat memberikan manfaat yang lebih besar baik kepada pemrakarsa maupun pihak lain terutama masyarakat yang turut menikmati dampak positip tersebut. 4. Pengelolaan lingkungan hidup yang bersifat memberikan pertimbangan ekonomi lingkungan sebagai dasar untuk memberikan kompensasi atas sumber daya tidak dapat pulih, hilang atau rusak sebagai dasar untuk memberikan kompensasi sebagai akibat usaha atau kegiatan.
Contents
4.1.1. Arahan Kebijakan Penanganan Sosial ... 1
4.1.2. Pengarusutamaan Gender ... 3
4.1.3. Penanganan Sosial ... 4
Tabel 4.1. ... 6
4.2. Analisis Ekonomi ... 6
4.2.1. Kemiskinan ... 6
Tabel 4.2. Kemiskinan Kota Banjarbaru 2010-2015 ... 7
4.2.2. Analisis Dampak Pembangunan Infrastuktur Bidang Cipta Karya terhadap Ekonomi Lokal Masyarakat ... 8
Tabel 4.3. Dampak Pembangunan Infrastruktur ... 8
4.3. Analisis Lingkungan... 8
4.3.1. Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) ... 8