310
INDIKASI ALIRAN AIR BAWAH PERMUKAAN KE LOKASI SEMBURAN
LUMPUR SIDOARJO BERDASARKAN DATA PENGINDERAAN JAUH DAN
KORELASI GEOKIMIA PADA SISTEM VULKANIK KUARTER SEKITARNYA
Panji Ridwan1* M. Jihad Abdurrohman1 Aditya Pratama Ghifary 1
1Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran, Jalan Bandung-Sumedang Km.21 Jatinangor, Sumedang 45363
*Email : panjiridwan91@gmail.com
SARI
Semburan lumpur sidoarjo telah mengakibatkan dampak lingkungan terhadap wilayah di luar kolam penampungan lumpur, yaitu kerusakan infrastruktur dan pengurangan daya dukung lahan akibat amblesan yang terbentuk dan semburan air bercampur lumpur mencakup tiga kecamatan: Porong, Tanggulangin, dan Jabon. Studi ini bertujuan menemukan indikasi aliran air bawah permukaan ke lokasi semburan lumpur sidoarjo berdasarkan data peginderaan jauh serta geomikia dari semburan lumpur. . Data penginderaan jauh yang dianalisis diperoleh dari hasil monitoring GPS dan interferogram Pusat Lingkungan Geologi (2008) yang dikorelasikan dengan hasil studi kimia unsur lumpur PSDG (2007). Hasil analisis data menunjukkan bahwa pola amblesan berbentuk elips memanjang berarah utara─selatan dengan luas 6,3 km2 mencakup Kecamatan Tanggulangin (Desa Kedungbendo), Kecamatan Porong (Desa Siring, Desa Jatirejo, Desa Mindi, dan Desa Renokenongo), serta Kecamatan Jabon (Desa Pejarakan dan Desa Besuki). Kecepatan amblesan yang termonitor adalah diperkirakan sebesar 2 cm/hari. Hasil korelasi geokimia semburan lumpur panas memprediksi adanya pengaruh hidrotermal pada suhu sekitar 100C yang bersumber dari sistem vulkanik kuarter sekitarnya: Gunung Penanggungan dan Gunung Arjuno, sehingga pola amblesan yang terbentuk cenderung mengkuti jalur vulkanisme sekitarnya.
Kata kunci : amblesan, geokimia, penginderaan jauh, Sidorajo, vulkanik
I.
PENDAHULUAN
Sejak pertama kali semburan lumpur panas di daerah Sidoarjo/Porong terjadi pada 29 Mei 2006 hingga saat ini, tidak kurang dari 108 juta meter kubik lumpur panas telah disemburkan dari perut bumi. Lumpur ini telah menutupi wilayah hingga lebih dari 717.027 ha dengan kedalaman genangan mencapai beberapa meter. Bila dicermati, 70% dari lumpur yang dikeluarkan tersebut adalah air. Dengan demikian, maka volume air yang telah dikeluarkan tidak akan kurang dari 75 juta meter kubik (Karit L. Gaol dkk, 2016). Volume air yang begitu besar belum diketahui dari mana sumbernya, apakah air tersebut berasal dari wilayah sekitaran sidoarjo atau dari wilayah lain. Volume air yang terus di lokasi semburan lumpur Sidoarjo mengindikasikan adanya pemasok
air secara kontinyu ke pusat semburan. Suhu lumpur yang panas, semula dianggap hanya pengaruh faktor gradien geotermis. Akan
tetapi dengan tingginya suhu mendekati
100OC memberikan alternatif lain di luar
aspek gradient panas bumi yang ikut mempengaruhi suhu umpur (suprapto dkk, 2007). Meskipun titik semburan berada pada
lingkungan geologi berupa cekungan
sedimenter, akan tetapi mengingat Pulau Jawa berada pada busur volkanik, pengaruh magmatik sangat mungkin ikut menyertai mekanisme munculnya lumpur panas. Hal ini di dukung dengan adanya batuan gunung api Kuarter yang terdapat sekitar dua kilometer di selatan pusat semburan, dan dijumpai juga adanya aktivitas gunung api .
Berdasarkan uraian di atas, tujuan kajian ini adalah untuk menganalisis korelasi pola
311 amblesan yang terjadi di daerah semburan
utama berdasarkan data peginderaan jauh dengan data geomikia semburan lumpur tersebut, sehingga dapat dilakukan deliniasi pola keterbentukan amblesan dengan system vulkanik Kuarter sekitarnya (fokus pada sistem vulkanik Gunung Penanggungan dan Gunung Arjuno).
II.
GEOLOGI DAERAH KAJIAN
Daerah Porong, Sidoarjo di Provinsi Jawa Timur, dalam katalog peta geologi Indonesia termasuk ke dalam Peta Geologi Lembar Malang, Jawa yang dikeluarkan oleh pusat Penelitian Pengembangan Geologi (P3G) pada tahun 1992. Berdasarkan peta tersebut dapat diketahui bahwa permukaan bumi wilayah Porong ditempati oleh tiga jenis batuan yang berbeda. Wilayah sebelah utara, dimulai dari sekitar aliran sungai Porong terus ke utara ditutupi oleh batuan alluvial sungai, yakni batuan-batuan lepas yang merupakan produk melalui mekanisme pengendapan sungai, yakni batuan –batuan lepas yang merupakan produk melalui mekanisme pengendapan sungai, yakni batuan-batuan lepas yang merupakan produk melalui mekanisme pengendapan sungai. Wilayah ke arah selatan sungai Porong didominasi oleh batuan gunungapi atau volkanik berumur Kuarter Atas yang terdiri dari breksi gunungapi, lava, tuf, breksi tufaan, agglomerat dan lahar. Semua produk volkanik ini membentuk morfologi tinggian
yang dikenal dengan nama Gunung
Penanggungan. Di dalam dominasi batuan volkanik berumur Kuarter Atas tersebut, terdapat juga batuan volkanik berumur Kuarter Bawah, yakni di sebelah timur Gunung Gajah Mungkur.
Menurut Suprapto dkk (2007), secara fisiografis daerah kegiatan termasuk ke dalam Zona Randublatung yang merupakan zona sempit memanjang sekitar 250 km dan lebar 10 km dari Semarang sampai Surabaya. Secara struktur bawah permukaan Zona
Randublatung diindikasikan sebagai triangle
zone, sebuah zona segitiga yang diapit
zona-zona sesar yang saling berlawanan
kemiringan dan arahnya. Di Jawa Tengah dan
Jawa Timur, Zona Randublatung merupakan wilayah pertemuan dua buah zone besar yakni Zona Rembang dan Zona Kendeng. Zona Rembang merupakan daerah paparan dan slope yang dicirikan dengan dominasi
sesar naik yang mengarah (vergency) ke
selatan. Zona Kendeng merupakan slope dan
bathyal dengan dominasi sesar naik ke arah utara. Di daerah pertemuan tersebut terbentuk sebuah zona sangat sempit, memanjang, dan
sangat dalam yang disebut Zona
Randublatung.
Pada Oligo-Miosen zona ini secara isostatik
tenggelam untuk mengkompensasi
pengangkatan di kedua zona pengapitnya dan
menjadi dapur yang baik untuk
terakumulasinya hidrokarbon selama ada suplai sedimen yang kaya organik dan
diendapkan di dalamnya. Subsided triangle
zone memberikan implikasi terhadap pematangan batuan induk dan adanya subthrust structure di bawah zona sesar naik menjadi perangkap yang baik, sedangkan reservoir akan tergantung kepada adanya
sedimen berkualitas reservoir dari
lingkungan yang lebih dangkal. Batupasir kuarsa Formasi Kerek dan Merawu yang
berumur Miosen Tengah dan sedimen debris
kuarsaan dari Formasi Ngrayong berumur Miosen Tengah yang diendapkan ke Zona Randublatung dan Kendeng, sumbernya banyak mengandung serpih napalan dan
sedimen calcareous lainnya (Suprapto dkk,
2007).
III.
METODE
Data penginderaan jauh yang digunakan dalam kajian ini bersumber dari hasil monitoring dengan menggunakan GPS (Global Positioning System) dan interferogram dari Pusat Lingkungan Geologi (2007). Analisis interferogram dilakukan
berdasarkan data PALSAR (Phased Array
type L-band Synthetic Aperture Radar)
dengan latar belakang ASTER (Advanced
Spaceborne Thermal Emission and Re-flection Radiometer) L3A. PLG (2007) melakukan pengamatan selama 46 hari (4 Oktober 2006 sampai 19 November 2006).
312
Hasil analisis interferogram tersebut
kemudian digambarkan dalam peta topografi. Data geokimia Lumpur Sidoarjo yang digunakan dalam kajian ini bersumber dari Pusat Sumber Daya Geologi (2007). Pengambilan sampel lumpur dilakukan di antara tanggal 28 Maret 2007 dan 11 Mei 2007. Sampel lumpur diambil pada lokasi di sekitar tanggul. Fluida yang diambil memiliki suhu 100˚C yang potensial melarutkan unsur-unsur logam Cu, Pb, Zn, Mn, Ag, Fe, Cd, As, Sb, Au, dan Se. Pada setiap lokasi diambil satu conto.
Hipotesis yang dikumukakan bawa ada korelasi antara pola amblesan dari data
penginderaan jauh terhadap geokimia
Lumpur Sidoarjo yang dipengengaruhi adanya sistem hidrotermal dari Gunung Penanggungan dan Gunung Arjuno.
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Analisis Data Penginderaan Jauh
Berdasarkan analisis data GPS, terlihat keterjadian gerakan vertikal dan horizontal yang besar dan arahnya bervariasi. Akan tetapi secara umum, gerakan horizontal memusat ke arah semburan utama. Besarnya gerakan tersebut selama pengamatan 122 hari di dekat semburan utama adalah sebesar 76,2 cm untuk gerakan horizontal dan 225,8 cm untuk gerakan vertikal. Apabila diambil rata-rata maka gerakan horizontal sebesar 0,6 cm/hari dan gerakan vertikal sekitar 1,85 cm/hari (Lampiran 2).
Hasil analisis interferogram menggunakan data PALSAR menunjukkan bahwa di sekitar semburan utama terdapat gejala amblesan. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa telah terjadi amblesan sebesar 90 cm atau sekitar 1,96 cm/hari dan berbentuk elips dengan luas 5,2 km2. Hasil analisis interferogram tersebut kemudian digambarkan dalam peta topografi seperti terlihat dalam (Lampiran 3).
Inventarisasi kerusakan-kerusakan berupa pe-cahnya saluran air minum, rel kereta api
melengkung dan retakan-retakan di
permukaan tanah (Lampiran 4),
menunjukkan telah terjadi amblesan dengan pola arah sebagai berikut: di Desa Renokenongo di bagian timur genangan mempunyai arah utara - selatan (N50E) dan di Desa Siring di bagian barat ditunjukkan oleh kelurusan bual berarah utara-selatan (N180E), dan di dekat semburan utama kelurusan bual berarah timur - barat (N295E).
Dari pola lokasi kerusakan-kerusakan,
terlihat bahwa kerusakan terjadi di sekitar daerah genangan, terutama di bagian barat dan timur genangan (Lampiran 4).
Dengan memadukan hasil pengamatan dengan GPS dan hasil analisis interferogram, serta kerusakan-kerusakan yang terjadi disimpulkan bahwa daerah rentan terhadap
amblesan akan mencakup seluas 6,3 km2
meliputi Kecamatan Tanggulangin: Desa Kedungbendo, Kecamatan Porong: Desa Siring, Desa Jatirejo, Desa Mindi, dan Desa Renokenongo, serta Kecamatan Jabon: Desa Pejarakan dan Desa Besuki (Lampiran 4).
IV.2 Analisis Data Geokimia
Menurut Pusat Sumber Daya Geologi, fluida
geotermal bersifat asam, potensial
melarutkan unsur logam, sehingga
kandungan unsur pada lumpur akan
terpengaruh. Suhu dengan kisaran mendekati
100oC merupakan zona epitermal yang
umumnya merupakan zona dijumpainya Cu, Pb, Zn, Mn, Fe, Cd, As, Sb, Au, Ag, Hg, dan Se (Lampiran 5).
Fluida panas bumi berasal dari cairan sisa magma, dapat juga dari air tanah yang
terkonduksi panas magmatik, atau
percampuran keduanya. Karakteristik fluida geotermal tidak selalu konstan, dapat berubah-ubah tergantung aktivitas magmatik itu sendiri serta siklus geohidrologi pada zona di sekitarnya. Hasil pengukuran pH di lapangan menunjukan lumpur bersifat basa dengan kisaran nilai pH 8-9. Hasil analisis kimia diperoleh perbandingan antara harga kisaran kandungan logam dalam lumpur dan kandungan rata-rata unsur logam dalam batulempung pada kerak bumi terdapat nilai sedikit lebih tinggi untuk beberapa unsur.
313 Sebaran Unsur Logam hasil analisis statistik
terhadap kandungan unsur diperoleh
kandungan rata-rata beberapa unsur
umumnya di atas rata-rata kandungan unsur yang umum pada batu lempung. Rata-rata kandungan unsur agak tinggi tersebut terdiri dari Pb, Zn, Mn, Ag, Cd, Sb, Au, Se dan Hg (Lampiran 6).
Pola sebaran unsur menunjukkan peninggian harga Ag di sekitar pusat semburan. Kandungan As di bawah harga rata-rata kandungan As umumnya pada batulempung, namun pola sebaran unsur menunjukkan harga yang relative meninggi ke arah sekitar pusat semburan. Pola peninggian As di
sekitar pusat semburan menunjukkan
kemungkinan bahwa terdapat dispersi nilai As yang bersumber dari semburan lumpur. Rata-rata kadar Au relatif lebih tinggi dibandingkan rata-rata umumnya pada batulempung. Sebaran Au pada dekat pusat semburan mempunyai nilai rendah. Akan tetapi sedikit ke arah utara pusat semburan terdapat pola peninggian nilai Au.
Pola tersebut kurang memberikan gambaran asal dispersi dari Au. Namun kemungkinan besar peninggian tersebut terdispersi dari dari pusat semburan, hal ini mengingat kuantitas Au secara keseluruhan cukup besar maka apabila sebagai akibat kontaminasi dari
lingkungan sekitarnya sangat kecil
kemungkinannya. Endapan lumpur di Desa Siring dan Kedung Bendo yang terendapkan
relatif lebih awal mempunyai pola
kandungan Au lebih tinggi dibandingkan pola sebaran kandungan Au di dekat pusat semburan yang merupakan endapan luapan
lumpur lebih belakangan, hal ini
kemungkinan sebagai akibat fluktuasi
kandungan Au pada lumpur yang keluar (Lampiran 6).
IV.3 Korelasi Data Penginderaan Jauh dan Geokimia
Semburan lumpur dengan suhu yang cukup
tinggi yaitu sekitar 100oC telah menimbulkan
dugaan atau hipotesis akan adanya sistim geotermal hasil proses magmatik yang ikut mempengaruhi suhulumpur yang keluar.
Keterlibatan sistem geothermal tentu saja akan memberikan pengaruh tidak hanya pada efek naiknya suhu, akan tetapi fluida yang dihasilkan mempunyai sifat melarutkan unsur-unsur logam, sehingga apabila ikut terbawa keluar bersama lumpur akan mempengaruhi kandungan unsur logam pada endapan lumpur.
Peninggian kandungan beberapa jenis unsur yang umum terlarut pada fluida geothermal memperkuat dugaan akan adanya aktivitas
geothermal yang ikut mempengaruhi
keterjadian lumpur panas. Unsur yang terbawa fluida geotermal yang keluar bersama semburan lumpur akan berpotensi terakumulasi pada daerah aliran lumpur. Oleh karena itu pemantauan terhadap perubahan kandungan unsur tersebut secara periodik
dalam kurun waktu tertentu sangat
diperlukan untuk mendapatkan gambaran pola sebaran secara lebih lengkap.
Berdasarkan analisis data GPS, terlihat keterjadian gerakan vertikal dan horizontal yang besar dan arahnya bervariasi. Akan tetapi secara umum, gerakan horizontal memusat ke arah semburan utama. Besarnya gerakan tersebut selama pengamatan 122 hari di dekat semburan utama adalah sebesar 76,2 cm untuk gerakan horizontal dan 225,8 cm untuk gerakan vertikal. Apabila diambil rata-rata maka gerakan horizontal sebesar 0,6 cm/hari dan gerakan vertikal sekitar 1,85 cm/hari (Lampiran 2).
Berdasarkan data penginderaan jauh yang dianalisis dan diperoleh dari hasil monitoring GPS dan interferogram Pusat Lingkungan Geologi (2008) dan sebaran unsur geokimia, terdapat kesamaan unsur unsur kimia antara semburan lumpur dari sumber utama dengan proses hidrotermal yang ada di gunung api
terdekat (Gunung Pananggungan dan
Gunung Arjuno), hal ini mengindikasikan adanya jalur hidrotermal dari gunung api menuju daerah sumber utama, didukung dengan data pola amblesan dari sumber utama yang menuju arah utara-selatan mengarah ke Gunung Pananggungan dan Gunung Arjuno.
314
V.
KESIMPULAN
Dari data yang diperoleh terdapat korelasi antara sumber utama lumpur dengan sistem hidrotermal dari gunung api terdekat, terbukti adanya kesamaan unsur unsur kimia yang
terdapat dalam lumpur Sidoarjo dengan sistem hidrotermal yang ada di gunung
Pananggungan dan Gunung Arjuno,
didukung dengan pola amblesan dari sumber utama yang menuju arah utara selatan.
DAFTAR PUSTAKA
Kadar, dkk., 2007. Biostratigrafi sumur Banjarpanji 1, daerah Porong, Kabupaten Sidoarjo
Sudarsono, U. dan Sudjarwo, I. B., 2007.Aspek geologi teknik lumpur Sidoarjo, Jawa Timur (dalam
persiapan terbit di Buletin Geologi Tata Lingkungan).
Suprapto,J.S, Gunradi R., dan Ramli,Y,R., 2007. Geokimia Sebaran Unsur Logam Pada Endapan
Lumpur Lapindo. Pusat Sumber Daya Geologi
Abidin, H.Z., Kusuma, M.A., Sumintadiredja, P., Purwaman, I., Andreas, H., and Gamal, M., 2007. GPS-Based monitoring of subsidence phenomenon in the mud extrusion areas, Sidoarjo, East
Java. Makalah dipresentasikan dalam The International Geological Workshop of Sidoarjo Mud
Volcano, Jakarta 20-21 February 2007.
Deguchi, T., Maruyama, J., and Kobayashi, C., 2007. Monitoring of deformation caused by development
of oil and gas field using PALSAR and ASTER data. Makalah dipresentasikan dalam The International Geological Workshop of Sidoarjo Mud Volcano, Jakarta 20-21 February 2007. Panteleyev, A., 1990. A Canadian Cordilleran Model for Epithermal Gold-Silver Deposits. Di dalam :
Roberts, R.G. dan Sheahan, P.A. Ore Deposit Models. Geological Association of Canada,
315
LAMPIRAN
Lampiran 1. Biostratigrafi sumur Banjarpanji 1, daerah Porong, Kabupaten Sidoarjo (modifikasi dari Kadar drr., 2007).
316
Lampiran 3. Hasil analisis interferogram ( Deguchi dkk., 2007.)
317
Lampiran 5. Model sebaran unsur logam pada zona epitermal (Buchanan, 1981 dalam Panteleyev, 1990)
Lampiran 6. Ringkasan statistik kandungan unsur logam 86 sampel lumpur dan kadar pembanding pada batulempung (Satuan dalam ppm kecuali Fe : %, Au & Hg : ppb)