PRODUK DOMESIK REGIONAL
BRUTO
KABUPATEN MIMIKA
GROSS REGIONAL
DOMESTIC PRODUCT
OF MIMIKA REGENCY
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
KABUPATEN MIMIKA 2013
Gross Domestic Regional Product of Mimika Regency 2012
Nomor Katalog / Catalog Number : 6340.9412
I S S N :
Nomor Publikasi / Publication Number : 9412.1401
Ukuran Buku / Book Size : x 2 cm
Jumlah Halaman / Number of Page : ix + 102 halaman / pages
Naskah / Editor :
Badan Pusat Statistik Kabupaten Mimika
BPS - Statistics of Mimika Regency
Gambar Kulit / Art Designer :
Badan Pusat Statistik Kabupaten Mimika
BPS - Statistics of Mimika Regency
Diterbitkan Oleh / Published by :
Badan Pusat Statistik Kabupaten Mimika
BPS - Statistics of Mimika Regency
Dicetak / Printed by :
Badan Pusat Statistik Kabupaten Mimika
BPS - Statistics of Mimika Regency
Boleh dikutip dengan menyebutkan sumbernya
BUPATI MIMIKA
SAMBUTAN
Dengan mengucap puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa,
Pemerintah Daerah Kabupaten Mimika menyambut baik atas terbitnya
publikasi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Mimika
Tahun 2012 yang merupakan kerjasama BAPPEDA Kabupaten Mimika
dengan BPS Kabupaten Mimika.
Publikasi ini sangat penting dan bermanfaat untuk perencanaan
maupun untuk mengevaluasi hasil pembangunan yang ingin dicapai.
Dalam publikasi ini disajikan nilai PDRB menurut lapangan usaha, PDRB
per kapita, dan kontribusi tiap sector serta laju pertumbuhan ekonomi
Kabupaten Mimika selama periode 2009-2013.
Harapan kami agar data ini dapat terus dikembangkan sehingga
dapat menjadi bahan acuan dan petunjuk yang berharga untuk
perencanaan pembangunan pada masa yang akan dating. Semoga
publikasi ini bermanfaat bagi kita semua.
Timika, Oktober 2014 Bupati Mimika
KATA PENGANTAR
Untuk perencanaan, evaluasi dan menentukan kebijaksanaan
pembangunan suatu daerah, dibutuhkan berbagai data statistik. Salah satu
diantaranya adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).
Dalam rangka memenuhi kebutuhan data PDRB tersebut, BPS
Kabupaten Mimika telah menghitung dan menyusun Produk Domestik
Regional Bruto tahun 2013. Publikasi ini memuat angka PDRB menurut
lapangan usaha, PDRB perkapita, serta laju pertumbuhan ekonomi
Kabupaten Mimika Tahun 2009-2013.
Perhitungan PDRB ini terwujud berkat kerjasama antara BPS
Kabupaten Mimika dengan BAPPEDA Kabupaten Mimika. Diharapkan
bahwa publikasi ini akan banyak membantu berbagai pihak, terutama
BAPPEDA, Pemerintah Daerah Mimika, dan instansi lainnya baik
pemerintah maupun swasta, untuk perencanaan dan evaluasi pembangunan
di daerah Kabupaten Mimika.
Akhirnya kepada semua pihak yang telah membantu kami ucapkan
banyak terimakasih. Semoga publikasi ini bermanfaat.
Timika, Oktober 2014
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Mimika
Kepala, KATA PENGANTAR
Publikasi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Mimika Tahun 2013, merupakan lanjutan publikasi sebelumnya, yang disusun oleh BPS Kabupaten Mimika, bekerja sama dengan BAPPEDA Kabupaten Mimika.
Publikasi PDRB disamping menyajikan angka pertumbuhan ekonomi juga menyajikan data perkembangan nilai tambah yang ditimbulkan oleh setiap sektor maupun sub sektor kegiatan ekonomi yang ada di Kabupaten Mimika, sehingga akan membantu pemerintah daerah dalam perencanaan pembangunan ekonomi.
Disadari bahwa dalam proses penghitungannya masih terhambat dengan keterbatasan data yang dimiliki oleh dinas/instansi terkait. Usaha perbaikan dan penyempurnaan terus diupayakan sehingga kualitas data PDRB secara bertahap dapat ditingkatkan. Untuk itu saran dan kritik dari para pembaca dan pengguna data tetap diharapkan untuk penyempurnaan publikasi berikutnya.
Akhirnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan hingga selesainya publikasi ini, diucapkan terima kasih.
Timika, Oktober 2014 BPS Kabupaten Mimika
DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar ... iv
Daftar Tabel ... vi
Daftar Gambar ... vii
BAB I PENJELASAN UMUM ... 1
1.1 PENDAHULUAN ... 1
1.2 ALASAN TEKNIS PEMILIHAN TAHUN DASAR 2000 .... 2
1.3 PERUBAHAN KLASIFIKASI ... 3
1.4 TUJUAN DAN KEGUNAAN PUBLIKASI PDRB ... 4
BAB II KONSEP DAN DEFINISI ... 5
2.1 SUSUNAN AGREGAT PENDAPATAN REGIONAL ... 5
2.2 METODE PENDEKATAN ... 12
2.3 STRUKTUR PENDAPATAN REGIONAL ... 15
2.4 PENYAJIAN ATAS DASAR HARGA KONSTAN ... 25
2.5 CARA PENYAJIAN DAN ANGKA INDEX ... 29
BAB III URAIAN SEKTORAL ... 29
3.1 SEKTOR PERTANIAN ... 29
3.1.1 Subsektor Tanaman Bahan Makanan ... 29
3.1.2 Subsektor Tanaman Perkebunan ... 30
3.1.3 Subsektor Peternakan dan Hasil-hasilnya ... 30
3.1.4 Subsektor Kehutanan ... 31
3.1.5 Subsektor Perikanan ... 31
3.2 SEKTOR PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN ... 32
3.2.1 Subsektor Pertambangan Migas ... 32
3.2.2 Subsektor Pertambangan Tanpa Migas ... 32
3.2.3 Subsektor Penggalian ... 34
3.3.1 Subsektor Industri Besar dan Sedang ... 34
3.3.2 Subsektor Industri Kecil/ Kerajinan Rumah Tangga ... 34
3.3.3 Subsektor Pengilangan Gas Alam ... 35
3.4 SEKTOR LISTRIK DAN AIR MINUM ... 35
3.4.1 Subsektor Listrik ... 35
3.4.2 Subsektor Air Minum ... 35
3.5 SEKTOR BANGUNAN/ KONSTRUKSI ... 36
3.6 SEKTOR PERDAGANGAN,HOTEL DAN RESTORAN ... 36
3.6.1 Subsektor Perdagangan Besar dan Eceran ... 36
3.6.2 Subsektor Restoran ... ... 36
3.6.3 Subsektor Hotel ... 36
3.7 SEKTOR PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI ... 37
3.7.1 Subsektor Pengangkutan... 38
3.7.2 Subsektor Jasa Penunjang Angkutan ... 39
3.7.3 Subsektor Komunikasi ... 40
3.8 SEKTOR KEUANGAN, PERSEWAAN DAN JASA PERUSAHAAN 3.8.1 Subsektor Bank ... 41 41 3.8.2 Subsektor Lembaga Keuangan Bukan Bank ... 41
3.8.3 Subsektor Jasa Penunjang Keuangan ... 42
3.8.4 Subsektor Sewa Bangunan ... 43
3.8.5 Subsektor Jasa Perusahaan ... 43
3.9 SEKTOR JASA-JASA ... 44
3.9.1 Subsektor Jasa Pemerintahan Umum ... 44
3.9.2 Subsektor Jasa Sosial Kemasyarakatan ... 45
3.9.3 Subsektor Jasa Hiburan dan Rekreasi ... 46
3.9.4 Subsektor Jasa Perorangan dan rumah Tangga ... 46
BAB IV TINJAUAN EKONOMI KABUPATEN MIMIKA ... 47
4.1 PDRB DAN PERKEMBANGANNYA ... 47
4.2 PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN MIMIKA ... 49
4.3 STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN MIMIKA .. 51
4.4 PERTUMBUHAN EKONOMI DAN PERANAN 51
4.4.1 SEKTOR PERTANIAN ... 55
4.4.2 SEKTOR PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN .. 58
4.4.3 SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN ... 59
4.4.4 SEKTOR LISTRIK DAN AIR MINUM ... 61
4.4.5 SEKTOR BANGUNAN/ KONSTRUKSI ... 63
4.4.6 SEKTOR PERDAGANGAN, HOTEL DAN 63
RESTORAN
4.4.7 SEKTOR PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI .. 65
4.4.8 SEKTOR KEUANGAN, PERSEWAAN, DAN JASA
PERUSAHAAN... 68
4.4.9 SEKTOR JASA-JASA ... 70
4.5ANALIS SHARE TERHADAP PERTUMBUHAN 72
EKONOMI
4.6 PDRB PERKAPITA KABUPATEN MIMIKA ... 75
4.7 PDRB KABUPATEN MIMIKA MENURUT KELOMPOK
SEKTOR... 77
LAMPIRAN DENGAN TAMBANG ... 82
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Analis Share Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten 73
DAFTAR GRAFIK
Halaman
Grafik 1. PDRB Mimika dengan Tambang ... 48
Grafik 2. PDRB Mimika tanpa Tambang ... 48
Grafik 3. Laju Pertumbuhan PDRB Tahun 2009-2013 50
Grafik 4. Laju Pertumbuhan PDRB per Sektor Tahun 2013 51
Grafik 5. Peranan Sektor-sektor Ekonomi ( Dengan Tambang)
Tahun 2009-2013... 53
Grafik 6. Peranan Sektor-sektor Ekonomi ( Tanpa Tambang)
tahun 2009-2013... 54
Grafik 7. Pertumbuhan Ekonomi Sektor pertanian dan
Subsektornya Tahun 2009-2013... 56
Grafik 8. Peranan Sektor Pertanian dan sub Sektornya tahun 2013
57
Grafik 9. Pertumbuhan Ekonomi Sektor Pertambangan dan
Penggalian Tahun 2009-2013... 58
Grafik 10. Peranan Sektor Pertambangan dan Penggalian tahun
2013... 59
Grafik 11. Pertumbuhan Ekonomi Sektor Industri Pengolahan dan
Sub Sektornya Tahun 2009-2013... 60
Grafik 12. Peranan Sektor Industri Pengolahan dan Sub Sektornya
tahun 2013... 60
Grafik 13. Pertumbuhan Ekonomi Sektor Listrik dan Air Bersih
dan Sub Sektornya Tahun 2009-2013... 62
Grafik 14. Peranan Sektor Listrik dan Air Bersih dan Sub
Sektornya tahun 2013... 62
Grafik 15. Pertumbuhan Ekonomi Sektor Bangunan Tahun 2009-
2013... 63
Grafik 16. Pertumbuhan Ekonomi Sektor Perdagangan, Hotel,
dan Restoran dan Sub Sektornya tahun 2009-2013... 65
Grafik 17. Peranan Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran
Halaman
Grafik 18. Pertumbuhan Ekonomi Angkutan dan Komunikasi dan
Sub Sektornya tahun 2009-2013... 68
Grafik 19. Peranan Ekonomi Sektor Angkutan dan Komunikasi
Tahun 2013... 69
Grafik 20. Pertumbuhan Ekonomi Sektor Keuangan, Persewaan,
dan Jasa Perusahaan dan Sub Sektornya tahun 2009- 2013... 69
Grafik 21. Peranan Ekonomi Sektor Keuangan, Persewaan, dan
Jasa Perusahaan dan Sub Sektornya Tahun
2013... 71
Grafik 22. Pertumbuhan Ekonomi Sektor Jasa-Jasa dan Sub
Sektornya tahun 2009-2013... 71
Grafik 23. Peranan Ekonomi Sektor Jasa-Jasa dan Sub Sektornya
Tahun 2013... 75
Grafik 24. Perkembangan PDRB per Kapita Kabupaten Mimika
Tahun 2009-2013... 76
Grafik 25. Pertumbuhan PDRB Per Kapita Kabupaten Mimika
Tahun 2009-2013... 76
Grafik 26. Kontribusi Kelompok Sektor terhadap PDRB Kab.
Mimika Tahun 2009-2013 Dengan Tambang... 78
Grafik 27. Kontribusi Kelompok Sektor terhadap PDRB Kab.
Mimika Tahun 2009-2013 Tanpa Tambang... 78
Grafik 28. Pertumbuhan Kelompok Sektor Ekonomi Dengan
Tambang Tahun 2013... 80
Grafik 29. Pertumbuhan Kelompok Sektor Ekonomi Dengan
BAB I PENJELASAN UMUM
1.1 PENDAHULUAN
Penyusunan perencanaan ekonomi suatu daerah/wilayah, memerlukan
berbagai jenis data statistik yang akan digunakan sebagai bahan analisis
dalam menentukan dan mengarahkan program pembangunan untuk
mencapai hasil guna dan daya guna yang tinggi. Program dan kebijakan
pembangunan ekonomi yang telah dilaksanakan hendaknya dievaluasi baik
hasil maupun implikasinya.
Hasil dari suatu evaluasi akan berbentuk suatu ukuran kuantitatif
yang mutlak diperlukan agar dapat memberikan gambaran tentang keadaan
masa lalu, masa kini, dan gambaran yang hendak dicapai pada masa yang
akan datang. Pada hakekatnya pembangunan ekonomi merupakan usaha
yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, memperbesar
kesempatan kerja, meningkatkan pemerataan pembagian pendapatan
masyarakat, meningkatkan hubungan ekonomi, dan mengusahakan
penggeseran kegiatan ekonomi dari sektor primer ke sektor sekunder dan
tersier.
Untuk mengetahui tingkat pertumbuhan ekonomi dan pendapatan
masyarakat, maka perlu disajikan statistik pendapatan regional secara
berkala sebagai bahan perencanaan pembangunan regional khususnya
1.2 ALASAN TEKNIS PEMILIHAN TAHUN DASAR 2000
a. Karena seri data PDB/PDRB yang menggunakan tahun dasar
sebelumnya (1993) dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan
perkembangan ekonomi yang terjadi.
b. Merupakan kesepakatan bersama yang dideklarasikan oleh negara-
negara di wilayah Asia Pasifik (UN-ESCAP), agar hasil pengukuran
PDB yang diperoleh dapat dibandingkan secara langsung.
c. Tahun 2000 merupakan awal berlangsungnya proses pemulihan
ekonomi Indonesia setelah dilanda krisis ekonomi sejak tahun 1998.
d. Kondisi ekonomi Indonesia pada tahun 2000 relatif stabil.
e. Tersedianya perangkat data yang lengkap yang disajikan dalam Tabel
Input Output 2000. Melalui Tabel I-O, keseimbangan antara transaksi
supply and demand atas berbagai produk barang dan jasa di Wilayah
domestik dapat dikontrol dengan lebih baik.
f. Tersedianya perangkat data SNSE tahun 2000, yang menyajikan
informasi mengenai keseimbangan antara penerimaan dan konsumsi
nasional. Perangkat ini khususnya digunakan sebagai kontrol dalam
pengukuran PDB menurut penggunaan.
g. Adanya pembaharuan konsep-konsep yang berbasis pada SNA (93),
meski belum seluruh konsep dapat diaplikasikan.
1.3 PERUBAHAN KLASIFIKASI
Dalam penghitungan PDRB 1993, klasifikasi sektor telah disesuaikan
dengan klasifikasi yang digunakan dalam PDB. Sektor ekonomi pada
dirubah menjadi 9 sektor. Perubahan klasifikasi ini mempunyai dua
landasan yaitu :
1. Klasifikasi baru lebih mengacu pada klasifikasi rekomendasi SNA 1993.
Klasifikasi ini menjadi lebih umum dan bermanfaat untuk
membandingkan data PDB/PDRB dengan negara/daerah lain secara total
maupun sektoral.
2. Klasifikasi baru pada umumnya lebih terinci dengan maksud lebih
berorientasi pada pengguna data. Data yang lebih terinci akan lebih
banyak kegunaannya diban-dingkan dengan data yang terbatas
rinciannya.
Perubahan yang terjadi adalah pada sektor sewa rumah dan sektor
pemerintahan dan Hankam. Sektor Pemerintahan dan Hankam masuk sektor
Jasa-jasa dan sektor Sewa rumah masuk sektor Keuangan, Persewaan dan
Jasa Perusahaan. Sektor sewa rumah cakupannya diperluas menjadi sub
sektor sewa bangunan, sedangkan sub sektor jasa perusahaan tadinya
menjadi bagian dari sektor jasa.
1.4 TUJUAN DAN KEGUNAAN PUBLIKASI PDRB
Produk Domestik Regional Bruto yang disajikan atas dasar harga
konstan, akan menggambarkan tingkat pertumbuhan riil perekonomian suatu
daerah baik secara agregat maupun secara sektoral. Pertumbuhan
perekonomian yang timbul tersebut apabila dibandingkan dengan jumlah
penduduk masing-masing tahun, maka akan dapat pula mencerminkan
tingkat perkembangan pendapatan per kapita penduduk. Jika pendapatan per
kapita penduduk suatu daerah dibandingkan dengan pendapatan per kapita
untuk membandingkan tingkat kemakmuran material dengan daerah lainnya.
Penyajian Produk Domestik Regional Bruto baik atas dasar harga
berlaku maupun atas dasar harga konstan, juga dapat digunakan sebagai
indikator untuk melihat inflasi ataupun deflasi yang terjadi ditingkat
produsen. Demikian pula apabila disajikan secara sektoral akan dapat juga
memberi gambaran tentang struktur perekonomian suatu daerah.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Produk Domestik
Regional Bruto yang disajikan secara berkala dan komprehensif akan dapat
diketahui :
a. Indikator tingkat pertumbuhan perekonomian.
b. Indikator tingkat perkembangan pendapatan per kapita.
c. Indikator tingkat kemakmuran masyarakat.
d. Indikator tingkat inflasi dan deflasi.
BAB II
KONSEP DAN DEFINISI
2.1 SUSUNAN AGREGAT PENDAPATAN REGIONAL
a. Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga pasar
Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga pasar
merupakan penjumlahan nilai tambah dari seluruh kegiatan ekonomi,
yang terbagi dalam sektor-sektor ekonomi yang berada pada suatu
daerah.
b. Produk Domestik Regional Netto Atas Dasar Harga Pasar
Perbedaan antara konsep netto dan konsep bruto adalah karena
pada konsep bruto, penyusutan masih termasuk didalamnya, sedang
pada konsep netto komponen penyusutan sudah dikeluarkan.
Apabila Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga pasar
dikurangi penyusutan akan diperoleh Produk Domestik Regional Netto
atas dasar harga pasar. Penyusutan yang dimaksud di sini ialah nilai
susutnya (ausnya) barang-barang modal yang ikut serta dalam proses
produksi. Jika nilai susutnya barang-barang modal dari seluruh sektor
ekonomi dijumlahkan, maka hasilnya merupakan penyusutan yang
dimaksud.
c. Produk Domestik Regional Netto Atas Dasar Biaya Faktor
karena adanya pajak tidak langsung yang dipungut Pemerintah dan
subsidi yang diberikan oleh pemerintah kepada unit-unit produksi.
Pajak tak langsung dan subsidi mempunyai pengaruh berbanding
terbalik terhadap harga barang. Pajak tak langsung berpengaruh
menaikkan harga barang sedangkan subsidi berpengaruh menurunkan
harga barang. Sehingga apabila pajak tak langsung dikurangi subsidi
akan diperoleh pajak tak langsung netto. Jika Produk Domestik
Regional Netto atas dasar harga pasar dikurangi dengan pajak tidak
langsung netto ini, maka hasilnya akan berupa Produk Domestik
Regional Netto atas dasar biaya faktor.
d. Pendapatan Regional
Dari konsep-konsep di atas dapat diketahui, bahwa Produk
Domestik Regional Netto atas dasar biaya faktor itu sebenarnya
merupakan jumlah balas jasa dari faktor-faktor produksi yang ikut
serta dalam proses produksi di suatu daerah. Faktor-faktor produksi
tersebut berupa tenaga kerja/buruh, modal uang, tanah dan
pengusaha/interpreneur.
Dengan demikian Produk Domestik Regional Netto atas dasar
biaya faktor merupakan jumlah dari pendapatan yang berupa
upah/gaji, bunga uang, sewa tanah dan keuntungan yang timbul
(income originated), atau merupakan pendapatan yang berasal (income
originated) dari daerah tersebut.
Akan tetapi pendapatan yang dihasilkan tersebut tidak
seluruhnya menjadi pendapatan penduduk di wilayah yang
penduduk yang tinggal di wilayah lain, misalnya suatu perusahaan
yang modalnya dimiliki oleh orang luar, tetapi perusahaan tadi
beroperasi di daerah tersebut, maka dengan sendirinya keuntungan
perusahaan itu sebagian akan menjadi milik orang luar daerah
tersebut. Sehingga sebagian keuntungan akan menjadi pendapatan dari
pemilik modal yang berada di luar daerah. Sebaliknya kalau ada
penduduk daerah ini yang menanamkan modalnya di luar daerah,
maka sebagian keuntungan perusahaan tadi akan mengalir ke dalam
daerah tersebut, dan menjadi pendapatan dari pemilik modal daerah
ini.
Kalau Produk Domestik Regional Netto atas dasar biaya faktor
dikurangi dengan pendapatan yang mengalir ke luar, ditambah dengan
pendapatan yang mengalir masuk ke dalam region/daerah, maka
hasilnya akan merupakan Produk Regional Netto, yaitu merupakan
jumlah pendapatan yang benar-benar diterima (income receipt) oleh
seluruh penduduk yang tinggal di daerah tersebut. Produk Regional
inilah yang merupakan Pendapatan Regional Daerah yang
bersangkutan.
Apabila Pendapatan Regional tersebut dibagi dengan jumlah
seluruh penduduk yang tinggal di daerah itu, maka hasilnya
merupakan pendapatan perkapita penduduk di daerah tersebut.
e. Personal Income
Personal Income (pendapatan orang seorang) adalah merupakan
pendapatan yang diterima oleh rumahtangga. Kalau kita
Perkapita Penduduk seperti tersebut di atas, maka sebenarnya tidak
semua Pendapatan Regional tersebut diterima oleh rumahtangga,
karena harus dipotong pajak pendapatan (corporate income taxes),
keuntungan yang tidak dibagikan (undistributed profits), dan iuran
kesejahteraan sosial (social security constribution). Sebaliknya
pendapatan tersebut harus ditambah dengan transfer yang diterima
oleh rumahtangga dan bunga neto atas hutang Pemerintah.
Jadi apabila Pendapatan Regional dikurangi pajak pendapatan,
keuntungan yang tidak dibagikan dan iuran kesejahteraan sosial,
kemudian ditambah dengan transfer yang diterima oleh rumahtangga
dan bunga neto atas hutang pemerintah, maka akan diperoleh Personal
Income.
f. Disposable Income
Apabila pendapatan orang seorang (personal income) tersebut
dikurangi dengan pajak rumahtangga dan transfer yang dibayar oleh
rumahtangga, maka akan diperoleh pendapatan yang benar-benar siap
dibelanjakan (Disposable Income).
Dari uraian-uraian tersebut di atas, maka dapat disusun Agregat
Pendapatan Regional sebagai berikut :
1. Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga pasar
Dikurangi : Penyusutan
Sama dengan :
2. Produk Domestik Regional Netto atas dasar harga pasar
Dikurangi : Pajak tak langsung netto
3. Produk Domestik Regional Netto atas biaya faktor
Ditambah : Pendapatan yang masuk dari luar daerah/
luar negeri
Dikurangi : Pendapatan yang mengalir keluar
daerah/ luar negeri
Sama dengan :
4. Produk Domestik Regional/Pendapatan Regional
Dikurangi : - Pajak pendapatan
-Keuntungan yang tidak dibagikan
-Iuran kesejahteraan sosial
Ditambah : - Transfer yang diterima oleh
rumahtangga
Sama dengan :
-Bunga netto atas hutang pemerintah
5. Pendapatan orang-seorang (Personal Income)
Dikurangi : - Pajak rumahtangga
Sama dengan :
-Transfer yang dibayar oleh rumah tangga
6. Pendapatan yang siap dibelanjakan (Disposable Income).
Disposable Income inilah yang merupakan pendapatan yang
benar-benar digunakan dan dimiliki oleh rumahtangga. Untuk lebih
jelasnya, maka susunan Agregat Pendapatan Regional tersebut
Gambar 1.Susunan Agregat Pendapatan Regional
Biaya Antara:
Bibit, pupuk, obat- obatan, bahan baku, bahan penolong, listrik,
jasa perbaikan alat- alat, sewa bangunan dan mesin, jasa lainnya
dan sebagainya, tidak termasuk pemberian
barang modal
Penyusutan
Pajak Tidak Langsung
Netto
Upah dan Gaji, Sewa bangunan, royalti,
bunga modal, keuntungan (deviden
dan laba tahunan)
Pajak perusahaan, keuntungan yang tidak dibagikan, iuran kesejahteraan sosial
Pajak rumah tangga, transfer oleh rumah tangga
Pendapatan Netto dari luar daerah/ luar negeri Transfer yang diterima rumah tangga, bunga netto atas hutang pemerintah T o tal O u tpu t PD R B H a rg a Pa sar PD R N Ha rg a Pa sar PD R N B ia y a Fak tor (Pe n d a p a tan R eg io n a l) Pe nd a p a tan O ra n g Se o ra n g ( Pe rs on al I nc om e) Pe n d a p a tan s ia p D ib el a n ja k a n (D isp o sab le I n c o m e)
Keterangan :
PDRB= Produk Domestik Regional Bruto
PDRN= Produk Domestik RegionalNetto
SKEMA AGREGAT PENDAPATAN REGIONAL
Produk Domestik Regional Netto (PDRN) atas dasar
2.2 METODE PENDEKATAN
Untuk melakukan penghitungan Pendapatan Regional ada empat
metode yang dipakai yaitu :
a. Pendekatan dari segi produksi (production approach)
b. Pendekatan dari segi pendapatan (income approach)
c. Pendekatan dari segi pengeluaran (expenditure approach)
d. Metode Alokasi (allocation method)
Untuk lebih jelasnya maka akan diuraikan dari masing-masing
metode sebagai berikut :
a. Pendekatan Produksi
Pendekatan dengan metode ini untuk memperoleh Nilai Tambah
Bruto (Gross Value Added) dilakukan dengan cara besarnya nilai
output dikurangi dengan biaya-biaya antara (intermediate cost).
Biaya-biaya antara (intermediate cost) yang dimaksud adalah
barang-barang yang tidak tahan lama (umur pemakaian kurang dari
satu tahun atau habis dalam satu kali pemakaian) dan jasa-jasa pihak
lain yang digunakan dalam proses produksi.
Apabila nilai output dikurangi dengan biaya-biaya antara,
maka akan diperoleh Nilai Tambah Bruto yang terdiri dari biaya
faktor produksi (upah/gaji, bunga netto, sewa tanah, keuntungan),
penyusutan barang modal dan pajak tak langsung netto.
Nilai output biasanya digunakan data sekunder dari instansi
yang bersangkutan. Sedangkan biaya antara diperoleh dari hasil Survei
pendekatan produksi ini biasanya digunakan untuk sektor pertanian,
industri, listrik, gas dan air minum, pertambangan dan sebagainya.
b. Pendekatan Pendapatan
Pendekatan dengan cara ini dapat dilakukan dengan
menjumlahkan pendapatan, yaitu jumlah balas jasa faktor produksi
berupa upah/gaji, bunga netto, sewa tanah dan keuntungan, sehingga
diperoleh Produk Domestik Regional Netto atas dasar biaya faktor.
Untuk memperoleh Produk Domestik Regional Bruto atas
dasar harga pasar, harus ditambah dengan penyusutan dan pajak tak
langsung netto. Penghitungan dengan metode pendapatan (income
approach) ini biasanya digunakan untuk kegiatan yang sulit dihitung
dengan pendekatan produksi, seperti subsektor Pemerintahan umum
dan Jasa-jasa yang usahanya tidak mencari untung (non profit).
c. Pendekatan Pengeluaran
Pendekatan dengan cara ini digunakan untuk menghitung nilai
barang dan jasa yang digunakan oleh berbagai golongan dalam
masyarakat. Barang dan jasa yang diproduksi oleh unit-unit produksi
akan digunakan untuk keperluan konsumsi, pembentukan modal
(investasi) dan ekspor. Karena yang dihitung nilai barang dan jasa
yang berasal dari produksi domestik saja, maka dari komponen biaya
di atas perlu dikurangi dengan nilai impor sehingga komponen nilai
ekspor di atas akan menjadi nilai ekspor netto.
Apabila nilai konsumsi (konsumsi rumahtangga, pemerintah
dijumlahkan, maka akan diperoleh nilai Produk Domestik Regional
Bruto atas dasar harga pasar.
d. Metode Alokasi
Kadang-kadang data yang tersedia tidak memungkinkan untuk
menggunakan ketiga metode tersebut, sehingga terpaksa dipakai
metode alokasi. Hal ini dapat terjadi misalnya suatu unit produksi
yang mempunyai kantor pusat dan kantor cabang. Kantor Pusat berada
diwilayah lain, sedang kantor cabang berada didaerah tersebut. Sering
kantor-kantor cabang ini tidak dapat membuat neraca untung rugi,
sebab neracanya dibuat di kantor pusat, sehingga tidak dapat diketahui
berapa keuntungan yang diperoleh dari kantor cabang. Padahal
keuntungan merupakan salah satu komponen dari nilai tambah.
Untuk dapat menghitung hal-hal yang demikian maka
digunakan metode alokasi, yaitu dengan jalan mengalokasikan angka-
angka secara terpusat dengan memakai indikator-indikator yang
sekiranya dapat menunjukkan peranan cabang yang berada di daerah
itu terhadap kantor pusatnya. Indikator yang dimaksud dapat berupa
volume kerja, jumlah karyawan, jumlah penduduk, dan lain-lain.
Metode alokasi ini merupakan metode pendekatan tidak
langsung, sedang yang lain merupakan metode langsung. Dengan
menggunakan metode langsung akan dapat dihasilkan angka-angka
yang bisa menggambarkan karakteristik yang lebih mendekati
kenyataan bila dibandingkan dengan angka-angka yang diperoleh dari
metode langsung, dan bila hal ini tidak mungkin, baru ditempuh
penghitungan dengan metode tidak langsung.
2.3 STRUKTUR PENDAPATAN REGIONAL
Untuk dapat memberi gambaran sampai seberapa jauh peranan
masing-masing sektor ekonomi memberikan andil dalam berproduksi,
atau sampai seberapa jauh peranan faktor-faktor produksi berpartisipasi
dalam proses produksi, atau bagaimana komposisi penggunaan produk-
produk yang dihasilkan tadi, maka biasanya Pendapatan Regional
disajikan dalam 3 (tiga) bentuk, yaitu :
1. Pendapatan Regional menurut lapangan usaha (by industrial
origins).
2. Pendapatan Regional menurut andilnya faktor-faktor produksi.
3. Pendapatan Regional menurut jenis penggunaan (by type of
expenditure).
a. Pendapatan Regional menurut lapangan usaha
Penyajian dalam bentuk ini dapat memberikan gambaran tentang
peranan masing-masing sektor dalam memberikan andilnya
pada Pendapatan Regional. Karena itu unit-unit produksi
dikelompokkan kedalam sektor-sektor sebagai berikut
1. Pertanian, Peternakan, Perikanan, Kehutanan dan
Perkebunan.
2. Pertambangan dan Penggalian.
4. Listrik dan Air Minum.
5. Bangunan.
6. Perdagangan, Hotel dan Restoran.
7. Pengangkutan dan Komunikasi.
8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan.
9. Jasa-Jasa.
b. Pendapatan Regional menurut andilnya faktor-faktor produksi
Penyajian dalam bentuk ini dapat memberikan gambaran
tentang peranan masing-masing faktor produksi dalam
memberikan andil pada Pendapatan Regional. Karena itu
disajikan balas jasa yang diterima oleh masing-masing faktor
produksi yaitu dalam bentuk upah/gaji, sewa tanah, bunga dan
keuntungan. Berhubung ada unit-unit produksi yang faktor-
faktor produksinya sekaligus dimiliki sendiri oleh produsen
seperti : petani, pelukis dan pekerja profesional lainnya, maka
terlalu sukar untuk memisahkan nilai tambahnya dalam
komponen-komponen faktor-faktor pendapatan, sehingga perlu
ditambahkan satu rincian lagi untuk menampung hal seperti ini,
yaitu usaha perorangan (non corporated enterprices). Dengan
demikian maka item yang keluar pada tabel yang disajikan
menjadi :
1. Upah/Gaji sebagai balas jasa pegawai (Compensation of
employees)
2. Pendapatan dari usaha perorangan (Income from non corpo-
3. Sewa Tanah (Rental Income)
4. Keuntungan (Corporated Profit)
5. Bunga netto (Net Interest)
Untuk dapat memberi gambaran tentang apa-apa yang tercakup
dalam masing-masing item, di atas di bawah ini akan diuraikan
secara singkat sebagai berikut :
1. Upah / Gaji
Upah/Gaji yang tercakup disini ialah balas jasa faktor
produksi buruh/pegawai yang meliputi :
a. Upah dan Gaji baik berupa uang maupun barang,
sebelum dipotong pajak upah, dana pensiun, asuransi
kesehatan.
b. Pembayaran yang berbentuk hadiah, premi, bonus dan
segala macam tunjangan lainnya
c. Social security contribution, meliputi pembayaran
kontribusi yang dilakukan oleh pengusaha untuk
keperluan pegawai-pegawainya, misalnya untuk dana
asuransi, kesehatan, pensiun, dan sebagainya.
2. Pendapatan Usaha Perorangan
Yang tercakup disini adalah pendapatan yang
ditimbulkan oleh unit-unit produksi yang tidak berbentuk
perusahaan, seperti petani, dokter, pedagang kecil, tukang cukur,
dan sebagainya. Disini biasanya faktor produksinya tidak dibeli
dari luar tetapi dimiliki oleh unit-unit produksi itu sendiri, maka
komponen-komponen balas jasa faktor produksinya. Sehingga
nilai tambahnya dikeluarkan dalam bentuk gabungan dalam item
ini.
3. Sewa Tanah
Yang tercakup dalam hal ini adalah pendapatan yang
ditimbulkan oleh :
a. Ikut sertanya faktor produksi tanah dalam proses produksi.
Dengan tidak melihat untuk apa tanah itu digunakan (apakah
untuk petanian, perikanan atau untuk bangunan), maka sewa
tanah yang dihasilkan dimasukkan dalam rental income.
Tapi perlu diingat, bahwa sewa yang dimaksud disini harus
sewa netto, artinya setelah dipotong dengan kewajiban-
kewajiban yang harus dibayar oleh pemilik tanah, seperti
pajak dan ongkos perbaikan atas tanah bila hal ini
dibebankan kepada pemilik tanah.
b. Pemilik atas hak patent, hak cipta (copyright), merk dagang
dan sebangsanya.
4. Keuntungan
Yang tercakup disini ialah keuntungan perusahaan
sebelum dipotong pajak perusahaan dan pajak langsung lainnya,
dan sebelum dibagikan sebagai deviden.
5. Bunga Netto
Yang tercakup dalam bunga netto adalah bunga atas
penduduk maupun pemerintah, dikurangi bunga atas
hutang pemerintah kepada penduduk jika hutang tersebut
dipakai untuk konsumsi pemerintah, misalnya untuk
membiayai perang. Karena dipakai untuk konsumsi,
berarti uang itu tidak ikut serta dalam proses produksi,
sehingga bunganya pun bukan balas jasa faktor produksi.
Sebagaimana disebutkan di atas, bahwa Pendapatan
Regional merupakan balas jasa faktor produksi, maka bunga
yang demikian bukan bagian dari Pendapatan Regional dan
harus dikeluarkan dari Pendapatan Regional, untuk
selanjutnya dianggap sebagai transfer. Selain itu perlu
diadakan imputasi atas bunga dari uang penduduk yang
disimpan sebagai tanggungan di perusahaan-perusahaan,
seperti asuransi jiwa, dana pensiun, dan sebagainya dan
imputasi ini dimasukkan dalam item bunga netto.
c. Pendapatan Regional menurut jenis penggunaan (by type of
expenditure)
Penyajian dalam bentuk ini dapat memberi gambaran
bagaimana barang dan jasa yang diproduksi itu digunakan
oleh berbagai golongan dalam masyarakat. Untuk keperluan
ini maka barang dan jasa itu dikelompokkan menurut
penggunaannya dalam masyarakat, yaitu digunakan untuk
keperluan konsumsi rumahtangga dan lembaga swasta yang
tidak mencari untung (private consumption expenditure),
yang tidak digunakan pada tahun laporan akan disimpan
sebagai stock (increase in stock) dan digunakan untuk barang
ekspor netto. Jadi penyajiannya akan berbentuk
1. Pengeluaran Konsumsi rumahtangga
2. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah
3. Pembentukan Modal Tetap
4. Perubahan Stok
5. Ekspor Neto
1. Pengeluaran Konsumsi Rumahtangga
Yang termasuk dalam hal ini ialah pengeluaran yang
dilakukan oleh rumahtangga untuk membeli barang-barang jadi
baru dan jasa tanpa melihat durability dari barang dan jasa itu,
dikurangi penjualan dari barang bekas netto (penjualan pembelian
barang bekas netto), dengan pengecualian pengeluaran yang
bersifat transfer, pembelian tanah dan rumah. Pengecualian ini
dilakukan sebab transfer akan dihitung sebagai pengeluaran pada
konsumer yang menerima transfer tadi, sedang pengeluaran untuk
tanah dan rumah dimasukkan dalam item Pembentukan Modal
(Capital Formation).
Kecuali pengeluaran yang dilakukan oleh rumahtangga
yang tercakup dalam item ini ialah pengeluaran rutin yang
dilakukan oleh lembaga swasta (Lembaga Swasta yang tidak
mencari untung). Pengeluaran yang dilakukan oleh lembaga ini
untuk pembelian barang-barang modal akan dimasukkan dalam
rumahtangga lembaga swasta yang tidak mencari untung ini
disebut Private Consumption Expenditure.
2. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah
Item ini mencakup pengeluaran rutin untuk pembelian
barang dan jasa dari pihak lain yang dilakukan oleh Pemerintah,
baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah, dikurangi
hasil penjualan barang dan jasa yang dilakukan oleh Pemerintah.
Pengeluaran rutin disini meliputi pembayaran upah dan gaji
kepada pegawai-pegawai pemerintah, belanja barang, biaya-biaya
pemeliharaan dan biaya-biaya rutin lainnya. Termasuk juga
pengeluaran belanja modal untuk keperluan militer. Belanja
modal untuk keperluan sipil misalnya pembelian mobil-mobil,
pesawat terbang, mesin-mesin, pembuatan gedung-gedung, jalan-
jalan, jembatan dan sebagainya, akan dimasukkan dalam
pembentukan modal tetap, sedang pembelian seperti di atas, tetapi
untuk keperluan militer dimasukkan dalam Pengeluaran Konsumsi
Pemerintah . Pengeluaran rutin tersebut harus dikurangi dengan
hasil penjualan barang dan jasa yang dilakukan oleh Pemerintah,
misalnya penjualan buku-buku penerbitan oleh departemen-
departemen, penjualan bibit padi dan telur dari pusat-pusat
pembibitan milik Pemerintah dan sebagainya.
3. Pembentukan Modal Tetap Bruto
Pembentukan modal tetap bruto (Gross Fixed Capital
Formation) ditambah perubahan stok (increase in stock) biasanya
merupakan jumlah perubahan stok barang, baik barang-barang
yang sudah ditanam maupun yang masih disimpan. Hanya untuk
memudahkan penghitungan, kedua item ini perlu dipisahkan.
Apa yang tercakup dalam perubahan stok akan dibicarakan
kemudian sedang yang masuk dalam pembentukan modal tetap
mencakup besarnya modal yang ditanam selama satu tahun, baik
oleh Pemerintah, Swasta, Lembaga Swasta Nirlaba maupun
rumahtangga (terbatas pada tanah dan rumah), dikurangi dengan
jumlah penjualan barang-barang modal bekas selama tahun yang
sama. Yang tercakup dalam barang modal tetap (durable
procedure goods) dan umurnya lebih dari satu tahun, misalnya
tanah, rumah, gedung-gedung, jalan, jembatan, dam-dam, mesin-
mesin, alat-alat transport, dan sebagainya. Selain tersebut di atas
yang termasuk juga dalam pembentukan modal tetap seperti untuk
pembelian/penambahan ternak-ternak yang dipelihara untuk
diambil susunya, tenaganya, bulunya, dan sebagainya. Sedangkan
pembelian/penambahan ternak yang dipelihara untuk diambil
dagingnya (dipotong) akan dimasukkan dalam pembentukan
modal stok. Dalam item ini termasuk juga pengeluaran-
pengeluaran untuk penanaman hutan baru, perkebunan-
perkebunan atau tanaman-tanaman keras yang baru bisa dipetik
hasilnya setelah berumur lebih dari satu tahun.
4. Perubahan Stok
Yang dimaksud dalam item ini ialah barang-barang yang
sempat dipakai sampai akhir tahun, sehingga masih disimpan
sebagai stok. Seperti yang disebut di atas termasuk juga dalam
increase stock ini ialah penambahan ternak yang dipelihara untuk
dipotong.
5. Ekspor Netto
Ekspor Netto disini berarti selisih antara ekspor dan impor
dari barang dan jasa. Ekspor barang dan jasa meliputi ekspor
barang-barang yang dijual keluar negeri, dimana termasuk
didalamnya barang-barang dagangan (merchandise), jasa-jasa
transport, asuransi dan jasa-jasa lain. Begitu pula untuk impor
termasuk barang-barang dagangan, jasa-jasa lain yang dibeli dari
luar negeri. Juga pengeluaran/pemasukan barang yang bersifat
pemberian/hadiah ke/dari negara-negara lain dan barang-barang
yang diekspor/impor dengan dibiayai oleh uang yang diperoleh
dari transfer antar negara. Tetapi kalau pengeluaran/pemasukan
barang yang bersifat hadiah/pemberian ini dimaksud untuk
keperluan militer tidak termasuk dalam item ekspor/impor ini.
2.4 PENYAJIAN ATAS DASAR HARGA KONSTAN
Salah satu kegunaan dari Pendapatan Regional ialah untuk melihat
perkembangan pendapatan/produk dari tahun ke tahun. Karena adanya
pengaruh inflasi, maka daya beli uang akan mengalami penurunan dari
tahun ke tahun. Berhubung dengan itu apakah kenaikan pendapatan
seseorang benar-benar naik atau tidak maka faktor inflasi ini terlebih
dieliminir, maka pendapatan yang dihasilkan akan merupakan pendapatan
yang riil (real income). Sehingga naik turunnya pendapatan riil ini akan
mencerminkan naik turunnya daya beli.
Pendapatan Regional dengan masih adanya faktor inflasi
didalamnya akan merupakan Pendapatan Regional atas dasar harga yang
berlaku (at current prices), sedang bila faktor inflasi sudah dieliminir
akan merupakan Pendapatan Regional atas dasar harga konstan (at
constant prices). Untuk merubah angka atas dasar harga berlaku menjadi
angka atas dasar harga konstan, ada tiga metode dasar yang dapat dipakai,
yaitu :
1. Revaluasi
Cara ini diperoleh dengan menilai produksi pada tahun yang
bersangkutan dengan memakai harga pada tahun dasar. Begitu juga
biaya-biaya antara dinilai dengan memakai harga pada tahun dasar
pula.
2. Ekstrapolasi
Cara ini diperoleh dengan mengekstrapolasikan nilai tambah
pada tahun dasar dengan menggunakan indeks kuantum dari barang-
barang yang bersangkutan. Bila terdapat kesulitan dalam memperoleh
indeks kuantum dapat dipakai indikator lain yang ada hubungannya
dengan indeks kuantum produksi, seperti indeks tenaga kerja dibidang
itu, indeks kuantum dari input yang dipakai dan sebagainya.
Ekstrapolasi dapat juga dilakukan terhadap output atas dasar harga
terhadap output akan diperoleh perkiraan nilai tambah atas dasar harga
konstan.
3. Deflasi
Cara ini diperoleh dengan mendeflate nilai tambah atas dasar
harga yang berlaku dengan indeks harga dari barang-barang yang
bersangkutan. Indeks harga disini dapat dipakai indeks harga
perdagangan besar, harga produsen maupun harga eceran tergantung
mana yang lebih cocok. Selain daripada itu metode dasar tersebut di
atas, ada empat pendekatan untuk menghitung nilai tambah sektoral
atas dasar harga konstan, tiga diantaranya didasarkan pada pendekatan
produksi yang dipakai untuk penghitungan nilai tambah dan yang
satunya didasarkan pada pendekatan pendapatan. Empat pendekatan
tersebut adalah sebagai berikut :
a. Deflasi Ganda
Deflasi ganda dilakukan apabila output atas dasar harga
konstan dihitung secara terpisah dari input antara atas dasar
harga konstan. Nilai tambah atas dasar harga konstan merupakan
selisih antara output dan input antara atas dasar harga konstan.
Untuk menghitung output dan input antara atas dasar harga
konstan itu dapat dipakai salah satu atau kombinasi dari tiga
metode dasar tersebut di atas. Perlu diperhatikan bahwa istilah
deflasi yang digunakan disini adalah dalam arti yang luas.
b. Ekstrapolasi Langsung terhadap Nilai Tambah
Ekstrapolasi dari nilai tambah sektoral dapat dilakukan
harga konstan (yang didasarkan pada metode revaluasi, ekstrapolasi
atau deflasi) atau dapat secara langsung menggunakan indeks
produksi yang sesuai, atau tingkat pertumbuhan riil yang lalu dari
output, input antara atau nilai tambah kemudian dikalikan dengan
nilai tambah sektoral tahun dasar.
Secara implisit pendekatan ini didasarkan pada asumsi bahwa
output atas dasar harga konstan berubah sejalan dengan input atas
dasar harga konstan atau rasio input antara riil boleh dikatakan
tetap. Asumsi itu akan cocok bila perubahan teknologi dari sektor
yang bersangkutan relatif kecil. Dalam beberapa hal pendekatan ini
akan lebih mudah bila digunakan dalam jangka pendek atau bila
rasio input antara adalah kecil.
c. Deflasi Tidak Langsung terhadap Nilai Tambah
Deflasi dari nilai tambah sektoral dilakukan dengan
menggunakan indeks harga implisit dari output atau secara
langsung menggunakan indeks harga produksi yang sesuai,
kemudian dijadikan angka pembagi terhadap nilai tambah sektoral
atas dasar harga berlaku. Secara implisit pendekatan ini didasarkan
pada asumsi bahwa inflasi yang terjadi pada output dianggap sama
dengan inflasi pada input antara. Asumsi ini akan lebih mudah bila
digunakan dalam jangka pendek atau bila rasio input antara adalah
kecil.
Komponen-komponen pendapatan dari nilai tambah pada
dasarnya erat kaitannya dengan tenaga kerja, modal dan
manajemen. Perubahan kualitas tenaga kerja dan modal akan
menyebabkan kesulitan-kesulitan, pendekatan ini hanya digunakan
untuk sektor-sektor dimana tiga pendekatan di atas tidak mungkin
digunakan karena tidak tersedianya data dasar atau indeks output
yang sesuai. Pendekatan ini akan lebih cocok bila nilai tambah
terutama terdiri dari kompensasi tenaga kerja dan penyusutan.
2.5. CARA PENYAJIAN DAN ANGKA INDEKS
Agregat-agregat Pendapatan Regional secara seri selalu disajikan
dalam dua bentuk, yaitu atas dasar harga berlaku dan atas dasar harga
konstan, seperti yang telah diuraikan di atas.
Pada penyajian atas dasar harga yang berlaku, semua agregat
Pendapatan Regional dinilai atas dasar harga yang berlaku pada masing-
masing tahunnya, baik pada saat menilai produksi dan biaya antara
maupun pada penilaian komponen nilai tambah.
Pada penyajian atas dasar harga konstan suatu tahun dasar semua
agregat Pendapatan Regional dinilai atas dasar harga tetap yang terjadi
pada tahun dasar, sehingga perkembangan agregat Pendapatan Regional
semata-mata karena perkembangan riil dan bukan karena pengaruh
kenaikan harga.
Agregat-agregat Pendapatan Regional juga disajikan dalam bentuk
angka indeks yaitu indeks perkembangan, laju pertumbuhan dan indeks
a. Indeks perkembangan, diperoleh dengan membagi nilai-nilai pada
masing-masing tahun dengan nilai pada tahun dasar, dikalikan 100.
Indeks ini menunjukkan tingkat perkembangan agregat pendapatan
dari tahun ke tahun terhadap tahun dasarnya.
b. Angka laju pertumbuhan, diperoleh dengan membagi nilai pada
masing-masing tahun dengan nilai pada tahun sebelumnya, dikalikan
100. Jadi disini tahun sebelumnya selalu dianggap 100. Indeks ini
menunjukkan tingkat perkembangan agregat Pendapatan Regional
untuk masing-masing tahun dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
c. Indeks implisit, diperoleh dengan membagi nilai atas dasar harga yang
berlaku dengan nilai atas dasar harga konstan untuk masing-masing
tahunnya, dikalikan 100. Indeks ini menunjukkan tingkat
perkembangan harga dari agregat Pendapatan Regional terhadap harga
pada tahun dasar. Selanjutnya bila dari indeks implisit ini dibuat
indeks berantainya, akan terlihat tingkat perkembangan harga setiap
BAB III URAIAN SEKTORAL
3.1. SEKTOR PERTANIAN
Sektor pertanian terdiri dari sub sektor tanaman bahan makanan,
perkebunan, peternakan, kehutanan dan perikanan.
3.1.1. Subsektor Tanaman Bahan Makanan
Sub sektor ini mencakup komoditi tanaman bahan makanan
seperti padi, jagung, ketela pohon, ketela rambat, kentang, kacang
tanah, kacang kedelai, kacang hijau, sayur-sayuran, buah-buahan, dan
tanaman pangan lainnya, serta produk hasil-hasil ikutannya. Termasuk
disini hasil-hasil dari pengolahan yang dilakukan secara sederhana
seperti beras tumbuk, gaplek dan pengolahan sagu.
Data produksi diperoleh dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan
dan BPS Kabupaten Mimika beserta harganya. Nilai Tambah Bruto
atas dasar harga yang berlaku diperoleh dengan cara pendekatan
produksi yaitu mengalikan terlebih dahulu setiap jenis kuantum
produksi dengan masing-masing harganya, kemudian hasilnya
dikurangi dengan biaya antara atas dasar harga yang berlaku pada
setiap tahun. Biaya antara tersebut diperoleh dengan menggunakan
rasio biaya antara terhadap output hasil survei pertanian yang
dilakukan dengan SKPR.
Nilai Tambah Bruto atas dasar harga konstan 2000 dihitung
masing tahun dengan harga pada tahun 2000, kemudian dikurangi lagi
dengan biaya antara atas dasar harga konstan tahun 2000.
3.1.2. Subsektor Tanaman Perkebunan Rakyat
Komoditi yang dicakup disini adalah hasil tanaman perkebunan
yang diusahakan oleh rakyat seperti karet, kopra, teh, tebu, tembakau,
cengkeh dan sebagainya, termasuk produk hasil-hasil ikutannya.
Pengolahan sederhana seperti minyak kelapa rakyat, tembakau olahan,
kopi olahan, dan teh olahan.
Nilai Tambah Bruto atas dasar harga berlaku dihitung dengan
cara pendekatan produksi. Rasio biaya antara serta rasio margin
perdagangan dan biaya transpor yang digunakan diperoleh dari tabel
Input-Output Indonesia 1990 dan up dating tahun 2000.
Nilai Tambah atas dasar harga konstan 2000 dihitung dengan
cara Revaluasi, sama seperti yang dilakukan pada tanaman bahan
makanan.
3.1.3. Subsektor Peternakan dan Hasil-hasilnya
Sub sektor ini mencakup produksi ternak besar, ternak kecil,
unggas maupun hasil-hasil ternak, seperti; sapi, kerbau, kuda,
kambing, domba, telur, susu segar, wool, serta hasil pemotongan
hewan. Produksi ternak diperkirakan adalah jumlah ternak yang
dipotong ditambah dengan kenaikan stok ditambah dengan hasil
ternak. Hasil ternak yang tersedia datanya hanyalah telur sedangkan
Data yang dipakai dalam penghitungan diperoleh dari Dinas
Peternakan Untuk mendapatkan output baik atas dasar harga yang
berlaku maupun konstan 2000 sama seperti pada penghitungan sub
sektor perkebunan.
3.1.4. Subsektor Kehutanan
Subsektor kehutanan mencakup penebangan kayu,
pengambilan hasil hutan lainnya dan perburuan, kegiatan penebangan
kayu menghasilkan kayu gelondongan, kayu olahan, kayu bakar,
arang dan bambu, sedangkan hasil kegiatan pengambilan hasil hutan
lainnya berupa rotan, damar, kulit kayu, kopal, nipah, akar-akaran dan
sebagainya.
Sebagaimana dengan sub sektor lainnya dalam sektor
pertanian, output sub sektor kehutanan dihitung dengan cara
mengalikan produksi dengan harga masing-masing. Penggunaan
harga yang berlaku pada masing-masing tahun menghasilkan output
atas dasar yang berlaku dan penggunaan harga pada tahun dasar
menghasilkan output atas dasar harga konstan 2000.
3.1.5. Subsektor Perikanan
Komoditi yang dicakup adalah semua hasil dari kegiatan
perikanan laut, perairan umum, tambak, kolam, sawah dan keramba,
serta pengolahan sederhana (pengeringan penggaraman ikan). Sumber
data dari Dinas Perikanan.
Nilai Tambah Bruto atas dasar harga yang berlaku dicari
dengan jalan mengeluarkan biaya produksi atas dasar harga yang
Tambah Bruto, maka sisanya adalah merupakan nilai tambah neto atas
dasar harga yang berlaku. Penghitungan Nilai Tambah Bruto atas
dasar harga konstan 2000 dilakukan dengan cara mengalikan produksi
tahun berjalan dengan harga tahun dasar, kemudian dikurangi dengan
rasio biaya antara tahun dasar.
3.2. SEKTOR PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN
Komoditi yang dicakup disini adalah minyak mentah dan gas bumi
serta segala jenis hasil penggalian. Data produksi barang tambang diperoleh
dari BPS sedangkan data penggalian lainnya diperoleh dari Dinas
Pertambangan Kabupaten Mimika dan dari data survei.
3.2.1. Subsektor Pertambangan Migas
Pertambangan Migas (minyak dan gas bumi) meliputi kegiatan
pencarian kandungan minyak dan gas bumi, penyiapan, pengeboran,
penambangan, penguapan, pemisahan serta penampungan untuk untuk
dapat dijual dan dip sarkan. Hasil kegiatan ini adalah minyak bumi,
kondensat dan gas bumi.
Metode penghitungan yang digunakan untuk sub sektor ini
adalah pendekatan produksi. NTB atas dasar harga berlaku diperoleh
dengan mengalikan output tersebut dengan rasio NTB terhadap output
masing-masing tahun. Sedangkan output atas dasar harga konstan
2000 diperoleh dengan cara revaluasi. Sedangkan sumber data
diperoleh dari Departemen Pertambangan dan Dirjen Migas.
Pertambangan tanpa migas meliputi pengambilan, pengolahan
lanjutan benda padat, baik di bawah maupun di atas permukaan bumi
serta seluruh kegiatan lainnya yang bertujuan untuk memanfaatkan
bijih logam dan hasil tambang lainnya. Hasil dari kegiatan ini adalah
batu bara, pasir, bijih timah, bijih besi, bijih nikel, bijih bauksit, bijih
tembaga, bijih emas serta komoditi ikutan lainnya.
Cara yang digunakan untuk memperoleh output dan NTB atas
dasar harga berlaku menggunakan pendekatan produksi. Sedangkan
untuk memperoleh NTB atas dasar harga konstan 2000 dengan cara
revaluasi.
3.2.3. Subsektor Penggalian
Komoditi yang tercakup dalam sub sektor penggalian terdiri
atas garam kasar dan penggalian lainnya seperti batu karang, batu
gunung, pasir, tanah urug, tanah liat dan jenis penggalian lainnya.
Nilai tambah brotu atas dasar berlaku dihitung dengan cara
produksi, yaitu dengan cara mengalikan besarnya produksi dengan
harga masing-masing komoditi kemudian hasilnya dikurangi dengan
besarnya biaya antara masing-masing komoditi. Sedangkan atas dasar
harga konstan 2000 dilakukan dengan cara revaluasi, yaitu
mengalikan produksi tahun berjalan dengan harga tahun dasar 2000,
3.3. SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN
Mencakup Industri Besar dan Sedang, Industri Kecil dan Kerajinan
Rumah Tangga. Industri besar dan sedang adalah perusahaan industri yang
mempunyai tenaga kerja 20 orang dan lebih, industri kecil mempunyai
tenaga kerja 5 - 19 orang, sedangkan industri kerajinan rumah tangga 1 - 4
orang.
3.3.1. Subsektor Industri Besar dan Sedang
Baik output maupun Nilai Tambah atas dasar harga yang
berlaku diperoleh dari Sensus Perusahaan Industri Besar/Sedang
Propinsi Papua. Penghitungan atas dasar harga konstan 2000 memakai
cara ekstrapolasi dengan jumlah tenaga kerja sebagai
ekstrapolatornya.
3.3.2. Sub Sektor Industri Kecil/Kerajinan Rumah Tangga
Jumlah tenaga kerja diperolah dari hasil Sensus Ekonomi 2006
dan Dinas Perindustrian setelah dilakukan penyesuaian dengan data
yang terdapat pada BPS. Output atas dasar harga berlaku diperoleh
dari hasil perkalian antara rata-rata output per tenaga kerja dengan
jumlah tenaga kerja, untuk harga konstan memakai ekstrapolasi.
Output Industri kerjinan rumah tangga diperoleh dari hasil kali
antara rata-rata output per tenaga kerja yang didapat melalui Survei
Khusus Pendapatan Regional beserta rasio biaya antara dan
penyusutannya. Sedangkan output atas dasar harga konstan caranya
3.3.3. Subsektor Pengilangan Gas Alam
Output industri pengilangan gas alam LPG diperoleh dari hasil
kali antara produksi dan harga masing-masing tahun. Sedangkan
output atas dasar harga konstan memakai cara revaluasi yakni
mengalikan produksi masing-masing tahun dengan harga pada tahun
dasar 2000, kemudian dikurangi dengan biaya antara tahun dasar.
3.4. SEKTOR LISTRIK DAN AIR MINUM
3.4.1. Subsektor Listrik
Data produksi diperoleh dari Perusahaan Listrik Negara (PLN)
cabang Jayapura untuk ranting Timika sedangkan data harga (rata-rata
tarip/Kwh) memakai rata-rata tarip/Kwh PLN Wilayah X Papua.
Output atas dasar harga yang berlaku dari perkalian antara produksi
(listrik yang dibangkitkan) dengan harga (rata-rata tarif/Kwh)
masing-masing tahun, sedangkan output atas dasar harga konstan
2000 diperoleh dengan cara revaluasi. Nilai Tambah Bruto diperoleh
dengan mengurangkan biaya antara dari nilai produksi bruto (output).
3.4.2. Sub Sektor Air Minum
Mencakup air minum yang diusahakan oleh UPTD (Unit
Pelayanan Teknis Daerah) air bersih Dinas Pekerjaan Umum
Kabupaten Mimika. Data produksi dan harga diperoleh langsung dari
Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Mimika. Perhitungan atas dasar
3.5. SEKTOR BANGUNAN/KONSTRUKSI
Mencakup segala kegiatan pembangunan fisik (konstruksi) baik
berupa gedung, jalan, jembatan dan konstruksi lainnya. Sumber data yang
diperoleh berasal dari survey-survey yang dilakukan BPS. Perhitungan atas
dasar harga konstan 2000 memakai cara ekstrapolasi dengan jumlah tenaga
kerja sebagai ekstrapolarnya.
3.6. SEKTOR PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN
3.6.1. Subsektor Perdagangan Besar dan Eceran
Perhitungan Nilai Tambah subsektor perdagangan besar dan
eceran dilakukan dengan cara pendekatan arus barang yaitu
menghitung besarnya nilai komoditi pertanian, pertambangan dan
penggalian, industri serta komoditi impor (impor antar negara dan
impor antara pulau) yang diperdagangkan di Mimika. Dari nilai
margin (output) pedagang yang selanjutnya dipakai untuk menghitung
Nilai Tambahnya. Ratio besarnya produksi yang diperdagangkan
margin perdagangan didasarkan pada data hasil penyusunan tabel
Input-Output Indonesia tahun 1990 dan Up-dating 2000 oleh Badan
Pusat Statistik (BPS). Ratio biaya antara diperoleh dari hasil Survei
Khusus Pendapatan Regional.
3.6.2. Subsektor Restoran
Nilai Tambah sub sektor ini diperkirakan dengan cara
kerja, kemudian dikurangkan dengan biaya antara. Data tersebut
diperoleh dari hasil Survei Khusus Pendapatan Regional.
3.6.3. Subsektor Hotel
Mencakup semua hotel dan akomodasi lainnya. Output
dihitung dengan cara mengalikan jumlah kamar dengan rata-rata
output per kamar. Disamping itu dicari dengan cara jumlah kamar
kali tingkat penghunian kamar dikali rata-rata tarip kamar kali 360
hari. Data jumlah kamar dan tempat tidur dan tingkat penghunian
kamar diperoleh dari BPS Kabupaten Mimika, sedangkan data
mengenai rata-rata output per kamar dan ratio biaya antara diperoleh
dari SKPR dan survei tahunan perusahaan akomodasi. Nilai Tambah
Bruto atas dasar harga konstan 2000 dihitung dengan cara
ekstrapolasi dengan indeks jumlah kamar sebagai ekstrapolarnya.
3.7. SEKTOR PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI
Mencakup kegiatan pengangkutan barang dan penumpang baik
melalui darat, laut, sungai dan udara termasuk jasa penumpang angkutan dan
komunikasi.
3.7.1. Subsektor Pengangkutan
3.7.1.1. Angkutan Darat
Meliputi kegiatan pengangkutan barang dan penunjang
bermotor seperti: Bus, Truk, Angkutan Kota, Angkutan
Pedesaan, Becak, Ojek, Gerobak dan sebagainya.
Perkiraan output atas dasar harga yang berlaku didasarkan
pada jumlah armada angkutan umum barang dan penumpang
yang diperoleh dari Dinas Lalu Lintas Angkutan Jalan Raya dan
BPS Kabupaten Mimika, serta rata-rata output dan ratio biaya
antara menurut jenis kendaraan yang diperoleh dari hasil Survei
Khusus Pendapatan Regional.
Penghitungan atas dasar harga konstan 2000 memakai cara
ekstrapolasi dengan jumlah kendaraan masing-masing sebagai
ekstrapolatornya.
3.7.1.2 Angkutan laut
Meliputi kegiatan pengangkutan penumpang dan
barang-barang dengan menggunakan kapal yang
diusahakan oleh perusahaan nasional baik yang melakukan
trayek dalam negeri maupun internasional.
Perkiraan output atas dasar harga yang berlaku didasarkan
pada perkalian antara jumlah penumpang dan barang dengan
masing-masing rata-rata output per penumpang. Rata-rata output
per Indikator produksi tersebut di atas diperoleh dari SKPR di
Kabupaten Mimika. Perhitungan atas dasar harga konstan 2000
dicari dengan menggunakan cara ekstrapolasi dengan indeks
3.7.1.3. Angkutan Udara
Mencakup kegiatan pengangkutan penumpang, barang
dan kegiatan lain berkaitan dengan penerbangan yang dilakukan
oleh perusahaan penerbangan milik nasional dalam negeri. Tdak
termasuk disini kegiatan jasa penunjang angkutan udara seperti
bandar udara, keagenan penumpang dan barang (termasuk bagasi
lebih dan pos paket) yang diangkut dengan tarip yang ada dari
bandara asal ke bandara tujuan. Data lalu lintas angkutan udara
diperoleh dari Dirjen Perhubungan Udara Kabupaten Mimika.
Sedangkan untuk output harga konstan 2000 memakai
ekstrapolasi sesuai dengan masing-masing indikator kegiatan.
3.7.2. Subsektor Komunikasi
3.7.2.1. Pos dan Giro
Meliputi kegiatan pemberian jasa pos dan giro seperti
pengiriman surat, wesel, paket, jasa giro, jasa tabungan
penjualan benda pos dan sebagainya. Output Pos dan Giro
diperoleh langsung dari PN Pos dan Giro Wilayah XII Papua
Cabang Timika. Sedangkan ratio biaya antara dan penyusutan
dari SKPR Kabupaten Mimika. Perhitungan atas dasar harga
konstan 2000 dicari memakai ekstrapolasi dengan indeks
3.7.2.2. Telekomunikasi
Mencakup kegiatan pemberian jasa dalam hal
pemakaian hubungan telegram, teleks dan telepon. Perkiraan
output didapat langsung dari PT. Telkom Indonesia, Kantor
Pelayanan Timika. Ratio biaya antara dan penyusutan dari
SKPR. Perhitungan atas dasar harga konstan 2000 memakai
cara ekstrapolasi dengan Indeks Gabungan produksi Tele-
komunikasi sebagai ekstrapolatornya.
3.7.3. Subsektor Jasa Penunjang Angkutan
Ruang lingkup jasa penunjang angkutan seri tahun 2000 sedikit
berbeda dengan seri tahun 1983. Kegiatan ini mencakup juga kegiatan
pengerukan pelabuhan laut dan jasa pengujian kelayakan kapal laut.
Pada dasarnya kegiatan yang dicakup dalam subsektor ini adalah
semua kegiatan yang bersifat menunjang dan memperlancar kegiatan
pengangkutan, seperti jasa pelabuhan udara, laut, sungai, darat
(terminal parkir), bongkar muat laut dan darat, keagenan penumpang
(travel biro), ekspedisi laut dan udara, jalan tol, dan sebagainya.
Output dan nilai tambah bruto atas dasar harga berlaku
diperoleh dengan pendekatan produksi. Sumber data yang digunakan
umumnya diperoleh dari BUMN terkait (untuk kegiatan yang sifatnya
monopoli pemerintah), BPS dan dari survei khusus pendapatan
3.8. KEUANGAN, PERSEWAAN DAN JASA PERUSAHAAN
3.8.1. Subsektor Bank
Penghitungan output dan nilai tambah bank atas dasar harga
yang berlaku diperoleh langsung dari Bank Indonesia melalui BPS
Jakarta, dimana output seluruh Kota/Kota sudah tersedia. Untuk
perkiraan atas dasar harga konstan 2000 diperoleh dengan cara deflasi
memakai Indeks Biaya Hidup Kelompok Umum.
3.8.2. Subsektor Lembaga Keuangan Tanpa Bank
Mencakup kegiatan Asuransi, Dana Pensiun, Pegadaian,
Koperasi Simpan Pinjam, dan Lembaga Pembiayaan (Sewa Guna
Usaha, Modal Ventura, Anjak Piutang, Pembiayaan Konsumen, dan
Kartu Kredit).
3.8.2.1. Usaha Jasa Asuransi
Asuransi merupakan salah satu jenis lembaga keuangan
bukan bank yang usaha pokoknya menanggung resiko atas
terjadinya musibah/kecelakaan atas barang atau orang tersebut,
sehingga mengakibatkan hancur/rusaknya barang atau
menyebabkan terjadinya kematian. Output dari kegiatan
asuransi merupakan rekapitulasi dari output asuransi jiwa, dan
asuransi bukan jiwa. Output atau nilai tambah bruto atas dasar
harga berlaku diperoleh berdasarkan selisih antara output dan
roleh dengan metode deflasi memakai Indeks Biaya Hidup
Kelompok Umum.
3.8.2.2. Dana Pensiun
Output dan nilai tambah atas dasar harga berlaku dari
kegiatan dana pensiun diperoleh dari hasil pengolahan laporan
keuangan (Necara Rugi/Laba). Sedangkan output dan nilai
tambah atas dasar harga konstan diperoleh dengan menggunakan
cara deflasi/ekstrapolasi dan sebagai deflator/ekstrapolatornya
adalah IHK Umum atau jumlah peserta.
3.8.2.3. Pegadaian
Output dan nilai tambah bruto atas dasar harga berlaku
dari kegiatan Pegadaian diperoleh dari hasil pengolahan laporan
keuangan (Laporan Rugi/Laba). Sedangkan output dan nilai
tambah bruto atas dasar harga konstan diperoleh dengan
menggunakan metode ekstrapolasi dan sebagai ekstrapolatornya
adalah jumlah nasabah atau omset dari perusahaan pegadaian.
3.8.2.4. Lembaga Pembiayaan
Lembaga pembiayaan ini mencakup sewa guna usaha,
Modal Ventura, Anjak Piutang, Kartu Kredit, dan Pembiayaan
Konsumen. Output atas dasar harga berlaku diperoleh dari
Direktorat Perbankan dan Usaha Jasa Pembiayaan (Dirjen
Lembaga Keuangan, Departemen Keuangan). Sedangkan output
menggunakan metode ekstrapolasi, dan sebagai ekstrapolatornya
adalah jumlah perusahaan.
3.8.3. Subsektor Jasa Penunjang Keuangan
Mencakup kegiatan Pedagang Valuta Asing, Pasar Modal, dan
jasa penunjangnya, Underwriter (penjamin emisi), Lembaga Kliring
Penyelesaian dan Penyimpanan, Manajer Investasi, Penasehat
Investasi, Reksa Dana, Biro Administrasi Efek, Tempat Penitipan
Harta atau Custodian, dan sejenisnya.
3.8.4. Subsektor Sewa Bangunan
Subsektor ini meliputi : usaha persewaan bangunan dan tanah,
baik yang menyangkut bangunan tempat tinggal maupun bangunan
bukan tempat tinggal seperti perkantoran, serta usaha persewaan tanah
persil.
Output untuk persewaan bangunan tempat tinggal diperoleh dari
perkalian antara pengeluaran konsumsi rumahtangga perkapita untuk
sewa rumah, kontrak rumah, sewa beli rumah dinas, perkiraan sewa
rumah, pajak dan pemeliharaan rumah dengan penduduk pertengahan
tahun. Data usaha persewaan bangunan tempat tinggal diperoleh
berdasarkan hasil sensus dan survei yang dilakukan BPS.
Sedangkan output usaha persewaan bangunan bukan tempat
tinggal diperoleh dari perkalian antara luas bangunan yang disewakan
dengan rata-rata tarif sewa per m2. Nilai tambah bruto diperoleh dari
Sedangkan nilai tambah bruto atas dasar harga konstan
diperoleh dengan menggunakan metode ekstrapolasi dengan indeks
luas bangunan sebagai ekstrapolatornya.
3.8.5. Subsektor Jasa Perusahaan
Mencakup kagiatan pemberian jasa hukum (advokat dan
notaris), jasa akuntansi dan pembukuan, jasa pengolahan dan
penyajian data, jasa bangunan/arsitek dan teknik, jasa periklanan dan
riset pemasaran, jasa persewaan mesin dan peralatan, dan jasa foto
copy. Output jasa perusahaan diperoleh dari perkalian antara indikator
produksi (jum