• Tidak ada hasil yang ditemukan

S PKN 1006528 Chapter1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "S PKN 1006528 Chapter1"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Yusup Ibrahim Husen, 2014

Elektabilitas Dan Popularitas Politisi Perempuan Persepsi Mahasiswi Aktivis Universitas Pendidikan Indonesia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Di kebanyakan negara demokrasi, pemilihan umum dianggap lambang sekaligus tolok ukur, dari demokrasi itu (Budiardjo, 2009:461). Pemilihan umum dilakukan sebagai wujud menciptakan sebuah negara demokrasi. Yaitu dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat sehingga kekuasaan tertinggi berada ditangan rakyat.

Dalam UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menyebutkan bahwa pemilihan umum secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Sampai saat ini sudah terjadi sepuluh kali pemilihan umum yang dilaksanakan secara periodik di Indonesia. Pemilihan umum pertama kali dilakukan pada tahun 1955 yang bertujuan untuk memilih anggota-anggota DPR dan Konstituante. Pemilihan umum di Indonesia terus dilaksanakan setelah tahun 1955 tersebut, yaitu pada tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, 2004, 2009, dan 2014 ini.

Pada pemilu kesepuluh yang dilakasanakan pada tahun 2009, tepatnya 9 april 2009 yang ditujukan untuk memilih anggota lembaga perwakilan, yaitu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi (DPRD Provinsi), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/kota (DPRD Kabupaten/Kota).

(2)

Yusup Ibrahim Husen, 2014

Elektabilitas Dan Popularitas Politisi Perempuan Persepsi Mahasiswi Aktivis Universitas Pendidikan Indonesia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

memenuhi syarat Parliamentary Threshold tersebut harus mendapatkan minimal 2,5 % suara dari jumlah total perolehan suara secara nasional.

Berdasarkan data yang didapatkan dari KPU Provinsi Jawa Barat, partai politik yang masuk Parliamentary Threshold adalah sebagai berikut:

1. Partai Demokrat ( 26,43% ), 2. Partai Golongan Karya ( 19,29% ),

3. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ( 16,61% ), 4. Partai Keadilan Sejahtera ( 10,54% ),

5. Partai Amanat Nasional ( 7,50% ),

6. Partai Persatuan Pembangunan ( 6,96% ), 7. Partai Gerakan Indonesia Raya ( 5,36% ), 8. Partai Kebangkitan Bangsa ( 4,64% ), dan 9. Partai Hati Nurani Rakyat ( 2,68% ).

Jumlah pemilih yang terdaftar pada Pemilu 2009 sebanyak 171.265.442 orang, yang terdiri dari jumlah pemilih dalam negeri sebanyak 169.789.593 orang dan jumlah pemilih luar negeri sebanyak 1.475.847 orang (http://www.kpu.go.id) dan hanya menghasilkan sembilan partai yang lolos dan memenuhi syarat Parliamentary Threshold.

(3)

Yusup Ibrahim Husen, 2014

Elektabilitas Dan Popularitas Politisi Perempuan Persepsi Mahasiswi Aktivis Universitas Pendidikan Indonesia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Tabel 1.1

Perolehan Kursi Serta Perolehan Suara yang didapat Oleh Partai yang Lolos Parliamentary Threshold pada Pemilu 2009

No Uurut

13 Partai Kebangkitan

(4)

Yusup Ibrahim Husen, 2014

Elektabilitas Dan Popularitas Politisi Perempuan Persepsi Mahasiswi Aktivis Universitas Pendidikan Indonesia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Jika berbicara mengenai politik di Indonesia, kita memiliki hak dan kewajiban yang sama sebagai warga negara. Hal itu tertuang dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 antara Pasal 27 sampai dengan Pasal 34 yang menjelaskan mengenai hak dan kewajiban warga negara Indonesia.

Pasal 27 Ayat (1) berbunyi segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Ini menegaskan bahwa setiap warga negara memiliki hak yang sama di hadapan hukum dan pemerintahan. Salah satu hak warga negara atas pemerintahan adalah hak berpolitik.

Dengan adanya hak berpolitik, dapat menentukan seorang wakil untuk mewakili suara rakyat di Dewan Perwakilan Rakyat di tingkat nasional, provinsi serta kabupaten/kota ataupun di pemerintahan. Memberikan suara pada sebuah sistem pemilihan umum merupakan salah satu hak yang dimiliki warga negara di Indonesia. Tidak terkecuali perempuan mereka pun mempunyai hak dalam memberikan suara ataupun untuk mencalonkan diri sebagai wakil rakyat di parlemen atau pemerintahan.

Pada saat ini perempuan tidak hanya menjadi warga negara kelas dua ataupun hanya sebagai pendamping seorang laki-laki. Di mulai dengan pergerakan-pergerakan perempuan di abad ke-20 munculah nama Kartini yang sampai saat ini masih dikenang oleh masyarakat Indonesia khususnya oleh kaum perempuan. Sjahrir (1996: 24) mengemukakan bahwa, ―Kartini adalah seorang perempuan priyayi yang terkungkung kokoh dalam kisi-kisi keputren Jawa yang mampu datang dengan ide-ide dan harapannya yang cemerlang mengenai masa depan kaumnya.‖

(5)

Yusup Ibrahim Husen, 2014

Elektabilitas Dan Popularitas Politisi Perempuan Persepsi Mahasiswi Aktivis Universitas Pendidikan Indonesia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

hal meneruskan pemikiran serta ide-ide cemerlang Kartini, perempuan saat ini dapat melakukan beragam hal, salah satunya dengan terjun ke dalam dunia politik. Terjunnya perempuan di dunia politik ditandai dengan banyaknya calon – calon anggota legislatif ataupun kepala daerah yang bertarung secara politis untuk merebut kursi-kursi sebagai anggota legislatif ataupun sebagai kepala daerah atau wakilnya. Bahkan, tidak hanya pertarungan politik di tingkat perebutan kursi anggota legislatif atau pun kepala daerah, di tingkat pemilihan presiden pun perempuan sudah ikut serta mencalonkan diri sebagai presiden, seperti Megawati Soekarno Putri.

Hak berpolitik perempuan di Indonesia dirasa sangat istimewa. Terlebih dengan adanya affirmative action dalam konteks politik yang bertujuan agar perempuan memperoleh peluang yang setara dengan laki-laki dalam bidang yang sama. Affirmative action ini tercantum pada UU Nomor 8 Tahun 2012 terutama pada pasal yang menjamin hak berpolitik perempuan dengan mencantumkan keterwakilan perempuan sebesar 30%. Keterwakilan ini tertuang dalam UU Nomor 8 Tahun 2012 Pasal 8 Ayat (2) huruf (e), yang mengatur partai peserta pemilu menyertakan minimal 30% keterwakilan kepengurusan perempuan di tingkat pusat. Pada Pasal 55 berbunyi memuat paling sedikit 30% (tiga puluh persen) keterwakilan perempuan. Selanjutnya, pada Pasal 56 Ayat (2) yaitu dalam setiap tiga orang bakal calon terdapat sekurang-kurangnya 1 orang (satu orang) perempuan bakal calon.

(6)

Yusup Ibrahim Husen, 2014

Elektabilitas Dan Popularitas Politisi Perempuan Persepsi Mahasiswi Aktivis Universitas Pendidikan Indonesia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Grafik 1.1

Sumber: mediacenter.kpu.go.id, diolah oleh penulis.

Selain grafik tersebut, ada pula persentase jumlah perempuan dan laki-laki yang menjadi anggota DPR-RI periode 2009-2014 seperti pada grafik berikut.

Grafik 1.2

Persentase Jumlah Perempuan dan Laki-Laki yang Menjadi Anggota DPR RI Periode 2009—2014

Perempuan 17,68 %

Laki-laki 83,32 %

(7)

Yusup Ibrahim Husen, 2014

Elektabilitas Dan Popularitas Politisi Perempuan Persepsi Mahasiswi Aktivis Universitas Pendidikan Indonesia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Berdasarkan grafik 1.2, jumlah perempuan yang ada di DPR RI periode 2009—2014 tidak memenuhi jumlah 30% seperti pada saat pencalonan legislatif yang dilakukan oleh partai politik dengan syarat minimal, yaitu memenuhi kuota perempuan sebanyak 30% sesuai dengan UU No 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Perempuan hanya mengisi sebanyak 17,68% dari jumlah laki-laki sebanyak 83,32%. Hal ini tentu saja membuat perempuan masih kalah dominasi jika dibandingkan dengan laki-laki. Terlebih ketika ada sebuah pembuatan keputusan yang terkait dengan perempuan ini tentu saja dapat berdampak kurang baik, bahkan merugikan kaum perempuan.

Sama halnya dengan anggota DPR RI pada periode 2009—2014, jumlah anggota DPRD Provinsi Jawa Barat maupun DPRD Kabupaten/Kota di Jawa Barat yang berjenis kelamin perempuan lebih sedikit jika dibandingkan laki-laki meski dengan jumlah pemilih terbanyak kedua se-Indonesia pada Pemilu 2009, kuota 30% perempuan yang duduk di DPRD Provinsi, Kabupaten/Kota belum terpenuhi. Ini dapat dilihat dari jumlah anggota legislatif di tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota. Berikut tabel komposisi anggota DPRD Provinsi, Kabupaten/ Kota berdasarkan jenis kelamin periode 2004—2009 dan 2009—2014 di Jawa Barat.

Tabel 1.2

Komposisi Anggota DPRD Provinsi, Kabupaten/ Kota Berdasarkan Jenis Kelamin Periode 2004—2009 dan 2009—2014 di Jawa Barat

(8)

Yusup Ibrahim Husen, 2014

Elektabilitas Dan Popularitas Politisi Perempuan Persepsi Mahasiswi Aktivis Universitas Pendidikan Indonesia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

5 Kab. Bandung 44 40 1 10 45 50

Sumber : KPU Provinsi Jawa Barat, diolah oleh penulis Untuk komposisi anggota DPRD Kabupaten/Kota berjenis kelamin perempuan hampir sebagian daerah mengalami kenaikan dari 1 sampai dengan 12 antara Pemilu 2004 dan 2009, seperti daerah Kab. Cianjur, Kab. Cirebon, Kab. Majalengka, Kab. Bekasi, dan Kota Banjar daerah ini mengalami kenaikan 1 orang anggota DPRD perempuan.

Daerah yang memperoleh kenaikan 2 orang anggota DPRD perempuan yaitu, Kab. Sukabumi, Kab. Tasikmalaya, Kab. Ciamis, Kab. Indramayu, dan Kota Tasikmalaya. Selanjutnya, Daerah yang memperoleh kenaikan 3 orang anggota DPRD perempuan, yaitu Kab. Garut, Kab. Sumedang, Kab. Karawang, Kota Bogor, Kota Bandung.

Daerah yang memperoleh kenaikan 4 orang anggota DPRD perempuan, yaitu Kab. Kuningan. Daerah yang memperoleh kenaikan 6 orang anggota DPRD perempuan yaitu, Kab. Bogor. Daerah yang memperoleh kenaikan 7 orang

26 Kota Tasikmalaya 44 42 1 3 45 45

(9)

Yusup Ibrahim Husen, 2014

Elektabilitas Dan Popularitas Politisi Perempuan Persepsi Mahasiswi Aktivis Universitas Pendidikan Indonesia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

anggota DPRD perempuan, yaitu Kota Cimahi. Daerah yang memperoleh kenaikan 9 orang anggota DPRD perempuan, yaitu Kab. Bandung. Daerah yang memperoleh kenaikan 12 orang anggota DPRD perempuan, yaitu Kota Depok.

Selain daerah yang mengalami rentang kenaikan 1 sampai dengan 12 orang anggota DPRD perempuan, terdapat pula daerah yang tidak mengalami kenaikan jumlah anggota DPRD perempuan, seperti Kab. Bandung Barat, Kota Cirebon, dan Kota Bekasi. Selain itu, ada pula Daerah yang memperoleh penurunan 1 orang anggota DPRD perempuan, yaitu Kota Sukabumi.

Dari data tersebut terlihat bagaimana jumlah perempuan yang menduduki jabatan sebagai anggota DPRD Kabupaten/Kota. Dengan jumlah yang masih sedikit jika dibandingkan dengan anggota laki-laki di beberapa daerah pemilihan terlihat adanya kenaikan jumlah perempuan. Namun ada pula yang tetap, bahkan berkurang meskipun tidak banyak.

Sedangkan untuk Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat mengalami peningkatan jumlah anggota DPRD perempuan. Kenaikan tersebut dapat dilihat pada Pemilu 2004 dan 2009, pada komposisi anggota DPRD Provinsi Jawa Barat pada Pemilu 2004 diisi sebanyak 8 orang perempuan dengan anggota laki-laki sebanyak 92 orang dan naik pada Pemilu 2009 menjadi 25 orang perempuan dan 75 orang laki-laki.

Kenaikan jumlah yang tidak terlalu besar dari 8 orang menjadi 25 orang di DPRD Provinsi Jawa Barat, tetapi angka ini dapat diperhitungkan bahwa politisi perempuan dapat berperan dalam dunia politik. Adanya kenaikan jumlah politisi perempuan di tingkat DPRD ini merupakan sebuah gambaran adanya partisipasi politik yang dilakukan oleh kaum perempuan, entah sebagai politisi ataupun sebagai pemberi suara pada pemilihan umum.

(10)

Yusup Ibrahim Husen, 2014

Elektabilitas Dan Popularitas Politisi Perempuan Persepsi Mahasiswi Aktivis Universitas Pendidikan Indonesia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

perempuan, serta bagaimana sikap pemilih perempuan terhadap politisi perempuan, khususnya di lingkungan universitas. Oleh karena itu, penulis akan meneliti dengan judul

ELEKTABILITAS DAN POPULARITAS POLITISI PEREMPUAN PERSEPSI MAHASISWI AKTIVIS UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

B. Rumusan Masalah

(11)

Yusup Ibrahim Husen, 2014

Elektabilitas Dan Popularitas Politisi Perempuan Persepsi Mahasiswi Aktivis Universitas Pendidikan Indonesia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

1. Faktor determinan apa saja yang menyebabkan tinggi/rendahnya elektabilitas politisi perempuan yang maju sebagai anggota DPRD Provinsi Jawa Barat perspektif mahasiswi UPI Bandung pada Pemilu 2014?

2. Faktor determinan apa saja yang menyebabkan tinggi/rendahnya popularitas politisi perempuan yang maju sebagai anggota DPRD Provinsi Jawa Barat perspektif mahasiswi UPI Bandung pada Pemilu 2014?

3. Bagaimana persepsi mahasiswi di UPI Bandung pada politisi perempuan yang maju sebagai anggota DPRD Provinsi Jawa Barat pada Pemilu 2014?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

a. untuk mengetahui gambaran tentang faktor determinan apa saja yang menyebabkan tinggi/rendahnya elektabilitas politisi perempuan yang maju sebagai anggota DPRD Provinsi Jawa Barat perspektif mahasiswi UPI Bandung pada Pemilu 2014;

b. untuk mengetahui gambaran tentang Faktor determinan apa saja yang menyebabkan tinggi/rendahnya popularitas politisi perempuan yang maju sebagai anggota DPRD Provinsi Jawa Barat perspektif mahasiswi UPI Bandung pada pemilu 2014;

c. untuk memperoleh gambaran tentang persepsi mahasiswi UPI Bandung pada politisi peempuan yang maju sebagai anggota DPRD Provinsi Jawa Barat pada Pemilu 2014.

D. Manfaat Penelitian

1. Teoretis

(12)

Yusup Ibrahim Husen, 2014

Elektabilitas Dan Popularitas Politisi Perempuan Persepsi Mahasiswi Aktivis Universitas Pendidikan Indonesia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

2. Kebijakan

Affirmative action yang tertuang pada UU Nomor 8 Tahun 2012 yang

menjamin kuota perempuan sebesar 30% pada tataran kepengurusan partai di tingkat pusat serta calon anggota legislatif yang diusulkan oleh partai politik. Dengan penelitian ini mudah-mudahan dapat menggugah para calon politisi khususnya perempuan agar kuota 30% ini tidak hanya pada pencalonan anggota legislatif saja dan masuk juga setelah terpilih menjadi anggota legislatif.

3. Praktik

Secara praktik penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi terhadap para politisi perempuan dan para pemilih perempuan bahwa dalam praktiknya perempuan tidak kalah hebat dengan laki-laki sehingga para politisi perempuan dapat menunjukan kepada para pemilih bahwa perempuan pun bisa melakukan hal yang sama dengan laki-laki dalam urusan politik. karena dalam perjalannya pemilih di Indonesia cenderung memilih laki-laki dalam dunia politik. Hal itu senada dengan pernyataan Mulia dan Farida (2005: 1) berikut.

Selama ini, politik dan perilaku politik di pandang sebagai aktivitas maskulin. Karena itu, masyarakat selalu memandang perempuan yang mandiri, berani mengemukakan pendapat, dan agresif sebagai orang yang tidak dapat diterima atau diinginkan.

4. Isu serta aksi sosial

Penelitian ini diharapkan menjadi gambaran situasi bagi politisi perempuan di dunia politik agar dapat meningkatkan elektabilitas serta popularitasnya. Selanjutnya, bagi para pemilih perempuan dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat lebih bijak dalam menentukan orang-orang yang akan duduk di legislatif.

(13)

Yusup Ibrahim Husen, 2014

Elektabilitas Dan Popularitas Politisi Perempuan Persepsi Mahasiswi Aktivis Universitas Pendidikan Indonesia

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Sistematika dalam penulisan pada penelitian ini, yaitu : 1. Judul

2. Halaman Pengesahan

3. Pernyataan mengenai keaslian karya ilmiah dan Bebas Plagiarisme 4. Kata Pengantar

5. Ucapan Terima Kasih 6. Abstrak

7. Daftar isi 8. Daftar tabel 9. Daftar gambar 10.Bab I Pendahuluan 11.Bab II Kajian pustaka 12.Bab III Metode penelitian

13.Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan 14.Bab V Simpulan dan Rekomendasi 15.Daftar pustaka

Gambar

Tabel 1.1
Grafik 1.1
Tabel 1.2 Komposisi Anggota DPRD  Provinsi, Kabupaten/ Kota Berdasarkan Jenis

Referensi

Dokumen terkait

Hasil tersebut sesuai dengan pendapat Young (1998) remaja sebagai pengguna internet yang memiliki kontrol diri yang tinggi mampu mengatur penggunaan internet

Nilai wajar adalah harga yang akan diterima untuk menjual suatu aset atau harga yang akan dibayar untuk mengalihkan suatu liabilitas dalam transaksi teratur antara

Titer antibodi hasil Uji HI pada unggas air domestik di sekitar CAPD Rataan Spesies ∑ Sampel ∑ Positif (%) Titer (Seroprevalensi) Antibodi (GMT) Mentok 14 100 26,9 Itik 15 100

Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 17 Tahun 2010 tentang Jabatan Fungsional Pemeriksa dan Angka Kreditnya

Pada aspek pertama guru mendapatkan nilai 3 di mana guru masih belum terbiasa menghadapi siswa dan guru sudah dapat.. menjelaskan materi dengan baik namun cukup memakan

Menyatakan suatu objek memanggil operasi / metode yang ada pada objek lain atau dirinya sendiri, arah panah mengarah pada objek yang memiliki operasi/metode,

- berilah tanda pada kolom Tugas /Jabatan, sesuai tugas saat ini - berilah tanda status keaktifan sesuai kondisi saat ini.. - Isi Tempat Tugas & Mapel

Peran penyuluhan pertanian terhadap pengendalian hama terpadu pada kelas kemam- puan kelompok tani pemula tergolong rendah dengan skor rata-rata yang didapat untuk