KAJIAN TEKNIS KLASIFIKASI SISTEM, STRUKTUR DAN KOMPONEN
(SSK) REAKTOR NUKLIR
Arifin M. Susanto1, Bintoro Aji1, Catur Febriyanto2
1 Pusat Pengkajian Sistem Teknologi Pengawasan Reaktordan Bahan Nuklir – P2STPIBN BAPETEN.
2Direktorat Pengaturan Instalasi dan Bahan Nuklir – DPIBN BAPETEN email: [email protected]
ABSTRAK
KAJIAN TEKNIS KLASIFIKASI SISTEM, STUKTUR DAN KOMPONEN (SSK) REAKTOR NUKLIR. Telah dilakukan suatu kajian untuk mengidentifikasi metode dalam mengklasifikasi struktur, sistem, dan komponen (SSK) reaktor nuklir. Pengklasifikasian SSK akan menentukan kualitas, proses manufaktur, standar yang digunakan, dan inspeksi badan pengawas karena mencakup risiko dan konsekuensi yang dibebankan oleh SSK tersebut. Makalah ini menampilkan metodologi pengklasifikasian SSK untuk reaktor nuklir, dengan membandingkan dan menambahkan dari berbagai sumber dan pengalaman yang ada. Sumber rujukan metode klasifikasi SSK secara luas tersedia dan tersebar dengan karakteristik masing-masing, sehingga kajian ini mencoba menformulasikan metode yang baik dan mudah dipahami. Hingga saat ini belum terdapat acuan baik peraturan maupun pedoman dalama mengklasifikasi SSK reaktor nuklir, sehingga hasil kajian dapat digunakan sebagai solusi dalam mengklasifikasikan SSK reaktor nuklir. Namun memerlukan pemahaman yang baik dalam mengaplikasikannya. Kajian ini diharapkan dapat digunakan dalam penyusunan peraturan atau pedoman dalam klasifikasi SSK.
Kata kunci: klasifikasi, SSK, reaktor nuklir
ABSTRACT
TECHNICAL ASSESSMENT ON NUCLEAR REACTOR SYSTEMS, STRUCTURES AND COMPONENTS (SSC) CLASSIFICATION. A study has been carried out to identify classification of structures, systems, and components for nuclear reactor. Classification of SSC will lead to selection of quality, manufacturing process, code and standard being used, as well as regulatory inspection as correspond to risk and consequence imposed to its SSC. The paper presents SSC classification methodology for nuclear reactors which comparing and supplementing of each source available as well as good practice from industry. The reference sources of SSC classification methods are widely available and scattered with their respective characteristics, so this study attempts to formulate good and understandable methods. Up to now, there is no guidance or regulation covered on SSC classification issue, so the result of this paper could be used as a solution to solve the problem which is to classifiy SSC, nonetheless a good knowing & understanding is required. However, the paper by the end will be used to draft SSC classification regulation.
Keyword: classification, SSC, nuclear reactor
PENDAHULUAN
Sistem, struktur, dan komponen (SSK) merupakan terminologi yang umum untuk menyatakan seluruh elemen pada fasilitas yang berkontribusi pada fungsi proteksi dan keselamatan.
Klasifikasi keselamatan SSK adalah proses penentuan kelas keselamatan dari sistem dan komponen serta instrumen lain yang digunakan berdasarkan pada fungsi dan signifikansi pada keselamatan ke dalam kelas-kelas keselamatan. Kelas keselamatan adalah sistem dan komponen pada instrumen yang memiliki fungsi dasar keselamatan dan signifikansi keselamatan. Kelas keselamatan menentukan persyaratan mutu yang diaplikasikan pada SSK dari fasilitas dan penjaminan mutunya. Fungsi keselamatan dapat diartikan sebagai tujuan khusus yang harus dipenuhi untuk menjaga keselamatan dari fasilitas atau kegiatan sehingga terhindar dari konsekuensi radiologi pada operasi normal, kejadian operasi terantisipasi dan kondisi kecelakaan [1].
Salah satu prasyarat desain yaitu kegagalan pada kelas keselamatan yang lebih rendah tidak berpengaruh signifikan pada sistem keselamatan pada kelas yang lebih tinggi.
Masing-masing instrumen yang memiliki lebih dari satu fungsi harus diklasifikasi berdasarkan kelas keselamatan yang konsisten terhadap tingkat kepentingan fungsi masing-masing instrumen.
Tujuan dari klasifikasi SSK adalah untuk menentukan bagian dari struktur, sistem, dan komponen yang dibutuhkan untuk melindungi masyarakat dan lingkungan dari efek bahaya radiasi pengion. Hal ini dilakukan dengan menentukan peran SSK untuk mencegah kecelakaan atau membatasi konsekuensi radiologi ketika kecelakaan nuklir terjadi. Berdasarkan klasifikasinya, SSK dirancang, diproduksi, dikonstruksi, dipasang, dioperasikan, diinspeksi, dan dijaga untuk memastikan bahwa seluruh proses sesuai dengan spesifikasi desain dan tingkat ekspektasi unjuk kerja keselamatan yang dicapai.
Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 54 tahun 2012 tentang Keselamatan dan Keamanan reactor nuklir [2] pasal 13 ayat 1 “….pemegang izin wajib menetapkan klasifikasi struktur, sistem, dan komponen instalasi nuklir.” dan dalam ayat 2 ”Klasifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan kelas keselamatan, kelas mutu, dan/atau kelas seismik”[2]. Hingga makalah ini dibuat belum ada turunan peraturan yang mengatur tata cara atau metodologi pengklasifikasian SSK yang dipersyaratkan, sehingga kajian ini menjadi penting sebagai solusi dalam terwujudnya penyusunan Perka tersebut.
Beberapa dokumen internasional secara tersebar memberikan metodologi yang umum dipakai sesuai standar yang mereka gunakan dalam mengklasifikasikan SSK reaktor nuklir. Pengalaman mereka mengoperasikan/membangun reaktor nuklir mengembangkan metodologi klasifikasi SSK sesuai pengalaman baik masing-masing negara pemilik reaktor nuklir. Sehingga kajian ini menggunakan metodologi dalam membuat klasifikasinya SSK berdasarkan beberapa pengalaman negara pemilik untuk di jadikan usulan sebagai metodologi mengklasifikasikan SSK di Indonesia.
Diharapkan kajian ini memberikan gambaran bagaimana proses klasifikasi SSK yang umum dilakukan di negara pemilik PLTN, sehingga dapat digunakan dalam menyusun pedoman yang berlaku.
Tujuan makalah ini memberikan metodologi proses klasifikasi SSK untuk reaktor nuklir yang dapat diacu sebagai bahan draft penyusunan Peraturan Kepala BAPETEN tentang klasifikasi SSK.
POKOK BAHASAN Umum
Klasifikasi struktur, sistem, dan komponen harus menggunakan metode yang jelas dan konsisten. Hal ini dilakukan untuk menjaga mutu dan keandalan dari proses klasifikasi. SSK harus diidentifikasi dengan berdasarkan pada kriteria berikut: Fungsi keselamatan yang dilakukan; Konsekuensi kegagalan; Probabilitas penggunaan SSK sebagai fungsi keselamatan; Waktu yang dibutuhkan saat terjadinya kejadian awal terpostulasi dan perkiraan durasi operasi fungsi keselamatan.
Fungsi keselamatan penting dari SSK meliputi sistem keselamatan; fitur desain pendukung; sistem pendukung keselamatan; SSK lain yang kegagalannya dapat menimbulkan insiden keselamatan (misalnya sistem proses dan kendali).
Metodologi klasifikasi signifikansi keselamatan SSK terhadap keselamatan harus menggunakan metode deterministik, dilengkapi (komplementer) dengan metode probabilistik dan penilaian teknis (engineering judgement) jika memungkinkan. Klasifikasi keselamatan SSK merupakan proses iteratif yang dilakukan terus menerus selama proses perancangan.
Klasifikasi proses SSK meliputi: Kajian dan definisi kejadian awal terpostulasi (PIE) ; Pengelompokan dan identifikasi batasan PIE; Identifikasi fungsi keselamatan spesifik untuk mencegah atau mengurangi PIE; Klasifikasi fungsi keselamatan yang terkait dengan signifikansi keselamatan dan peran dalam mencapai fungsi dasar keselamatan ; Identifikasi SSK yang memberikan fungsi keselamatan; Klasifikasi SSK sesuai dengan kelas keselamatan dan kategori keselamatan; Verifikasi klasifikasi SSK; Identifikasi peraturan dasar desain keteknikan untuk SSK yang telah diklasifikasikan.
Proses klasifikasi dimulai dengan proses pemahaman desain, analisis keselamatan, dan mekanisme mencapai fungsi keselamatan. Fungsi dan desain dari masing-masing SSK dibutuhkan untuk mengidentifikasi fungsi keselamatan utama secara sistematis pada setiap kondisi, termasuk kondisi operasi normal. Informasi dari penilaian keselamatan digunakan untuk menentukan PIE. Fungsi tersebut kemudian digunakan sebagai dasar kategorisasi dan klasifikasi berdasarkan signifikansi pada keselamatan. Proses kategorisasi keselamatan
merupakan proses penyusunan berdasarkan kategori SSK. SSK pada masing-masing fungsi diklasifikasi dan diidentifikasi berdasarkan pada peran untuk mencapai fungsi keselamatan tersebut.
Berdasarkan Undang-Undang No. 10 tahun 1997 tentang Ketenaganukliran Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 nomor 12 menyatakan bahwa reaktor nuklir adalah:
a. reaktor nuklir;
b. fasilitas yang digunakan untuk pemurnian, konversi, pengayaan bahan nuklir, fabrikasi bahan bakar nuklir dan/atau pengolahan ulang bahan bakar nuklir bekas; dan/atau
c. fasilitas yang digunakan untuk menyimpan bahan bakar nuklir dan bahan bakar nuklir bekas.
Bagian-bagian dalam suatu reaktor nuklir dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu bagian yang penting untuk keselamatan dan bagian yang tidak penting untuk keselamatan. Bagian-bagian yang penting untuk keselamatan adalah bagian (item) yang apabila mengalami kegagalan dapat mengakibatkan paparan radiasi kepada personil fasilitas nuklir atau masyarakat. Bagian yang penting untuk keselamatan selanjutnya dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu bagian terkait keselamatan dan sistem keselamatan.
Klasifikasi peralatan dalam reaktor nuklir ditunjukkan pada gambar 1 dibawah.
Bagian-bagian yang penting untuk keselamatan meliputi: struktur, sistem, dan komponen (SSK) yang apabila mengalami malfungsi kegagalannya dapat menyebabkan paparan radiasi kepada personel fasilitas atau publik; SSK tersebut yang mencegah kejadian operasional terantisipasi untuk menjadi kondisi kecelakaan; Fitur yang diberikan untuk mengurangi konsekuensi dari malfungsi atau kegagalan dari struktur, sistem, dan komponen.
Gambar 1. Klasifikasi Peralatan Reaktor Nuklir
Sistem keselamatan merupakan bagian-bagian yang diperlukan untuk menjamin keselamatan operasi instalasi. Sistem keselamatan dalam suatu reaktor nuklir diperlukan untuk menjamin dapat dilakukan pemadaman secara selamat, pembuangan panas sisa dari teras reaktor, atau untuk pembatasan konsekuensi dari kejadian operasi terantisipasi dan kecelakaan dasar desain. Sistem keselamatan terdiri dari tiga bagian yaitu sistem proteksi, sistem penggerak keselamatan dan fitur pendukung sistem keselamatan. Komponen dari sistem keselamatan dapat diperlukan sepenuhnya untuk menjaga fungsi keselamatan atau menjaga fungsi keselamatan pada beberapa keadaan operasi dan fungsi lainnya bukan untuk keselamatan pada keadaan operasi lainnya.
Persyaratan Dasar
Pendekatan dari struktur dan metode untuk identifikasi dan klasifikasi SSK yang penting untuk keselamatan adalah atas dasar fungsinya dan signifikasinya terhadap keselamatan. Setelah SSK diklasifikasi, maka aturan teknis yang cukup dapat diaplikasikan untuk menjamin bahwa proses desain, manufaktur, konstruksi, pemasangan, komisioning, operasi, pengujian, inspeksi dan perawatan dari SSK dapat dilakukan dengan mutu yang cukup untuk memenuhi fungsi seperti yang diharapkan sesuai dengan persyaratan keselamatan.
Persyaratan dasar untuk klasifikasi telah ditetapkan dalam dokumen IAEA Nuclear Safety Series nomor SSR-2/1 (Rev. 1) tahun 2016 tentang “Keselamatan Desain PLTN” [3] serta dokumen IAEA GSR bagian 4 tahun 2009 tentang “Kajian Keselamatan untuk Fasilitas
dan Aktivitas”[4]. Identifikasi SSK perlu dilakukan oleh pemegang izin ketika akan melakukan izin konstruksi dan operasi berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 2 tahun 2014 tentang “Perizinan Reaktor Nuklir dan Pemanfaatan Bahan Nuklir [11], seperti tercantum dalam penjelasan pasal 9 tentang Laporan Analisis Keselamatan (LAK). Penjelasan lebih rinci tentang isi LAK dijelaskan pada Perka BAPETEN Nomor 3 Tahun 2011 tentang “Ketentuan Keselamatan Desain Reaktor Daya” [5] dan Perka nomor 10 tahun 2006 tentang “Pedoman Penyusunan Laporan Analisis Keselamatan Instalasi Nuklir Non-reaktor”[6]. Lebih lanjut diperlukan pedoman untuk penyusunan klasifikasi SSK tersebut.
Persyaratan Keselamatan
Persyaratan Umum Keselamatan Reaktor Nuklir
Persyaratan keselamatan terdiri dari persyaratan umum dan persyaratan khusus. Persyaratan umum untuk keselamatan reaktor nuklir dinyatakan dalam PP No 54 Tahun 2012 tentang Keselamatan dan Keamanan Reaktor Nuklir [10] pada pasal 11 yang meliputi: keandalan struktur, sistem, dan komponen; kemudahan operasi, inspeksi, perawatan, dan pengujian; kesiapsiagaan dan penanggulangan kedaruratan nuklir; kemudahan dekomisioning; proteksi radiasi; untuk faktor manusia; dan untuk meminimalkan penuaan. Persyaratan khusus dibedakan untuk reaktor nuklir dan untuk instalasi nuklir non-reaktor.
Persyaratan Khusus Keselamatan Reaktor Nuklir
Persyaratan keselamatan desain reaktor nuklir meliputi paling sedikit: teras reaktor; sistem pemindahan panas; sistem shutdown; sistem proteksi reaktor; fitur keselamatan teknis; sistem pengungkung; sistem instrumentasi dan kendali; sistem penanganan dan penyimpanan bahan bakar nuklir; sistem pengelolaan limbah radioaktif; dan sistem bantu. Pemenuhan persyaratan harus dilakukan dengan menetapkan klasifikasi struktur, sistem dan komponen.
Sistem, struktur dan komponen reaktor nuklir dikelompokkan ke dalam kelas keselamatan 1, 2, 3, 4 dan kelas non-nuklir. Kelas keselamatan menentukan persyaratan kualitas yang diterapkan pada SSK dan penjaminan kualitasnya.
Persyaratan keselamatan sebagai dasar dalam proses klasifikasi SSK dapat juga mengacu pada dokumen SSR 2-1 (rev. 1) tentang aspek desain keselamatan PLTN [3]. Metode Proses Klasifikasi
Pedoman keselamatan disarankan seperti pada struktur proses untuk identifikasi dan klasifikasi SSK, seperti ditampilkan pada Gambar 2.
Proses untuk klasifikasi seluruh SSK menurut fungsinya yang signifikan terhadap keselamatan harus memperhitungkan hal-hal berikut: Desain reaktor dan fitur keselamatan melekat; Daftar seluruh kejadian awal terpostulasi. Frekuensi terjadinya kejadian awal terpostulasi, seperti yang dipertimbangkan dalam desain reaktor nuklir harus diperhitungkan.
Tahapan selanjutnya dalam proses adalah penentuan klasifikasi keselamatan dari seluruh SSK yang penting untuk keselamatan. Metode deterministik harus secara umum diaplikasikan, dilengkapi kajian keselamatan probabilistik yang cukup dan pertimbangan teknis untuk mencapai profil risiko yang cukup, misalnya desain reaktor untuk kejadian dengan level konsekuensi keparahan yang tinggi memiliki frekuensi kejadian terprediksi sangat rendah. Penjelasan menyeluruh tentang fungsi keselamatan dalam kaitannya dengan frekuensi kejadian dan konsekuensi kejadian dapat dilihat pada Gambar 3.
Dua faktor utama dari penentuan klasifikasi keselamatan dengan metode deterministik adalah: Konsekuensi apabila fungsi keselamatan tidak menjalankan fungsinya; dan kebolehjadian penggunaan fungsi keselamatan.
. Gambar 2. Diagram Alir Proses Klasifikasi [5].
keselamatan dalam dan luar fasilitas [8] HASIL DAN PEMBAHASAN
Fungsi-fungsi dan SSK yang akan dikategorikan dan diklasifikasikan merupakan semua fungsi penting yang digunakan untuk memastikan bahwa operasi fasilitas berlangsung aman dan melindungi masyarakat dari bahaya radiasi pengion.
Lebih lanjut dijelaskan tentang kelas keselamatan yaitu sebagai klasifikasi SSK berdasarkan fungsi keselamatan dan pentingnya terhadap keselamatan. Kelas mutu merupakan klasifikasi SSK berdasarkan kendali pemenuhan persyaratan desain dan aspek jaminan mutu pada tahap desain, konstruksi termasuk manufaktur dan pemasangan peralatan, komisioning, dan operasi. Kelas seismik adalah klasifikasi SSK berdasarkan kebutuhan tetap berfungsinya SSK tersebut selama gempa dengan skala keparahan tertentu, serta mempertimbangkan kondisi paska gempa dan kemungkinan perambatan kerusakan.
Metode Klasifikasi Keselamatan
Metodologi klasifikasi dapat dibedakan dalam empat bagian yaitu: identifikasi masukan/input untuk proses klasifikasi, kategorisasi fungsi keselamatan, klasifikasi fitur keselamatan grup, sistem fitur keselamatan dan komponen, penetapan persyaratan pada fitur keselamatan grup, sistem, fitur keselamatan, dan komponen.
Proses klasifikasi iteratif diterapkan mulai dari tahapan desain konseptual, kemudian dinilai selama sub-tahapan desain seperti dijelaskan pada Gambar 4 di bawah.
Gambar 4. Tahapan Klasifikasi Keselamatan [4].
Proses klasifikasi dilakukan dari sistem kemudian mengerucut sampai dengan komponen didasarkan pada fungsi keselamatan yang disediakan sebagai input. Verifikasi dilakukan untuk menentukan diklasifikasi atau tidak diklasifikasi terkait dengan keselamatan. Proses klasifikasi SSK yang diawali dari kategorisasi fungsi yang dijalankan oleh grup fitur keselamatan atau safety feature group (SFG). Kelas keselamatan ditetapkan yang dapat dipenuhi sesuai kategori SFG tersebut dan dilanjutkan dengan penentuan kelas keselamatan yang dapat dipenuhi untuk tiap komponen, yang ditunjukkan gambar 5.
Gambar 5. Proses Klasifikasi [5]
Klasifikasi Keselamatan SSK Reaktor Nuklir
Identifikasi Fungsi
Istilah fungsi melingkupi fungsi primer dan segala fungsi pendukung lainnya yang diharapkan untuk beroperasi mendukung fungsi primer. Fungsi dikategorikan berdasarkan kemampuannya untuk mencapai fungsi keselamatan utama dari berbagai macam kondisi reaktor nuklir, termasuk semua modus saat operasi normal. Fungsi tersebut utamanya yang dicantumkan dalam analisis keselamatan dan harus menyertakan fungsi yang dijalankan pada kelima level pertahanan berlapis (defence in depth) misalnya fungsi keselamatan pencegahan, pendeteksian, kontrol, dan mitigasi. Meskipun fungsi keselamatan utama yang harus dipenuhi adalah sama untuk setiap kondisi fasilitas nuklir, tetapi fungsi-fungsi yang harus dikategorikan tersebut harus dilakukan identifikasi pada masing-masing kondisi fasilitas nuklir secara sendiri-sendiri.
Daftar fungsi yang telah dilakukan identifikasi dapat dilengkapi lagi dengan fungsi lainnya, misalnya fungsi-fungsi untuk mengurangi frekuensi pemicu pemadaman-cepat (scram) dari reaktor dan/atau fitur keselamatan terekayasa (engineered safety features) yang diperlukan untuk memulihkan penyimpangan dari kondisi operasi normal (termasuk fitur keselamatan yang dirancang untuk menjaga parameter utama bekerja dalam rentang normal), termasuk fungsi pemantauan. Umumnya fungsi-fungsi tersebut tidak dicantumkan dalam analisis keselamatan.
Identifikasi Ketetapan Desain
Keselamatan reaktor juga tergantung pada keandalan dari berbagai macam fiturnya. Beberapa fitur dirancang secara khusus digunakan untuk kondisi operasi normal. SSK tersebut dinamakan ketetapan desain. Ketetapan desain tersebut harus diidentifikasikan dan dapat dijadikan subjek dari proses klasifikasi keselamatan. Proses pengklasifikasian dengan mutu yang cukup untuk memenuhi perannya akan dilakukan ketika perancangan, manufaktur, konstruksi, pemasangan, komisioning, operasi, pengetesan, inspeksi, dan perawatan.
Ketetapan desain seharusnya mencakup beberapa hal berikut:
• Fitur desain yang dirancang hingga mutu tertentu sehingga kemungkinan kegagalan-kegagalan secara praktis dapat dihilangkan;
• Fitur yang dirancang untuk mereduksi frekuensi kecelakaan;
• Fitur desain pasif yang dirancang untuk melindungi para pekerja dan masyarakat dari dampak bahaya radiasi pada kondisi operasi normal;
• Fitur desain pasif yang dirancang untuk melindungi komponen yang penting untuk keselamatan dari bahaya kemungkinan kerusakan internal maupun eksternal;
• Fitur yang dirancang untuk mencegah kejadian awal terpostulasi yang dapat berkembang menjadi rentetan peristiwa yang lebih parah tanpa kejadian kegagalan independen lainnya.
SSK yang diterapkan sesuai ketentuan desain seharusnya diklasifikasikan seperti yang direkomendasikan sebagai klasifikasi SSK versi akhir.
Kategori Fungsi Keselamatan
Fungsi yang diperlukan untuk memenuhi fungsi keselamatan utama di semua kondisi operasi instalasi, termasuk mode operasi normal, seharusnya dikategorikan berdasarkan tingkat signifikansinya terhadap keselamatan. Tingkat pentingnya pada keselamatan untuk tiap fungsi ditentukan dengan mempertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut: Konsekuensi kegagalan untuk menjalankan fungsi; Frekuensi kejadian dari kejadian awal terpostulasi yang mengakibatkan perlunya fungsi tersebut; Signifikansi dari kontribusi fungsi dalam pencapaian kondisi terkendali atau kondisi selamat.
Pendekatan yang direkomendasikan yaitu tingkat keparahan konsekuensi (Faktor 1) dibagi menjadi tiga tingkat keparahan (tinggi, sedang dan rendah) yang didasarkan pada konsekuensi terburuk, diagram dapat di lihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Klasifikasi Keparahan
Bila lebih dari satu definisi tersebut terpenuhi, maka tingkat tertinggi yang harus diterapkan. Penilaian konsekuensi dilakukan atas dasar asumsi bahwa fungsi tidak menanggapi ketika diperlukan. Faktor 2 yaitu frekuensi kejadian merupakan frekuensi yang menyatakan fungsi akan dipanggil untuk dijalankan. Nilai frekuensi seharusnya dievaluasi terutama berdasarkan pada frekuensi kejadian selaras dengan kejadian awal terpostulasi.
Faktor 3 yaitu signifikasi dari kontribusi fungsi ditekankan untuk mencapai keadaan reaktor tertentu. Kategorisasi fungsi-fungsi yang direkomendasikan meliputi tiga kategori, kategori 1, 2 dan 3 seperti dijelaskan pada Gambar 7 di bawah.
Gambar 7. Kategori Fungsi [8]
1
2
3
• Gagal mitigasi AOO/DBA ke keadaan terkendali mengakibatkan keparahan tinggi
• Gagal mitigasi AOO/DBA ke keadaan terkendali mengakibatkan keparahan sedang
• Gagal mitigasi ke keadaan selamat mengakibatkan keparahan tinggi • Fungsi cadangan kategori 1 untuk pencegahan pelelehan teras ketika
DEC
• Gagal aktuasi ketika AOO/DBA mengakibatkan keparahan rendah • Gagal mitigasi ke keadaan selamat mengakibatkan keparahan sedang • Gagal mitigasi DEC mengakibatkan keparahan tinggi
• Fungsi penurun frekuensi aktuasi trip reaktor, fitur terekayasa untuk operasi abnormal, fitur pengendali operasi normal
Kategori keselamatan 1: Semua fungsi yang diperlukan untuk mencapai keadaan terkendali setelah kejadian operasi terantisipasi atau kecelakaan dasar desain dan terjadi kegagalan ketika dijalankan sehingga dapat mengakibatkan konsekuensi keparahan tingkat tinggi.
Kategori keselamatan 2: terdiri dari tiga kemungkinan yakni: Suatu fungsi yang diperlukan untuk mencapai kondisi terkendali setelah kejadian operasi terantisipasi atau kecelakaan dasar desain dan terjadi gagal ketika dijalankan, maka dapat mengakibatkan konsekuensi keparahan tingkat sedang; atau Suatu fungsi yang diperlukan untuk mencapai dan menjaga keadaan selamat dalam jangka waktu panjang, dan terjadi kegagalan ketika dijalankan, maka dapat mengakibatkan konsekuensi dengan keparahan yang tinggi; atau Suatu fungsi yang dirancang untuk menyediakan cadangan dari fungsi yang dikategorikan dalam kategori keselamatan 1 dan yang diperlukan untuk mengendalikan kondisi ekstensi desain (design extension condition) tanpa terjadinya lelehan teras.
Kategori keselamatan 3: terdiri dari lima kemungkinan yakni: Suatu fungsi yang diaktuasi pada saat terjadi kejadian operasi terantisipasi atau kecelakaan dasar desain, yang jika terjadi kegagalan ketika dijalankan, maka dapat mengakibatkan konsekuensi dengan keparahan rendah; atau Suatu fungsi yang diperlukan untuk mencapai dan mempertahankan kondisi selamat untuk jangka panjang, dan terjadi kegagalan ketika dijalankan, maka dapat mengakibatkan konsekuensi dengan tingkat keparahan sedang; atau Suatu fungsi yang diperlukan untuk mengurangi konsekuensi dari kondisi ekstensi desain, terkecuali telah ditentukan untuk dikategorikan dalam kategori keselamatan 2, dan terjadi kegagalan ketika dijalankan, maka dapat mengakibatkan konsekuensi tingkat keparahan 'tinggi'; atau Suatu fungsi yang didesain untuk mengurangi frekuensi aktuasi dari trip reaktor atau fitur keselamatan terekayasa (engineered safety features) dalam kejadian penyimpangan dari kondisi operasi normal, termasuk juga yang didesain untuk mempertahankan parameter utama reaktorberada dalam rentang normal pada operasi instalasi; atau Suatu fungsi yang berkaitan dengan pemantauan untuk memberikan sekumpulan informasi handal secara cukup kepada staf reaktor dan layanan kedaruratan di luar tapak ketika terjadi kecelakaan (kecelakaan dasar desain atau kondisi ekstensi desain) termasuk sarana pemantauan dan komunikasi sebagai bagian dari rencana tindakan kedaruratan (pertahanan berlapis level 5), kecuali jika sudah ditetapkan pada kategori yang lebih tinggi.
Semua kategori dapat dijelaskan dalam Tabel 1. Kategori fungsi dapat dipertimbangkan terdiri dari lebih dari satu kategori (misalnya disebabkan fungsi diperlukan untuk lebih dari satu kejadian awal terpostulasi), maka seharusnya dikategorikan dalam kategori tersebut yang paling tinggi.
Tabel 1. Hubungan Kategori Keselamatan dan Fungsi dalam analisis kejadian Awal Terpostulasi [8]
Klasifikasi Struktur, Sistem dan Komponen
Setelah kategorisasi keselamatan fungsi selesai, SSK yang melakukan fungsi tersebut harus dimasukkan ke dalam kelas keselamatan dan harus diidentifikasi dan diklasifikasikan sesuai dengan tingkat signifikasinya pada keselamatan seperti telah dijelaskan sebelumnya.
Faktor reduksi frekuensi, diterapkan dengan mempertimbangkan sejak kejadian awal terpostulasi sebelum fungsi dijalankan, dapat memperbolehkan SSK dipindah pada kelas lebih rendah sejauh keandalan dapat secara mudah ditunjukkan. Contohnya adalah jeda waktu hingga perbaikan atau perawatan dari SSK, maka kemungkinan menggunakan SSK alternatif dalam jendela waktu yang tersedia untuk menjalakan fungsi keselamatan yang diperlukan.
Jika suatu SSK berkontribusi terhadap unjuk kerja beberapa fungsi dari berbagai kategori keselamatan, maka SSK tersebut harus dimasukkan kepada kelas tertinggi dalam kategori tersebut (misalnya SSK yang membutuhkan peraturan desain teknik yang paling konservatif). Dengan menerapkan berbagai macam pertimbangan relevan (misalnya justifikasi teknis), maka kelas keselamatan akhir dari SSK seharusnya dapat dipilih.
Sesuai yang telah dijelaskan sebelumnya, ketetapan desain dapat diklasifikasi langsung berdasarkan tingkat keparahan dari kegagalannya yakni: Kelas keselamatan 1: Suatu SSK yang jika terjadi kegagalan dapat menyebabkan kecelakaan dengan tingkat keparahan yang tinggi; Kelas keselamatan 2: Suatu SSK yang jika terjadi kegagalan dapat menyebabkan kecelakaan dengan tingkat keparahan yang menengah; Kelas keselamatan 3: Suatu SSK yang jika terjadi kegagalan dapat menyebabkan kecelakaan dengan tingkat keparahan yang rendah.
Suatu SSK (misalnya penghalang api atau banjir) yang kegagalannya dapat mendorong penetapan asumsi dalam analisis potensi bahaya, maka seharusnya dimasukkan paling tidak dalam kelas keselamatan 3.
Suatu SSK yang tidak berkontribusi terhadap kategori keselamatan mana pun tetapi kegagalannya dapat memberikan dampak tak langsung terhadap fungsi kategori tertentu (jika hal tersebut tidak dapat diabaikan dalam desain), maka seharusnya diklasifikasikan secukupnya untuk menghindarkan dampak yang tidak dapat diterima ketika terjadi kegagalan dari fungsi tersebut.
Ketika SSK yang terkoneksi atau berinteraksi memiliki kelas keselamatan yang tidak sama (termasuk kasus dari SSK pada kelas keselamatan tertentu terhubung pada SSK yang tidak terklasifikasi), maka interferensi antar SSK seharusnya dicegah dengan penggunaan perangkat (misalnya isolator optik atau katup otomatis) yang diklasifikasikan di kelas keselamatan yang lebih tinggi, untuk memastikan tidak akan ada efek dari kegagalan SSK di kelas keselamatan yang lebih rendah atau yang belum terklasifikasi.
Dengan penetapan tiap SSK ke kelas keselamatan, maka sejumlah aturan teknis, desain, dan manufaktur dapat diidentifikasi dan diterapkan pada SSK untuk mencapai kualitas dan keandalan yang sesuai. Rekomendasi mengenai penetapan aturan desain teknis dibahas dalam bagian selanjutnya.
Tahap Verifikasi Keselamatan
Tahap berikutnya adalah dengan melakukan tahap verifikasi keselamatan. Klasifikasi keselamatan yang cukup seharusnya diverifikasi dengan menggunakan analisis keselamatan deterministik, yang seharusnya secara komplementer dengan memperhatikan penilaian keselamatan probabilistik dan/atau didukung pertimbangan teknis (engineering
judgement).
Kontribusi SSK dalam mereduksi secara keseluruhan risiko reaktor merupakan faktor penting dalam penentuan kelas keselamatan.
Konsistensi antara pendekatan deterministik dan probabilistik akan memberikan kepercayaan bahwa klasifikasi keselamatan tepat. Secara umum diharapkan bahwa kriteria probabilistik dari klasifikasi keselamatan akan cocok dengan hasil dari deterministik.
KESIMPULAN
Dari kajian di atas dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: Penentuan klasifikasi SSK memerlukan pemahaman multi-disiplin dan pekerjaan yang sangat membutuhkan sumber daya. Kajian ini ingin memberikan gambaran bagaimana SSK diklasifikasikan menurut pengalaman baik dari negara-negara pemilik dan pembangun reaktor nuklir. Hasil kajian berupa metodologi yang diharapkan dapat menjadi acuan dalam penyusunan PERKA BAPETEN tentang klasifikasi SSK terutama reaktor nuklir. Metodologi atau urutan yang dipaparkan merupakan kumpulan dari negara PLTN sehingga tidak menutup kemungkinan muncul pendekatan yang lebih praktis dan efisien diwaktu yang akan datang. Kajian ini tidak memaparkan ketentuan dari Perka terkait klasifikasi seismik dan mutu sehingga memerlukan pembahasan kajian lebih lanjut.
UCAPAN TERIMA KASIH
Kajian ini merupakan kegiatan kajian kerjasama swakelola antara P2STPIBN BAPETEN dan Departemen Teknik Nuklir dan Teknik Fisika UGM tahun 2017. Penulis mengucapkan terimakasih kepada tim pengkaji BAPETEN dan tim pengkaji DTNTF atas kerjasama yang terjalin begitu juga kerja keras dan efektif hingga terselesaikannya kajian ini. DAFTAR PUSTAKA
1. IAEA, SSG-30 Safety Classification of Structures , Systems and Components in Nuclear
Power Plants. Dokumen Teknis, International Atomic Energy Agency, Vienna, 2014.
2. Pemerintah Republik Indonesia, PP Nomor 54 Tahun 2012 tentang Keselamatan dan Keamanan ReaktorNuklir. Jakarta, 2012.
3. IAEA NSS nomor SSR-2/1 (Rev. 1) tahun 2016 tentang “Keselamatan Desain PLTN” 4. M. Bernard, “PCSR - Sub-chapter 3.2 - Classification of structures,equipment and
systems.” 15-Nov-2012.
5. IAEA, GSR Part 4 (Rev. 1) Safety Assessment for Facilities and Activities. Dokumen Teknis, International Atomic Energy Agency, Vienna, 2016.
6. Perka BAPETEN Nomor 3 Tahun 2011 tentang “Ketentuan Keselamatan Desain Reaktor Daya
7. Perka nomor 10 tahun 2006 tentang “Pedoman Penyusunan Laporan Analisis Keselamatan ReaktorNuklir Non Reaktor”
8. ONR, “ONR Guide; Categorisation of Safety Functions and Classification of Structures, Systems and Components.” Nov-2018.
9. STUK, “Guide YVL 2.1 Nuclear power plant systems, structures and components and their safety classification.” Finnish Centre for Radiation and Nuclear Safety, 26-Jun-2000.