• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH HIPOPITUITARISME

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MAKALAH HIPOPITUITARISME"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 3

HIPOPITUITARISME

Disusun Oleh : 1.

Akademi Keperawatan “YAKPERMAS” Banyumas

Jl. Raya Jompo Kulon, Sokaraja, Banyumas

(2)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kelenjar hipofisis kadang disebut kelenjar penguasa karena hipofisis mengkoordinasikan berbagai fungsi dari kelenjar endokrin lainnya. Beberapa hormone hipofisis memiliki efek langsung, beberapa lainnya secara sederhana mengendalikan kecepatan pelepasan hormonnya sendiri melalui mekanisme umpan balik, oleh organ lainnya, dimana kadar hormone endokrin lainnya dalam darah memberikan sinyal kepada hipofisis untuk memperlambat atau mempercepat pelepasan hormonnya. Jenisnya ada Kelenjar hipofisis anterior dan posterior.

Hipofungsi kelenjar hipofisis ( Hipopituitarisme ) dapat terjadi akibat penyakit pada kelenjar hipofisis sendiri atau pada hipotalamus ; namun demikian, akibat kedua keadaan ini pada hakikatnya sama. Hipopituitarisme dapat terjadi akibat kerusakan lobus anterior kelenjar hipofisis. Panhipopituitarisme ( penyakit simmond ) merupakan keadaan tidak adanya seleruh sekresi hipofisis dan penyakit ini jarang dijumpai. Microsisi hipofisis pasca partus (syndrome Sheehan) merupakan penyebab lain kegagalan hipofisis anterior yang jarang. Keadaan ini lebih cenderung terjadi pada wanita yang mengalami kehilangan darah, hipovolemia dan hipotensi pada saat melahirkan.

(Smeltzer, Suzanne.C. 2001. )

B. Tujuan Penulisan 1. Tujuan umum

Makalah ini disusun sebagai tugas yang diberikan dosen untuk memenuhi tugas mata kuliah keperawatan medical bedah 3 pada system endokrin.

2. Tujuan khusus

Diharapkan setelah membaca makalah ini mahasiswa dapat: a. Mengetahui pengertian hipopituitarisme

(3)

c. Mengetahui penyebab terjadinya hipopituitarisme d. Mengetahui patofisiologi hipopituitarisme

e. Mengetahui tanda dan gejala hipopituitarisme

f. Mengetahui pemeriksaan penunjang hipopituitarisme g. Mengetahui komplikasi hipopituitarisme

h. Mengetahui penatalaksanaan hipopituitarisme

(4)

BAB II PEMBAHASAN

A. Definisi

Hipopituitarisme adalah keadaan yang timbul sebagai akibat hipofungsi hipofisis. Hipopituitarisme merupakan defisiensi hormon tiroid, adrenal, gonadal dan hormon pertumbuhan akibat penyakit hipofisis. Pada setiap pasien dengan defisiensi hormonal ini, kemungkinan adanya defisiensi lain harus dicari. Kadang-kadang timbul akut berupa apopleksi hipofisis dimana terdapat infark hemoragik pad atumor hipofisis, biasanya disertai nyeri disertai kepala berat mendadak dan seringkali bersama dengan defek lapanng pandang. Hipopituitarisme memilki prevalensi 30/100.000. (Gledle Jonathan, 2005:143)

Hipopituitarisme adalah suatu gambaran penyakit akibat insufisiensi kelenjar hipofisis, terutama bagian anterior. Gangguan ini menyebabkan munculnya masalah dan manifestasi klinis yang berkaitan dengandefisiensi hormon-hormon yang dihasilkannya.

B. Klasifikasi

1. Hypophyseal Cachexia ( Penyakit Simmonds ):

a. Dapat terjadi pada semua usia, lebih sering pada usia dewasa. b. Lebih sering pada wanita dengan perbandingan 2 : 1

c. Penderita dapat hidup bertahun-tahun dengan penyakitnya, kadang-kadang sampai 30-40 tahun.

Gejala-gejala klinik biasanya disebabkan oleh insufiensi adrenal, thyroid atau gonad, yang terjadi sekunder akibat hipopituitarisme. Kombinasi kelenjar yang mengalami insufiensi itu bisa berbagai macam ; yang paling sering ialah kombinasi hipothyroidisme dan hipoadrenalisme.

2. Hypophyseal Dwarfism ( Jenis Lorain-Levi ): a. Pada anak yang sedang tumbuh

b. Terjadi dwarfisme yang simetrik.

Penyebab yang paling sering ialah ; craniopharyngioma. Kadang-kadang juga disebabkan juga oleh : nekrosis iskhemik, kista, atau radang.

(5)

a. Obesitas jenis eunuchoid.

b. Pertumbuhan yang tidak sempurna daripada gonad dan genital.

c. Ciri-ciri sex sekunder tidak ada, disfungsi seksual, dan kulit yang halus. d. Terjadi pada usia muda.

e. Dapat menyerang baik laki-laki maupu wanita dengan perbandingan yang sama.

(dr. Sutisna Himawan, 1994)

C. Etiologi

Sindrom ini disebabkan oleh kelainan destrutif pada kelenjar hipofisis. Penyebab yang sering ialah :

1. Sheehan’s postpartum pituitary necrosis 2. Adenoma khoromofob

3. Craniopharyngioma

4. Kelainan-kelainan lain yang mungkin juga menimbulkan hipopitutarisme ialah radang, terutama tuberculosis, sarcoidosis. Kadang-kadang penyebab dari pada destruksi hipofisis tidak jelas dan hanya tampak sebagai fibrosis saja.

(dr. Sutisna Himawan, 1994)

Hipopiutuitarisme dapat terjadi akibat malfungsi kelenjar hipofisis atau hipotalamus. Penyebab menyangkut :

1. Infeksi atau peradangan oleh : jamur,bakteri piogenik. 2. Penyakit autoimun (Hipofisis limfoid autoimun).

3. Tumor, misalnya dari sejenis sel penghasil hormon yang dapat mengganggu pembentukan salah satu atau semau hormon lain.

4. Umpan balik dari organ sasaran yang mengalamai malfungsi. Misalnya, akan terjadi penurunan sekresi TSH dari hipofisis apabila kelenjar tiroid yang sakit mengeluarkan HT dalam kadar yang berlebihan.

5. Nekrotik hipoksik (kematian akibat kekurangan O2) hipofisis atau oksigenasi dapat merusak sebagian atausemua sel penghasil hormon. Salah satunya sindrom sheecan, yang terjadi setelah perdarahan maternal.

(6)

D. Patofisiologi

Hipopituitarisme terfokus pada penurunan sekresi hormon-hormon hipofisis, yang dapat penyakit pada di hipotalamus maupun hipofisis. Hipofungsi hipofisis anterior terjadi jika 75% parenkim rusak, dan bersifat kongenital atau karena berbagai kelainan didapat. Untuk hipofungsi hipofisis posterior dalam bentuk diabetes insipidus hampir selalu disebabkan oleh kelainan pada hipotalamus. Meskipun mungkin beberapa mekanisme lain berperan pada kasus hipofungsi, namun sebagian besar kasus ini disebabkan oleh proses destruktif yang secara langsung mengenai hipofisis anterior (Kumar, 2010:1186).

a. Tumor dan lesi masa lainnya.

Adenoma hipofisis, tumor jinak lain yang timbul di dalam sella, keganasan primer dan metastasik serta kista dapat menyebabkan hipopituitarisme. Semua lesi massa di sella dapat menyebabkan kerusakan dengan menimbulakn penekanan pada sel-sel hipofisis di sekitarnya (Kumar, 2010:1186).

b. Pembedahan atau radiasi hipofisis.

Eksisi adenoma hipofisis dengan bedah dapat secara tidak sengaja mengenai bagian hipofisis yang sehat. Radiasi hipofisis, yang dipakai untuk mencegah pertumbuhan kembali tumor setelah pemebdahan, dapat merusak hipofisis non adenomatosa (Kumar, 2010:1186).

c. Apopleksi hipofisis.

Apopleksi hipofisis adalah perdarahan mendadak ke dalam kelenjar hipofisis, umumnya apda adenoma hipofisis. Aplopeksi dapat mengakibatkan nyeri kepala hebat yang mendadak, diplopia akibat tekanan pada saraf okulomotorius, dan hipopituitarisme(Kumar, 2010:1186).

d. Nekrosis iskemik hipofisis dan sindrom sheehan.

Nekrosis iskemik hipofisis merupakan kausa isufiensi hipofisis. Sindrom sheehan (nekrosis pascapartum hipofisis anterior) merupakan bentuk tersering nekrosis iskemik hipofisis anetrior. Selama kehamilan, hipofisis anterior memebesar sampai dua kali lipat ukuran nolam. Pembesaran fisiologik ini tidak disertai dengan peningkatan aliran darah dari sistem vena bertekanan rendah, sehingga hipofisis mengalami anoksia relatif. Perdarahan atau syok obstetrik yang mengakibatkan penurunan aliran darah lebih lanjut, dapat memicu infark lobus anterior. Hipofisis posterior menerima darah secara langsung

(7)

daricabang-cabang arteri sehingga kurang rentan terhadap cedera sistemik dalam situasi ini dan biasanya tidak terpengaruh. Nekrosis hipofisis juga dapat ditemukan pda keadaan lain, misal koagulasi intravaskular diseminata dan anemia sel sabit, peningkatan tekanan intrakranium, cedera traumatik, dan syok apa pun sebabnya. Daerah iskemik akan diserap dan diganti oleh ajringan ikat yang melekat ke dinding sella yang kosong seperti apa pun patogenesisnya (Kumar, 2010:1186).

e. Kista celah Rathke.

Kista ini d b ilapisi epitel kuboid bersilia dengan sel gobelt dan sel hipofisis anterio, dapat berisi cairan proteinaseosa dan membesar hingga mengganggu kelenjar normal (Kumar, 2010:1186).

f. Sindrom sella kosong.

Sindrom ini merujuk pada adanya sella tursika yang membesar dan tidak terisi oleh jaringan hipofisis (Kumar, 2010:1186).

g. Sella kosong primer

Pada kasus ini terjadi defek pada diafragma sella sehingga araknoid mater dan cairan serebrospinal mengalami herniasi ke dalam sella, lalu sella melebar dan hipofisis tertekan. Hal ini bisa mengakibatkan gangguan endokrin, dan dengan berkurangnya parenkim fungsional yang cukup berat dapat menimbulkan hipopitutarisme (Kumar, 2010:1186).

h. Sella kosong sekunder

Suatu masa bisa mengakibatkan sella membesar, jika diangkat secara bedah atau mengalami nekrosis spontan, menyebabkan berkurangnya fungsi hipofisis. Terapi atau infark spontan bisa mengakibatkan hipopituitarisme (Kumar, 2010:1186).

i. Defek genetik.

Pada anak pernah dilaporkan defisiensi kongenital satu atau lebih hormon hipofisis. Contohnya, mutasi di pit-I, suatu faktor transkripsi hipofisis, meneybabkan kombinasi defisiensi GH, proalktin, dan TSH (Kumar, 2010:1186).

(8)

Pada anak-anak, terjadi gangguan pertumbuhan somatis akibat defisiensi pelepasan GH. Dwarfisme hipofisis (kerdil) merupakan konsekuensi dari defisiensi tersebut. Ketika anak-anak tersebut mencapai pubertas, maka tanda-tanda seksual sekunder dan genitalia eksterna gagal berkembang. Selain itu sering pula ditemukan berbagai derajat insifisiensi adrenal dan hipitiroidisme, mereka mungkin akan mengalami kesulitan di sekolah dan memperlihatkan perkembangan intelektual yang lamban, kulit biasanya pucat karena tidak adanya MSH.

Pada orang dewasa, kehilangan fungsi hipofisis sering mengikuti kronologis seperti defisiensi GH, hipogonadisme, hipotiroidisme, dan insufisiensi adrena. Karena orang dewasa telah menyelesaikan pertumbuhan somatisnya, maka tinggi tubuh pasien dewasa dengan hipotuitarisme adalah normal.

Adapun tanda dan gejalanya yang mungkin ditemukan yaitu : 1. Terjadinya hipogonadisme.

2. Penurunan libido, impotensi, progresif pertumbuhan rambut dan bulu ditubuh, jenggot, berkurangnya perkembangan otot pada pria.

3. Pada wanita, berhentinya siklus menstruasi atau aminorea yang merupakan tanda awal dari kegagalan hipofisis. Kemudian di ikiti atrofi payudara dan genetalia eksterna.

(Price Syvia A, 2005:1216-1217)

Sakit kepala dan gangguan penglihatan atau adanya tanda-tanda tekanan intara kranial yang meningkat. Mungkin merupakan gambaran penyakit bila tumor menyita ruangan yang cukup besar.

1. Gambaran dari produksi hormon pertumbuhan yang berlebih termasuk akromegali (tangan dan kaki besar demikian pula lidah dan rahang), berkeringat banyak, hipertensi dan artralgia (nyeri sendi).

2. Hiperprolaktinemia : amenore atau oligomenore galaktore (30%), infertilitas pada wanita, impotensi pada pria.

3. Sindrom Chusing : obesitas sentral, hirsutisme, striae, hipertensi, diabetesmilitus, osteoporosis.

4. Defisiensi hormon pertumbuhan : (Growt Hormon = GH) gangguan pertumbuhan pada anak-anak.

(9)

5. Defisiensi Gonadotropin : impotensi, libido menurun, rambut tubuh rontok pada pria, amenore pada wanita.

6. Defisiensi TSH : rasa lelah, konstipasi, kulit kering gambaran laboratorium dari hipertiroidism.

7. Defisiensi Kortikotropin : malaise, anoreksia, rasa lelah yang nyata, pucat, gejala – gejala yang sangat hebat selama menderita penyakit sistemik ringan biasa, gambaran laboratorium dari penurunan fungsi adrenal.

8. Defisiensi Vasopresin : poliuria, polidipsia,dehidrasi, tidak mampu memekatkan urin.

F. Pemeriksaan Diagnostik

1. Pemeriksaan Laboratorik ditemukan Pengeluaran 17 ketosteroid dan 17 hidraksi kortikosteroid dalam urin menurun, BMR menurun.

2. Pemeriksaan Radiologik / Rontgenologis ditemukan Sella Tursika. a. Foto polos kepala.

b. Poliomografi berbagai arah (multi direksional). c. Pneumoensefalografi.

d. CTScan.

e. Angiografi serebral. 3. Pemeriksaan Lapang Pandang.

a. Adanya kelainan lapangan pandang mencurigakan. b. Adanya tumor hipofisis yang menekankiasma optik. 4. Pemeriksaan Diagnostik.

a. Pemeriksaan kartisol, T3 dan T4, serta esterogen atau testosteron. b. Pemeriksaan ACTH, TSH, dan LH.

c. Tes provokasi dengan menggunakan stimulan atau supresan hormon, dan dengan melakukan pengukuran efeknya terhadap kadar hormon serum.

d. Tes provokatif.

G. Komplikasi

(10)

a. Hipertensi. b. Tromboflebitis. c. Tromboembolisme. d. Percepatan uterosklerosis. 2. Imunologi.

Peningkatan resiko infeksi danpenyamaran tanda – tanda infeksi. 3. Perubahan mata.

a. Glaukoma. b. Lesi kornea. 4. Muskuloskeletal.

a. Pelisutan otot.

b. Kesembuhan luka yang jelek.

c. Osteoporis dengan fraktur kompresi vertebra, fraktur patologik tulang panjang, nekrosis aseptik kaput femoris.

5. Metabolik.

Perubahan pada metabolisme glukosa sindrome penghentian steroid. 6. Perubahan penampakan.

a. Muka seperti bulan (moon face). b. Pertambahan berat badan. c. Jerawat.

H. Penatalaksanaan

Pengobatan hipopituitarisme mencakup penggantian hormon-hormon yang kurang. GH manusia, hormon yang hanya efektif pada manusia, dihasilkan dari tehnik rekombinasi asam deoksiribonukleat(DNA), dapat digunakan untuk mengobati pasien dengan defesiensi GH dan hanya dapat dikerjakan oleh dokter spesialis.

GH manusia jika diberikan pada anak-anak yang menderita dwarfisme hipofisis, dapat menyebabkan peningkatan tinggi badan yang berlebihan. GH manusia rekombinan juga dapat digunakan sebagai hormon pengganti pada pasien dewasa dengan panhipopituitarisme. Hormon hipofisis hanya dapat diberikan dengan cara disuntikan.

(11)

Sehingga, terapi harian pengganti hormon kelenjar target akibat defesiensi hipofisis untuk jangka waktu yang lama, hanya diberikan sebagai alternatif.

( Price Syvia A, 20051217)

I. Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian

Pengkajian keperawatan pada klien dengan kelainan ini antara lain mencakup: a. Riwayat penyakit masa lalu

Adakah penyakit atau trauma pada kepala yang pernah diderita klien, serta riwayat radiasi pada kepala.

b. Sejak kapan keluhan diarasakan.

Dampak defisiensi GH mulai tampak pada masa balita sedang defisiensi gonadotropin nyata pada masa praremaja.

c. Apakah keluhan terjadi sejak lahir.Tubuh kecil dan kerdil sejak lahirterdapat pada klien kretinisme.

d. Kaji TTV dasar untukperbandingan dengan hasil pemeriksaan yang akan datang. e. Berat dan tinggi badan saat lahir atau kaji pertumbuhan fisik klien. Bandingkan

perumbuhan anak dengan standar. f. Keluhan utama klien:

1) Pertumbuhan lambat.

2) Ukuran otot dan tulang kecil.

3) Tanda – tanda seks sekunder tidak berkembang, tidak ada rambut pubis dan rambut axila, payudara tidak tumbuh, penis tidak tumbuh, tidak mendapat haid, dan lain – lain.

4) Interfilitas. 5) Impotensi. 6) Libido menurun.

7) Nyeri senggama pada wanita. g. Pemeriksaan fisik

1) Amati bentuk dan ukuran tubuh, ukur BB dan TB, amati bentuk dan ukuran buah dada, pertumbuhan rambut axila dan pubis pada klien pria amati pula pertumbuhan rambut wajah (jenggot dan kumis).

(12)

2) Palpasi kulit, pada wanita biasanya menjadi kering dan kasar. Tergantung pada penyebab hipopituitary,perlu juga dikaji data lain sebagai data penyerta seperti bila penyebabnya adalah tumor maka perlu dilakukan pemeriksaan terhadap fungsi serebrum danfungsi nervus kranialis dan adanya keluhan nyeri kepala. h. Kaji pula dampak perubahan fisik terhadap kemapuan klien dalam memenuhi

kebutuhan dasarnya.

i. Data penunjang dari hasil pemeriksaan diagnostik seperti :

1) Foto kranium untuk melihat pelebaran dan atau erosi sella tursika.

2) Pemeriksaan serta serum darah : LH dan FSH GH, androgen, prolaktin, testosteron, kartisol, aldosteron, test stimulating yang mencakup uji toleransi insulin dan stimulasi tiroid releasing hormone.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada klien dengan hipopituitarisme adalah: a. Gangguan citra tubuh yang berhubungan dengan perubahan struktur tubuh dan fungsi

tubuh akibat defisiensi gonadotropin dan defisiensi hormon pertumbuhan. b. Koping individu tak efektif berhubungan dengan kronisitas kondisi penyakit. c. Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan penampilan tubuh.

d. Gangguan persepsi sensori (penglihatan) berhubungan dengan gangguan transmisi impuls sebagai akibat penekanan tumor pada nervus optikus.

e. Ansietas berhubungan dengan ancaman atau perubahan status kesehatan. f. Defisit perawatan diri berhubungan dengan menurunnya kekuatan otot.

g. Resiko gangguan integritas kulit (kekeringan) berhubungan dengan menurunnya kadar hormonal.

3. Intervensi Keperawatan

Secara umum tujuan yang diharapakan dari perawatan klien dengan hipofungsi hipofisis adalah:

a. Klien memiliki kembali citra tubuh yang positif dan harga diri yang tinggi. b. Klien dapat berpartisipasi aktif dalam program pengobatan.

(13)

d. Klien bebas dari rasa cemas. e. Klien terhindar dari komplikasi.

1) Dx 1

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, klien memiliki kembali citra tubuh yang positif dan harga diri yang tinggi.

Kriteria Hasil :

a) Melakukan kegiatan penerimaan, penampilan misalnya: kerapian, pakaian, postur tubuh, pola makan, kehadiran diri.

b) Penampilan dalam perawatan diri / tanggung jawab peran. Intervensi :

a) Dorong individu untuk mengekspresikan perasaan.

Rasional: Kita dapat mengkaji sejauh mana tingkat penolakan terhadap kenyataan akan kondisi fisik tubuh, untuk mempercepat teknik penyembuhan / penanganan.

b) Dorong individu untuk bertanya mengenai masalah, penanganan, perkembangan, prognosa kesehatan.

Rasional: Dengan mengetahui proses perjalanan penyakit tersebut maka klien secara bertahap akan mulai menerima kenyataan.

c) Tingkatkan komunikasi terbuka, menghindari kritik / penilaian tentang perilaku klien.

Rasional: Membantu untuk tiap individu untuk memahami area dalam program sehingga salah pemahaman tidak terjadi.

d) Berikan kesempatan berbagi rasa dengan individu yang mengalami pengalaman yang sama.

Rasional: Sebagai problem solving

e) Bantu staf mewaspadai dan menerima perasaan sendiri bila merawat pasien lain.

Rasional: Perilaku menilai, perasaan jijik, marah dan aneh dapat mempengaruhi perawatan /ditransmisikan pada klien, menguatkan harga negatif / gambaran.

(14)

2) Dx II

Tujuan : Setelah dilakuan tindakan keperawatan tingkat koping individu meningkat. Kriteria Hasil :

a) Mengungkapkan perasaan yang berhubungan dengan keadaan emosional. b) Mengidentifikasi pola koping personal dan konsekuensi perilaku yang

diakibatkan.

c) Mengidentifikasi kekuatan personal dan menerima dukungan melalui hubungan keperawatan.

d) Membuat keputusan dan dilanjutkan dengan tindakan yang sesuai / mengubah situasi provokatif dalam lingkungan personal.

Intervensi :

a) Kaji status koping individu yang ada.

Rasional: Meningkatkan proses interaksi sosial karena klien mengalami peningkatan komunikatif.

b) Berikan dukungan jika individu berbicara.

Rasional: Klien meningkatkan rasa percaya diri kepada orang lain. c) Bantu individu untuk memcahkan masalah (problem solving).

Rasional: Dengan berkurangnya ketegangan, ketakutan klien akan menurun dan tidak mengucil / mengisolasikan diri dari lingkungan.

d) Instruksikan individu untuk melakukan teknis relasi, dalam proses teknik pembelajaran penatalaksanaan stress.

Rasional: Ketepatan penanganan dan proses penyembuhan.

e) Kolaborasi dengan tenaga ahli psikologi untuk proses penyuluhan. Rasional: Klien mengerti tentang penyakitnya.

3) Dx III

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan harga diri meningkat. Kriteria hasil :

a) Mengungkapkan hasil perasaan dan pikiran mengenai diri. b) Mengidentifikasikan duaatributif positif mengenai diri.

(15)

Intervensi :

a) Bina hubungan saling percaya perawat dan klien.

Rasional: Rasa percaya diri meningkat, pasien menerima kenyataan akan penampilan tubuh.

b) Tingkatkan interaksi sosial.

Rasional: Pasien akan merasa berarti, dihargai, dihormati, serta diterima oleh lingkungan.

c) Diskusikan harapan / keinginan / perasaan.

Rasional: Dengan cara pertukaran pengalaman perasaan akan lebih mampu dalam mencegah faktor penyebab terjadinya harga diri rendah.

d) Rujuk kepelayanan pendukung.

Rasional: Memberikan tempat untuk pertukaran masalah dan pengalaman yang sama.

4) Dx IV

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan penglihatan berangsur-angsur membaik.

Kriteria Hasil :

a) Menunjukkan tanda adanya penurunan gejala yang menimbulkan gangguan persepsi sensori

b) Mengidentifikasi dan menghilangkan faktor resiko jika mungkin. c) Menggunakan rasionalisasi dalam tindakan penanganan.

Intervensi :

a) Kurangi penglihatan yang berlebih.

Rasional: Mengurangi tingkat ketegangan otot mata, meningkatkan relaksasi mata.

b) Orientasikan terhadap keseluruhan 3 bidang (orang, tempat, waktu).

Rasional: Untuk mengetahui faktor penyebab melalui tes sensori indera penglihatan.

(16)

Rasional: Meningkatkan kepekaan indera penglihatan melalui stimulus indera khususnya penglihatan.

d) Gunakan berbagai metode untuk menstimulasi indera.

Rasional: Mempertahankan normalitas melalui waktu lebih muda bila tidak mampu menggunakan penglihatan.

5) Dx V

Tujuan : Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan berkurang. Kriteria hasil :

a) Peningkatan kenyaman psikologis dan fsikologis. b) Menggambarkan ansietas dan pola kopingnya. Intervensi :

a) Bina hubungan saling percaya.

Rasional: Komunikasi terapeutik dapat memudahkan tindakan. b) Catat respon verbal non verbal pasien.

Rasional: Mengetahui perasaan yang sedang dialami klien. c) Berikan aktivitas yang dapat menurunkan ketegangan.

Rasional: Kondisi rileks dapat menurunkan tingkat ancietas. d) Jadwalkan istirahat adekuat dan periode menghentikan tidur.

Rasional: Mengatasi kelemahan, menghemat energi dan dapat meningkatkan kemampuan koping.

6) Dx VI

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien dapat aktif dalam aktifitas perawatan diri.

Kriteria hasil :

a) Mengidentifikasi kemampuan aktifitas perawatan diri.

b) Melakukan kebersihan optimal setelah bantuan dalam perawatan diberikan. c) Berpartisipasi secara fisik / verbal dalam aktifitas, perawatan diri / pemenuhan

kebutuhan dasar. Intervensi :

(17)

a) Kaji faktor penyebab menurunnya defisit perawatan diri.

Rasional: Menghambat faktor penyebab dapat meningkatkan perawatan diri. b) Tingkatkan partisipasi optimal.

Rasional: Partisipasi optimal dapat memaksimalkan perawatan diri.

c) Evaluasi kemampuan untuk berpartisipasi dalam setiap aktivitas perawatan. Rasional: Dapat menumbuhkan rasa percaya diri klien.

d) Beri dorongan untuk mengexpresikan perasaan tentang kurang perawatan diri. Rasional: Dapat memberikan kesempatan pada klien untuk melakukan perawatan diri.

7) Dx VII

Tujuan : Setelah dilakukan keperawatan integritas kulit dalam kondisi normal. Kriteria hasil :

a) Mengidentifikasi faktor penyebab.

b) Berpartisipasi dalam rencana pengobatan yang dilanjutkan untuk meningkatkan penyembuhan luka.

c) Menggambarkan etiologi dan tindakan pencegahan. d) Memperlihatkan integritas kulit bebas dari luka tekan. Intervensi :

a) Pertahankan kecukupan masukan cairan untuk hidrasi yang adekuat.

Rasional: Mengurangi ketidaknyamanan yang dihubungkan dengan membran mukosa yang kering dan untuk rehidrasi.

b) Berikan dorongan latihan rentang gerak dan mobilisasi. Rasional: Meningkatkan pemeliharaan fungsi otot / sendi. c) Ubah posisi atau mobilisasi.

Rasional: Meningkatkan posisi fungsional pada ekstrimitas.

d) Tingkatkan masukan karbohidrat dan protein untuk mempertahankan keseimbangan nitrogen positif.

Rasional: Kelemahan dan kehilangan pengaturan metabolisme terhadap makanan dapat mengakibatkan malnutrisi.

(18)

Rasional: Posisi datar menjaga keseimbangan tubuh dan mencegah retensi cairan pada daerah tertentu sehingga tidak terjadi edema lokal.

(19)

BAB III

A. KESIMPULAN

B. DAFTAR PUSTAKA

Brooker. 2008. Ensiklopedia Keperawatan. Jakarta: EGC

C. Long, Barbara.1996. Perawatan Medikal Bedah Edisi 3. Bandung: Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan keperawatan

Capernito, Lynda Juall. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 10. Jakarta : EGC Corenblum, Bernard. 2013, 20 Februari. Hypopituitarism (Panhypopituitarism).

Kowalak, Jennifer Dkk. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC

Marzocchi, N., Cainazzo,M.M.,Catellani, D., Pini, L.A.. 2005. A Case of GH-Producing

Pituitary Adenoma Associated with a Unilateral Headache with Autonomis Signs.

Journal Headache Pain (2005) 6:152–155. University of Modena and Reggio Emilia Kumar,Robbins.1995.Buku Ajar Patologi II Edisi 4. Jakarta : EGC.

Ovedoff, David.2002.Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Binarupa Aksara.

Price,Sylvia.A dan Wilson.1995.Patofisiologi KonsepKlinis Proses – Proses Penyakit.Jakarta: EGC.

Referensi

Dokumen terkait

Selain itu, lemak juga merupakan sumber asam-asam lemak esensial yang tidak dapat dihasilkan tubuh dan harus disuplai dari makanan. Fungsi lemak sebagai bahan baku hormon juga sangat

Asam deoksiribonukleat (DNA) adalah asam nukleat yang mengandung instruksi genetik yang digunakan dalam pengembangan dan fungsi dari semua organisme hidup2.

Meskipun daging ikan mengandung lemak cukup tinggi (0,1 – 2,2 %), akan tetapi karena 25% dari jumlah tersebut merupakan asam-asam lemak tak jenuh yang sangat dibutuhkan manusia

Urin normal pada manusia mengandug air, urea, asam urat, amoniak, keratin, asam laktat, asam fospat, asam sulfat, klorida, garam-garam terutama garam dapur,

Dibawah pengaruh hormon pertumbuhan yang berlebihan, pengangkutan lemak  dari jaringan adiposa seringkali menjadi sangat besar sehingga sejumlah besar asam dari jaringan

Tubuh manusia dilengkapi tiga perangkat pengatur kegiatan tubuh yang terdiri dari saraf, endokrin (hormon), dan pengindraan. Sistem saraf bekerja dengan cepat untuk

Hasil proses pencernaan membuktikan bahwa asam amino yang dihasilkan dari proses pencernaan protein memiliki jumlah yang berlebih, asam amino tersebut kemudian

Tehnik ini jika digunakan bersama-sama fleksibel sigmoidoskopi merupakan cara yang hemat biaya sebagai alternatif pengganti kolonoskopi untuk pasien yang tidak