• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH Etika Profesi Notaris

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MAKALAH Etika Profesi Notaris"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I BAB I

PENDAHULUAN PENDAHULUAN

A.

A. LATAR BELAKANGLATAR BELAKANG

Kode Etik bagi profesi Notaris sangat diperlukan untuk menjaga kualitas Kode Etik bagi profesi Notaris sangat diperlukan untuk menjaga kualitas  pelayanan hukum

 pelayanan hukum kepada masyarakat kepada masyarakat oleh oleh karena hal karena hal tersebut, tersebut, Ikatan Notaris Ikatan Notaris IndonesiaIndonesia (INI) sebagai satu-satunya organisasi protesi yang diakui kebenarannya sesuai dengan (INI) sebagai satu-satunya organisasi protesi yang diakui kebenarannya sesuai dengan UU Jabatan Notaris No.30 Tahun

UU Jabatan Notaris No.30 Tahun 2004, menetapkan Kode Etik bagi para 2004, menetapkan Kode Etik bagi para anggotanyaanggotanya..

Jabatan notaris adalah merupakan jabatan kepercayaan. Undang-undang telah Jabatan notaris adalah merupakan jabatan kepercayaan. Undang-undang telah memberi kewenangan kepada para Notaris yang begitu besar untuk membuat alat bukti memberi kewenangan kepada para Notaris yang begitu besar untuk membuat alat bukti yang otentik, karenanya ketentuan-ketentuan dalam UU Jabatan Notaris begitu ketatnya yang otentik, karenanya ketentuan-ketentuan dalam UU Jabatan Notaris begitu ketatnya dan penuh dengan sanksi, baik sanksi administrasi maupun sanksi pidana tanpa dan penuh dengan sanksi, baik sanksi administrasi maupun sanksi pidana tanpa mengurangi kemungkinan diterapkannya sanksi pemberhentian sementara sampai ke mengurangi kemungkinan diterapkannya sanksi pemberhentian sementara sampai ke  pemeca

 pemecatan.tan.

Kode etik notaris sendiri sebagai suatu ketentuan yang mengatur tingkah laku Kode etik notaris sendiri sebagai suatu ketentuan yang mengatur tingkah laku notaris dalam melaksanakan jabatannya, juga mengatur hubungan sesama rekan notaris. notaris dalam melaksanakan jabatannya, juga mengatur hubungan sesama rekan notaris.  pada

 pada Pada Pada hakekatnya hakekatnya Kode Kode Etik Etik Notaris Notaris merupakamerupakan n penjabaran penjabaran lebih lebih lanjut lanjut dari dari apaapa yang diatur dalam Undang Undang Jabatan Notaris. Dalam kehidupan bermasyarakat yang diatur dalam Undang Undang Jabatan Notaris. Dalam kehidupan bermasyarakat diperlukan suatu profesi dimana seseorang dapat menyelesaikan masalah-masalah hukurn diperlukan suatu profesi dimana seseorang dapat menyelesaikan masalah-masalah hukurn yang dihadapinya yaitu salah satunya dengan

yang dihadapinya yaitu salah satunya dengan menghadmenghadap kepada seorang Netarts.ap kepada seorang Netarts.

 Notaris adalah s

 Notaris adalah suatu protesi kepuatu protesi kepercayaan daercayaan dan berlainan denn berlainan dengan profesi pengagan profesi pengacara,cara, dimana Notaris dalam menjalankan jabatannya tidak memihak. Oleh karena itu dalam dimana Notaris dalam menjalankan jabatannya tidak memihak. Oleh karena itu dalam  jabatannya

 jabatannya kepada kepada yang yang bersangkutabersangkutan n dipercaya dipercaya untuk untuk rnernbuat rnernbuat alat alat bukti bukti yangyang mempunyai kekuatan otentik. Dengan demikian, peraturan atau undang-undang yang mempunyai kekuatan otentik. Dengan demikian, peraturan atau undang-undang yang mengatur tentang jabatan Notaris telah dibuat sedemikian ketatnya sehingga dapat mengatur tentang jabatan Notaris telah dibuat sedemikian ketatnya sehingga dapat menjamin tentang otentisitasme akta-akta yang dibuat dihadapannya. Untuk menjaga menjamin tentang otentisitasme akta-akta yang dibuat dihadapannya. Untuk menjaga kualitas pelayanan kepada masyarakat, maka Asosiasi Profesi Notaris seperti lkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat, maka Asosiasi Profesi Notaris seperti lkatan  Notaris Indones

(2)
(3)

B.

B. RUMUSAN MASALAHRUMUSAN MASALAH 1.

1.  posisi kasus pelangg posisi kasus pelanggaran kode etik notaris berdaaran kode etik notaris berdasarkan surat Putusasarkan surat Putusan Majelisn Majelis Pemeriksa Wilayah Notaris Jawa Barat No.129/MPW-JABAR/2007

Pemeriksa Wilayah Notaris Jawa Barat No.129/MPW-JABAR/2007 2.

2.  bagaima bagaimana Alur Pengawna Alur Pengawasan Pelangasan Pelanggaran Jabatan garan Jabatan dan Kode Etdan Kode Etik Notarisik Notaris 3.

3. tinjauan yuridis Terhadap Pelanggaran yang Dilakukan oleh Notaristinjauan yuridis Terhadap Pelanggaran yang Dilakukan oleh Notaris Terlapor

Terlapor

C.

C. TUJUAN PENELITIANTUJUAN PENELITIAN 1.

1. Untuk mengetahui posisi kasus pelanggaran kode etik notaris berdasarkanUntuk mengetahui posisi kasus pelanggaran kode etik notaris berdasarkan surat Putusan Majelis Pemeriksa Wilayah Notaris Jawa Barat surat Putusan Majelis Pemeriksa Wilayah Notaris Jawa Barat No.129/MPW-JABAR/2007

JABAR/2007 2.

2. Untuk mengetahui alur pengawasan terhadap pelanggaran jabatan dan kodeUntuk mengetahui alur pengawasan terhadap pelanggaran jabatan dan kode etik notaris

etik notaris 3.

3. Untuk mengetahui Tinjauan yuridis terhadap pelanggaran yang dilakukanUntuk mengetahui Tinjauan yuridis terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh notaris terlapor.

oleh notaris terlapor.

D.

D. MANFAAT PMANFAAT PENELITIANENELITIAN

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara teoritis maupun Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis, yaitu :

secara praktis, yaitu : 1.

1. Secara TeoritisSecara Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan masukan Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan masukan untuk penambahan ilmu pengetahuan dibidang Ilmu Hukum pada umunya, il

untuk penambahan ilmu pengetahuan dibidang Ilmu Hukum pada umunya, il mu hukummu hukum dibidang kenotariatan pada khususnya yaitu mengenai Tinjauan Yuridis Pelanggaran dibidang kenotariatan pada khususnya yaitu mengenai Tinjauan Yuridis Pelanggaran Kode Etik Notaris

Kode Etik Notaris BerdasarkBerdasarkan Surat an Surat Putusan Majelis Pemeriksa Wilayah Notaris JawaPutusan Majelis Pemeriksa Wilayah Notaris Jawa Barat

Barat No.129/Mpw-JabNo.129/Mpw-Jabar/2007.ar/2007.

2.

2. Secara PraktisSecara Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan penambah wawasan Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan penambah wawasan  bagi pembaca dan

 bagi pembaca dan rekan mahasiswa yang rekan mahasiswa yang mempunyamempunyai i minat dalam minat dalam bidang dunia bidang dunia profesiprofesi Kenotariatan.

(4)

BAB II BAB II

LANDASAN TEORI LANDASAN TEORI

1.

1. RUANG LINGKUPRUANG LINGKUP

Landasan filosofis dibentuknya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Landasan filosofis dibentuknya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris adalah terwujudnya jaminan kepastian hukum, ketertiban dan Jabatan Notaris adalah terwujudnya jaminan kepastian hukum, ketertiban dan  perlindungan

 perlindungan hukum hukum yang yang berintikan berintikan kebenaran kebenaran dan dan keadilan. keadilan. Melalui Melalui akta akta yangyang dibuatnya, Notaris harus dapat memberikan kepastian hukum kepada masyarakat dibuatnya, Notaris harus dapat memberikan kepastian hukum kepada masyarakat  pengguna jasa Nota

 pengguna jasa Notaris. Akta yang dibuat oleh atau diharis. Akta yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris dapadapan Notaris dapat menjadi buktit menjadi bukti otentik dalam memberikan perlindungan hukum kepada para pihak manapun yang otentik dalam memberikan perlindungan hukum kepada para pihak manapun yang  berkepentinga

 berkepentingan n terhadap terhadap akta akta tersebut tersebut mengenmengenai ai kepastian kepastian peristiwa peristiwa atau atau perbuatanperbuatan hukum itu dilakukan.

hukum itu dilakukan.

 Notaris adalah pejabat umum

 Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk yang berwenang untuk membuamembuat t Akta Otentik danAkta Otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang. Tempat kedudukan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang. Tempat kedudukan  Notaris

 Notaris adalah adalah daerah daerah Kabupaten Kabupaten atau atau Kota. Kota. Wilayah Wilayah Jabatan Jabatan Notaris Notaris adalah adalah meliputimeliputi seluruh wilayah Propinsi dari

seluruh wilayah Propinsi dari tempat kedudukannyatempat kedudukannya..

 Notaris

 Notaris berwenaberwenang ng mengeluamengeluarkan rkan berbagai berbagai perbuatan, perbuatan, perjanjian perjanjian dan dan penetapapenetapann yang diharuskan oleh suatu

yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau lebih peraturan umum atau lebih yang berkepentingan dikehendakiyang berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu Akta Otentik. Notaris juga ditugaskan untuk melakukan untuk dinyatakan dalam suatu Akta Otentik. Notaris juga ditugaskan untuk melakukan  pendaftaran dan mensa

 pendaftaran dan mensahkan surat-surat/akta-hkan surat-surat/akta-akta yang dibuat 10 akta yang dibuat 10 dibawah tangan. Notarisdibawah tangan. Notaris  juga dapat memberika

 juga dapat memberikan nasihat hukum dan penjelasan mengenai Undang-n nasihat hukum dan penjelasan mengenai Undang-Undang kepadaUndang kepada  pihak-pihak ya

 pihak-pihak yang bersangkutan.ng bersangkutan.

Dalam rangka pengawasan terhadap Notaris, sebagaimana diatur dalam Pasal 67 Dalam rangka pengawasan terhadap Notaris, sebagaimana diatur dalam Pasal 67 Undang-Unda

Undang-Undang Nomor 30 ng Nomor 30 Tahun 2004 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, bahwa pengawasan atastentang Jabatan Notaris, bahwa pengawasan atas  Notaris

 Notaris dilakukan dilakukan oleh oleh Menteri Menteri dengan dengan membemembentuk ntuk Majelis Majelis PengawaPengawas s Notaris. Notaris. MajelisMajelis Pengawas Notaris anggotanya berjumlah 9 (sembilan) orang yang terdiri dari unsur Pengawas Notaris anggotanya berjumlah 9 (sembilan) orang yang terdiri dari unsur  pemerintah,

 pemerintah, organisasi organisasi Notaris Notaris dan dan ahli/akademahli/akademisi isi dengan dengan anggota anggota masing-mamasing-masingsing sebanyak 3 (tiga) orang. Dalam rangka melakukan tugas pengawasan, Menteri sebanyak 3 (tiga) orang. Dalam rangka melakukan tugas pengawasan, Menteri membentuk Majelis Pengawas Notaris ditingkat Pusat, Propinsi dan tingkat Kabupaten/ membentuk Majelis Pengawas Notaris ditingkat Pusat, Propinsi dan tingkat Kabupaten/ Kota. Selama ini telah dilakukan pembentukan Majelis Pengawas Pusat Notaris, Majelis Kota. Selama ini telah dilakukan pembentukan Majelis Pengawas Pusat Notaris, Majelis Pengawas Wilayah Notaris di setiap Propinsi dan sebagian telah dibentuk Majelis Pengawas Wilayah Notaris di setiap Propinsi dan sebagian telah dibentuk Majelis Pengawas Daerah Notaris di setiap Kabupaten/ Kota. Kendala utama Pengawasan Pengawas Daerah Notaris di setiap Kabupaten/ Kota. Kendala utama Pengawasan

(5)

terhadap Notaris adalah belum terbentuknya seluruh Majelis Pengawas Daerah sebagai ujung tombak pengawasan dan juga dari beberapa unsur selaku Anggota Majelis tidak  besedia menjadi anggota Majelis Pengawas Daerah.

2. KETENTUAN DAN KODE ETIK NOTAIS

1. Ketentuan Kode Etik Notaris

Kode Etik dalam arti materil adalah norma atau peraturan yang praktis baik tertulis amupun tidak tertulis mengenai etika berkaitan dengan sikap serta pengambilan  putusan hal-hal fundamental dari nilai dan standar perilaku orang yang dinilai baik atau  buruk dalam menjalankan profesinya yang secara mandiri dirumuskan, ditetapkan dan

ditegakan oleh organisasi profesi.

Kode Etik Notaris merupakan suatu kaidah moral yang ditentukan oleh  perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia berdasarkan Keputusan Kongres Perkumpulan dan/atau yang ditentukan dan diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang hal itu dan yang berlaku bagi serta wajib ditaati oleh setiap dan semua anggota  perkumpulan dan semua orang yang menjalankan tugas dan jabatan sebagai Notaris, Pasal 83 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris menyatakan bahwa “Organisasi Notaris menetapkan dan menegakan Kode Etik Notaris”. Ketentuan tersebut diatas ditindaklanjuti dengan ketentuan Pasal 13 ayat (1) Anggaran Dasar Ikatan Notaris Indonesia yang menyatakan: “Untuk menjaga kehormatan dan keluhuran martabat jabatan Notaris, Perkumpulan mempunyai Kode Etik Notaris yang ditetapkan olrh Kongres dan merupakan kaidah moral yang wajib ditaati oleh setiap anggota Perkumpulan”.

Kode Etik Notaris dilandasi oleh kenyataan bahwa Notaris sebagai pengemban  profesi adalah orang yang memiliki keahlian dan keilmuan dalam bidang kenotariatan,

sehingga mampu memenuhi kebutuhan masyarakat yang memerlukan pelayanan dalam  bidang kenotariatan. Secara pribadi Notaris bertanggungjawab atas mutu pelayanan jasa

yang diberikan.

Spirit Kode Etik Notaris adalah penghormatan terhadap martabat manusia pada umumnya dan martabat Notaris pada khususnya. Dengan dijiwai pelayanan yang  berintikan “penghormatan terhadap martabat manusia pada umumnya dan martabat

(6)

dan tidak memihak, tidak mengacu pamrih, rasionalitas dalam arti mengacu pada kebenaran obyektif, spesifitas fungsional serta solidaritas antar sesama rekan seprofesi.

 Notaris merupakan profesi yang menjalankan sebagai kekuasaan Negara dibidang hukum privat dan mempunyai peran penting dalam membuat akta otentik yang mempunyai kekuatan pembuktian sempurna dan oleh karena jabatan Notaris merupakan  jabatan kepercayaan, maka seorang Notaris harus mempunyai perilaku yang baik1 .

Perilaku Notaris yang baik dapat diperoleh dengan berlandaskan pada Kode Etik Notaris. Dengan demikian maka Kode Etik Notaris mengatur mengenai hal-hal yang harus ditaati oleh seorang Notaris dalam menjalankan jabatannya dan juga di luar menjalankan  jabatannya.

3. KODE ETIK NOTARIS MELIPUTI KEWAJIBAN, LARANGAN DAN PENGECUALIAN

Pasal 83 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris menyatakan :

“Organisasi Notaris menetapkan dan menegakan Kode Etik Notaris”

Atas dasar ketentuan Pasal 83 ayat (1) UUJN tersebut Ikatan Notaris Ondonesia  pada Kongres Luar Biasa di Bandung pada tanggal 27 Januari 2005, telah menetapkan

Kode Etik yang terdapat dalam Pasal 13 Anggaran Dasar :

 Untuk menjaga kehormatan dan keluruhan martabat jabatan Notaris, Perkumpulan mempunyai Kode Etik yang ditetapkan oleh Kongres dan merupakan kaidah moral yang wajib ditaati oleh setiap anggota perkumpulan

 Dewan kehormatan melakukan upaya-upaya untuk  menegakan Kode Etik.

 Pengurus perkumpulan dan/ atau Dewan Kehormatan  bekerja sama dan  berkoordinasi dengan Majelis Pengawas untuk melakukan upaya penegakan

Kode Etik.

a. Kewajiban

Pasal 3 Kode Etik Notaris mengatur mengenai kewajiban Notaris, seorang Notaris mempunyai kewajiban sebagai berikut :

(7)

1. Seorang Notaris harus mempunyai moral, akhlak serta kepribadian yang baik, karena Notaris menjalankan sebagai kekuasaan Negara di bidang Hukum Privat, merupakan jabatan kepercayaan dan jabatan terhormat.

2. menghormati dan menjunjung tinggi harkat dan martabat jabatan Notaris, karena harkat dan martabat merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari  jabatan.

3. Menjaga dan membela kehormatan perkumpulan, karena anggota yang merupakan bagian dari perkumpulan, maka seorang Notaris harus dapat menjaga kehormatan perkumpulan dan kehormatan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perkumpulan.

4. Bertindak jujur, mandiri, tidak berpihak, penuh rasa tanggung jawab berdasarkan  perundang-undangan dan isi sumpah jabatan Notaris. Maksudnya Jujur terhadap diri sendiri, terhadap klien dan terhadap profesi. Mandiri dalam arti dapat menyelenggarakan kantor sendiri, tidak tergantung pada orang atau pihak lain serta tidak menggunakan jasa pihak lain yang dapat mengganggu kemandiriannya. Tidak berpihak berarti tidak membela/ menguntungkan salah satu pihak dan selalu bertindak untuk kebenaran dan keadilan. Penuh rasa tanggung jawab dalam arti selalu dapat mempertanggungjawabkan semua tindakannya, akta yang dibuatnya dan bertanggung jawab terhadap kepercayaan yang diembannya.

5. Meningkatkan ilmu pengetahuan yang telah dimiliki tidak terbatas pada ilmu  pengetahuan hukum dan kenotariatan. Menyadari Ilmu selalu berkembang serta

hukum tumbuh dan berkembang bersama dengan perkembangan masyarakat. 6. Mengutamakan pengabdian kepada kepentingan masyarkat dan Negara. Notaris

diangkat bukan untuk kepentingan individu Notaris, jabatan Notaris adalah  jabatan pengabdian, oleh karena itu Notaris harus selalu mengutamakan

kepentingan masyarakat dan Negara.

7. Memberikan jasa pembuatan akta dan jasa kenotarisan lainnya untuk masyarakat yang tidak mampu tanpa memungut honorarium. Hal tersebut merupakan salah satu bentuk kepedulian (rasa sosial) Notaris terhadap lingkungannya dan merupakan bentuk pengabdian Notaris terhadap masyarakat, bangsa dan Negara. 8. Menetapkan satu kantor di tempat kedudukan dan kantor tersebut merupakan

(8)

harus benar-benar menjadi tempat ia menyelenggarakan kantornya. Kantor  Notaris dan PPAT harus berada di satu kantor.

9. Memasang 1 (satu) buah papan nama di depan/di lingkungan kantornya dengan  pilihan ukuran, yaitu 100 cm x 40 cm; 150 cm x 60 cm atau 200 cm x 80 cm,

yang memuat :

a. Nama lengkap dan gelar yang sah ; 17  b. Tanggal dan Nomor Surat Keputusan ;

c. Tempat kedudukan ;

d. Alamat kantor dan Nomor telepon/ fax. Papan nama bagi kantor  Notaris adalah Papan Jabatan yang dapat menunjukan kepada masyarakat  bahwa di tempat tersebut ada Kantor Notaris bukan tempat promosi. Papan jabatan tidak boleh bertendesi promosi seperti jumlah lebih dari satu atau ukuran tidak sesuai dengan standar.

10. Hadir, mengikuti dan berpartisipasi aktif dalam setiap kegiatan diselenggarakan oleh perkumpulan, menghormati, mematuhi, melaksanakan setiap dan seluruh keputusan perkumpulan. Aktivitas dalam berorganisasi dianggap dapat menumbuhkembangkan rasa persaudaraan profesi. Mematuhi dan melaksanakan keputusan organisasi adalah keharusan yang merupakan tindak lanjut dari kesadaran dan kemauan untuk bersatu dan bersama.

11. Membayar uang iuran perkumpulan secara tertib, memenuhi kewajiban financial adalah bagian dari kebersamaan untuk menanggung biaya organisasi secara  bersama dan tidak membebankan pada salah seorang atau sebagian orang.

12. Membayar uang duka untuk membantu ahli waris teman sejawat yang meninggal dunia. Meringankan beban ahli waris rekan seprofesi merupakan wujud kepedulian dan rasa kasih antar rekan.

13. Melaksanakan dan mematuhi semua ketentuan tentang honorarium yang ditetapkan perkumpulan. Hal tersebut adalah untuk menghindari persaingan tidak sehat, menciptakan peluang yang sama dan mengupayakan kesejahteraan bagi seluruh Notaris.

14. Menjalankan jabatan Notaris teutama dalam pembuatan, pembacaan dan  penandatanganan akta dilakukan di kantornya, kecuali karena alasan-alasan yang

sah. Akta dibuat dan diselesaikan di Kantor Noatris, diluar kantor pada dasarnya meruipakan pengecualian. Diluar kantor harus dilakukan dengan tetap mengingat  Notaris hanya boleh mempunyai satu kantor.

(9)

15. Menciptakan suasana kekeluargaan dan kebersamaan dalam melaksanakan tugas  jabatan dan kegiatan sehari-hari serta saling memperlakukan rekan sejawat secara  baik, saling menghormati, saling menghargai, saling membantu serta selalu  berusaha menjalin komunikasi dan tali silaturahim. Dalam berhubungan antar sesama rekan dilakukan dengan sikap dan perilaku yang baik dengan saling menghormati dan menghargai atas dasar saling bantu membantu tidak boleh saling menjelekan apalagi dihadapan klien.

16. Memperlakukan setiap klien yang datang dengan baik, tidak membedakan status ekonomi dan status sosialnya. Memperlakukan dengan baik harus diartikan tidak saja Notaris bersikap baik tetapi juga tidak membuat pembedaan atas dasar suku, ras, agama serta status sosial dan keuangan.

17. .Melakukan perbuatan-perbuatan yang secara umum disebut sebagai kewajiban untuk ditaati dan dilaksanakan antara lain namun tidak terbatas pada ketentuan yang tercantum dalam UUJN, Penjelasan Pasal 19 ayat (2) UUJN, Isi Sumpah Jabatan Notaris, Anggaran Dasar dan Rumah Tangga ini.

 b. Larangan

Pasal 4 Kode Etik Notaris mengatur mengenai larangan, larangan tersebut meliputi hal-hal sebagai berikut :

1. Mempunyai lebih dari 1 (satu) kantor, baik kantor cabang maupun kantor  perwakilan. Larangan ini diatur pula dalam Pasal 19 UUJN sehingga pasal ini dapat diartikan pula sebagai penjabaran UUJN dan mempunyai satu kantor harus diartikan termasuk kantor PPAT

2. Memasang papan nama atau tulisan yang berbunyi “Notaris/Kantor Notaris” diluar lingkungan kantor. Larangan ini berkaitan dengan kewajiban yang terdapat dalam Pasal 3 ayat (9) Kode Etik Notaris sehingga tindakannya dapat dianggap sebagai pelanggaran atas kewajiban.

3. Melakukan publikasi atau promosi diri, baik sendiri maupun secara bersama-sama dengan mencantumkan nama dan jabatannya, menggunakan sarana media cetak dan atau elektronik dcalam bentuk iklan, ucapan selamat, ucapan bela sungkkawa, ucapan terima kasih, kegiatan pemasaran, kegiatan sponsor baik dalam bidang social, keagamaan maupun olah raga. Larangan ini merupakan konsekuensi logis dari kedudukan Notaris sebagai Pejabat Umum dan bukan

(10)

sebagai Pengusaha/Kantor Badan Usaha sehingga publikasi/promosi tidak dapat dibenarkan.

4. Bekerjasama dengan biro jasa/orang/Badan Hukum yang pada hakikatnya  bertindak sebagai perantara untuk mencari atau mendapatkan klien. Notaris

adalah Pejabat Umum dan apa yang dilakukan merupakan pekerjaan jabatan dan  bukan dengan tujuan pencarian uang atau keuntungan sehingga penggunaan biro  jasa/orang/badan hukum sebagai perantara pada hakikatnya merupakan tindakan  pengusaha dalam pencairan keuntungan yang tidak sesuai dengan kedudukan  peran dan fungsi Notaris.

5. Menandatangani akta yang proses pembuatan minutanya telah disiapkan oleh  pihak lain. Jabatan Notaris harus mandiri, jujur dan tidak berpihak sehingga  pembuatan minuta yang telah dipersiapkan oleh pihak lain tidak memenuhi

kewajiban Notaris yang terdapat dalam Pasal 3 ayat (4) Kode Etik Notaris.

6. Mengirimkan minuta kpada klien untuk ditandatngani. Penandatanganan akat  Notaris merupakan bagian dari keharusan agar akta tersebut dikatakan sebagai akta otentik. Selain hal tersebut, Notaris menjamin kepastian tanggal  penandatanganan.

7. Berusaha atau berupaya dengan jalan apapun agar seseorang berpindah dari  Notaris lain kepadanya, baik upaya itu ditujukan langsung kepada klien yang  bersangkutan maupun melalui perantara orang lain. Berperilaku baik dan menjaga hubungan baik dengan sesama rekan diwujudkan antara lain dengan tidak melakukan upaya baik langsung maupun tidak langsung mengambil klien rekan.

8. Melakukan pemaksaan kepada klien dengan cara menahan dokumen-dokumen yang telah diserahkan atau melakukan tekanan psikologis dengan maksud agar klien tersebut tetap membuat akta padanya. Pada dasarnya setiap pembuatan akta harus dilakukan dengan tanpa adanya paksaan dari siapapun termasuk Notaris. Kebebasan membuat akta merupakan hak dari klien itu.

9. Melakukan usaha-usaha baik langsug maupun tidak langsung yang menjurus ke arah timbulnya persaingan yang tidak sehat dengan sesama rekan Notaris. Persaingan yang tidak sehat merupakan pelanggaran terhadap Kode Etik sehingga upaya yang dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung harus dianggap sebagai pelanggaran Kode Etik

(11)

10. Menetapkan honorarium yang harus dibayar oleh klien dengan jumlah lebih rendah dari honorarium yang telah ditetapkan Perkumpulan. Penetapan honor yang lebih rendah dianggap telah melakukan persaingan yang tidak sehat yang dilakukan melalui penetapan honor.

11. Memperkejakan dengan sengaja orang yang masih berstatus karyawan kantor  Notaris lain tanpa persetujuan terlebih dahulu dari Notaris yang bersangkutan.

Mengambil karyawan rekan Notaris dianggap sebagai tindakan tidak terpuji yang dapat mengganggu jalannya kantor Rekan Notaris.

12. Menjelekkan dan/atau mempersalahkan rekan Notaris atau akta yang dibuat olehnya. Dalam hal seorang Notaris menghadapi atau menemukan suatu akta yang dibuat oleh rekan sejawat yang ternyata didalamnya terdapat kesalahan-kesalahan yang serius dan/atau membahayakan klien, maka Notaris tersebut wajib memberitahukan kepada rekan sejawat yang bersangkutan atas kesalahan yang dibuatnya dengan cara yang tidak bersifat menggurui, melainkan untuk mencegah timbulnya hal-hal yang tidak diinginkan terhadap klien yang  bersangkutan ataupun rekan sejawat tersebut.

13. Membentuk kelompok sesama rekan sejawat yang bersifat eksklusif dengan tujuan untuk melayani kepentingan suatu instansi atau lembaga, apalagi menutup kemungkinan bagi Notaris lain untuk berpartisipasi. Notaris wajib memperlakukan rekan Notaris sebagai keluarga seprofesi, sehingga diantara sesama rekan Notaris harus saling menghormati, saling membantu serta selalu  berusaha menjalin komunikasi dan tali silaturahim.

14. Menggunakan dan mencantumkan gelar yang tidak sesuai dengan peraturan  perundang-undangan yang berlaku. Mencantumkan gelar yang tidak saah

merupakan tindak pidana, sehingga Notaris dilarang menggunakan gelar-gelar tidak sah yang dapat merugikan masyarakat dan Notaris itu sendiri. 15.Melakukan perbuatan-perbuatan lain yang secara umum disebut sebagai  pelanggaran terhadap Kode Etik Notaris, antara lain namun tidak terbatas pada  pelnggaran-pelanggaran terhadap ketentuanketentuan dalam UUJN.

c. Pengecualian

Pasal 5 Kode Etik Notaris mengatur mengenai hal-hal yang merupakan  pengecualian, sehingga tidak termasuk pelanggaran, hal tersebut meliputi :

(12)

1. Memberikan ucapan selamat, ucapan duka cita dengan menggunakan kartu ucapan, surat, karangan bunga ataupun media lainnya dengan tidak mecantumkan  Notaris, tetapi hanya nama saja. Dibolehkan sebagai pribadi dan tidak dalam  jabatan dan tidak dimaksudkan sebagai promosi tetapi upaya menunjukan

kepedulian sosial dalam pergaulan.

2. Pemuatan nama dan alamat Notaris dalam buku panduan nomor telepon, fax dan telex yang diterbitkan secara resmi oleh PT. Telkom dan/atau instansi-instansi dan/atau lembaga-lembaga resmi lainnya. Hal tersebut dianggap tidak lagi sebagai media promosi tetapi lebih bersifat pemberitahuan.

3. Memasang 1 (satu) tanda penunjuk jalan dengan ukuran tidak melebihi 20 x 50 cm, dasar berwarna putih, huruf berwarna hitam, tanpa mencantumkan nama  Notaris serta dipasang dalam radius maksimum 100 meter dari kantor Notaris

(13)

BAB III PEMBAHASAN

1. POSISI KASUS PELANGGARAN KODE ETIK NOTARIS

Berdasarkan surat Putusan Majelis Pemeriksa Wilayah Notaris Jawa Barat  No.129/MPW-JABAR/2007, berikut adalah ringkasan dari kasus posisi yang telah

terjadi antara Pelapor dan Terlapor. Pelapor

 Nama : Ana Mardiana

Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Jl. Kacapiring No. 92/122, Bandung Notaris Terlapor

 Notaris Diastuti, S.H., Notaris di Kota Bandung Alamat Kantor Jl. Sadakeling No.9 di Bandung

Dalam laporannya, Pelapor yang bernama Ana Mardiana dengan pekerjaan wiraswasta dan beralamat di Jalan Kaca Piring Nomor 92/122 Bandung ini adalah seorang direktur dari Perseroan Terbatas bernama PT Inovasi Cipta Kreasi. Dalam mengembangkan dan melaksanakan usahanya, Pelapor melakukan pinjaman tambahan modal pada seorang pihak yang dikenal sebagai Koesmajadi. Peminjaman uang ini dilakukan sebanyak beberapa kali dengan rincian sebagai  berikut:

- Pelapor tahun 2003 mendapat pinjaman tambahan modal dari Koesmajadi dan sudah di kembalikan pada awal tahun 2004,

- Tahun 2004 Pelapor kembali meminjam uang kepada koesmajadi sebesar Rp. 250.000.000,00 untuk menutupi kekurangan modal kerja

- Berikutnya Pelapor kembali meminjam uang kepada koesmajadi  beberapa kali dengan variasi antara Rp. 5.000.000,- sampai dengan Rp.50.000.000,- yang sudah dikembalikan semua baik secara kas

(14)

- Kemudian Pelapor pinjam uang lagi kepada Koesmajadi sehingga seluruh nilai hutang menjadi sebesar Rp. 580.000.000,- dan sudah dikembalikan sebagian

Kemudian, karena uang tersebut belum dikembalikan seluruhnya Koesmajadi meminta jaminan dari Pelapor yang kemudian adalah berupa 3 buah ruko di IBCC milik Pelapor. Ruko tersebut masih berupa cicila n yang belum lunas  pembayarannya. Ketika kemudian suatu hari Pelapor akan mengambil sisa  pinjaman dari Koesmajadi, Koesmajadi meminta agar bertemu dengan Pelapor di sebuah tempat di Sadakeling, Bandung, dimana Pelapor tidak mengetahui bahwa tempat tersebut adalah sebuah kantor notaris.

Kantor Notaris tersebut adalah kantor milik Notaris Diastuti S.H., Notaris di Kota Bandung yang alamatnya adalah Jalan Sadakeling No. 9 Bandung. Di kantor Notaris tersebut Pelapor diminta untuk menandatangani sebuah blangko kosong yang isinya akan dibacakan oleh Koesmajadi. Awalnya Pelapor keberatan, namun pada akhirnya setuju untuk menandatangai. Pelapor kemudian meninggalkan tempat tersebut setelah mendapatkan sisa uang pinjaman dari Koesmajadi.

Setelahnya, pada tanggal 25 september 2006 Pelapor mendapat panggilan dari kepolisian daerah Jawa Barat unit III sat OPS III/Tripiter dit reskrim. Pelapor dianggap sebagai tersangka tindak pidana penipuan sebagaimana pasal 378 KUHPidana dan diperiksa untuk diminta keterangannya. Penyidik kemudian menunjukkan kopi dari salinan Akta No.53 yang berisi perjanjian pengikatan diri untuk melakukan perbuatan Jual Beli antara Pelapor dan Koesmajadi. Pelapor yang tidak pernah mengetahui bahkan menandatangani akta tersebut merasa dirugikan dengan adanya akta No. 53 dan melaporkan Notaris Diastuti sebagai Terlapor.

Berdasarkan Surat putusan tersebut diatas, Pelapor mengajukan tuntutan  berupa:

- Mempertemukan Pelapor dan Terlapor dihadapan majelis pengawas  Notaris jawa barat

(15)

- Menyatakan bahwa isi dan akta no 53 adalah tidak benar atau palsu Berdasarkan pemeriksaan, fakta-fakta yang ditemukan betul dilakukan oleh Terlapor adalah sebagai berikut:

- Penandatanganan Akta tanpa dibacakan secara patut

- Tindakan yang tidak seksama yaitu persetujuan Suami untuk melakukan tindakan terbalik dengan persetujuan Istri.

Dalam surat putusan tersebut juga disebutkan hal-hal yang meringakan Terlapor yaitu bahwa Terlapor kooperatif dalam pemeriksaan. Sedangkan hal-hal yang memberatkan adalah sebagai berikut:

- Terlapor telah berulangkali diperiksa oleh Majelis Pengawas Wilayah  Notaris untuk kasus-kasus lainnya.

- Terlapor saat ini sedang dalam pengusulan skorsing berdasarkan  putusan Majelis Pengawas Wilayah Notaris Jawa Barat

- Perbuatan Terlapor dapat menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat kepada akta Notaris

- Perbuatan Terlapor dapat menimbulkan kerugian pada masyarakat

- Perbuatan Terlapor dapat merusak martabat dan kehormatan Notaris

- Perbuatan Terlapor dapat merupakan perbuatan yang tidak profesional Kemudian setelah menjalani sidang pemeriksaan, Majelis Pemeriksa Wilayah Notaris kemudian memberikan putusan sebagai berikut:

Mengusulkan kepada majelis pengawas pusat untuk memberhentikan sementara Notaris yang bersangkutan atau Terlapor dari jabatannya selama 6  bulan vide pasal 9 UU no 30 tahun 2004 tentang jabatan Notaris.

(16)

2. ALUR PENGAWASAN PELANGGARAN JABATAN DAN KODE ETIK NOTARIS

Dalam suatu tindakan pelanggaran yang dilakukan oleh seorang profesi notaris terdapat beberapa hal yang dicakup didalamnya antara lain yaitu  pelanggaran kode etik, pelanggaran jabatan, dan apabila terdapat unsur tindak  pidana. Apabila dalam suatu perbuatan yang dilakukan Notaris terjadi kerugian yang diakibatkan perbuatan Notaris diluar tugas/atau jabatannya, seperti misalnya terdapat unsur penipuan atau penggelapan, maka perbuatan ini dapat dilaporkan langsung kepada pihak kepolisian untuk ditindak lanjuti sebagaimana terjadinya  perbuatan melanggar hukum yang telah diatur dalam Kitab Undang-undang

Hukum Pidana dan cara beracaranya.

Sedangkan apabila perbuatan notaris tersebut merugikan pihak lain seperti misalnya klien, berkaitan dengan melaksanakan jabatannya (dalam pembuatan akta dan semacamnya yang menjadi tugas dan kewenangan notaris), maka sesuai dengan pasal 67 ayat (1) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, yang berwenang untuk melakukan suatu tindakan  pengawasan adalah Menteri. Menteri yang kemudian dimaksud adalah Menteri

Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Dalam melakukan pengawasan terhadap Notaris dalam ranah pelanggaran  jabatan dan kode etiknya ini terdapat dua lembaga yang dianggap berwenang untuk melakukan pengawasan dan tindakan selanjutnya yang akan diberikan terhadap tindak lanjut bagi pelanggaran yang dilakukan oleh notaris tersebut. Lembaga-lembaga tersebut adalah Majelis Pengawas Notaris (selanjutnya disebut MPN) dan Dewan Kehormatan (selanjutnya disebut DK).

2.1 Kewenangan Majelis Pengawas Notaris

Dalam memenuhi tugasnya dalam melakukan suatu bentuk pengawasan terhadap pejabat notaris, selanjutnya Menteri Hukum dan HAM membentuk lembaga yang berwenang dan berhak untuk melakukan pengawasan yaitu Majelis

(17)

Pengawas atau MPN. Berdasarkan pasal 1 angka 6 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut sebagai UU No 30 tahun 2004) pengertian Majelis Pengawas sebagaimana kutipan isi dari pasal tersebut adalah:

“ Majelis Pengawas adalah suatu badan yang mempunyai kewenangan dan kewajiban untuk melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap Notaris .”1

Majelis Pengawas ini kemudian terdiri dari:

- Majelis Pengawas Daerah yang dibentuk di Kabupaten atau Kota2

- Majelis Pengawas Wilayah yang dibentuk dan berkedudukan di ibukota Provinsi3

- Majelis Pengawas Pusat yang dibentuk berkedudukan di ibukota Negara4 Dalam hal mendapati seorang pejabat notaris melakukan suatu  pelanggaran yang berkaitan dengan jabatan dan kode etiknya (yang bersifat  berkaitan dengan jabatannya) alur yang terjadi adalah sebagai berikut:

a. masyarakat dapat melaporkan pelanggaran jabatan dan kode etik langsung kepada Majelis Pengawas Daerah yang dibentuk dimasing-masing Kabupaten atau Kota5.

 b. Pelanggaran ini dapat pula diketahui melalui Dewan Kehormatan Perkumpulan atau berdasarkan pemeriksaan Protokol Notaris yang dilakukan secara berkala.

c. Kemudian Majelis Pengawas Daerah akan menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran kode etik Notaris atau  pelanggaran pelaksanaan jabatan Notaris

d. Majelis Pengawas Daerah kemudian wajib untuk memberikan berita acara pemeriksaan tersebut kepada Majelis Pengawas Wilayah setempat6  karena yang berwenang untuk mengambil keputusan terhadap laporan tentang Notaris yang melakukan pelanggaran kode 1

 Lihat Pasal 1 angka 6 Undang-undang RI Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris

2

Lihat Pasal 69 Undang-undang RI Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris

3

Lihat pasal 72 Undang-undang RI Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris

4

(18)

etik atau pelaksanaan jabatan tersebut adalah Majelis Pengawas Wilayah.

e. Majelis pengawas Wilayah kemudian berwenang untuk

menyelenggarakan sidang dan mengambil keputusan berdasarkan  berita acara dari Majelis Pengawas Daerah

f. Majelis Pengawas Wilayah dapat memanggil Notaris Terlapor untuk dilakukan pemeriksaan, yang apabila terbukti dapat memberikan sanksi berupa teguran tertulis ataupun lisan7.

g. Sedangkan untuk sanksi selain sanksi diatas harus melalui Majelis Pengawas Pusat.

Uraian ini membenarkan bahwa Majelis Pengawas Wilayah Notaris Jawa Barat berwenang untuk memeriksa perkara karena Terlapor merupakan Notaris yang memiliki kantor yang berkedudukan di Jalan Sadakeling, Bandung, Jawa Barat.

2.2 Kewenangan Dewan Kehormatan

Sebenarnya dalam melakukan pengawasan terutama dalam dugaan  pelanggaran kode etik dan jabatan Notaris terdapat suatu lembaga lain yang juga dianggap berwenang yaitu Dewan Kehormatan sebagaimana yang tertera dalam Kode Etik Notaris Ikatan Notaris Indonesia (selanjutnya disebut sebagai Kode Etik Notaris) bab I pasal 1. Pelanggaran yang dimaksud sebagaimana pasal 1 angka 3 Kode Etik Notaris adalah perbuatan yang dilakukan oleh anggota Perkumpulan yang melanggar ketentuan Kode Etik dan/atau disiplin organisasi.

Dalam kode etik ini disebutkan bahwa terutama dalam pasal 8 disebutkan  bahwa DK merupakan alat perlengkapan Perkumpulan yang berwenang melakukanpemeriksaan atas pelanggaran terhadap Kode Etik dan menjatuhkan

7

(19)

sanksi kepada pelanggarnya8. DK adalah bagian dari perkumpulan yang bersifat mandiri dan bertugas untuk melakukan beberapa hal mencakup9:

a.  pembinaan, bimbingan, pengawasan, maupun pembenahan anggota dalam hal kode etik.

 b. Memeriksa dan mengambil keputusan atas dugaan pelanggaran ketentuan kode etik yang bersifat internal yang tidak mempunyai kaitan dengan kepentingan masyarakat secara langsung.

c. memberikan saran dan pendapat kepada Majelis Pengawas atas dugaan  pelanggaran yang dilakukan oleh Notaris.

Sebagaimana MPN yang memiliki jenjang, DK juga memiliki jenjang  pranata dengan fungsi masing-masing yaitu:

a. Dewan Kehormatan Daerah  b. Dewan Kehormatan Wilayah

c. Dewan Kehormatan Pusat

Saat terjadi suatu pelanggaran kode etik, baik karena dugaan DK Daerah sendiri ataupun karena laporan Pengurus maupun orang lain, maka berdasarkan  pasal 9 Kode Etik Notaris, akan dilakukan hal-hal sebagai berikut10:

a. Selambat-lambatnya dalam waktu tujuh hari kerja DK Daerah wajib mengadakan sidang untuk membicarakan dugaanterhadap pelanggaran tersebut.

 b. Apabila menurut hasil sidang ada dugaan kuat terhadap pelanggaran Kode Etik, maka dalam waktu tujuh hari kerja setelah sidang tersebut, DK Daerah berkewajiban memanggilanggota yang diduga melanggar tersebutuntukdidengar keterangannya dan diberi kesempatan untuk membela diri.

c. Dalam hal anggota yang dipanggil tidak datang atau tidak memberi kabar apapun dalam waktu tujuh hari kerja setelah dipanggil, maka DK Daerah akan mengulangi panggilannya sebanyak 2 kali dengan jarak waktu tujuh hari kerja, dan apabila masih belum memenuhi panggilan 8

(20)

tersebut, sidang akan tetap dilanjutkan tanpa mendengarkan pembelaan diri anggota yag dipanggil

d. DK Daerah kemudian akan menentukan putusannya mengenai terbukti atau tidaknyapelanggaran kode etik serta penjatuhan sanksi selambat-lambatnya dalam waktu 15 hari kerja.

e. Bila dalam putusan sidang DK Daerah dinyatakan terbukti ada  pelanggaranterhadap Kode Etik, maka sidang sekaligus menentukan

sanksi terhadap pelanggarnya.

f. Putusan sidang DK Daerah wajib dikirim kepada anggota yang melanggar dengan surat tercatat atau dengan ekspedisi dan tembusannya kepadaPengurus Cabang, Pengurus Daerah, Pengurus Pusat dan DK Pusatdalam waktu tujuhhari kerja, setelah dijatuhkan  putusan oleh sidang DK Daerah.

Dalam putusan yang dijatuhkan oleh DK Daerah tersebut dapat dimintai  banding yang diajukan kepada DK Wilayah. Putusan banding tersebut juga dapat dimintai pemeriksaan tingkat akhir yang diajukan atau dimohonkan kepada DK Pusat.

2.3 Perbedaan Kewenangan Pengawasan MPN dan DK 

Bagaimanapun dalam pelaksanaan tugasnya, terdapat sedikit perbedaan antara Majelis Pengawas dan DK. T. Muzakkar dalam tesis yang disusunnya untuk memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara yang  berjudul “Perbandingan Peranan Dewan Kehormatan dengan Majelis Pengawas  Notaris dalam Melakukan Pengawasan Setelah Keluarnya Undang-undang  Nomor 30 Tahun 2004”  menyimpulkan terdapat perbedaan antara pengawasan terhadap Notaris yang dilakukan oleh DK dan Majelis Pengawas Notaris. Bahwa  pengawasan yang dilakukan oleh DK hanyalah mengenai pelanggaran kode etik. Pelanggaran ini pula haruslah hanya mengenai dan menyangkut Notaris itu sendiri tanpa menyangkut orang lain. Sedangkan pengawasan yang dilakukan oleh

(21)

Majelis Pengawas Notaris lebih luas mencakup pengawasan terhadap pelanggaran UU No 30 Tahun 2004 dan terhadap pelanggaran ja batan Notaris.

2.4 Unsur Tindak Pidana atau Kriminalitas

Sebagaimana telah disinggung diatas, Apabila dalam suatu perbuatan yang dilakukan Notaris terjadi kerugian yang diakibatkan perbuatan Notaris diluar tugas/atau jabatannya, seperti misalnya terdapat unsur penipuan atau penggelapan, maka perbuatan ini dapat dilaporkan langsung kepada pihak kepolisian untuk ditindak lanjuti sebagaimana terjadinya perbuatan melanggar hukum yang telah diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan cara beracaranya.

MPN juga memiliki suatu bentuk kewenangan yang diberikan jika menemukan sesuatu tindak pidana. MPN dapat bertindak sebagai pelapor tindak  pidana sebagaimana substansi pasal 32 ayat (1) dan (2) Peraturan Menteri Hukum

dan HAM Republik Indonesia Nomor M.02.PR.08.10 Tahun 2004 (selanjutnya disebut sebagai Permen M.02.PR.08.10).

Laporan menurut Pasal 1 angka 24 KUHPidana adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seseorang karena hak atau kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana.

 Namun berdasarkan pasal KUHPidana tersebut, yang berhak untuk menjadi pelapor adalah perseorangan. Badan hukum tidak memiliki legal standing  untuk menjadi pelapor. Hal ini menjadikan Majelis Pengawas yang merupakan suatu badan hukum tidak dapat menjadi pelapor tindak pidana sehingga  bertentangan dengan tugas yang diberikan oleh peraturan menteri diatas. Terlebih  berdasarkan pengertian KUHPidana tersebut, pelapor dapat mengajukan laporan hanya apabila mempunyai hak dan kewajiban yang diberikan oleh undang-undang, sedangkan Majelis Pengawas hanyalah diberikan wewenang oleh  peraturan Menteri.

Hal ini memberikan ketidaksinkronan antara peraturan yang lebih tinggi dengan yang lebih rendah sehingga harus lebih diperhatikan dimasa mendatang.

(22)

Dalam hal ini yang akan digunakan adalah lex superiori derogat lex inferiori dimana peraturan yang lebih tinggi mengesampingkan peraturan yang lebih rendah. Sehingga Majelis Pengawas tidak dapat menjadi pelapor tindak pidana kepada penyidik dan penyelidik ataupun jaksa sebagai sebuah badan hukum. Alternatif yang dapat dilakukan adalah pihak yang merasa dirugikan oleh tindak  pidana yang dilakukan oleh Notaris tersebut melaporkannya langsung kepada

kepolisian.

Menurut Peraturan Menteri ini, yang memegang prinsip bahwa MPN memiliki kewenangan untuk melaporkan tindak pidana yang dilakukan notaris kepada pihak berwenang, apabila ditemukan unsur tindak pidana maka Ikatan  Notaris Indonesia dan kepolisisan membuat nota kesepahaman tentang  pemanggilan notaris ke kepolisian. Pemanggilan notaris harus dilakukan tertulis dan ditandatangani penyidik. Surat panggilan harus mencantumkan dengan jelas status sang notaris, alasan pemanggilan, dan polisi harus tepat waktu. Pada hakekatnya, notaris harus hadir memenuhi panggilan yang sah. Tetapi jika notaris yang bersangkutan berhalangan dan tidak bisa hadir, polisi bisa datang ke kantor notaris bersangkutan.Nota kesepahaman ini memperkuat aturan pemanggilan notaris dalam Pasal 6 UU No 30 Tahun 2004 yang menentukan, jika polisi hendak memanggil notaris atau mengambil minuta akta harus mendapat persetujuan dari MPN Daerah11.

3. TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELANGGARAN YANG DILAKUKAN OLEH NOTARIS TERLAPOR

Berdasarkan putusan yang dikeluarkan oleh Majelis Pengawas Wilayah  Notaris Jawa Barat (selanjutnya disebut MPWN Jabar) diatas, Majelis Pemeriksa

yang memeriksa perkara ini berkesimpulan bahwa Terlapor telah melakukan

11

(23)

tindakan pelanggaran jabatan dan kode etik Notaris yang terdapat dalam pasal- pasal berikut:

a. Pasal 4 ayat (2) UU No 30 tahun 2004, tentang Sumpah Jabatan

Sebagai profesi yang memenuhi kebutuhan masyarakat serta bertanggung  jawab dalam jasa pelayanannya, profesi Notaris memiliki sumpah jabatan yang

harus dipegang teguh. Sumpah atau janji ini wajib diucapkan oleh Notaris menurut agamanya yang dilakukan didepan Menteri atau pejabat yang ditunjuk. Sumpah atau janji tersebut diatur dalam pasal 4 ayat (2) UU No 30 Tahun 2004 sebagaimana kutipannya sebagai berikut:

“Saya bersumpah/berjanji: bahwa saya akan patuh dan setia kepada  Negara Republik Indonesia, Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara  Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang tentang Jabatan Notaris serta  peraturan perundang-undangan lainnya. bahwa saya akan menjalankan jabatan  saya dengan amanah, jujur, saksama, mandiri, dan tidak berpihak. bahwa saya akan menjaga sikap, tingkah laku saya, dan akan menjalankan kewajiban saya  sesuai dengan kode etik profesi, kehormatan, martabat, dan tanggung jawab saya  sebagai Notaris. bahwa saya akan merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperoleh dalam pelaksanaan jabatan saya. bahwa saya untuk dapat diangkat dalam jabatan ini, baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan nama atau dalih apa pun, tidak pernah dan tidak akan memberikan atau menjanjikan  sesuatu kepada siapa pun.”12

Jika sumpah ini diuraikan terdapat beberapa hal yang yang wajib dilakukan oleh seorang Notaris sesuai dengan janjinya, yaitu:

1) Patuh dan Setia kepada Negara Republik Indonesia, Pancasila dan UUD 1945, Undang-undang tentang Notaris, dan peraturan lainnya.

2) Menjalankan jabatan sebagai Notaris dengan amanah, jujur, saksama, mandiri, dan tidak berpihak.

(24)

4) Menjalankan kewajiban sebagai Notaris sesuai dengan kode etik  profesi, kehormatan, martabat, dan tanggung jawab sebagai  Notaris.

5) Merahasiakan isi akta dan keterangan.

6) Tidak memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada siapa pun. Dari beberapa hal yang wajib dilakukan oleh seorang Notaris berdasarkan sumpahnya diatas, jika dikaitkan dengan kasus diatas, Notaris Terlapor dengan  jelas telah melanggar sumpahnya yaitu pada poin 2 untuk menjalankan jabatan  Notarisnya dengan jujur dan saksama. Dalam sidang pemeriksaan, diketahui  bahwa Notaris telapor telah melaksanakan jabatannya dengan tidak saksama yaitu akta yang telah dibuat oleh Notaris Terlapor tidaklah dibacakan dengan secara  patut serta persetujuan suami untuk melakukan tindakan ternyata terbalik dengan  persetujuan istri.

 Notaris Terlapor juga juga melanggar sumpahnya pada poin 1 untuk patuh  pada Undang-undang Notaris dan pada poin 4 yaitu untuk melaksanakan jabatan  Notarisnya sesuai dengan kode etik Notaris. Pelanggaran ini akan diuraikan lebih

lanjut pada poin pembahasan berikut.

 b. Pasal 16 ayat (1) huruf a dan l UU No 30 Tahun 2004

Dalam pasal ini terutama menjelaskan tentang kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan oleh seorang notaris. Sebagaimana telah dikemukakan pada kasus  posisi diatas, Notaris Terlapor melakukan pelanggaran terhadap pasal 16 ayat (1)

huruf a yang kutipannya adalah:

“bertindak jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum.”13

Terkait dengan pasal ini, bahwa Notaris Terlapor disimpulkan telah melakukan hal berikut;  Pertama, berlaku tidak jujur dengan memberikan blanko kosong kepada terlapor. Yang kemudian blanko tersebut menimbulkan kerugian  bagi pelapor. ;  Kedua, tidak bertindak saksama yaitu dengan terbalik dalam

menentukan persetujuan suami dengan persetujuan istri, dan;  Ketiga, tidak

13

Lihat pasal 16 ayat (1) huruf a Undang-undang RI Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris

(25)

menjaga kepentingan pihak yang terkait, karena pelapor tidak mengetahui blanko tersebut akan digunakan untuk apa. Baru pada kemudian harilah pelapor mengetahui bahwa telah terjadi perikatan perjanjian Jual beli antara Pelapor dengan pihak Koesmajadi berdasarkan blanko tersebut. Padahal pelapor tidak mengetahui tentang perikatan ini.

Sedangkan isi dari pasal 16 ayat (1) huruf l adalah sebagai berikut:

“ Membacakan akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling  sedikit 2 (dua) orang saksi dan ditandatangani pada saat itu juga oleh  penghadap, saksi, dan Notaris.”14

Dalam kasus posisi telah jelas bahwa notaris pelapor tidak melakukan kewajibannya untuk membacakan akta dengan patut dihadapan penghadap.  Namun tidak jelas dalam sidang pemeriksaan apakah terdapat saksi dalam  penandatangan akta tersebut.

c. Pasal 44 ayat (1) UU No 30 Tahun 2004 Berikut kutipan isi dari pasal 44 ayat (1):

“Segera setelah akta dibacakan, akta tersebut ditandatangani oleh setiap  penghadap, saksi, dan Notaris, kecuali apabila ada penghadap yang tidak dapat

membubuhkan tanda tangan dengan menyebutkan alasannya.”15

Sesuai dengan kasus posisi diatas, Notaris Terlapor tidak melakukan  pembacaan secara patut kepada para penghadap sehingga Notaris Terlapor

dianggap telah melakukan pelanggaran terhadap pasal ini. d. Pasal 3 dan 4 Kode Etik Notaris

Kedudukan kode etik bagi notaris adalah penting karena notaris merupakan suatu profesi yang butuh diatur dengan suatu kode etik. Terutama karena notaris adalah pekerjaan yang berpusat pada legalisasi terutama terkait  pada status kebendaan, harta, bahkan hak dan kewajiban dari klien yang menggunakan jasa notaris. Karena itu agar tidak terjadi ketidakadilan yang mungking dapat diakibatkan dari pemberian status-status tersebut seperti

(26)

mengacaukan ketertiban umum dan hak-hak pribadi masyarakat, maka kode etik ini menjadi sangat penting.16

Menurut Pasal 1 angka 2 Kode Etik Notaris, yang dimaksud dengan kode etik Notaris adalah sebagai berikut:

“seluruh kaidah moral yang ditentukan oleh Perkumpulan lkatan Notaris  Indonesia yang selanjutnya akan disebut "Perkumpulan" berdasarkan keputusan  Kongres Perkumpulan dan/atau yang ditentukan oleh dan diatur dalam peraturan  perundang-undangan yang mengatur tentang hal itu dan yang berlaku bagi serta wajib ditaati oleh setiap dan semua anggota Perkumpulan dan semua orang yang menjalankan tugas jabatan sebagai Notaris, termasuk didalamnya pars Pejabat Sementara Notaris, Notaris Pengganti dan Notaris Pengganti Khusus.”17 

Kode etik ini dikeluarkan oleh ikatan profesi Notaris yang ada di Indonesia yaitu Ikatan Notaris Indonesia yang ditetapkan pada tanggal 27 Januari 2005. Kode etik notaris ini mencakup Ketentuan Umum, Ruang Lingkup, Kewajiban, Larangan, pengecualian, Sanksi, Tata cara Penegakkannya, Pemecatan sementara, kewajiban pengurus pusat dan ketentuan umum yang dihimpun dalam delapan bab dan lima belas pasal.

Kewenangan Ikatan Notaris Indonesia atau I.N.I dalam membentuk kode etik ini terdapat dalam pasal 83 ayat (2) UU No 30 Tahun 2004. Dalam pasal ini, yang kemudian menetapkan dan menegakkan Kode Etik Notaris adalah Organisasi Notaris dimana para Notaris kemudian berhimpun. Kemudian pada  pasal berikutnya yaitu pasal 89 undang-undang tersebut ditegaskan bahwa Kode Etik notaris yang ditetapkan akan berlaku dan mengikat hingga kode etik notaris yang baru ditetapkan.

Isi dari pasal 3 kode etik notaris adalah tentang kewajiban Notaris yaitu sebagai berikut18:

1) Memiliki moral, akhlak serta kepribadian yang balk.

16

Munir Fuady, 2005, Profesi Mulia (Etika Profesi Hukum bagi Hakim, Jaksa, Advokat, Notaris, Kurator, dan Pengurus), Bandung, PT Citra Aditya Bakti, hlm. 133

17

Lihat Pasal 1 angka 2 Kode Etik Notaris Ikatan Notaris Indonesia

18

(27)

2) Menghormati dan menjunjung tinggi harkat dan martabat jabatan  Notaris.

3) Menjaga dan membela kehormatan Perkumpulan.

4) Bertindak jujur, mandiri, tidak berpihak, penuh rasa tanggung  jawab, berdasarkan peraturan perundang-undangan dan isi sumpah  jabatan Notaris.

5) Meningkatkan ilmu pengetahuan yang telah dimiliki tidak terbatas  pada ilmu pengetahuan hukum dan kenotariatan.

6) Mengutamakan pengabdian kepada kepentingan masyarakat dan  Negara;

7) Memberikan jasa pembuatan akta dan jasa keNotarisan lainnya untuk masyarakat yang tidak mampu tanpa memungut honorarium.

8) Menetapkan satu kantor di tempat kedudukan dan kantor tersebut merupakan satu-satunya kantor bagi Notaris yang bersangkutan dalam melaksanakan tugas jabatan sehari-hari.

9) Memasang 1 (satu) buah papan nama di depan / di lingkungan kantornya dengan pilihan ukuran yaitu 100 cm x 40 cm, 150 cm x 60 cm atau 200 cm x 80 cm, yang memuat :

a.  Nama lengkap dan gelar yang sah;

 b. Tanggal dan nomor Surat Keputusan pengangkatan yang terakhir sebagai Notaris.

c. Tempat kedudukan;

d. Alamat kantor dan nomor telepon/fax. Dasar papan nama  berwarna putih dengan huruf berwarna hitam dan tulisan di  papan nama harus ielas dan mudah dibaca. Kecuali di lingkungan kantor tersebut tidak dimungkinkan untuk  pemasangan papan nama dimaksud.

10) Hadir, mengikuti dan berpartisipasi aktif dalam setiap kegiatan yang diselenggarakan oleh Perkumpulan; menghormati, mematuhi,

(28)

11) Membayar uang iuran Perkumpulan secara tertib.

12) Membayar uang duka untuk membantu ahli waris teman sejawat yang meninggal dunia.

13) Melaksanakan dan mematuhi semua ketentuan tentang honorarium ditetapkan Perkumpulan.

14) Menjalankan jabatan Notaris terutama dalam pembuatan,  pembacaan dan penandatanganan akta

15) dilakukan di kantornya, kecuali alasan-alasan yang sah.

16) Menciptakan suasana kekeluargaan dan kebersamaan dalam melaksanakan tugas jabatan dan kegiatan sehari-hari serta saling memperlakukan rekan sejawat secara baik, saling menghormati, saling menghargai, saling membantu serta selalu berusaha menjalin komunikasi dan tali silaturahmi.

17) Memperlakukan setiap klien yang datang dengan baik, tidak membedakan status ekonomi dan/atau status sosialnya.

18) Melakukan perbuatan-perbuatan yang secara umum disebut sebagai kewajiban untuk ditaati dan dilaksanakan antara lain namun tidak terbatas pada ketentuan yang tercantum dalam :

a. UU Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris;

 b. Penjelasan Pasal 19 ayat (2) UU Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris;

c. Isi Sumpah Jabatan Notaris;

d. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Ikatan Notaris Indonesia.

Maka berdasarkan kasus pelanggaran diatas, Notaris Terlapor telah melakukan pelanggaran terhadap kewajiban yang harusnya dilakukannya. Pelanggaran ini terutama pada poin 14, yaitu melakukan jabatan notarisnya terutama dalam pembuatan, pembacaan, dan penandatanganan akta yang dilakukan di kantornya. Notaris pelapor melanggar pasal 3 angka 14 ini sebagaimana dikemukakan dalam kasus posisi diatas yaitu dengan tidak membacakan secara patut akta yang dibuat dihadapannya.

(29)

Berikutnya, Notaris Terlapor melakukan pelanggaran terhadap pasal 4 kode etik notaris tentang Larangan, terutama terkait dengan poin 15 yang kutipannya adalah sebagai berikut19:

“Melakukan perbuatan-perbuatan lain yang secara umum disebut sebagai  pelanggaran terhadap Kode Etik Notaris, antara lain namun tidak terbatas pada  pelanggaran-pelanggaran terhadap :

a. Ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris;

 b. Penjelasan pasal 19 ayat (2) Undang-undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris;

c. Isi sumpah jabatan Notaris;

d. Hal-hal yang menurut ketentuan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga dan/atau

e. Keputusan-Keputusan lain yang telah ditetapkan oleh organisasi Ikatan Notaris Indonesia tidak boleh dilakukan oleh anggota.”

3.1 Sanksi Pelanggaran Jabatan dan Kode Etik

Dalam UU No. 30 Tahun 2004 telah dijabarkan dengan rinci tentang sanksi yang dapat dijatuhkan oleh terhadap pelanggaran jabatan dan kode etik. Sanksi-sanksi ini dijelaskan pada BAB XI tentang Ketentuan Sanksi. Terdapat dua pasal dalam penentuan sanksi di bab ini.

Pasal pertama yaitu pasal 84 menyebutkan bahwa sanksi dapat berupa suatu akta tersebut yang dibuat oleh Notaris Terlapor dianggap batal demi hukum sehingga turun derajat menjadi akta dibawah tangan. Disebutkan pula, apabila terdapat pihak yang dirugikan dengan hal ini, dapat menuntut penggantian biaya, ganti rugi maupun bunga kepada Notaris. Sanksi ini hanya mencakup tindakan  pelanggaran notaris yang diatur dalam pasal-pasal berikut20: Pasal 16 ayat (1)

(30)

huruf i; Pasal 16 ayat (1) huruf k; Pasal 41; Pasal 44; Pasal 48; Pasal 49; Pasal 50; Pasal 51, atau;Pasal 52.

Pasal berikutnya adalah pasal 85 yang menyebutkan sanksi-sanksi berupa: a. Teguran lisan

 b. Teguran tertulis

c. Pemberhentian sementara

d. Pemberhentian dengan hormat; atau e. Pemberhentian dengan tidak hormat

Sanksi tersebut berlaku bagi pelanggaran-pelanggaran ketentuan dalam GGGGGpasal-pasal berikut: Pasal 7; Pasal 16 ayat (1) huruf a; Pasal 16 ayat (1) huruf b; Pasal 16 ayat (1) huruf c; Pasal 16 ayat (1) huruf d; Pasal 16 ayat (1) huruf e; Pasal 16 ayat (1) huruf f; Pasal 16 ayat (1) huruf g; Pasal 16 ayat (1) huruf h; Pasal 16 ayat (1) huruf i; Pasal 16 ayat (1) huruf j; Pasal 16 ayat (1) huruf k; Pasal 17; Pasal 20; Pasal 27; Pasal 32; Pasal 37; Pasal 54; Pasal 58; Pasal 59; dan/atau Pasal 6321.

Dalam Kode Etik Notaris juga diatur tentang sanksi yang dapat dijatuhkan apabila terjadi pelanggaran terhadap kode etik yang telah diatur. Sanksi tersebut diatur dalam pasal 6 ayat (1) BAB IV tentang Sanksi, berikut kutipannya;

“ Sanksi yang dikenakan terhadap anggota yang melakukan pelanggaran Kode Etik dapat berupa

a. Teguran;  b. Peringatan;

c. Schorsing (pemecatan sementara) dari keanggotaan Perkumpulan; d. Onzetting (pemecatan) dari keanggotaan Perkumpulan;

e. Pemberhentian dengan tidak hormat dari keanggotaan Perkumpulan.”22

Sanksi tersebut berlaku bagi setiap anggota Ikatan Notaris Indonesia yang melanggar kode etik disesuaikan dengan kuantitas dan kualitas pelanggarannya.23

21

Lihat Pasal 85 Undang-undang RI Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris

22

Lihat Pasal 6 Kode Etik Notaris

23

(31)

Dalam kasus pelanggaran jabatan dan kode etik diatas, Notaris Terlapor melanggar pasal 16 ayat (1) huruf a yang sanksinya diatur dalam pasal 85 diatas dan pasal 44 yang sanksinya diatur dalam pasal 84. Sehingga mengakibatkan akta yang diperkarakan (akta No. 53) tentang perjanjian jual beli antara Pelapor dengan  pihak Koesmajadi menjadi batal demi hukum dan turun derajat menjadi akta  bawah tangan. Dalam hal ini, apabila Pelapor menyatakan tidak sepakat dengan isi perjanjian, maka akta perjanjian tersebut tidak perlu dilanjutkan kecuali bagi  pihak Koesmajadi untuk memperkarakan dengan dalih wanprestasi. Kemudian  Notaris Terlapor juga dapat dikenai sanksi sebagaimana yang diatur dalam pasal

85.

Dalam hal memberikan atau menjatuhkan sanksi-sanksi diatas dapat dilakukan oleh:

a. Majelis Pengawas Wilayah, yaitu dalam pasal 73 ayat (1) huruf e  berwenang untuk memberikan sanksi berupa sanksi teguran lisan ataupun tertulis. Selanjutnya dalam huruf f dapat mengusulkan  pemberian sanksi kepada Majelis Pengawas Pusat

 b. Majelis Pengawas Pusat, yaitu dalam pasal 77 huruf c berwenang untuk menjatuhkan sanksi pemberhentian sementara dan pada huruf d mengusulkan sanksi kepada Menteri.

c. Menteri Hukum dan HAM; melakukan sanksi pemberhentian tidak hormat.

Dalam UU No. 30 Tahun 2004 tidak menyebutkan adanya penerapan sanksi pemidanaan tetapi tindakan hukum terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh Notaris apabila mengandung suatu undur tindak pidana seperti pemalsuan atas kesengajaan/kelalaian dalam pembuatan surat/akta otentik yang keterangan isinya palsu maka setelah dijatuhi sanksi administratif/kode etik profesi jabatan notaris dan sanksi keperdataan kemudian dapat ditarik dan dikualifikasikan sebagai suatu tindak pidana yang dilakukan oleh Notaris yang menerangkan adanya bukti keterlibatan secara sengaja melakukan kejahatan pemalsuan akta otentik.

(32)

BAB IV PENUTUP

1. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

 Dari analisis kasus diatas, dapat disimpulkan beberapa hal berikut:

a. Bahwa, dalam menangani suatu kasus pelanggaran jabatan dan kode etik yang dilakukan oleh seorang Notaris dapat dilakukan oleh dua lembaga tergantung fungsi masing-masing yaitu Majelis Pengawas  Notaris, yang berkaitan dengan pelanggaran jabatan dan kode etik yang berhubungan dengan pihak selain Notaris; dan Dewan Kehormatan, yang berkaitan dengan pelanggaran kode etik secara internal. Sehingga Majelis Pengawas Wilayah Notaris (dalam kasus ini adalah MPWN Jabar) berwenang dan dapat melakukan pengadilan terhadap pelanggaran jabatan dan kode etik yang dilakukan oleh  Notaris Terlapor

 b. Bahwa, berdasarkan pemeriksaan di persidangan, pasal-pasal yang dianggap dilanggar oleh Notaris Terlapor adalah pasal berikut:

a. Pasal 4 ayat (2) UU No 30 tahun 2004

 b. Pasal 16 ayat (1) huruf a dan l UU No 30 tahun 2004 c. Pasal 44 UU No 30 tahun 2004

d. Pasal 3 dan 4 Kode Etik Notaris

c. Sesuai dengan analisis yang telah dilakukan, Notaris Terlapor benar telah melakukan pelanggaran sebagaimana pasal-pasal yang dimaksud. d. Bahwa, sanksi yang dijatuhkan berdasarkan pelanggaran jabatan dan

kode etik yang dilakukan oleh Notaris Terlapor adalah sanksi sesuai dengan pasal:

a. Pasal 84 UU No 30 Tahun 2004  b. Pasal 85 UU No 30 Tahun 2004

e. Sanksi tersebut diusulkan oleh Majelis Pengawas Wilayah Notaris kepada Majelis Pengawas Pusat untuk dilakukan pemberhentian

Referensi

Dokumen terkait

Setia dan Taat Kepad p Negara Kesatuan) dan Pemerintah Republik Indonesia, ' Yang Berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.. IMenjunjung Tinggi Kehormatan

Kita dapat melihat bahwa sila-sila dari pancasila telah tercantum dalam pembukaan dan pasal-pasal Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD 1945) Jika

Kewajiban-kewajiban tersebut adalah: (1) Mengamalkan Pancasila; (2) Melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan menaati segala peraturan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang ditegaskan dalam alinea keempat terdapat kata “berdasarkan” yang berarti,. Pancasila merupakan dasar negara

bersumpah melepaskan seluruh kesetiaan saya kepada kekuasaan asing, mengakui, tunduk, dan setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia, Pancasila, dan

bersumpah melepaskan seluruh kesetiaan saya kepada kekuasaan asing, mengakui, tunduk, dan setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia, Pancasila, dan

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa saya: 1 Setia kepada Pancasila sebagai Dasar Negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan cita-cita proklamasi 17 Agustus

Surat pernyataan bermaterai yang memuat: 1 Setia kepada Pancasila sebagai Dasar Negara, Undang– Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan cita-cita Proklamasi 17 Agustus